PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO - KRIAN
(LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE
PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL
TUGAS AKHIR
DISUSUN OLEH :
MACHMUD RANU SASMITO NPM. 0653010051
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
TUGAS AKHIR
PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO - KRIAN
(LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE
PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Sipil
DISUSUN OLEH :
MACHMUD RANU SASMITO NPM. 0653010051
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
TUGAS AKHIR
PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO - KRIAN
(LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE
PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL
Dipersiapkan dan disusun oleh :MACHMUD RANU SASMITO NPM. 0653010051
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima Oleh Tim Dosen Penguji Tugas Akhir Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)
PEMBIMBING UTAMA DOSEN PENGUJI :
1.
IBNU SHOLICHIN, ST, MT
NPT. 3 7109 99 0167 1 Ir. ARYO NUGROHO, MT NIDN. 0721 0770 00 1 2.
PEMBIMBING PENDAMPING HENDRATA WIBISANA, ST, MT NPT. 030212 022
3.
NUGROHO UTOMO, ST
NPT. 3 7501 04 0195 1 N. DITA P. PUTRA, ST, MT NPT. 3 7003 00 0175 1
KETUA JURUSAN
Ir. WAHYU KARTINI, MT NPT. 3 6304 94 0031 1
MENGETAHUI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul ”Perencanaan Peningkatan Jalan Sidoarjo – Krian (Link 172) Sta 6+650 – 12+100 Dengan Metode Perkerasan Lentur Dan Perkuatan Geotekstil.” Sebagai kelengkapan tugas akademik dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penyusun berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang didapatkan pada perkuliahan dan ditunjang dengan literatur yang sesuai. Selain itu, penyusun juga menerapkan semua petunjuk dari dosen pembimbing tetapi sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada, penyusun menyadari dengan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari setiap pembaca akan penulis terima demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Dalam tugas akhir ini, penyusun banyak mendapatkan bimbingan dan dorongan hingga terselesainya tugas akhir ini. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
2. Orang tua kami yang telah banyak mendukung dalam semangat belajar dan membimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Dr. Ir. Edi Mulyadi, SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Ibu Ir. Wahyu Kartini, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Iwan Wahjudijanto, ST, Selaku dosen wali yang telah banyak membimbing selama kuliah di Program Studi Teknik Sipil hingga selesai mengerjakan tugas akhir ini dengan baik.
6. Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Utama, Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi, sehingga selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini dengan baik
7. Bapak Nugroho Utomo, ST, selaku Dosen Pembimbing Pendamping, Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi, sehingga selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini dengan baik
8. Bapak Febru DH, atas segala bantuan dan semangat sehingga dapat mengerti tentang tugas akhir ini dengan baik
10. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Gayung Kebonsari kota Surabaya, khususnya kepada bapak Arifin dan bapak Usmar Hariadi yang banyak membantu melengkapi data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Pimpinan PT. Teknindo Geosistem Unggul, yang banyak membantu melengkapi data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Pimpinan PT. Puri Dimensi, selaku kontraktor perencana Jalan Sidoarjo – Krian, yang banyak membantu melengkapi data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
13. Rusy dan Joko (penjaga ruang baca FTSP), terima kasih atas segala kemudahan meminjam bukunya
14. Seluruh rekan – rekan FTSP khususnya mahasiswa Teknik Sipil 2006, terima kasih atas segala dukungannya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik
Semoga tugas akhir ini bermanfaat khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Surabaya, Juni 2010
DAFTAR ISI
Abstrak
Kata Pengantar ...i
Daftar Isi...iv
Daftar Tabel ...iv
Daftar Gambar ... xiii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...3
1.3 Tujuan Penelitian...3
1.4 Manfaat Penelitian...4
1.5 Batasan Masalah...4
1.6 Peta Lokasi...5
BAB II LANDASAN TEORI...6
2.1 Tinjauan Umum ...6
2.2 Tanah Dasar ...6
2.2.1 Data Penyelidikan Tanah...7
2.2.2 Kondisi Dasar Tanah...9
2.2.3 Perbaikan Kondisi Tanah Dasar...10
2.3 Penggunaan Geotekstil ...10
2.3.1 Komposisi Dan Fungsi Geotekstil...11
2.3.3 Prinsip Perhitungan Stabilitas Tanah Timbunan Yang -
Diberi Perkuatan Geotekstil...15
2.4 Geometrik Jalan ...20
2.4.1 Karakteristik Geometrik Jalan ...20
2.4.2 Karakteristik Lalu Lintas...24
2.5 Analisa Kebutuhan Pelebaran Jalan ...28
2.5.1 Kapasitas Dasar (smp/jam)...28
2.5.2 Kecepatan Arus Bebas...32
2.5.3 Derajat Kejenuhan (DS)...35
2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur...36
2.6.1 Pelapisan Ulang (Overlay)...45
2.6.2 Pelebaran Jalan...46
2.7 Perencanaan Saluran Tepi (Drainase)...48
2.7.1 Saluran Tepi (Drainase) Permukaan...49
2.7.2 Analisa Hidrologi...52
2.7.2.1 Intensitas Curah Hujan...52
2.7.2.2 Luas Daerah Pengaliran...59
2.7.2.3 Koefisien Pengaliran (C)...60
2.7.2.4 Debit Air (Q)...62
2.7.3 Bentuk Dan Dimensi Saluran Tepi...62
2.7.4 Gorong - Gorong...66
BAB III METODOLOGI...69
3.3 Pengumpulan dan pengolahan data...71
3.3.1 Peta Lokasi...71
3.3.2 Geometrik Jalan...71
3.3.3 Data Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR)...72
3.3.4 Data Tanah (CBR)...72
3.3.5 Data Curah Hujan...73
3.4 Analisa Peningkatan Jalan...73
3.5 Gambar Rencana...75
3.6 Kesimpulan...75
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN...76
4.1 Umum...76
4.2 Pengumpulan Dan Analisa Data...76
4.2.1 Data CBR Tanah...76
4.2.1.1 Hasil Penyelidikan Tanah Dan Laboratorium...78
4.2.2 Data LHR...79
4.3 Perhitungan Kekuatan Geotekstil...94
4.3.1 Tinjauan Terhadap Internal Stability...95
4.3.2 Tinjauan Terhadap Foundation Stability...97
4.3.3 Pemakaian Selected Material...100
4.4 Kebutuhan Pelebaran Jalan...101
4.4.1 Analisa Kapasitas Jalan...101
4.4.1.2 Perencanaan Kapasitas Awal Umur Rencana
Hingga Akhir Umur Rencana... ..105
4.4.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Pelebaran Jalan...109
4.4.2.1 Analisa Data CBR...109
4.4.2.2 Perhitungan Angka Ekivalen...111
4.4.2.3 Perhitungan Lintas Ekivalen...115
4.4.2.3.1 Lintas Ekivalen Permukaan (LEP)...116
4.4.2.3.2 Lintas Ekivalen Akhir (LEA)...116
4.4.2.3.3 Lintas Ekivalen Tengah (LET)...117
4.4.2.3.4 Lintas Ekivalen Rencana (LER)...117
4.4.2.3.5 Menentukan Nilai Faktor Regional (FR)...118
4.4.2.4 Indeks Permukaan (IP)...118
4.4.2.4.1 Ipo (Indeks Permukaan Pada Awal - Umur Rencana)...119
4.4.2.4.2 Ipt (Indeks Permukaan Pada Akhir - Umur Rencana)...119
4.4.2.5 ITP (Indeks Tebal Perkerasan)...120
4.4.2.6 Koefisien Kekuatan Relatif...121
4.4.2.7 Batas Tebal Minimum Tiap Lapisan Perkerasan...122
4.4.3 Perhitungan Tebal Lapis Ulang (Overlay)...123
4.5 Perencanaan Dimensi Saluran Tepi...127
4.6 Perhitungan Gorong – Gorong Pada Sta 7+600...145
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...152
5.1 Kesimpulan...152
5.2 Saran...154 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembagian Tipe Alinyemen...22
Tabel 2.2 Kelas Jarak Pandang...23
Tabel 2.3 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Dua Lajur Tak terbagi (2/2 UD)...26
Tabel 2.4 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Empat Lajur Tak terbagi (2/2 UD)...27
Tabel 2.5 Kapasitas Dasar Jalan Luar Kota...29
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur - Lalu Lintas (FCw)...29
Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisah arah...30
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping...30
Tabel 2.9 Kelas Hambatan Samping...31
Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Luar Kota (Fvo) - Pada tipe Alinyemen Biasa...32
Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Sebagai Fungsi - Dari Alinyemen Jalan (2/2 UD)...33
Tabel 2.12 Penyesuaian Kecepatan Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) - Pada Berbagai Tipe Alinyemen...33
Tabel 2.15 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)...38
Tabel 2.16 Angka Ekivalen (e) Kendaraan ...39
Tabel 2.17 Faktor Regional ...41
Tabel 2.18 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana ...42
Tabel 2.19 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo) ...42
Tabel 2.20 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Bahan...43
Tabel 2.21 Batas Minimum Lapis Permukaan...44
Tabel 2.22 TebalMinimum Lapis Pondasi...44
Tabel 2.23 Kemiringan Melintang Normal Perkerasan Dan Bahu Jalan...50
Tabel 2.24 Kecepatan Aliran Yang Diijinkan Berdasarkan - Pada Jenis Materialnya...51
Tabel 2.25 Hubungan Kemiringan Selokan Samping Jalan (i) - Dan Jenis Material...51
Tabel 2.26 Variasi YT...54
Tabel 2.27 Nilai Yn...54
Tabel 2.28 Nilai Sn...54
Tabel 2.29 Hubungan Antara Kondisi Permukaan Dengan Koefisien - Hambatan...57
Tabel 2.30 Harga n Untuk Rumus Manning...57
Tabel 2.31 Hubungan Kondisi Permukaan Lapangan Dengan Koefisien - Pengaliran...61
Tabel 2.32 Kemiringan Talud...65
Tabel 4.1 CBR Grafis...76
Tabel 4.3 Data Jenis Tanah...78 Tabel 4.4 Kadar Air, Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis -
(Plastis Limit), Indeks Plastis (Index Plastis)...79 Tabel 4.5 Data Volume Lalu Lintas Harian Rata – Rata Selama 5 Tahun - (Kend/24 jam)...80 Tabel 4.6 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Sepeda Motor (MC) -
(Kend/24 jam)...81 Tabel 4.7 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Ringan (LV) -
(Kend/24 jam)...82 Tabel 4.8 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Kecil (MHV) -
(Kend/24 jam)...83 Tabel 4.9 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Besar (LB) -
(Kend/24 jam)...84 Tabel 4.10 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 2 As ¾” (LT) -
(Kend/24 jam)...85 Tabel 4.11 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 2 As (LT) -
(Kend/24 jam)...86 Tabel 4.12 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 3 As (LT) -
(Kend/24 jam)...87 Tabel 4.13 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk Gandeng (LT) -
(Kend/24 jam)...88 Tabel 4.14 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk Trailer (LT) -
Tabel 4.15 Rekapitulasi Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas -
Tahun 2010 - 2014 (Kend/24 jam)...91
Tabel 4.16 Data Volume Kendaraan Pada Jam Puncak Ruas Jalan - Sidoarjo – Krian Selama 5 tahun (smp/jam)...92
Tabel 4.17 Rekapitulasi Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas Jam Puncak - Tahun 2010 - 2014 (Kend/24 jam)...93
Tabel 4.18 Harga-Harga Yang Umum Dari Sudut Geser Internal Kondisi – Drained Untuk Pasir Dan Lanau ...94
Tabel 4.19 Perhitungan ΔH Untuk Alinyemen Vertikal...101
Tabel 4.20 Perhitungan Derajat Kejenuhan Pada Kondisi Eksisting - Tahun 2009...104
Tabel 4.21 Perhitungan Derajat Kejenuhan Pada Awal Umur Rencana - Tahun 2010 Sampai Akhir Umur Rencana Tahun 2014...107
Tabel 4.22 Faktor Regional (FR) ...118
Tabel 4.23 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo) ...119
Tabel 4.24 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (Ipt) ...120
Tabel 4.25 Perhitungan Data Curah Hujan Stasiun Hujan Prambon ...127
Tabel 4.26 Perhitungan Data Curah Hujan Stasiun Hujan Watutulis ...129
Tabel 4.27 Perhitungan Saluran Tepi (Drainase) Tipe Trapesium ...144
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Lokasi...5
Gambar 2.1 Percobaan Tanpa Geotekstil ...12
Gambar 2.2 Geotekstil Sebagai Pemisah...12
Gambar 2.3 Geotekstil Sebagai Penyaring...13
Gambar 2.4 Geotekstil Sebagai Penguat...13
Gambar 2.5 Internal Stability...16
Gambar 2.6 Foundation Stability...17
Gambar 2.7 Distribusi Beban Sumbu...25
Gambar 2.8 Susunan Lapis Perkerasan Jalan...37
Gambar 2.9 Hubungan CBR Dengan DDT...40
Gambar 2.10 Nomogram II Untuk Ipt = 2.5 Dan Ipo = 3.9 – 3.5...48
Gambar 2.11 Kemiringan Melintang Normal Pada Daerah Datar - Dan Lurus...50
Gambar 2.12 Kurva Basis...55
Gambar 2.13 Batas Daerah Pengaliran...59
Gambar 2.14 Saluran Tepi Tipe Segiempat...63
Gambar 2.15 Saluran Tepi Tipe Trapesium...64
Gambar 2.16 Kemiringan Saluran Tepi...65
Gambar 2.17 Gorong – Gorong Bentuk Lingkaran...67
Gambar 2.18 Kemiringan Lahan Gorong - Gorong...68
Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Sepeda -
Motor (MC)...82
Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Ringan (LV)...83
Gambar 4.4 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Kecil (MHV)...84
Gambar 4.5 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Besar (LB)...85
Gambar 4.6 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan - Truk 2 As ¾” (LT)...86
Gambar 4.7 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 2 As (LT)...87
Gambar 4.8 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 3 As (LT)...87
Gambar 4.9 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan - Truk Gandeng (LT)...89
Gambar 4.10 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan - Truk Trailer (LT)...90
Gambar 4.11 Anggapan Internal Stability Kondisi MAT...96
Gambar 4.12 Anggapan Foundation Stability Kondisi MAT...98
Gambar 4.13 Korelasi CBR Dengan DDT...110
Gambar 4.14 Nomogram 2 Untuk Mendapatkan Nilai ITP ...121
Gambar 4.15 Rencana Susunan Lapis Permukaan Untuk Pelebaran ...123
Gambar 4.16 Korelasi CBR Dengan DDT Perkerasan Lama...124
Gambar 4.17 Susunan Perkerasan Eksisting Dan Overlay ...126
Gambar 4.18 Rencana Susunan Lapis Permukaan Untuk Pelebaran ...126
Gambar 4.19 Kurva Basis...131
PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO -KRIAN (LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL
Abstrak
Ruas jalan Sidoarjo – Krian merupakan jalan arteri, yang kondisi eksisting jalan tersebut 6 m dengan tipikal jalan lama adalah 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2)UD, dengan lebar bahu jalan 3.5 m yang akan direncanakan pelebaran jalan 12 m menjadi 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2)UD. Di dalam perencanaan ini juga direncanakan lapisan tambahan (overlay) pada lapisan aspal lama dan perencanaan pelebaran baru dengan perkerasan lentur dan perkuatan geotekstil pada lapisan
subgrade.
Dalam lapisan tanah dasar yang berupa tanah lempung menyebabkan daya dukung tanah dasar di lokasi proyek sangat kecil. Kandungan lempung berlanau pada tanah dasar mencapai angka 90% dan nilai batas cairnya sekitar 51% - 57%. Di beberapa tempat mempunyai kadar air natural 26% - 32%, berarti tanah mendekati batas cairnya dengan kata lain subgrade dalam kondisi cair.
Berdasarkan keadaan di atas, maka diadakan usaha perbaikan tanah agar daya dukung dari tanah dasar mampu menerima beban dari atas. Usaha tersebut antara lain yaitu penambahan selected material yaitu berupa tanah kepasiran yang berguna agar lapisan geotekstil tidak mudah robek/rusak oleh lapisan subgrade.
Setelah diperkuat lapisan geotekstil dan tanah kepasiran, maka tetap tidak dapat menentukan nilai CBR atau nilai DDT-nya secara tepat, kecuali dilakukan tes secara langsung di lapangan maupun di laboratorium. Akan tetapi, tanah kepasiran ini diharapkan dapat mencapai nilai CBR 10% dari nilai CBR tanah dasar yang awal mula sekitar 1.37 %. Dengan nilai CBR 10% ini, direncanakan untuk perkerasan jalan dan ditetapkan besarnya koefisien relatif bahan.
Dari analisa perhitungan dengan menggunakan metode analisa komponen dari Bina Marga, maka didapat tebal masing – masing perkerasan sebagai berikut :
- Lapis permukaan (laston MS 774) = 10 cm - Lapis pondasi atas (batu pecah kelas A) = 20 cm - Lapis pondasi bawah (sirtu kelas B) = 10 cm - Lapis tanah kepasiran (selected material) = 34 cm
- Lapis geotekstil (Polypropylene woven geotextile) = 1 lapis (UW-250 Black)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi dan industri yang semakin tahun semakin berkembang, sehingga keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah – daerah terpencil yang merupakan sentra produksi pertanian. Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam sektor perhubungan, terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, serta masyarakat dan untuk pengembangan wilayah.
Perencanaan peningkatan jalan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan lalu lintas. Sehubungan dengan permasalahan lalu lintas, maka diperlukan penambahan kapasitas jalan yang tentu akan memerlukan metoda efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengguna jalan.
untuk mengatasi rendahnya daya dukung dari tanah dasar yaitu dengan penanganan secara khusus. Banyak metode yang bisa dipakai sebagai usaha memperbaiki dan meningkatkan daya dukung tanah dasar
Oleh karena itu, pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan perkuatan geotekstil di atas tanah. Segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.1, merupakan jalan propinsi dan sebagai jalan arteri yang menghubungkan antara daerah Sidoarjo dan daerah Krian. Dari pengamatan di lapangan maupun data proyek peningkatan Jalan Sidoarjo – Krian (link 172), lebar perkerasan eksisting pada ruas jalan ± 6 m, dengan lebar bahu 3.5 m. Kondisi eksisting pada ruas jalan tersebut mempunyai berbagai masalah transportasi antara lain :
1. Masalah kemacetan lalu lintas meningkatnya volume kendaraan yang melewati jalan tersebut, baik kendaraan ringan maupun kendaraan berat. 2. Sebagaimana kerusakan segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100,
1.2 Rumusan Masalah.
1. Bagaimana analisa geotekstil pada struktur perkerasan untuk Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 ?
2. Bagaimana analisa kapasitas Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 5 tahun mendatang ?
3. Berapa ketebalan perkerasan lentur setelah diberi perkuatan geotekstil yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 10 tahun mendatang ?
4. Berapa kebutuhan dimensi saluran tepi (drainase) dan gorong - gorong yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisa geotekstil pada struktur perkerasan untuk Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100.
2. Menganalisa kapasitas Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 5 tahun mendatang
3. Menghitung berapa ketebalan perkerasan lentur setelah diberi perkuatan geotekstil yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 10 tahun mendatang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa dapat menganalisa dan menghitung suatu perencanaan.
2. Untuk memperlancar arus lalu lintas segmen Jalan Sidoarjo - Krian maupun antar Kabupaten di Jawa Timur dan antar propinsi.
3. Untuk menghasilkan perencanaan struktur perkerasan lentur (Flexible
Pavement) yang menggunakan perkuatan geotekstil
4. Perencanaan peningkatan jalan dan dimensi saluran tepi (drainase) dan gorong –gorong, dengan mengaplikasikan teori yang selama ini dipelajari.
1.5 Batasan Masalah
Maka batasan masalah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Perencanaan kebutuhan pelebaran jalan apabila diperlukan dengan analisa kapasitas, dari “Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997”, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.
2. Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 1983.
3. Perencanaan perkerasan lentur yang meliputi pelapisan ulang (overlay) pada Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga.
5. Perencanaan saluran tepi jalan (drainase) dengan “Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan (SNI 03-3424-1994)”.
6. Analisa kapasitas umur rencana Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 adalah 5 tahun
7. Tidak meninjau alinyemen horizontal karena jalan tidak terdapat tikungan dan termasuk jalan datar serta tidak menguraikan perhitungan jembatan. 8. Tidak meninjau besarnya rencana anggaran biaya (RAB) yang diperlukan.
1.6 Peta Lokasi
LOKASI PENELITIAN (LINK 172) SIDOARJO-KRIAN STA 6+650 - STA 12+100
6+650 12+100
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum
Untuk melaksanakan perencanaan konstruksi jalan raya diperlukan beberapa kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan hasil perencanaan, meliputi
beberapa elemen utama diantaranya klasifikasi jalan, geometrik, karakteristik lalu
lintas, kondisi lingkungan, pertimbangan ekonomi dan pertimbangan keselamatan
lalu – lintas. Oleh karena itu dalam bab ini menguraikan tentang proses
pengolahan data berdasarkan teori yang akan digunakan sebagai dasar acuan
perhitungan perencanaan jalan dalam proyek, yang meliputi geometrik jalan,
analisa kapasitas jalan untuk kebutuhan pelebaran jalan apabila diperlukan, tebal
perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkuatan geotekstil di atas tanah, dan
saluran tepi (drainase jalan).
2.2Tanah Dasar
Tanah adalah tempat berdirinya suatu komponen, baik itu bangunan atau prasarana jalan. Dalam pembahasan ini dikhususkan untuk pembangunan
prasarana jalan, dimana tanah dasar sebagai dasar perletakan konstruksi
perkerasan jalan, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan dan daya tahan
konstruksi perkerasan jalan tidak terlepas dari sifat dan kondisi tanah dasar.
- CBR (California bearing Ratio).
- RM (Resilient Modulus).
- DCP (Dynamic Cone Penetrometer).
- k (Modulus Reaksi Tanah Dasar).
Pada perencanaan jalan ini digunakan cara pemeriksaan CBR untuk
mengetahui daya dukung tanah dasar. CBR diperoleh dari hasil pemeriksaan
contoh tanah yang didapat dari data laboratorium maupun data lapangan. Harga
CBR yang dinyatakan dalam persen. Jadi harga CBR adalah nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu
pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul lalu lintas.
2.2.1Data Penyelidikan Tanah.
Data tanah sangat penting artinya guna menentukan besar kecilnya daya
dukung tanah dasar. Tidak semua tanah yang dipakai sebagai dasar perletakan
bangunan dalam kondisi yang baik, artinya bahwa tanah tidak langsung dapat
dibangun suatu konstruksi jalan di atasnya, untuk itu perlu diketahui karakteristik
dari tanah tersebut yaitu melalui penyelidikan tanah di lapangan dan
laboratorium.
a. Penyelidikan Lapangan.
Penyelidikan dilaksanakan langsung di lapangan sehingga didapat data-
data tanah secara tepat. Untuk memperoleh karakteristik tanah dasar, maka
- Cone Penetration Test (CPT).
Suatu metode eksplorasi tanah di lapangan dengan penetrasi
kerucut. Dalam pengujian ini suatu kerucut dengan ujung standar
ditekankan ke dalam tanah.
- Boring Test.
Merupakan suatu cara pengambilan contoh tanah dengan alat bor.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis lapisan tanah
sampai pada kedalaman tertentu secara visual, kedalaman muka air
tanah, dan untuk memperoleh sampel tanah yang akan diuji di
laboratorium.
- Standart Penetration Test (SPT).
Merupakan metode yang dipakai untuk menentukan kondisi tanah
di lokasi yang bersangkutan berdasarkan jumlah pukulan tiap 30 cm
(nilai N)
a. Penyelidikan Laboratorium.
Merupakan cara pengujian tanah di dalam laboratorium berdasarkan sampel
tanah-tanah yang diambil di lapangan. Data tanah sangat penting untuk
perhitungan/analisa stabilitas. Beberapa tes yang dilakukan di laboratorium,
yaitu:
- Tes Volumetri dan Gravimetri.
Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui antara butiran tanah, air
dan udara yang terdapat di pori – pori tanah. Hasil dari pengujian ini
- Tes Atterberg Limit.
Tes ini dipakai untuk menentukan batas-batas Atterberg dari kadar
air tanah yang dinyatakan dalam persen. Kadar air akan mengalami
transisi dari :
1.Keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas
susut (shrinkage limit).
2.Keadaan semi padat ke keadaan plastis dinamakan sebagai batas
plastis (plastis limit).
3.Keadaan plastis ke keadaan cair diartikan sebagai batas cair (liquid
limit).
- Tes Consolidasi.
Tes ini digunakan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis
tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya air dalam pori
tanah sebagai akibat adanya tekanan secara vertikal yang bekerja pada
tanah. Hasil tes ini dapat berupa:
- Cc nilai Coefficient of Concavity.
- Cv nilai Coefficient of Consolidation.
- Tes Triaxial.
Tes bertujuan untuk mengetahui nilai kohesi (C) dan sudut geser (φ) dari tanah dasar.
2.2.1Kondisi Tanah Dasar.
Kondisi tanah pada tugas akhir ini, pada segmen Jalan Sidoarjo – Krian
ini disebabkan daya dukung tanahnya sangat kecil karena tanah dasar sebagian
besar berupa tanah lempung berlanau dengan kadar berkisar 90%. Kemudian
nilai batas cairnya sekitar 51% - 57% yang merupakan nilai liquid limit yang
tinggi. Di beberapa tempat mempunyai kadar air natural 26% - 32%. Nilai plastic
index sebesar 22% - 25% berarti kekuatan tanah dasar sangat terpengaruh oleh
kadar airnya. Nilai CBR nilainya 1.3% - 3.1% menunjukan bahwa tanah dasar
kekuatan daya dukungnya sangat rendah.
2.2.2Perbaikan Kondisi Tanah Dasar.
Berdasarkan keterangan di atas, diketahui bahwa tanah dasar sebagian
besar dalam keadaan cair berarti daya dukung tanahnya sangat kecil. Oleh karena
itu diadakan perbaikan tanah dasar. Untuk meningkatkan daya dukung tanah bisa
digunakan untuk menaikkan nilai CBR tanah dasar. Nilai CBR tanah dasar yang
rendah dijadikan lebih baik dari nilai CBR semula dengan cara mengganti tanah
dasar yang dalam kondisi cair dengan material baru dengan daya dukungnya
lebih baik. Selain mengganti tanah dasar ada cara lain yang dapat meningkatkan
kekuatan daya dukung tanah dasar yaitu dengan menggunakan geotekstil yang
dihamparkan di atas tanah dasar yang berisi material baru tadi.
2.3 Penggunaan Geotekstil.
Selama ini pekerjaan teknik sipil mengalami perkembangan pesat. Banyak metode perencanaan ditemukan, salah satunya adalah penemuan suatu bahan
geotekstil yang dirancang untuk pekerjaan timbunan badan jalan, drainase,
pencegah erosi dan beberapa variasi pekerjaan tanah lainnya.
2.3.1 Komposisi Dan Fungsi Geotekstil.
Sesuai dengan petunjuk ASTM tentang geotekstil dan pemakaiannya,
diterangkan bahwa geotekstil adalah sejenis bahan kain yang dibuat dari bahan
kain yang terbuat dari polimer sintetis/polimer buatan. Jenis polimer yang
digunakan pada geotekstil adalah polypropelene (65%), polyester (32%),
polyamide (2%) dan polyethy serat kaca, kawat baja, dan kabel, juga ada serat
alam separti wol, katun dan lain-lain. Tetapi bahan-bahan ini jarang digunakan
karena bahan tersebut mudah berkarat, melapuk dan jadi busuk apabila
bersentuhan dengan tanah secara terus menerus atau dengan kata lain bahan –
bahan ini mempunyai ketahanan yang sifatnya sementara.
Seperti diterangkan bahwa geotekstil adalah bahan yang di hamparkan di
atas tanah yang berhubungan dengan pekerjaan tanah. Adapun fungsi dari
geotekstil dalam usaha perbaikan tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Pemisah (Separation).
Dipakainya geotekstil maka dapat memisahkan antara tanah timbunan dan
tanah dasar dibawahnya. Apabila tidak memakai geotekstil maka material
timbunan akan turun ke bawah sebagai akibat adanya beban dari atas dan juga
akibat berat sendiri dari timbunan itu. Pada bagian tengah dasar timbunan pada
dasar tanah lunak akan mengalami penurunan, sedangkan pada bagian luar di
tenggelam. Untuk mengatasi masalah ini maka dipakailah geotekstil. Jadi dengan
memanfatkan geotekstil sebagai pemisah didapatkan keuntungan :
- Mempercepat tercapainya tegangan efektif pada dasar tanah.
- Mencegah turunnya tanah timbunan ke dalam tanah dasar sehingga volume
timbunan tak berubah.
- Mencegah tercampurnya tanah timbunan dan tanah dasar sehingga pemadatan
lebih mudah dilaksanakan.
- Pelaksanaan pekerjaan lebih mudah dan praktis dengan waktu yang relatif
cepat.
1. Tanpa Geotekstil.
Tanah timbunan
Tanah dasar lunak
Gambar 2.1 Percobaan Tanpa Geotekstil.
2. Dengan Geotekstil.
Tanah t im bunan
Tanah dasar lunak
[image:30.595.220.473.546.629.2]Lapisan Geot ekst il
b. Penyaring (Filtration).
Dengan menggunakan geotekstil, maka masuklah butiran halus dari tanah
ke dalam lapisan dasar timbunan dapat dikurangi. Selain itu juga dengan
geotekstil air pori yang terkandung dalam tanah dasar dimungkinkan demikian
keutuhan susunan material tanah dasar maupun lapisan dasar timbunan dapat
lebih terjamin.
Tanah t im bunan
Tanah dasar lunak Wat er flow
[image:31.595.193.436.569.681.2]Lapisan Geot ekst il
Gambar 2.3 Geotekstil Sebagai Penyaring.
c. Perkuatan (Reinforcement).
Maksudnya adalah geotekstil sebagai tulangan bagi tanah dasar untuk
menyerupai beban sementara yang diakibatkan oleh beban kendaraan. Dengan
demikian geotekstil akan membantu menaikkan ketahanan tanah dasar terhadap
keruntuhan geser sehingga lapisan tanah pondasi tersebut berfungsi dengan baik
dan terjadinya kelongsoran dapat dihindari.
Tanah t im bunan
Tanah dasar lunak W
Lapisan Geot ekst il
2.3.2 Analisa Teoritis Penggunaan Geotekstil.
Banyak metode perbaikan tanah dasar yang bisa dipakai dalam
peningkatan daya dukung tanah dasar. Tetapi pada studi kasus ini hanya
memakai geotekstil untuk mengatasi permasalahan tanah dasar. Dengan metode
ini, tanah dasar yang bersangkutan diperbaiki dahulu dengan material yang baru
kemudian ditimbun.
Pada timbunan tanah dasar yang tinggi beban lalu lintas rencana akan
terdistribusikan pada badan timbunan sehingga beban tersebut hanya
berpengaruh kecil terhadap tanah dasar. Sebaliknya untuk timbunan badan jalan
yang rendah akan menyebabkan beban berpengaruh cukup besar terhadap tanah
dasar. Tetapi perlu juga diingat disini bahwa semakin tingginya timbunan
menyebabkan tanah dasar menerima yang cukup besar pula. Jadi tinggi
rendahnya timbunan rencana bukan tergantung pada beban kendaraan yang lewat
di atasnya saja, tetapi juga tergantung pada kebutuhan toleransi jalan dan tinggi
muka air di lokasi setempat.
Secara prinsip muka air yang berada di sekitar badan jalan tidak boleh
mempengaruhi kekuatan konstruksi jalan. Kenaikan muka air tanah di sekitar
timbunan badan jalan akan menyebabkan kekuatan geser tanah menurun.
Alasannya adalah jika muka air tanah naik atau terjadi genangan di atas
permukaan tanah asli, air tersebut akan mengisi ruang pori dari tanah timbunan.
Dan akibatnya, tegangan air pori dari tanah timbunan naik dan kekuatan gesernya
turun. Hal ini dapat dilihat dari rumus kekuatan geser tanah di bawah ini :
tg
C
Di mana :
S = Kekuatan geser tanah.
C = Kohesi efektif tanah.
= Tegangan total pada bidang geser.
= Tegangan air pori.
= Sudut geser dalam (untuk tanah lunak 0).
Penurunan kekuatan geser tanah dasar pada umumnya disebabkan tanah
dasar itu sendiri yang kondisinya sangat jelek seperti tanah dasar yang berupa
tanah lempung lembek. Jadi, metode yang baik untuk permasalahan seperti ini
adalah memperbaiki dan mengganti material tanah dasar itu yang didukung
dengan penggunaan geotekstil. Prinsipnya geotekstil pada tanah timbunan akan
menaikkan stabilitas timbunan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh
fungsi dari geotekstil (pemisah, penyaring dan penguat) maka tegangan yang
ditimbulkan timbunan akan diserap dan disebarkan secara merata oleh geotekstil,
sehingga secara keseluruhan geotekstil tersebut seakan-akan memperbaiki dan
meningkatkan daya dukung tanah dasar.
2.3.3 Prinsip Perhitungan Stabilitas Tanah Timbunan Yang Diberi Perkuatan Geotekstil.
Perencanaan kemiringan dari lereng timbunan harus dipilih sedemikian
rupa agar stabilitas timbunan itu (Internal Stability) dapat terjamin terutama
untuk pembangunan konstruksi jalan dan timbunan di atas tanah lunak. Oleh
dapat terhindari. Karena tanah dasar dalam kondisi cair atau berupa lempung
lembek yang daya dukungnya sangat rendah, maka pelaksanaan timbunan tanah
dapat dilaksanakan secara bertahap dengan harapan kekuatan tanah dasar
meningkat sehingga hilangnya stabilitas tanah secara keseluruhan (Overall
Stability) dapat dicegah. Tetapi pelaksanaan timbunan secara bertahap
memerlukan waktu yang lama, maka penimbunan dapat dilakukan dengan cepat
dan praktis maka dipakailah geotekstil yang dihamparkan di atas tanah dasar.
Pemakaian geotekstil ini pada prinsipnya akan menaikkan stabilitas tanah
timbunan secara keseluruhan dan akan mengurangi resiko keruntuhan pondasi.
Berdasarkan teori stabilitas untuk tanah timbunan dan tanah dasar, maka
kebutuhan akan geotekstil berdasarkan kekuatannya harus diperhitungkan
terhadap :
a.Internal Stability.
Apabila timbunan dibangun di atas tanah dasar yang kohesif dan belum
pernah terkonsolidasi (Normally consolidated) dalam periode yang relatif
singkat, maka kekuatan geser yang dipergunakan untuk perhitungan
keseimbangan timbunan adalah unconsolidated undrained. Dalam analisa
stabilitas ini, kekuatan geser undrained dari lapisan atas tanah diasumsikan tidak
cukup kuat untuk menahan tekanan aktif tanah timbunan. Dan akibatnya
timbunan cenderung bergerak dalam arah horisontal.
Tanah t im bunan
Pa H
h S1
L C
0ll
t
[image:34.595.209.476.638.727.2]Dari gambar di atas diketahui bahwa tekanan aktif (Pa) dari tanah timbunan
adalah :
2
2 1
H Ka
Pa . ... pers (2.2). ...
) 2 45 (
2 tg
Ka ... pers (2.3).
Dengan demikian m
antar
Foundation Stability, daerah keseimbangan dibatasi
seper
pondasi dapat dilakukan dengan cara
m
aka tekanan tanah aktif akan ditransfer menjadi geseran
a geotekstil dan tanah timbunan. Mengingat geotekstil mempunyai sifat
lentur saat ada beban yang bekerja, maka gaya perlawanan yang diberikan oleh
geotekstil (S1) harus sebanding dengan tekanan tanah aktif dari tanah timbunan.
Nilai S1 adalah sama dengan tekanan aktif (Pa), dimana S1 adalah kekuatan
geotekstil yang dibutuhkan untuk menjamin internal stability.
b. Foundation Stability
Untuk menjamin
ti terlihat pada gambar. Sebelum tanah ditimbun bagian ABCD masih stabil
dan pada saat penimbunan akan mengalami tekanan tanah ke samping sehingga
keseimbangan pondasi terganggu.
Untuk menganalisa keseimbangan
enjumlahkan resultan gaya yang bekerja pada segmen ABCD tersebut yaitu
gaya/tekanan aktif, pasif, dan beban timbunan.
Tanah dasar lunak Tanah t im bunan
H
h t
Pa S2
SU 0ll
Pp
A C
B D
Metode perhitungan ini didasarkan pada total stress/analisa Su.
Berdasarkan tekanan pasif (Pp).
Kp h qs Kp h c Kp h b h w
Pp 1 21 2 '
2
2 ... pers (2.4).
Sedangkan tekanan aktif (Pa).
Ka H qs kp h c Ka h w
Pa 1 2 2 '
2 ... pers (2.5). dimana :
w
= Berat volume tanah.
b
= Berat volume tanah di bawah muka air.
c’
rburden.
upa lempung lembek (θ = 0) dan jenuh air = Kohesi aktif.
gs = Tegangan ove
Karena kondisi tanahnya ber
maka : h qs h Su h t
Pa 1 2
2
2
... pers (2.6).
h qs h Su h t
Pp 2
2
1 2
... pers (2.7).
dimana :
t
= Berat volume tanah.
Su = Kekuatan geser tanah dalam keadaan undrained.
ertekan keluar, maka : h = Tebal lapisan tanah dasar.
Agar tanah dasar tersebut tidak t
Sedangkan :
= ½ (Pa + Pp) + Su
... pers (2.8)
d
L = Panjang penjangkaran, dimana tanah dasar akan tertekan keluar.
an
... pers (2.9).
b.O erall
yang terjadi pada overall stability biasanya berbentuk busur
ling
Luas ABCD
= 2 Su L + L
imana :
Dari analisa terhadap foundation stability didapatkan bahwa kekuat
geotekstil yang dibutuhkan untuk mencegah tanah di bawah timbunan tidak
tertekan keluar adalah terbesar :
S2 = Su . L
v stability.
Bidang gelincir
karan dan bidang gelincir tersebut memotong perkuatan geotekstil.
Faktor keamanan yang harus dipenuhi pada metode ini adalah :
F = momen penahan ... pers (2.10). momen penggerak atau : sin tan tan 1 cos tan ) ( '
c b h
h F
b
Fk ... pers (2.11).
dimana :
esi tanah. c’ = Koh
= Sudut geser dalam.
b
lengkung lingkaran.
i lingkaran. = L cos α
L = Panjang
Jika sama dengan 1 maka
leren
Agar lereng benar-benar mantap
seirin
2.4 Geometrik Jalan.
eometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
.4.1 Karakteristik Geometrik Jalan.
yang akan mempengaruhi kapasitas dan
ah jalan dua lajur dua arah tak
2. lan.
nilai Fk yang didapat dari persamaan di atas
g yang bersangkutan dalam keadaan kritis.
Jadi lereng akan mantap apabila Fk > 1,00.
g adanya perbedaan-perbedaan anggapan dan juga kemungkinan kesalahan
dalam penentuan konstanta - konstanta tanah, maka ditetapkan Fk > 1,50.
Perencanaan g
mengacu pada perencanaan fisik, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari
jalan yang memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu lintas yaitu
menghasilkan jalan yang aman, nyaman, dan ekonomis. Standar perencanaan
geometrik yaitu fungsi jalan raya, volume lalu – lintas rencana dan kondisi
medan. Dasar perencanaan geometrik adalah karakteristik lalu lintas, sifat
gerakan, dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan
kendaraannya.
2
Karakteristik geometrik jalan
kinerjanya apabila dibebani lalu lintas meliputi :
1. Tipe Jalan : yang dibahas dalam bab ini adal
terbagi (2/2 UD).
a. Lebar jalur lalu lintas (Wc) adalah lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas
dalam satuan (m), tidak termasuk bahu jalan, sehingga kapasitas akan
meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu lintas.
b. Lebar jalur efektif (Wce) adalah lebar jalur yang tersedia untuk gerakan
lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir. Bahu yang diperkeras
kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif, dalam satuan (m).
c. Lebar bahu (Ws) adalah lebar bahu di samping jalur jalan direncanakan
sebagai ruang untuk kendaraan yang sekali - sekali berhenti, pejalan kaki
dan kendaraan lambat, dalam satuan (m).
d. Lebar bahu efektif (Wse) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai
setelah dikurangi penghalang, dalam satuan (m) seperti: pohon, kios
samping jalan, dan sebagainya. Catatan: Lebar bahu efektif rata-rata
dihitung sebagai berikut :
- Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan)/2.
- Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar).
e. Median adalah daerah yang memisahkan arah lalu lintas di jalan, yang
terletak pada bagian tengah. Median yang direncanakan dengan baik, akan
meningkatkan kapasitas. Apabila median tidak dibuat punya alasan
tersendiri seperti kekurangan tempat, biaya, dll.
3. Tipe alinyemen.
Definisi tipe alinyemen adalah gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan
dan ditentukan oleh jumlah naik dan turun (m/km) dan jumlah lengkung
Untuk menentukan lengkung horizontal dan lengkung vertikal dipakai rumus
berikut ini :
Alinyemen Horizontal =
an panjangjal
rad x2
360 = rad/km ...pers (2.12).
Alinyemen Vertikal =
panjangjal an H= m/km ...…pers (2.13).
[image:40.595.146.440.343.484.2]Pembagian tipe alinyemen jalan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pembagian Tipe Alinyemen.
Tipe Alinyemen
Lengkung Vertikal
(m/km)
Lengkung Horisontal (rad/km)
Alinyemen Datar < 10 < 1,0
Alinyemen Bukit 10 – 30 1,0 – 2,5
Alinyemen Gunung > 30 > 2,5
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 untuk jalan luar kota Hal. 6-9.
a. Lengkung vertikal adalah mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya,
makin lambat kendaraan bergerak di tanjakan dan juga puncak bukit, akan
mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.
b. Lengkung horisontal adalah jalan dengan tikungan tajam, yang memaksa
kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada di jalan lurus. Lengkung
vertikal dan lengkung horisontal dapat dinyatakan sebagai type alinyemen
4. Jarak Pandang.
Jarak pandang adalah jarak maksimum yang diperlukan pengemudi pada
saat mengemudi (tinggi mata 1,2 m), sehingga jika pengemudi melihat
halangan yang membahayakan (tinggi kendaraan penumpang yang datang 1,3
m), maka pengemudi dapat melakukan suatu antisipasi untuk menghindari
bahaya tersebut dengan aman. Besarnya kelas jarak pandang ditentukan
berdasarkan prosentase dari segmen jalan yang mempunyai jarak pandang >
300 m, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.2 kelas jarak pandang.
Tabel 2.2 Kelas Jarak Pandang. Kelas Jarak
Pandang
% Segmen Dengan Jarak Pandang Minimum 300 m
A > 70%
B 30-70%
C < 30%
Sumber: MKJI untuk Jalan Luar Kota. Hal. 6-9.
5. Aktifitas Samping Jalan (Hambatan Samping)
Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan
antara lain :
a. Pejalan kaki.
b. Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain.
c. Kendaraan lambat (becak, kereta kuda).
6. Fungsi Jalan Dan Guna Lahan.
Kelas fungsional jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas. Menurut
Undang-Undang Tentang Jalan No. 13 tahun 1980, antara lain :
a. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan sejumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
b. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan /
pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
2.4.2 Karakteristik Lalu – Lintas.
Kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi dan
volume lalu lintas pemakai jalan pada segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650
– 12+100, oleh karena itu dibutuhkan analisis data lalu lintas. Besarnya volume
atau arus lalu lintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar lajur pada
satu jalur jalan. Jenis kendaraan digunakan untuk menentukan kelas beban atau
MST (Muatan Sumbu Terberat). Unsur lalu lintas di atas roda disebut kendaraan
dalam satuan unit.
1. Kendaraan Rencana.
b. Kendaraan sedang (MHV) : kendaraan bermotor dengan dua gandar dengan
jarak 3,5 – 5,0 meter,seperti bus kecil, truk dengan dua as enam roda.
c. Kendaraan berat / besar (LB-LT).
Bus besar (LB).
Bus dengan dua gandar atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 meter.
Truk berat (LT).
Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak antar gandar (gandar
pertama ke dua) < 3,5 meter.
d.Distribusi beban sumbu pada masing-masing kendaraan rencana,
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.7 di bawah ini.
2.Komposisi Lalu Lintas, Arus Dan Pemisah Arah.
Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan antara arus dan kecepatan.
a. Satuan Mobil Penumpang (smp) adalah satuan arus lalu - lintas dari berbagai
jenis kendaraan yang diubah menjadi kendaraan ringan, maka kecepatan
kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak terpengaruh komposisi lalu
lintas.
b. Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) adalah faktor konversi berbagai jenis
kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang sehubungan dengan
pengaruh perilaku lalu lintas. Dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4.
Tabel 2.3 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Dua –Lajur Tak Terbagi ( 2/2 UD).
emp Tipe
Alinyemen
Arus Total
(kend/jam) MHV LB LT MC < 6m MC 6-8m MC > 8m Gunung Datar 0 450 900 ≥1350 0 800 1.350 ≥1900 3,5 3,0 2,5 1,9 1,2 1,8 1,5 1,3 2,5 3,2 2,5 2,2 1,2 1,8 1,6 1,5 6,0 5,5 5,0 4,0 1,8 2,7 2,5 2,5 0,6 0,9 0,7 0,5 0,8 1,2 0,9 0,6 0,4 0,7 0,5 0,4 0,6 0,9 0,7 0,5 0,2 0,4 0,3 0,3 0,4 0,6 0,5 0,4
Sumber : MKJI untuk jalan luar kota tahun 1997 hal 6-44.
Tabel 2.4 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Empat Lajur Tak Terbagi ( 4/2 UD).
emp Tipe Alinyemen Jalan Tak Terbagi Total (kend/jam)
MHV LB LT MC
Datar 0 1700
3250
≥ 3950
1,2 1,4 1,6 1,3 1,2 1,4 1,7 1,5 1,6 2,0 2,5 2,0 0,5 0,6 0,8 0,5 Bukit 0 1350 2500
≥ 3150
1,8 2,0 2,2 1,8 1,6 2,0 2,3 1,9 4,8 4,6 4,3 3,5 0,4 0,5 0,7 0,4 Gunung 0 1000 2000 ≥2700 3,2 2,9 2,6 2,0 2,2 2,6 2,9 2,4 5,5 5,1 4,8 3,8 0,3 0,4 0,6 0,3 Sumber : MKJI untuk jalan luar kota tahun 1997 hal 6-44.
c. Faktor K adalah fakor pengubah dari LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak atau arus rencana (QDH). Nilai normal k = 0,11 (MKJI hal 6-43).
d. Faktor F adalah faktor untuk mengubah arus dalam berbagai jenis kendaraan
menjadi arus ekivalen dalam satuan smp.
3. Pengendalian Lalu Lintas
Pengendalian kecepatan, pergerakan kendaraan berat, parkir, yang akan
2.5 Analisa Kebutuhan Pelebaran Jalan.
Prosedur perhitungan kapasitas jalan dan ukuran kinerja yang digunakan adalah untuk jalan luar kota. Pengertian segmen jalan luar kota adalah suatu
panjang jalan tanpa perkembangan yang menerus pada posisi manapun.
Analisa kapasitas jalan adalah analisa arus lalu lintas maksimum yang dapat
dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi tertentu dalam satuan
mobil penumpang (smp) per jam. Analisa kapasitas jalan berfungsi untuk
mengontrol kondisi kapasitas eksisting jalan apakah diperlukan pelebaran jalan
atau tidak.
Pelebaran jalan dibuat apabila suatu jalan sudah tidak bisa menampung / memenuhi kapasitas jalan yang ada, maksudnya volume lalu lintas yang melalui
jalan tersebut melebihi kapasitas jalan yang ada, sehingga dapat menimbulkan
kemacetan lalu lintas dan mungkin terjadi kecelakaan.
2.5.1 Kapasitas Dasar (smp/jam).
Volume lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada bagian
jalan dalam kondisi tertentu. Titik dimana karakteristik jalan berubah, secara
otomatis menjadi batas segmen sekalipun tidak ada simpang di dekatnya. Harga
Tabel 2.5 Kapasitas Dasar Jalan Luar kota.
Type Alinyemen
Kapasitas Dasar Total Kedua Arah
(smp/jam/lajur)
Datar 3100 Bukit 3000 Jalan
2/2 UD
Gunung 2900 Datar 1700 Bukit 1650 Jalan
4/2 UD
Gunung 1600
Sumber: MKJI untuk Jalan Luar Kota. Hal. 6-65.
1. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas adalah faktor
penyesuaian untuk kapasitas dasar. Untuk menentukan faktor penyesuaian akibat
lebar jalur lalu lintas tergantung dari lebar efektif lalu lintas dan tipe jalan.
Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur LaluLintas (FCw).
Tipe jalan
Lebar Efektif Jalur Lalu lintas (Wc) - (m) (total kedua arah)
FCw
2 Lajur Tak Terbagi
5 6 7 8 9 10 11
0,69 0,91 1,00 1,08 1,15 1,21 1,27 4 Lajur
Tak Terbagi
3 3 3,5
2. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah (FCsp).
Pemisah arah adalah pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan
sebagai presentase dan arus total pada masing-masing arah. Faktor penyesuaian
kapasitas akibat pemisahan arah dapat dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah. Pemisahan Arah
SP%-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2/2 UD 1.0 0.97 0.94 0.91 0.88
FCsp
4/2 UD 1.0 0.975 0.945 0.925 0.90
Sumber: MKJI Tahun 1997 untuk jalan luar kota, hal 6-67.
3) Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCsf)
Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping tergantung pada
lebar efektif bahu jalan dan kegiatan samping ruas jalan. Nilai dari faktor
hambatan samping dapat sebagai fungsi dari lebar bahu dapat dilihat pada tabel
2.8 dan kelas hambatan samping pada tabel 2.9
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCsf). Faktor Penyesuaian Akibat
Hambatan Samping (FCsf) Lebar Bahu Efekif Tipe
Jalan
Kelas Hambatan
Samping
< 0.5 1.0 1.5 > 2.0
2/2 UD 4/2 UD
VL L M H VH
0.97 0.93 0.88 0.84 0.80
0.99 0.95 0.91 0.87 0.83
1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
1.02 1.00 0.98 0.95 0.93
Tabel 2.9 Kelas Hambatan Samping. Kelas
Hambatan Samping
Kode Frekuensi Berbobot Dari
Kejadian (Kedua Sisi) Kondisi Khas
Sangat rendah VL < 50 Pedesaan: pertanian atau
belum berkembang
Rendah L 50 – 150 Pedesaan: bangunan dan
kegiatan samping jalan
Sedang M 150 – 250 Kampung: kegiatan
pemukiman
Tinggi H 250 – 350 Kampung: kegiatan pasar
Sangat tinggi VH > 350
Hampir perkotaan: banyak pasar atau
kegiatan niaga
Sumber: MKJI Tahun 1997 untuk jalan luar kota, hal 6-10.
4) Kapasitas Pada Kondisi Lapangan.
Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan
sepanjang potongan jalan dalam kondisi tertentu.
Rumus:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf ... pers (2.14)
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam).
Co = Kapasitas dasar (smp/jam).
FCw = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas.
FCsp = Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah.
2.5.2 Kecepatan Arus Bebas.
Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pada saat arus nol, sesuai kecepatan pengemudi tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan.
1) Kecepatan Arus Bebas Dasar.
Kecepatan arus bebas dasar kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.10 dan 2.11
Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Luar Kota (FVo) Pada Tipe Alinyemen Biasa.
Sumber: Sumber :MKJI 1997 hal 6-55.
Kecepatan Arus Bebas Dasar (km/jam) Tipe Jalan/Tipe Alinyemen/ (Kelas Jarak Pandang) Kendaraan Ringan LV Kendaraan Berat Menengah MHV Bus Besar LB Truk Besar LT Sepeda Motor MC Dua Lajur Tak Terbagi
- Datar SDC: A - Datar SDC: B - Datar SDC : C - Bukit - Gunung 68 65 61 61 55 60 57 54 52 42 73 69 63 62 50 58 55 52 49 38 55 54 53 53 51
Empat Lajur Tak Terbagi
Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan Sebagai Fungsi Dari Alinyemen Jalan (2/2 UD).
Kecepatan Arus Bebas Dasar (LV), 2 Lajur 2 Arah Lengkung Horizontal (rad/km)
Naik+Turun (m/km)
< 0,5 0,5-1 1-2 2-4 4-6 6-8 8-10
5 15 25 35 45 55 65 75 85 95 68 67 66 65 64 61 58 56 54 52 65 64 64 63 61 58 56 54 52 50 63 62 62 61 60 57 55 53 51 49 58 58 57 57 56 53 51 50 48 46 52 52 51 50 49 48 46 45 43 42 47 47 47 46 45 44 43 42 41 40 43 43 43 42 42 41 40 39 38 37
Sumber: MKJI 1997 hal 6-56.
2. Penyesuaian Kecepatan Arus bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
[image:51.595.118.487.139.388.2]Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.12 Penyesuaian Kecepatan Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) Pada Berbagai Tipe Alinyemen.
FVw (km/jam) Tipe Jalan Lebar Efektif Jalur Lalur Lintas (Wc)-(m) Datar : SDC=A,B -Bukit : SDC=A,B,C
FVw (km/jam)
Tipe Jalan
Lebar Efektif Jalur Lalur
Lintas (Wc)-(m)
Datar : SDC=A,B
-Bukit : SDC=A,B,C
- Datar : SDC= C
Gunung
Empat
Lajur-tak terbagi
Per Lajur
3 3 3
-3 -1 0
-2 -1 0
-1 -1 0
Sumber: MKJI 1997 hal 6-57.
3. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.13.
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kecepatan Akibat Hambatan Samping Dan Lebar Bahu (FFVsf).
Faktor Penyesuaian Akibat Hambatan Samping dan Lebar Bahu Lebar Bahu Efektif Ws (m) Tipe
jalan
Kelas Hambatan
Samping
(SFC) <0,5 m 1,0 m 1,5 m >2,0 m
Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00
Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98
Sedang 0,91 0,92 0,93 0,97
Tinggi 0,85 0,87 0,88 0,95
2/2 UD
Sangat tinggi 0,76 0,79 0,82 0,93
Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00
Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98
Sedang 0,92 0,94 0,95 0,97
Tinggi 0,88 0,89 0,9 0,96
4/2 UD
Sangat tinggi 0,81 0,83 0,85 0,95
4. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan
(FFVrc)
Penyesuaian Kecepatan Arus bebas Akibat Kelas Fungsional Jalandapat
dilihat pada tabel 2.14
Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan (FFVrc).
Faktor Penyesuaian FFVrc Pengembangan Samping Jalan (%) Type
Jalan
0 25 50 75 100
2/2 UD Arteri Kolektor
1,00 0,94
0,98 0,93
0,97 0,91
0,96 0,90
0,94 0,88 4/2 UD
Arteri Kolektor
1,00 0,97
0,99 0,96
0,97 0,94
0,96 0,93
0,945 0,915
Sumber: MKJI hal 6-59.
2.5.3 Derajat Kejenuhan (DS).
Derajat kejenuhan adalah rasio arus terhadap kapasitas digunakan sebagai
faktor dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu simpang atau segmen jalan
yang dihitung per jam.Batas maksimum derajat kejenuhan yaitu 0,75, apabila DS
> 0,75, maka jalan tersebut perlu diadakan pelebaran jalan. Namun bila DS <
0,75, maka jalan tersebut tidak perlu dilakukan pelebaran, dikarenakan jalan
tersebut masih mampu menampung jumlah kendaraan selama umur rencana.
Tetapi bisa dilakukan pelebaran dengan cara menaikkan kelas jalan tersebut.
DS =
C Q
... pers (2.15)
Q = Jam puncak x emp Dimana:
DS = Derajat kejenuhan.
Q = Arus lalu lintas total (smp/jam). C = Kapasitas (smp/jam).
K = Faktor LHRT.
Emp = Ekuivalen mobil penumpang.
2.6Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.
Dalam merencanakan tebal perkerasan jalan yang harus diperhatikan adalah mampu menyediakan lapisan permukaan yang kuat, mampu bertahan sesuai
umur rencana serta mempunyai nilai keamanan dan ekonomis. Disamping itu
masih ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan :
1. Perkerasan harus cukup kuat memikul beban yang melintas di atasnya.
2. Mampu menahan gaya gesekan dan rem dari roda kendaraan.
3. Tahan terhadap cuaca.
Pada perencanaan Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100
menggunakan perkerasan lentur dengan metode Analisa Komponen dari
Direktorat Jendral Bina Marga. Dalam perkerasan lentur biasanya terdiri atas
lapisan tipis berupa aspal atau bitumen yang digunakan untuk menerima
atas bagian base dan sub base yang berfungsi sebagai pondasi dari perkerasan ini,
seperti dapat kita lihat dari gambar 2.8.
Sur face
Base
Sub Base
Sub Gr ade
Gambar 2.8 Susunan Lapis Perkerasan Jalan.
Adapun ketentuan dan perhitungan yang akan dilakukan dalam perencanaan tebal
perkerasan (Metode Analisa Komponen) diantaranya meliputi :
a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHRT).
LHRawal = ( 1+i )n ... pers
(2.16)
LHRumur rencana = LHRawal x ( 1+i )n ... pers
(2.17)
b. Perhitungan Angka Ekuivalen (E).
Sumbu Tunggal =
4
8160
) (
bebans
... pers (2.18)
kg tunggal umbu
...
Su
mbu Ganda = 0.086 x
4 ) (
bebansumbu tunggal kg
... pers (2.19)
tas Ekuivalen Permukaan (LEP).
8160
c. Lin
Yaitu besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan dibuka (awal umur
i j ... pers (2.20)
n
j
jxC xE LHR
LEP
1
Di mana : J = Jenis kendaraan
tiap jenis kendaraan
Tabel 2.15 Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Kendaraan Berat
E = Angka ekuivalen
C = Koefisien distribusi kendaraan
Kendaraan Ringan Jumlah Jalur
1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 L ur aj 1,00 1,00 1,00 1,00
2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,48
4 Lajur 0,30 0,45
5 Lajur 0,25 0,43
6 Lajur 0,20 0,40
Sumb naan Tebal Perkerasan Len tode Analisa ponen Bina Marga
r.
n pada saat akhir rencana.
Di mana :
HR = Harian Rencana.
u lintas.
er : Perenca tur Me Kom
o Berat total < 5 ton, misal : Sedan, Pick-up.
o Berat total > 5 ton, misal : Bus, Truk, Traile
d. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA).
Yaitu besarnya lintas ekuivale
j i j
jx i xC xE
LHR
LEA
1
) 1 ( n
HR
... pers (2.21).
2
LEA LEP
LET ... pers (2.22).
f. Lintas Ekuivalen Rencana (LER).
alen rencana yang digunakan dalam
per
... pers (2.23). Yaitu besarnya lintas ekuiv
encanaan :
LETxFP LER
10
LR
FP
FP = Faktor Penyesuaian.
g. araan.
rhadap perkerasan dihitung dengan
Ekuivalen (e) Kendaraan
kuivalen
... pers (2.24).
Angka Ekuivalen (E) Kend
Pengaruh lalu lintas te
mengkonversikan beban lalu lintas rencana ke dalam beban as ekuivalen
(8160 ka / 1800 lbs) berdasarkan beban as tunggal maupun ganda. Lalu lintas
rencana didasarkan atas jumlah as ekuivalen selama umur rencana. Nilai E
masing-masing golongan beban as untuk tiap kendaraan telah ditentukan
seperti tabel 2.16.
Tabel 2.16 Angka
Beban Sumbu Angka E
Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6014 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,005
5000 11023 0,141 0,0121
6000 15432 0,2923 0,0251
7000 17637 0,5415 0,0466
9000 19000 1,4748 0,1273
10000 19841 2,2555 0,194
Beban Sumbu Angka Ekuivalen
Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
11000 22046 3,3022 0,284
12000 24251 4,677 0,4022
13000 26455 6,4419 0,554
14000 28600 9,6647 0,7462
15000 33069 11,4184 1,932
Sum n l Perkerasan tode Analisa ompone arga
Daya dukung tanah (DDT) ialah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah
dasar. Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR. Nilai DDT dapat dicari dengan menggunakan
gambar korelasi DDT dan CBR.
ber : Perenca K
aan Teba n Bina M
Lentur Me
[image:58.595.136.361.457.779.2]i.Faktor Regional (FR).
Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan
ng dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya
Tabe
6% II < 6-10%
Kelandaian III > 10%
lapangan dan iklim, ya
dukung tanah dasar dan perkerasan. Nilai Faktor Regional (FR) didapat
berdasarkan klasifikasi tanah yang ada pada tabel 2.17 :
l 2.17 Faktor Regional
Kelandaian Kelandaian I <
C
% Kendaraan Berat % % Kendaraan Berat
URAH HUJAN
Kendaraan Berat
Iklim I
< 900 mm / th 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5 Iklim I
I ≥ 900 mm / th 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
Su bal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga
Keterangan : bagian-bagian ja terte rti persimpang
0.5. Pada
r .
lai kerataan/kehalusan serta kekokohan
dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
mber : Perencanaan Te
Pada lan ntu sepe an,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah
daerah rawa- awa ditambah dengan 1.0
j.Indeks Permuakaan (IP).
Indeks permukaan menyatakaan ni
permukaan yang bertalian
Dalam menentukan Indeks Permukaan Aspal Permukaan Akhir Rencana (IPt)
perlu dipertimbangkan faktor - faktor klasifikasi fungsional dan jumlah Lintas
Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPn) perlu diperhatikan jenis
lapis permukaan jalan pada awal umur rencana menurut tabel 2.19.
Nilai IP didasarkan pada kondisi seperti berikut :
IP = 1,0 Permukaan perkerasan dalam keadaan rusak berat sehingga
IP = 1,5 T g masih memungkinkan (jalan
IP = 2,0 Tingkat pelayanan terendah bagi perkerasan yang masih mantap
Tab
sangat mengganggu lalu lintas.
ingkat pelayanan terendah yan
tidak terputus).
IP = 2,5 Permukaan perkerasan masih cukup baik dan stabil.
el 2.18 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana.
Klasifikasi Jalan LER
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0 -
10 -100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 -
100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 -
> 1000 - 2,5 2,5
Su naan T an Lentur e Analisa Bina M ga.
LER dalam susunan angka ekuivalen 8.16 ton beban sumbu tung
m) mber : Perenca ebal Perkeras Metod Komponen ar
gal.
Tabel 2.19 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo). Jenis Lapis Permukaan IPO Roughness (mm/K
Laston ≥ 4 < 1000
3,9 - 3,5 >1 000
Lastbutag 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
HRA 3,9 - 3,5 < 2000
3,4 - 3,0 > 2000
Burda 3,9 – 3,5 < 2000
Burtu 3,4 - 3,0 < 2000
Buras 2,9 – 2,5
Latasir 2,9 – 2,5
Jenis Lapis Permukaan IPO Roughness (mm/Km)
Jalan Tanah <2,4 Jalan Kerikil <2,4
Sumber : P l Perkerasan Le tode Analisa