• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.)."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG,

LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN

KUBIS (Brassica oleracea L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agroteknologi

oleh:

VANDI CAHYA WINARNO NPM : 0825110018

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(2)

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG,

LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN

KUBIS (Brassica oleracea L.)

Diajukan Oleh

VANDI CAHYA WINARNO NPM : 0825110018

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Ir. Sri Rahayuningtias, MP Ir. Sri Rahayuningtias, MP

NIP. 195307101983032001 NIP. 195307101983032001

2. Pembimbing Pendamping 2. Sekertaris

Ir. Wiwik Sri Harijani, MP Ir. Wiwik Sri Harijani, MP

NIP. 196206281991032001 NIP. 196206281991032001

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Progdi Agroteknologi

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS Ir. Mulyadi, MS

(3)

RINGKASAN

Vandi Cahya Winar no, NPM:0825110018. EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS, DAN SERAI) TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L). Dibawah bimbingan : Ir. Sr i Rahayuningtyas, MP selaku pembimbing utama dan Ir. Wiwik Sr i Harijani, MP selaku pembimbing pendamping.

Indonesia juga kaya akan sumber daya hayati yaitu Tanaman Rempah dan Obat (TRO). Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat dan atsiri telah dilakukan sejak zaman dahulu, secara turun-temurun. Saat ini bahan baku TRO melimpah di masyarakat. Pemanfaatan TRO, selain industri jamu diharapkan mampu meningkatkan kemauan petani untuk bercocok tanam TRO sehubungan dengan peningkatan permintaan pasar yang secara langsung mampu meningkatan pendapatan petani. Minyak atsiri dari TRO diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida, hal ini berkaitan dengan sifatnya yang mampu membunuh, mengusir, dan menghambat serangga hama untuk makan, serta mengendalikan penyakit tanaman.

Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui populasi hama dan persentase serangan hama pada tanaman kubis. Dan mengetahui efektifitas pestisida nabati (Mimba, Gadung, Laos, dan Serai) terhadap hama pada tanaman kubis. Metode penelitian faktor tunggal dengan menggunakan lima perlakuan pestisida yaitu mimba dan laos, mimba dan serai, mimba dan gadung, mimba, serai, laos, gadung, pestisida kimia Regent. Dengan ulangan sebanyak 5 (lima) kali.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi, dengan judul “EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA,

GADUNG, LAOS, SERAI,) TERHADAP HAMA PADA TANAMAN

KUBIS (Brassica oleracea L .)”

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Strata 1 pada Program Studi Agroteknologi di Fakultas Pertanian

UPN “Veteran” Jawa Timur. Disertai harapan semoga laporan dalam penyusunan

skripsi ini dapat diterima, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih sebesar besarnya kepada : Ir. Hj. Sri Rahayuningtias MP. selaku

dosen pembimbing utama. dan Ir. Hj. Wiwik Sri Harijani MP, selaku dosen

pembimbing pendamping. Yang telah meluangkan waktu dalam membimbing

dengan penuh kesabaran dan ketelatenannya kepada penulis.

Juga tidak ketinggalan ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur Surabaya.

2. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi

3. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi, doa dan dukungan

finansial dan material segenap jiwa raga untuk saya.

4. Akbar Transtito, Triono, Andy Dharma Wijaya, Badru Tamam, Rahadi

purbantoro, Dolyto franata yang menjadi semangat dan inspirasi saya.

5. Teman-seperjuangan angkatan 2008 jurusan Agroteknologi UPN

(5)

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna, untuk itu peneliti mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surabaya, Juni 2013

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ... ....2

1.3. Tujuan Penelitian ... ....3

1.4. Manfaat Penelitian ... ....3

II. TINJ AUAN PUSTAKA ...4

2.1. Tanaman Kubis...4

2.1.1. Sisitimatika Tanaman Kubis ...4

2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kubis...4

2.1.3. Penanaman ...4

(7)

2.1.5. Pengairan ...5

2.2. Hama Utama Yang Menyerang Tanaman Kubis ...6

2.2.1. Plutella xylostella ... .. 6

2.2.2. Ulat Grayak (Spodoptera litura) ... .. 7

2.3. Pestisida Nabati ... 10

2.3.1. Pemanfaatan Pestisida Nabati Dalam PHT ... 10

2.3.2. Cara Kerja Pestisida Nabati ... 11

2.3.3. Beberapa Keunggulan Dan Kelemahan Pestisida Nabati ... 11

2.3.4. Tanaman Serai ... 12

2.3.5. Tanaman Laos ... 13

2.2.6. Tanaman Gadung ... 14

2.3.7. Mimba ... 15

2.4. Hipotesis ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2. Bahan dan Alat ... 17

3.3. Metode Penelitian ... 17

(8)

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.5.1. Penanaman Tanaman Kubis ... 19

3.5.1.1. Persemaian ... 19

3.5.1.2 Pengolahan Tanah ... 19

3.5.1.3. Penanaman ... 19

3.5.1.4. Pemupukan ... 20

3.5.1.5. Pengairan ... 20

3.6. Pengamatan ... 20

3.7. Pengolahan Data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Gejala Serangan Pada Tunas, Batang, Daun... 22

4.2. Populasi Hama Pada Tanaman Kubis ... 24

4.3. Persentase Serangan Hama ... 26

4.4. Efektivitas Pestisida Nabati ... 31

V. KESIMPULAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Populasi Serangan Hama Ulat Grayak ...24

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Denah Penempatan Perlakuan Penelitian ...18

2. Gejala Tanaman Kubis Yang Terserang Spodoptera litura ...22

3. Hama Ulat Spodoptera litura Yang Menyerang Tanaman Kubis...22

Lampiran 1. Petak Percobaan Penelitian Pestisida Nabati ...37

2. Petak Percobaan Penelitian Pestisida Nabati ...37

3. Gadung...38

4. Serai ...38

5. Laos ...39

6. Daun Mimba ...39

7. Gejala serangan hama pada tanaman kubis ...40

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki keunggulan komparatif pada keaneka-ragaman

sumberdaya alamnya, terutama sumberdaya hayati (biodiversity), dengan

demikian pembangunan pertanian dianggap sesuai untuk dapat menangkap

keunggulan komparatif Indonesia ini. Pertanian yang memanfaatkan keunggulan

komparatif pada akhirnya tidak dapat diandalkan jika gagal memenuhi tuntutan

kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

Peraturan Pemerintah no.6/1995 ditetapkan bahwa perlindungan tanaman

dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) harus mengacu

pada prinsip PHT penekanan pengendalian tetap pada cara-cara bercocok tanam

dan pendayagunaan musuh alami hama, sedang Insektisida kimia hanya

digunakan bila cara-cara non kimiawi tidak bisa menekan populasi hama pada

tingkat ambang batas ekonomi (atau yang merugikan). Prinsip PHT yang lain

dengan cara pemantauan teratur dan pengendalian dengan menggunakan musuh

alami (Anonim, 2007).

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji potensi beberapa Tanaman

Obat dan Rempah (TRO) untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati.

Tanaman secara alamiah diketahui menghasilkan senyawa sekunder yang dapat

dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari serangan Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT). Hasil ekstraksi senyawa kimia ini berpotensi untuk

(12)

dialam jika dibandingkan dengan bahan aktif pestisida sintetis sehingga

penggunaannya aman bagi para petani, pengguna, dan lingkungan di sekitarnya

(Regnault-Roger, 2005).

Berbagai cara ditempuh untuk mengatasi hama pengganggu dengan

menggunakan varietas tahan, mengadakan pergiliran tanaman, penanaman

serempak dan penggunaan pestisida (Cahyono, 2002). Penggunaan pestisida

khususnya yang bersifat sintesis berkembang luas karena dianggap paling cepat

dan ampuh mengatasi gangguan hama, tetapi penggunaannya ternyata

menimbulkan kerugian seperti terjadinya resistensi hama, resurjensi hama,

terbunuhnya musuh alami dan masalah pencemaran lingkungan dan sangat

berbahaya bagi manusia (Kardinan, 2005).

Salah satu teknik pengendalian yang memenuhi persyaratan tersebut di

atas adalah pengendalian dengan menggunakan Pestisida Nabati, yaitu pestisida

yang dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan nabati yang ada dialam ini, mudah

didapat dan terjangkau harganya. Pemanfaatan dan formulasi bahan-bahan nabati

untuk pestisida dalam mengendalikan OPT diharapkan dapat dijadikan titik tolak

dalam usaha pelestarian, dan merupakan cara pendekatan tidak langsung

masyarakat petani dalam ikut mengembangkan teknik pelestarian lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Dampak negatif dari penggunaan bahan-bahan kimia yang bersifat racun

dapat menyebabkan hama-hama sekunder, musnahnya jenis-jenis serangga yang

bermanfaat, serta adanya residu pestisida yang tinggi ada komponen biotik dan

(13)

keseimbangan lingkungan, oleh karena itu upaya pengembangan cara

pengendalian dengan menggunakan pestisida nabati yang dicampur dan sesuai

dengan perlakuan penelitian. Pestisida nabati yang digunakan berasal dari

tanaman rempah dan obat seperti mimba, gadung, serai, dan laos yang digunakan

sebagai pestisida nabati ramah lingkungan. Berdasarkan dari uraian tersebut maka

dapat dirumuskan permasalahan daripada penelitian ini

1. Berbagai formulasi campuran pestisida nabati dapat menekan populasi

hama dan mengurangi tingkat persentase serangan pada tanaman kubis.

2. Pestisida nabati (Mimba, Gadung, Laos, dan Serai) efektif terhadap hama

pada tanaman kubis.

1.3. Tujuan Penelitian.

1. Mengetahui efektifitas pestisida nabati (Mimba, Gadung, Laos, dan Serai)

terhadap hama pada tanaman kubis.

1.4. Manfaat Penelitian

1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi formulasi

(14)

II. TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kubis

2.1.1. Sistematika Tanaman Kubis

Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi dan sistematika botani, tanaman

kubis adalah termasuk :

Kingdom : Spermatophyte

Filum : Angiospermae

Kelas : dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Family : Cruciferae ( Brassicaceae)

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea L.

2.1.2. Syar at Tumbuh Tanaman Kubis

Tanaman kubis dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi.

Pada dataran rendah kubis merupakan salah satu tanaman sayuran yang memiliki

potensi untuk dikembangkan, karena peluang pasar yang terbuka lebar.

Pertumbuhan optimum didapatkan pada tanah yang banyak mengandung humus,

gembur, porus, pH tanah antara 6-7. Kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan

pemeliharaan lebih intensif (Rukmana, 1994).

2.1.3. Penanaman

Sebelum penanaman maka dilakukan pengolahan lahan untuk tanaman

(15)

pembersihan dan pembuatan drainase yang baik, selanjutnya membuat garitan

melalui proses pembumbunan dengan kondisi tanah yang cukup lembab. Bibit

kubis ditanam dengan jarak tanam 50 x 40 cm atau 50 x 50 cm. Penanaman secara

tumpang sari antara tanaman tomat dengan kubis sangat dianjurkan karena dapat

mengurangi hama Plutella pada kubis, dimana tanaman tomat dapat ditanam satu

bulan sebelum penanaman kubis (Rukmana, 1994).

2.1.4. Pemupukan

Pemupukan diberikan beberapa saat tanaman berumur 4 minggu setelah

tanam, dengan memberikan sisa pupuk NPK sebanyak 10gr pertanaman.

Pemupukan dilakukan dengan cara meletakkan pupuk pada lubang dekat tanaman

dengan jarak 10 cm dari batang tanam, selanjutnya ditutup kembali dengan tanah,

setelah pemupukan dilakukan pengairan (Rukmana, 1994).

2.1.5. Pengairan

Tanaman kubis sangat membutuhkan air yang cukup sehingga kegiatan

pengairan sangat penting karena merupakan faktor yang kritis apabila terjadi

kekurangan air. Pada saat musim kemarau, pengairan dapat dilakukan dengan cara

penggenangan air selama dua kali seminggu, sampai terbentuknya krop yaitu pada

(16)

2.2. Hama Utama Yang Menyerang Tanaman Kubis

2.2.1. Plutella xylostella

Serangga hama ini dikenal dengan ulat daun kubis atau diamond back

moth, termasuk ordo Lepidoptera, family Plutellidae dan mernpunyai daerah

penyebaran di Indonesia. Ngengat P. xylostella kecil berwarna coklat kelabu, pada

sayap depan terdapat tanda ”tiga berlian”. Ngengat aktif pada senja dan malam

P. xylostella adalah petsai, brokoli, dan kubis-kubisan lainnya, (Arifin, 1992).

Pengendalian

Teknologi pengendalian yang digunakan hendaknya diutamakan yang

mendorong berfungsinya proses pengendalian alami yang mampu menekan

populasi pada aras keseimbangan yang rendah, oleh sebab itu teknologi

pengendalian OPT yang dirancang petani seyogyanya mengacu pada prinsip

pengendalian yang spesifik lokasi serta terpadu, yaitu Penerapan Pengendalian

Hama Terpadu. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan bila ditemukan 3

paket telur pada 10 tanaman dan 5 % tanaman terserang hama tersebut.

Pengendalian kimia cara tersebut dapat menghemat/menekan penggunaan

pestisida 7 – 11 kali penyemprotan. Selain itu dapat juga digunakan pestisida

(17)

dengan : Bacillus thurigiensis, biji sirsak atau dengan menggunakan biji nimba

30 gr/liter. Untuk pengendalian hama ulat kubis Plutella xytostella dapat

dilakukan dengan cara mekanis dan kimia. Cara mekanis yaitu dengan

memusnahkan dan mengumpulkan semua larva imago yang ditemukan,

sedangkan cara kimiawi dilakukan dengan penggunaan pestisida selektif bila

ditemukan 5 larva setiap 10 tanaman dan 5% dari jumlah tanaman telah terserang

hama tersebut. Dengan melakukan pengamatan, maka akan menghemat

penggunaan pestisida 7 – 11 kali penyemprotan dengan dosis 0,5 – 1cc/liter tiap

penyemprotan, (Arifin, 1992).

2.2.2. Spodoptera litura L (Ulat Grayak)

Spodoptera litura L pada instar pertama tubuh larvanya berwarna hijau

kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala

berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau

dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu - bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas

abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat

garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat

empat buah titik yang berbaris dua-dua, (Indrayani, Subiyakto dan Ghotama,

2004).

Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar

kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag

berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat , kelima dan

keenam agak sulit dibedakan. Untuk panjang tubuh instar ke empat 13-20 mm,

instar kelima 25-35 mm dan instar ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat

(18)

keunguan.Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua

atau hitam kecoklat-coklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa

tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6

cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan

ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap

belakang biasanya berwarna putih, (Kalshoven, 1981).

Spodoptera litura L hidup dalam kisaran inang yang luas dan bersifat

polifagus. Karena itu hama ini dapat menimbulkan kerusakan serius. Menurut

Sudarmo (2005) kerusakan yang ditimbulkan pada stadium larva berupa

kerusakan pada daun tanaman inang sehingga daun menjadi berlubang-lubang.

Larva instar 1 dan 2 memakan seluruh permukaan daun, kecuali epidermis

permukaan atas tulang daun. Larva instar 3-5 makan seluruh bagian helai daun

muda tetapi tidak makan tulang daun yang tua. Daur hidup S. litura Sebagai

anggota ordo lepidoptera, S. Litura mempunyai tipe metamorfosis sempurna

dengan stadia perkembangan telur, larva, pupa dan imago, (Mardiningsih dan

Barriyah, 1995).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi telur dapat mencapai 3000

butir per induk betina yang tersusun atas 11 kelompok dengan rerata 350 butir

telur per kelompok (Arifin, 1992). Telur biasanya diletakkan di bawah permukaan

bawah daun secara berkelompok berkisar 4-8 kelompok (Untung, 1993). Jumlah

telur setiap kelompok antara 30-100 butir. Telur tersebut ditutupi dengan

bulu-bulu berwarna coklat keemasan. Diameter telur 0,3mm sedangkan lama stadia

telur berkisarn antara 3-4 hari (Kalshoven, 1981). Larva S. litura yang baru keluar

(19)

bintik hitam berbentuk bulan sabit pada tiap ruas abdomen terutama ruas ke-4 dan

ke-10 yang dibatasi oleh garis-garis lateral dan dorsal berwarna kuning yang

membujur sepanjang badan (Arifin, 1992). Lama stadium larva 18-33 hari

(Kalshoven, 1981). Sebelum telur menetas, larva yang baru keluar dari telur tidak

segera meninggalkan kelompoknya tetapi tetap berkelompok (Indrayani, et, al

2004). Selama stadium larva serangga ini mengalami enam instar yang

berlangsung selama 13-17 hari dengan rerata 14 hari.

Menjelang masa prepupa, larva membentuk jalinan benang untuk

melindungi diri dari pada masa pupa. Masa prepupa merupakan stadium larva

berhenti makan dan tidak aktif bergerak yang dicirikan dengan pemendekan tubuh

larva. Panjang prepupa 1,4-1,9 cm dengan rerata 1,68 cm dan lebarnya 3,5-4mm

dengan rerata 3,7 mm. Masa prepupa berkisar antara 1-2 hari (Mardiningsih dan

Barriyah, 1995). Pupa S.litura berwarna merah gelap dengan panjang 15-20 mm

dan bentuknya meruncing ke ujung dan tumpul pada bagian kepala. Pupa

terbentuk di dalam rongga-rongga tanah di dekat permukaan tanah (Arifin, 1992).

Masa pupa di dalam tanah berlangsung 12-16 hari (Indrayani, et al, 2004).

Imago muncul pada sore hari dan malam hari, sedangkan pada pagi hari,

serangga jantan biasanya terbang di atas tanaman, serangga betina diam pada

tanaman sambil melepaskan feromon. Perkembangan dari telur sampai imago

berlangsung selama ± 35 hari. Faktor density dependent (bertautan padat) yaitu

faktor penghambat laju populasi hama ini adalah sifatnya yang kanibal.

Sedangkan populasi telur dan larva instar muda dapat tertekan oleh curah hujan

(20)

jamur. Musim kering dapat berpengaruh pada tanah dalam menghambat

perkembangan pupa ( Kalshoven, 1981).

2.3. Pestisida Nabati

Nirwana (2012) menyatakan bahwa pestisida nabati adalah pestisida yang

bahan dasarnya didapat dari tanaman yang bergetah. Sudah lama digunakan oleh

petani dan sekarang mulai diminati karena mahalnya pertisida kimiawi, dan

disamping itu pestisida kimiawi telah mengakibatkan hama pengganggu tanaman

menjadi kebal dan merusak tatanan siklus lingkungan, terutama mengakibatkan

penurunan perlahan-lahan yang sangat berpengruh terhadap kesehatan manusia,

baik yang melakukan penyemprotan dan juga terhadap sebagian hasil produksi

yang langsung dikonsumsi seperti buah-buahan, tumbuhan sayur mayur dan

lainnya.

Pestisida nabati bisa dibuat dengan sederhana dan dapat dikerjakan oleh

kelompok tani atau petani, pestisida nabati yang dibuat dari hasil perasan,

rendaman, ekstrak dari bagian tanaman.

Pestisida nabati merupakan produk alam yang berasal dari tumbuhan yang

mengandung bioaktif seperti alkaloid senyawa skunder yang jika diaplikasikan ke

ke jasad sasaran (hama) dapat mempengaruhi sistem syaraf, terganggunya

reproduksi, keseimbangan hormon, prilaku berupa penarik/pemikat, penolak,

mengurangi nafsu makan dan terganggunya sistem pernafasan. Senyawa bioaktif

dalam tumbuhan bahan pestisida nabati dapat dimanfaatkan sama seperti pestisida

sintetis. Bagian tumbuhan yang bahan pestisida nabati bisa digunakan dalam

(21)

2.3.1. Pemanfaatan Pestisida Nabati Dalam PHT.

Dalam peraturan pemerintah no.6/1995 ditetapkan bahwa perlindungan

tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) harus

mengacu pada prinsip PHT penekanan pengendalian tetap pada cara-cara

bercocok tanam dan pendayagunaan musuh alami hama, sedang Insektisida botani

hanya digunakan bila cara-cara non kimiawi tidak bisa menekan populasi hama

pada tingkat ambang batas ekonomi (atau yang merugikan). Prinsip PHT yang

lain dengan cara pemantauan teratur dan pengendalian dengan menggunakan

musuh alami.

2.3.2. Cara ker ja Pestisida Nabati.

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman

atau tumbuhan yang sebenarnya yang ada di sekitar kita. Penggunaan pestisida

nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif murah

apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo, 2005). Pestisida nabati

dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja

yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara

kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu : merusak perkembangan telur, larva,

dan pupa; menghambat pergantian kulit; menganggu komunikasi serangga;

menyebabkan serangga menolak makan; menghambat reproduksi serangga betina;

mengurangi nafsu makan dan mengusir serangga (repellent); memblokir

kemampuan makan serangga; menghambat perkembangan patogen penyakit

(22)

2.3.3. Beberapa Keunggulan dan Kelemahan Pestisida Nabati (Sudar mo, 2005)

Keunggulan :

- Murah dan mudah dibuat

- Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman (toksisitas)

- Tidak menimbulkan kekebalan pada hama

- Relatif aman bagi lingkungan

- Kompatibel bila digabung dengan cara pengendalian yang lain.

- Hasil pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida.

(23)

Serai merupakan tanaman herbal menaun dan merupakan jenis rumput

rumputan dengan daun tunggal berjubai dengan tinggi tanaman antara 50-100 cm.

Panjang dan lebar 1,5 cm daunnya kasar dan tajam tulang daun berjajar

permukaan atas bawah berambut berwarna hijau muda. Dengan insektisida nabati

yang bahan dasarnya berasal dari tanaman serai (Cymbopogon nardus), karena

jenis ini memiliki kemampuan untuk menurunkan populasi hama (Kardinan,

1992). Bagian daun serai banyak mengandung minyak atsiri yang terdiri dari

senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metal heptenon, dan

diptena. Bahan aktif yang mengandung zat beracun adalah geraniol.

2.3.5. Tanaman Laos

Nirwana (2012) menyatakan bahwa tanaman laos bernama latin Alpina

galangal dikenal juga dengan nama lain lengkuas, laja (sunda), langkueh

(minang) dll. Bagian tanaman ini yang sering dipergunakan sebagai bahan obat

adalah rimpangnya. Tanaman lengkuas merupakan tumbuhan herbal/terna

menahun tinggi 1,5 – 2 m, tegak, terrestrial, dengan kumpulan daun berbentuk

roset dekat permukaan tanah. Akar serabut tumbuh disekitar rimpang, warna

coklat muda dan tidak berbatang nyata, batang terdapat didalam tanah sebagai

rimpang yang bercabang sangat kuat, cabangnya banyak, berumbi, aromatik. Akar

sangat banyak. Umbi berwarna putih dengan tepi berwarna coklat kekuningan.

Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1 % minyak atsiri berwarna

kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %, sineol 20 % - 30

%,eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, δ-pinen, galangin, dan lain-lain. Selai n itu

(24)

yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat,

kuersetin, amilum, beberapa senyawa flavonoid, dan lain-lain.

Penelitian yang lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas

mengandung zat-zat yang dapat menhambat enzim xanthin oksidase sehingga

bersifat sebagai antitumor, yaitu trans p-kumari diasetat, transkoniferil diasetat,

asetoksi chavikol asetat, asetoksi eugenol setat, dan 4-hidroksi benzaidehida. Juga

mengandung suatu senyawa diarilheptanoid yang dinamakan

1-(4-hidroksifenil)-7-fenilheptan-3,5-diol. Mengandung kariofilen oksida, kario- filenol, kuersetin-3-

metal eter, isoramnetin, kaemferida, galangin, galangin-3-metil eter, ramnositrin

dan 7-hidroksi-3,5-dimetoksiflavon. (Anonim, 2005).

2.3.6. Gadung

Petani Indonesia menggunakan ubi ini sebagai pestisida alami untuk

mengusir hama tanaman. Banyak formula yang bisa dibuat, seperti misalnya

ditambahkan dengan daun nimba/mimba. Berbagai jenis tumbuhan menghasilkan

metabolit sekunder yang fungsinya antara lain untuk mempertahankan diri

terhadap organisme pengganggu. Secara kimiawi senyawa-senyawa kimia itu

dapat bersifat sederhana atau komplek, dan dapat meracuni organism yang

memakannya. Salah satu contoh metabolic sekunder yang dihasilkan tumbuhan

dan bersifat toksik tersebut alkaloid. alkaloid merupakan suatu substansi yang

bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan kerapkali juga

bersifat toksik terhadap manusia, bahan beracun yang terdapat dalam umbi

(25)

C13H19O2N dan dioscin. Akaloid dioskorin bersifat polar sehingga dapat larut

kedalam air, (Sait, 1991).

Menurut Heyne (1987), umbi gadung banyak sekali mengandung racun

yang mengakibatkan gatal pada tangan dan tubuh, dan kadang-kadang kulit

manusia dapat mengelupas. Zat racun yang terkandung didalam umbi gadung

termasuk alkaloid padat, yakni dioskorin (dioscorine),yang mempunyai

pembangkit kejang seperti halnya pikrotoksin (picrotoxine). Uji efektivitas ubi

gadung sebagai pestisida nabati dengan menggunakan cairan perasan dewasa ini

telah tersosialisasi penggunannya pada beberapa kelompok tani di Sultra.

Kelemahan penggunaan cairan perasan (ekstrak) ubi gadung di lahan pertanian

antara lain, cairan perasan yang diperoleh mengandung bahan-bahan yang mudah

terfermentasi menghasilkan bau yang busuk. Kedua, jika diperas secara manual

dan terkontak langsung dengan kulit, akan menimbulkan rasa gatal, sehingga

petani enggan melakukannya.

2.3.7. Mimba

Mimba (Azadirachta indica), secara umum pestisida nabati diartikan

sebagai suatu pestisida yang bahan dasanya berasal dari tumbuhan yang relatif

mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, oleh karena

terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai

(bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman

bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. (Rukmana,

(26)

Serbuk biji mimba merupakan alternatif lain komponen pengendali hama

nonkimia yang berasal dari tumbuhan (Azadirachta Indica), sebagai bahan aktif

utama ekstrak biji mimba merupakan senyawa liminoid yang sangat beracun bagi

serangga hama fitofagus. Pengaruh azadirachtin terhadap serangga antara lain

sebagai penghambat pertumbuhan (growth regulator), penolak makan

(antifeedant), dan penghambat reproduksi (Indrayani, Subiyakto dan Ghotama,

2004). Azacdirachtin tidak berbahaya bagi organisme bukan sasaran seperti

parasitoid, predator dan berbagai serangga penyerbuk (Lowery dan Isman, 1995;

Naumann dan Isman, 1996 dalam. Indriyani dkk, 2004).

Mimba (A. Indica) merupakan tumbuhan yang umum ditanam sebagai

tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai

insektisida botanik. Karena bersifat toksid terhadap beberapa jenis hama dari ordo

Orthoptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera

(Jacobson, 1981). Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin

(Partopuro, 1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam

jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun

1980-an mulai b1980-anyak y1980-ang mencoba menggunak1980-an ekstrak mimba untuk

mengendalikan hama tanaman.

Ekstrak mimba dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan air

sebagai pelarut. Salah satu cara pengendalian hama di lapangan ialah dengan

menyemprotnya pada tanaman. Konsentrasi penyemprotan sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan pengendalian hama dan produksi tanaman. Penyemprotan

(27)

dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman termasuk sawi yang

merupakan objek penelitian (Prijono dan Triwidodo, 1994).

2.4. Hipotesis

1. Formulasi campuran pestisida nabati (Mimba, Gadung, Laos, dan Serai) dapat

mengurangi intensitas serangan dan menekan populasi hama pada tanaman

kubis.

2. Formulasi campuran pestisida nabati efektif untuk mengendalikan hama pada

(28)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dengan ketinggian tempat 6 meter

di atas permukaan laut dan dimulai bulan Oktober - Desember 2012.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan : yaitu tanaman kubis (Brassica oleracea L) Varietas Semenis, daun

mimba, umbi gadung, Serai, laos, pupuk organik dan anorganik, keberadaan hama

secara alamiah, pestisida kimia regent.

Alat : cangkul, meteran, Kaca pembesar, ember plastik, alat tumbuk, alat

semprot (Hand Sprayer) serta timbangan dan polibag semai.

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian dengan menggunakan faktor tunggal dan perbandingan

beberapa perlakuan antara yaitu.

A. Mimba+Gadung+Laos+Serai

B. Mimba+Gadung

C. Mimba+Serai

D. Mimba+Laos

E. Kimia Regent

(29)

3A3 2B2 2D2 2A2 5A5

1B1 5D5 5D5 5B5 3B3

5C5 1A1 1A1 2C2 3C3

4D4 4C4 3A3 3D3 3E3

5E5 4E4 4B4 1E1 2E2

Gambar 1. Denah Penelitian Efektivitas Pestisida Nabati

Keterangan :

1 – 5 adalah perlakuan dan ulangan

A adalah mimba + gadung + laos + serai

B adalah mimba + gadung

C adalah mimba + serai

D adalah mimba + laos

E adalah kimia Regent

3.4.Pembuatan Komposisi Pestisida Nabati

A. Komposisi untuk A yaitu mimba 1 kg; ½ kg gadung; ½ kg laos; ½ kg serai

dicampur kemudian ditumbuk dan tambahkan air 1 liter kemudian diamkan 2

x 24 jam, setelah itu disaring dan diambil 50 ml, kemudian ditambah air 1

liter setelah itu diaplikasikan pada tanaman 50 cc.

B. Komposisinya mimba 1 kg; ½ kg gadung; tumbuk dan kemudian tambahkan

air 1 liter setelah itu diamkan 2 x 24 jam disaring dan diambil 50 ml

(30)

C. Komposisinya mimba 1 kg; ½ kg serai; tumbuk kemudian tambahkan air 1

liter setelah itu diamkan 2 x 24 jam disaring dan diambil 50 ml dan ditambah

air 1 liter setelah itu diaplikasikan pada tanaman 50 cc.

D. Komposisinya mimba 1 kg; ½ kg laos; tumbuk dan kemudian tambahkan air

1 liter setelah itu didiamkan 2 x 24 jam disaring dan diambil 50 ml dan

ditambahkan air 1 liter setelah itu diaplikasikan pada tanaman 50 cc.

E. Insektisida kimia menggunakan bahan aktif Fipronil sebanyak 5ml, dilarutkan

dengan 1 liter air, kemudian siap diaplikasikan pada tanaman 50 cc.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Penanaman Tanaman Kubis

3.5.1.1. Persemaian

Benih kubis yang digunakan adalah varietas Seminis, benih sebelum

disemaikan perlu direndam kedalam air untuk mengetahui kualitas daripada benih,

benih kubis yang mengambang diambil dan buang. Selanjutnya benih disemaikan

di polibag persemaian setelah berumur 2- 3 minggu bibit siap untuk dipindahkan

ke tempat penanaman.

3.5.1.2. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara pemberiaan tanah, pupuk

kandang dan kompos ke bak penanaman sesuai dengan kebutuhan, dimana

perbandingan antara tanah : pupuk kandang : kompos adalah 4 : 1 : 1.

3.5.1.3. Penanaman

Sebelum penanaman maka membuat garitan dangkal (+ 10 cm) sesuai

dengan jarak antar baris dan diikuti pembuatan lubang tanam sesuai dengan jarak

(31)

berumur 2-3 minggu dapat dilakukan pada pagi atau sore hari dengan persyaratan

bibit tersebut telah melalui proses pembumbunan dengan kondisi tanah yang

cukup lembab.

3.5.1.4. Pemupukan

Pemupukan diberikan pada saat tanaman 1 minggu setelah tanam dengan

memberikan pupuk Urea sebanyak 4 gram/tanaman. Dengan cara meletakkan

pupuk pada lubang dekat tanaman dengan jarak 10 cm dari lubang tanam,

selanjutnya ditutup kembali dengan tanah, setelah pemupukan dilakukan

penyiraman.

3.5.1.5. Pengairan

Tanaman kubis sangat membutuhkan air yang cukup sehingga kegiatan

penyiraman sangat penting karena merupakan faktor yang kritis apabila terjadi

kekurangan air. Penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali pagi dan sore hari

3.5.1.6. Pengendalian Hama Penyakit

Pengendalian hama disesuaikan dengan perlakuan penelitian pestisida

nabati.

3.6. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali dan di mulai pada saat tanaman

telah berumur 10 hari setelah tanam sampai tanaman membentuk Crop kurang

lebih 2 bulan. Parameter pengamatan meliputi gejala serangan, pada tunas, batang,

daun, populasi serangga hama (Spodoptera sp), dan persentase serangan dihitung

(32)

P = B/A x 100 %

Dimana :

P. adalah Presentase Kerusakan

A. adalah Jumlah tanaman yang amati

B. adalah Jumlah tanaman yang terserang

Intensitas serangan, dengan mengamati kerusakan pada tanaman disetiap

tanaman sampel. Penentuan tingkat kerusakan tanaman kubis adalah sebagai

berikut : (Anonim, 2007)

1. Sangat berat, kerusakan > 50%

2. Berat, kerusakan 30%-50%

3. Cukup berat, kerusakan 15%-29%

4. Ringan, kerusakan 1%-14%

5. Tidak ada serangan, kerusakan 0%

3.7. Pengolahan Data

Data hasil pengamatan yang diperoleh dilakukan penjumlahan dari

masing-masing variabel yang diamati, meliputi Populasi Hama dan persentase

serangan pada tanaman kubis. Kemudian data yang telah ditabulasi di cari

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gejala Serangan Pada Tunas, Batang, Daun

Pada pengamatan gejala serangan pada tunas, batang, daun menunjukkan

adanya serangan pada masing-masing perlakuan formulasi pestisida nabati

(mimba gadung serai laos, mimba gadung, mimba serai, mimba laos).

Diketahui adanya lubang didaun dan tunas, hal ini dapat dilihat pada

berikut ini.

Gambar 2. Gejala Tanaman Kubis Yang Terserang Spodoptera litura

(34)

Hal ditunjukkan pada Tabel 1 dimana mulai pengamatan 1 sampai dengan

pengamatan ke16 rerata gejala serangan hama mengalami fluktuasi naik turun

sesuai dengan perlakuan formulasi pestisida nabati, Perlakuan A reratanya sebesar

218,4, perlakuan B sebesar 79,52, perlakuan C sebesar 195,84, perlakuan D

sebesar 204,44 dan perlakuan E sebagai pembanding sebesar 11,84.

Usaha peningkatan dan mempertahankan produksi tanaman seringkali

dihadapkan adanya gangguan hama dan penyakit. Kerugian besar bahkan

kegagalan panen dapat terjadi bila gangguan tersebut tidak diatasi dengan baik.

Kehilangan hasil kubis akibat serangan hama cukup tinggi yakni dapat mencapai

100% oleh Ulat Grayak (Spodoptera litura) Jenis hama ini menempati kedudukan

sebagai hama utama (Rukmana, 1994). Pestisida nabati saat ini banyak dipelajari

peranannya dalam mengendalikan berbagai jenis hama di pertanaman. Pestisida

ini diyakini lebih aman bagi kehidupan, karena bahan aktifnya berasal dari

senyawa sekunder tanaman sehingga residunya mudah terurai di alam (Regnault

Roger 2005). Pemanfaatan senyawa sekunder tanaman sebagai bahan aktif

pestisida didasari pada fungsinya bagi tanaman yang secara alamiah digunakan

untuk perlindungan dari serangan hama.

Nirwana, (2012) menyatakan bahwa pestisida nabati adalah pestisida yang

bahan dasarnya didapat dari tanaman yang bergetah. Sudah lama digunakan oleh

petani dan sekarang mulai diminati karena mahalnya pertisida kimiawi. Dan

disamping itu pestisida kimiawi telah mengakibatkan hama penggaggu tanaman

menjadi kebal dan merusak tatanan siklus lingkungan, terutama mengakibatkan

penurunan perlahan-lahan yang sangat berpengruh terhadap kesehatan manusia,

(35)

yang langsung dikonsumsi seperti buah-buahan,tumbuhan sayur mayur dan

lainnya. Pestisida nabati bisa dibuat dengan sederhana yang dikerjakan oleh

kelompok tani atau petani perorangan. Pestisida nabati yang dibuat berupa

larutan,hasil perasan,rendaman,ekstrak dan rebusan dari bagian tanaman, daun,

batang, akar dari jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan dengan cara

sederhana,misalnya daun nimba,sirih ,mahoni dsb.

4.2. Populasi Hama Pada Tanaman Kubis

Hasil pengamatan penelitian efektifitas pestisida nabati (Mimba, Gadung,

Laos, dan Serai) terhadap hama pada tanaman kobis (Brassica oleracea L)

memberikan hasil yang tidak sama untuk masing-masing perlakuan,

Tabel 1. Populasi Serangan Hama Ulat Grayak Spodoptera litura L Pada Berbagai

Perlakuan.

No Perlakuan Rata-Rata Populasi

1. A (mimba, gadung, laos, serai) 218,4

2. B (mimba, gadung) 79,52

3. C (mimba, laos) 195,84

4. D (mimba, serai) 204,44

5. E (kimia regent) 11,84

(36)

Gambar 4. Histogram Populasi Hama Tanaman Kubis

Dari hasil pengamatan perlakuan A (Mimba+Gadung,+Laos +Serai) rata-rata

mulai pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 16 memberikan jumlah populasi

sebanyak 218,40. Perlakuan B (Mimba+Gadung) rata-rata mulai pengamatan 1

sampai dengan pengamatan 16 memberikan jumlah populasi sebanyak 79,52.

Perlakuan C (mimba + serai) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan

pengamatan 16 memberikan jumlah populasi sebanyak 195,84. Perlakuan D

(mimba+laos) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 16

memberikan jumlah populasi sebanyak 204,44. Sedangkan perlakuan E (Kimia

reagent Bahan aktif Fipronil 50 gr/l) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan

pengamatan 16 memberikan jumlah populasi sebanyak 11,84. (Tabel 1). Dengan

demikian dapat dikatakan diantara empat perlakuan campuran pestisida nabati

tersebut yang paling baik adalah perlakuan B (mimba+gadung), kemudian

(37)

memberikan jumlah populasi hama yang sangat kecil dengan jumlah sebanyak

11,84. Gambar 1 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan formulasi

campuran pestisida nabati rata-rata memberikan pengaruh yang relatif sragam

dilihat dari rata-rata populasi hama yang diamati dengan perbedaan yang relatif

kecil. Kecuali pada perlakuan A (mimba+gadung+serai+laos) pada pengamatan

ke 12 terjadi lonjakan populasi yang tinggi kemudian pada pengamatan ke 13

kembali menurun. Sehingga perlu dilakukan penyemprotan yang lebih pendek dan

dilakukan pada saat yang tepat yaitu sore apabila telah terjadi hujan atau pagi

sekali sebelum matahari terbit, dengan pertisida suatu pengendalian cara lain juga

perlu dilakukan secara bersama

Pemakaian pestisida organik dan penerapan PHT adalah dua hal yang

saling mendukung. Penerapan PHT bertujuan untuk menekan dampak negatif

pemakain pestisida sintesis, mencegah resurgensi dan kekebalan OPT, serta

memanfaatkan semaksimal mumngkin kemampuan alam untuk mengendalikan

OPT, hal ini sangat sejalan dengan tujuan pemakaian pestisida nabati yang ramah

lingkungan (Novizan, 2002). Pestisida nabati tidak hanya mengandung satu jenis

bahan aktif (singleactive ingredient), tetapi beberapa jenis bahan aktif (multiple

active ingredient). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pestisida

nabati cukup efektif terhadap beberapa jenis hama, baik hama di lapangan, rumah

tangga (nyamuk dan lalat), maupun di gudang (Kardinan dan Iskandar 1999a,

1999c).

(38)

Dari hasil pengamatan perlakuan A (Mimba+Gadung,+Laos +Serai)

rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 16, intensitas serangan hama

pada tanaman kubis sebesar 57,37 % (sangat berat). Perlakuan B

(Mimba+Gadung) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 16

intensitas serangan hama pada tanaman kubis sebesar 37,62 % (berat). Perlakuan

C (mimba+serai) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 16

intensitas serangan hama pada tanaman kubis sebesar 52,56 % (sangat berat).

Perlakuan D (mimba +laos) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan

pengamatan 16 intensitas serangan hama pada tanaman kubis sebesar 60,12 %

(sangat berat). Sedangkan perlakuan E (Kimia reagent Bahan aktif Fipronil 50

gr/l) rata-rata mulai pengamatan 1 sampai dengan pengamatan 16 intensitas

serangan hama pada tanaman kubis sebesar 11,62 % (ringan).

(39)

Tabel 2. Persentase Serangan Hama Pada Tanaman Kubis

No Perlakuan Pengamatan ke...

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 A 42 48 68 48 54 56 60 62 64 58 50 64 58 60

2 B 20 26 56 50 42 42 40 36 34 38 36 40 34 38

3 C 48 44 70 62 76 50 8 64 66 64 60 60 60 62

4 D 70 40 52 52 64 52 70 64 64 58 62 60 70 66

5 E 6 16 6 6 18 16 20 18 12 12 12 16 10 12

(40)
(41)

Serangan hama merupakan salah satu faktor yang sering menjadi faktor

pembatas, seperti halnya serangan hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) yang

merupakan saalah satu hama utama pada tanaman Kedelei. Serangan hama ini

bahkan dapat menimbulkan kerusakan sampai 100 persen terutama pada musim

kemarau. Untuk menekan populasi hama ini telah ditempuh berbagai cara

pengendalian, baik secara kultur teknis, mekanis, biologis, maupun dengan

insektisida. Pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik merupakan

cara yang paling mudah dan hasilnya akan tampak jelas dalam waktu yang

singkat. Namun akhir-akhir ini harga insektisida meningkat tajam, selain itu

pemakaian insektisida sintetik dapat membunuh musuh alami hama dan

organisme bukan sasaran lainnya, serta timbulnya hama sekunder, resistensi,

resurjensi, masalah residu dan pencemaran lingkungan (Untung, 1993). Hal ini

mendorong para pakar biologi untuk mencari cara alternatif yang lebih aman

digunakan; cara tersebut antara lain, mencari insektisida nabati yang berasal dari

bahan tanaman berupa biji, daun, akar maupun bagian tanaman lainnya. Mimba

(Azadirachta indica A. Juss) merupakan tumbuhan yang umum ditanam sebagai

tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai

insektisida botanik. Karena bersifat toksid terhadap beberapa jenis hama dari ordo

Orthoptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera

(Jacobson, 1981). Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin

(Partopuro, 1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam

jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun

1980-an mulai b1980-anyak y1980-ang mencoba menggunak1980-an ekstrak mimba untuk

(42)

Ekstrak mimba dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan air

sebagai pelarut. Salah satu cara pengendalian hama di lapangan ialah dengan

menyemprotnya pada tanaman. Konsentrasi penyemprotan sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan pengendalian hama dan produksi tanaman. Penyemprotan

ekstrak daun mimba secara periodik dan tepat konsentrasi diharapkan dapat

meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman termasuk sawi yang merupakan

objek penelitian. Karena senyawa tumbuh-tumbuhan umumnya mempunyai

tingkat residu yang pendek (singkat), sehingga kurang menguntungkan pada saat

serangan hama yang berat (Prijono dan Triwidodo, 1994). Konsentrasi

penyemprotan ekstrak daun mimba secara periodik dan tepat konsentrasi

diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman kedele.

4.1.4. Efektivitas Pestisida Nabati

Pengamatan rata-rata jumlah populasi hama per tanaman dan prosentase

serangan hama pada perlakuan A (Mimba+Gadung,+Laos +Serai) adalah 13,65

dan 57,37 %, perlakuan B (Mimba+Gadung) adalah 4,97 dan 37,62 %, perlakuan

C (Mimba+Serai) adalah 12,24 dan 52,56 %, perlakuan D (Mimba+Laos) adalah

13,09 dan 60,12 %, sedangkan perlakuan E (Kimia reagent Bahan aktif Fipronil

50 gr/l) adalah 0,74 dan 11,62 %. Dari 4 (empat) perlakuan pestisida nabati maka

perlakuan B (mimba + gadung) merupakan campuran pestisida yang mempunyai

efektifitas yang paling baik jika dibandingkan dengan perlakuan A, C, dan D. Hal

ini dapat disebabkan karena perlakuan penyemprotan dilakukan 3 hari sekali,

sehingga mengurangi efektifitasnya.

Saat ini lebih dari 1.500 tanaman menghasilkan senyawa sekunder yang

(43)

Tanaman-tanaman tersebut umumnya termasuk kedalam famili Meliaceae, Annonaceae,

Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae (Prijono et al. 2006). Beberapa contoh

senyawa sekunder yang telah diteliti efektif mengendalikan hama adalah nikotin

yang terkandung dalam tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.), efektif

membunuh Clavigralla tomentoscollis (Stat) dan Riptortus dentipes (Fab.).

Senyawa lainnya adalah pyrethrin yang dikandung dalam tanaman pyrethrum,

Chrysanthemum cinerariaefolium, efektif membunuh Sitophilus granarius (L),

Rhyzopherta dominica (F) dan Tribolium confusum (DuVal). Senyawa

azadirachtin dari tanaman nimba, Azadirachta indica A Juss, efektif menghambat

makan larva ordo Lepidoptera. Senyawa eugenol dalam minyak cengkeh,

Syzygium aromaticum L., efektif menolak hama gudang, Sitophyllus zeamais

Motsch. tungau pada ternak, Dermanyssus gallinae (De Geer), dan parasit pada

sapi, Iodes ricinus (L). Mengingat besarnya peran senyawa sekunder dalam

menekan dan mengendalikan serangan hama telah dilakukan bioassay untuk

mengetahui toksisitas beberapa tanaman obat dan aromatik sebagai bahan aktif

pestisida nabati untuk mengendalikan Diconocoris hewetti yang banyak

menyerang bunga lada. Pemilihan beberapa tanaman obat dan aromatik sebagai

bahan tanaman yang akan diuji didasarkan pada usaha diversifikasi pemanfaatan

produk sehingga harga jual komoditas obat dan aromatik dapat dipertahankan dan

pendapatan petani lebih baik. Selain itu penggunaan pestisida nabati pada

pertanaman lada diharapkan mampu menekan tingkat paparan pestisida sehingga

(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang efektifitas pestisida nabati (mimba, gadung, laos,

dan serai) terhadap hama pada tanaman kubis, dapat disimpulkan bahwa :

1. Populasi hama pada tanaman kubis yang terbanyak terdapat pada

perlakuan A (218,40), kemudian diikuti perlakuan D (204,4), C (195,84)

dan B (79,52). Sedangkan persentasi serangan hama yang terbesar terdapat

pada perlakuan D (60,12), yang diikuti perlakuan A(57,37), C (52,56) dan

B (37,62)

2. Efektifitas pestisida nabati yang terbaik terdapat pada perlakuan B, yang

diikuti perlakuan C, A dan D

5.2. Sar an

Aplikasi pestisida nabati (Mimba, Gadung, Laos dan Serai) khususnya pada

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007.Piretrum Mimba, Lembar Informasi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang Jawa Barat. Diakses dari http: www// Jabar.litbang.deptan.go.id/pdf/liptan/nabati.pdf.

Arifin, M. 1992. Bioekologi, Serangan dan pengendalian Hama Pemakan Daun

Kedelai. Dalam Risalah lokakarya PHT Tanaman Kedelai.

Grainge, M. dan Ahmed, S. 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties.New York.: John Wiley and Sons.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Pertanian: Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta.

Indriyani. I.G.A.A, Subiyakto dan A.A.A Ghotama. 2004. Prospek NPV untuk

Pengendalian Ulat Buah Kapas Helicoverpa armigera dan Ulat grayak S. litura. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen

Pertanian. Jakarta.

Jacobson, M. 1981. Neem research in the US departement of agriculture:

chemical, biologi and cultural aspect : Natural Pestoicides from the Neem Tree ( Azadirachta indica A. Juss) edited by Schurmutterer., K.R.S.

Ascher, and R.Rembold. German Agency for Technical Cooporation. German.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised by Van der Laan. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta.

Kardinan, A. 1999a. Prospek minyak daun Melaleuca bracteata sebagai pengendali populasi hama lalat buah Bactrocera dorsalis di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 18(1): 10-18.

___________. 1999b. Mimba (Azadirachta indica) pestisida nabati yang sangat menjanjikan. Perkembangan Teknologi Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 11(2): 5-13

___________. 1999c. Pengaruh azadirachtin A terhadap serangga Dolleschalia

polibete. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5(1): 8-13.

___________. 1999d. Pengaruh CNSL terhadap imago dan larva Sitophilus sp. Prosiding Seminar Nasional Entomologi, Perhimpunan Entomologi Indonesia 1: 217-223.

___________. 2002. Beberapa jenis tanaman penghasil atraktan nabati

(46)

___________. 2003. Tanaman Pengendali Hama Lalat Buah. Agromedia Pustaka, Jakarta. 80 hlm.

___________. 2005a. Daya proteksi zodia terhadap nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku 11(1): 49-53.

__________. 2005b. Penggunaan atraktan nabati untuk mengendalikan hama lalat buah dalam sistem pertanian organik. hlm.145-155. Prosiding Workshop Masyarakat Pertanian Organik Indonesia.

__________. 2005. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: PT Penebar Swadaya. 52 hal.

__________. 2006. Bioekologi dan strategi pengendalian lalat buah. hlm. 49-59. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pestisida Nabati III. Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

__________. 2007. Potensi selasih sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes

aegypti. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 13(2): 39-42

Mardiningsih, Tri. L dan Barriyah Barimbing. 1995. Biologi S.litura F. Pada

Tanaman Kemiri. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tantangan

Entomologi pada Abad XXI. Perhimbunan Entomologi Indonesia. Balai Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 96-102 hal.

Nirwana,P.B. 2012. pemanfatan Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman.

http://bunganirwana.com/2011/02/15/pemanfaatan-pestisidanabati untuk-mengendalikan-hama-pengganggu-tanaman/.

Novizan, 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Partopuro, F.P. 1989. Ekstraksi daun Nimba. Pusat Antar Universitas Ilmu hayati. Institut Teknologi Bandung. Hlm. 80. Dalam Prosiding Hasil Penelitian dalam rangka Pemanfaatan

(47)

Regnault_Roger BJR, Philogene C, Vincent. C, (Eds.). Biopesticides of Plant Origin: Lavoisier Publishing Inc. p 17-35.

Rita noveriza dan Miftakhurohmah : Efektivitas ekstrak metanol daun salam (Eugeunia polyantha) dan daun jeruk purut (Cytrus histrix)

Rukmana, R 1994. Bayam. Kanisius, Yogyakarta. Bertanam Kubis. Kanisius. Yogyakarta.

Sait, S. 1991. Potensi minyak atsiri daun Indonesia sebagai sumber bahan obat. Prosiding Pengembangan Tanaman Atsiri di Sumatera. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor : 129-134.

Sudarmo, S. 2005. Pestisida nabati dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Sudarmadji, D. 1994. Prospek dan kendala dalam pemanfaatan nimba sebagai

insektisida nabati. Hlm. 222-229. Dalam Prosiding Hasil Penelitian dalam rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. D. Soetopo (editor). Bogor.

Suprapto. 1994. Toksisitas Nimba dan Bengkuang terhadap Pengisap Buah Lada. Hlm. 216 – 220. Dalam Prosiding Hasil Penelitian dalam rangka

Pemanfaatan Pestisida Nabati. D. Soetopo (editor). Bogor.

Tjitrosoepomo, G . 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yokyakarta.

Wardoyo, S. 1988. A Major Hindrance to Cocoa Development. Indonesian Agricultural Research and Developmental Journal 2:1-4.

Widayat, W. 1994. Pengaruh lamanya waktu perendaman serbuk daun dan biji

nimba (Azadirachta indica) terhadap ulat jengkal. Hlm. 208-212. Dalam Prosiding Hasil Penelitian dalam rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati.

(48)

Gambar 1. Petak Percobaan Penelitian Pestisida Nabati

Gambar 2. Petak Percobaan Penelitian Pestisida Nabati

(49)

Gambar 3. Gadung (Dioscorea hispida)

(50)

Gambar 5. Laos (Alpinia galanga )

(51)

Gambar 7. Gejala Serangan Hama Spodoptera litura L pada Tanaman Kubis

Gambar

Gambar 1. Denah Penelitian Efektivitas Pestisida Nabati
Gambar 2. Gejala Tanaman Kubis Yang Terserang Spodoptera litura
Tabel 1. Populasi Serangan Hama Ulat Grayak Spodoptera litura L Pada Berbagai
Gambar 4. Histogram Populasi Hama Tanaman Kubis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan flakes adalah biji nangka yang diperoleh dari pedagang keripik nangka di Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang Kabupaten

Berdasarkan tingkat kepercayaan 95%, disimpulkan bahwa secara simultan variabel DCMR, ICMR, ECRI, Acquiring Cost , dan Overhead Cost dengan NPF sebagai variabel moderasi

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah studi fasa forsterit dengan bahan dasar serbuk silika amorf dari hasil pemurnian pasir silika Tanah Laut dan serbuk

Dengan seringnya pihak Concept Plus mengadakan sebuah acara/ event komunitas pecinta hewan banyak sekali komunitas ± komunitas pecinta hewan yang tertarik untuk

Hasil analisis SWOT yang menggambarkan pada posisi Kuadran III dengan angka -0,15 terhadap peluang dan +0,16 terhadap kekuatan, sehingga didapat strategi T-S dengan arah

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung dalam implementasi strategi meningkatkan kualitas layanan melalui digitalisasi jasa

kepatuhan masyarakat pada Protokol Covid- 19 dalam pembatasan sosial fisik di Kelurahan Oi Fo’o Kota Bima, baik hindari berinteraksi dengan orang yang

Seiring dengan naiknya angle of attack, terjadi perbedaan yang signifikan pada kedua kondisi ini, seperti terlihat pada gambar 7(c) dan 7(d) Pada sudut sebesar 16.00°, posisi