BAB III
HASIL PENELITIAN
Bab ini berisikan hasil penelitian lengkap mengenai Putusan Pengadilan Indonesia. Pihak yang bersengketa di sana adalah orang asing. Putusan Pengadilan Indonesia tersebut bernomor: 1080 K/Pdt/1998; 223 K/TUN/2007; 286 K/Pdt.Sus-PHI/2013; 1311 K/Pdt/2011; 1695 K/Pdt/1984; dan 641 K/Pdt/1993. Sedangkan untuk Putusan Pengadilan Skotlandia terdapat beberapa kasus, yaitu Putusan: Ertel Bieber & Co v. Rio Tinto Company, Limited; Gebruder Van Uden v. Burrell; Schulze. Gow & Co. v. Bank of Scotland; Schaffenius v. Goldberg; Halsey and Another v. Lowenfeld;dan Daimler Company, Limited v. Continental Tyre and Rubber Company.
3.1. Kaedah Hukum Mengenai Status Orang Asing dalam Putusan Pengadilan Indonesia
3.1.a. Putusan Nomor 1080 K/Pdt/1998
Praktek-praktek bisnis juga mempengaruhi perkembangan hukum nasional, terutama bidang Hukum Kontrak. Ini dapat terlihat dari putusan-putusan pengadilan Indonesia, terutama yang menyangkut sengketa kontrak. Nampak dengan jelas ada pengaruh yang dominan juga dari sistem common law. Dalam berbagai ratio decidendi putusan pengadilan terdeteksi bahwa konsep atau prinsip, juga terminologi hukum yang digunakan bersumber pada sistemcommon law. Dapat dicontohkan di antaranya kasus antara PT. Saprotan vs. Ny. R. A. Moniek Sriwidjajanti, dkk. Dalam kasus ini Mahkamah Agung menyatakan persetujuan batal demi hukum (null and void) karena adanyaeconomic duress.1
Ada dua kekeliruan disini, pertama dari segi terminologi yang digunakan tercermin inkonsintensi. Kata “null and void“ and “economic duress”, ada pendapat bahwa tidak tepat diterapkan
dalam kasus a quo. Economic duress yang merupakan satu bentuk undue influencedalamcommon lawdengan akibat kontrakvoidable. Namun demikian secara subtansial penerapan prinsip ini dapat saja dikatakan tepat.
1
Putusan diatas jelas menunjukkan pengaruh kuat dari hukum kontrak common law. Situasi seperti ini, di antaranya karena secara subtansial. hukum Perdata Indonesia terutama yang menyangkut hukum perikatan sering dianggap tidak lagi memadai dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hukum dalam masyarakat, terutama dalam lapangan perekonomian yang berkembang penuh dinamika.2 Ada pandangan KUHPerdata harus diakui telah ketinggalan jaman (out of date), instrumen hukum yang dapat dikategorikan sebagai bad law.3 Sekalipun pendapat demikian agak aneh, mana mungkin ada hokum yang bad.
3.1.b. Putusan Nomor 223 K/TUN/2007
Perkara Tata Usaha Negara selanjutnya disingkat PTUN dalam tingkat kasasi antara David J Duffi melawan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P).
Mahkamah berpendapat dalam perkara itu bahwa Pemohon Kasasi yang dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang Termohon Kasasi yang dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan PT TUN Jakarta.
2
Moch. Isnaeni,Loc. Cit.
3
Obyek sengketa dalam perkara itu adalah putusan Tergugat No. 365/483/83-7/IX/PHK/3-2005 tanggal 23 Maret 2005 tentang Pemutusan Hubungan Kerja antara PT. Patra Supplies And Service selanjutnya disebut PT. PSAS dengan David J Duffi.
Menurut Penggugat ia, telah menerima salinan putusan Tergugat No. 365/483/83-7/IX/PHK/3-2005 tanggal 29 Maret 2005 dengan surat pengantar bertanggal 18 April 2005 No. TAR.734/M/KP4P/IV/2005, melalui kantor Hukum Yuherman Law Office pada tanggal 11 Juli 2005.
Pengajuan gugatan dimaksud masih dalam batas waktu Sembilan puluh hari sejak diterimanya putusan Tergugat sebagaimana yang disyaratkan Pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
gugatannya pada perkara itu haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.
Penggugat adalah karyawan yang bekerja pada Pengusaha PT. Patra Supplies And Service terhitung sejak tanggal 1 Pebruai 2004, sesuai surat penunjukan PT. Patra Supplies And Service No. MD0054/04 tanggal 27 Januari 2004 (selanjutnya disebut dengan kontrak kerja), Penggugat bekerja sebagai Technical Advisor/Fasilities Manager atau sebagai Penasehat Teknis, ditempatkan di Propinsi Riau, dengan gaji tahunan sebesar US $ 54,000 (lima puluh empat ribu US Dollar), yang dibayarkan tiap bulan sebesar US $ 4,500. Dalam konteks penulisan tesis ini, penggugat adalah subjek hokum orang asing.
bertanggal 5 Mei 2004, akan tetapi PHK dinyatakan berlaku mundur terhitung sejak tanggal 30 April 2004.
PT. Patra Supplies And Service adalah perusahaan yang didirikan dan tunduk pada hukum Indonesia, berdomisili dan berlamat kantor di Indonesia, serta menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia, oleh karenanya selain tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan, PT. Patra Supplies And Service juga tunduk pada Peraturan Perusahaannya sendiri, serta Kontrak Kerja yang ditandatangani oleh Penggugat sebagai orang asing dan PT. Patra Supplies And Service.
Meskipun kontrak kerja a quo memilih hukum dan Pengadilan Singapura dalam penyelesaian permasalahan yang diatur dalam kontrak kerja tersebut, namun kontrak kerja tersebut tidak mengesampingkan berlakunya Peraturan Perusahaan PT. Patra Supplies And Service sendiri, dan hukum Indonesia yang lebih tinggi kedudukannya dari kontrak kerjaa quo.
And Service, membayar kepada Pekerja Sdr. David J Duffi, yaitu ganti rugi berupa sisa upah sebesar 9 (sembilan) bulan upah. PT PSAS juga dianjurkan agar Sdr. David J Duffi, menerima kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dalam butir satu di atas; dan agar pihak perusahaan dan Pekerja memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu paling lama tujuh hari setelah menerima anjuran.
PT. PSAS mengajukan keberatan atas putusan tersebut kepada P4D Propinsi DKI Jakarta. P4D Propinsi DKI Jakarta dalam putusannya tanggal 7 Desember 2004 memutuskan: menyatakan hubungan kerja antara Pengusaha PT. PSAS dengan Pekerja David J Duffi putus terhitung sejak tanggal 1 Mei 2004; dan mewajibkan kepada Pengusaha membayarkan kepada Pekerja secara tunai tanpa angsuran, berupa: “Uang ganti rugi : 9 x Rp. US $ 4,500 = US $ 40,500 (empat puluh ribu lima ratus dollar Amerika Serikat);
Melalui putusan No. 365/483/83-7/IX/PHK/3-2005 tanggal 29 Maret 2005 telah diubah isi putusan P4D tersebut, yaitu, menyatakan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat di Jakarta dapat mengabulkan permohonan banding Pengusaha PT. PSAS dan Penyelesaian perkara Pemutusan Hubungan Kerja yang terjalin antara Pengusaha PT. PSAS dengan Pekerja Sdr. David J Duffi, mengacu pada perjanjian kerja yang ditandatangani oleh Pekerja Sdr. David J Duffi dengan Pengusaha PT. PSAS tanggal 27 Januari 2004 dengan menggunakan undang-undang/hukum yang berlaku di Singapura.
Pembatalan Keputusan Tergugat tersebut bukannya tanpa alasan dan dasar yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penggugat menjelaskan hal itu dalam pertimbangan mengenai:
Permasalahan atau fakta
batas waktu. Akan tetapi, segala perjanjian yang berkenaan dengan status Penggugat sebagai Pekerja di Indonesia, seperti IKTA, RPTKA, dan dokumen lainnya diurus dan menjadi tanggung jawab PT. Patra Supplies And Service untuk jangka waktu sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
Bilamana perjanjian tersebut tidak dapat diperpanjang meskipun kontrak kerja tidak mengenai batas waktu, Penggugat tidak akan dapat bekerja dengan sah. Dengan kata lain, dalam permasalahan ini, Penggugat dipekerjakan oleh PT. PSAS untuk jangka waktu sekurang-kurangnya selama satu tahun.
Pengggugat membantah apa yang disampaikan oleh Mr. Bob Nowk, baik mengenai ketidakpuasannya maupun mengenai masa percobaan. Penggugat merasa ia telah bekerja dengan baik sesuai posisi Penggugat dan Penggugat dipekerjakan tanpa mengenal masa percobaan sebagaimana kontrak kerja, namun hal tersebut tidak merubah keputusannya.
Pada tanggal 7 Mei 2004 (bulan keempat masa kerja Penggugat), Penggugat menerima surat PHK bertanggal 5 Mei 2004 dari PT. PSAS. PHK tersebut dinyatakan berlaku mundur, yakni terhitung sejak tanggal 30 April 2004, padahal pernyataan PHK secara lisan saja disampaikan pada tanggal 4 Mei 2004;
Menurut penggugat, PHK tersebut dilakukan tanpa mendapatkan ijin terlebih dahulu dari P4D Propinsi DKI Jakarta; dan terhadap keterangan PT. PSAS pada saat pertemuan di Disnaker Jakarta, P4D Jakarta ataupun dalam memori banding sebagaimana dikutip oleh Tergugat pada salinan putusan Tergugat ingin menegaskan beberapa hal.
Service, adalah tidak benar. Dapat dijelaskan lagi, bahwa disamping tidak ada job description dari PT. Patra Supplies And Service, diantara instruksi yang diberikan kepada Penggugat bukan merupakan bidang tugas Penggugat. Demikian pula, menurut penggugat, mengenai kejadian-kejadian sebagaimana yang didalilkan PT. Patra Supplies And Service, juga tidak diketahui oleh Penggugat, sehingga hal yang demikian haruslah ditolak.
Penggugat tidak pernah menyatakan ataupun mengakui kepada Managing Director dan General Manager PT. Patra Supplies And Service bahwa hal-hal yang tidak diharapkan dari operasi perusahaan adalah kesalahan Penggugat. Keterangan-keterangan PT. Patra Supplies And Service tersebut tidak pernah dibuktikan. Bahkan Penggugat tidak pernah diberitahukan mengenai memori banding PT. Patra Supplies And Service pada saat PT. Patra Supplies And Service mengajukan keberatan pada Tergugat, sehingga Penggugat tidak dapat memberikan tanggapan pada Tergugat.
yang bernama Sahat Siregar) sebagai alasan untuk memutuskan hubungan kerja dengan Penggugat.
Penggugat juga menolak pernyataan PT. Patra Supplies And Service yang menganggap PHK dan hak-hak Penggugat atas PHK tersebut harus diselesaikan dengan hukum dan pada Pengadilan Singapura, bukan menurut hukum dan Pengadilan Indonesia, hal yang demikian merupakan penafsiran PT. Patra Supplies And Service mengenai pemberlakuan kontrak kerja.
B. Mengenai pertimbangan dan putusan Tergugat
Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian Tergugat berpendapat Oleh karena Sdr. David J Duffi sebagai pihak berstatus WNA yang berdomisili di Australia dan Perjanjian Kerja dapat ditandatangani dimanapun juga, sehingga tidak berarti bahwa perjanjian yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak harus tunduk pada undang-undang yang berlaku dimana perjanjian kerja tersebut ditandatangani. Sesuai persyaratan angka 12 dari perjanjian kerja No. MD.0054/04 tanggal 27 Januari 2004 yang disetujui oleh Sdr. David J Duffi, perjanjian itu demi hukum tunduk di bawah hukum Singapura. Bila terjadi perselisihan apapun akan diajukan ke Pengadilan Singapura. Panitia Pusat menilai berdasarkan perjanjian kerja No. MD.0054/04 tahun 2004 (kontrak kerja) tersebut tidak mengesampingkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Tetapi, Perjanjian Kerja tersebut tunduk di bawah hukum Singapura. Sehingga perselisihan tersebut seharusnya diajukan kepada Pengadilan Singapura.
Pendapat dan putusan Tergugat pada perkara a quo sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam wilayah hukum Republik Indonesia, yaitu: Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang Tenaga Kerja di Indonesia: Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Berdasarkan ketentuan tersebut David J Duffi/Penggugat termasuk dalam pengertian Pekerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Selanjutnya, berdasarkan angka 4, 5 dan 6 Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, PT. Patra Supplies And Service telah memenuhi persyaratan untuk dapat disebut sebagai pemberi kerja, Pengusaha, ataupun Perusahaan.
Oleh sebab itu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai tenaga kerja asing, dalam hubungan antara Penggugat dengan PT. Patra Supplies And Service adalah mutlak adanya.
seluruh Pekerja (baik asing maupun lokal) serta membuka peluang kepada Pekerja dan Pengusaha untuk membuat perjanjian kerja atau kontrak kerja yang merumuskan hak dan kewajiban lainnya dari Pekerja atau Pengusaha. Akan tetapi, hak dan kewajiban tersebut tidak boleh meniadakan atau bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Oleh karenanya Pekerja maupun Pengusaha disamping tunduk pada perjanjian kerja tersebut, mereka juga tunduk pada undang-undang yang berlaku. Dengan kata lain, perjanjian tersebut berlaku sebagai perjanjian tambahan, sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk mengenai penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.
Pendapat Tergugat yang membenarkan pendapat PT. PSAS bahwa dalam permasalahan PHK a quo diberlakukan hukum dan Pengadilan Singapura adalah pendapat yang keliru. Meskipun kontrak kerja tersebut memilih hukum dan Pengadilan Singapura.
PT. PSAS adalah badan hukum yang didirikan dan tunduk pada hukum Indonesia serta menjalankan aktivitas di Indonesia. Demikian pula dengan Penggugat yang bekerja sebagai Tenaga Kerja di Indonesia. Karenanya, baik Penggugat maupun PT. PSAS tunduk pada hokum. Dalam penyelesaian permasalahan PHK Penggugat, apalagi mengenai berlakunya hukum Indonesia (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003), dinyatakan dengan tegas oleh Tergugat, lebih tegas lagi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 telah mengatur mengenai masalah yang timbul dalam hubungan kerja di Indonesia.
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia. Hak dan kewajiban tersebut antara lain adalah hak Penggugat atas dua bulan gaji dari PT. PSAS. Jika yang melakukan PHK adalah PT. PSAS atau kewajiban PT. PSAS untuk menempatkan Penggugat pada perusahaan lain jika Penggugat di PHK.
Karena Tergugat tidak memberikan putusan sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh undang-undang yang berlaku, maka putusan Tergugat No. 365/483/83-7/IX/PHK/3-2005 tanggal 29 Maret 2005 pada perkara ini haruslah dinyatakan batal atau tidak sah.
Anjuran Disnaker Propinsi DKI Jakarta dan putusan P4D Propinsi DKI Jakarta tanggal 7 Desember 2004 yang memerintahkan PT. PSAS untuk membayar sisa gaji Penggugat selama sembilan bulan adalah sudah tepat. Lamanya waktu kerja bagi Pekerja Asing di Indonesia yang kontrak kerjanya tidak ada batas waktu, setidak-tidaknya adalah sesuai dengan jangka waktu Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA) yang diberikan kepadanya.
mempekerjakan Penggugat sekurang-kurangnya selama satu tahun, mengenai hal ini tidak dapat dibantah kebenarannya, baik oleh PT. PSAS maupun oleh Tergugat, mengingat dokumen dimaksud diurus sendiri oleh PT. PSAS.
Pembayaran kepada Penggugat selama sembilan bulan dari gaji yang masih tersisa, juga menjadi berdasar. Pasal 62 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pada pokoknya menyebutkan bahwa apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti kerugian kepada pihak lainnya sebesar upah Pekerja/buruh sampai berakhirnya jangka waktu pejanjian kerja.
Oleh sebab itu anjuran dan putusan P4D Propinsi DKI Jakarta layak dan adil untuk dipertahankan. Pertimbangan dan putusan tergugat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, yakni Asas Kecermatan dan Keseimbangan.
sebagai bahan pertimbangan untuk memutus perkara ini sehingga memandang tidak perlu lagi mengadakan sidang hearing untuk menolak tambahan data/keterangan tambahan dari kedua belah pihak sebagaimana dimaksud Pasal 18 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957joPasal 6 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1957.
Pendapat tersebut jelas keliru dan jauh dari asas kecermatan dan keseimbangan yang semestinya diterapkan oleh Tergugat. PT. PSAS telah menyampaikan keterangan secara sepihak melalui memori bandingnya. Memori banding tersebut tidak pernah disampaikan kepada Penggugat oleh Tergugat.
Setelah tidak menyampaikan salinan memori banding, PT. PSAS kepada Penggugat, Tergugat juga tidak memanggil Penggugat untuk memberikan penjelasan. Bahkan, Tergugat langsung mengambilalih seluruh keterangan pada memori banding PT. PSAS sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan putusannya.
Tergugat pada waktu membuat putusan pada perkara ini, telah tidak memperhatikan semua fakta terkait, serta tidak pula memperhatikan pihak pada perkara ini, yakni Penggugat.
Umum Pemerintahan Yang Baik, serta sangat merugikan Penggugat, maka putusan Tergugat a quo haruslah dinyatakan batal atau tidak sah, dan menghukum Tergugat untuk menerbitkan keputusan TUN yang baru yang menghukum PT. PSAS membayar kepada Penggugat sisa gaji Penggugat untuk waktu sembilan bulan, yakni sebesar empat puluh ribu lima ratusUS Dollaratau dengan kata lain putusan P4D Propinsi DKI Jakarta harus dilaksanakan oleh PT. Patra Supplies And Service.
Terhadap gugatan tersebut, PT TUN Jakarta telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 226/G/2005/PT.TUN.JKT. tanggal 14 Juni 2006, yang amarnya menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar dua ratus dua puluh sembilan ribu lima ratus rupiah.
Sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Penggugat pada tanggal 21 Juli 2006 kemudian terhadapnya oleh Penggugat dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 3 Agustus 2006 diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 3 Agustus 2006 sebagaimana ternyata dari akta permohonan kasasi No. 195/K/2006/PT.TUN.JKT. yang dibuat oleh Wakil Panitera PT TUN Jakarta, permohonan mana diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut pada tanggal 16 Agustus 2006.
Setelah itu oleh Tergugat yang pada tanggal 22 Agustus 2006 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Penggugat dan terhadapnya tidak mengajukan jawaban memori kasasi.
dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima.
Pemohon Kasasi/Penggugat adalah karyawan yang bekerja pada Pengusaha PT. PSAS terhitung sejak tanggal 1 Pebruari 2004, sesuai dengan penunjukan PT. PSAS No. MD.005/04 tanggal 27 Januari 2004 selanjutnya disebut sebagai Technical Advisor/Fasilities Manager atau sebagai Penasehat Teknis, ditempatkan di Propinsi Riau, dengan gaji tahunan sebesar lima puluh empat ribuUS Dollar, yang dibayarkan tiap bulan sebesar US $ 4,500.
tetapi PHK dinyatakan berlaku mundur, terhitung sejak tanggal 30 April 2004.
PT. PSAS adalah perusahaan yang didirikan dan tunduk pada hukum Indonesia, berdomisili dan beralamat kantor di Indonesia, serta menjalankan kegiatan usahanya di Indonsia. Oleh karenanya, selain tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan, PT. PSAS juga tunduk pada peraturan perusahaannya sendiri, serta kontrak kerja yang ditandatangani oleh Pemohon Kasasi/Penggguat dan PT. PSAS.
Dengan kata lain di samping peraturan perusahaan yang diberlakukan atau perjanjian Pemohon Kasasi/Penggugat dengan PT. PSAS, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia tetap berlaku dan tidak pernah dikesampingkan oleh para pihak sebagaimana yang diakui oleh PT. PSAS dan oleh Termohon Kasasi/Tergugat pada putusannya.
sendiri dan hukum Indonesia yang lebih tinggi kedudukannya dari kontrak kerjaa quo.
Atas PHK yang dilakukan PT. PSAS tersebut, Pemohon Kasasi/Penggugat telah melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) DKI Jakarta, selanjutnya Disnaker DKI Jakarta memberikan anjuran agar perusahaan PT. PSAS membayarkan kepada Pekerja Sdr. David J Duffi, yaitu ganti rugi berupa sisa upah sebesar sembilan bulan upah. David J Duffi dapat menerima kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dalam butir satu di atas; dan agar pihak perusahaan dan Pekerja memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran sebagaimana tersebut di atas, selambat-lambatnya dalam waktu paling lama tujuh hari setelah menerima anjuran ini.
angsuran sebagai berikut: Uang ganti rugi empat puluh ribu lima ratusDollarAmerika Serikat.
7Baik Disnaker maupun P4D Propinsi DKI Jakarta telah menganjurkan PT. PSAS tetap keberatan dengan putusan tersebut dan mengajukan banding kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat atau Termohon Kasasi/Tergugat.
Termohon Kasasi/Tergugat melalui putusannya No. 365/483/83-7/IX/PHK/3-2005 tanggal 29 Maret 2005 telah mengubah isi putusan P4D tersebut, sehingga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat di Jakarta dapat mengabulkan permohonan banding Pengusaha PT. PSAS; dan penyelesaian perkara Pemutusan Hubungan Kerja yang terjalin antara Pengusaha PT. PSAS dengan Pekerja Sdr. David J Duffi, yang dalam perkara ini memberi kuasa kepada Yuherman Law Office, mengacu pada perjanjian kerja yang ditandatangani oleh Pekerja Sdr. David J Duffi dengan Pengusaha PT. PSAS tanggal 27 Januari 2004 dengan menggunakan undang-undang/hukum yang berlaku di Singapura.
perundang-undangan yang berlaku, dan bertentangan pula dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Sehingga berdasar Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004, keputusan Termohon Kasasi/Tergugat tersebut haruslah dinyatakan batal atau tidak sah.
Advisor/Facilities Manager atau sebagai Penasehat Teknis dan ditempatkan di Propinsi Riau dengan gaji tahunan sebesar lima puluh empat ribu US Dollar yang dibayarkan tiap bulan kepada Pemohon Kasasi/Penggugat sebesar US $ 4,500. Kontrak kerja tersebut tidak mengenal masa percobaan dan tanpa batas waktu, akan tetapi segala perjanjian yang berkenaan dengan status Pemohon Kasasi/Penggugat sebagai Pekerja di Indonesia, seperti IKTA, RPTKA, dan dokumen lainnya diurus dan menjadi tanggung jawab PT. PSAS untuk jangka waktu sekurang-kurangnya selama satu tahun.
Bilamana perjanjian tersebut tidak dapat diperpanjang, meskipun kontrak kerja tidak mengenal batas waktu, maka Pemohon Kasasi/Penggugat tidak akan dapat bekerja dengan sah, atau dengan kata lain dalam permasalahan ini Pemohon Kasasi/Penggugat dipekerjakan oleh PT. PSAS untuk jangka waktu sekurang-kurangnya selama satu tahun.
dengan Mr. Bob Nowk selaku Direktur PT. PSAS pada tanggal 4 Mei 2004 di kantor perusahaan. Pada saat tersebut Mr. Bob Nowk menyatakan ketidakpuasannya dengan kinerja Pemohon Kasasi/Penggugat, atas dasar itu PT. PSAS melakukan PHK terhadap Pemohon Kasasi/Penggugat tanpa pembayaran apapun, karena menurut PT. PSAS, Pemohon Kasasi/Penggugat dalam masa percobaan.
Pemohon Kasasi/Penggugat membantah apa yang disampaikan oleh Mr. Bob Nowk, baik mengenai ketidakpuasannya maupun mengenai masa percobaan, karena Pemohon Kasasi/Penggugat telah bekerja dengan baik sesuai dengan posisi Pemohon Kasasi/Penggugat, dan Pemohon Kasasi/Penggugat dipekerjakan tanpa mengenal masa percobaan sebagaimana kontrak kerja, namun hal tersebut tidak merubah keputusannya.
lebih dahulu dari P4D Propinsi DKI Jakarta. Terhadap keterangan PT. PSAS pada saat pertemuan di Disnaker Jakarta, P4D Jakarta ataupun dalam memori bandingnya sebagaimana yang dikutip oleh Termohon Kasasi/Tergugat pada salinan putusannya, Termohon Kasasi/Tergugat ingin menegaskan. Dalil-dalil PT. PSAS yang pada pokoknya menyebutkan bahwa Pemohon Kasasi/Penggugat tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang didistribusikan PT. PSAS adalah tidak benar. Dijelaskan lagi bahwa di samping tidak ada job descriptiondari PT. PSAS, diantara instruksi yang diberikan kepada Pemohon Kasasi/Penggugat bukan merupakan bidang tugas Pemohon Kasasi/Penggugat, demikian pula mengenai kejadian-kejadian sebagaimana yang didalilkan PT. PSAS, juga tidak diketahui oleh Pemohon Kasasi/Penggugat, sehingga hal yang demikian haruslah ditolak.
mengenai memori banding PT. PSAS pada saat PT. PSAS mengajukan keberatan pada Termohon Kasasi/Tergugat. Sehingga Pemohon Kasasi/Penggguat tidak dapat memberikan tanggapan pada Termohon Kasasi/Tergugat. Keterangan PT. PSAS semakin tidak berdasar lagi karena PT. PSAS juga menjadikan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain (karyawan yang bernama Sahat Siregar) sebagai alasan untuk memutuskan hubungan kerja dengan Pemohon Kasasi/Penggugat.
Pemohon Kasasi/Penggugat juga menolak pernyataan PT. PSAS yang menganggap PHK dan hak-hak Pemohon Kasasi/Penggugat atas PHK tersebut harus diselesaikan dengan hukum dan Pengadilan Singapura, bukan menurut hukum dan Pengadilan Indonesia. Hal yang demikian merupakan penafsiran PT. PSAS mengenai pemberlakuan kontrak kerjaa quo.
Mengenai pertimbangan dan putusan Termohon Kasasi/Tergugat.
permasalahan dimaksud Pemohon Kasasi/Penggugat sampaikan Pertimbangan dan putusan Termohon Kasasi/tergugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ternyata Termohon Kasasi/Tergugat hanya mengambilalih begitu saja seluruh memori banding PT. PSAS sebagai bahan pertimbangan sebelum memberikan pendapatnya. Dapat dilihat pada salinan putusannya dan tidak ada satu kalimatpun pertimbangan Termohon Kasasi/Tergugat yang bukan merupakan keterangan Pemohon Kasasi/Penggugat;
Singapura. Panitia Pusat menilai berdasarkan perjanjian kerja No. MD.0054/04 tanggal 27 Januari 2004 (kontrak kerja) tersebut tidak mengesampingkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tetapi perjanjian kerja tersebut tunduk di bawah hukum Singapura, sehingga perselisihan tersebut seharusnya diajukan kepada Pengadilan Singapura.
Pendapat Termohon Kasasi/Tergugat tersebut, diambilalih seutuhnya dari memori banding PT. PSAS, sebagaimana uraian memori banding yang dituliskan kembali oleh Termohon Kasasi/tergugat.
Pernyataan Pemohon Kasasi/Penggugat bahwa kontrak kerja a quotidak mengesampingkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 seharusnya ditindaklanjuti dengan memutus permasalahan PHK a quo berdasarkan undang-undang tersebut, sehingga hak-hak Pemohon Kasasi/Penggugat tetap terlindungi, dan PT. PSAS harus memenuhi kewajibannya kepada Pemohon Kasasi/Penggugat sebagaimana yang telah diputuskan oleh P4D DKI Jakarta.
tegas mengenai masalah yang timbul dalam hubungan kerja di Indonesia.
Pemilihan hukum dan Pengadilan Singapura sebagaimana yang disebutkan dalam kontrak kerja, hanya diberlakukan penyelesaian dalam pelaksanaan kontrak kerja berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang disepakati oleh Pemohon Kasasi/Penggugat dan PT. PSAS selain hak-hak dan kewajiban-kewajiban Pekerja dan Pengusaha yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia. Hak dan kewajiban tersebut antara lain adalah hak Pemohon Kasasi/Penggugat atas dua bulan gaji dari PT. PSAS jika yang melakukan PHK adalah PT. PSAS, atau kewajiban PT. PSAS untuk mendapatkan Pemohon Kasasi/Penggugat pada perusahaan lain jika Pemohon Kasasi/Penggugat di PHK.
Anjuran Disnaker Propinsi DKI Jakarta dan putusan P4D Propinsi DKI Jakarta tanggal 7 Desember 2004 yang memerintahkan PT. PSAS untuk membayar sisa gaji Pemohon Kasasi/Penggugat selama sembilan bulan adalah sudah tepat, mengingat lamanya waktu kerja bagi Pekerja Asing di Indonesia yang kontrak kerjanya tidak ada batas waktu, setidak-tidaknya adalah sesuai dengan jangka waktu Ijin Tenaga Kerja Asing yang diberikan kepadanya.
Badan Koordinasi Penanaman Modal telah menyetujui permohonan PT. PSAS untuk mempekerjakan Pemohon Kasasi/Penggugat sekurang-kurangnya selama satu tahun. Mengenai hal ini tidak dapat dibantah kebenarannya, baik oleh PT. PSAS maupun oleh Termohon Kasasi/Tergugat mengingat dokumen dimaksud diurus sendiri oleh PT. PSAS.
membayar ganti kerugian kepada pihak lainnya sebesar upah Pekerja/Buruh sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Oleh sebab itu, anjuran dan putusan P4D Propinsi DKI Jakarta layak dan adil untuk diperintahkan. Pertimbangan dan putusan Termohon Kasasi/Tergugat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, yakni Asas Kecermatan dan Keseimbangan. Termohon Kasasi/Tergugat mengatakan setelah meneliti dan mempelajari berkas perkara ini, Panitia Pusat berpendapat telah cukup data sebagai bahan pertimbangan untuk memutus perkara ini, sehingga memandang tidak perlu lagi mengadakan sidang hearing untuk mencari tambahan data/keterangan tambahan dari kedua belah pihak sebagaimana dimaksud Pasal 18 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1967.
menyampaikan salinan memori banding, PT. PSAS kepada Pemohon Kasasi/Penggugat, Termohon Kasasi/Tergugat juga tidak memanggil Pemohon Kasasi/Penggugat untuk memberikan penjelasan, bahkan Termohon Kasasi/Tergugat langsung mengambilalih seluruh keterangan pada memori banding PT. PSAS sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan putusannya. Hal ini memberikan bahwa Termohon Kasasi/Tergugat pada waktu membuat putusan pada perkara ini, telah tidak memperhatikan semua fakta terkait, serta tidak pula memperhatikan kepentingan pihak pada perkara ini, yakni Pemohon Kasasi/Penggugat.
puluh ribu lima ratus US Dollar. Dengan kata lain putusan P4D Propinsi DKI Jakarta harus dilaksanakan oleh PT. PSAS.
Pertimbangan Termohon Kasasi/Tergugat yang bertentangan dengan hukum dan/atau tidak menetapkan hukum (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003) sebagaimana mestinya, hukum diambilalih dan dibenarkan oleh PT TUN Jakarta. Melalui putusannya tersebut di atas, oleh sebab itu putusan PT TUN Jakarta juga harus dibatalkan.
Alasan dan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat pada perkara ini sesuai menurut hukum, maka menjadi beralasan dan berdasar bagi Majelis Hakim Agung di tingkat kasasi untuk membatalkan putusan PT TUN di atas, selanjutnya mengadili sendiri perkara ini.
Oleh karena itu, Pemohon Kasasi/Penggugat mohon kepada Mahkamah Agung RI untuk memperhatikan putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) Jakarta sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
pertimbangan. Keberatan-keberatan tersebut hanya pengulangan kembali dari dalil-dalil gugatan yang sudah dipertimbangkan dengan benar dan tepat oleh Judex Factie. Sesuai Pasal 12 Perjanjian Kontrak Kerja, dinyatakan apabila terjadi sengketa dalam kontrak kerja tersebut akan diselesaikan menurut Hukum Singapura di Pengadilan Singapura.
Berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan PT TUN Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: David J Duffi tersebut harus ditolak. Karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini.
Mahkamah mengadili: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: David J Duffi tersebut; danMenghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar lima ratus ribu rupiah.
3.1.c. Putusan Nomor 286 K/Pdt.Sus-PHI/2013
Perkara ini adalah perdata khusus perselisihan hubungan industrial dalam tingkat kasasi. Dalam perkara antara: PT. Siemens Indonesia sebagai Pemohon Kasasi I juga Termohon Kasasi II dahulu Tergugat, melawan Stephen Michael Young, Warga Negara Australia, sebagai Termohon Kasasi I juga Pemohon Kasasi II dahulu Penggugat.
Dari surat-surat tersebut, ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi I juga Pemohon Kasasi II dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap Pemohon Kasasi I juga Termohon Kasasi II dahulu sebagai Tergugat di depan persidangan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
pencatatan perselisihan hubungan industrial yang diajukan oleh Penggugat telah memberikan anjuran agar pekerja (sekarang Penggugat) dapat menerima Pemutusan Hubungan Kerja dengan Pengusaha akibat dari berakhirnya masa Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing atas nama Pekerja terhitung tanggal 24 Oktober 2011, sesuai Surat Keputusan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Kep-29167/MEN/B/IMTA/2010, tanggal 18 Oktober 2010.
Agar kedua belah pihak memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut di atas, selambat-lambatnya dalam jangka waktu sepuluh hari kerja setelah menerima anjuran ini.
Penggugat bekerja pada Tergugat secara terus-menerus tanpa putus sejak tanggal 21 April 1998 s/d tanggal 30 September 2011 (selama ± 13 Tahun). Anjuran tersebut mentolerir pelanggaran-pelanggaran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Tergugat. Anjuran tersebut mengkaitkan hubungan kerja dengan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), padahal hubungan kerja dan IMTA adalah dua hal yang berbeda.
Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing IMTA, adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri/Pejabat yang ditunjuk kepada Pemberi Kerja.
Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
berakhirnya IMTA. Apabila IMTA berakhir, hubungan kerja masih berlangsung, maka adalah kewajiban Pemberi Kerja mengajukan permohonan perpanjangan masa berlakunya IMTA.
Penggugat adalah Warga Negara Asing (Australia) yang telah bekerja pada Tergugat sejak tanggal 21 April 1998 s/d tanggal 30 September 2011. Jabatan terakhir sebagaiManager PTD Service (PTD SE), dengan gaji/pendapatan tetap pertahun sebesar seratus dua puluh satu ribu delapan puluh satuEuro.
kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan, dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam dan di luar negeri. Menurut Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Modal dan Kesusilaan; Perlakuan yang Sesuai dengan Harkat dan Martabat Manusia Serta Nilai-Nilai Agama.
Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana tersebut di atas, selalu menggunakan kata-kata setiap orang/setiap pekerja, membuktikan bahwa peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak membeda-bedakan/memberikan perlakuan atau perlindungan yang berbeda antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Itu artinya, memberikan perlindungan yang sama kepada Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang bekerja di dalam wilayah Republik Indonesia.
bahasa Indonesia. Isinya, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan apabila timbul perselisihan dalam hubungan kerja tersebut akan diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan. Apabila penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan tidak selesai, maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalahnya ke Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Hal tersebut berarti bahwa Penggugat dan Tergugat telah sepakat dan setuju menundukkan diri dan memilih hukum Negara Republik Indonesia dalam mengadakan hubungan kerja dan menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan hubungan kerja tersebut.
Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk kepada Pemberi Kerja TKA.
Meskipun setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memiliki IMTA, akan tetapi IMTA bukan merupakan dasar terjadinya hubungan kerja. IMTA hanya merupakan izin yang diberikan oleh Menteri/Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja. Dasar terjadinya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh adalah perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU Ketenagakerjaan.
Menurut Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Menurut Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Antara Penggugat dengan Tergugat telah mengadakan hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja/kesepakatan kerja waktu tertentu.
Sdr. M. Hasier selaku Project Manager dan Sdr. Gunawan selaku Project Site Commercia dengan Penggugat. Letter of Appointment tersebut pada pokoknya mengatur Jabatan Penggugat adalah sebagai Electrical and Instrumentation Supervisor Tergugat; Masa kerja Penggugat terhitung sejak tanggal 10 April 1998 sampai dengan tanggal 31 Maret 1999; Pendapatan Penggugat sebesar U$S 7.600,-(tujuh ribu enam ratus dollar Australia) per bulan; Penggugat akan menjalani masa percobaan selama 3 bulan; dan Letter of Appointment dibuat berdasarkan dan tunduk pada hukum Negara Republik Indonesia.
Meskipun Letter of Appointment tersebut di atas berakhir pada tanggal 31 Maret 1999, akan tetapi Penggugat tetap bekerja pada Tergugat sampai dengan tanggal 28 Februari 2001, menerima gaji setiap bulannya dan menerima bonus tahun 1999, tahun 2000, dan tahun 2001.
tanggal 01 Maret 2001 sampai dengan 31 Maret 2002; Penggugat akan menjalani masa percobaan selama 3 bulan; Jabatan Penggugat sebagai responsible to the Departement Manager of I & S2 PM; Pendapatan dasar Penggugat sebesar sebelas juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah per bulan; Uang pesangon akan dibayarkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; Apabila terjadi perselisihan mengenai hubungan kerja, akan diselesaikan secara kekeluargaan/damai dan apabila tidak tercapai, maka para pihak akan menyelesaikan melalui Departemen Tenaga Kerja Negara Republik Indonesia; dan Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada perjanjian kerja bersama berlaku, sepanjang tidak diatur dalam perjanjian kerja ini.
Meskipun Employment Agreement tersebut di atas, berakhir pada tanggal 31 Maret 2002, akan tetapi Penggugat tetap bekerja pada Tergugat sampai dengan tanggal 30 September 2002, menerima gaji setiap bulannya dan menerima bonus tahun 2002.
mengatur Penggugat akan mulai bekerja di Jakarta sejak tanggal 01 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003; Penggugat akan menjalani masa percobaan selama 3 bulan; Jabatan Pemohon sebagai responsible to the Departement Manager of I & S2 PM; Pendapatan dasar Pemohon sebesar Rp13.676.688,00 (tiga belas juta enam ratus tujuh puluh enam ribu enam ratus delapan puluh delapan rupiah) per bulan; Uang pesangon akan dibayarkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; Apabila terjadi perselisihan mengenai hubungan kerja, akan diselesaikan secara kekeluargaan/damai dan apabila tidak tercapai, maka para pihak akan menyelesaikan melalui Departemen Tenaga Kerja Negara Republik Indonesia; dan Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada perjanjian kerja bersama berlaku, sepanjang tidak diatur dalam perjanjian kerja ini.
tanggal 01 Oktober 2004 s/d 30 September 2005; Tempat penerimaan dan penempatan Penggugat di Jakarta; Jabatan Penggugat: Head of Department/Manager PTD Services (PTD SE); Gaji kotor sebesar Rp17.000.000,- (Tujuh belas juta rupiah) bruto per bulan. Golongan level 6; Pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan penuh berhak atas cuti tahunan sebanyak 25 hari kerja. Apabila pekerja belum/tidak memenuhi masa kerja 12 (dua belas) bulan, maka cuti tahunan dapat diambil secara proporsional dengan persetujuan atasannya; Jika terjadi perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja, kedua belah pihak sepakat akan mengusahakan penyelesaian secara musyawarah kekeluargaan. Apabila penyelesaian secara musyawarah kekeluargaan tidak dapat diselesaikan, maka kedua belah pihak sepakat menyerahkan masalahnya ke Departemen Tenaga Kerja sebagai langkah terakhir; dan Para pihak dapat diperpanjang kesepakatan kerja untuk waktu tertentu, dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada pihak lain, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum kesepakatan kerja waktu tertentu ini berakhir.
diwakili Lola Irene Harahap dan Juergen Marksteiner dengan Penggugat. Kesepakatan kerja waktu tertentu tersebut pada pokoknya Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan kesepakatan kerja terhitung mulai sejak tanggal 1 Oktober 2006 s/d 30 September 2008; Tempat penerimaan dan penempatan Penggugat di Jakarta; Jabatan Penggugat: Head of Department/Manager PTD Services (PTD SE); Gaji kotor sebesar dua puluh juta tujuh ratus empat puluh lima ribu dua ratus rupiah brutto per bulan. Golongan level 6; Pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan penuh berhak atas cuti.
persetujuan atasannya; Jika terjadi perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja, kedua belah pihak sepakat akan mengusahakan penyelesaian secara musyawarah kekeluargaan. Apabila penyelesaian secara musyawarah kekeluargaan tidak dapat diselesaikan, maka kedua belah pihak sepakat menyerahkan masalahnya ke Departemen Tenaga Kerja sebagai langkah terakhir; dan Para pihak dapat memperpanjang kesepakatan kerja untuk waktu tertentu, dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada pihak lainnya, selambat-lambatnya tiga bulan sebelum kesepakatan kerja waktu tertentu ini berakhir.
Letter of Appointment tanggal 21 April 1998, Employment Agreement tanggal 9 Maret 2000, tanggal 2 Oktober 2002, Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu tanggal 1 Oktober 2004, tanggal 1 Oktober 2005, tanggal 1 Oktober 2010 yang dibuat oleh dan antara Penggugat dengan Tergugat sebagaimana diuraikan pada point 9 tersebut di atas dibuat dalam bahasa Indonesia. Berisi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan apabila timbul perselisihan dalam hubungan kerja tersebut akan diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan. Apabila penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan tidak diselesaikan, maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalahnya ke Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Hal tersebut berarti bahwa Penggugat dan Tergugat telah sepakat dan setuju menundukkan diri dan memilih hukum Negara Republik Indonesia dalam melakukan hubungan kerja dan menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan hubungan kerja tersebut.
sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan; Pembaharuan PKWT hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu tiga puluh hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama dua tahun; PKWT yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), maka demi hukum menjadi PKWTT. Hal-hal lain yang belum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Menurut Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disesuaikan dengan UU Ketenagakerjaan 2013).
PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama tiga bulan. Dalam masa percobaan kerja, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
tahun 2010 diperpanjang terus menerus tanpa putus. Di dalam beberapa perjanjian kerja disyaratkan/adanya masa percobaan dan pekerjaan yang dilakukan oleh Penggugat adalah pekerjaan yang bersifat tetap, terus menerus, sehingga PKWT tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 59 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sesuai dengan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PKWT yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (1), ayat (2), dan (4) tersebut, demi hukum menjadi PKWT.
Karena perjanjian kerja antara Penggugat dengan Tergugat demi hukum menjadi PKWTT sebagaimana diuraikan di atas, maka apabila Tergugat ingin memutuskan/mengakhiri hubungan kerja dengan Penggugat, maka harus ada pemberitahuan, alasan, dan memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan 2003.
perbuatan tercela, tidak pernah melakukan kesalahan-kesalahan, sehingga tidak pernah mendapatkan teguran/peringatan dan sanksi dalam bentuk apapun juga dari Tergugat.
Pada tanggal 30 September 2011 Tergugat telah melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja dengan Penggugat tanpa pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan Penggugat, dan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial, dan sejak itu gaji Penggugat tidak lagi dibayar oleh Tergugat. Karenanya pemutusan/pengakhiran hubungan kerja tersebut adalah tidak sah dan batal demi hukum.
pembayaran lainnya, dengan pemberitahuan tertulis tiga bulan sebelumnya, padahal klausula tersebut tidak ada pada PKWT sebelumnya. Bahkan pada perjanjian kerja antara Penggugat dengan Tergugat sebelumnya terdapat klausula yang menyatakan Penggugat berhak mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
(Penggugat) telah bekerja untuk PT. Siemens Indonesia (Tergugat) sejak 10 tahun yang lalu. Karena itu, untuk menghindarkan isu tersebut di atas direkomendasikan agar kontrak Stephen M. Young diputuskan (disampaikan oleh Gilang Hermawan & Lola Irene Harahap).
Setelah adanya conference call tersebut, pada tanggal 12 September 2011 Tergugat menawarkan kompensasi kepada Penggugat sebesar 30% x 14,95 bulan upah dengan syarat kontrak kerja Penggugat tidak diperpanjang lagi. Tawaran Tergugat tersebut Penggugat tolak karena menurut penggugat hal itu tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat, akan tetapi pemutusan hubungan kerja/berakhirnya hubungan kerja tersebut setelah adanya putusan pengadilan perkara ini, bukan karena kesalahan Penggugat, dan Tergugat harus membayar gaji Penggugat yang belum dibayar terhitung sejak bulan Oktober 2011 sampai dengan adanya putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, yang untuk sementara dihitung sampai bulan Mei 2012 selama 8 bulan membayar 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak sebesar tiga ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus dua Euro dengan rincian Gaji Penggugat yang belum dibayar sejak Bulan Oktober 2011 s/d saat ini: 8 bln gaji x Euro 121.081,-: 12 = Euro 80.720,- Pesangon: 2 x 9 bulan gaji x Euro121.081,-: 12 =Euro181.621,- Uang penghargaan masa kerja: 5 bulan gaji xEuro121.081,-: 12 =Euro50.450,- Uang penggantian hak: 15% x (Euro181.621,- +Euro50.450) =Euro34.811,- Total = Euro347.602.
berlaku pada Tergugat, Tergugat selalu memberi bonus kepada Penggugat setiap tahunnya sesuai dengan prestasi bisnis dan prestasi pribadi/personal yang Penggugat capai.
Pada tahun 2011, prestasi bisnis Penggugat adalah sebesar 144,39%, dan prestasi pribadi/personal adalah sebesar 1,25. Sesuai ketentuan yang berlaku pada Tergugat, bonus yang harus diterima oleh Penggugat pada tahun 2011 seharusnya adalah sebesar (144,39% x 1.25 x Rp148.852.362,00) + (144,39% x 1.25 x Euro 20.530,-) = Rp268.659.906,00 + Euro 37.054,-. Akan tetapi yang dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat hanya sebesar Rp188.000.000,00 + Euro 25.936,-. Sehingga masih terdapat kekurangan sebesar Rp 80.659.906,00 +Euro11.118,-.
kekhawatiran Tergugat akan mengalihkan, mengasingkan, dan memindahkan harta kekayaaannya, mohon agar Pengadilan terlebih dahulu meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas harta kekayaan Tergugat berupa: Tanah dan Bangunan beserta isinya milik Tergugat, terletak di Arkadia Office Park Tower F, Level 18, Jl.TB Simatupang Kav.88, Jakarta Selatan.
Oleh karena Gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti yang secara hukum tidak dapat dibantah kebenarannya oleh Tergugat, mohon Pengadilan memberikan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uit voerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya Kasasi, dan/atau upaya hukum lainnya, dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Stephen M. Young diputuskan (disampaikan Gilang Hermawan & Lola Irene Harahap).
peraturan sekaligus hal tersebut sudah disebutkan dalam kontrak kekaryawanan yang bersangkutan. Akibat dari pelanggaran peraturan tersebut karyawan yang bersangkutan akan menjadi karyawan tetap sesuai dengan benefit. Berarti bahwa bila karyawan diberhentikan, maka perusahaan harus membayar semua uang pesangon.
Hasil risalah Conference Call yang diadakan antara manajemen Tergugat yang diwakili Gilang Hermawan & Lola Irene Harahap dengan manajemen Tergugat di Jerman (Mr. Andreas Heine) dan manajemen Tergugat di Malaysia (Mr. Lakhvinder Singh) pada tanggal 9 Agustus 2011 menyimpulkan antara lain adanya resiko hukum seperti pembayaran uang pesangon dan audit dari Kementerian Tenaga Kerja dalam memperpanjang kontrak kekaryawanan tenaga kerja asing di Indonesia lebih dari 5 tahun berturut-turut (disampaikan oleh Gilang Hermawan);
Terhadap gugatan tersebut di atas, Tergugat mengajukan eksepsi bahwa Surat Kuasa yang diajukan oleh Penggugat harus dibuktikan terlebih dahulu keabsahannya.
Mahkamah Agung melalui Yurisprudensi No. 3038 K/Pdt/1981 telah memberikan persyaratan tambahan khusus untuk surat kuasa khusus yang dibuat di luar negeri, yaitu:“Surat kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisir di KBRI setempat.”
Mengingat bahwa kesempatan untuk mengajukan Eksepsi yang bukan bersifat eksepsi kewenangan harus diajukan bersama-sama dengan Jawaban, maka sepanjang Penggugat belum melengkapi Surat Kuasa dengan bukti keberadaan Penggugat di Indonesia ketika menandatangani Surat Kuasanya, Surat Kuasa Penggugat harus dianggap tidak sah atau setidaknya tidak memenuhi ketentuan hukum acara sebagaimana termaksud dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3038 K/Pdt/1981, dan karenanya Gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 85/PHI.G/2012/PN.JKT.PST., tanggal 24 September 2012 yang amarnya dalam Eksepsi: Menolak Eksepsi Tergugat. Dalam Pokok Perkara: mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
Tergugat sejak tanggal 30 September 2011; menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang pisah, dan biaya pemulangan Penggugat beserta keluarganya ke negara asalnya yang seluruhnya sebesar sembilan puluh ribu delapan ratus sepuluhEuro; menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya; dan membebankan biaya perkara kepada Tergugat sebesar tiga ratus dua puluh dua ribu rupiah.
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Hubungan Industrial Jakarta Pusat masing-masing pada tanggal 18 Oktober 2012 dan 19 Oktober 2012.
Memori kasasi dari Tergugat telah disampaikan kepada Penggugat pada tanggal 25 Oktober 2012, kemudian Penggugat mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 6 November 2012.
Memori kasasi dari Penggugat telah disampaikan kepada Tergugat pada tanggal 6 November 2012, kemudian Tergugat mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 20 November 2012.
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima.
berakhirnya hubungan kerjanya tersebut. Padahal di lain pihak Tergugat telah menikmati hasil kerja Penggugat dari tahun 1998 s/d 2011, atau selama tiga belas tahun lamanya."
Pertimbangan hukum yang diberikan olehJudex Factidi atas jelas bertentangan dengan pertimbangan hukum putusana quo yang juga Pemohon Kasasi telah kutip secara utuh di atas, dimana ketentuan Pasal 57 dan 59 UU No. 13/2003 tidak dapat diterapkan bagi penggunaan TKA di Indonesia.
Judex Factiseharusnya konsisten dalam setiap pertimbangan hukumnya. Pengaturan penggunaan TKA di Indonesia memang harus tunduk pada Ketentuan Pasal 42 ayat (4) UU No. 13/2003 yang secara tegas dan tanpa perlu penafsiran apapun telah menyatakan: “Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu."
penggunaan tenaga kerja asing sebagai berikut: "Apabila bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia, pengguna TKWNAP dapat menggunakan TKWNAP sampai batas waktu tertentu."
Merujuk pada ketentuan Pasal 42 ayat (4) UU No. 13/2003 yang dipertegas dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Kepres No. 75/1995 di atas, maka pertimbangan hukum yang diterapkan Judex Facti sudah benar dan tepat, sehingga pertimbangan hukum Judex Factisudah seharusnya dibatalkan oleh Majelis Hakim Agung yang Terhormat ("Judex Juris") agar tercipta konsistensi dalam penerapan hukum.
Yahya Harahap dalam bukunya "Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan," halaman 798, menjelaskan mengenai putusan yang mengandung kontradiksi dalam putusan, sebagai berikut:
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka koreksi atas pertimbangan hukum yang diberikan oleh Judex Facti juga sudah sepatutnya dilakukan oleh Judex Juris. Sikap Mahkamah Agung yang selama ini selalu konsisten dalam penerapan ketentuan hukum mengenai penggunaan TKA di Indonesia sebagaimana terdapat dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 595 K/PDT.SUS/2010 dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 115 PK/PDT.SUS/2009 yang juga dirujuk oleh Judex FactiPutusana quo;
Keberatan KeduaJudex Factikeliru dalam penerapan hukum mengenaipetitum subsidairyang berbentukex aequo et bono. Judex Facti ternyata malah memberikan ultra petitum partium, dengan memberikan putusan yang mengabulkan hal-hal yang tidak pernah diminta ataupun disinggung oleh Termohon Kasasi selama proses persidangan tingkat pertama berlangsung.
"Menimbang, bahwa sekalipun gugatan Penggugat dalam bagian pokok perkara ditolak untuk seluruhnya, namun demikian mengingat Tergugat juga terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 57 ayat (1), yaitu mempekerjakan Penggugat tanpa adanya perjanjian kerja dari tahun 1999 s/d 2001, dan Tergugat terbukti pula telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 59 ayat (4) dan (6), yaitu telah mempekerjakan Penggugat secara terus-menerus selama 13 (tiga belas) tahun lamanya, maka menurut Majelis adalah tidak adil apabila Penggugat tidak mendapatkan kompensasi apapun atas berakhirnya hubungan kerjanya tersebut, padahal di lain pihak Tergugat telah menikmati hasil kerja Penggugat dari tahun 1998 s/d 2011 atau selama 13 (tiga belas) tahun lamanya."
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan dengan mempertimbangkan gugatan Penggugat dan jawaban Tergugat yang mohon putusan yang seadil-adilnya (asas ex aequo et bono) apabila Majelis berpendapat lain, maka Majelis akan memutus perkara ini sesuai asas keadilan sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 140 K/Sip/1971 tanggal 12 Agustus 1972, dan Majelis berpendirian, pertimbangan aspek ini tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR.
sebesar 2 kali upah tetap Penggugat, yaitu secara keseluruhan sebesar 9 XEuro121.081/12 =Euro90.810.
Kekeliruan dan ketidakkonsistenan pertimbangan Judex Facti di atas telah Pemohon Kasasi uraikan secara terperinci dalam Keberatan Pertama di atas. Selanjutnya dibawah ini Pemohon Kasasi menguraikan kekeliruan Judex Facti dalam pertimbangan hukumnya.
Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Acara Perdata
tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan," menjelaskan mengenai "panduan" dalam penerapanpetitum subsidairyang berbentuk "ex aequo et bono".
Asas lain digariskan pada Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBG, dan Pasal 50 Rv. Putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan. Larangan ini disebut ultra petitum portium. Hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultra vires, yakni bertindak melampaui wewenangnya (beyond the powers of his authority). Apabila putusan mengandung ultra petitum, harus dinyatakan cacat (invalid), meskipun hal itu dilakukan hakim dengan itikad baik (good faith) maupun sesuai dengan kepentingan umum (public interest). Mengadili dengan cara mengabulkan melebihi dari apa yang digugat, dapat dipersamakan dengan tindakan yang tidak sah (illegal) meskipun dilakukan dengan iktikad baik.
ayat (3) HIR kepadanya. Padahal sesuai dengan prinsiprule of law, siapapun tidak boleh melakukan tindakan yang melampaui batas wewenangnya.
diajukan oleh Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi yang meminta putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Jika Judex Jurismempelajari isi Gugatan dan Jawaban serta merujuk pada pendapat dari Yahya Harahap sebagaimana diuraikan di atas, maka, menurut penggugat, tidak ada satupun dalil maupun petitum dari Penggugat yang meminta dibayarkannya "biaya pemulangan Penggugat (Termohon Kasasi) bersama keluarganya ke negara asalnya." Hal ini dikarenakan, faktanya termohon Kasasi dipekerjakan dan direkrut dari Jakarta, Indonesia, sehingga di dalam perjanjian kerjanya memang tidak terdapat klausul biaya pemulangan Termohon Kasasi ke negara asalnya. Walaupun tidak diwajibkan membayarkan biaya pemulangan ke negara asal, namun Pemohon Kasasi atas kebijakannya telah memberikan biaya pemulangan Termohon Kasasi ke negaranya.
dibayarkan oleh Pemohon Kasasi kepada Termohon Kasasi, maka Pemohon Kasasi sangat keberatan dengan biaya pemulangan ini dan dapat membuktikan bahwa biaya tersebut sudah dibayarkan.
gaji yang belum dibayar, 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada Pemohon sebesar tiga ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus dua Euro, dengan rincian Gaji Penggugat yang belum dibayar sejak bulan Oktober 2011 s/d saat ini: 8 bln gaji XEuro121.081,- : 12 =Euro80.720,- Pesangon: 2 X 9 bulan gaji X Euro 121.081,- : 12 = Euro 181.621,- Uang penghargaan masa kerja: 5 bulan gaji X Euro 121.081,-: 12 = Euro 50.450,- Uang penggantian hak: 15% X (Euro 181.621,- + Euro 50.450,-) = Euro 34.811,- + Total Euro 347.602,-, dan kekurangan pembayaran bonus tahun 2011 sebesar delapan puluh juta enam ratus lima puluh sembilan ribu sembilan ratus enam rupiah + sebelas ribu seratus delapan belasEuro.
Menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum, yaitu kasasi dan/atau upaya hukum lainnya (uit voerbaar bij voorraad). Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
dikualifikasikan sebagai tindakan yang melampaui batas wewenangnya.
Pemohon Kasasi juga memohon perhatian Judex Juris yang terhormat bahwa Judex Facti juga keliru dalam menerapkan ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR
“ia tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat." Adapun penjelasan atas ayat (3) di atas adalah:
“ayat (3) melarang hakim untuk menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat atau meluluskan lebih daripada yang digugat, seperti misalnya apabila seorang penggugat dimenangkan di dalam perkaranya untuk membayar kembali uang yang dipinjam oleh lawannya, akan tetapi ia lupa untuk menuntut agar supaya tergugat dihukum pula membayar bunganya, maka hakim tidak diperkenankan menyebutkan dalam putusannya supaya yang kalah itu membayar bunga atas uang pinjaman itu."
Tindakan Judex Facti yang telah mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan atau ultra petitum partium juga bertentangan dengan kaidah hukum yang dijalankan oleh Mahkamah Agung sebagaimana terdapat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1001/K/Sip.1972 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 77 K/Sip/1973. Masing-masing kaidah hukum: "melarang hakim mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa-apa yang diminta." Dan "putusan harus dibatalkan, karena putusan PT mengabulkan ganti rugi yang tidak diminta dalam gugatan."
generalis), tidak dapat diterapkan dalam perkara ini, karena ketentuan tersebut dapat diabaikan atau dihapuskan oleh ketentuan Pasal 42 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 yang bersifat khusus (lex specialis) yang dalam teori hukum dikenal dengan istilah lex specialis derogate legi generalis.
kesepakatan-kesepakatan kerja waktu tertentu tersebut dibuat dalam bahasa Indonesia dan isinya ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Ketenagakerjaan 2003 yang disesuaikan.
Berdasarkan Letter of Appointment dan kesepakatan-kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat dan ditandatangani oleh dan antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi sebagaimana diuraikan tersebut di atas, antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi telah sepakat dan setuju menundukkan diri dan memilih hukum Negara Republik Indonesia dalam melakukan hubungan kerja dan menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan hubungan kerja tersebut. Kesepakatan tersebut mengikat Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi, sehingga berlaku sebagai undang-undang bagi Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi.
Selain itu, Ketenagakerjaan 2003 selalu menggunakan kata-kata pekerja/buruh atau tenaga kerja, berarti bahwa Ketenagakerjaan 2003 tidak membeda-bedakan dan memberi perlakuan dan perlindungan hukum yang sama, baik kepada pekerja/buruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Sehingga, semua ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Ketenagakerjaan 2003 berlaku dan dapat diterapkan terhadap Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi.
Pasal 42 ayat (4) Ketenagakerjaan 2003, Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
dimaksud Pasal 59 ayat (4) tersebut, maka menurut Pasal 59 ayat (7) PKWT tersebut demi hukum menjadi PKWTT.
Pemohon Kasasi telah bekerja pada Termohon Kasasi terhitung sejak tanggal 10 April 1998 s/d 30 September 2011, selama ± 13 tahun secara terus-menerus tanpa putus/jedah, dan pekerjaan yang menjadi tugas pokok Pemohon Kasasi adalah pekerjaan tetap yang menjadi inti bisnis Termohon Kasasi. Bahkan pada tahun 1999 s/d 2001 Pemohon Kasasi bekerja pada Termohon Kasasi tanpa perjanjian kerja dan pada tahun 1998 s/d 2005 Pemohon Kasasi bekerja pada Termohon Kasasi tanpa dilengkapi dengan IMTA sebagaimana pertimbangan hukum Judex Facti, membuktikan bahwa Termohon Kasasi adalah perusahaan asing nakal yang melanggar peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
(1), ayat (2), dan ayat (4) Ketenagakerjaan 2003, sehingga menurut Pasal 59 ayat (7), PKWT tersebut demi hukum menjadi PKWTT. Konsekuensinya, apabila Termohon Kasasi ingin mengakhiri hubungan kerja dengan Pemohon Kasasi, maka harus ada pemberitahuan, alasan, dan memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan apabila tidak terbukti adanya kesalahan yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi, Termohon Kasasi harus membayar uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan 2003.
Judex Facti telah salah menerapkan hukum, karena pertimbangan hukumnya bertentangan satu sama lainnya. Menurut penggugat, pertimbangan hukum yang keliru itu adalah:
KesalahanJudex Facti itu karena dalam menerapkan hukum pertimbangan hukum Judex Facti bertentangan satu sama lainnya. Padahal, menurut Yahya Harahap dalam buku "Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata," halaman 335, pertimbangan hukum Judex Facti yang saling bertentangan selalu dikategori putusan yang salah menerapkan hukum. Mengenai ruang lingkup putusan mengandung saling pertentangan yang dapat dikategori kesalahan penerapan hukum meliputi: saling pertentangan antara satu pertimbangan dengan pertimbangan yang lain, saling pertentangan antara pertimbangan dengan berita acara persidangan, atau saling pertentangan antara pertimbangan dengan amar putusan.
adanya perjanjian kerja dari tahun 1999 s/d 2001, Tergugat juga terbukti pula telah melakukan pelangga