• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Keikutsertaan Akseptor Kb Pria di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga dengan Keikutsertaan Akseptor Kb Pria di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres JURNAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEIKUTSERTAAN AKSEPTOR KB PRIA DI KELURAHAN JAGALAN

KECAMATAN JEBRES

Correlation Between Family Support with the Participation of Men’s Family Planning Acceptor in Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Hexa Anita Sukarno 1), Angesti Nugraheni 2)

Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran UNS

ABSTRACT

Correlation Between Family Support with the Participation of Men’s Family Planning Acceptor in Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres. The Study Program of Diploma IV in Midwife Educator, the Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 2015.

Background: The low participation of men in family planning program because of women are emphasized as the target of family planning program, besides the low participation of men’s family planning is also due to the lack of family support. This research aims to determine the correlation between family support with the participation of men’s family planning acceptor.

Method: This research used observational analytic design with cross sectional approach. Its samples consisted of 54 respondents and were taken by using simple random sampling technique. The instrument used was a questionnaire. The data were analyzed by using contingency coefficient with the computer program of SPSS 16.0 for windows.

Result: There are 30 respondents whose families do not support and entirely (100%) do not participate in men’s family planning program, and there are 24 respondents whose families support but only 5 respondents (20,8%) who participate in men’s family planning program. Analysis results with contingency coefficient test shows that r value = 0.336 and p value = 0.009.

Conclusion: There is a significant correlation between family support with the participation of men’s family planning acceptor.

(2)

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa pada tahun 2015. Indonesia menempati urutan keempat untuk jumlah penduduk terbesar dunia setelah India dan Amerika Serikat yaitu 237,6 juta jiwa. Jumlah penduduk yang besar dan tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan serta fasilitas secara umum berdampak terhadap permasalahan-permasalahan social. Untuk itu dibutuhkan suatu gerakan pengendalian dan peningkatan kesejahtaraan penduduk melalui berbagai program-program pemerintah yang salah satunya adalah gerakan keluarga berencana nasional (BKKBN, 2014).

Pemerintah telah memulai pelaksanaan program KB yang berorientasi pada kesetaraan gender, namun partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi tahun 2012. Mayoritas Pasangan Usia Subur (PUS) di Indonesia menggunakan metode KB suntikan sebesar 46,84%, diikuti dengan pil (25,13%), IUD (11,53%), implan (9,17%), MOW (3,49%), sedangkan kondom hanya 3,13% dan MOP 0,70%. Dari prosentase jumlah akseptor KB tersebut dapat disimpulkan bahwa akseptor KB wanita di Indonesia sebesar 96,17% dan akseptor KB pria sebesar 3,83% (SDKI, 2012).

Rendahnya keikutsertaan pria dalam program KB dikarenakan selama ini wanita yang dititikberatkan sebagai sasaran program serta metode KB yang didominasi dengan metode untuk wanita sehingga membentuk pola pikir para pelaksana program dan masyarakat bahwa karena yang

mengalami kehamilan adalah wanita, maka wanita pula yang memiliki kewajiban untuk ber-KB. Padahal metode KB wanita lebih banyak menimbulkan efek samping negatif dari pada metode KB pria (Ekarini, 2008). Kurangnya dukungan keluarga juga turut mempengaruhi rendahnya keikutsertaan akseptor KB pria. Hal ini disebabkan dari faktor sosial budaya dan pengetahuan pasangan usia subur yang kurang tentang metode KB pria (Wahyuni, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 12 Desember 2014, Di RW II Kelurahan Jagalan, dari 10 responden hanya ada 1 pria yang merupakan akseptor aktif KB pria (MOP). Alasan responden menggunakan metode KB tersebut karena ada motivasi dari diri sendiri ditambah dengan dukungan penuh dari istri. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ingin mengetahui ubungan dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres.

(3)

ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner.

Analisis data penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik responden berupa tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan responden, serta keikutsertaan akseptor KB pria dan dukungan keluarga. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres menggunakan uji koefisien kontingensi dengan program SPSS 16.0 for windows dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05 atau 5%).

HASIL PENELITIAN A.Analisis Univariat

1. Tingkat Pendidikan

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RW VII Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Tingkat Pendidikan f % Dasar (SD dan SMP) 20 37,0 Menengah (SMA/SMK) 25 46,3

Tinggi (Diploma dan

Sarjana) 9 16,7

Jumlah 54 100

Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan terakhir tingkat menengah (SMA/SMK) yaitu sebanyak 25 responden (46,3%), dan hanya 9 responden (16,7%) yang berpendidikan tinggi (diploma dan sarjana).

2. Pekerjaan

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di RW VII Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Pekerjaan f %

Karyawan swasta 34 63,0 Wirausaha 12 22,2

PNS 2 3,7

Buruh 5 9,3

Tidak benerja 1 1,9

Jumlah 54 100

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa mayoritas responden bekerja sebagai karyawan swasta yaitu sebanyak 34 responden (63%), sedangkan hanya 1 responden (1,9%) yang tidak bekerja.

3. Tingkat Pendapatan

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di RW VII Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Tingkat Pendapatan

f %

< 1.222.400 39 72,2 = 1.222.400 6 11,1 >1.222.400 9 16,7 Jumlah 54 100 Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendapatan kurang dari Rp1.222.400 yaitu sebanyak 39 responden (72,2%), dan hanya 6 responden (11,1%) yang berpendapatan sebesar Rp1.222.400.

4. Dukungan Keluarga

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di RW VII Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Dukungan Keluarga f % Mendukung 24 44,4 Tidak Mendukung 30 55,6

(4)

Berdasarkan tabel 4, menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki keluarga yang tidak mendukung yaitu sebanyak 30 responden (55,6%), sedangkan yang keluarganya mendukung sebanyak 24 responden (44,4%).

5. Keikutsertaan Akseptor KB Pria

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Akseptor KB Pria di RW VII Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Keikutsertaan Akseptor

KB Pria

f %

Ya 5 9,3

Tidak 49 90,7 Jumlah 54 100 Berdasarkan tabel 5, menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak ikut serta menjadi akseptor KB pria yaitu sebanyak 49 responden (90,7%), sedangkan yang ikut serta menjadi akseptor KB pria hanya sebanyak 5 responden (9,3%).

B.Analisis Bivariat

Tabel 6. Distribusi Keikutsertaan Akseptor KB Pria Berdasarkan Dukungan Keluarga di Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres

Dukungan Keluarga

Keikutsertaan

Akseptor KB Pria Jumlah

Ya Tidak

f % f %

Mendukung 5 20,8 19 79,2 24

Tidak

Mendukung 0 0 30 100 30

Jumlah 5 9,3 49 90,7 54

r p

0.336 0.009

Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa sebanyak 30 responden (100%) tidak ikut serta menjadi akseptor KB pria dan berada pada kelompok responden yang keluarganya tidak mendukung, sedangkan hanya 5 responden (20,8%) yang ikut serta menjadi akseptor KB pria dan berada pada kelompok responden yang keluarganya mendukung.

Hasil analisis dengan uji koefisien kontingensi didapatkan nilai r = 0.336 dan nilai p = 0.009. Nilai p (0.009) < 0.05 maka H0 ditolak (ada hubungan).

Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria. Hasil uji kekuatan korelasi menunjukkan nilai r = 0.336, sehingga dapat disimpulkan kekuatan korelasi antara dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria lemah.

PEMBAHASAN A.Karakteristik Responden

1. Tingkat Pendidikan

(5)

tinggi (diploma dan sarjana) sebanyak 9 responden (16,7%).

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 1, mayoritas responden berpendidikan terakhir tingkat menengah (SMA/SMK) yaitu sebanyak 25 responden (46,3%), 4 diantaranya ikut serta menjadi akseptor KB pria. Menurut Indrilia (2013), seseorang dengan pendidikan terakhir tingkat menengah memiliki daya penerimaan informasi baru yang cukup baik, hal tersebut dapat memudahkan seseorang untuk memahami informasi tersebut yang nantinya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam hal ini yang berkaitan dengan KB pria.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 1, sebanyak 9 responden (16,7%) berpendidikan terakhir tingkat tinggi (diploma dan sarjana), namum tidak ada yang menjadi akseptor KB pria. Menurut Fortuna (2014), materi tentang keluarga berencana tidak diajarkan dalam pendidikan formal kecuali pada institusi pendidikan program studi kesehatan. Maka seseorang yang menjalani pendidikan non-kesehatan lebih banyak memperoleh informasi tentang keluarga berencana dari media massa, media elektronik, teman, dan saudara. Keinginan untuk memperoleh informasi mendalam tentang KB pria juga kecil, sehingga hal tersebut mempengaruhi pria dalam pengambilan keputusan untuk

berpartisipasi dalam program KB.

2. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 2 mengenai distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai karyawan swasta yaitu sebanyak 34 responden (63%), sedangkan hanya 1 responden (1,9%) yang tidak bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 2, mayoritas responden bekerja sebagai karyawan yaitu sebanyak 34 responden (63%), 4 diantaranya ikut serta menjadi akseptor KB pria. Menurut Prabowo (2011), pekerjaan mempunyai pengaruh pada sikap seseorang karena adanya pengaruh lingkungan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku seseorang. Pada pasangan yang bekerja dan mempunyai penghasilan tinggi akan lebih cenderung memperhatikan kesehatan dalam kehidupannya termasuk dalam hal KB daripada mereka yang tidak bekerja dan berpenghasilan rendah.

(6)

dalam keluarga dengan tuntutan

pekerjaan sehingga

menumbuhkan motivasi untuk mengatur kelahiran dengan menggunakan kontrasepsi. Pasangan yang bekerja akan cenderung lebih mempraktikkan metode KB modern daripada mereka yang tidak bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 2, terdapat 1 responden (1,9%) yang tidak bekerja karena sudah pensiun, dan tidak ikut serta menjadi akseptor KB pria. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden tersebut, responden mengatakan bahwa saat ini ia dan istrinya tidak perlu ber-KB karena menganggap ia dan istrinya sudah berkurang kesuburannya dan dapat mengatur frekuensi hubungan seksual sendiri agar istrinya tidak hamil tanpa harus menggunakan kontrasepsi.

3. Tingkat Pendapatan

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 3 mengenai distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendapatan, mayoritas responden berpendapatan kurang dari UMK yaitu sebanyak 39 responden (72,2%), dan hanya 6 responden (11,1%) yang berpendapatan sama dengan UMK.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 3, mayoritas responden berpenghasilan < UMK yaitu sebanyak 39 responden (72,2%), 4 diantaranya ikut serta menjadi akseptor KB pria. Berdasarkan

hasil wawancara, tiga dari empat akseptor KB pria tersebut memilih kondom sebagai metode KB yang digunakan, dimana untuk membeli kondom tidak memerlukan biaya yang tinggi dan masih mampu dijangkau sekalipun penghasilannya < UMK. Satu akseptor lain nya memilih metode vasektomi sebagai metode KB pilihan. Alasan responden memilih metode vasektomi karena istrinya didiagnosis oleh dokter mengidap suatu penyakit tertentu sehingga dokter menyarankan agar suaminya saja yang ber-KB. Kondisi tersebut menyebabkan responden memilih metode vasektomi sebagai metode KB pilihannya meskipun penghasilannya < UMK.

Hasil wawancara tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Riski (2010), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan terhadap partisipasi suami dalam ber-KB (p = 0.354). Keputusan pria untuk menjadi akseptor KB lebih banyak didasari oleh keinginan untuk saling berbagi tanggung jawab menganai kesehatan reproduksi dan KB, hal tersebut menyebabkan pria akan menyisihkan uang dari pendapatannya untuk biaya ber-KB meskipun pendapatannya kecil.

(7)

(2014), masyarakat selama ini menganggap bahwa vasektomi adalah metode KB pria yang membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga bagi pria dengan status ekonomi menengah hal tersebut menjadi salah satu alasan mereka untuk tidak melakukan vasektomi.

B.Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 4 mengenai distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga, mayoritas responden memiliki keluarga yang tidak mendukung pria untuk menjadi akseptor KB yaitu sebanyak 30 responden (55,6%), sedangkan yang keluarganya mendukung sebanyak 24 responden (44,4%). Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga yang tidak mendukung keikutsertaan pria dalam ber-KB, keluarga terutama istri tidak mendukung pria untuk ber-KB karena masih adanya anggapan bahwa KB adalah urusan wanita, alasan lain nya adalah apabila suami melakukan vasektomi istri merasa takut jika digunakan suaminya untuk melakukan free sex.

Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga responden yang mendukung (44,4%), suami juga perlu untuk ikut berpartisipasi menjadi akseptor KB. Keluarga terutama istri berkeinginan terdapat pembagian peran dalam hal kesehatan reproduksi dan KB antara suami-istri. Apabila istri sudah lama menggunakan metode KB tertentu, istri berharap agar suami yang kemudian menjadi akseptor KB.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni

(2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan partisipasi dalam vasektomi, dimana pria dengan keluarga yang mendukung memiliki kemungkinan untuk ikut berpartisipasi dalam vasektomi 2,647 kali lebih besar daripada yang tidak mendapat dukungan keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga responden, bentuk dukungan yang diberikan pada pria/suami bermacam-macam, diantaranya berupa pemberian informasi yang didapatkan dari tenaga kesehatan ataupun dari media massa mengenai KB pria, pemberian semangat dan motivasi bahwa pria juga perlu ikut serta dalam program KB, menyiapkan persediaan kondom di rumah, menyempatkan waktu untuk berdiskusi tentang KB pria, pemberian pujian apabila telah bersedia menjadi akseptor KB.

Menurut BKKBN (2004), salah satu faktor yang mempengaruhi keikutsertaan pria dalam program KB adalah dukungan keluarga. Dengan adanya dukungan keluarga, akan menciptakan kesadaran dan minat pria/suami untuk mencari informasi lebih mengenai metode KB pria. Setelah memperoleh informasi yang cukup, akan timbul respon serta sikap yang positif untuk ikut berpartisipasi aktif dalam program KB dan pada akhirnya bersedia untuk menjadi akseptor KB.

(8)

keikutsertaan KB pria, mayoritas responden tidak ikut serta menjadi akseptor KB pria yaitu sebanyak 49 responden (90,7%), sedangkan yang ikut serta menjadi akseptor KB pria hanya sebanyak 5 responden (9,3%). Rendahnya keikutsertaan pria dalam program KB karena selama ini wanita yang dititikberatkan sebagai sasaran program serta metode KB yang didominasi dengan metode untuk wanita sehingga membentuk pola pikir para pelaksana program dan masyarakat bahwa karena yang mengalami kehamilan adalah wanita, maka wanita pula yang memiliki kewajiban untuk ber-KB sedangkan metode KB wanita lebih banyak menimbulkan efek samping negatif dari pada metode KB pria (Ekarini, 2008).

Berdasarkan hasil wawancara, responden yang bersedia ikut serta menjadi akseptor KB pria memiliki alasan karena istri sudah cukup lama menggunakan metode KB tertentu sehingga responden bersedia untuk ber-KB. Ada pula responden yang ikut serta menjadi akseptor KB karena istrinya memiliki penyakit tertentu dan disarankan oleh dokter untuk tidak menggunakan KB.

Responden yang tidak bersedia menjadi akseptor KB pria memiliki alasan karena anggapan bahwa penggunaan kondom akan menimbulkan ketidaknyamanan saat berhubungan seksual dan takut untuk melakukan vasektomi karena harus melalui proses operasi. Selain itu adanya persepsi bahwa vasektomi sama dengan dikebiri serta dapat menyebabkan impotensi.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nurazizah (2004)

yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah faktor psikologis atau persepsi. Kurangnya partisipasi pria dalam program KB karena adanya persepsi bahwa kondom dianggap mengurangi kenikmatan dalam hubungan seksual, takut kondom bocor, merepotkan, dan persepsi bahwa kondom hanya untuk penderita atau mencegah HIV/AIDS.

D.Hubungan Dukungan Keluarga dengan Keikutsertaan Akseptor KB Pria

Hasil analisis dengan uji koefisien kontingensi didapatkan nilai r = 0.336 dan nilai p = 0.009. Nilai p (0.009) < 0.05 maka H0

ditolak (ada hubungan). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2012) di Kab.Serdang Bedagai, responden yang melakukan vasektomi dengan sukarela disebabkan karena sering mendapatkan dukungan berupa pemberian informasi tentang KB pria, dorongan/motivasi, perhatian, dan pujian dari istrinya. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa dukungan istri terhadap responden dalam ber-KB mempengaruhi partisipasi sebesar 8,379 kali lebih baik bila dibandingkan dengan istri yang tidak mendukung.

(9)

antara dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria lemah. Hal tersebut kemungkinan karena responden yang keluarganya mendukung sebanyak 19 responden (79,2%), tidak ikut serta menjadi akseptor KB pria. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, responden mengatakan bahwa ia tidak mau menjadi akseptor KB pria karena tidak mau mengalami ketidaknyamanan akibat penggunaan kondom, serta anggapan bahwa MOP sama dengan dikebiri, mengurangi kejantanan dan takut menjalani operasi. Atas alasan itulah responden tidak mau ber-KB dan meminta agar istrinya saja yang ber-KB karena menganggap metode KB wanita lebih variatif serta tidak mengganggu psikis dan hubungan seksual.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 6, mayoritas keluarga responden tidak mendukung yaitu sebanyak 30 responden (55,6%). Dari 30 responden tersebut, semua responden tidak menjadi akseptor KB pria. Berdasarkan hasil wawancara, bagi pasangan usia subur saat ini KB pria masih merupakan hal yang tabu dan dianggap aneh. Masyarakat masih beranggapan bahwa yang memiliki hak dan kewajiban untuk ber-KB adalah wanita. Hal tersebut yang juga akhirnya mempengaruhi pola pikir keluarga khususnya istri bahwa KB adalah urusan wanita saja dan suami tidak perlu ber-KB.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fortuna (2014) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepesertaan pria dalam program keluarga

berencana di kecamatan Karangnunggal kabupaten Tasikmalaya tahun 2014, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan istri terhadap kepesertaan KB pria dengan nilai p = 0.038. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa responden dengan istri yang tidak mendukung berisiko 3,669 kali lebih besar untuk tidak berpartisipasi dalam program KB dibandingkan dengan istri yang mendukung.

Hasil serupa ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2014) bahwa dukungan istri mempengaruhi suami untuk menjadi akseptor KB pria. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa 64,7% dari 68 responden tidak bersedia menjadi akseptor KB pria dan berada pada kelompok responden yang istrinya tidak setuju apabila responden menjadi akseptor KB pria.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 6, terdapat 5 responden yang ikut serta menjadi akseptor KB pria dan seluruhnya memiliki keluarga yang mendukung. Menurut responden dukungan keluarga terutama istri sangat berpengaruh pada keputusan responden untuk menggunakan metode KB pria. Responden merasa senang dapat berperan aktif dan dibutuhkan dalam hal kesehatan reproduksi dan KB oleh istrinya.

(10)

sekitar terutama orang-orang terdekat seperti orang tua, istri ataupun suami.

Sejalan dengan teori Friedman (2013) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif. Dukungan keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Baik keluarga kecil maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya. Menurut BKKBN (2012), penyebab rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, yaitu istri yang tidak mendukung.

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

1. Responden yang keluarganya mendukung pria untuk ber-KB sebanyak 24 responden (44,4%) sedangkan yang keluarganya tidak mendukung sebanyak 30 responden (55,6%).

2. Responden yang menjadi akseptor KB pria sebanyak 5 responden (9,3%), sedangkan yang tidak menjadi akseptor KB pria sebanyak 49 responden (90,7%).

3. Hasil analisis dengan uji koefisien kontingensi didapatkan nilai r = 0.336 dan nilai p = 0.009. Nilai p (0.009) < 0.05 maka H0 ditolak (ada hubungan).

Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria. Hasil uji kekuatan korelasi

menunjukkan nilai r = 0.336, sehingga dapat disimpulkan kekuatan korelasi antara dukungan keluarga dengan keikutsertaan akseptor KB pria lemah.

B.Saran

1. Pria pasangan usia subur (PUS) Diharapkan agar pria PUS menambah pengetahuan tentang KB pria melalui tenaga kesehatan ataupun media massa (cetak maupun elektronik) sehingga kesadaran bahwa pria juga perlu aktif dalam program KB dapat muncul dan akhirnya dapat ikut berpartisipasi dalam program KB.

2. Keluarga dari pria PUS

Diharapkan agar keluarga dari pria PUS dapat meningkatkan pengetahuan tentang KB pria dengan cara mencari informasi dari tenaga kesehatan ataupun media massa (cetak maupun elektronik). 3. Peneliti selanjutnya

Diharapkan agar peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang juga dapat mempengaruhi keikutsertaan akseptor KB pria seperti pengetahuan, budaya, dan akses menuju ke pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2004. Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta , 2014. Kebijakan

Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. Jakarta

(11)

Terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/18291/1/ Sri_Madya_Bhakti_Ekarini.pdf. Diakses tanggal 1 Desember 2014 Friedman MM., 2013. Keperawatan

Keluarga: Riset, Teori dan Praktik. Edisi Ketiga. Jakarta : EGC

Fortuna D., 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepesertaan Pria dalam Program Keluarga Berencana di Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya. http://journal.unsil.ac.id/jurnalunsil -5726-.html. Diakses tanggal 17 Desember 2014

Indrilia A., 2013. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan

Keikutsertaan Suami Manjadi Akseptor Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Simeulue Timur Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten

Simeulue. Aceh.

http://180.241.122.205/dockti/AG NES_INDRILIA-skripsi.pdf. Diakses tanggal 17 Desember 2014 Kemenkes RI, 2013. Profil Kesehatan

Indonesia 2012. Jakarta

Nurazizah, 2004. Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Palayanan Terhadap Kepuasan Pasien di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara : Skripsi FKM USU.

Prabowo A, et.al., 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pria tentang Keluarga Berencana dengan Perilaku Pria dalam Berpartisipasi Menggunakan Metode Kontrasepsi Keluarga

Berencana di Desa Larangan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Disunting dari Jurnal Gaster, Vol. 8 No. 1 Februari 2011 (633-646)

Riski LMW., 2010. Pengaruh Karakteristik dan Persepsi Suami tentang KB Pria terhadap Partisipasi dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010. Skripsi FKM USU. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/21977/2/Chapter%20III-V.pdf. Diakses tanggal 27 Mei 2015 Rustam L., 2006. Partisipasi Pria

dalam Praktek KB Moderen di Indonesia (Analisis Data SDKI 2002-2003). Tesis Universitas Indonesia

Sihombing M., 2014. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kesediaan suami sebagai akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi. Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstrea m/123456789/41570/4/Chapter%2 0II.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2014

Sirait RA., 2012. Pengaruh Sosial Budaya dan Dukungan Istri Terhadap Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai. Medan.

http://repository.usu.ac.id/bitstrea m/123456789/34432/4/Chapter%2 0II.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2014

Sitompul P., 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Partisipasi Pria dalam KB di Desa Lontung Dolok Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi Fakultas Keperawatan USU.

(12)

m/123456789/43121/3/Chapter%2 0III-VI.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2015

Gambar

tabel 2,
tabel 4,

Referensi

Dokumen terkait

Konsumen memiliki kesan yang baik terhadap mutu produk furniture Ibu Sianin Jelaskan dan berikan contoh:. Produk furnitur Ibu Sianin memiliki perbedaan dengan

Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa pengaruh tahapan penimbunan terhadap gaya tarik geotekstil pada tanah lempung lunak dengan permeabilitas rendah tidak

Hubungan Pengaruh Pemberian TNF- α Dosis Rendah pada Mesenchymal Stem Cell Terhadap Kadar PDGF. Pengekspresian PDGF dapat diatur dengan cara dipicu oleh beberapa

1) Merancang sistem pakar yang membantu bagian maintenance dalam melakukan pengambilan keputusan dalam tindakan yang akan diambil apabila terjadi kerusakan pada

Fuente: Presentación DVB Foro Andino sobre Televisión Digital Terrestre: Lima, Abril 2007..

Gambar 4.31 Rumah Panggung di Sungai Ciliwung Sebagai Sumber Melukis Moel Soenarko .... Gambar 4.35 Bidang Geometri dan Non Geometri pada

Anak yang memasuki proses peradilan pidana untuk menyelesaikan tindak pidana yang mereka lakukan harus diberikan perlindungan, salah satunya dalam pemberian bantuan hukum

SELEKSI NASIONAL CPNS 2017. Bima