• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAYA MENGAJAR KLASIK DAN MINAT BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GAYA MENGAJAR KLASIK DAN MINAT BELAJAR SISWA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

11 A. Gaya Mengajar

1. Pengertian Gaya Mengajar

Gaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti ragam (cara, rupa, bentuk, dan sebagainya) yang khusus (mengenai tulisan karangan, pemakaian bahasa, bangunan rumah). Adapun menurut Ahmadi (2005:125) menjelaskan bahwa “gaya mengajar guru merupakan segala tingkah laku, sikap, dan perbutan guru dalam melaksanakan proses pengajaran”. Sedangkan menurut Syahminan dalam buku Ahmadi (2005:125) mengatakan bahwa “gaya mengajar adalah gaya atau tindak tanduk guru sebagai pernyataan kepribadiannya dalam menyampaikan bahan pelajarannya kepada siswa. Pengertian tersebut juga senada dengan pendapat Jenifer Wagaman (2009: 1) yang menyatakan bahwa gaya mengajar adalah pencerminan diri guru yang digunakan dalam mengajar yang tercermin dalam efektifitas sehingga ada perbedaan antara guru yang satu dengan guru yang lainnya.

Pengertian-pengertian di atas menunjukan bahwa gaya mengajar guru merupakan segala aktifitas yang dilakukan dan dipertunjukan seorang guru terkait bagaimana tingkah laku, sikap, dan perbuatan guru yang mencerminkan kepribadian guru itu sendiri sebagai jati diri yang melekat pada dirinya dalam melaksanakan proses pembelajaran. Gaya mengajar Menurut Thoifuri (2013: 81) adalah;

“Bentuk penampilan guru saat mengajar, baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya mengajar yang bersifat kurikuler merupakan gaya mengajar yang disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu.

Sedangkan gaya mengajar yang bersifat psikologis adalah guru mengajar yang disesuaikan dengan motivasi siswa, pengelolaan kelas dan evalusi hasil belajar”

Makna gaya mengajar menurut Thoifuri di atas, memiliki perbedaan dengan makna gaya mengajar sebelum-sebelumnya yang telah dibahas, dimana gaya mengajar seorang guru tidaklah mutlak harus satu gaya mengajar itu saja.

Akan tetapi gaya mengajar guru dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terajadi di lapangan. Sebagaimana pandangan Thoifuri mengenai Gaya

(2)

mengajar di atas, gaya mengajar terkait dengan kurikuler menuntut adanya perbedaan tujuan dan sifat antara bidang studi yang satu dengan bidang studi lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pola gaya mengajar guru dalam bidang studi matematika pasti akan memiliki perbedaan dengan pola gaya mengajar bidang studi agama. Sedangkan gaya mengajar psikologis menuntut adanya pemahaman guru terkait bagaimana iklim belajar yang terjadi di kelas saat pembelajaran sehingga guru akan menyesuaikan gaya mengajarnya berdasarkan kebutuhan siswanya atupun kondisi-kondisi tertentu yang mungkin terjadi saat pembelajaran.

Seorang guru harus dapat menguasai keterampilan dalam berbagai gaya mengajar dan harus sanggup menjalankan berbagai peran serta sanggup menentukan metode mengajar belajar yang paling serasi (Nasution, 2005: 115).

Berdasarkan hal tersebut, maka seorang guru bisa dikatakan berhasil dalam hal mengajarnya yaitu ketika guru tersebut memperhatikan kondisi dan kebutuhan siswanya, dan juga memperhatikan lingkungan belajar siswa, sehingga guru dapat menciptakan gaya mengajar yang bervariasi untuk menghindari gaya mengajar yang monoton dan membosankan.

Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik atau murid di sekolah (Oemar Hamalik, 2013:44). Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar (Sardiman, 2012: 48). Pupuh dan Sobry (2014:8) menuliskan bahwa mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pengajaran.

Mengajar merupakan kegiatan di mana keterlibatan individu anak didik mutlak adanya. Apabila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar.

Hal ini perlu sekali disadari guru agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu dalam konsep pengajaran atau pendidikan. Menurut Nana Sudjana (1991) dalam Pupuh dan Sobry (2014:9) sama halnya dengan

(3)

belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhknan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan pada anak didik dalam melakukan proses.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya mengajar merupakan proses pemberian atau transformasi ilmu dari seorang guru kepada peserta didik dalam satu kegiatan dan lingkungan belajar tertentu dan membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Mengajar pada hakikatnya bermaksud mengantar siswa mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam praktek, perilaku mengajar yang dipertunjukan guru sangat beraneka ragam, meskipun maksudnya sama. Aneka ragam perilaku guru mengajar ini jika ditelusuri akan diperoleh gambaran tentang pola umum interaksi antara guru, isi, atau materi pembelajarandan siswa. Menurut Lapp (1975) dalam Sumiadi dan Asra (2009:74) pola umum ini oleh Dianne Lapp dan kawan-kawan diistilahkan dengan “Gaya Mengajar” atau Teaching Style (Lapp dkk, 1975:1).

Manen dalam Marzuki (1999:21), mengemukakan bahwa gaya mengajar adalah ciri-ciri kebiasaan, kesukaan yang penting hubunganya dengan murid, bahkan gaya mengajar lebih dari suatu kebisaan dan cara istimewa dari tingkah laku atau pembicaraan guru atau dosen. Gaya mengajar guru mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh pandanganya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.

2. Macam – macam Gaya Mengajar

Seorang pendidik atau guru dalam gaya mengajarnya pastilah memiliki ciri atau karakter tersendiri yang bersifat khas dan tentunya berbeda antara satu guru dengan guru lainnya. Tidak semua guru disenangi oleh siswanya, faktor ketidak senangannya siswa pada seorang guru dapat dipicu dari berbagai faktor di antaranya adalah guru yang tidak objektif atau mendiskriminasikan siswa, guru

(4)

malas, guru sering meluapkan emosinya ke siswa, guru tidak mengahargai pendapat siswa, kepribadian guru yang kurang menyenangkan, dan hal-hal lainnya termasuk guru yang gaya mengajarnya monoton dan membosankan.

Sebaliknya banyak pula guru yang disenangi siswanya dengan alasan bahwa guru itu adil, rajin, tegas, sabar, toleran, berawawasan luas, dan mempunyai gaya mengajar yang menarik dan tidak membosankan.

Hermawan dkk (2007:58) dalam Abdul Majid, (2013:279-280) mengelompokan gaya mengajar guru yang diterapkan dalam proses pembelajaran menjadi empat yang diturunkan dari aliran pendidikan, yaitu gaya mengajar klasik, teknologis, personalisasi, dan interaksional.

a. Gaya Mengajar Klasik

Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya cara belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, sehingga akan menghambat perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya disalahkan saat kondisi kelas mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi kelas yang mayoritas siswanya pasif. Dalam pembelajaran klasik, peran guru sangat dominan, karena dia harus menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus ahli (expert) pada bidang pelajaran yang diampunya. Dalam model pembelajaran seperti ini, siswa cenderung bersikap pasif (hanya menerima materi pembelajaran).

b. Gaya Mengajar Teknologis

Guru menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi bahan perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinya bahwa setiap guru dengan gaya mengajar tersebut mempunyai watak yang berbeda-beda, kaku, moderat dan fleksibel. Gaya ini mensyaratkan seorang guru untuk berpegang pada berbagai sumber media yan tersedia. Guru mengajar dengan memerhatikan kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulun untuk mampu menjawab segala persoalan yang dihadapi. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minat masing-masing, sehingga memberi banyak manfaat pada diri siswa.

(5)

c. Gaya Mengajar Personalisasi

Pembelajaran personalisasi dilakukan berdasarkan atas minat, pengalaman, dan pola perkembangan mental siswa. Dominasi pembelajaran ada di tangan siswa, dimana siswa dipandang sebagai suatu pribadi. Guru yang menerapkan gaya mengajar personalisasi menjadi salah satu kunci keberhasilan pencapaian prestasi belajar siswa. Guru tidak hanya memberikan materi pelajaran untuk membuat siswa lebih pandai, melainkan agar siswa menjadi dirinya lebih pandai.

Guru dengan gaya megajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajar siswa dan senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat memaksakan siswa untuk menjadi sama dengan gurunya, karena siswa tersebut mempunyai minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing.

d. Gaya Mengajar Interaksional

Dalam pembelajaran interaksional, peran guru sangat dominan. Guru dan siswa berupaya memodifikasi berbagai ide atau ilmu yang dipelajari untuk mencari bentuk baru berdasarkan kajian yang dipelajari. Guru dengan gaya mengajar interaksional lebih mengedepankan dialog dengan siswa sebagai bentuk interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau siswa dengan siswa saling ketergantungan, artinya mereka sama-sama menjadi subjek pembelajaran, dan tidak ada yang dianggap paling baik atau paling jelek.

Gaya mengajar yang dilakukan oleh setiap guru berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan dan cara mereka dalam mengajar. Namun setiap guru pada prakteknya tidak hanya menunjukan satu macam gaya dalam proses pembelajaran.

Jika guru yang memahami kemampuannya dalam mengajar serta memahami kebutuhan peserta diidiknya maka guru akan dengan mudah melakukan variasi- variasi dalam mengajar.

3. Landasan Gaya Mengajar

Ada emapat macam gaya mengajar, yaitu gaya mengajar klasik, teknologis, personalisasi dan interaksional. Menurut Sumiati dan Asra (2009: 77- 80) masing-masing dari gaya mengajar tersebut mempunyai landasan, yaitu:

a. Pembelajaran Klasik dan Landasanya

(6)

Pendidikan klasik lebih menekankan guru sebaga model. Siswa dituntut meniru gaya guru. Hal ini berlandaskan teori bahwa siswa akan menirukan apa yang diamati dan telah memperoleh reinforcement. Jadi, siswa akan meniru guru.

Proses peniruan terjadi terutama melalui bahasa. Oleh karenanya belajar dilakukan secara verbal, dan guru berusaha menajarkan bagaimana melatih kemampuan berfikir melalui bahasa.

Gaya mengajar klasik mempunyai dua macam aliran, yaitu:

1) Aliran Perenialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang berpusat pada kemanusiaan (humanity).

Aliran ini berpandangan bahwa setiap generasi harus dididik dengan budaya yang dianggap benar dan sahih (valid). Isi pembelajaran lebih banyak mengenai dasar pembentukan intelek dan komunikasi dengan dunia luar, karena hal ini dianggap sebagai upaya “memanusiakan manusia.” Manusia dibedakan dari jenis makhluk hidup lain karena ia mempunyai intelektual. Oleh karenanya upaya memanusiakan manusia dilakukan dengan mengembangkan inteleknya. Pembelajaran dasar yang dianggap paling penting adalah “The three R’s” untuk tingkat Sekolah Dasar yaitu Reading (membaca), Writing (menulis), dan Arrithmatics (berhitung). Tujuan pendidikan perenialism adalah memperbaiki intelek dengan mendisiplin mental.

2) Aliran Essensialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang berkenaan dengan science.

Berbeda dengan perenialism, aliran ini lebih realistis, tidak filisofis.

Budaya yang disampaikan dalam pembelajaran hanya berisi informasi yang bersifat praktis, dengan tujuan mendidik keterampilan yang esensial dan berguna untuk hidup produktif. Oleh karenanya menekankan pada science dan keterampilan produktif. Pandangan penganut aliran ini adalah bahwa tujuan pendidikan diarahkan agar siswa dapat bekerja dengan baik.

Ini dijadikan ukuran penilaian kebaikan pendidikan. Disamping itu pendidikan juga bertujuan mengantarkan siswa untuk dapat bergaul pada semua lapisan masyarakat dan memperoleh sukses finansial. Mereka

(7)

menganggap pendidikan adalah jalan menuju sukses. Sedangkan sukses itu sendiri diukur dari segi materi.

b. Pembelajaran Teknologis dan Landasanya

Para penganut aliran teknologis yakin bahwa pendidikan merupakan cabang terpenting dari scientific technology. Pendidikan teknologis memandang manusia dari tingkah lakunya yang dapat diamati. Tingkah laku ini dijadikan dasar perumusan tujuan. Dengan demikian tinggallah dipikirkan bagaimana memanipulasi lingkungan agar siswa dapat mencapai tujuan itu. Untuk itu dapat digunakan perangkat baik hardware (seperti mesin, televisi dan sebagainya) ataupun software (seperti programa, modul, dan sebagainya). Perangkat itu dapat berfungsi sebagai guru. Dengan demikian guru bukan lagi dipandang sebagai elemen sentral dalam pembelajaran, juga dalam proses belajar mengajar.

c. Pembelajaran Personalisasi dan Landasanya

Gaya pembelajaran personalisasi bersifat Child Centered (berpusat pada siswa). Ini didasarkan pada teori pendidikan yang menyatakan bahwa, pendidikan sesungguhnya berpusat pada siswa serta pengalaman yang disadarinya. Kegiatan pendidikan didasarkan atas minat dan kebutuhan atau keinginan siswa.

Ada dua aliran dari personalisasi, yaitu Aliran Proressive dan Aliran Romantik. Golongan progressive memandang bahwa situasi mengajar berfungsi menentukan disiplin dan arah pengalaman belajar yang dapat menuntun atau menentukan struktur intelegensi. Dalam pelaksanaanya pendidikan membimbing dan mengarahkan kegiatan siswa dalam memenuhi kebutuhan yang tidak disadarinya. Tokoh Progressivism ialah John Dewey.

Golongan Romantic (tokohnya J.J Russeau) memandang bahwa siswa harus bebas (ide tentang kembali ke alam). Pendidikan harus mengisolasi siswa dari lingkungan masyarakat, karena pendidikan merupakan proses individual, bukan proses sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar memberi informasi atau keterampilan, tetapi merupakan proses perkembangan pribadi sepanjang hayat. Peran guru adalah menyiapkan lingkungan agar siswa dapat memperoleh pengalaman.

d. Pembelajaran Interaksional dan Landasanya

(8)

Pembelajaran interaksional menekankan pada proses yang bersifat dialogis. Dalam hal ini guru menyodorkan masalah kepada siswa, selanjutnya dengan proses diskusi, siswa mengemukakan pandangan, pendapat, argumentasi, juga menanggapi dan menyela atau mendukung pendapat yang lain, sehingga ditemukan kesimpulan tentang masalah yang dibahas itu.

Dasar pandangan pembelajaran interaksioanal adalah bahwa hasil belajar diperoleh melalui interaksi antara guru-siswa, dan siswa-siswa lain, juga interaksi antara siswa dengan materi pembelajaran yang dipelajari, serta antara pikiran siswa dengan kehidupanya. Pandangan ini berakar dari falsafah yan memandang bahwa pada hakikatnya manusia sudah mempunyai kemampuan untuk memikirkan dan menemukan jawaban terhadap masalah kehidupan yang dihadapi.

Fungsi pembelajaran dalam hal ini adalah menumbuhkan dan mengungkap kemampuan itu melalui upaya penciptaan kondisi dan kemungkinan untuk tumbuh dan berkembangnya hal itu. Oleh karenanya pembelajaran tidak dilakukan dengan cara “mengajar” tetapi dengan mengembangkan suasana dialogis.

2. Komponen Variasi Gaya Mengajar

Keterampilan mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan meliputi tiga aspek, yaitu variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran, dan variasi dalam interaksi antara guru dengan siswa.

a. Variasi gaya mengajar

Guru dalam proses pembelajaran hendaknya memiliki variasi gaya mengajar. Menurut Syaiful bahri Djamarah (2002:188), variasi gaya mengajar tersebut adalah:

1) Variasi Suara

Suara guru ketika menyampaikan materi dalam proses pembelajaran bisa bervariasi dalam intonasi, nada, volume dan kecepatan. Ketika mengajar penting bagi guru untuk memahami bagaimana dia menyampaikan materi dengan penjelasanya. Guru yang biasa memakai suara datar dalam menyampaikan materi akan mempengaruhi minat mendengar siswanya. Sehingga seorang guru hendaklah memberikan penjelasan dengan intonasi, nada, volume dan kecepatan yan serasi dan sesuai.

(9)

2) Penekanan (Focusing)

Berfungsi untuk memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu aspek yang paling penting atau aspek kunci. Penekanan dilakukan kepada beberapa peristiwa atau kata kunci dalam materi pelajaran yang tengah disampaikan agar siswa memahami aspek-aspek yang terpenting dari materi pelajaran yang diterimanya. Misalnya guru menggunakan kalimat “sekali lagi bapak/ibu tekankan” atau “coba anda perhatikan” dan sebagainya. Hal ini akan menimbulkan perhatian siswa sehingga pandangan siswa akan tertuju dan fokus pada guru yang tengah menyampakan materi yang dipelajari dalam proses pembelajaran.

3) Pemberian Waktu (Pausing)

Setelah guru menyampaikan meteri pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam, dari akhir bagian pelajaran ke bagian berikutnya. Peserta didik dalam keadaan seperti ini biasanya selain memberikan perhatian penuh pada guru juga akan memiliki waktu untuk berusaha memahami materi yang disampaikan.

4) Kontak Pandang

Guru dapat membantu anak didik dengan menggunakan matanya menyampaikan informasi, dan dengan pandanganya dapat menarik perhatian anak didik. Selama menyampaikan materi pelajaran, tidak dibenarkan seorang guru hanya memandang ke luar, ke atas atau ke siswa tertentu saja. Jadi guru dalam berinteraksi dengan siswa pandanglah semua siswa yang sedang mengikuti pembelajaran, sehingga mereka akan merasa diperhatikan.

5) Gerakan Anggota Badan

Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan. Dalam berkomunikasi gerak tubuh akan mempengaruhi apa yang disampaikan karena pada hakikatnya ketika kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain semuanya ikut berbicara termasuk anggota badan kita.

(10)

6) Pindah Posisi

Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas ketika proses pembelajaran dapat menarik perhatian siswa. Karena selama proses pembelajaran guru menjadi pusat perhatian siswanya. Dengan bergerak, berarti guru tidak berada dalam satu posisi saja, malainkan ia berpindah-pindah. Perpindahan posisi ini selain bermanfaat bagi guru itu sendiri agar tidak jenuh, juga agar perhatian siswa tidak monoton. Seorang guru hendaknya bisa menguasi kelas dan bebas menjangkau seluruh ruang kelas. Bukan berarti guru selalu berpindah-pindah saat proses pembelajaran tetapi berpindahlah sesuai dengan kebutuhan. Misal ketika siswa yang duduk di belakang mulai tidak memperhatikan maka guru dekati dan pindah posisi agar anak bisa fokus kembali.

b. Variasi media dan bahan pengajaran

Penggunaan media akan menghindari kejenuhan siswa terhadap gurunya atau terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru. Melalui media ada alih pandang, dengar dan objek perhatian yang mungkin lebih menarik dibandingkan dengan guru yang hanya berceramah saja. Ada tiga komponen dalam variasi media, yaitu:

1) Variasi media pandang

Alat pandang yang dapat digunakan sebagai media pengajaran diantaranya: buku, majalah, globe, peta, film, film strip, TV, radio, recorder, gambar, mode, demonstrasi, dan sebagainya. Alat ini berguna untuk:

a) Membantu pemahaman konsep yang abstrak kepada penjelasan yang konkret.

b) Agar anak didik memiliki perhatian optimal terhadap materi pelajaran.

c) Membantu penumbuhan watak kreatif dan mandiri siswa.

d) Mengembangkan cara berfikir siswa yang konsisten dan berkesinambungan.

e) Memberikan pengalaman baru dan unik.

2) Variasi media dengar

Guru yang hanya mengandalkan suara saja tampaknya tidak cukup bagi proses belajar anak didik. Karena itu diperlukan media lainnya yang memungkinkan anak lebih konsentrasi dan merasa ada pengalaman baru terhadap

(11)

suara itu. Hal ini bisa dilakukan dengan guru merekam suaranya di rumah atau merekam suara lain yang patut didengarkan dan mempunyai relevansi dengan materi pelajaran.

3) Variasi media taktik

Penggunaan media ini pada dasarnya merangsang siswa untuk kreatif.

Misalnya guru memperlihatkan dan menjelaskan tata cara berwudhu, setelah itu siswa disuruh untuk menggambarkan tata cara tersebut. Cara ini akan meudahkan siswa untuk mengingat urutan tata cara wudhu dan sebagainya.

c. Variasi interaksi

Variasi interaksi yang lazim dilakukan guru ada dua hal yaitu:

1) Siswa belajar atau melakukan aktifitas lainnya dalam ruang lingkup pembelajaran secara bebas tanpa campur tangan dari guru.

2) Siswa hanya mendengarkan secara pasif sedangkan guru berbicara secara aktif sehingga seluruh proses belajar mengajar didominasi guru.

Namun di antara dua jenis tersebut jenis yan pertama akan lebih baik.

Sekalipun yang ideal adalah guru dan siswa memiliki peranan yang proporsional.

Dalam arti, guru tidak mendominasi kelas, dan siswa juga memilki kebebasan tanpa berarti tidak ada kendali guru. Maka dalam konteks interaksi ini hendaklah guru berdiri di tengah-tengah.

2. Indikator Gaya Mengajar Klasik

1) Penggunaan bahan pelajaran berupa informasi yang didapat oleh siswa semata-mata berpusat pada guru;

2) Proses penyampaian materi hanya dilakukan oleh guru itu sendiri;

3) Siswa berperan pasif dan hanya ikut berpartisipasi jika guru itu bertanya;

4) Guru berperan aktif dalam proses pembelajaran tetapi tidak bekerjasama dengan siswa sehingga proses belajar tidak menciptakan suasana yang aktif.

B. Minat Belajar

(12)

1. Pengertian Minat Belajar a. Minat

Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri dengan sesuatu dari luar diri (Djaali, 2013:121). Minat sebagaimana dirumuskan dalam “Encyclopedia of Psychology” adalah faktor yang ada dalam diri seseorang, yang menyebabkan ia tertarik atau menolak terhadap objek, orang dan kegiatan dalam lingkunganya (Zainudin Arif, 2012:19).

Menurut pandangan para ahli, minat itu dimaknai secara beragam, berbeda-beda, sesuai dengan cara dan sudut pandang mereka masing-masing (Makmun Khairani, 2014:136-137). Sebagian dari pandangan tersebut adalah:

1) John Holland, ahli yang banyak meneliti mengenai minat memberi pengertian minat sebagai aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan perasaan ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan. Minat dapat menjadi indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu dimana ia akan termotivasi untuk mempelajarinya dan menunjukan kinerja yang tinggi.

2) Menurut Kamisa (1997) minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan.

3) Menurut Sutjipto (2001) bahwa minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, orang, masalah, atau situasi yang mempunyai kaitan dengan dirinya. Artinya minat harus dipandang sebagai sesuatu yang sadar.

Karenanya minat merupakan aspek psikologis seseorang untuk menaruh perhatian yang tinggi terhadap kegiatan tertentu dan mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

4) Menurut Zakiah Daradjat dkk (2011), minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap ke jurusan sesuatu hal yang berhara bagi orang. Sesuatu yang berharga bagi seseorang adalah yang sesuai dengan kebutuhanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa minat adalah gejala psikologis yang menunjukan bahwa minat adanya pengertian subyek terhadap obyek yang menjadi sasaran karena obyek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang sehingga cenderung kepada obyek tersebut.

(13)

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu (Ngalim Purwanto, 1988: 64). Jadi minat menjadi salah satu faktor penting untuk seseorang melakukan sesuatu karena ingin tercapainya tujuan. Minat timbul bersamaan dengan adanya ketertarikan serta kesenangan seseorang terhadap sesuatu, sehingga kegiataan atau sesuatu yang akan menimbulkan minat harus dapat membuatnya tertarik sehingga memilki kecenderungan terhadapnya.

b. Belajar

Pengertian belajar menurut beberapa ahli (Ngalim Purwanto, 2013:84-85) 1) Gagne, dalam buku the condition of learning (1977) menyatakan bahwa:”

belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

2) Hilgard dan bower dalam buku theories of Learning (1975) mengemukakan.”

Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yag disebabkan oleh pengalamannya yang berulang- ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendererungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”

3) Morgan, dalam buku introduction to psychology (1978) mengemukakan:

”belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

4) Witherington, dalam buku educational psychology mengemukakan: ”belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebgai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan dengan adanya elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa:

(14)

1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan- perubahan yang terjadi pada diri seorang banyi.

3) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya berlangsung sementara.

4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berfikir, keterampilan, percakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam lingkungan tertentu untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Usaha yang dilakukan memilki tujuan yang pasti dan melalui waktu serta tahapan-tahapan tertentu.

c. Minat belajar

Menurut Gie (1998) dalam Makmun Khairani (2014:142), minat berarti sibuk, tertarik atau terlihat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seorang siswa dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang pengetahuan ilmiah yang dituntutnya di sekolah.

(15)

Sedangkan menurut Hardjana (1994) dalam Makmun Khairani (2014:142), minat dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan sebagai hasil dari keikutsertaan dalam suatu kegiatan. Karena itu minat belajar adalah kecenderungan hati untuk belajar untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, kecakapan melalui usaha, pengajaran atau pengalaman.

Menurut Makmun Khairani (2014:148-149) Kurangnya minat belajar siswa dimungkinkan salah satunya karena kurang menariknya pembelajaran yang mereka harus hadapi setiap hari di sekolah. Salah satu hal yang menyebabkan kurang menariknya proses pembelajaran adalah sikap guru. Guru selaku figur atau tokoh teladan yang dibanggakan, tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek “keluhan” peserta didiknya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan, guru yang mengantuk dan tertidur di meja. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan peserta didik tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi peserta didik tertentu.

2. Ciri-ciri Minat Belajar

Minat belajar memiliki beberapa ciri, menurut Elizabeth Hurlock dalam (Susanto, 2013:62) menyebutkan ada tujuh ciri minat belajar, yaitu sebagai berikut:

a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental.

b. Minat tergantung pada kegiatan belajar.

c. Perkembangan minat munkin terbatas.

d. Minat tergantung pada kesempatan belajar.

e. Minat dipengaruhi oleh budaya.

f. Minat berbobot emosional.

g. Minat berbobot egoisentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu, maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.

Menurut Slameto (2003:57) siswa yang berminat dalam belajar adalah sebagai berikut:

(16)

a. Memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus.

b. Ada rasa suka dan senang terhadap sesuatu yang diminati.

c. Memperoleh sustu kebanggaan dan kepuasan pada suatu yang diminati.

d. Lebih menyukai hal yang menjadi minatnya daripada hal yang lainnya.

e. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memilki minat belajar maka ia akan memberikan perhatian penuh terhadap pelajaran, responsif ketika proses pembelajaran berlangsung dan kecenderungan memperhatikan dan fokus terhadap pelajaran yang tengah berlangsung.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar

Minat sebagai salah satu aspek psikologi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersifat dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Dilihat dari dalam diri siswa, minat dipengaruhi oleh cita-cita, kepuasan, kebutuhan, bakat dan kebiasaan. Faktor luar tersebut dapat berupa kelengkapan sarana dan prasarana, pergaulan dengan orang tua dan persepsi masyarakat terhadap suatu objek serta latar belakang sisial budaya (Slameto: 1995). minat belajar membentuk sikap akademik tertentu yang bersifat sangat pribadi pada setiap siswa. Menurut Syah (2003:132) dalam minat belajar seorang siswa memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar yang berbeda-beda, perbedaan tersebut dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor internal

Adalah faktor dari dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi dua aspek yaitu:

1) Aspek fisiologis

Kondisi jasmani dan tegangan otot (tonus) yang menandai tingkat kebugaran tubuh siswa, hal ini dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam pembelajaran.

2) Aspek psikologis

Aspek psikologis merupakan aspek dari dalam diri siswa yang terdiri dari intelegensi, bakat siswa, sikap siswa, minat siswa, motivasi siswa.

(17)

b. Faktor eksternal siswa

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Terdiri dari dua macam yaitu:

1) Lingkungan sisial

Lingkungan sosial terdiri dari sekolah, keluarga, masyarakat dan teman sekelas.

2) Lingkungan nonsosial

Lingkungan nonsosial terdiri dari gedung sekolah dan letaknya, faktor materi pelajaran, waktu belajar, keadaan rumah tempat tinggal, alat-alat belajar.

c. Faktor pendekatan belajar

Faktor pendekatan belajar yaitu segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Dalam hal ini sikap guru dalam mengajar harus bisa mengimbangi dengan melakukan pendekatan pembelajaran dengan tepat. Selaku figur atau tokoh teladan yang dibanggakan, tidak jarang sikap guru di sekolah jiga menjadi objek “keluhan” peserta didiknya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan, guru yang mengantuk dan tertidur di meja. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas disaat mengajar, bercanda dengan peserta didik tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi peserta didik tertentu (Makmun Khairani, 2014:149).

4. Indikator Minat Belajar

Menurut Djaalli (2007) “ minat belajar adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada sesuatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh”, sebagai berikut :

1) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran;

2) Kehadiran siswa bagi yang mengikuti pelajaran;

3) Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan ; 4) Semangat siswa dalam menjawab pertanyaan;

(18)

5) Perhatian siswa dalam pembelajaran;

6) Ketekunan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan;

7) Rasa ketertarikan siswa untuk menjawab pertanyaan.

C. Hubungan Gaya Mengajar Klasik dengan Minat Belajar Siswa

Pembelajaran atau kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapain tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional. Dalam hal ini kebiasaan guru dalam mengajar menjadi penting untuk diperhatikan sehingga akan menimbuhkan minat belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Agar lebih dapat memahami betapa pentingnya peran guru dalam pembelajaran maka kita harus mengetahui lebih jauh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profesi keguruan khususnya.

Guru Pendidikan Agama Islam atau lebih sering disebut dengan GPAI diharapkan dalam menjalankan tugas-tugas kependidikanya dapat berhasil secara optimal. Guru PAI pada intinya terkait dengan aspek personal dan profesional.

Aspek personal menyangkut pribadi guru itu sendiri. Aspek personal ini diharapkan dapat memancar dalam dimensi sosialnya, dalam hubungan guru dengan peserta didiknya, teman sejawat dan lingkungan masyarakatnya karena tugas mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan. Sedangkan aspek profesional menyangkut peran profesi dari guru, dalam arti ia memiliki kualifikasi profesional sebagai seorang guru (GPAI).

Atas dasar itulah, maka asumsi yang melandasi keberhasilan GPAI dapat diformulasikan sebagai berikut:

”Guru Pendidikan Agama Islam akan berhasil menjalankan tugas kependidikannya bilamana ia memilki kompetensi personal-religius, dan kompetensi profesional-religius.” Kata religius selalu dikaitkan dengan kompetensi tersebut yang menunjukan adanya komitmen GPAI bahwa ajaran Islam sebagai kriteria utama sehingga segala masalah perilaku kependidikannya dihadapi, dipertimbangkan, dipecahkan dan didudukkan dalam perspektif Islam (Abdul Majid, 2012:99-100).

Oleh karena itu Guru PAI memilki tanggungjawab lebih dalam proses pembelajaran. Selain mentransformasi atau menyampaikan ilmu kepada peserta

(19)

didik juga membangun pemahaman peserta didik mengenai ajaran agama Islam yang merupakan ajaran yang sangat kompleks membahas segala aspek kehidupan.

Proses pembelajaran tidak lepas dari peran guru dan siswa. Menurut Abdul Majid (2012:109) secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Kegiatan pembelajaran harus ada hubungan yang saling berkesinambungan antar peserta didik, pemberi materi atau pendidik serta materi yang akan disampaikan. Tanpa ada ketiga aspek tersebut, maka pembelajaran tidak dapat berjalan. Disini peran guru menjadi sangat penting. Guru dalam pembelajaran salah satunya berperan sebagai motivator, dimana seorang guru harus dapat membangakitkan semangat belajar siswa.

Guru dalam proses pembelajaran menjadi pusat perhatian siswanya. Oleh karena itu, kebiasaan guru dalam mengajar akan memberikan dampak pada siswa.

Dampak yang ditimbulkan bukan hanya yang positif tapi juga negatif. Guru yang menyadari pearannnya sebagai motivator akan selalu berusaha mengembangkan kemampuan dalam mengelola pembelajaran, membuat inovasi-inovasi baru dalam mengajar serta berusaha menemukan kebiasaan baik dalam mengajar yang menjadikan cirinya dalam mengajar dan membuat perhatian siswa meningkat dan menumbuhkan minat belajar. Siswa dalam proses pembelajaran sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.

Guru dan murid atau siswa memegang peran penting dalam proses pembelajaran. Peserta didik atau siswa adalah pribadi yang “unik” yang mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses berkembang itu siswa membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan brsama dengan individu-individu yang lain.

(20)

Fungsi murid dalam interaksi belajar mengajar adalah sebagai subjek dan objek, karena murid menentukan hasil belajar dan sebagai objek, karena muridlah yang menerima pelajaran dari guru. Guru mengajar dan murid belajar. Jika tugas pokok guru adalah “mengajar”, maka tugas pokok murid adalah “belajar”.

Keduanya amat berkaitan dan saling bergantungan, satu sama lain tidak terpisahkan dan berjalan serempak dalam proses belajar mengajar.

Sebagai objek, murid menerima pelajaran, bimbingan dan berbagai tugas serta perintah dari guru atau sekolah dan sebagai subjek, ia menentukan dirinya sendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam rangka mencapai hasil belajar. Tugas- tugas murid sebagai subjek senantiasa berkaitan dengan kedudukannya sebagai objek.

Dengan dasar pandangan tersebut di atas, maka tugas murid dapat dilihat dari berbagai aspek, sejalan dengan aspek tugas guru, yaitu aspek yang berhubungan dengan belajar, aspek yang berhubungan dengan bimbingan, dan aspek yang berhubungan dengan administrasi. Selain dari itu muridpun bertugas pula untuk menjaga hubungan baik dengan guru maupun dengan sesama temannya dan untuk senantiasa meningkatkan keefektifan belajar bagi kepentinganya sendiri (Zakiah Daradjat, 2014:268-269).

Murid atau siswa lebih mengetahui kebutuhanya, dalam hal ini berarti kebutuhan dalam belajar. Kebutuhan dalam belajar biasanya tercipta dari kegiatan yang membuat perhatian meningkat sehingga berminat pula untuk melakukan pembelajaran dengan baik dan benar

Referensi

Dokumen terkait

PT', digunakan di sini sebagai sebuah #lm, men%egah bahan non-produksi dari sebagai sebuah #lm, men%egah bahan non-produksi dari menempel ke bagian ang sedang dibangun, ang

Setelah melakukan analisis data melalui tabel tunggal dan tabel silang maka selanjutnya data dianalisis menggunakan uji hipotesis Spearman Rho untuk menguji hipotesis yang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan diri sehingga dapat memenuhi kebutuhan

Dalam islam, konsep pembangunan ekonomi memiliki konsep yang lebih luas dibandingkan dengan pembangunan ekonomi di konvensional walaupun dasar

Penulisan lambang sel yang tepat darigambar sel tersebut adalah. Pada elektrolisis larutan PbSO 4 dihasilkan gas oksigen di anode. Jika jumlah arus yang dialirkan sebesar

Kerangka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial dimana perilaku perawat terdiri pengetahuan, sikap, keterampilan, dan