• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL SEKUNTUM RUH DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO : Kritik Sastra Feminis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL SEKUNTUM RUH DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO : Kritik Sastra Feminis."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL

SEKUNTUM RUH DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO

(Kritik Sastra Feminis)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra

oleh

Junita Mohenny Br. Munthe 0905939

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

(2)

Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel

Sekuntum Ruh dalam Merah Karya Naning

Pranoto

(Kritik Sastra Feminis)

Oleh

Junita Mohenny Br. Munthe

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Junita Mohenny Br. Munthe 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL SEKUNTUM RUH

DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO

(Kritik Sastra Feminis) oleh

Junita Mohenny Br. Munthe

0905939

disetujui dan disahkan oleh,

Pembimbing I,

Dra. Nenden Lilis. A., M.Pd. NIP 197109262003122001

Pembimbing II,

Halimah, M. Pd. NIP 198104252005012003

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan dan Sastra Indonesia,

(4)

ABSTRAK

Karya sastra pada dasarnya merupakan cerminan dari kenyataan, termasuk kenyataan sosial. Pengarang karya sastra banyak mengangkat kenyataan sosial berupa gambaran kehidupan masyarakat ke dalam karyanya termasuk gambaran sosial tentang ideologi patriarki. Ideologi patriarki telah mendarah daging pada masyarakat Indonesia yang memiliki bermacam-macam suku dan budaya. Hal tersebut mengakibatkan perempuan berada di wilayah domestisitas. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana keyataan sosial tersebut direpresentasikan oleh pengarang dalam karya sastra.

Objek penelitian ini adalah karya sastra Indonesia berupa novel dengan judul Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. Peneliti membatasi dan merumuskan penelitian untuk mencari jawaban mengenai: 1) struktur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun novel; 2) representasi ideologi patriarki yang digambarkan dalam novel; dan 3) model representasi yang digunakan dalam novel tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analisis dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui studi pustaka dengan mencari data-data tentang struktur pembangun novel, makna representasi dan ideologi patriarki yang sesuai dengan objek penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan sosiologis, yaitu sosiologi sastra dengan menggunakan teknik representasi, dan teori yang digunakan ialah teori kritik sastra feminis yakni gerakan kesetaraan gender.

Hasil penelitian menunjukkan struktur yang membangun novel Sekuntum

Ruh dalam Merah terbagi atas struktur intrinsik dan ekstrinsik. Novel ini juga

(5)

ABSTRACT

Literature basically are reflection of reality, including social reality. Many literature works made by the authors brought social reality. Those social reality they wrote includes social image of patriarchy ideology. This ideology has been ingrained upon Indonesian society, even though they’re came from different races and culture. The impact of this ideology is that women is consider to only part of representation meaning and the perfect patriarchy ideology which match with the researcher object. Research approach used here is sociology approach, which is literature sociology using represent technique, and theory used here is feminist literature critique of gender equality.

The research outcome shows the structure that build Sekuntum Ruh dalam

Merah novel are divided into: intrinsic and extrinsic structure. This novel also

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Representasi ... 7

B. Ideologi Patriarki ... 11

C. Novel ... 13

1. Pengertian Novel ... 13

(7)

a. Unsur Intrinsik... 14

1) Alur dan Pengaluran ... 14

2) Tokoh dan Penokohan ... 17

3) Latar ... 18

4) Tema ... 19

5) Analisis Penceritaan ... 20

6) Bahasa ... 22

b. Unsur Ekstrinsik ... 23

1) Naning Pranoto dan Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 23

2) Sistem Nilai (Ideologi) Patriarki pada Masyarakat ... 24

D. Kritik Sastra Feminis... 26

1. Pengertian Feminisme ... 26

2. Sejarah Munculnya Gerakan Feminisme ... 28

3. Kritik Sastra Feminis... 34

4. Jenis-Jenis Kritik Sastra Feminis ... 36

E. Kerangka Berpikir Penelitian... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 40

B. Sumber Data ... 40

C. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Studi Pustaka ... 41

2. Wawancara ... 41

D. Teknik Pengolahan Data ... 41

E. Definisi Operasional... 43

F. Instrumen Penelitian... 44

BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Struktur... 46

(8)

b. Analisis Alur ... 69

2. Tokoh dan Penokohan ... 75

a. Analisis Tokoh Utama... 75

b. Analisis Tokoh Tambahan ... 83

3. Latar ... 93

a. Latar Tempat ... 93

b. Latar Waktu ... 95

c. Latar Sosial... 96

4. Tema ... 100

5. Analisis Penceritaan ... 100

a. Analisis Kehadiran Pencerita ... 100

b. Analisis Tipe Penceritaan ... 101

6. Bahasa ... 103

B. Analisis Representasi Ideologi Patriarki ... 104

1. Representasi Ideologi Patriarki dalam Tokoh dan Penokohan... 104

a. Representasi dalam Penyifatan Perempuan... 105

b. Representasi dalam Peran Perempuan... 115

c. Representasi Ketidakadilan dalam Ideologi Patriarki ... 119

2. Representasi Ideologi Patriarki dalam Alur ... 127

3. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar ... 130

a. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar Tempat ... 130

b. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar Waktu ... 131

c. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar Sosial ... 131

4. Representasi Ideologi Patriarki dalam Tema ... 133

5. Representasi Ideologi Patriarki dalam Analisis Penceritaan... 134

6. Representasi Ideologi Patriarki dalam Bahasa ... 134

C. Model Representasi Ideologi Patriarki ... 136

(9)

1. Analisis Pembentuk Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 139

2. Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 139

3. Model Representasi ... 145

B. Rekomendasi ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 147

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 149

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Teknik Kajian Novel ... 42

(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1: Kerangka berpikir penelitian... 45

Bagan 2: Pengaluran... 68

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan Pengesahan Judul ... 149

Lampiran 2 Cover Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 151

Lampiran 3 Lembar Pertanyaan Narasumber... 152

Lampiran 4 Biodata Narasumber ... 153

Lampiran 5 Laporan Hasil Wawancara... 156

Lampiran 6 Potongan Scene Iklan Sabun Shinzui ... 165

Lampiran 7 Data penelitian dari Media Massa Online ... 166

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan

untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari

laki-laki. Secara biologis, perempuan dianggap lemah oleh kaum laki-laki-laki. Nyoman

Kutha Ratna (2009: 182-183) menyebutkan bahwa polarisasi laki-laki berada

lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Dia

juga mengatakan bahwa atas dasar kelemahan-kelemahan secara biologis,

perkembangan peradaban manusia selanjutnya selalu menempatkan perempuan

sebagai inferior. Anak laki-laki, lebih-lebih dalam sistem kekeluargaan patriarkat

selalu menjadi satu-satunya harapan dalam melanjutkan keturunan. Sementara itu

bila yang lahir adalah anak perempuan, maka secara apriori dikatakan bahwa itu

akibat kaum perempuan.

Persoalan perempuan tidak luput dari pandangan karya sastra, karena karya

sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat sehari-hari. Karya sastra yang

berspektif feminis adalah upaya pengarang mengutarakan penglihatannya akan

peran dan kedudukan perempuan yang didominasi oleh kekuasaan lelaki. Menurut

Sugihastuti dan Suharto (2005: 15-16), adanya resepsi pembaca karya sastra

Indonesia yang menunjukkan antara hubungan laki-laki dan perempuan hanyalah

merupakan hubungan yang didasarkan pada pertimbangan biologis dan

sosial-ekonomis semata-mata. Pandangan seperti itu tidak sejalan dengan pandangan

yang berspektif feminis bahwa perempuan mempunyai hak, kewajiban, dan

kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dapat ikut serta dalam segala

aktivitas kehidupan bermasyarakat bersama laki-laki.

Sebuah survei menunjukkan pada 1960 di Amerika, kanon sastra negeri itu

merupakan tulisan laki-laki. Diungkapkan pula bahwa sejumlah bentuk sastra,

(14)

2

penulis perempuan. Hasil survei ini menyebabkan para pengamat sastra, dan

tentunya kaum perempuan bertanya-tanya. Yang terjadi kemudian adalah para

pengamat sastra menggali penyebab ketidakmunculan karya-karya perempuan,

jangan-jangan ada karya-karya penting yang tidak tercatat di zaman lampau,

karena yang menentukan bermutu atau tidaknya suatu karya sastra adalah kaum

laki-laki (Djajanegara, 2003: ix).

Diskriminasi terhadap perempuan tidak hanya terjadi pada dunia sastra saja,

di bidang sosial, hak-hak perempuan juga sangat terbatas. Tradisi menghendaki

perempuan menjadi pengurus rumah tangga dan keluarga, sehingga sebagian

besar masa hidupnya dihabiskan dalam lingkungan rumah saja. Di samping itu,

perempuan tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi,

memangku jabatan-jabatan tertentu dan menekuni profesi-profesi tertentu.

Masyarakat tradisional pada waktu itu beranggapan bahwa bagi seorang gadis

sudahlah cukup jika dia mempunyai keterampilan menulis, membaca dan

berhitung. Kalaupun dia diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya

kejenjang yang lebih tinggi, maka ilmu yang diperolehnya kelak harus dapat

menunjang perannya sebagai istri, ibu, dan ibu rumah tangga, yaitu jahit-menjahit,

masak-memasak, merawat bayi atau orang sakit, yang dilengkapi dengan

pelajaran kesenian (Djajanegara, 2003: 6-7). Pemikiran seperti itu membuat

perempuan terbelenggu dalam budaya patriarki yang diciptakan oleh masyarakat.

Tidak hanya kaum laki-laki sebagai pelopor budaya tersebut, anggapan

masyarakat yang masih tradisional yang menganggap bahwa memang seharusnya

perempuan itu di bawah kekuasaan laki-laki turut menjadikan perempuan sebagai

objek patriarki.

Patriarki menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan (1991: 25-26)

berarti kekuasaan sang ayah atau patriarch. Hal itu berkaitan dengan sistem sosial

bahwa sang ayah menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik serta

sumber-sumber ekonomi, dan membuat semua keputusan penting. Sejalan dengan

sistem sosial tersebut, ada kepercayaan atau ideologi bahwa lelaki lebih tinggi

kedudukannya dibanding perempuan; bahwa perempuan harus dikuasai oleh

(15)

3

hukum pun bersifat double standart (standar ganda) yang memberikan lebih

banyak hak kepada kaum lelaki dibanding kepada perempuan, di samping

didasarkan atas patriarki. Sekarang, jika orang menyebut kata patriarki, hal itu

berarti sistem yang menindas serta merendahkan kaum perempuan, karena

laki-laki mendominasi kontrol atas perempuan, atas badannya, seksualitasnya, dan

pekerjaannya baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Patriarki yang berkembang di masyarakat sulit dihilangkan karena telah

menjadi budaya turun-temurun. Ratna (2009: 191) menyebutkan bahwa pekerjaan

perempuan selalu dikaitkan dengan memelihara, laki-laki selalu dikaitkan dengan

bekerja. Laki-laki memiliki kekuatan untuk menaklukkan, mengadakan ekspansi,

dan bersifat agresif. Perbedaan fisik yang diterima sejak lahir kemudian diperkuat

dengan hegemoni struktur kebudayaan, adat istiadat, tradisi, pendidikan, dan

sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa patriarki menekankan kekuasaan

bapak/suami dalam hal yang mendominasi, mensubordinasikan dan

mendiskriminasikan kaum perempuan; yakni dominasi orangtua (utamanya ayah)

atas anak, dominasi suami atas istri, pengagungan tradisi keperawanan,

inferioritas perempuan, perbedaan streotip laki-laki dan perempuan, dan

penekanan fungsi reproduksi perempuan. Dalam hal ini, laki-laki mendapat posisi

dan peran yang lebih dominan yang tidak melihat perempuan sebagai makhluk

yang memiliki keputusan sendiri (Yulianeta, 2009: 82).

Berdasarkan penjabaran mengenai pengertian patriarki tersebut, peneliti

menemukan adanya diskriminasi terhadap perempuan oleh patriarki dalam novel

Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. Setiap tokoh dalam novel

tersebut memiliki caranya sendiri dalam bersosialisasi yang menjadikan

perempuan terbelenggu oleh ideologipatriarki. Perbedaan budaya menjadi salah

satu masalah yang diangkat oleh pengarang dengan menjelaskan bahwa

kebudayaan turut menjadi penyebab terjadinya diskriminasi terhadap perempuan.

Misalnya dalam masyarakat Jawa yang tergambar dengan sangat jelas melalui

tokoh Sri Mumpuni. Perempuan Jawa yang tunduk pada adat istiadat dan tradisi

selalu mengalami tindak kekerasan fisik maupun psikis. Sri Mumpuni adalah

(16)

4

patuh, tunduk, dan selalu menuruti apa pun keinginan suaminya. Selain itu, hal

kecantikan dan pengagungan keperawanan juga tidak luput dari pandangan

laki-laki yang menjadikan perempuan menjadi objek yang ditindas melalui

seksualitasnya. Ketidakadilan dalam pembagian kerja juga menjadi sasaran

empuk bagi laki-laki dalam aspek ekonomi, bahkan perempuan menjadi tulang

punggung dalam menafkahi keluarga.

Berkaitan dengan penjelasan diatas, maka peneliti memilih novel Sekuntum

Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto sebagai objek penelitian. Alasan

mengapa peneliti memilih Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ini sebagai korpus

penelitian karena novel ini mengandung konteks yang akan dikaji dalam

penelitian ini, yaitu tentang representasi ideologi patriarki. Novel Sekuntum Ruh

dalam Merah ini sendiri ber-setting di tanah Jawa dan Australia dan mengangkat

berbagai persoalan sosial dan ekonomi.

Penelitian karya sastra sebelumnya yang mengangkat tokoh perempuan

telah banyak dilakukan. Contoh penelitian yang telah dilakukan salah satunya

adalah Adib Sofia dalam bukunya Aplikasi Kritik Sastra Feminis Perempuan

Dalam Karya-Karya Kuntowijoyo. Buku tersebut menampilkan

perempuan-perempuan kuasa dalam hubungannya dengan laki-laki. Dengan pemahaman

bahwa dia berkuasa atas dirinya sendiri, perempuan-perempuan tersebut berupaya

melepaskan diri dari segala bentuk kekerasan dalam pernikahan. Penelitian ini

menggunakan kritik sastra feminis.

Penelitian lain dilakukan oleh Yussak Anugrah, mahasiswa Universitas

Pendidikan Indonesia, dalam skripsinya yang berjudul Perempuan dalam

Bayang-Bayang Patriarkat: Sebuah Telaah Bandingan Naskah Monolog Srintil Karya Gusjur Mahesa Terhadap Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (2008). Skripsi ini dianggap relevan karena mengusung tema yang sama

mengenai patriarki. Skripsi ini menjelaskan bahwa tokoh Srintil dapat menggedor

dinding ketidakpedulian masyarakat terhadap persoalan perempuan dan budaya

patriarkat. Hanya saja, penelitian ini membandingkan dua buah karya sastra

(17)

5

Penelitian lain yang dianggap relevan adalah skripsi dari Ferdiana Angraini,

mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang berjudul Citra Perempuan

Papua dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S.Thayf (Kajian Feminisme).

Skripsi tersebut mengupas tentang representasi citra perempuan Papua yang

ditinjau dari segi feminismenya.

Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini

mengkaji tidak hanya masalah kekerasan dan seksualitas yang dialami oleh

perempuan, tetapi juga permasalahan yang lebih kompleks yaitu kecantikan paras

perempuan dan pengagungan keperawanan membawa para tokoh berhadapan

dengan poligami, perselingkuhan dan terbelenggu dalam budaya patriarki.

Ketidakadilan pembagian kerja dan tanggung jawab suami untuk menafkahi istri

dan anak juga menjadi salah satu permasalahan yang dikaji oleh penulis.

B. Batasan Masalah

Sebuah novel tidak hanya menyajikan bentuk keindahan ceritanya saja, tetapi

juga sarat akan nilai kebaikan, kebenaran, dan makna yang bermanfaat bagi

kehidupan manusia. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis novel yang

berjudul Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto, maka dalam

penelitian ini peneliti akan membatasi masalah pada novel tersebut berdasarkan

struktur novelnya, representasi patriarki dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah,

dan model representasi yang digunakan pengarang terhadap ideologi patriarki

dalam novel tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka judul skripsi ini adalahRepresentasi

Ideologi Patriarki dalam Novel Sekuntum Ruh dalam Merah Karya Naning Pranoto (Kritik Sastra Feminis).

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana struktur novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning

Pranoto?

2) Bagaimana representasiideologi patriarki yang digambarkan dalam novel

(18)

6

3) Bagaimana model representasi yang digunakan pengarang dalam novel

Sekuntum Ruh dalam Merah?

D. Tujuan Penelitiaan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah memperoleh deskripsi yang berkenaan dengan hal berikut.

1) Struktur novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto.

2) Representasi ideologi patriarkidalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah

karya Naning Pranoto.

3) Model representasi yang digunakan pengarang dalam novel Sekuntum Ruh

dalam Merah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap studi ilmu sastra khususnya teori kritik sastra feminis dan

penggunaannya dalam analisis sebuah karya sastra.

2) Manfaat praktis penelitian ini adalah memperkaya wawasan peneliti pada

khususnya, dan pembaca pada umumnya tentang seluk beluk sebuah karya

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melakukan kajian

terhadap novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. Dalam

penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode

deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta- fakta yang

kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis dekripsi dan analisis berarti

menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani,

analyein (ana’= atas, ‘lyein’= lepas, urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata- mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan

penjelasan secukupnya (Ratna, 2008: 53). Menurut Arikunto, metode penelitian

deskriptif analisis adalah mengumpulkan data seba nyak-banyaknya mengenai

faktor- faktor yang merupakan faktor pendukung penelitian, kemudian

menganalisis faktor- faktor tersebut untuk dicari peranannya terhadap hasil

penelitian (2010: 151)

B. Sumber Data

Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber datanya adalah novel yang

berjudul Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto yang diterbitkan oleh

penerbit Diva Press pada November 2011: cetakan pertama dengan tebal 433

halaman. Selain itu, sebagai penunjang penelitian ini peneliti melengkapinya

dengan buku-buku teori sastra, bebrapa hasil penelitian mengenai feminisme dan

kritik sastra feminis, penelitian ilmiah sebelumnya mengenai ideologi patriarki,

(20)

41

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan analisis suatu kajian, peneliti tidak dapat menarik

kesimpulan hanya dengan sekedar tahu mengenai objek penelitiannya saja. Tetapi

peneliti juga harus mengikuti beberapa aturan dalam teknik penelitian. Adapun

teknik penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Studi Pustaka

Sebelum melakukan analisis terhadap objek penelitian, peneliti melakukan

pengumpulan data terlebih dahulu. Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa

studi pustaka, yaitu menelaah buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan

penelitian ini.

2. Wawancara

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa warga

(perempuan) yang berasal dari budaya yang berbeda, tingkat pendidikan yang

berbeda, dan telah atau belum menikah. Wawancara ini bertujuan untuk lebih

mengakuratkan data persoalan ideologi patriarki dalam masyarakat, apakah

persoalan ideologi patriarki dalam novel benar-benar merepresentasikan kondisi

perempuan dalam masyarakat.

D. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengetahui representasi ideologi patriarki dalam novel, novel

dianalisis dengan menggunakan pendekatan mimesis. Operasionalisasi dari

pendekatan tersebut adalah sosiologi sastra. Sosiologi sastra yang penulis gunakan

adalah sosiologi sastra yang menekankan hubungannya dengan kehidupan

masyarakat. Untuk lebih jelasnya teknik pengolahan data novel tersebut dapat

(21)

42

Selanjutnya, dari data yang telah penulis peroleh dari studi kepustakaan

akan diolah, disusun, dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Pertama, peneliti akan menganalisis bagaimana struktur novelSekuntum Ruh

dalam Merah karya Naning Pranoto. Analisis struktur novel merupakan

analisis yang terutama harus dilakukan sebelum analisis yang lain. Analisis

struktur novel membantu mempermudah analisis feminisme. Unsur-unsur

yang dapat membantu mempermudah analisis tersebut adala h alur dan

pengaluran, latar, penokohan, tema, sudut pandang penceritaan, dan bahasa.

2) Kedua, peneliti akan menganalisis representasi ideologi patriarki dalam

novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto.

3) Ketiga, peneliti akan menganalisis model representasi yang digunakan

pengarang dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto.

4) Keempat, peneliti akan menarik kesimpulan yang dapat

(22)

43

F. Definisi Operasional

1) Representasi adalah penggambaran (cerminan) yang melambangkan suatu

kenyataan yang ada.

2) Ideologi adalah sebagai sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh suatu

kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, dan proses-proses yang

bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.

3) Ideologi patriarki merupakan ideologi yang menekankan kekuasaan bapak

(kaum laki- laki) yang mendominasi, mensubordinasikan, dan

mendiskriminasikan kaum perempuan. Ideologi ini merupakan sebuah

sistem sosial yang mendukung dan membenarkan predominasi laki- laki,

menimbulkan pemusatan kekuasaan dan privilese di tangan kaum

laki-laki, dan mengakibatkan kontrol dan subordinasi perempuan, menciptakan

ketimpangan atau ketidakadilan gender.

4) Feminisme merupakan suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan

terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan di dalam

keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki- laki untuk

mengubah keadaan itu.

5) Kritik sastra feminis merupakan pandangan pengkritik sastra dengan

kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak

berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan kita. Sasaran kritik

sastra feminis ini memberikan respon kritik terhadap

pandangan-pandangan yang terwujud dalam karya sastra yang diberikan oleh

budayanya kemudian mempertanyakan hubungan antara teks, kekuasaan,

dan seksualitas yang terungkap dalam teks.

6) Kritik satra feminis ideologis merupakan kritik sastra yang melibarkan

wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Yang menjadi pusat

perhatian pembaca wanita adalah citra serta ste reotipe wanita dalam karya

sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan

sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris

(23)

44

E. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan teknik pengolahan data di atas, pada bagian ini akan

dikemukakan langkah- langkah menganalisis unsur-unsur intrinsik novel, yaitu

alur dan pengaluran, penokohan, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa, dan

mengkaji apakah dalam setiap unsur tersebut terdapat representas i ideologi

patriarki. Analisis dilakukan dengan acuan seperti pada bagan berikut.

Tabel 2.

Menganalisis alur (kaitan kausal antara berbagai peristiwa) dan menganalisis pengaluran yaitu

b)Ingatan (flashback) meliputi kilas balik atau peristiwa masa lalu yang digambarkan hanya satu peristiwa, dan sorot balik atau peristiwa masa lalu yang digambarkan terdiri dari berbagai peristiwa.

c)Bayangan (prospektif) yaitu peristiwa yang digambarkan adalah peristiwa yang belum terjadi.

a)Menjelaskan siapa tokoh utama dan tokoh tambahan. b)Analisis penokohan dengan

(24)

45

b)Analisis pengaruh latar terhadap sikap dan tingkah laku para tokoh

Analisis kehadiran pencerita dan analisis tipe pencerita

berupa bentuk narasi, dialog, diksi, gaya bahasa (majas) yang digunakan dalam teks.

Apakah bahasa merepresentasikan ideologi patriarki.

Setelah itu dilakukan analisis model representasi ideologi patriarki dalam

(25)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan dan hasil pembahasan yang telah dilakukan terhadap

representasi ideologi patriarki dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya

Naning Pranoto, akhirnya sampailah pada kesimpulan sebagai berikut.

1. Analisis Pembentuk Novel Sekuntum Ruh dalam Merah

Untuk mengetahui bentuk sebuah novel, maka perlu dilakukan analisis

terhadap unsur-unsur intrinsik pembentuk novel. Analisis unsur intrinsik dimulai

dengan analisis alur dan pengaluran. Dalam pengaluran ditemukan 320 sekuen

induk. Dari ke-320 sekuen induk tersebut termasuk di dalamnya 7 sekuen sorot

balik (sekuen yang menampilkan kembali masa lampau dalam beberapa rangkaian

peristiwa) dan 10 sekuen kilas balik (sekuen yang menampilkan kembali masa

lampau dalam satu peristiwa saja), serta ada pula sekuen bayangan (sekuen yang

menampilakan peristiwa yang belum terjadi) sebanyak 3 sekuen. Kemudian dari

analisis alur ditemukan fungsi utama sebanyak 28 fungsi utama yang mempunyai

hubungan sebab akibat antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya.

Kemudian hasil analisis tokoh dan penokohan. Analisis tokoh dibagi

menjadi dua bagian. Pertama adalah tokoh utama, dan yang kedua adalah tokoh

tambahan. Terdapat enam tokoh utama dalam novel ini, yaitu Anne Mary, Asri

Asih, Ruh, Diana Barnes, Dermot Quinn, dan Fehmi Jilamara. Tokoh utama ini

juga berperan sebagai narator dalam cerita. Tokoh tambahan terdapat 13 tokoh

tambahan yang berada di lingkungan tokoh utama dan mendukung jalannya cerita.

Dalam melakukan analisis terhadap tokoh-tokoh tersebut, peneliti melihat

berdasarkan tingkat kemunculan dan tingkat pentingnya atau fungsinya tokoh di

(26)

140

pandangan tokoh lain terhadap tokoh tersebut. Teknik penokohan penokohan yang

digunakan pengarang yaitu melalui penamaan, pemerian, pernyataan, dialog antar

tokoh, percakapan monolog, tindakan tokoh lain, dan tingkah laku tokoh.

Analisis latar yang meliputi latar tempat, waktu, dan latar sosial. Latar

tempat yang digunakan pengarang dalam novel sebagian besar berada di wilayah

di benua Australia. lebih sempit lagi dijelaskan latar tempat yaitu di perkebunan

Anggur di Mornington, Penisula, Ardross yakni rumah kediaman keluarga Quinn,

Richmond yakni tempat Asri Asih dan Fehmi menjalani kuliah, sebuah vila di

Sorento, dan Sanotarium yakni tempat Anne Mary dirawat sewaktu mengalami

depresi. Selain itu latar tempat lainnya yang digunakan pengarang adalah

Indonesia tepatnya di Yogyakarta. latar tempat di Yogyakarta meliputi tobong

yakni tempat tinggal keluarga tokoh Asri Asih.

Selain itu, latar waktu yang digunakan pengarang mencirikan negara

Australia yang mempunyai empat musim. Pengarang menggunakan tiga musim

dalam latar waktu di Australia yaitu musim semi, musim panas, dan musim

dingin. Sedangkan pada latar di Indonesia, pengarang menggunakan latar waktu

pagi, siang, dan malam. Tidak ada penjelasan secara rinci terhadap latar waktu ini.

Latar waktu yang digunakan pengarang ditujukan untuk mendukung latar tempat

peristiwa dalam cerita.

Berdasarkan analisis latar sosial, terdapat gambaran kelompok sosial anak

muda di Australia dalam pergaulannya. Latar sosial tersebut tampak melalui

tingkah laku tokoh Anne Mary yang sering mengadakan pesta bersama

teman-temannya, kebiasaan mabuk-mabukan, dan perilaku seks bebas. Di dalam cerita

tampak pula latar sosial masyarakat Australia yang multikultural dan terbuka

terhadap orang (tamu) yang datang. Selain itu, masyarakat Australia digambarkan

masyarakat yang mempunyai jiwa solidaritas tinggi dan saling menghargai antar

pemeluk agama lain. Latar sosial selanjutnya digambarkan lewat tingkah laku

masyarakat desa di Yogyakarta yang selalu ingin tahu akan apa yang terjadi di

(27)

141

pada umumnya yang tinggal di pedesaan bahwa urusan suatu keluarga menjadi

bahan pembicaraan dan urusan semua masyarakat desa.

Selanjutnya adalah analisis tema. Novel ini menceritakan mengenai

persoalan perempuan secara garis besar. pengarang mengangkat kisah dalam

keluarga tentang peran perempuan, dan posisi perempuan yang terpinggirkan oleh

kekuasaan laki-laki. Nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tentang bagaimana

seharusnya perempuan bersikap membawa tokoh perempuan mengalami

ketidakadilan gender, seperti poligami, perselingkuhan, ketidakadilan pembagian

kerja, penyimpangan seks, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam analisis penceritaan,pengarang menggunakan sudut pandang orang

pertama, yaitu narator berperan sebagai pelaku utama. Hal ini dapat dilihat dari

peran pencerita yang mengambil posisi sebagai tokoh aku. Pencerita banyak

menggunakan pronomina pertama tunggal “aku” oleh tokoh Anne Mary, Asri

Asih, Dermot Quinn, Diana Barnes, Ruh, dan Fehmi. Peran sebagai narator

dibedakan berdasarkan judul sub-bab yang dibuat oleh pengarang. Jika ditinjau

sejauh mana pencerita menempatkan pembaca dalam ceritanya, peneliti

menyimpulkan bahwa narator menempatkan pembaca dekat dengan cerita. Hal

tersebut karena pencerita merupakan pencerita intern dan dapat membangun

suasana yang baik, sehingga pembaca seolah-olah ikut serta berperan dalam

cerita, dan larut dalam peristiwa yang dibangun dalam cerita.

Tipe penceritaan yang digunakan pengarang meliputi tiga tipe penceritaan,

yaitu wicara yang dilaporkan, wicara yang dinarasikan, dan wicara yang

dialihkan. Pada wicara yang dilaporkan, pengarang mengungkapkan dialog secara

langsung, salah satunya dialog antara Dermot Quinn dan Diana Barnes.

Berikutnya adalah wicara yang dinarasikan. Pada wicara ini, pengarang merinci

atau menjelaskan peristiwa yang dialami atau dilakukan oleh tokoh. salah satunya

tergambar saat Anne Mary menceritakan peristiwa yang dialaminya disertai

dengan perasaan dan pikirannya saat menghadapi rasa sakitnya. Selanjutnya

(28)

142

pencerita atau tokoh terhadap sesuatu hal, biasanya berupa monolog tokoh. salah

satu contohnya terlihat ketika Fehmi memberikan pandangan terhadap Syarifah

yang terlalu pasrah terhadap tingkah laku Syaefullah.

Analisis unsur intrinsik yang terakhir adalah bahasa. Dilihat dari unsur

leksikal dan gramatikal, bahasa yang digunakan pengarang dalam menyajikan

cerita adalah bahasa yang sederhana, digunakan sebagai komunikasi sehari-hari

dan makna kata-kata yang digunakan bersifat denotatif. Kata dan ungkapan yang

digunakan pengarang bersifat non-formal. Pengarang juga menggunakan dialek

Jawa dalam penuturan sebagian tokoh, dan penggunaan bahasa Inggris untuk

menegaskan latar dalam novel berada di benua Australia. Dalam cerita, pengarang

menggunakan bentuk penuturan narasi dan dialog. Pengarang juga menggunakan

unsur style berupa bahasa figuratif (pemajasan, penyiasatan struktur, dan

pencitraan). Hal tersebut digunakan pengarang ketika menjelaskan sesuatu, seperti

fisik tokoh yang diungkapkan menggunakan gaya bahasa kiasan, yakni gaya

bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata-kata

yang membentuknya. Orang harus mencari makna di luar rangkaian kata tersebut.

Penggunaan bentuk pemajasan tersebut berfungsi untuk memberikan efek-efek

yang estetis dalam mencapaian makna.

2. Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel Sekuntum Ruh dalam Merah

Setelah melakukan analisis bentuk, kemudian peneliti melakukan analisis

terhadap isi cerita untuk mengetahui representasi ideologi patriarki dalam novel

Sekuntum Ruh dalam Merah. Dalam menganalisis ideologi patriarki tersebut,

peneliti mengaitkannya dengan unsur-unsur intrinsik yang telah dikaji

sebelumnya, sehingga gambaran ideologi patriarki tersebut dapat dilihat dari

gambaran tokoh, latar, tema, alur, dan bahasa.

Dalam analisis representasi ideologi patriarki dalam tokoh dan penokohan,

peneliti menemukan adanya representasi dalam penyifatan perempuan,

(29)

143

ideologi patriarki. Dari hasil analisis ketiga hal tersebut, ternyata

merepresentasikan kondisi masyarakat yang sebenarnya. Kondisi masyarakat yang

sebenarnya yang digambarkan dalam novel adalah kondisi perempuan-perempuan

di masyarakat Indonesia.

Gambaran penyifatan perempuan yang menganggap bahwa kecantikan

adalah modal bagi perempuan disimbolkan melalui tokoh Anne Mary.

Selanjutnya, pengagungan keperawanan disimbolkan melalui tokoh Breda

Callanger. Keperawanan dianggap suci dan sakral, dan kebebasan seksual

perempuan dianggap tabu oleh masyarakat. Sudah menjadi kodratnyalah bahwa

perempuan harus taat terhadap suami dan adat-istiadat yang berlaku dalam budaya

patriarkal. Ideologi patriarki menganggap bahwa laki-laki merupakan seorang

raja. Hal tersebut tampak dalam kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam

keluarga yakni perempuan harus mendahulukan kepentingan laki-laki, perempuan

harus memiliki kelembutan, sopan santun, berpenampilan feminim, dan menjaga

keperawanan. Selain itu, dalam budaya, misalnya sistem kekerabatan yakni

marga yang mengikuti marga dari pihak laki-laki dalam budaya Batak.

Dalam peran, tampak bahwa ideologi patriarki mengharuskan perempuan

berada dalam sektor domestik. Meskipun perempuan turut serta membantu

perekonomian keluarga, tetapi perempuan juga harus menyadari bahwa

memelihara domestisitas tidak dapat ditinggalkan dari tanggung jawabnya,

bahkan dalam budaya Jawa, masyarakat mengenal filosofi bahwa peran

perempuan hanya memasak, melahirkan, dan berhias. Dalam budaya Sunda

dikenal filosofi bahwa peran perempuan hanya berada di lingkaran sumur, dapur,

dan kasur.

Ideologi patriarki telah mendorong laki-laki melakukan praktik-praktik

dominasi sehingga dia menganggap perempuan merupakan pihak yang dikuasai.

Sebagai pihak yang dikuasai, laki-laki memiliki anggapan bahwa perempuan itu

(30)

144

objek seks serta kekerasan. Hal tersebut menimbulkan adanya ketidakadilan

terhadap sifat dan peran perempuan.

Ketidakadilan tersebut tampak dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) yang banyak terjadi di Indonesia. Kekerasan dilakukan dalam bentuk

fisik, psikis, seksual, dan perzinahan. Hal yang mendasari itu adalah tingkat

pendidikan yang rendah. Ketidakadilan terhadap perempuan juga tampak dalam

sektor ekonomi. Hal tersebut disimbolkan oleh tokoh Brian Quinn. Sebagai

seorang suami, ia tidak menjalankan tanggung jawabnya menafkahi istri dan

anak-anaknya. Hal tersebut juga terdapat dalam masyarakat Indonesia, misalnya

kisah dari narasumber dalam penelitian ini.

Ketidakadilan juga tampak dalam perilaku poligami. pada umumnya

poligami akan menyakiti perasaan perempuan, dan seharusnya tidak satu pun

perempuan yang mau dipoligami.Sudah menjadi kewajiban seorang perempuan

memenuhi kebutuhan suami, bahkan harus parah diperlakukan semaunya

laki-laki. Hal-hal tersebut memperlihatkan posisi perempuan yang tersubordinasi

akibat sistem patriarki yang berlaku dalam masyarakat saat ini. Yang berlaku

adalah aktivitas perempuan yang diharuskan lebih mementingkan keluarga (suami

dan anak), sebagai alat pemuas kebutuhan suami, dan dituntut juga untuk mencari

nafkah tambahan membantu sang suami. Jelas bahwa perempuan hendaknya

memiliki kekuatan untuk menjatuhkan sistem patriarkal yang menindas.

Selanjutnya, analisis representasi ideologi patriarki dalam alur digambarkan

melalui tokoh Anne Mary yang ingin hidup sendiri merawat anaknya tanpa

menikah. Kisah yang ia alami merepresentasikan kisah yang dialami salah satu

narasumber yang juga berperan sebagai seorang ibu tanpa suami. Ia bercerai

karena tidak ingin dipoligami. Ia menafkahi sendiri anaknya.

Dalam analisis representasi ideologi patriarki dalam latar, hanya latar sosial

yang merepresentasikan ideologi patriarki. Dalam masyarakat Indonesia, seorang

(31)

145

orang” atau “janda gatal”. Oleh sebab itu, nilai yang berlaku dalam masyarakat yaitu seorang janda harus menjaga tata krama, dan kesopanan dalam berpakaian.

Secara keseluruhan, novel menceritakan mengenai persoalan perempuan

secara garis besar.Tema novel ini merepresentasikan ideologi patriarki. Nilai-nilai

yang diajarkan kepada perempuan ialah perempuan harus bersikap feminim dan

menjaga keperawanan. Pengagungan keperawanan menjadi modal bagi

perempuan agar mendapat pengakuan dari laki-laki. Setelah menikah, perempuan

juga diharuskan menjadi istri yang taat dan pasrah akan terhadap keputusan

suami. Seorang istri harus menerima kodratnya dan perannya menjaga

domestisitas, sedangkan laki-laki berperan di sektor publik. Meskipun perempuan

ikut berperan di sektor publik, perempuan hanyalah dianggap membantu, tidak

menjadi utama dalam sektor publik.

Dalam analisis penceritaan, tidak tampak adanya representasi ideologi

patriarki karena analisis penceritaan berfungsi sebagai pendukung analisis unsur

lain dalam novel. Representasi ideologi patriarki terkahir tampak pada bahasa.

Masyarakat pada umumnya mengidentikkan perempuan dengan sesuatu yang

indah dan lembut. Selain kecantikan paras, seorang perempuan juga terlihat cantik

jika memiliki tutur kata yang sopan dan lembut. Perempuan yang berbicara kasar

dianggap negatif oleh masyarakat.Oleh sebab itu, nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat menganjurkan perempuan untuk bertutur kata halus di rumah dan di

lingkungan masyarakat. Bahasa yang lembut menjadi salah satu penilaian

perempuan bagi laki-laki. Laki-laki pada umumnya suka melihat perempuan

bersikap sopan dan lembut.

3. Model Representasi

Model representasi yang digunakan dalam merepresentasikan ideologi

patriarki dalam novel adalah menggunakan model representasi aktif. Dalam

merepresentasikan ideologi patriarki dalam novel, pencerita tidak hanya

memberikan gambaran ideologi patriarki saja, namun memberikan makna

(32)

146

tersebut yaitu berupa kritikan terhadap kenyataan yang digambarkan, dan kritik

tersebut berupa gugatan. Gugatan tersebut muncul melalu hadirnya tokoh Asri

Asih, Ruh, dan Diana Barnes.

B. Rekomendasi

Sebagai manusia biasa peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum

sepenuhnya sempurna, maka dari itu peneliti merekomendasikan beberapa hal

berikut ini.

1. Dalam penelitian ini masih banyak hal menarik peneliti temukan yang belum

dikaji seperti citra perempuan yang dapat ditinjau dari segi feminismenya.

Oleh karena itu peneliti merekomendasikan kepada semua pihak yang

berminat agar melanjutkan penelitian ini lebih mendalam dari segi lainnya,

khususnya penelitian terhadap aspek feminisme.

2. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan bahan refleksi agar lebih

memahami tentang realitas sosial masyarakat khususnya tentang ideologi

patriarki.

3. Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pembelajaran dan dalam mengembangkan apresiasi dan penelitian terhadap

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Agung P & Dhimas G. 2011. Aktivitas Klub Istri Taat Suami 100 Persen. [online]. Tersedia: www.padangekspres.co.id [12 Maret 2014].

Aisyah, Nenden Lilis. 2002. Representasi Ideologi Gender dalam Cerpen-Cerpen

Karya Wanita pada Cerpen Pilihan Kompas 1992-1996.Sebuah Draft

Penelitian. Bandung: Tidak diterbitkan.

Anwar, Ahyar.2009.Geneologi Feminis Dinamika Pemikiran Feminis dalam

Novel Pengarang Perempuan Indonesia (1933-2005). Jakarta: Republika.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta: Rineka Cipta.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Bhasin, Kamla, & Khan, Nighat Said. 1999. FeminismedanRelevansinya.Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. KritikSastraFeminisSebuahPengantar. Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Durachman, Memen. 1996. Khotbah di Atas Bukit, Novel Gagasan Karya

Kuntowijoyo. Sebuah Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas

Indonesia: Tidak diterbitkan.

Kedutaan Besar Australia. ___. Tentang Australia Penduduk, Kebudayaan dan

Gaya Hidup. [online]. Tersedia: www.indonesia.embassy.gov.au.[12 Maret 2014].

Mantik, J.K.M. 2006.Gender dalamSastra. Jakarta: WedatamaWidtaSastra.

Manurung, P.H. (2004). Membaca Representasi Tubuh dan Identitas Sebagai

Sebuah Tatanan Simbolik dalam Majalah Remaja. Jurnal Ilmu

Komunikasi. 1, (34), 1-36.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(34)

148

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, danTeknikPenelitianSastra. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Rene wellek& Austin Warren.1989.TeoriKesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Sofia, Adib. 2009. AplikasiKritikSastraFeminis.Yogyakarta: Citra Pustaka.

Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugihastuti & Suharto. 2005. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob.1995.Sastra dan Massa. Bandung: Penerbit ITB.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Sumardjo, Jakob & Saini. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Teeuw, A. 1980. Sastra Baru Indonesia. Flores: Nusa Indah.

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

Yulianeta. 2009. Representasi Ideologi Gender dalam Novel Saman. Bandung: FPBS UPI.

____.2008. KBBI Daring. [online]. Tersedia:http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id [18 Januari 2014].

____. 2012. Cerita Pernikahan Kontroversial Bupati Garut Aceng Fikri. [online]. Tersedia: http://merdeka.com. [12 Maret 2014].

____. 2013. Jeritan Hati Ayu Ting Ting Ditinggal Suami. [online]. Tersedia: palembang.tribunnews.com [12 Maret 2014].

____. 2013. 114 Istri di NTT Jadi Korban KDRT di Tahun 2012. [online]. Tersedia: www.suarapembaharuan.com [12 Maret 2014].

____. 2014. Profile Rhoma Irama. [online]. Tersedia:

www.cumicumi.com/celebrities/Rhoma-irama/profile.html [12 Maret

Gambar

Tabel 1
Tabel 2. Pedoman Analisis Novel

Referensi

Dokumen terkait

Pada software SAP2000, beban tekanan total (tanah+air) yang berbentuk segitiga tersebut dilimpahkan merata ke pelat yang dijepit di sisi bawah elemen dinding basement. Bagian

sebesar -10,888 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, nilai ini < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat beda pengaruh Core Stability Exercise dan Shuttle Run

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang tugas oleh undang-undang untuk

Pemanfaatan Hutan Wisata Situ Kabuyutan Sebagai Sumber Belajar Pada Mata Pelajaran Geografi SMA Negeri Di Kabupaten Garut.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Melakukan pengukuran ODI untuk dikaji dan disiapkan menjadi sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, menghitung hasil yang telah diperoleh dari

peserta harus sesuai dengan persyaratan dan standarnya, jadi tidak sembarangan dan benar- benar orang yang terpilih. Adapun cadangan peserta itu juga sudah diuji, soalnya

.Sudarwan Danim dan Suparno, Manajemen dan kepemimpinan transformasional kekepalasekolahan, Jakarta Rineka Cipta,2009 h.2.. Jadi dapat ditegaskan bahwa kepemimpinan dapat

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MOD EL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR ASPEK KETERAMPILAN PROSES SISWA KELAS IV D I SEKOLAH ALAM CIKEAS.. Universitas