• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PENERAPAN KOLABORASI MODEL THINK-PAIR- SHARE (TPS) DAN MODEL PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 KASIHAN TAHUN AJARAN 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIFITAS PENERAPAN KOLABORASI MODEL THINK-PAIR- SHARE (TPS) DAN MODEL PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 KASIHAN TAHUN AJARAN 2016/2017."

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENERAPAN KOLABORASI MODEL THINK-PAIR- SHARE (TPS) DAN MODEL PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 KASIHAN TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Hafsha Sania Prasarani NIM: 13303241072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada abbi dan ummi tercinta, Prasodjo, S.Ag., M.M. dan Eksi Sustyani, S.Sos. yang selalu mendoakan, berjuang, memberikan semangat dan dukungan sehingga saya mampu menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

Kakakku Far’ah Nadia Prastyadewi, S.IP. yang selalu memberikan motivasi dan memberikan dukungan.

Adikku Faizdaffa Muhammad Prasastaufa yang selalu menjadi adik yang membanggakan.

Mbah Kakung dan Mbah Uti yang selalu memberikan doa dan semangat.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini yang berjudul “Efektifitas Penerapan Kolaborasi Model Think-Pair-Share (TPS) dengan Model Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan Tahun Ajaran 2016/2017”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan penelitian ini tidak lepas dari peran beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas MIPA UNY yang telah memberikan kelancaran bagi penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini,

2. Jaslin Ikhsan, Drs.,M.App.Sc.,Ph.D., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia yang telah memberikan kelancaran bagi penulis dalam penelitian dan penyelesaian laporan,

3. Sukisman Purtadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia yang telah memberikan ilmu dan kelancaran bagi penulis dalam penelitian dan penulisan laporan,

(8)

viii

5. Dr. Das Salirawati, M.Si,. selaku penguji utama yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Prof. Dr. Nurfina Aznam, Su. Apt., selaku dosen penguji pendamping yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Subarino, Ph.D., selaku Kepala SMA Negeri 1 Kasihan yang berkenan memberikan izin melaksanakan penelitian,

8. Surahmi, M.Pd., selaku Guru Kimia SMA Negeri 1 Kasihan yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses penelitian di sekolah, 9. Peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan tahun ajaran 2016/2017,

terutama kelas XI MIA 3 dan XI MIA 1 yang bersedia belajar bersama-sama selama penelitian,

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih untuk segala bantuannya.

Tidak cukup kata dapat mewakili rasa syukur dan terima kasih penulis. Semoga segala bentuk kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan kebaikan oleh Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan penelitian ini yang jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Deskripsi Teori ... 9

1. Pembelajaran ... 9

2. Model Pembelajaran ... 11

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 11

4. Model Pembelajaran POE ... 14

(10)

x

6. Kemampuan Berpikir Kritis ... 17

7. Motivasi Belajar ... 19

8. Materi Asam Basa ... 22

B. Penelitian yang Relevan ... 23

C. Kerangka Berpikir ... 25

D. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Desain Penelitian ... 28

B. Populasi dan Sampel ... 28

1. Populasi Penelitian ... 28

2. Sampel Penelitian ... 29

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 29

D. Definisi Operasional Variabel ... 30

1. Variabel Bebas ... 30

2. Variabel Terikat ... 30

3. Variabel Kontrol ... 31

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

1. Instrumen Penelitian ... 31

2. Analisis Instrumen Penelitian ... 35

3. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Prasyarat Hipotesis ... 39

2. Uji Hipotesis ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Pengetahuan Awal Kimia, Motivasi Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 47

2. Uji Prasyarat Hipotesis ... 48

(11)

xi

B. Pembahasan ... 53

1. Pelaksanaan Pembelajaran Kolaborasi Model TPS dengan Model POE ... 56

2. Efektifitas Penerapan Kolaborasi Model TPS dengan model POE terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik ... 63

3. Efektifitas Penerapan Kolaborasi Model TPS dengan Model POE terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kisi-kisi Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis ... 34

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar ... 36

Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal ... 42

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Motivasi Awal dan Motivasi Akhir Peserta didik ... 42

Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Pengetahuan Awal dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 43

Tabel 6. Ringkasan Uji-t Sama Subjek ... 45

Tabel 7. Ringkasan Rumus Anakova ... 46

Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Anakova... 47

Tabel 9. Ringkasan Data Pengetahuan Awal Peserta didik ... 49

Tabel 10. Ringkasan Data Motivasi Belajar Kimia ... 50

Tabel 11. Ringkasan Data Kemampuan Berpikir Kritis ... 50

Tabel 12. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 51 Tabel 13. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Motivasi Awal dan Motivasi Akhir Peserta didik ... 51

Tabel 14. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Pengetahuan Awal dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 52

Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Motivasi Awal dan Motivasi Akhir Peserta didik ... 52

Tabel 16. Ringkasan Uji-t Sama Subjek ... 53

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 75

Lampiran 2. Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis ... 150

Lampiran 3. Soal Kemampuan Berpikir Kritis ... 166

Lampiran 4. Kunci Jawaban Soal Kemampian Berpikir Kritis ... 172

Lampiran 5. Angket Motivasi Belajar ... 180

Lampiran 6. Materi Asam dan Basa ... 184

Lampiran 7. Uji Validasi dan Reliabilitas Butir Soal ... 200

Lampiran 8. Data Pengetahuan Awal Peserta Didik ... 208

Lampiran 9. Data Kemampuan Berpikir Peserta Peserta Didik ... 210

Lampiran 10. Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Kontrol ... 212

Lampiran 11. Data Motivasi Awal dan Akhir Kelas Eksperimen ... 213

Lampiran 12. Uji Normalitas ... 214

Lampiran 13. Uji Homogenitas ... 215

Lampiran 14. Uji-t Sama Subjek ... 216

Lampiran 15. Analisis Kovarian ... 218

Lampiran 16. Surat Izin Penelitian ... 219

Lampiran 17. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 220

(15)

xv

EFEKTIFITAS PENERAPAN KOLABORASI MODEL THINK-PAIR- SHARE (TPS) DAN MODEL PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMA

NEGERI 1 KASIHAN TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh :

Hafsha Sania Prasarani 13303241072

Dosen Pembimbing: Dr. Crys Fajar Partana, M.Si.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis peserta didik yang mengikuti dan tidak mengikuti pembelajaran dengan kolaborasi model TPS dan POE, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik, serta untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan motivasi belajar peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembela-jaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Sampel menggunakan sebanyak 2 kelas di SMA Negeri 1 Kasihan, yaitu kelas XI MIA 1 (kelas kontrol) dan kelas XI MIA 3 (kelas eksperimen). Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal, motivasi belajar awal dan akhir, serta kemampuan berpikir kritis. Uji hipotesis dilakukan dengan uji-t sama subjek dan uji anakova satu jalur.

Hasil uji anakova menunjukkan ada perbedaan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara peserta didik yang mengikuti dan tidak mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model POE dan model TPS, jika pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistik. Hasil uji-t sama subjek menunjukkan pada kelas eksperimen ada perbedaan yang signifikan pada motivasi belajar sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan POE.

(16)

xvi

EFFECTIVENESS IMPLEMENTATION OF THINK-PAIR- SHARE (TPS) AND PREDICT- OBSERVE-EXPLAIN (POE) MODEL COLLABORATION

TO IMPROVE CRITICAL THINKING ABILITY AND STUDENT’S LEARNING MOTIVATION AT GRADE XI SMA NEGERI 1

KASIHAN ACADEMIC YEAR 2016/2017

By :

Hafsha Sania Prasarani 13303241072

Supervisor: Dr. Crys Fajar Partana, M.Si.

ABSTRACT

The aim of this research were to know there was significantly difference in critical thinking ability of student that was follow and unfollow collaboration of TPS and POE teaching learning model when the student’s prior knowladge of chemistry was controlled statistically, and to know there was significantly difference in student motivation before and after follow collaboration of TPS and POE teaching learning model.

This research was experimental research. The sample thet used in this research was two classes in SMA Negeri 1 Kasihan, which are XI MIA 1 (as controlled class) and XI MIA 3 (as experimental class). The data obtained from this reserch were student’s prior knowladge of chemistry, initial and final of motivation, and critical thinking ability skor. Hypotheses was analyzed using paired sample t-test and one way analysis of covariance.

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu yang sangat penting bagi suatu negara. Pendidikan dapat dijadikan tolok ukur bagi perkembangan suatu negara. Menurut UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal, informal maupun jalur non formal (UU Sisdiknas 2003, 2007, h.2-3). Sekolah yang menjadi jalur pendidikan formal menjadi lembaga yang berperan penting dalam menentukan kemajuan suatu negara, karena melalui sekolah dicetak generasi-generasi muda yang terampil, cerdas, dan bermoral melalui proses pembelajaran yang baik.

(18)

2

menalar dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, maka peserta didik harus memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik.

Menurut Alec Fisher berpikir kritis adalah suatu aktivitas terampil, yang akan memenuhi standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, dan koherensi. Berpikir kritis menuntut kita untuk melakukan intrerpretasi dan evaluasi terhadap hasil observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya. Berpikir kritis juga menuntut kita untuk dapat memiliki keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi saat kita memikirkan dan memperdebatkan isu-isu yang sedang ada. Kemampuan berpikir kritis membuat kita menjadi percaya dengan adanya beragam keadaan yang harus dipilih dan untuk memutuskan keadaan yang tepat dapat menggunakan cara berpikir kritis ini, sehingga berpikir kritis dapat digunakan dalam situasi apapun dan kapanpun (Fisher, 2009)

Kemampuan berpikir kritis peserta didik sangat tergantung kepada guru di kelas dalam menjalankan proses pembelajaran. Kemampuan berpikir peserta didik dapat berkembang dengan baik tergantung bagaimana seorang guru menjalankan pembelajaran di kelas. Kemampuan berpikir peserta didik dapat berkembang jika dalam proses pembelajaran mereka diajak untuk ikut berpikir tentang materi pelajara yang sedang dipelajari, bukan hanya menerima materi dan teori di kelas.

(19)

3

Kurikulum 2013 yang mengarah untuk membangun kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Selain kemampuan berpikir kritis yang relayif masih rendah, pembelajaran satu arah juga menyebabkan motivasi belajar peserta didik masih kurang baik. Hal ini dikarenakan peserta didik cenderung lebih cepat merasa bosan saat mengikuti pembelajaran di dalam kelas, karena kegiatan mereka hanya mendengarkan dan mencatat informasi yang diberikan oleh guru. Peserta didik tidak diajak melakukan kegiatan yang menuntut mereka berkonsentrasi menggunakan penalaran dan logikanya, sehingga motivasi belajarnya tak terbangun.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan motivasi belajar peserta didik, maka diperlukan model pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan berpikir peserta didik dan sekaligus mampu meningkatkan motivasi belajarnya. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif, misalnya model POE (Predict-Observe-Explain) dan model TPS (Think-Pair-Share). Kedua model tersebut dalam pelaksanaannya mengajak peserta didik untuk berpikir kritis dalam menemukan suatu informasi dan ide.

(20)

4

Model pembelajaran POE memberikan tahap saat peserta didik harus

memprediksi dan mencatat alasan yang mendukung prediksinya. Kegiatan peserta

didik kemudian berusaha menggambarkan konsep yang diperkenalkan oleh guru,

selanjutnya mengobservasi dan mencatat hasil observasi. Jika peserta didik

menemukan ketidaksesuaian antara prediksi dan hasil obsevasi, maka peserta didik

harus dapat menjelaskan kemungkinan alasan yang ada (Treagust, Mthembu, &

Chandrasegaran, 2014).

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, maka dapat diketahui bahwa model POE ini dapat dikolaborasikan dengan model pembelajaran TPS, karena prosedur yang dilakukan pada model POE dapat bekerja bersama prosedur pada model pembelajaran TPS. Pada tahap predict (memprediksi) dalam model POE dapat berkolaborasi dengan tahap think (berpikir) pada metode pembelajaran TPS. Kemudian pada tahap observe (observasi) peserta didik dapat melakukannya secara berpasangan dengan peserta didik lain, sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk berdiskusi seperti pada tahap pair (berpasangan) pada metode TPS. Selanjutnya pada tahap explain (menjelaskan) peserta didik dapat melakukannya di depan kelas sehingga peserta didik dapat membagikan ilmu atau pengetahuannya kepada peserta didik yang lain seperti pada tahap share (membagikan).

(21)

5

untuk terus aktif berpikir menemukan konsep dalam proses pembelajaran. Namun demikian SMA Negeri 1 Kasihan telah menerapkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas penerapan kolaborasi model Think-Pair-Share (TPS) dan Predict-Observe-Explain (POE) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan motivasi belajar peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan tahun ajaran 2016/2017.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi adanya

beberapa masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan sangatlah penting bagi suatu negara karena dijadikan tolok ukur

perkembangan negara.

2. Pembelajaran di Indonesia cenderung merupakan pembelajaran satu arah yang

tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dan motivasi

belajar peserta didik.

3. Dengan menggunakan pembelajaran satu arah, guru hanya dapat memberikan

pertanyaan-pertanyaan dan latihan soal yang teoritis.

4. Kemampuan berpikir kritis peserta didik sangat tergantung kepada bagaimana

guru melaksanakan pembelajaran di kelas.

5. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran satu arah menyebabkan

peserta didik kurang aktif, berkurangnya konsentrasi dalam belajar, cepat bosan,

(22)

6

6. Diperlukan model pembelajaran lain yang dapat meningkatkan motivasi belajar

peserta didik dan kemampuan berpikir peserta didik.

7. Pembelajaran kimia di SMA Negeri 1 Kasihan masih menggunakan model konvensional.

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka

dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penerapan kolaborasi model POE dan model TPS dapat dikatakan efektif apabila kemampuan berpikir kritis peserta didik yang mengikuti dan tidak

mengikuti pembelajaran kimia menggunakan kolaborasi model POE dan model

TPS ada perbedaan yang signifikan dan positif, dan motivasi belajar kimia sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan kolaborasi model POE dan

model TPS ada perbedaan yang signifikan dan positif.

2. Materi pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada materi pembelajaran

Asam Basa.

3. Model pembelajaran yang digunakan adalah kolaborasi model POE dan model

TPS.

4. Pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistik. Pengetahuan awal

peserta didik diketahui dari nilai murni Ulangan semester 1 kelas XI SMA

Negeri 1 Kasihan.

5. Pengukuran kemampuan berpikir kritis peserta didik dilakukan setelah proses

(23)

7

6. Pengukuran motivasi belajar peserta didik dilakukan sebelum dan sesudah

proses pembelajaran.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam materi kimia yang mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE dengan peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik?

2. Adakah perbedaan yang signifikan pada motivasi belajar peserta didik dalam pembelajaran kimia sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

(24)

8

2. Ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada motivasi belajar peserta didik dalam pembelajaran kimia sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi peserta didik, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta motivasi belajar kimia menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE. 2. Bagi guru, memberikan gambaran kepada guru kimia dalam merancang

pembelajaran menggunakan kolaborasi model POE dan model TPS sebagai salah satu pilihan model dalam pembelajaran kimia. Selain itu dapat

memberikan informasi bagi guru dan calon guru mengenai efektivitas

kolaborasi model POE dan model TPS terhadap motivasi belajar peserta didik

dan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

3. Bagi Sekolah, dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di sekolah, khususnya sekolah dapat dengan aktif menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung peningkatan kemampuan berpikir kritis dan motivasi belajar peserta didik.

(25)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran

Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang disusun secara terencana

yang melibatkan informasi dan lingkungan sekitar untuk memudahkan peserta

didik dalam belajar. Lingkungan dalam hal ini bukan hanya berupa tempat ataupun

suasana sekitar namun juga berupa media, metode, dan peralatan yang membantu

penyampaian informasi. Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh guru

untuk mempermudah peserta didik menerima pengetahuan dan membantu

mencapai tujuan belajar. Pembelajaran adalah proses utama yang dilakukan di

sekolah. Pembelajaran yang efektif akan mendorong ke arah perubahan yang lebih

baik dan meningkatkan keinginan untuk belajar (Suprihatiningrum, 2016).

Kegiatan pembelajaran melibatkan berbagai komponen yang saling terikat

dan mendukung dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam

program pembelajaran. Komponen-komponen dalam pembelajaran tersebut

diantaranya guru, peserta didik, metode, lingkungan, media, dan sarana prasarana.

Supaya tujuan pembelajaran tercapai, guru harus mampu mengoordinasi berbagai

komponen tersebut dengan baik untuk mencapai interaksi yang baik antara peserta

didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan

komponen pembelajaran (Suprihatiningrum, 2016).

Pembelajaran di dalam kelas meliputi tiga persoalan pokok, sebagai berikut

(26)

10

a. Persoalan input adalah persoalan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi

pembelajaran.

b. Persoalan proses adalah persoalan mengenai bagaimana pembelajaran itu

berlangsung dan prinsip-prinsip yang memengaruhi proses belajar.

c. Persoalan output adalah persoalan hasil pembelajaran dan berkaitan dengan

tujuan.

Pembelajaran adalah serangkaian proses kegiatan dari guru dan peserta

didik, yang melibatkan hubungan timbal balik yang berlangsung dalam suasana

edukatif dengan tujuan tertentu. Supaya proses pembelajaran berlangsung dengan

baik, maka guru perlu mempersiapkan skenario pembelajaran dengan cermat dan

jelas. Berikut beberapa hal pokok dalam proses pembelajaran (Suprihatiningrum,

2016):

a. Interaksi pembelajaran; merupakan proses saling memengaruhi antara guru dan

peserta didik. Peranan peserta didik dan guru dalam pembelajaran ditentukan

oleh strategi dan metode pembelajaran yang digunakan.

b. Proses pembelajaran dalam perspektif peserta didik, pembelajaran bila ditinjau

dari sudut pandang peserta didik adalah belajar. Belajar merupakan serangkaian

upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai

peserta didik, baik kemampuan intelektual, sosial, afektif, maupun

psikomotorik.

c. Proses pembelajaran dalam perspektif guru; pembelajaran dilihat dari perspektif

(27)

11

kepada peserta didik. Secara lebih luas mengajar adalah segala kegiatan untuk

menciptakan agar peserta didik mau belajar.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran hasil penurunan

teori psikologi pendidikan dari teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis

implementasi kurikulum dan implikasi pada penerapannya di kelas. Model

pembelajaran menjadi landasan dalam merencanakan pembelajaran di kelas.

Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan

dalam pembelajaran termasuk dalam model pembelajaran tersebut tujuan dari

pembelajaran, tahap-tahap dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan

pengelolaan kelas. Model pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai kerangka

yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta

didik memperoleh ide, keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan ide

(Suprjono, 2011)

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur dan Wikandari pembelajaran kooperatif mengacu pada

metode pembelajaran dimana peserta didik bekerja saling membantu dalam belajar

bersama kelompok kecil. Dalam model ini setiap anggota kelompok bertanggung

jawab dalam penyelesaian tugas-tugas kelompok dan mempelajari materi-materi

(28)

12

ditempatkan pada kelompok-kelompok kooperatif kecil dan mereka akan bekerja

sama selama beberapa minggu atau bulan (Suprihatiningrum, 2016).

Menurut Slavin, dalam pembelajaran kooperatif peserta didik belajar dan

bekerja dalam kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan

struktur kelompok heterogen. Keberhasilan kelompok tergantung dari kemampuan

dan aktivitas peserta didik secara individu maupun kelompok (Isjoni & Ismail,

2008).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan

berbagai keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar tersebut dibutuhkan

kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan

dan struktur reward-nya (Suprijono, 2011, h.61)

Berikut ini beberapa kekuatan pembelajaran kooperatif yang dikemukakan

oleh Spancer Kangen (dalam Warsono & Hariyanto, 2012):

a. Meningkatkan prestasi akademik.

b. Meningkatkan rasa saling pengertian antar teman.

c. Meningkatkan rasa percaya diri peserta didik.

d. Menumbuhkan rasa empati pada teman.

e. Meningkatkan keterampilan sosial seperti mau mendengar, sabar dalam

menunggu giliran, kepemimpinan, dapat bekerja dalam tim.

f. Mempererat hubungan sosial.

g. Suasana dalam kelas menjadi baik, meningkatkan rasa suka di sekolah, sika di

(29)

13 h. Meningkatkan inisiatif peserta didik.

i. Meningkatkan keterampilan untuk menerima berbagai perbedaan yang ada di

dalam kelas.

j. Pembelajaran kooperatif menjadi jalan menuju tahap berpikir tingkat tinggi.

k. Meningkatkan rasa tanggung jawab dalam kelompok.

l. Meningkatkan parti\sipasi yang setara dan adil untuk setiap anggota kelompok,

sehingga tidak menyebabkan satu peserta didik saja yang dominan.

m. Meningkatkan durasi partisipasi.

n. Memperbaiki orientasi sosial, peserta didik akan menganggap teman dalam

kelas sebagai mitra dalam mencapai keberhasilan, bukan sebagai penghalang

mencapai keberhasilan.

o. Memperbaiki orientasi pembelajaran, menggunakan pembelajaran kooperatif

membuat peserta didik mengikuti pembelajaran bukan semata-mata karena nilai.

p. Meningkatkan pengetahuan pribadi peserta didik.

q. Meningkatkan kecakapan sebagai pekerja, yaitu memiliki rasa bergantung dan

kerjasama antar anggota tim.

Kelebihan yang dimilki pembelajaran kooperatif juga diiringi dengan

kelemahan dari pembelajaran kooperatif, yaitu (Suprihatiningrum, 2016):

a. Model pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak,

terutama ketika belum terbiasa.

b. Membutuhkan persiapan yang lebih terprogram dan sistematis,

c. Jika peserta didik belum terbiasa dengan pembelajaran kooperatif, hasil belajar

(30)

14

Pembelajaran kooperatif bukan hanya sekedar belajar dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif harus memiliki unsur-unsur dasar yang membedakannya

dengan belajar dalam kelompok biasa. Dengan pelaksanaan prosedur yang benar,

model pembelajaran kooperatif memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif

(Suprijono, 2011).

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua bentuk kerja

kelompok dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif ketika mencapai hasil pembelajaran yang maksimal harus memiliki lima

unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu (Lie, 2008, h.31):

a. Saling ketergantungan positif.

b. Tanggung jawab perseorangan.

c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota.

e. Evaluasi proses pokok

4. Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE)

Model pembelajaran POE memerlukan tahap saat peserta didik harus

memprediksi dan mencatat hasil dari alasan yang mendukung prediksinya. Peserta

didik kemudian berusaha menggambarkan konsep yang diperkenalkan oleh guru,

selanjutnya mengobservasi dan mencatat hasil observasi. Jika peserta didik

menemukan ketidaksesuaian antara prediksi dan hasil obsevasi maka peserta didik

harus dapat menjelaskan kemungkinan alasan yang ada (Treagust, Mthembu &

(31)

15

Tahap-tahap dalam model pembelajaran POE, yaitu guru sebelumnya akan

memberikan sedikit pendahuluan mengenai apa yang akan mereka pelajari dan apa

yang akan guru lakukan dalam proses pembelajaran. Tahap selanjutnya yaitu:

a. Predict (memprediksi), pada tahap ini guru akan meminta peserta didik untuk

menuliskan prediksi tentang apa yang akan terjadi. Selain menuliskan

prediksinya, peserta didik diminta untuk menuliskan alasan mereka menulis

prediksi tersebut.

b. Observe (mengobservasi), pada tahap ini guru akan melakukan demonstrasi

ataupun menunjukkan video tentang materi yang dipelajari. Pada tahap ini

peserta didik diberikan waktu untuk melakukan observasi serta mencatat hasil

observasi yang mereka lakukan.

c. Explain (menjelaskan), pada tahap explain ini peserta didik diminta

memberikan menuliskan penjelasan dari prediksi yang mereka miliki dan hasil

observasi yang mereka peroleh. Setelah menuliskan penjelasan di kertas,

peserta didik diminta menyampaikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas,

kemudian didiskusikan bersama teman satu kelas (Joyce, 2006).

Model POE memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar

secara kongkrit, sehingga peserta didik memiliki pemahaman yang benar dan kuat

terhadap materi yang dipelajari. Menurut Chris Joyce model pembelajaran POE ini

sangat efektif karena:

a. Pada model pembelajaran POE ini pada awal pertemuan peserta didik diminta

memprediksi apa yang akan terjadi, maka mereka akan dengan penuh perhatian

(32)

16

b. Menulis prediksi-prediksi, membuat peserta didik ingin mengetahui jawaban

yang benar.

c. Menanyakan prediksi dari peserta didik, memberikan gambaran bagi guru

tentang indikator teori yang dimiliki peserta didik.

d. Menjelaskan dan mengevaluasi prediksi-prediksi yang ada dan mendengarkan

berbagai prediksi dari peserta didik lain membantu peserta didik untuk

mengevaluasi pelajaran mereka sendiri dan mengoordinasi pengetahuan yang

benar (Joyce, 2006)

5. Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)

Model pembelajaran TPS dikembangkan oleh Frank Lyman, juga Spencer Kagan bersama Hassard. Banyak ahli menyebut model TPS ini dengan istilah yang berbeda. Lundgreen menyebut model ini dengan Turn to Your Neighbor, sedangkan Johnson dan Johnson menyebut dengan istilah Turn to Your Partner (Warsono & Hariyanto, 2012). Model pembelajaran TPS merupakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural. Model TPS memberikan lebih banyak kesempatan pada peserta didik untuk berpikir, menjawab, saling berdiskusi dan saling membantu (Suprihatiningrum, 2016).

(33)

17

jawaban yang telah diperoleh secara individu. Tahap selanjutnya adalah “Sharing”, setiap pasangan mengemukakan hasil diskusi yang telah dilakukan kepada seluruh kelas. Dalam tahap ini diharapkan terjadi tanya jawab antar peserta didik, sehingga peserta didik dapat memperkaya pengetahuan dan dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajari (Suprijono, 2011).

6. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir Kritis adalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh

manusia pada era global ini. Sering kita menghadapi suatu keadaan yang menuntut

kita untuk berpikir kritis, karena tuntutan tersebut istilah berpikir kritis menjadi

sangat populer di dunia pendidikan. Saat ini guru sangat tertarik untuk mengajarkan

keterampilan berpikir kritis dari pada melakukan pembelajaran hanya dengan

memberikan informasi satu arah.

Menurut John Dewey, berpikir kritis adalah suatu pertimbangan yang aktif,

terus-menerus dan teliti kepada suatu pengetahuan atau keyakinan yang

meyakinkan dipandang dari berbagai alasan-alasan pendukungnya dan

kesimpulan-kesimpulan yang menjadi definisinya. Selain itu berpikir kritis juga dikatakan

sebagai kegiatan aktif yang selalu memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam,

mengajukan berbagai macam pertanyaan dan menemukan informasi yang relevan

kepada diri kita sendiri ketimbang menerima informasi tersebut secara

mentah-mentah (Fisher, 2009).

Menurut Eward Glaser, berpikir kritis adalah kemauan untuk berpikir lebih

mendalam tentang masalah-masalah yang kita alami, mencari tahu tentang

(34)

18

menerapkan metode-metode tersebut untuk digunakan dalam menyelesaikan

masalah. Berpikir kritis menuntut upaya lebih keras untuk memeriksa setiap teori

dan gagasan berdasarkan bukti pendukung dan kesimpulan yang diakibatkan oleh

teori dan gagasan tersebut (Fisher, 2009).

Menurut Robert Ennis berpikir kritis adalah suatu pemikiran manusia yang

masuk akal dan reflektif yang memiliki tujuan utama untuk memutuskan hal-hal

yang dapat dipercaya dan dilakukan (Fisher, 2009). Untuk dapat berpikir kritis kita

harus memiliki berbagai keterampilan atau kemampuan yang dapat dijadikan

sebagai landasan berpikir kritis. Berikut ini keterampilan-keterampilan yang harus

dimiliki untuk dapat berpikir kritis menurut Edward adalah:

a. Mengenal masalah.

b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah

itu.

c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.

d. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan.

e. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas.

f. Menganalisis data.

g. Menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan.

h. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah.

i. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan.

j. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang

(35)

19

k. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman

yang lebih luas.

l. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu

dalam kehidupan sehari-hari (Fiesher, 2009, h.7).

7. Motivasi Belajar

Banyak ahli telah mengemukakan gagasan tentang motivasi. Motivasi dapat

dikatakan sebagai suatu yang kompleks yang dapat menyebabkan suatu perubahan

energi dari dalam diri manusia yang melibatkan kejiwaan, perasaan dan juga emosi

sehingga timbul suatu tindakan untuk melakukan sesuatu. Motivasi juga dapat

dikatakan sebagai usaha untuk mengubah keadaan sehingga seseorang mampu

melakukan kegiatan walaupun tidak menyukai kegiatan tersebut dengan cara

meniadakan perasaan tidak suka tersebut. Motivasi dapat dirangsang dari luar

namun motivasi tetap tumbuh dari diri manusia itu sendiri. Motivasi belajar adalah

merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peran khas dari motivasi

belajar adalah menimbulkan gairah, merasa senang dan semangat dalam belajar

(Sardiman, 2014).

Motivasi belajar sangat menentukan keberhasilan dari inteligensia yang

tinggi. Ketika seorang peserta didik memiliki inteligensia yang tinggi namun

memiliki motivasi belajar yang sangat rendah kemungkinan besar peserta didik

tersebut akan gagal. Jadi belajar akan maksimal jika ada motivasi yang tepat

(Sardiman, 2014).

Namun demikian ketika peserta didik memiliki motivasi belajar yang

(36)

20

dilihat dari pihak guru. Bisa jadi rendahnya motivasi belajar peserta didik

diakibatkan oleh kurang berhasilnya guru membangkitkan motivasi belajar dari

peserta didik. Dapat dikatakan guru berperan besar dalam meningkatkan motivasi

belajar peserta didik (Sardiman, 2014).

Motivasi memiliki fungsi bagi manusia, berikut ini merupakan tiga fungsi

dari motivasi:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang

melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari

setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian motivasi dapat memberikan arah kegiatan yang harus dikerjakan

sesuai dengan rumusan tujuan.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan

perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang peserta didik

yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan

kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu

atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuannya (Sardiman, 2014,

h.85).

Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi

ekstrinsik yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Motivasi intrinsik, adalah motivasi-motivasi yang aktif dan tumbuh tanpa perlu

(37)

21

melakukan sesuatu. Ketika dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan

misalnya belajar, maka motivasi intrinsik adalah keinginan untuk mencapai

tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajar tersebut.

b. Motivasi Ekstrinsik, adalah motivasi yang aktif dan berfungsi karena ada

rangsangan dari luar. Sebagai contoh seseorang akan belajar ketika mengetahui

bahwa besok akan diadakan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai yang

baik, sehingga akan mendapat pujian setelah mendapatkan nilai yang baik.

Motivasi ekstrinsik dari segi tujuan kegiatan tidak secara langsung bergayut

dengan esensi apa yang ia lakukan. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat

dikatakan sebagai motivasi belajar yang ditimbulkan berdasarkan dorongan dari

luar yang tidak secara langsung berkaitan dengan aktivitas belajar tersebut.

Namun perlu diingat motivasi ekstrinsik ini tidak berarti buruk. Motivasi

ekstrinsik dalam kegiatan belajar sangat penting, karena kemungkinan besar

peserta didik memiliki keadaan yang dinamis, berubah-ubah, dan ada faktor

belajar yang kurang menarik bagi peserta didik, sehingga tetap diperlukannya

motivasi ekstrinsik dalam belajar (Sardiman, 2014).

Hakikat motivasi belajar adalah sebuah dorongan internal dan eksternal pada

peserta didik yang sedang belajar untuk melakukan perubahan tingkah laku dengan

memerlukan beberapa indikator atau unsur pendukung. Berikut ini klasifikasi

indikator motivasi belajar, yaitu adanya (Uno, 2008, h.23):

a. hasrat dan keinginan berhasil.

b. dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

(38)

22 d. penghargaan dalam belajar.

e. kegiatan yang menarik belajar.

f. lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan untuk belajar.

8. Materi Asam Basa

Definisi umum mengenai asam dan basa diutarakan oleh Svante Arrhenius pada tahun 1887. Arrhenius mendefinisikan asam sebagai zat yang terdisosiasi dalam air akan menghasilkan ion hidrogen (ion H+) dan mendefinisikan basa sebagai zat yang terdisosiasi dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH-). Definisi dari Arrhenius ini secara tidak langsung menyebutkan bahwa asam mengandung ion hidrogen sedangkan basa mengandung ion hidroksida (Myers, 2003).

Ketika terjadi suatu peristiwa misalnya ketika botol asam klorida pekat terbuka dan disebelahnya terdapat botol larutan ammonia pekat yang terbuka menghasilkan awan atau asap putih ketika kedua uap dari botol tersebut bereaksi, definisi dari Arrhrnius tidak dapat digunakan. Definisi Arrhenius tentang asam dan basa diatas hanya terbatas pada larutan berair. Johannes Brønsted (1879-1947), dan Thomas Lowry (1874-1936) kemudian menyadari bahwa peristiwa terpenting dalam reaksi asam basa adalah transfer proton dari partikel satu ke lainnya. Kemudian mereka mendefinisikan asam sebagai zat yang mendonorkan proton dan basa sebagai zat yang menerima proton (Jespersen, Brady, & Hyslop, 2012).

(39)

23

dan basa, karena beberapa zat bersifat sangat korosif terhadap jaringan dan cukup beracun. Asam dan basa dapat merubah warna pada pewarna tertentu yang kita sebut sebagai indikator asam basa. Contoh dari indikator asam basa adalah kertas lakmus, yang memiliki warna merah muda atau merah pada larutan asam dan berwarna biru pada larutan basa (Jespersen, Brady, & Hyslop, 2012).

Materi pokok tentang asam basa adalah materi yang dipelajari di kelas XI SMA/MA pada semester genap. Materi pokok Asam Basa dalam kurikulum 2013 terdiri dari materi pembelajaran perkembangan konsep asam dan basa, indikator asam-basa, dan pH asam kuat, basa kuat, asam lemah, dan basa lemah.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang model TPS pernah dilakukan oleh Bamiro (2015) berjudul “Effects of Guided Discovery and Think-Pair-Share on Secondary School Students’ Achievement in Chemistry”. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa TPS memberikan efek yang paling baik untuk prestasi peserta didik pada materi kimia, karena hasil post-test peserta didik setelah menggunakan strategi pembelajaran TPS sangat tinggi. Tertinggi kedua adalah penggunaan strategi guided discovery sedangkan yang paling buruk hasilnya adalah penggunaan metode ceramah.

(40)

24

kritis peserta didik. Berdasarkan penelitian yang telah model pembelajaran POEE sangatlah efektif untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan sikap belajar peserta didik. berdasarkan data yang diperoleh, prestasi belajar peserta didik dari kelas yang melakukan pembelajaran dengan POEE lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran yang konvesional. Dilihat dari data kelompok peserta didik yang diberi perlakuan POEE menunjukkan bahwa peserta didik merasa kimia adalah pelajaran yang menyenangkan.

Penelitian tentang efektivitas dari model POE telah dilakukan oleh Kala, Nesli., Yaman, Fatma,, dan Ayas, Alipasa (2012) berjudul “The Effectiveness of Predict-Observe-Explain Technique in Probing Students’ Understanding About Acid-Base Chemistry: a Case for the Concepts of pH, pOH, and Strength”. Berdasarkan data diketahui bahwa peserta didik kurang paham tentang asam lemah dan asam kuat. POE efektif dalam hal pengumpulan prediksi peserta didik dan alasan prediksi hasil dalam format terbuka. Penggiunaan model POE ini juga dapat diketahui bahwa beberapa peserta didik mengalami miskonsepsi tentang pH dan pOH, yaitu peserta didik menganggap bahwa pH adalah derajat keasaman sedangkan pOH adalah derajat kebasaan.

(41)

25

saja, namun penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian untuk mengetahui efek dari kolaborasi model TPS dan model POE.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran dapat diartikan kegiatan saat guru mengorganisir lingkungan tempat pembelajaran. Pada pembelajaran guru berperan menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik untuk mempelajarinya. Sehinga subjek dari pembelajaran adalah peserta didik dan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

Kenyataan yang ada saat ini di Indonesia guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yaitu ceramah. Dengan metode ini proses pembelajaran hanya akan berlangsung atau berjalan satu arah, yaitu peserta didik hanya sebagai pendengar dan hal ini membuat peserta didik pasif dalam pembelajaran. Kita perlu mencari solusi yang tepat untuk meluruskan permasalahan tersebut agar peserta didik tidak hanya sebagai pendengar, tetapi juga terlibat dalam pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan mampu meningkatklan motivasi belajar peserta didik terhadap pelajaran kimia.

(42)

26

Model pembelajaran menurut Arends adalah pola yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu kepada pendekatan, tujuan, tahap kegiatan, lingkungan dan pengelolaan kelas (Trianto, 2012).

Kolaborasi model POE dengan model TPS dapat melatih peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, karena peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran dari tahap awal hingga tahap akhir pembelajaran. Kolaborasi kedua model pembelajaran ini juga merangsang peserta didik untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik yang lain. Dalam metode ini peserta didik tidak hanya dituntut untuk memahami materi pembelajaran namun juga harus dapat menjelaskan kepada peserta didik lain tentang apa yang telah dipelajarinya.

Melalui peran guru sebagai fasilitator yang dapat mengembangkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran, diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penerapan kolaborasi model POE dan model TPS diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan berpikir dalam pembelajaran kimia peserta diaik, khususnya peserta didik kelas XI pada materi Asam dan Basa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang telah diutarakan, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

(43)

27

kolaborasi model TPS dan POE, jika pengetahuan awal dikendalikan secara statistik.

(44)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen dengan desain penelitian satu faktor, dua sampel, dan satu kovariabel. Satu faktor dalam penelitian ini adalah penerapan kolaborasi model POE dengan model TPS yang diterapkan dalam pembelajaran kimia pada materi asam basa. Dua sampel yang dimaksud adalah kelas yang diambil sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Satu kovariabel yang dimaksud adalah disini adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai ulangan murni mata pelajaran kimia kelas XI semester satu di SMA Negeri 1 Kasihan yang didapat dari guru mata pelajaran kimia kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

(45)

29 2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Sampel pada penelitian tidak menggunakan semua populasi yang ada, namun hanya sebagian saja. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik dari dua kelas yaitu kelas XI MIA 1 SMA N 1 Kasihan sebagai kelas kontrol dengan jumlah peserta didik sebanyak 32 orang dan kelas XI MIA 3 SMA N 1 Kasihan sebagai kelas eksperimen yang terdiri dari 32 peserta didik. Kelas kontrol melakukan pembelajaran menggunakan model learning cycle 5E, sedangkan kelas eksperimen melakukan pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah merupakan teknik untuk menentukan sampel mana yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2011). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek penelitian bukan berdasarkan strata, random atau daerah namun berdasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006). Penelitian ini mengambil dua kelas yang karakteristiknya hampir sama dalam nilai rata-rata kelas maupun dalam karakteristik peserta didik dalam proses pembelajaran. Berikut ini langkah-langkah dalam pengambilan sampel:

1. Mencari informasi dan data mengenai populasi yang ada.

(46)

30

3. Menentukan kelas yang akan diambil sebagai sampel penelitian dari data nilai murni ulangan akhir semester 1 kelas XI MIA di SMA N 1 Kasihan.

4. Melakukan uji normalitas dan uji homogenitas kepada kedua sampel untuk mengetahui apakah sampel penelitian dari populasi terdistribusi normal dan homogen.

5. Menetapkan kedua kelas sebagai sampel penelitian.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas

Variabel bebas (independent variable) adalah variabel dalam penelitian

yang memberikan pengaruh dalam dalam penelitian (Arikunto, 2006). Variabel

bebas merupakan faktor yang dipilih oleh peneliti untuk dapat melihat hubungan

dari suatu gejala. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran kimia

menggunakan kolaborasi model POE dengan model TPS.

2. Variabel Terikat

(47)

31

kritis dengan menggunakan soal-soal yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik yang telah divalidasi secara empiris dan logis dengan materi pokok Asam Basa.

3. Variabel Kontrol

Variabel terikat adalah faktor yang dikontrol oleh peneliti selama penelitian berlangsung untuk meniadakan pengaruh-pengaruh pada gejala yang diobservasi. Variabel yang dikendalikan pada penelitian ini adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang dikendalikan secara statistik. Pengetahuan awal kimia peserta didik berupa nilai murni hasil ulangan akhir semester 1 kelas XI MIA SMA N 1 Kasihan. Data pengetahuan awal ini diperoleh dari guru mata pelajaran kimia kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan.

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

suatu fenomena yang diamati (Sugiyono, 2015). Instrumen yang digunakan pada

penelitian meliputi instrumen perlakuan dan instrumen pengambilan data.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Dokumentasi

Data ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan awal peserta didik

yang berupa nilai murni hasil ulangan semester 1 seluruh peserta didik kelas XI

(48)

32

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah instrumen yang digunakan untuk memberikan perlakuan pada sampel. Pada penelitian ini akan ada 2 jenis RPP yaitu RPP yang digunakan untuk kelas eksperimen yang melakukan pembelajaran menggunakan kolaborasi model POE dan model TPS yang disesuaikan dengan langkah-langkah metode pembelajaran dengan kolaborasi model POE dan model

TPS dan RPP untuk kelas kontrol yang melakukan pembelajaran tidak

menggunakan kolaborasi model POE dan model TPS.

c. Soal Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Soal dalam instrumen ini berupa soal essay untuk mengetahui bagaimana

kemampuan berpikir kritis peserta didik ketika diberi sebuah soal. Soal kemampuan

berpikir peserta didik harus divalidasi secara logis dan empiris. Untuk memenuhi

validasi logis, sebelum menyusun soal akan dibuat kisi-kisi soal. Tes kemampuan

berpikir kritis peserta didik berjumlah 7 soal essai. Kemampuan berpikir kritis peserta didik dinilai berdasarkan jawaban soal yang dikerjakan oleh peserta didik. Kisi-kisi penilaian kemampuan berpikir kritis diadopsi berdasarkan teori Herr (Wiyarsi & Priyambodo, 2011, h.125) yang disajikan pada Tabel 1.

(49)

33

Negeri 1 Sewon karena peserta didik SMA Negeri 1 Sewon memiliki karakteristik yang hampir sama dengan peserta didik SMA Negeri 1 kasihan. Penggunaan kelas sebelas untuk pengujian validasi empiris dilakukan dengan pertimbangan bahwa peserta didik pada kelas tersebut telah memperoleh materi asam basa sama seperti kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 1. Kisi – Kisi Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis

Aspek Kriteria

Penilaian

Nomor Soal

Kemampuan menggali informasi 3 2 1 0 4, 5, 6

Kemampuan menunjukkan perbedaan antara dua hal 3 2 1 0 4 Kemampuan memaparkan langkah-langkah pemecahan

masalah dengan rinci 3 2 1 0

3, 4, 5, 7 Kemampuan menyatakan pendapat dengan

menyertakan alasan atau perbandingan 3 2 1 0 1, 2, 3 Kemampuan memberikan interpretasi secara logis

terhadap permasalahan yang ada 3 2 1 0 6

Butir soal yang telah diuji kepada kelas uji empiris kemudian dianalisis validitasnya. Uji validitas butir soal menggunakan rumus Pearson menghasilkan kesimpulan bahwa dari 15 butir soal uraian dinyatakan bahwa 10 butir soal valid. Namun soal yang digunakan untuk tes kemampuan berpikir kritis di kelas eksperimen dan kelas kontrol berjumlah 7 butir soal. Pengurangan jumlah soal dilakukan setelah melalui tahap konsultasi dengan guru pengampu mata pelajaran kimia kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan dengan pertimbangan waktu ujian.

(50)

34

berpikir kritis memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,8166. Nilai reliabilitas yang ada dapat dinyatakan bahwa soal kemampuan berpikir kritis reliabel, karena rhitung (0,8166) > rtabel (0,3291).

d. Lembar Angket Motivasi Belajar Peserta didik

Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011, h.192). Angket motivasi belajar kimia merupakan Instrumen yang digunakan untuk megukur seberapa besar

kemauan dan usaha peserta didik untuk belajar kimia sebelum dan sesudah

diterapkan kolaborasi model POE dengan model TPS.

Pada penelitian ini, digunakan angket motivasi belajar kimia peserta didik yang disusun oleh Maryance Vitrianingsih (2006) dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Evaluasi Portofolio terhadap Prestasi dan Motivasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X Semester I SMA Negeri 1 Pakem Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2005/2006”. Angket motivasi belajar kimia peserta didik tersebut terdiri dari 36 pernyataan dan telah divalidasi secara logis dan empiris oleh Maryance Vitrianingsih dengan reliabilitas sebasar 0,941. Adapun kisi-kisi penyu-sunan angket motivasi disajikan pada Tabel 2.

(51)

35

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar

No Indikator Nomor Pernyataan Jumlah

1. Minat 1, 2, 3, 4, 24, 27, 30, 36 8

2. Ketekunan dalam belajar 5, 6, 7, 8, 22, 31, 32 7 3. Partisipasi aktif dalam belajar 9, 10, 11, 12, 13, 21, 25, 33 8 4. Usaha dalam belajar 14, 15, 16, 17, 23, 28, 29 7 5. Besar perhatian dalam belajar 18, 19, 26, 34, 35 5

6. Penyelesaian tugas 20 1

Jumlah 36

2. Analisis Instrumen Penelitian

Instrumen soal kemampuan berpikir kritis harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Menurut Suharsimi Arikunto, validitas dan reliabilitas dirumuskan sebagai berikut:

a. Validitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mempunyai validitas yang tinggi (Arikunto, 2010). Pada penelitian uji validitas butir soal digunakan untuk menentukan dapat diterima atau tidakkah sebuah butir soal. Pada validitas butir soal ini harga rpbi dibandingkan dengan rtabel pada taraf signifikan 5%. Apabila harga rpbi lebih besar dari harga rtabel, artinya butir soal valid dan dapat digunakan untuk tes sampel.

Validitas yang dilakukan menggunakan validitas rumus Pearson dengan rumus untuk koefisien korelasi produk momen Pearson, r, adalah (Arikunto, 2010: 213):

r = � ∑ − ∑ ∑

(52)

36

Validitas juga dapat dilakukan dengan program Microsoft Excel dengan menggunakan rumus Pearson. Sintaks fungsi Pearson adalah sebagai berikut: Array 1 = diperlukan. Satu set nilai independen

Array 2 = diperlukan. Satu set nilai dependen

Validasi soal telah dilakukan di luar kelas sampel yaitu kelas XI MIA 4 SMA Negeri 1 Sewon dengan peserta didik berjumlah 36. Dari 15 soal uraian yang dibuat 10 soal dinyatakan valid. Namun soal yang digunakan untuk tes kemampuan berpikir kritis di kelas eksperimen dan kelas kontrol berjumlah 7 butir soal. Pengurangan jumlah soal dilakukan setelah melalui tahap konsultasi dengan guru pengampu mata pelajaran kimia kelas XI SMA Negeri 1 Kasihan dengan pertimbangan waktu ujian yang ada. Uji validitas soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

b. Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis

Reliabilitas (reliability, ketepercayaan) menunjukkan apakah instrumen yang digunakan dapat mengukur sesuatu dengan konsisten jika dilakukan penelitian pada waktu yang berbeda. Reliabilitas butir soal kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach karena seperti disebutkan dalam Suharsimi Arikunto rumus Alpha ini dapat digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0 seperti soal bentuk uraian. Rumus alpha yang digunakan adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006, h.196):

r11 = (

− 1 − ∑ σ

(53)

37 Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas instrumen (Alpha Cronbach) k = banyaknya butir soal

∑σb2 = total varian butir σ2

t = total varian

Suatu instrumen dinyatakan reliabel jika indeks reliabilitas untuk jenis-jenis reliabilitas tersebut minimal 0,6 (Nurgiyantoro, Gunawan, &Marzuki, 2009). Instrumen dikatakan reliabilitas juga dapat dilihat jika rhitung > rtabel. Setelah butir soal dilakukan uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas soal kemampuan berpikir kritis. Uji reliabilitas kepada soal yang terdiri dari 7 butir soal menggunakan rumus Alpha Cronbach, menghasilkan bahwa soal kemampuan berpikir kritis memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,8166. Dari nilai reliabilitas yang ada dapat dinyatakan bahwa soal kemampuan berpikir kritis reliabel, karena rhitung (0,8166) > rtabel (0,3291). Hasil uji reliabilitas dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 7.

3. Teknik Pengumpulan Data

(54)

38

proses pembelajaran kimia dengan materi pokok Asam dan Basa. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Dokumentasi (Pengetahuan awal peserta didik)

Dokumentasi (Pengetahuan awal peserta didik)

Angket Motivasi belajar Kimia Awal Angket Motivasi belajar Kimia Awal

Pembelajaran tidak menggunakan kolaborasi model POE dengan model

TPS

Pembelajaran dengan kolaborasi model POE dan model TPS

Angket Motivasi Belajar Kimia Akhir Angket Motivasi Belajar Kimia Akhir

Tes Kemampuan Berpikir Kritis Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Analiasis Data Analiasis Data

Gambar 1. Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian

F. Teknik Analisis Data

(55)

39

statistik. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat hipotesis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Prasyarat Hipotesis a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik adalah data yang memiliki pola seperti distribusi normal. Uji normalitas akan dilakukan pada data pengetahuan awal peserta didik danmotivasi belajar awal dan akhir peserta didik. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Shapiro-Wilk dengan rumus sebagai berikut:

T3 =

�[∑�= �� ��−�+ − �� ]

D = ∑��=− �̅ Keterangan

αi = koefisien tes Shapiro-Wilk Xn-i+1 = amgka ke n-i+1 pada data Xi = angka ke i pada data � = rata-rata data

Setelah mendapat nilai dari T3 selanjutnya signifikansi uji nilai T3 dibandingkan dengan nilai tabel Shapiro-Wilk, untuk dilihat posisi nilai probabilitasnya (p).

(56)

40

Uji normalitas juga dapat dilakukan dengan program IBM SPSS Statistics versi 21 dengan uji Shapiro-Wilk dengan dasar pengambilan keputusan, apabila nilai sig. > 0,05 maka data berdistribusi normal.

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Saphiro-Wilk pada program IBM SPSS Statistics versi 21 dengan dasar pengambilan keputusan, apabila nilai sig. > 0,05 maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pengetahuan awal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal

Variabel Kelas p Sebaran

Pengetahuan awal peserta didik Eksperimen 0.327

normal

Kontrol 0.325 normal

Selain itu hasil uji normalitas motivasi awal dan motivasi akhir peserta didik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Motivasi Awal dan Motivasi Akhir Peserta didik

Variabel Kelas p Sebaran

Motivasi awal belajar kimia peserta didik Eksperimen 0.058

normal Kontrol 0.588 normal Motivasi akhir belajar kimia peserta didik Eksperimen 0.616

(57)

41 b. Uji homogenitas

Uji Homogenitas adalah mengenai varian dan digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varian yang sama atau tidak. Statistik Uji Homogenitas digunakan sebagai acuan untuk menentukan keputusan uji statistik. Langkah-langkah uji homogenitas yaitu:

1) Menghitung variasi masing-masing kelompok (SB2) 2) Menghitung harga F dengan rumus Hartley

F = � �

atau F =

� � � � � � �

3) Membandingkan harga Fhitung dengan Ftabel dengan db pembanding (nb-1) dan db penyebut (nk-1). Untuk menarik kesimpulan maka dapat dikatakan data berasal dari populasi yang homogen jika Fhitung < Ftabel, atau analisis menggunakan komputer jika diperoleh p > 0.05

Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data pengetahuan awal peserta didik, motivasi belajar awal dan motivasi belajar akhir peserta didik. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Pengetahuan Awal dan Kemampuan Berpikir Kritis

Variabel Kelas N p Status

Pengetahuan awal Eksperimen 32 0,100 homogen

Kontrol 32

Motivasi belajar awal Eksperimen 32 0,329 homogen

Kontrol 32

Motivasi belajar akhir Eksperimen 32 0,792 homogen

(58)

42

Berdasarkan hasil uji homogenitas, dapat dilihat bahwa kedua kelompok berasal dari populasi yang homogen sehingga memenuhi syarat hipotesis uji analisis kovarian.

2. Uji Hipotesis a. Uji t-sama subjek

Analisis ini akan digunakan jika subjek yang dikenai perlakuan adalah sama (Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2009). Pengukuran motivasi peserta didik dalam belajar kimia dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilakukan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Uji-t sama subjek digunakan untuk mengetahui efektif atau tidaknya pembelajaran kolaborasi model TPS dan POE untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan mengetahui keadaan motivasi peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE. H0 dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan motivasi belajar kimia sebelum dan sesudah pembelajaran kimia dilakukan. Untuk rumus uji t-sama subjek menggunakan rumus (Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2009):

t = ∑ �

√(� ∑ � − ∑ � )

�−

Keterangan:

(59)

43

Harga t0 nantinya akan dibandingkan dengan harga ttabel pada taraf signifikansi 5 %. H0 diterima jika –t(1 –0,5α)db < to < t(1 –0,5α)db . Apabila analisis menggunakan program komputer maka H0 ditolak apabila p hitung < 0,05.

Uji-t sama subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer IBM SPSS Statistics versi 21 dengan melakukan uji Pair Sample t-Test. Apabila menggunakan program IBM SPSS statistics versi 21, H0 ditolak jika harga Phitung ≤ 0,05. Data perhitungan uji-t sama subjek disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Ringkasan Uji-t Sama Subjek

Sumber Rerata t0 p

Motivasi kelas kontrol Awal 117.1250 0,370 0.714 Akhir 116.7813

Motivasi kelas eksperimen Awal 110.9063 -2,095 0.044 Akhir 115.8438

Berdasarkan analisis data menggunakan program komputer IBM SPSS 21 dengan uji-t sama subjek terhadap data motivasi belajar kimia diperoleh p untuk kelas kontrol sebesar 0,714. Pada tabel terlihat bahwa harga p(0,714) > α (0,05)

sehingga H0 diterima dan dapat dinyatakan bahwa pada kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada motivasi belajar awal dan motivasi belajar akhir. Analisis terhadap data motivasi belajar kimia kelas eksperimen diperoleh p sebesar 0,044. Pada tabel terlihat bahwa harga p (0,044) < α (0,05) sehingga H0 ditolak dan

(60)

44 b. Uji anakova satu jalur

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata suatu variabel terikat antara dua kelompok dengan mengendalikan variabel lain yang memengaruhi variabel terikat. Hipotesis nol dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis peserta didik yang melakukan pembelajaran menggunakan kolaborasi model POE dengan model TPS dengan peserta didik yang tidak melakukan pembelajaran menggunakan kolaborasi model TPS dan model POE, jika pengetahuan awal dikendalikan secara statistik. Hipotesis nol diuji menggunakan uji anakova dengan rumus (Nurdiyanto, Gunawan, & Marzuki, 2012):

F = � � � �

Keterangan:

F = f hitung (observasi)

MKA = rerata kuadrat antar kelompok MKD = rerata kuadrat dalam kelompok

Penjabaran lebih terperinci dari uji anakova dapat disajikan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Ringkasan Rumus Anakova (Nurdiyanto, Gunawan, & Marzuki, 2012)

Sumber Variasi

Residu

Jumlah Kuadrat (JK) db Rerata Kuadrat (MK) F0

Antar Kelompok (A) JKA = JKT - JKD k-1 MKA = �

�� ���

Dalam Kelompok (D) JKD = ∑ � − ∑ � N-k-m MKD = �

Gambar

Tabel 1. Kisi – Kisi Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis
Tabel 2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar
Gambar 1. Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Awal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik ini dinilai lebih efektif dan efisien dalam pembuatan zeolit sintesis karena memerlukan waktu yang relative lebih singkat dan tidak banyak bahan kimia yang terbuang. Dari

Gambar L.2 Biji Nangka Yang Telah Dicacah Dan Dijemur Di Sinar Matahari.. Selama ±

Hermawan, Y., 2006, Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Bentuk Briket, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Mesin, fakultas Teknik, Universitas Jember.. N.,

usia 4 — 5 tahun telah dapat menggunakan prefiks pada kosakata yang memang. wajib menggunakan prefiks, dan apabila prefiks itu tidak wajib untuk

Mengetahui nilai kekerasan dengan menggunakan variasi komposisi dari serat sabut kelapa, fiber glass, dan serbuk tembaga, matriks polimer jenis phenolic, dibandingkan dengan

1) Memanfaatkan dan mengelola limbah jarak pagar dan pertanian menjadi biobriket. 2) Mengkombinasikan komposisi limbah jarak pagar, limbah sekam padi dan jerami yang

menduga umur simpan kerupuk bawang kentang yang dikemas dalam kemasan.. polypropylene, polyethylene, dan metalized plastic dengan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk