PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP
SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF
411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Hasan Maftuh
NIM : 111 10 143
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP
SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF
411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Hasan Maftuh
NIM : 111 10 143
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA
JL. Tentara Pelajar 02 Telp.( 0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website : www. Stainsalatiga. ac. Id E-mail : administrasi@stainsalatiga. ac. Id
NOTA PEMBIMBING
Hal : Skripsi Sdr. Hasan Maftuh
NIM: 111 10 143
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah STAIN Salatiga
Di Tempat
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Setelah membaca dan memberikan arahan dan perbaikan seperlunya, maka
kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi sdr.
Nama : Hasan Maftuh
NIM : 11110143
Judul : Pembinaan Keagamaan Dalam Konsep Sapta
Marga di Lingkungan TNI Yonif 411 Kostrad Salatiga tahun 2014.
Telah memenuhi syarat untuk diajukan pada sidang munaqosyah skripsi
guna memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Pendidikan Agam Islam.
Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Salatiga, 11 Desember 2014
Pembimbing
Maslikhah, S. Ag., M.Si.
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEPSAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA
TAHUN 2014 yang disusun oleh Hasan Maftuh telah dipertahankan di depan
Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga pada hari ..., tanggal
... dan dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana dalam
bidang Pendidikan Agama Islam
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : ______________
Sekretaris Penguji : ______________
Penguji I : ______________
Penguji II : ______________
Penguji III : ______________
Salatiga, 2015
Rektor STAIN Salatiga
Dr.Rahmad Hariyadi, M. pd.
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA
JL. Tentara Pelajar 02 Telp.( 0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website : www. Stainsalatiga. ac. Id E-mail : administrasi@stainsalatiga. ac. Id.
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Hasan Maftuh
NIM : 111 10 143
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar- benar merupakan hasil karya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Salatiga, 06 Januari 2015
Yang menyatakan,
Hasan Maftuh
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan Iklas dan Ungkapan Syukur Alhamdulillah,
Skripsi ini telah tersusun untuk dipersembahkan kepada:
1. Ayahanda Bapak Jupriyadi (Alm) dan Ibunda tercinta Siti Wafiroh yang telah
berjuang mendidik, membimbing dan membesarkan ananda dengan penuh
kesabaran, keiklasan serta doa dan harapan beliau. Doa dan harapan kepada
ibu adalah selalu diberi kesehatan dan panjang umur. Bapak Jupriyadi (Alm)
agar diampuni dosanya dan diterima disisi-Nya.
2. Adikku tercinta, M. Rizal Baihaqi dan Faqih Yusuf serta keluarga Besarku
yang selalu mendorongku dengan penuh keceriaan dan semangat sehingga
ananda terstimulus untuk berjuang keras segera menyelesaikan skripsi ini.
Doa dan harapan, agar adikku selalu berbakti kepada orang tua, dan bisa
menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
MOTTO
Artinya : Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah
membalas tipu daya mereka itu. dan Allah sebaik-baik pembalas
tipu daya..."
)
Al-Imron - 54 )
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt yang telah
memberikan rahmat, taufik, nikmat serta hidayahnya sehigga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada
junjungan Nabi Agung Muhammad saw beserta para keluarga, sahabat dan para
pengikutnya yang selalu istiqomah di jalan-Nya. Yang telah menunjukan kepada
kita agama yang benar dan menuntun kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada
bantuan, dorongan, motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait.
Namun kebahagiaan yang tiada taranya tidak dapat disembunyikan setelah
penulisan skripsi ini selesai. Oleh karena itu, tidak lupa penulis ucapkan banyak
terimakasih setulus-tulusnya atas terselesaikanya skripsi ini kepada:
1. Dr. H.Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku ketua STAIN Salatiga
2. Rasimin, S.Pd.I., M.Pd selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam
beserta stafnya yang telah membantu penulis selama menjalani kuliah dan
ketika penyusunan skripsi ini.
3. DANYONIF 411 yang telah membatu mengizinkan kami untuk melakukan
penelitian di Yonif 411 Salatiga
4. Maslikhah, S.Ag.,M.Si selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan
memberikan bimbingan serta meluangkan waktu dan perhatian dalam
penulisan skripsi ini.
5. Dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dan
akademik STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan
kepada penulis dan Seluruh Staff di STAIN Salatiga.
6. Teman-teman seperjuangan organisasi/Instasi selama kuliahku yakni Staff
Guru di MI Sukorejo 01 Kec. Suruh, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Salatiga , Racana STAIN Salatiga, SMC Stain Salatiga, Pusat Informasi
Konseling (PIK), Kelas D PAI 2010 dan Karang Taruna yang memberikan
motivasi untuk selalu berjuang menjadi insan yang melayani dan pengabdi.
7. Semua pihak yang telah membantu demi lancarnya skripsi ini baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Hanya rasa syukur yang dapat penulis haturkan kepada Allah Swt yang
telah memberikan anugrah-Nya dalam penyusunan skripsi ini, dengan demikian,
akhirnya penulis mengucapakan banyak terimakasih dan tentunya dalam
penulisan atau penyusunana skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga skripsi ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang
dermawan, serta bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Amin
Salatiga, 13 januari 2015
Penulis
Hasan Maftuh NIM : 111 10 143
ABSTRAK
Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negei Salatiga. Pembimbing : Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Kata Kunci: Pembinaan Keagamaan, Konsep Sapta Marga
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Sebuah kepercayaan itu sering dikenal dengan yang nama agama. Sebuah negara tidak lepas dengan apa yang namanya agama. Selain agama, negara juga membutuhkan sebuah pertahanan militer yang kuat. Islam dan militer apabila dikorelasikan pasti akan saling terkait di negara Indonesia. Sapta Marga merupakan pondasi prajurit dalam mengemban tugasnya. Pembinaan keagamaan dan penanaman nilai Sapta Marga peneliti rasa perlu diterapkan dalam diri seorang prajurit. Penelitian di lakukan di
Yonif 411 Kostrad Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui realitas
pelaksanaan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Kostrad Salatiga. Rumusan masalahnya adalah bagaimana pembinaan keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? Bagaimana pembinaan keagamaan Islam dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? Apa Makna Konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? Dengan tujuan meliputi; (1) Pembinaan Keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. (2) Pembinaan Keagamaan Islam dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. (3) Makna Konsep Sapta Marga Bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014.
Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yakni deskriptif kualitatif maka kehadiran peneliti di kancah penelitian menjadi mutlak adanya. Penelitian ini dilakukan di lingkungan Militer Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Prosedur pengumpulan data meliputi, observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan bentuk observasi, yaitu observasi partisipasi dan observasi terus terang. Penelitian ini menggunakan dua macam triangulasi yaitu triangulasi sumber dan waktu.
Kesimpulannya yaitu tujuan pembinaan keagamaan di yonif 411 Salatiga, berpegang teguh pada kualitas mental kejuangan, ideologi, rohani dan keilmuan.
Hal itu dilakukan kegiatan keagamaan antara lain: Shalat Dhuhur-Isya‟
berjamaah, Kegiatan Yasinan, Khutbah hari Jum‟at, Pengajaran Iqro‟ dan al
-Qur‟an, PHBI. Pembinaan Keagamaan dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 di paparkan dengan dua jenis model dan sejumlah metode yang digunakan. Diakhiri dengan sebuah makna yang dapat diambil melalui rumusan masalah korelasi antara pembinaan keagamaan dan Sapta Marga yang melahirkan sebuah pedoman dalam menjalankan tugas sebagai seorang militer sesuai Sapta Marga.
Halaman Judul ... i
Lembar Berlogo ... ii
Nota Pembimbing ... iii
Lembar Pengesahan ... iv
Pernyataan Keaslian... v
Halaman Persembahan ... vi
Motto ... vii
Kata Pengantar ... viii
Abstrak ... x
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 9
E. Kajian Teori ... 10
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II: KAJIAN TEORI A. Pembinaan Keagamaan Islam 1. Pengertian Pembinaan Keagamaan Islam ... 21
2. Dasar Pembinaan Keagamaan Islam ... 22
4. Dimensi-Dimensi Pembinaan Keagamaan Islam ... 39
B. Sapta Marga 1. Pengertian Sapta Marga ... 46
2. Butir-Butir Sapta Marga ... 47
C. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Sapta Marga 1. Nilai-Nilai Sapta Marga ... 48
a. Toleransi (Pluraslisme) ... 48
b. Patriotisme (Cinta tanah Air) ... 54
c. Ketakwaan, Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan ... 55
d. Kesiapsiagaan (Bhayangkari) ... 56
e. Kedisiplinan ... 57
f. Keperwiraan dan Sedia Berbakti ... 57
g. Tepat Janji ... 58
D. Makna Sapta Marga dalam Pembinaan Keagamaan ... 58
1. Pengertian Makna ... 59
2. Tipe-Tipe Makna ... 59
BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data
h. Materi Pembinaan Mental Yonif 411 Salatiga ... 65
b. Sholat Berjama‟ah ... 67
c. Kegiatan PHBI ... 67
B. Temuan Penelitian 1. Pembinaan Keagamaan Yonif 411 Salatiga a. Sejarah singkat Pembinaan Keagamaan ... 68
b. Tujuan Pembinaan Keagamaan ... 70
c. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan ... 72
d. Metode Pembinaan Keagamaan ... 74
e. Hambatan Pembinaan Keagamaan ... 76
2. Pembinaan Keagamaan Dalam Konsep Sapta Marga a. Model Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga ... 77
b. Metode Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga ... 78
3. Makna Sapta Marga Bagi Prajurit di yonif 411 Salatiga a. Makna Sapta Marga Bagi Prajurit di yonif 411 ... 80
BAB IV: PEMBAHASAN A. Pembianaan Keagamaan Di Yonif 411 Salatiga 1. Sejarah singkat terbentuknya Pembinaan ... 82
2. Tujuan Pembinaan ... 84
3. Pelaksanaan pembinaan ... 86
4. Metode Pembinaan ... 92
5. Penghambat pembinaan ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 106
LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 108
DAFTAR TABEL
Tabel 2 Daftar Struktur Organisasi Yonif 411 Salatiga ... 63
Tabel 3 Daftar Sarana dan Prasarana Yonif 411 Salatiga ... 63
Tabel 4 Daftar Keagamaan Prajurit Yonif 411 Salatiga ... 64
Tabel 5 Daftar Informan Yonif 411 Salatiga ... 65
Tabel 6 Daftar Materi Pembinaan di Yonif 411 Salatiga ... 66
Tabel 7 Contoh Jadwal Yasinan Bulan Oktober ... 66
Tabel 8 Contoh Jadwal Sholat Berjama‟ah ... 67
Tabel 9 Jadwal Kegiatan PHBI ... 67
Lampiran II tetang Pedoman Wawancara ... 110
Lampiran III tetang Dokumentasi ... 111
Lampiran IV tetang Surat Keterangan Penelitian ... 113
Lampiran V tetang Surat Keterangan Kegiatan ... 114
Lampiran VI tetang Lembar Konsultasi Skripsi ... 115
Lampiran VII tetang Surat Tugas Pembimbing ... 117
Lampiran IX tetang Kode Penelitian ... 118
Lampiran VIII tetang Transkip Wawacara ... 119
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban dunia dari dulu hingga sekarang telah
mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Hal tersebut bisa dilihat dari
segi ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini umat manusia memasuki
kehidupan era globalisasi. Sebuah istilah yang merujuk kepada suatu
keadaan di mana antara bangsa-bangsa di dunia sudah saling berinteraksi
dan menyatu dalam berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik,
budaya, lingkungan dan sebagainya. Keadaan ini terjadi berkat penggunaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi di bidang informasi.
Realita dalam era globalisasi ini, menunjukkan bahwa batas-batas geografis,
budaya, agama, dan lain sebagainya, sudah tidak lagi menjadi halangan
untuk melakukan hubungan antara satu dan lainnya. Merujuk pada era
globalisasi ini, masyarakat (manusia) membentuk sebuah perkampungan
besar dan menyatu yang selanjutnya disebut dengan global village (Saridjo,
2009: 89).
Memasuki kehidupan era globalisasi yang ditandai oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkuasanya ideologi-ideologi modern
seperti marxisme, sosialisme atau nasionalisme, beberapa kalangan merasa
pesimis akan masa depan agama. Begitu pula pada saat budaya modern yang
mempercayakan akan datangnya masa akhir perjalanan agama (Saridjo,
2009: 74).
Namun demikian, sejarah membuktikan bahwa agama tetap
bertahan, sekalipun dalam masa pasca modern yang dikenal sebagai puncak
pencapaian peradapan manusia. Agama kini semakin diminati oleh kalangan
seniman, artis, olahragawan, politisi, diplomat, ilmuwan, hingga biarawati
dan pendeta banyak yang masuk agama Islam (Saridjo, 2009: 46). Fenomena
tersebut membuat optimis bahwa ketertarikan masyarakat (manusia) akan
eksistensi agama masih menjadi kajian penting dalam tatanan kehidupan
manusia.
Fenomena lain, dalam Saridjo, (2009: 47) mengatakan bahwa
dikalangan ahli-ahli ilmu sosial dan humaniora tercatat nama-nama besar
yang tertarik mempelajari agama, seperti Robert N. Bellah, Robert
Wathnow, B. Malinowski dan Clifford Geertz. Disiplin ilmu lainnya, seperti
psikologi, sejarah, dan politik juga digunakan sebagai pendekatan untuk
mengkaji agama.
Islam menurut penganutnya, merupakan agama yang lengkap dan
sempurna, dan merupakan rahmat bagi seluruh alam atau bersifat universal,
bahasa lain yaitu “rahmatan lil-„alamin” (Urbaningrum, 2004: 72). Islam
membahas seluruh aspek kehidupan, termasuk didalam persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan dimensi dasar kehidupan manusia. Dimensi dasar
yang dibahas oleh agama Islam bukan lain adalah masalah-masalah yang
dengan kekuatan “Ruh Tauhid” dan ibadah dengan Allah Swt sebagai
kewajiban dan tujuan hidup dari perputaran roda sejarah manusia di bumi
ini.
Sejalan dengan dasar itu dapat disimpulkan bahwa dimensi dasar
ajaran Islam yang dimaksud adalah Tauhid, Ibadah dan Akhlak. Ketiga
dimensi dasar ini merupakan hal pokok yang harus ditanamkan dalam diri
manusia sejak lahir. Mengingat pentingnya dari ketiga hal pokok tersebut,
perlu diketahui bersama salah satu kelebihan manusia sebagai mahluk Allah
Swt adalah dia dianugerahi fitrah sejak lahir. Istilah fitrah dalam kalimat
sederhana dapat diartikan sebagai potensi manusia untuk mengimani Allah
Swt dan mengamalkan ajarannya. Makna dari “fitrah” yang lebih eksplisit
adalah sebuah panggilan sebagai mahluk yang sejak dalam kandungan telah
menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah Swt. Berangkat dari hal inilah
kemudian manusia dijuluki “Homo Religius” mahluk beragama. Namun,
fitrah itu baru berfungsi dikemudian hari melalui proses pembinaan,
bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan psikologis.
Helmy, (2012: 31) mengatakan bahwa pembinaan adalah mencakup
segala ikhtiar (usaha-usaha), tindakan dan kegiatan yang ditunjukan untuk
meningkatkan kualitas beragama baik dalam bidang tauhid, bidang
peribadatan, bidang ahlak dan bidang kemasyarakatan. Kesimpulan di atas
dapat dijelaskan bahwa hubungan antara ketiga perihal itu sangat lazim
dimaknai dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Tujuan pembinaan
iman serta ahlak yang mulia, serta selalu senantiasa memelihara dan
mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh agama. Selain itu juga, perlu
ditambah adanya praktek-praktek langsung yaitu melakukan amal perbuatan
yang diperintahkan oleh agama secara nyata.
Peran agama dalam sebuah negara merupakan komponen yang tidak
dapat terpisahkan. Selain agama, jika pandang dari sisi lain sebuah negara
tidak akan lepas pula dengan yang dinamakan kemiliteran. Pertahanan
sebuah negara tanpa didukung kekuatan militer tentu akan lemah dalam
mempertahankan wilayah kekuasaan negaranya. Substansi logis yang harus
dibangun adalah kekuatan dalam dunia militer terletak kepada personil yang
ditugasi dalam menjaga negara. Bahasa atau istilah sehari-hari personil
militer tersebut dinamakan Tentara Nasional Indonesia (TNI). TNI
diharuskan cakap dalam membidangi tugas yang sudah menjadi tanggung
jawabnya. Hal lain harus ditunjang dalam segi kualitas, kuantitas dan
profesionalitas yang dimiliki untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai
pembela bangsa dan negara. Berangkat dari hal tersebut, tidak akan jauh
hubungannya yaitu antara dunia militer apabila didekatkan dengan konsep
agama Islam. Gambaran umumnya adalah masyarakat Indonesia mayoritas
memeluk agama Islam, tentu konsekuensi logisnya adalah nilai-nilai agama
Islam akan merasuk dalam dunia kemiliteran yang mana anggota militer
juga banyak yang beragam Islam. Realitas masyarakat Indonesia yang
mayoritas memeluk agama Islam tentu akan mempengaruhi tradisi
langsung dunia militer akan mendapat suntikan ruh Islam (intervensi Islam).
Suntikan ruh islam tersebut akan berpengaruh dalam pembinaan-pembinaan
atau metode yang sudah diterapkan dalam dunia kemiliteran.
Istilah (pembinaan), apabila diteropong dari konteks militer,
menunjukkan bahwa pembinaan personal TNI atau personnel management
merupakan cara untuk membina personil meliputi beberapa aspek, yaitu
seleksi personil baru, pembinaan karier yang terdiri dari pembinaan jabatan
dan pembinaan kepangkatan, pengurusan kesejahteraan dan gaji serta
pendidikan pembinaan personel bertujuan untuk memperoleh personil yang
cocok dalam melaksanakan fungsi di TNI, memelihara personil itu
sebaik-baiknya agar terus memenuhi kecocokan dan meningkatkan mutu
personilnya agar dapat menjalankan pekerjaan lebih baik. Pembinaan
personil merupakan salah satu fungsi staf dalam kepemimpinan TNI
(Suryohadiprojo, 1996: 43). Seleksi warga negara untuk masuk TNI adalah
suatu proses yang meliputi penelitian terhadap kondisi mental, fisik dan
intelektual. Pembinaan di dalam dunia pendidikan, seorang prajurit akan
dilatih baik itu secara fisik dan ada juga pembekalan suatu pedoman untuk
eksistensi dalam tugas kemiliteran. Kehidupan TNI perlu diadakan satu etik
yang selanjutnya menjadi pegangan hidup bagi seluruh anggota TNI, baik
itu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) maupun Angkatan Udara
(AU). Lebih rinci dapat dilihat bahwa prajurit TNI terdiri berbagai macam
suku dan perbedaan aliran (agama). Agar terjadi satu ideologi pada era tahun
satu konsep Sapta Marga lalu disetujui oleh Presiden Soekarno dan disebar
luaskan melalui latihan Chandradimuka.
Konsekuensi logis yang muncul jika belajar bersosialisasi dalam
kehidupan bermasyarakat, sering kali ditemukan perilaku menyimpang dari
aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Begitu juga dalam
lingkungan prajurit TNI, sudah barang tentu menjalani kehidupan layaknya
masyarakat yang lainnya, ada yang berperilaku salah dan taat akan perintah.
Dasar utama yang harus dibangun adalah diperlukan berbagai usaha agar
seluruh lapisan masyarakat, baik dalam masyarakat biasa maupun dalam
lingkungan TNI agar tetap dalam koridor yang telah berlaku seperti usaha
preventif untuk mencegah seluruh elemen masyarakat tidak terjerumus
kedalam tindakan yang melanggar norma dan etika yang berlaku.
Langkah pasti dari usaha kuratif yang dilakukan yaitu dengan jalan
menyembuhkan mental orang bersangkutan terlebih dahulu, sehingga
tercapai mental yang sehat dan normal kembali seperti yang diharapakan
teks Sapta Marga. Teks Sapta Marga tersebut rutin dibaca pada setiap senin
pagi dan pada hari jadi TNI tanggal 5 Oktober. Adapun bunyi Sapta Marga
ialah: (1) Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
Bersendikan Pancasila; (2) Kami Patriot Indonesia, Pendukung Serta
Pembela Idiologi Negara yang Bertanggung Jawab dan Tidak Mengenal
Menyerah; (3) Kami Ksatria Indonesia yang Bertaqwa Kepada Tuhan yang
Maha Esa Serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan; (4) Kami
Negar dan Bangsa Indonesia; (5) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia Memegang Teguh Disiplin, Patuh dan Taat Kepada
Pemimpin Serta Menjunjung Tinggi Sikap dan Kehormatan Prajurit; (6)
Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Mengutamakan
Keperwiraan Didalam Melaksanakan Tugas Serta Senantiasa Siap Sedia
Berbakti Kepada Negara dan Bangsa; (7) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia Setia dan Menepati Janji Serta Sumpah Prajurit (Buku
Saku Bintara dan Tamtama Korps Marinir, 2007: 4). Apabila usaha
menormalisir mental telah berhasil maka akan mudah untuk melakukan
usaha-usaha selanjutnya.
Tujuan Sapta Marga merupakan rambu-rambu yang harus dipatuhi
bagi segenap prajurit TNI dan harus dilaksanakan norma-norma yang
terkandung dalam teks Sapta Marga. Prajurit yang mengklasifikasikan
nilai-nilai kandungan Sapta Marga akan berpengaruh terhadap mental yang
terdapat jiwa besar untuk takwa kepada Allah Swt, Prajurit TNI juga akan
disiplin selalu tepat waktu, menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas dan
loyal terhadap kepentingan Negara.
Pembinaan keagamaan yang baik, secara teoretis akan melahirkan
hasil binaan yang baik untuk manusia. Begitu pula pembinaan dalam konsep
Sapta Marga yang baik, juga akan menghasilkan karakter militer yang baik
bagi anggotanya. Akan tetapi fenomena yang ditemukan masih ada juga
anggota militer yang menyalahi kode etik kemiliteran (Sapta Marga).
untuk berbuat kebaikan dan menaati peraturan agama. Sehingga bagi
peneliti permasalahan yang muncul menarik untuk dilakukan. Peneliti akan
meneliti di lingkungan TNI Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga sebagai
objek penelitian. Karena hemat peneliti lokasi sangat strategis dan objek
mudah untuk dijangkau untuk penelitian. Dari latar belakang masalah dan
paparan pendek tersebut peneliti mengambil judul sebagai berikut:
“PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP SAPTA MARGA DI
LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014”.
B. Fokus Penelitian
Latar belakang dalam penelitian ini antara lain dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimana pembinaan keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad
Salatiga tahun 2014?
2. Bagaimana pembinaan keagamaan Islam dalam konsep Sapta Marga di
Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014?
3. Apa makna konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi
Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui :
1. Pembinaan keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun
2. Pembinaan keagamaan Islam dalam konsep Sapta Marga di Yonif 411
Raider Kostrad Salatiga tahun 2014.
3. Makna konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi Prajurit
di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoretis
a. Memberikan kejelasan secara teoritis tentang pembinaan keagamaan
dalam konsep Sapta Marga di lingkungan militer.
b. Menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia
pendidikan untuk hal pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta
Marga dilingkungan militer.
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas
Tarbiyah Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga.
2. Secara Praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai kegiatan
pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga dilingkungan
militer.
b. Untuk memberikan saran dan rekomendasi hasil penelitian bagi TNI
Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tentang pembinaan keagamaan
E. Kajian Teori
Untuk menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan dalam penulisan skripsi
ini, maka penulis akan mengemukakan beberapa istilah pokok, yakni:
1. Pembinaan Keagamaan
Pembinaan keagamaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah proses, cara, perbuatan membina. Pembinaan merujuk pada suatu
kegiatan mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada, dan
keagamaan sendiri adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama, segala
sesuatu mengenai agama (Poerwadarminta, 2006: 11). Makna
keagamaan tidak sekadar mengarah pada hubungan manusia dengan
Tuhan secara pribadi, tapi mencakup hal-hal yang melingkupi agama itu
sendiri. Termasuk hubungan manusia dengan manusia, ibadah dan
ritual-ritual keagamaan.
Jadi, pembinaan keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah bentuk kegiatan yang mengarah pada proses membangun dan
memandirikan manusia dalam hal-hal yang berhubungan dengan agama
dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah Swt, sehingga tercapai
kedamaian dalam diri. Kedamaian dalam diri tersebut terkait erat dengan
kualitas pembinaan tentang akidah, ibadah dan akhlak.
2. Konsep Sapta Marga
a. Sapta Marga
Sapta Marga diambil dari bahasa sansekerta (Puspen TNI,
segenap prajurit tujuh pedoman yang menuntun menjadi prajurit
Sapta Marganis.
b. Butir-butir Sapta Marga
1) Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
Bersendikan Pancasila.
2) Kami Patriot Indonesia, Pendukung Serta Pembela Idiologi
Negara yang Bertanggung Jawab dan Tidak Mengenal
Menyerah.
3) Kami Ksatria Indonesia yang Bertaqwa Kepada Tuhan yang
Maha Esa Serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan.
4) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Adalah
Bhayangkari Negar dan Bangsa Indonesia.
5) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Memegang Teguh Disiplin, Patuh dan Taat Kepada Pemimpin
Serta Menjunjung Tinggi Sikap Dan Kehormatan Prajurit.
6) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Mengutamakan Keperwiraan didalam Melaksanakan Tugas Serta
Senantiasa Siap Sedia Berbakti Kepada Negara dan Bangsa.
7) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Setia dan
Menepati Janji Serta Sumpah Prajurit (Buku Saku Bintara dan
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Jenis metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,
2011: 4).
Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk
memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan
mengkaji permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya melibatkan
diri pada situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang berhubungan
dengan permasalahan tersebut.
2. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yakni deskriptif
kualitatif maka kehadiran peneliti di kancah penelitian menjadi mutlak
adanya. Relevansi dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi “key
instrumen” atau alat peneliti utama. Peneliti mengadakan sendiri
pengamatan atau wawancara tak berstruktur, sering hanya menggunakan
buku catatan. Selain itu guna menunjang perolehan informasi yang valid,
peneliti akan menggunakan alat rekam atau kamera, dan peniliti tetap
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Militer Yonif 411 Raider
Kostrad Salatiga dengan tanpa alasan. Alasan logisnya adalah meskipun
penelitian sudah pernah ada peneliti sebelumnya dengan topik yang
berbeda. Alasan lainnya adalah ketertarikan peneliti terhadap fenomena
keagamaan yang terjadi pada prajurit TNI yang nota bene bergerak
dalam dibidang militer dan bukan fokus dalam bidang keagamaan, tetapi
memiliki variasi dan intensitas yang baik dalam melaksanakan kegiatan
keagamaan bagi prajurit.
4. Sumber Data
Sumber data adalah situasi yang wajar atau “natural setting”.
Peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar
sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Berdasarkan
pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data, yakni:
a. Sumber Data Primer
Sumber data utama adalah sumber informasi yang langsung
mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan
dan penyimpanan data (Ali, 1993: 42). Merupakan sumber pokok
yang memuat ide-ide awal tentang suatu bahan kajian. Sumber data
utama yang akan dihimpun adalah prajurit yang mengikuti
pembinaan, pembina dan beberapa anggota Militer yang lain di
kegiatan pembinaan keagamaan bagi Prajurit Yonif 411 dalam
konsep Sapta Marga. Data pembinaan keagamaan meliputi pada
aspek aqidah, ibadah, dan akhlak dalam konsep nilai-nilai Sapta
Marga.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data pendukung merupakan data-data yang
digunakan untuk memperkuat sumber data utama atau data yang
didapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya. Sumber
data pendukung di sini adalah buku-buku yang terkait dengan
pembinaaan keagamaan, Sapta Marga dan Militer.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi adalah peninjauan secara cermat (Alwi, 2007:
794). Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang
fenomena-fenomena yang diselidiki yang dilakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung (Hadi, 1980:136). Peneliti
melakukan pengamatan-pengamatan terhadap gejala-gejala subjek
yang diteliti antara lain kegiatan-kegiatan dan fasilitas yang tersedia
dalam rangka menunjang proses pembinaan keagamaan di
untuk menemukan permasalahan yang ada hubungannya dengan
pembinaan keagamaan bagi parajurit Yonif 411 Salatiga dalam
konsep Sapta Marga.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186).
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data langsung
secara lebih mendalam dan akurat tentang permasalahan yang
diteliti. Dalam pelaksanaannya peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada pihak yang mengetahui permasalahan seputar
proses pelaksanaan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Raider
Kostrad Salatiga. Permasalahan yang akan dicari dan diteliti dengan
metode wawancara antara lain: (1) Bagaimana Pembinaan
Keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun
2014? (2) Bagaimana Pembinaan Keagamaan Islam dalam Konsep
Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014? (3)
Apa Makna Konsep Sapta Marga Dalam Pembinaan Keagamaan
Bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014?
Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara:
1) Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara
yang hanya membuat garis besar yeng akan ditanyakan. Tentu
saja kreatifitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil
wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung
dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban
responden.
2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang
disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list.
Pewawancara tinggal membubuhkan tanda v (check) pada nomor
yang sesuai.
Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara tidak
terstruktur. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman
wawancara yang hanya membuat garis besar yang akan ditanyakan.
Tentu saja kreatifitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil
wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari
pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban
responden.
c. Dokumentasi
Arikunto (2010: 274) menyatakan metode dokumentasi
sebagai cara untuk mencari data tentang hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk
pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga di Yonif 411
Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. Antara lain tentang sejarah
singkat satuan yonif 411 salatiga, letak geografis yonif 411 salatiga,
visi misi, struktur organisasi kabintal, sarana dan prasarana, kondisi
keagamaan prajurit, materi pembinaan mental prajurit dan daftar
kegiatan keagamaan prajurit di Yonif 411 Salatiga.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga mudah difahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2008: 244). Penelitian ini
akan di analisis secara kualitatif untuk mengolah data dari lapangan:
a. Pengumpulan data
Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang
diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, seperti wawancara
mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi yang
diperoleh dari penelitian.
b. Reduksi Data
Reduksi data dilakukan dengan jalan membuat abstraksi,
abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses,
dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga dalam penelitian ini.
Penyajian data merupakan kegiatan untuk menggambarkan
fenomena-fenomena atau keadaan sesuai dengan data yang telah di
reduksi terlebih dahulu.
d. Kesimpulan
Kesimpulan yaitu permasalahan penelitian yang menjadi
pokok pemikiran terhadap apa yang akan diteliti, sehingga
mendapatkan gambaran dari apa yang sesungguhnya menjadi tujuan
penelitian.
7. Validitas Data
Validitas data adalah suatu instrumen yang telah memiliki
ketepatan. Validitas data digunakan dalam teknik triangulasi. Menurut
moleong (2007: 330), triangulasi adalah “teknik pemeriksaan data yang
bermanfaat”. Menurut Sugiono (2005: 127), jenis-jenis triangulasi antara
lain:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas dan dilakukan
dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber.
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda.
Waktu mempengaruhi kredibilitas suatun data. Dalam
pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan melalui wawancara, observasi, atau teknik lain dalam
waktu atau situasi yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan dua macam triangulasi yaitu
teriangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu data diperoleh dari
informasi yaitu pembina, prajurit yang dibina, dan tempat. Triangulasi
waktu dalam penelitian ini berupa wawancara pembina dan observasi
prajurit yang dibina selama proses pembinaan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika di sini adalah gambaran umum tentang skripsi ini.
Skripsi ini terbagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi, dan
bagian akhir. Bagian awal berisikan sampul, lembar berlogo, judul,
persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan,
motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar table,
daftar lampiran; adapun bagian inti berisi pendahuluan sampai dengan
penutup; dan bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran,
riwayat hidup peneliti. Adapun sistematik bagian isi adalah sebagai berikut:
BAB I : Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian Teori, Metode Penelitian
Penelitian, Sumber Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, dan
Tahap-tahap Penelitian), dan Sitematika Penulisan.
BAB II : Berisi tentang kajian teori, merupakan bagian yang menjelaskan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang
memuat pengertian pembinaan keagamaan, dasar pembinaan keagamaan,
tujuan dan metode pembinaan keagamaan, dimensi-dimensi pembinaan
keagamaan, pengertian Sapta Marga, Butir Sapta Marga, nilai nilai agama
yang terkandung dalam Sapta Marga, dan Makna Sapta Marga.
BAB III : Berisi paparan data dan temuan peneliti menjelaskan tentang sejarah Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga, Letak Geografis Yonif
411 Raider Kostrad Salatiga, visi dan misi, struktur organisasi dan Tugas
Staf, Sarana dan Prasarana Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga , program
pembinaan keagamaan di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga, Gambaran
informan, materi pembinaan dan Temuan Penelitian.
BAB IV : Merupakan pembahasan hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III. Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah
penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah
ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah
ilmu.
BAB V : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan
pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh dan
BAB II KAJIAN TEORI A. Pembinaan Keagamaan Islam
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan Islam
Pembinaan berarti “pembaharuan atau penyempurnaan” dan
“usaha” tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Hendiyat Soetopo dan
Westy Soemanto, Pembinaan adalah menunjuk pada suatu kegiatan yang
memperthankan dan menyempurnakan apa yang telah ada (Syafaat,
Sahrani, dan Muslih, 2008: 152-153).
Keagamaan berasal dari kata agama yang berarti “segenap
kepercayaan terhadap Tuhan”. Jadi, keagamaan adalah sifat-sifat yang
terdapat di dalam agama (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 154).
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian
Keagamaan yaitu “kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya)
dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan itu (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 12).
Frezer dalam Aslam Hadi menuliskan agama yaitu menyembah
atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang
dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya
peri kehidupan manusia (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 11-13).
Menurut Nasution agama adalah perilaku bagi umat manusia
utusan-utusan, rasul-rasul atau nabi-nabi (Syafaat, Sahrani, dan Muslih,
2008: 14).
Kesimpulan dari paparan di atas menunjukkan bahwa agama
adalah aturan-aturan yang bersumber dari Allah Swt yang berfungsi
mengatur kehidupan manusia, baik hubungan manusia dengan Allah Swt
maupun hubungan manusia dengan manusia sendiri dan hubungan
manusia dengan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan hidup di
dunia.
Pengertian Islam sendiri adalah Agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw, yang berpedoman kitab suci Al-Qur‟an yang
diturunkan kedunia melalui wahyu Allah Swt. (Syafaat, Sahrani, dan
Muslih, 2008: 15).
Merujuk dari istilah di atas, pembinaan keagamaan Islam adalah
suatu usaha atau proses yang dilakukan dalam rangka membangun,
membina, dan menyempurnakan serta menanamkan nilai-nilai
keagamaan yang sesuai ajaran Nabi Muhammad Saw. yang berpedoman
pada Al-Qur‟an dan Hadits untuk memperoleh hasil yang optimal dalam
menjalankan fitrah serta nilai-nilai keagamaan yang sempurna.
2. Dasar Pembinaan Keagamaan Islam
Fungsi dasar ialah memberikan arahan kepada tujuan yang akan
dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu
Dasar ideal pembinaan Islam adalah identik dengan ajaran Islam
itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Al-Qur‟an
dan Hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para
ulama. Pemahaman apapun ulama dalam menjalani proses kehidupan
manusia tidak lepas dengan dasar Al-Qur‟an dan Hadits. Dasar
Pembinaan Keagamaan Islam diwujudkan dalam bentuk:
a. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah kalam Allah Swt yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang
membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala (Chalik,
2007: 15).
Pengertian Al-Qur‟an dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah Swt yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantara
Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai
petunjuk untuk pedoman hidup bagi umat manusia (Moeliono, 1986:
33).
Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan kitab ini
dengan nama Al-Qur‟an diantara kitab-kitab Allah Swt itu karena
kitab ini mencakup inti dari kitab-kitabnya (Qattan, 2000: 56).
menjelaskan segala sesuatu.(QS An-Nahl: 89).Setiap mukmin yang mempercayai Al-Qur‟an, mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab terhadap kitab sucinya itu. Di antara
kewajiban dan tanggung jawabnya itu, ia mempelajari Al-Qur‟an dan
mengajarkannya.
Umat Islam yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci
Al-Qur‟an yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh
aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar
pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat hidup yang
berdasar kepada Al-Qur‟an. Nabi Muhammad Saw, sebagai pendidik
pertama, pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan
Al-Qur‟an sebagai dasar pendidikan Islam disamping sunnah beliau
sendiri.
Al-Qur‟an merupakan firman Allah Swt yang telah
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw Untuk disampaikan
kepada umat manusia. Al-Qur‟an merupakan petunjuk yang lengkap
dan juga merupakan pedoman bagi kehidupan manusia, yang
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang bersifat universal.
pembinaan sosial, akidah, akhlak, ibadah, dan muamalat.
Sebagaimana yang diungkapkan Azra, (1998: 9) bahwa “Al-Qur‟an
mempunyai kedudukan yang paling depan dalam pengambilan
sumber-sumber pembinaan lainnya. Segala kegiatan dan proses
pembinaan harus berorietasi kepada prisnsip nilai-nilai Al-Qur‟an.
b. Sunnah (Hadits)
Dasar yang kedua selain Al-Qur‟an adalah Sunnah
Rasuluallah Saw. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw
dalam proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama
pembinaan Islam karena Allah Swt menjadikan Muhammad Saw
sebagai teladan bagi umatnya.
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik.(Al-Ahzab: 21).
Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan
Rasulullah Saw, yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian
atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah Saw dan beliau
membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu bejalan. Sunnah
merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an. Seperti Al
-Qur‟an, Sunnah juga berisi akidah dan syariah. Sunnah berisi
atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasulullah Saw menjadi guru
dan pembina utama (Daradjat, 2004: 35).
Sunnah mencerminkan prinsip manifestasi wahyu dalam
segala perbuatan, perkataan, dan taqriri Nabi. Beliau menjadi teladan
yang harus diikuti. Keteladanan Nabi, terkadang unsur-unsur
pembinaan yang diberikan sangat besar artinya. Substansi
pendidikan Islam, dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu (1) sebagai
acuan syariah yang meliputi muatan pokok ajaran Islam secara
teoretis; (2) acuan operasional-aplikatif yang meliputi cara Nabi
memainkan peranannya sebagai pembina dan sekaligus sebagai
evaluator yang professional, adil, dan tetap menunjang nilai-nilai
ajaran Islam. Semuanya dapat dilihat dari bagaimana cara Nabi
melaksanakan proses pembinaan, metode yang digunakan, sehingga
dalam waktu singkat mampu diserap oleh para sahabat. Evaluasi
yang dilaksanakan sangat intensif, sehingga bernilai efektif dan
efisien. Kharisma dan syarat pribadi yang harus ada pada diri
seorang pendidik yang telah contohkan oleh Nabi harus sesuai.
Tentang bagaimana cara Nabi dalam memilih materi, alat peraga,
dan kondisi yang begitu adaptik, maupun cara Nabi dalam
menempatkan posisi yang dibina, dan lain sebagainya (Nizar, 2001:
98-99).
Konsep dasar pembinaan yang dicontohkan Nabi Muhammad
1) Disampaikan sebagai rahmatal lil‟alamin (QS Al-Anbiya: 107).
2) Disampaikan secara universal.
3) Apa yang disampaikan adalah kebenaran mutlak (QS Al-Hijr: 9).
4) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atau segal aktivitas pembinaan
(QS AL-Syura: 48).
5) Perilaku nabi sebagai figur identitas (uswah hasanah) bagi
umatnya (QS-Al-Ahdzab) (Ramayulis, 2004: 67).
Ada tiga fungsi Sunnah terhadap Al-Qur‟an dalam pandangan
ahli-ahli usul, sebagaimana dijelaskan Muhammad Ajjad al-Khatib
dalam Muhammad Alim sebagai berikut:
1. Sunnah berfungsi mendukung atau mengesahkan sesuatu
ketentuan yang dibawa Al-Qur‟an.
2. Sunnah berfungsi memperjelas atau merinci (menafsirkan) apa
yang telah digariskan dalam Al-Qur‟an.
3. Sunnah berfungsi menetapkan hukum yang tidak terdapat
didalam Al-Quran (M. Halim, 2006: 190).
c. Ijtihad
Salah satu sumber hukum Islam yang valid (muktamad)
adalah ijtihad. Ijtihad ini dilakukan untuk menetapakan hukum atau
tuntutan suatu perkara yang adakalanya tidak terdapat didalam
Al-Qur‟an maupun Sunnah. Ijtihad ini dilakukan untuk menjelaskan
suatu perkara dan ditetapkan hukumnya bila tidak terdapat
Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih
(pakar fikih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum
sesuatu melalui dalil syara‟ (agama). Dalam Istilah inilah, ijtihad
lebih banyak dikenal dan digunakan, bahkan banyak para fuqaha
(Para pakar hukum Islam) yang menegasakan bahwa ijtihad itu bisa
dilakukan dibidang fiqh (Syafe‟i, 1999: 99).
Daradjat, (2004: 87) mendefinisikan ijtihad adalah istilah
para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menentukan sesuatu
hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan
hukumnya oleh Al-Quran dan Sunnah.
Apabila pada masa Nabi saja ijtihad sudah bisa dilakukan,
maka sepeninggalan Nabi, tentu jauh lebih mungkin dan diperlukan.
Kalangan umat Islam mana pun, tidak pernah ada perintah yang
sungguh-sungguh menyatakan ijtihad haram, dan harus dihindari.
Dalam kitab Al-Radd „ ala Man Afsad fi al-Ardh, sebuah kitab
“sangat kuning”, al-Suyuthi dengan tandas menyimpulkan, pada
periode (ashr), harus ada seorang, atau beberapa orang yang mampu
berperan sebagai mujtahid (Mahfudz, 2004: 37). Dengan kata lain,
ijtihad berarti usaha keras dan bersungguh-sungguh yang dilakukan
oleh para ulama untuk menetapkan hukum suatu perkara atau suatu
3. Tujuan dan Metode Pembinaan Keagamaan
a. Tujuan Pembinaan Agama Islam
Tujuan pembinaan keagamaan ialah sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka
pembinaan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya
bertahap dan bertingkat. Tujuan pembinaan bukanlah suatu benda
yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh
aspek kehidupannya (Daradjad, 2004: 56).
Tujuan Pembinaan keagamaan, menurut hasil seminar
pendidikan Islam se-Indonesia, tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung
Bogor, adalah menanamkan takwa dan ahlak serta menegakkan
kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan
berbudi luhur menurut ajaran Islam. Tujuan tersebut didasarkan
kepada proposisi bahwa pembinaan keagamaan adalah bimbingan
terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam
dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam (Baihaqi, 2000: 13).
Pembinaan keagamaan bertujuan menumbuhkan pola
kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan yang bulat
melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan
semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi,
jasmaniah, ilmiah maupun bahasannya (secara perorangan maupun
secara berkelompok). Dan, pembinaan ini mendorong semua aspek
tersebut kearah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan hidup.
Dasar untuk semua itu adalah firman Allah dalam QS
Al-Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-An‟am: 162).
Jadi tujuan akhir pembinaan keagamaan adalah membimbing
manusia agar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt., baik
secara individual maupun komunal dan sebagai umat seluruhnya.
Setiap orang semestinya menyerahkan diri kepada Allah Swt karena
penciptaan jin dan manusia oleh Allah Swt adalah untuk menjadi
hamba-Nya yang memperhambakan diri (beribadah) kepada-Nya.
Allah Swt menjelaskan hal ini melalui firman-Nya dalam QS. Al-mereka mengabdi kepada-Ku (QS-Al-Dzariat: 56).
Dengan demikian, jika disimpulkan dari penjelasan disebut
memiliki kepribadian seperti Nabi Muhammad Saw, yaitu melalui
uswatun hasanan yang diajarkannya.
b. Metode Pembinaan Keagamaan
Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui,
dan hodos yang berarti jalan (ke) atau (cara ke). Dalam bahasa arab,
metode disebut tariqah, artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban
dalam mengerjalakan sesuatu. Menurut istilah, metode ialah suatu
sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita.
Pembinaan Keagamaan adalah bimbingan secara sadar dari
pendidik (orang dewasa) kepada anak-anak yang masih dalam proses
pertumbuhannya berdasarkan norma-norma yang Islami agar
terbentuk kepribadiannya menjadi kepribadian muslim.
Selanjutnya yang dimaksud dengan metode pembinaan
keagamaan disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk
menyampaikan bahan atau materi pembinaan keagamaan kepada
anak didik agar terwujud kepribadian muslim (Syafaat, Sahrani dan
Muslih, 2008: 152-153).
Abdullah Nashih Ulwan menyatakan bahwa teknik atau
metode pembinaan Islam itu ada lima macam, yaitu:
Keteladanan dalam pembinaan adalah metode influentif
yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan
dan membentuk anak dalam moral, spiritual, dan sosial. Hal ini
karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak
yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dat tata santunnya,
disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan
suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau
perbuatan, baik materi atau spiritual, diketahui atau tidak
diketahui (Ulwan, 1993: 2).
Allah Swt menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari
kehidupan Nabi Muhammad Saw mengandung nilai pedagogis
bagi manusia (para pengikutnya). Seperti ayat yang menyatakan:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS Al-Ahzab: 21).
Demikianlah metode pendidikan Rasulullah Saw., ketika
membina ahlak manusia dengan contoh teladan beliau langsung.
Bentuk pembinaan seperti inilah yang merupakan sebaik-baiknya
metode yang dapat diterapkan pada setiap insan.
Bapak yang merokok dituntut untuk berhenti merokok
anak bisa belajar tentang pentingnya keinginan yang kuat untuk
suatu perubahan. Bapak malas melakukan shalat jama‟ah harus
berubah menjadi rajin melakukannya kalau ingin benar-benar
ingin anak-anaknya rajin ke masjid. Ibu yang menginginkan
putrinya memakai jilbab sesuai syariah, ia harus terlebih dahulu
memberi contoh dengan memakainya. Demikian seterusnya.
Teladan yang baik adalah menyelaraskan perkataan dan
perbuatan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Seseorang
ayah tidak cukup hanya memiliki wawasan keislaman yang
bagus untuk mengarahkan anak-anaknya. Orang tua juga tidak
bisa hanya sekedar memerintahkan anak-anaknya untuk
merealisasikan apa yang telah diperintahkan kepada mereka
(Zuhaili, 2004: 84).
2) Pembinaan dengan Adat Kebiasaan.
Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam
syariat Islam bahwa manusia diciptakan dengan fitrah tauhid
yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah Swt. Ini
sesuai dengan apa yang Allah Swt firmankan:
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Al-Ruum: 30).
Fitrah Allah Swt bahwa manusia diciptakan Allah Swt
mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada
manusia tidak memiliki agama tauhid, hal itu tidaklah wajar.
Mereka tidak beragama tauhid beragama tauhid itu hanyalah
lantaran pengaruh lingkungan.
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia. Sesuatu perbuatan, kalau sudah menjadi kebiasaan yang
sudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan
untuk kegiatan-kegiatan di lapangan lain seperti untuk bekerja,
memproduksi dan mencipta. Bila pembawaan seperti ini tidak
diberikan Tuhan kepada manusia, maka tentu mereka akan
menghabiskan hidup mereka hanya untuk belajar berjalan,
berbicara, dan berhitung. Tetapi, di samping itu kebiasaan juga
merupakan faktor penghalang, terutama apabila tidak ada
penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang
memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa. Jadi, kebiasaan
adalah suatu sikap yang harus diasah terus demi mendapatkan
substansi hidup yang baik.
3) Pembinaan dengan Nasihat
Metode lain yang penting dalam pembinaan,
sosial manusia adalah pembinaan dengan pemberian nasihat.
Sebab, nasihat itu dapat membukakan mata dalam diri untuk
mengenal hakikat sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur,
menghiasinya dengan ahlak yang mulia, dan membekalinya
dengan prinsip-prinsip Islam. Maka tak heran kita mendapatkan
Al-Qur‟an memakai metode ini, yang bicara kepada jiwa, dan
mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat dan ditempat
(Ulwan, 1993: 64).
Setiap orang memiliki kecenderungan untuk meniru dan
terpengaruh oleh kata-kata yang didengarnya, kemudian
direspons ke dalam tingkah lakunya. Pembawaan itu biasanya
tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang.
Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa
secara langsung melalui perasaan. Ia menggerakkannya dan
menggoncangkan isinya selama waktu tertentu, tak ubahnya
seperti seorang peminta-minta yang berusaha
membangkit-bangkitkan kenistaannya sehingga menyelebungi seluruh dirinya.
Tetapi, bila tidak dibangkit-bangkitkannya, maka kenistaan itu
terbenam lagi. Nasihat yang jelas dan dapat diperangi adalah
nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak
membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tak
Al-Quran sendiri penuh berisi nasihat-nasihat dan
tuntunan-tuntunan, seperti surat Luqman ayat 13:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS
Luqman: 13).
4) Pembinaan dengan Memberikan Perhatian
Pembinaan dengan perhatian artinya mencurahkan,
memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak
dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan
sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pembinaan
jasmani dan daya hasil ilmiahnya.
Tidak diragukan bahwa pembinaan dianggap sebagai asas
terkuat dalam pembentukan manusia secara utuh, yang
menunaikan hak setiap orang dalam kehidupa, termasuk
mendorongnya untuk menunaikan tenggung jawab dan
kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta
kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta
muslim hakiki, sebagai batu pertama untuk membangun fondasi
Islam, dan dengan mengandalkan dirinya, akan berdiri Daulah
eksisitensi, maka bangsa lain akan tunduk kepadanya (Ulwan,
1993: 123).
Metode pembinaan dengan cara memberikan perhatian
kepada anak didik akan memberikan dampak positif, karena
dengan metode ini anak didik merasa dilindungi, diberi kasih
sayang karena ada tempat untuk mengadu baik suka maupun
duka. Sehingga anak didik tersebut menjadi berani untuk
mengutarakan isi hatinya/permasalahan yang ia hadapi kepada
orang tua/pendidiknya.
5) Pembinaan dengan Memberikan Hukuman
Pada dasarnya, hukum-hukum syariat Islam yang lurus
dan adil, prinsip-prinsipnya yang universal, berkisar di sekitar
penjagaan berbagai keharusan asasi yang tidak bisa dilepas oleh
umat manusia. Manusia tak bisa hidup tanpa hukuman. Dalam
hal ini, para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh membatasi
pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai kulliyat
al-khamsah (lima prinsip universal), yakni menjaga agama, menjaga
jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal, dan menjaga harta
benda (Ulwan, 1993: 146-147).
M. Athiyah Al-Abrasyi dalam Uhbiyati (Uhbiyati, 1998:
135) mengemukakan tiga syarat apabila seorang pendidik ingin
menghukum dengan hukuman badan (jasmani), yaitu:
b) Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali. Dimaksud dengan
pukulan di sini ialah dengan lidi atau tongkat kecil bukan
dengan tongkat besar.
c) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk taubat untuk
apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa
perlu menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya “
menjadikan ia malu ” .
Hukuman itu harus adil (sesuai dengan kesalahan),
seseorang harus mengetahui mengapa ia harus dihukum.
Selanjutnya, hukuman itu harus membawa seseorang kepada
kesadaran akan kesalahannya. Hukuman jangan meninggalkan
dendamnya pada seorang manusia (Tafsir, 2001: 186).
Dalam kondisi tertentu kadang-kadang orang tua merasa
perlu memberikan hukuman fisik kepada anak.Dan harus
diperhatikan tujuan memberikan hukuman adalah untuk
mendidik anak. Hukuman harus diberikan dengan cara-cara yang
baik.
4. Dimensi-Dimensi Pembinaan Keagamaan
Pada kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber
pembinaan keagamaan yang utama adalah Al-Qur‟an dan Sunnah,
memahami Al-Qur‟an dan Sunnah. Pikiran kreatif dari penjabaran Al
-Qur‟an dan Sunnah dalam bahasa Islam dinamakan Ijtihad. Ketentuan
ini sesuai dengan eksistensi Islam sebagai wahyu yang berasal dari Allah
Swt. yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Menurut Daradjat, (2001: 292-293) dikutip dalam Abuddin Nata,
bahwa dari segi aspek materi didikannya, pendidikan Islam
sekurang-kurangnya mencakup pendidikan fisik, akal, agama (akidah dan agama),
akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan.
Selanjutnya Abuddin Nata mengemukakan bahwa aspek
kandungan materi dari pembinaan Islam, secara garis besarnya
mencakup aspek akidah, ibadah, dan akhlak (Nata, 2001: 84).
Aspek-aspek tersebut yaitu akidah, ibadah, dan akhlak.
a. Dimensi Akidah
Akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut,
sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan ini berbeda
dengan arti ribath yang artinya juga ikatan, tetapi ikatan yang mudah
dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan (Nata,
2001: 84). Dalam hal lain, para ulama menyebutkan akidah dengan
term tauhid, yang berarti mengesakan Allah Swt.
Akidah dalam syariat Islam meliputi keyakinan dalam hati
tentang Allah Swt., Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan
lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yaitu menyatakan bahwa