• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN KINERJA LALU LINTAS BUNDARAN WARU SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMETAAN KINERJA LALU LINTAS BUNDARAN WARU SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN KINERJA LALU LINTAS

BUNDARAN WARU SURABAYA

DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI

TUGAS AKHIR

DI SUSUN OLEH :

DYMAS YUDHISTIRA 0553010024

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

PEMETAAN KINERJA LALU LINTAS

Transportasi melalui jalan darat merupakan transportasi yang paling dominan dibandingkan dengan sistem trasnportasi yang lainnya. Oleh karena itu masalah yang dihadapi oleh hampir sebagian kota besar di Indonesia saat ini adalah kemacetan yang diakibatkan oleh penumpukan kendaraan setiap harinya. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di kota Surabaya, maka bertambah pula peningkatan kebutuhan transportasi yang ada, baik di setiap simpang maupun ruas jalan. Bundaran Waru merupakan salah satu bundaran terpenting di kota Surabaya, karena Bundaran Waru merupakan akses keluar masuknya kendaraan yang ingin menuju kota Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dalam mengakomodasikan lalu lintas yang ada.

Daerah penelitian dibagi menjadi tiga segmen. Metode yang digunakan untuk proses analisa dan pemetaan adalah metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia), dan ArcView sebagai software alat bantu. Dari hasil perhitungan diperoleh analisa jumlah kendaraan arus lalu lintas minimum (Q) 4419,8 smp/jam pada waktu sore hari dengan nilai Derajat Kejenuhan (DS) 0,52 dan Tingkat Pelayanan LOS (Level Of Service) adalah B yang definisinya adalah arus lalu lintasnya stabil, tetapi kecepatannya mulai terbatas yaitu terjadi pada Segmen II Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani. Sedangkan jumlah kendaraan arus lalu lintas maximum (Q) 6020,6 smp/jam pada waktu pagi hari dan nilai Derajat Kejenuhan (DS) 0,87 dan Tingkat Pelayanan LOS (Level Of Service) adalah D yang definisinya adalah arus lalu lintas tidak stabil dan perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan yaitu terjadi pada Segmen III Jl Raya Bungurasih Menuju Jl Jendral Ahmad Yani & Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo).

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S-1) di Jurusan Teknik Sipil - FTSP Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur..

Dalam menyusun proposal tugas akhir yang berjudul “Pemetaan Kinerja

Lalu Lintas Bundaran Waru Surabaya Dengan Menggunakan Metode MKJIini, penulis berusaha menerapkan segala sesuatu yang penulis peroleh baik dari bangku kuliah maupun dari literatur yang berkaitan, serta arahan-arahan dari dosen pembimbing. Penulis sadar, dengan segala keterbatasan yang ada, laporan ini masih jauh dari kesempurnaaan.

Akhirnya tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Naniek Ratni, JAR. M.Kes. Selaku Dekan FTSP – UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibnu Sholichin, ST.MT. Selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil - FTSP – UPN “Veteran” Jawa Timur .

3. Ir. Siti Zainab, MT. Selaku dosen pembimbing utama tugas akhir.

4. Ir. Hendrata Wibisana Selaku dosen pembimbing pendamping tugas akhir.

(4)

6. Rekan mahasiswa S-1 Jurusan Teknik Sipil FTSP – UPN “Veteran” Jawa Timur, terutama rekan-rekan yang juga telah memberikan dukungan moril.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan Tugas akhir ini. Dengan selesainya Proposal Tugas Akhir ini penulis berharap bisa bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca umumnya, khususnya mahasiswa Program Studi Teknik Sipil.

Surabaya, 15 Desember 2011

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 4

1.5. Lokasi Studi Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Macam – Macam Jalan ... 7

2.1.1. Macam – Macam Fungsi Jalan ... 7

2.1.2. Kelas – Kelas Jalan ... 8

2.1.3. Sistem Jaringan Jalan Primer ... 9

2.2. Bundaran ... 10

2.3. Konsep Bundaran ... 11

2.4. Tipe Bundaran... 12

2.5. Rasio Jalinan Bundaran ... 12

(6)

2.6.2. Macam – Macam Kapasitas ... 14

2.7. Kapasitas ... 15

2.8. Derajat Kejenuhan ... 17

2.9. Tingkat Pelayanan... 18

2.9.1. Tingkat Pelayanan (Tergantung – Arus) ... 18

2.9.2. Tingkat Pelayanan (Tergantung – Fasilitas) ... 19

2.10. Regresi Linier ... 20

2.11. Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 22

2.11.1. Umum ... 22

2.14.1. Respresentasi Grafis Suatu Objek ... 29

2.14.2. Titik (Tanpa Dimensi) ... 29

2.17. Perbandingan Model Data Vektor dan Raster ... 35

(7)

2.17.2. Data Vektor... 36

2.18. Universal Transverse Mercator (UTM) ... 37

2.19. Project dalam ArcView ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 41

3.2. Persiapan ... 41

3.3. Lokasi Penelitian... 41

3.4. Peralatan yang Digunakan ... 42

3.5. Data Atribut ... 42

3.6. Jalannya Survei ... 43

3.7. Analisis Data ... 44

3.8. Data Geometri Bundaran ... 44

3.9. Kapasitas ... 45

3.10. Derajat Kejenuhan ... 46

3.11. Tipe Bundaran... 47

3.12. Skema Penelitian... 49

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Primer ... 50

4.2. Data Jumlah Kendaraan Pada Bundaran Waru ... 53

4.3. Data Jumlah Kendaraan dan Perhitungan Pada Segmen I (Jl Jendral Ahmad Yani menuju Jl Jendral Ahmad Yani(Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih) ... 53

(8)

4.3.3. Analisa Derajat Kejenuhan (DS) Sore ... 56

4.3.4. Analisa Kapasitas (C) ... 58

4.4. Data Jumlah Kendaraan dan Perhitungan Pada Segmen II (Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Raya Bungurasih) ... 59

4.4.1. Analisa Derajat Kejenuhan (DS) Pagi ... 59

4.4.2. Analisa Kapasitas (C) ... 61

4.4.3. Analisa Derajat Kejenuhan (DS) Sore ... 61

4.4.4. Analisa Kapasitas (C) ... 63

4.5. Data Jumlah Kendaraan dan Perhitungan Pada Segmen III (Jl Raya Bungurasih menuju Jl Jendral Ahmad Yani & Jl Raya Bungurasih) ... 64

4.5.1. Analisa Derajat Kejenuhan (DS) Pagi ... 64

4.5.2. Analisa Kapasitas (C) ... 66

4.5.3. Analisa Derajat Kejenuhan (DS) Sore ... 66

4.5.4. Analisa Kapasitas (C) ... 68

4.6. Perhitungan Regresi Linier Berdasarkan Volume Lalu LintasHarian Rata – Rata (LHR) Bundaran Waru Selama 5 Tahun. ... 70

4.7. Perhitungan Prediksi Berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian Rata Selama Kurun Waktu 5 Tahun Ke Depan (Tahun 2011 – 2015). ... 75

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 81 5.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Propinsi Jawa Timur ... 5

Gambar 1.2. Kota Surabaya ... 5

Gambar 1.3. Lokasi Studi ... 6

Gambar 2.1. Ukuran Bundaran Lalu Lintas... 12

Gambar 2.2. Titik Konflik Pada Persimpangan Empat Lengan Pendekat dan Bundaran Lalulintas ... 13

Gambar 2.3. Tingkat Pelayanan... 19

Gambar 2.4. Hubungan antara Nisbah Waktu Perjalan dengan Nisbah Volume/Kapasitas... 19

Gambar 2.5. Uraian Subsistem SIG ... 26

Gambar 26. Tampilan Permukaan Bumi & Layer (s) Model Data Raster ... 32

Gambar 2.7. Tampilan Struktur Model Data Raster ... 33

Gambar 2.8. Tampilan Data Spasial Model Raster (Citra) ... 33

Gambar 2.9. Tampilan Permukaan Bumi & Layer (s) Model Data Vektor ... 34

Gambar 2.10. Tampilan Data Spasial Model Vektor ... 35

Gambar 2.11. Pembagian Zone UTM ... 38

Gambar 2.12. Salah Satu Zone UTM ... 39

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian Bundaran Waru Surabaya ... 42

Gambar 3.2. Peta Geometrik Bundaran Waru Surabaya ... 44

(11)

Gambar 3.4. Alur Metodologi Penelitian ... 49

Gambar 4.1. Peta Lokasi Penelitian Bundaran Waru Surabaya ... 50

Gambar 4.2. Segmen I ... 51

Gambar 4.3. Segmen II ... 52

Gambar 4.4. Segmen III... 53

Gambar 4.5. Grafik Volume Kendaraan Segmen I Pagi Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih ... 55

Gambar 4.6. Grafik Volume Kendaraan Segmen I Sore Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih ... 57

Gambar 4.7. Grafik Volume Kendaraan Segmen II Pagi Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani ... 60

Gambar 4.8. Grafik Volume Kendaraan Segmen II Sore Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani ... 63

Gambar 4.9. Grafik Volume Kendaraan Segmen III Pagi Hari Dari Jl Raya Bungurasih Menuju Jl Jendral Ahmad Yani & Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) ... 65

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nilai Tipe Bundaran... 12 Tabel 2.2. Kelas Ukuran Kota... 15 Tabel 2.3. Lingkungan Jalan ... 16 Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan,

Hambatan Samping dan Kendaraan Tidak Bermotor ... 16 Tabel 2.5. Tingkat Pelayanan pada Segmen Jalan ... 18 Tabel 3.1. Nilai Tipe Bundaran... 48 Tabel 4.1. Volume Kendaraan Segmen I Pagi Hari Dari

Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih ... 54 Tabel 4.2. Volume Kendaraan Segmen I Sore Hari Dari

Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih ... 57 Tabel 4.3. Volume Kendaraan Segmen II Pagi Hari dari

Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju

Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani ... 59 Tabel 4.4. Volume Kendaraan Segmen II Sore Hari dari

Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) menuju

Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani ... 62 Tabel 4.5. Volume Kendaraan Segmen III Pagi Hari dari

(14)

Tabel 4.6. Volume Kendaraan Segmen III Sore Hari dari Jl Raya Bungurasih menuju Jl Jendral Ahmad Yani

& Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) ... 67

Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Jumlah Kendaraan Diruas Jalan Bundaran Waru ... 69

Tabel 4.8. Volume LHR Jumlah Kendaraan ... 70

Tabel 4.9. Perhitungan Regresi LHR Motor Cycle (MC) ... 71

Tabel 4.10. Perhitungan Regresi LHR Light Vehicle (LV) ... 72

Tabel 4.11. Perhitungan Regresi LHR Heavy Vehicle (HV)... 74

Tabel 4.12. Hasil Persamaan Regresi Linear R (korelasi) dan R2 (Derajat determinasi) Jumlah Volume LHR ... 78

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Transportasi melalui jalan darat merupakan transportasi yang paling dominan dibandingkan dengan sistem trasportasi lainnya. Oleh karena itu masalah yang dihadapi oleh hampir sebagian kota besar di Indonesia ini berkaitan dengan kemacetan yang diakibatkan oleh penumpukan kendaraan tiap harinya. Maka dengan kata lain transportasi sangat penting bagi perkembangan berbagai aktifitas masyarakat. Semakin besar aktifitas tersebut, maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkan dari transportasi. Proses transportasi akan menjadi lebih baik jika tersedia jaringan transportasi yang baik. Dalam rangka menciptakan jaringan transportasi darat yang baik, maka sangat dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana yang bisa mengikuti perkembangan arus lalu lintas yang terjadi.

Permasalahan transportasi merupakan masalah yang paling kritis dan utama yang sulit dipecahkan di setiap kota, termasuk kota Surabaya. Hal tersebut disebabkan oleh bertambahnya kepemilikan kendaraan pribadi, dan berbagai aspek permasalahan seperti manajemen lalulintas. Apalagi dilihat dari jumlah penduduk kota Surabaya yang berjumlah 2.861.928 jiwa dan luas wilayah 33.306,30 Ha (sumber : www.surabaya.go.id) membuat lalu lintas di kota Surabaya semakin padat, yang salah satunya sering terjadi kemacetan, antrian panjang, dan tundaan yang terdapat di ruas jalan dan simpang.

(16)

antara kendaraan yang berbeda kepentingan asal maupun tujuan. Berkaitan dengan hal tersebut perencanaan bundaran harus direncanakan dengan cermat, sehingga tidak menimbulkan akses yang lebih buruk, misalnya kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas menimbulkan kerugian yang lebih besar yaitu biaya yang semakin tinggi akibat pemborosan bahan bakar, polusi udara, kebisingan dan keterlambatan arus barang dan jasa.

Bundaran Waru Surabaya merupakan salah satu bundaran penting di kota Surabaya. Yang melayani arus lalu lintas dari berbagai arah, yaitu arus lalu lintas yang berasal dari Jl. Jendral Ahmad Yani, Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo), dan Jl. Raya Bungurasih. Tingginya volume lalu lintas yang melewati bundaran ini menyebabkan terjadinya kemacetan atau pertemuan kendaraan yang cukup padat dari berbagai arah jalan, baik dari arah Jl. Jendral Ahmad Yani, Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo), dan Jl. Raya Bungurasih. Pada kondisi seperti ini penumpukan kendaraan terlihat di setiap bahu jalan baik pagi hari, siang hari, maupun sore hari.

(17)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kinerja Kapasitas lalu lintas (C) bundaran Waru dilihat dengan menggunakan metode MKJI 1997.

2. Bagaimana tingkat kinerja bundaran dihitung dari sisi DS (Degree of Saturation) dengan menggunakan MKJI 1997.

3. Bagaimana prediksi jumlah kendaraan atau LHR terhadap waktu (5 tahun ke depan).

4. Bagaimana pemetaan kinerja bundaran Waru dilihat dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat dari penelitian ini dilakukan untuk :

1. Menganalisa kinerja kapasitas (C) bundaran Waru dengan menggunakan metode MKJI 1997.

2. Menganalisa DS (Degree of Saturation) bundaran Waru dengan menggunakan metode MKJI 1997.

3. Dapat memprediksi jumlah kendaraan atau LHR (Lalu Lintas Harian Rata-Rata) terhadap waktu (5 tahun ke depan).

(18)

1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Untuk memperjelas permasalahan dan memudahkan dalam menganalisis, maka perlu dibuat batasan – batasan. Maka batasan tersebuat adalah sebagai berikut ini :

1. Lokasi penelitian dilakukan pada bundaran Waru Surabaya yang menghubungkan dari Jl. Jendral Ahmad Yani, Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo), dan Jl. Raya Bungurasih.

2. Penelitian dilakukan untuk jenis kendaraan berat (HV), kendaraan sedang (LV), kendaraan ringan dan sepeda motor (MC), sedangkan kendaraan tak bermotor seperti sepeda, dan becak termasuk hambatan samping tidak dihitung.

3. Pada saat penelitian kecepatan kendaraan tidak dihitung.

4. Peninjauan lalu lintas hanya pada analisa volume, kapasitas ( C ) dan tingkat kinerja yang meliputi derajat kejenuhan ( DS ).

5. Tidak membahas konstruksi jalan, saluran tepi dan jembatan atau fly over. 6. Sudut belok pada tikungan bundaran tidak diteliti secara detail, karena dalam

perhitungan pada MKJI 1997 tidak diperhitungkan.

7. Metode yang digunakan dalam penelitian kinerja bundaran ini menggunakan metode MKJI 1997.

8. Metode peramalan diprediksi selama 5 tahun dan dibagi menjadi lima tahap yaitu per 1 tahun, dimulai tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015.

(19)

1.5. Lokasi Studi Penelitian

Gambar 1.1 Propinsi Jawa Timur

(20)
(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Macam – Macam Jalan

Sesuai dengan Undang - Undang tentang Jalan Raya No. 13 Tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 Sistem Jaringan Jalan di Indonesia dibedakan atas :

1. Jalan Primer adalah jalan raya melayani lalu lintas yang tinggi antara kota - kota yang penting atau antara pusat - pusat produksi dan pusat - pusat ekspor.

Jalan - jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapat melayani lalu lintas yang cepat dan berat.

2. Jalan Sekunder adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi

antara kota - kota penting dan kota - kota lebih kecil, serta melayani daerah - daerah sekitarnya.

3. Jalan Penghubung adalah jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang juga dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan - jalan dari golongan yang sama atau yang berlainan.

2.1.1. Macam – Macam Fungsi Jalan

Sesuai dengan Undang - Undang tentang Jalan Raya No. 13 Tahun 1980 berdasarkan fungsi jalan, jalan dapat Dibedakan :

(22)

2. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul / pembagian dengan perjalanan jarak sebidang kecepatan rata - rata sedang dan jumlah

jalan masuk dibatasi.

3. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri - ciri

perjalanan jarak dekat kecepatan rata - rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

2.1.2. Kelas – Kelas Jalan

1. Kelas I adalah kelas jalan yang mencakup semua jalan utama dan

dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan - jalan raya yang

berlajur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.

2. Kelas II adalah kelas jalan yang mencakup semua jalan - jalan sekunder. Dalam komposisinya terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan ini selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas yaitu

IIA, IIB, dan IIC.

3. Kelas IIA adalah jalan - jalan sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi

permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau setaraf dimana dalam

komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat tetapi tanpa kendaraan

(23)

4. Kelas IIB adalah jalan - jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau setaraf dimana dalam komposisi

lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat tanpa kendaraan tidak bermotor. 5. Kelas IIC adalah jalan - jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi

permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor.

6. Kelas III adalah kelas jalan yang mencakup semua jalan - jalan penghubung,

konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Kontruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.

2.1.3. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem Jaringan Jalan Primer terdiri dari :

1. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota kesatu dengan kota

jenjang kedua.

2. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang

ketiga.

3. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang

(24)

2.2. Bundaran

Bundaran (roundabout) dapat dianggap sebagai kasus istimewa dari

kanalisasi pulau yang ada di tengahnya dapat bertindak sebagai pengontrol pembagi dan pengarah bagi sistem lalu lintas berputar satu arah. Pada kasus ini gerakan

penyilangan hilang dan digantikan dengan gerakan menyiap berpindah – pindah jalur. Dengan sebuah pulau lalu lintas dengan berdiameter 15 meter gerakan menyilang yang bukan gerakan tegak lurus akan dilakukan dengan kecepatan relatif

tinggi. Bundaran dengan diameter lebih besardari 20 meter, gerakan menyiap biasanya terbentuk pada jalur masuk. (Oglesby Clarkson, 1993 : 364)

Kanalisasi adalah proses pemisahan atau pengaturan terhadap aliran kendaraan yang saling konflik ke dalam rute – rute jalan yang jelas dengan menempatkan beton pemisah atau rambu perkerasan untuk menciptakan pergerakan

yang aman dan teratur bagi kendaraan dan pejalan kaki. Kanalisasi yang benar dapat meningkatkan kapasitas, keamanan, dan memberikan kenyamanan penuh.

Salter (1995), mengatakan bahwa bundaran biasanya di gunakan di daerah pusat perkotaan yang secara tradisional digunakan untuk memutuskan konflik antara pejalan kaki dengan arus lalu lintas di daerah yang terbuka luas. Bundaran terdapat

tiga tipe dasar, yaitu :

1. Bundaran normal yaitu bundaran yang mempunyai satu sirkulasi jalan yang

mengelilingi bundaran tersebut dengan diameter empat meter atau lebih dan biasanya dibagian pendekat jalannya melebar.

(25)

kurang dari empat meter dan bagian pendekat jalannya melebar atau tidak dilebarkan.

3. Bundaran ganda yaitu persimpangan individu dengan dua buah bundaran, bundaran normal atau bundaran mini yang berdekatan.

Bundaran dapat bertindak sebagai pengontrol, pembagi, dan pengarah bagi sistem lalu lintas yang berputar searah. Gerakan menerus dan membelok yang besar pada seluruh kaki pertemuan jalan akan mengurangi sumber kecelakaan dan

memberikan kenyamanan yang lebih pada kondisi pengemudi.

Bundaran lebih disukai karena dapat mengurangi tundaan dan memungkinkan

banyak kendaraan memotong simpang tanpa harus berhenti total.

2.3. Konsep Bundaran

Tujuan utama dari analisis kapasitas suatu jalan adalah untuk memperkirakan jumlah lalu lintas maksimum yang dilayani oleh ruas jalan tersebut. Hal ini seperti

yang telah diketahui bahwa suatu jalan terbatas daya tampungnya. Apabila suatu arus lalu lintas dioperasikan mendekati atau menyamai kapasitas yang ada maka, hal ini akan menimbulkan rasa sangat tidak nyaman bagi para pengguna jalan.

Analisis kapasitas sendiri merupakan suatu rangkaian prosedur yang dipakai untuk memperkirakan kemampuan daya tampung suatu ruas jalan terhadap arus lalu

(26)

2.4. Tipe Bundaran

Bundaran efektif jika digunakan untuk persimpangan antara jalan – jalan

yang sama ukurannya dan tingkat arusnya. Oleh sebab itu bundaran adalah sangat sesuai bagi persimpangan antara jalan dua lajur dan empat lajur. Tipe bundaran dapat

dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Nilai Tipe Bundaran

Tipe

Bundaran Bundaran (m) Radius Masuk, Lebar (m) Jumlah Lajur jalinan (m) Panjang Jalinan (m) Lebar

R10 - 11 10 1,35 23 7

R10 – 22 10 2,70 27 9

R14 – 22 14 2,70 31 9

R20 - 22 20 2,70 43 9

(Sumber MKJI 1997)

Gambar 2.1 Ukuran Bundaran Lalu Lintas

2.5. Rasio Jalinan Bundaran

Pw = Qw / Qtot... (2.1) Keterangan :

(27)

Qtot = Arus total (smp/jam) Pw = Rasio jalinan

Rasio kendaraan tak bermotor (Pum)

Pum = Qum / Qveh...(2.2)

Keterangan :

Qum = Arus kendaraan non bermotor (kendaraan non bermotor/jam) Qveh = Arus kendaraan (smp/jam)

Berbagai macam pola pergerakan tersebut akan saling berpotongan sehingga

menimbulkan titik – titik konflik pada suatu persimpangan. Sebagai contoh, pada persimpangan dengan empat lengan pendakat mempunyai 32 titik konflik, yaitu 16 titik crossing, 8 titik merging, 8 titik diverging.

Gambar 2.2 Titik Konflik Pada Persimpangan Empat Lengan Pendekat dan Bundaran Lalu lintas

2.6. Kapasitas

(28)

Kapasitas dapat didefinisikan sebagai arus lalu lintas yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu, dalam kendaraan/jam

atau smp/jam (MKJI 1997).

Pengertian kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat dilewati

suatu persimpangan atau ruas jalan selama waktu tertentu pada kondisi jalan dan lalu lintas dengan tingkat kepadatan yang ditetapkan.

2.6.1. Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas

Faktor yang mempengaruhi kapasitas suatu simpang menurut Oglesby

Clarkson dan Hick (1998) adalah :

1. Kondisi fisik simpang dan operasi, yaitu ukuran dan dimensi lebar jalan, kondisi parkir dan jumlah lajur.

2. Kondisi lingkungan, yaitu faktor jam sibuk pada suatu simpang.

3. Karakteristik gerakan lalu lintas, yaitu gerakan membelok dari kendaraan.

Karakteristik lalu lintas kendaraan berat, yaitu truk dan bus melewati simpang.

2.6.2. Macam – Macam Kapasitas

Kapasitas Dapat Dibagi Menjadi Dua Bagian

1. Kapasitas Dasar adalah kapasitas pada geometri dan prosentase jalinan

tertentu tanpa induksi faktor penyesuaian.

2. Kapasitas sesungguhnya diperoleh dengan cara mengalikan kapasitas dasar

(29)

2.7. Kapasitas

Kapasitas (C) sesungguhnya (smp/jam) dihitung dengan menggunakan

induksi faktor penyesuaian F. Besarnya kapasitas tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan :

Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

Frsu = Faktor penyesuaian tipe lingkungan

Faktor Ww = 135 x Ww1,3...(2.4)

Faktor penyesuaian Fcs untuk ukuran kota dimasukkan sebagai jumlah penduduk di seluruh daerah perkotaan sebagaimana tabel 2.2 dibawah ini :

Tabel 2.2 Kelas Ukuran Kota

Ukuran Kota Jumlah Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Sangat kecil

(30)

tetapkan secara kualitatif dari pertimbangan teknik lalu lintas sebagaimana yang ditunjukan melalui tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Tipe Lingkungan Jalan

Komersial Tata guna lahan komersial (misalnya perkotaan, rumah makan, perkotaan dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan)

Pemukiman Tata guna lahan tempat tinggal dan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan Akses

Terbatas Tempat jalan masuk atau jalan masuk terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan sampimg dan sebagainya) (sumber MKJI 1997)

Nilai faktor penyesuaian adalah sebagai berikut ini

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tidak Bermotor.

Kelas Tipe Kelas Hambatan Rasio Kendaraan Tak Bermotor Lingkungan Jalan (RE) Samping (SF) 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25

Kapasitas dasar adalah kapasitas pada geometri dan prosentase jalinan

tertentu tanpa induksi faktor penyesuaian dan dihitung dengan persamaan :

(31)

Faktor We/Ww = (1+We/Ww)1.5...(2.6) Faktor Pw = (1-Pw/3)0.5...(2.7)

Faktor Ww/Lw = (1+Ww/Lw)-1.8...(2.8) Faktor – faktor yang mempengaruhi kapasitas adalah :

1. Kondisi ideal. 2. Kondisi jalan. 3. Kondisi medan.

4. Kondisi lalu lintas. 5. Populasi pengemudi.

2.8. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (degree of sturation) menunjukan rasio arus lalu lintas

pada pendekat tersebut terhadap kapasitas. Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi lalu lintas puncak (MKJI

1997).

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), derajat kejenuhan (DS) bagian jalinan dihitung berdasarkan persamaan berikut :

DS = ...(2.9)

Qsmp = Qkendaraan x Fsmp...(2.10)

Fsmp = ...(2.11)

Keterangan :

Qsmp = Arus total (smp/jam)

(32)

MC = sepeda motor

LV = sedan, pick up, dan lain-lain

HV = truck dengan 2 gandar atau lebih dan bus C = Kapasitas (smp/jam)

2.9. Tingkat Pelayanan Jalan

2.9.1. Tingkat Pelayanan Jalan (Tergantung – Arus)

Pada suatu kendaraan dengan volume lalu lintas yang rendah, pengemudi akan merasa lebih nyaman mengendarai kendaraan dibandingkan jika berada pada

daerah tersebut dengan volume lalu lintas yang besar. Kenyamanan akan berkurang sebanding dengan bertambahnya volume lalu lintas, dengan kata lain rasa nyaman dan volume lalu lintas berbanding terbalik .

Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang tergantung pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu,

tingkat pelayanaan pada suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas. Definisi ini digunakan oleh Highway Capacity Manual, diilutrasikan dengan Gambar 2.3 yang

mempunyai enam buah tingkat pelayanan, yaitu:

Tabel 2.5 Tingkat Pelayanan pada Segmen Jalan No Tingkat

(33)

Konsep Amerika sudah sangat umum digunakan untuk menyatakan tingkat pelayanan.

Gambar 2.3 Tingkat Pelayanan

2.9.1. Tingkat Pelayanan (Tergantung – Fasilitas)

Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan jalan yang sempit

mempunyai tingkat pelayanan yang rendah. Hal ini dilustrasikan pada Gambar 2.4 (Black, 1981).

(34)

Konsep ini dikembangkan oleh Blunden (1971), Wardrop (1952), dan Davidson (1966). Blunden (1971) menunjukkan bahwa hasil eksperimen

menghasilkan karakteristik tertentu sebagai berikut :

 Pada saat arus mendekati nol (0), titik potong pada sumbu y terlihat dengan

jelas (T0).

 Kurva mempunyai asimot pada saat arus mendekati kapasitas.

 Kurva meningkat secara monoton.

2.10. Regresi Linear

Tujuan utama dari kebanyakan penyilidikan statistik dalam dunia bisnis dan ekonomi adalah mengadakan prediksi (ramalan). Berdasarkan prediksi yang didasarkan pada keterangan statistik pengusaha dan ahli ekonomi dapat mewujudkan

ramalannya dengan probabilitas yang memuaskan apabila ramalan tersebut rata – ratanya mendekati kenyataan. (Ofyar Z Tamin, 2000 : 23)

Pendekatan yang demikian telah berhasil baik dalam ilmu pengetahuan alam. Misalnya pada temperatur yang konstan, hubungan antara volume suatu gas (Y) dan tekanan (X) dapat dinyatakan dengan formula.

Y = k / X...(2.12) Dimana :

K = bilangan konstan.

Dalam ilmu ekonomi misalnya persamaan yang sederhana dan luas penggunaannya untuk menunjukkan hubungan variabel – variabel adalah persamaan

linear.

(35)

Diturunkan dari model :

Y = ά + βX + μ...(2.14)

a dan b adalah bilangan konstan.

X – Variabel yang diketahui (independent variabel).

Y variabel yang diramalkan (Independent variabel).

Di dalam persamaan linear, hubungan antara 2 variabel bila digambarkan secara grafis (dengan scatter diagram), semua nilai X dan Y yang sesuai dengan

persamaan Y = a + bX akan jatuh pada suatu garis lurus (straight line). Garis tersebut

yang dinamakan regresi line (garis regresi).

Sebenarnya hubungan antara 2 variable itu ada 2 tipe yakni : 1. Hubungan functional.

2. Hubungan regresional.

Dikatakan ada hubungan functional bila ada true value of Y untuk tiap – tiap kemungkinan nilai X dan sebaliknya. Hubungan ini kebanyakan dijumpai dalam

ilmu pengetahuan alam misalnya :

Y = k / X...(2.15) k = bilangan konstan.

Y = volume suatu gas. X = tekanan/desakan.

Dikatakan ada hubungan regresi bila tidak ada true value of Y untuk nilai X dan sebaliknya. Untuk tiap nilai X ada banyak nilai Y, selama Y tersebut tidak

(36)

Persamaan linear banyang kegunaannya dan penting, tidak hanya terdapatnya banyak hubungan dalam bentuk tersebut tetapi juga karena sering digunakan dalam

pendekatan untuk hubungan – hubungan yang kompleks dan sukar di gambarkan.

2.11. Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.11.1. Umum

Sistem Informasi Geografis (SIG) pada dasarnya merupakan gabungan dari

tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografis. Dengan melihat unsur - unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur

“informasi geografis”.

Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi, maka SIG merupakan satu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang

berkenaan dengan objek - objek yang terdapat di permukaan bumi. Jadi SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan,

penyimpanan, manipulasi, dan keluaran informasi geografis berikut atribut - atributnya. (Eddy Prahasta, 2009)

2.11.2. Konsep Dasar

Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam proses

pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang merepresentasikan “dunia nyata” dapat disimpan dan diproses sedemikian rupa sehingga dapat disajikan

(37)

Sejak pertengahan 1970-an, telah dikembangkan sistem - sistem yang secara khusus dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dalam

berbagai cara dan bentuk. Masalah - masalah ini mencakup: 1. Pengorganisasian data dan informasi

2. Penempatan informasi dan lokasi tertentu

3. Melakukan komputerisasi, memberikan ilustrasi keterhubungan satu sama lainnya (koneksi), beserta analisa - analisa spesial lainnya.

Sistem yang manangani masalah-masalah di atas adalah SIG (Sistem Informasi Geografis). SIG dipandang sebagai hasil dari perkawinan anatara sistem

komputer untuk bidang kartografi (CAC) atau sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (database).

Pada asalnya, data geografi hanya disajikan di atas peta yang menggunakan

simbol, garis dan warna. Akibatnya, peta menjadi media yang efektif baik sebagi alat presentasi maupun sebagai bank tempat penyimpanan data geografis. Tetapi, media

peta masih mengandung kelemahan. Sebuah peta selalu menyediakan gambar atau simbol unsur geografi dengan bentuk yang tetap atau statik meskipun diperlukan untuk di berbagai keperluan yang berbeda.

Bila dibandingkan dengan peta, SIG memiliki keunggulan inheren karena

penyimpanan data dan presentasinya dipisahkan. Dengan demikian data dapat

dipresentasikan dalam berbagai cara dan bentuk.

2.11.3. Definisi

(38)

umum, belum lengkap, tidak presisi, dan bersifat elastik, sehingga seringkali agak sulit untuk membedakan dengan sistem - sistem informasi yang masih “serumpun”.

Definisi SIG selalu berkembang, bertambah, dan bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang telah beredar. Berikut merupakan sebagian kecil

dari devinisi - devinisi SIG yang telah beredar di berbagai pustaka:

1. SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing),

menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan

menampilkan data - data yang berhubungan dengan posisi - posisi di permukaan bumi.

2. SIG adalah kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola (manage), menganalisa, memetakan

informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi

kartigrafi.

3. SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data,

manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk

mengumpulkan, menyimpan, menganalisa, dan menyebarkan informasi - informasi mengenai daerah - daerah di permukaan bumi.

4. SIG adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien

untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis,

(39)

2.11.4. Subsistem SIG

Jika definisi-definisi di atas diperhatikan, maka SIG dapat diuraikan menjadi

beberapa subsistem sebagai berikut:

1. Data Input : subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan

mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber.

2. Data Output : subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran

seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk hardcopy seperti : table,

grafik, peta, dan lain-lain.

3. Data Managemen : subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial

maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit.

4. Data Manipulation & Analisis : subsistem ini menentukan

informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi

yang diharapkan.

Jika subsistem SIG diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat digambarkan

(40)

DATA INPUT

DATA MANAGEMENT

& MANIPULASI

Gambar 2.5 Uraian Subsistem SIG

2.12. Komponen SIG

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan

lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen berikut:

1. Perangkat Keras SIG

Perangkat keras SIG memiliki pengertian perangkat – perangkat fisik yang digunakan oleh sistem komputer. Perangkat keras ini umumnya mencakup :

(41)

f. Perihal Lainnya, perangkat pelengkap ini merupakan bagian dari sistem komputer SIG yang belum termasuk ke dalam perangkat - perangkat yang

telah disebutkan di atas. 2. Perangkat Lunak SIG

Pada sistem komputer modern, perangkat lunak yang digunakan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi terdiri dari beberapa layer yang terdiri dari sistem

operasi, program - program pendukung sistem - sistem khusus (special system

utilites), dan perangkat lunak aplikasi.

Sistem operasi mengandung program - program untuk manajemen memori,

akses sistem, pengendalian komunikasi, pengolahan perintah - perintah, manajemen data dan file, dan sebagainya. Special system utilities dan

program - program pendukungnya terdiri dari compiler bahasa pemrograman,

device driver, utility untuk back up data, pustaka fungsi dan prosedur, dan

perangkat lunak komunikasi khusus. Perangkat lunak aplikasi terdiri dari

word processing, sphread sheet, database, presentation, dan aplikasi -

aplikasi khusus lainnya seperti SIG.

SIG secara konseptual terdiri dari dua bagian, yaitu paket inti (core) yang

digunakan untuk pemetaan dasar dan manajemen data, dan paket - paket aplikasi yang terintergrasi dengan paket inti untuk menjalankan pemetaan

khusus dan aplikasi analisis geografi. 3. Data dan Informasi Geografi

(42)

cara mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel - tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.

4. Manajemen

Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan baik dan dikerjakan

oleh orang - orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.

2.13. Cara Kerja SIG

SIG dapat mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor

komputer sebagaimana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata di atas

kertas. Tetapi SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibelitas daripada lembaran peta kertas.

SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur - unsurnya sebagai atribut -

atribut di dalam basis data. Kemudian, SIG membentuk dan menyimpannya di dalam tabel - tabel (relasional). Setelah itu, SIG menghubungkan unsur - unsur di atas

dengan tabel - tabel yang bersangkutan. Dengan demikian, atribut - atribut ini dapat diakses melalui lokasi – lokasi unsur - unsur peta. Dan sebaliknya, unsur - unsur peta juga dapat diakses melalui atribut - atributnya. Karena itu, unsur - unsur tersebut

dapat dicari dan ditemukan berdasarkan atribut - atributnya.

SIG menghubungkan sekumpulan unsur - unsur peta dengan atribut -

atributnya di dalam satuan - satuan yang disebut layer. Kumpulan dari layer - layer

ini akan membentuk basis data SIG. Dengan demikian, perancangan basis data

(43)

2.14. Model Data

Model data adalah formalisme matematis yang mencakup notasi untuk

mendeskripsikan (menggambarkan) data dan sekumpulan operasi yang di gunakan untuk memanipulasi data. Model data juga merupakan cara yang digunakan untuk

menggorganisasikan sekumpulan fakta mengenai sistem yang sedang diamati, cara atau konsep berfikir mengenai dunia nyata, dan cara atau konsep dalam mengorganisasikan fenomena-fenomena yang sedang diamati.

2.14.1. Respresentasi Grafis suatu Objek

Informasi grafis suatu objek dapat dimasukkan dalam bentuk :

 Titik (Tanpa Dimensi)

 Garis (Satu Dimensi)

 Poligon (Dua Dimensi)

 Objek Tiga Dimensi

2.14.2. Titik (Tanpa Dimensi)

Titik adalah representasi grafis yang paling sederhana untuk suatu objek. Representasi ini tidak memiliki dimensi tetapi dapat diidentifikasi di atas peta dan dapat ditampilkan pada layar monitor dengan menggunakan simbol-simbol.

(44)

2.14.3. Garis (Satu Dimensi)

Garis adalah bentuk linier yang akan menggunakan paling sedikit dua titik

dan digunakan untuk meresentasikan objek-objek satu dimensi. Batas-batas poligon merupakan garis-garis, demikian pula dengan jaringan listrik, komunikasi, pipa air

minum, saluran pembuangan dan utiliti lainnya.

2.14.4. Poligon (Dua Dimensi)

Poligon digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi. Suatu danau, batas propinsi, batas kota, batas-batas persil tanah milik adalah tipe-tipe entity

yang pada umumnya diresperentasikan sebagai poligon. Suatu poligon paling sedikit dibatasi oleh tiga garis yang saling terhubung di antara ketiga titik tersebut.

2.14.5. Objek Tiga Dimensi

Setiap fenomena fisik memiliki lokasi di dalam ruang. Akibatnya , model

data yang lengkap harus juga mencakup dimensi yang ketiga (ruang 3 dimensi). Hal ini berlaku untuk permukaan tanah (kontur), menara, bangunan, batas-batas,peristiwa dan lain-lain.

2.15. Macam - Macam Data Pada SIG

a. Data Grafis

Adalah data yang menggambarkan bentuk atau penampakan objek

dipermukaan bumi. Dalam data grafis ada 3 macam :

(45)

2. Data grafis garis atau line dapat digunakan untuk menggambarkan jalan,

sungai, dll.

3. Data grafis ares atau polygon untuk mewakili batas lahan, kemiringan lereng, dll.

b. Data atribut atau Tabulator

Adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis dan untuk menyimpan informasi tentang nilai atau besaran dari data grafis. Untuk data

atribut tersimpan secara terpisah dalam bentuk tabel.

2.16. Model Data Spasial SIG

Pada dasarnya secara konseptual terdapat dua model data spasial yaitu Raster dan Vektor. Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi yang

menyertainya, implementasi data spasial sudah berkembang jauh. Pada mulanya setiap perangkat SIG memiliki data spasial dengan format tersendiri (native). Tetapi

beberapa saat kemudian, seiring dengan kepopuleran format – format tertentu, dipublikasikan secara luas beberapa spesifikasi (format) data spasial, dan diakuinya format tersebut sebagai standard, maka setiap perangkat SIG – pun berlomba dalam

memberikan fungsional export dan import ke dan dari format – format data spasial populer dan standard tersebut.

Mengenai bentuk representasi entitas spasial yang paling mendasar adalah konsep (data) Raster dan Vektor. Dengan demikian setiap (layer) data spasial akan

(46)

menyajikan entitas spasialnya digunakan istilah Model Data Raster ataupun Model Data Vektor.

1. Model Data Raster

Model Data Raster bertugas untuk menampilkan, menempatkan, dan

menyimpan content data spasial dengan menggunakan struktur semacam

matriks atau susunan piksel – piksel yang membentuk suatu grid (segi-empat). Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut (tunggal) tersendiri,

termasuk koordinatnya yang unik di (sudut grid [pojok], di pusat grid, atau di tempat lainnya). Akurasi spasial [horizontal] model data tergantung pada

resolusi spasial atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi.

Gambar 2.6 Tampilan Permukaan Bumi & Layer (s) Model Data Raster

Pada Model Data raster, matriks atau array dapat diurutkan menurut koordinat

lokalnya (internal atau inherent); kolom (x) dan barisnya (y). Selain itu, pada sistem koordinat piksel monitor komputer, secara default, titik asal sistem

(47)

Gambar 2.7 Tampilan Struktur Model Data Raster

Gambar 2.8 Tampilan Data Spasial Model Raster (Citra)

2. Model Data Vektor

Model Data Vektor dapat menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data

spasial dengan menggunakan titik – titik, garis – garis, kurva, atau poligon beserta atribut – atributnya. Bentuk – bentuk dasar representasi data spasial ini, didalam sistem model data vektor, didefinisikan oleh sistem koordinat

(48)

(x, y). Didalam model data spasial vektor, garis – garis atau kurva (busur atau arcs) merupakan sekumpulan titik – titik terurut yang saling terhubung.

Sedangkan luasan atau poligon juga disimpan sebagai sekumpulan list titik – titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir geometri poligon

memiliki nilai koordinat yang sama (poligon tertutup sempurna).

Gambar 2.9 Tampilan Permukaan Bumi & Layer (s) Model Data Vektor

Sebagai ilustrasi, berikut adalah tampilan salah satu Model Data Vektor (beberapa layer format shapefile Arview) yang menggambarkan informasi

(49)

Gambar 2.10 Tampilan Data Spasial Model Vektor

2.17. Perbandingan Model Data Vektor dan Raster

Baik model data raster maupun data vektor masing - masing memiliki sifat, kecenderunggan, kelemahan, dan kelebihannya sendiri. Tidak ada satupun model data yang dapat memenuhi semua kebutuhan respresentasi dan analisis data spasial

secara sempurna.

2.17.1. Data Raster

Kelebihan Data Raster

A. Memiliki struktur data yang sederhana.

B. Mudah dimanipulasi dengan menggunakan fungsi - fungsi matematis sederhana (karena strukturnya sederhana seperti matrik bilangan biasa).

(50)

D. Gambaran permukaan bumi dalam bentuk citra raster yang didapat dari radar atau satelit pengindraan jauh (lansat, spot, ikons, dll) selalu lebih aktual dari

pada bentuk vektornya.

E. Memiliki kemampuan - kemampuan permodelan dan analisis spasiel tingkat

lanjut.

Adapun kelemahan Data Raster.

A. Secara umum, memerlukan ruang atau tempat penyimpanan (disk) yang besar dikomputer. Banyak terjadi redudancy data baik untuk setiap layernya

maupun secara keseluruan.

B. Penggunaan sel atau ukuran grid yang lebih besar untuk menghemat ruang penyimpanan akan menyebabkan kehilangan informasi dan ketelitian.

C. Tampilan atau respresentasi, dan akurasi posisinya sangat bergantung pada ukuran pikselnya (resolusi spasial).

D. Sebuah citra raster hanya mengandung satu tematik saja, sulit di gabungkan dengan atribut lainnya dalam satu layer. Dengan demikian, untuk meresprentasikan atribut-atribut tambahan, juga diperlukan layers baru,

timbul lagi masalah redudency data secara keseluruan. E. Trasformasi koordinat dan proyeksi lebih sulit dilakukan.

2.17.2. Data Vektor

Kelebihan Data Vektor.

(51)

B. Satu layer dapat dikaitkan dengan atau mengandung banyak atribut sehingga dapat menghemat ruang penyimpanan secara keseluruan.

C. Memiliki resolusi spasial yang tinggi.

D. Trasformasi koordinat dan proyeksi tidak sulit dilakukan.

E. Dengan banyak atribut yang dapat dikandung oleh satu layer, banyak peta tematik lain (layer) yang dapat dihasilkan sebagai peta turunannya.

Adapun kekurangan Data Vektor. A. Memiliki struktur data yang kompleks.

B. Dtanya tidak muda untuk dimanipulasi.

C. Tidak compatible dengan data citra satelit pengindraan jauh.

D. Pengguna tidak mudah berkreasi untuk membuat programnya sendiri untuk

memenuhi kebutuhan aplikasinya. Hal ini disebabkan oleh struktur pada vektor yang lebih kompleks dan prosedur - prosedur funsi dan analisisnya

memerlukan kemampuan yang tinggi karena lebih sulit dan rumit. Pengguna harus membeli sistem perangkat lunaknya karena teknologinya masih mahal. Prosedurnyapun terdang lebih sulit.

2.18. Universal Transverse Mercator (UTM)

Salah satu sistem proyeksi peta yang terkenal dan sering digunakan adalah UTM. Pada sistem proyeksi ini didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y)utm

(52)

bagian yang disebut sebagai zone UTM. Setiap zone ini dibatasi uleh dua meridian selebar 6o dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari

180° BB hingga 174° BB, zone 2 dan i 174° BB hingga 168° BB, terus ke arah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT hingga 180° BT.

Batas lintang di dalam sistem koordinat ini adalah 80o LS hingga 84° LU.

Setiap bagian derajat memiliki lebar 8° yang pembagiannya dimulai dan i 80° LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C, D, E, F,

hingga X (tetapi huruf I dan 0 tidak digunakan). Jadi, bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS

diberi notasi E, dan seterusnya.

Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Dan, untuk

menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500,000 meter. Untuk zone yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10,000,000

meter. Sedangkan untuk zone yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter.

(53)

Gambar 2.12 Salah Satu Zone UTM

Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, mulai dari meridian 90° BT

hingga meridian 1440 BT dengan batas paralel (lintang) 110 LS hingga 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).

2.19. Project dalam ArcView

1. Theme

Theme merupakan kumpulan dari beberapa layer ArcView yang membentuk suatu tematik.

2. View

Berfungsi untuk mempersiapkan data spasial dari peta yang akan dibuat

atau diolah. 3. Tabel

(54)

Merupakan alat penyaji data yang efektif atau membuat grafik yang bersumber dari data.

5. Layout

Merupakan tempat mengatur tata letak dan rancangan dari peta akhir.

6. Script

Script merupakan bahasa (semi) pemprograman sederhana (makro) yang digunakan untuk mengotomasikan kerja ArcView. ArcView

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kinerja bundaran tidak bersinyal dengan menggunakan MKJI 1997. Tahapan – tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan alir berikut ini.

3.2. Persiapan

Tahapan ini dilakukan agar pelaksanaan survei dapat dijalankan dengan baik, kegiatan yang dilakukan antara lain mempersiapan berbagai berkas surat izin penelitian, menentukan lokasi pengamatan pada suatu pendekat/lengan, menentukan

waktu survei dan periode pengamatan, mempersiapkan alat – alat penelitian dan pengujian bekerjanya alat.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya dimana bundaran yang akan diteliti

(56)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Bundaran Waru Surabaya

3.4. Peralatan yang Digunakan

Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat untuk menunjang pelaksanaan penelitian di lapangan sebagai berikut ini.

1. Alat tulis

2. Alat pengukur panjang (meteran) 3. Checker

4. Jam tangan / stopwatch digunakan untuk mengetahui awal dan akhir waktu pengamatan

3.5. Data Atribut

Data atribut pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang digunakan dengan cara observasi atau

(57)

Data geometri bundaran yang dibutuhkan adalah : 1. Diameter bundaran

2. Lebar pendekatan W1 dan W2 3. Lebar jalinan Ww

4. Panjang jalinan Lw b. Data Volume Lalulintas

Data volume lalu lintas yang dibutuhkan adalah data dari semua

kendaraan (kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor) yang melewati bundaran yang dapat mengidentifikasikan kapasitas bagian

jalinan kondisi sekarang di lapangan. 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari instansi – isntansi terkait.

Data dalam penelitian ini berupa data jumlah penduduk yang didapat dari Biro Pusat Statistik Kota Surabaya.

3.6. Jalannya Survei

1. Survei volume lalulintas

Survei ini meneliti jumlah kendaraan baik berat maupun ringan 2. Survei geometri

Survei geometri dilakukan untuk mengetahui ukuran – ukuran penampang melintang jalan, luas bundaran dan ukuran median sehingga bisa didapatkan

kapasitas dari jalan yang diteliti.

(58)

1. Pengamat melakukan pengukuran dengan roda ukur dan meteran lalu mencatat dan penggambaran hasil pengukuran tersebut

2. Data – data dari hasil survei geometri digambarkan dan dimasukkan kedalam rumus – rumus yang ada sehingga didapatkan kapasitas dan

derajat kejenuhan jalan tersebut.

3.7. Analisis Data

Setelah survei dan pengumpulan data – data lengkap, maka tahapan atau langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memproses data berdasarkan bagan alir

yang terdapat dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 untuk bundaran tidak bersinyal.

3.8. Data Geometri Bundaran

Dari pengukuran yang dilakukan dapat disampaikan dimensi elemen

bundaran sebagaimana yang ditunjukan melalui Gambar 3.2 di bawah ini :

(59)

Budaran Waru mempunyai tiga lengan adalah Lengan A (Jl. Jendral Ahmad Yani), Lengan B (Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo)) dan Lengan C (Jl. Raya

Bungurasih). Sedangkan dimensi elemen bundaran Waru Surabaya dapat dilihat sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 3.2.

Situasi dan kondisi lingkungan di sekitar bundaran Waru dapat disampaikan sebagai berikut ini.

Di sebelah timur bundaran waru merupakan bagian jalan yang agak

menimbulkan kemacetan, karena dibagian jalan terdapat gedung City of Tomorrow. Yang mana arus kendaraan yang masuk dan keluar gedung tersebut cukup

menimbulkan antrian pada setiap kendaraan bermotor dari Jl. Bungurasih menuju Jl. Jenderal Ahmad Yani maupun Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo).

3.9. Kapasitas

Kapasitas (C) sesungguhnya (smp/jam) dihitung dengan menggunakan

induksi faktor penyesuaian F. Besarnya kapasitas tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan :

C = 135 x Ww1,3 x (1+We/Ww)1,5 x (1-Pw/3)0,5 x (1+Ww/Lw)-1,8 x Fcs x Frsu

Keterangan :

We = (lebar masuk rata – rata) = ½ (W1 + W2)

Ww = Lebar jalinan Lw = Panjang jalinan

Pw = Rasio jalinan

(60)

Faktor Ww = 135 x Ww1,3

Kapasitas dasar adalah kapasitas pada geometri dan prosentase jalinan tertentu tanpa induksi faktor penyesuaian dan dihitung dengan persamaan :

Co = 135 x Ww1,3 x (1+We/Ww)1.5 x (1-Pw/3)0.5 x (1+Ww/Lw) – 1.8 Keterangan :

We = Lebar masuk rata – rata = 1/

2 (W1 + W2) Ww = Lebar jalinan (m)

Lw = Panjang jalinan (m)

Pw = Rasio jalinan

Faktor We/Ww = (1+We/Ww)1.5 Faktor Pw = (1-Pw/3)0.5

Faktor Ww/Lw = (1+Ww/Lw)-1.8

Faktor – faktor yang mempengaruhi kapasitas adalah :

1. Kondisi ideal. 2. Kondisi jalan. 3. Kondisi medan.

4. Kondisi lalu lintas. 5. Populasi pengemudi.

3.10. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (degree of sturation) menunjukan rasio arus lalu lintas

(61)

dapat menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi lalu lintas puncak (MKJI 1997).

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), derajat kejenuhan (DS) bagian jalinan dihitung berdasarkan persamaan berikut :

DS =

Qsmp = Qkendaraan x Fsmp

Fsmp =

Keterangan :

Qsmp = Arus total (smp/jam)

Fsmp = Faktor mobil satuan penumpang MC = sepeda motor

LV = sedan, pick up, dan lain-lain

HV = truck dengan 2 gandar atau lebih dan bus C = Kapasitas (smp/jam)

3.11. Tipe Bundaran

Bundaran efektif jika digunakan untuk persimpangan antara jalan – jalan

(62)

Tipe bundaran dapat dilihat dari Tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1 Nilai Tipe Bundaran

Tipe

Bundaran Bundaran (m) Radius Masuk, Lebar (m) Jumlah Lajur jalinan (m) Panjang Jalinan (m) Lebar

R10 - 11 10 1,35 23 7

R10 – 22 10 2,70 27 9

R14 – 22 14 2,70 31 9

R20 - 22 20 2,70 43 9

(Sumber MKJI 1997)

(63)

3.12. Skema Penelitian

Gambar 3.4 Alur Metodologi Penelitian Mulai

Persiapan

Data Primer :

1. Kondisi Geometrik 2. Volume Lalu Lintas

Data Sekunder : 1. Denah Lokasi

Penelitian 2. Data Jumlah

Penduduk Surabaya

Rekapitulasi Data

Proses Analisa

MKJI 1997

Pemetaan Kinerja Lalu Lintas Bundaran Waru

(64)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Primer

Dalam analisa data berikut adalah hasil dari perhitungan yang telah dilakukan berdasarkan survei di lapangan. Beberapa analisa berikut terdiri atas:

a. Simpang tak bersinyal

Berisi perhitungan yang dilakukan di jalan Ahmad Yani – Bundaran Waru pada simpang tiga lengan tersebut berdasarkan data – data yang ada.

b. Bagian jalinan bundaran

Berisi hasil – hasil perhitungan untuk bundaran Waru berdasarkan data – data yang diambil pada tahun 2006 – 2010 untuk kemudian disimulasikan

sehingga dapat diperkirakan hasil – hasil perhitungan hingga tahun 2015 mendatang.

Daerah penelitian dibagi menjadi tiga segmen, yang ditunjukan pada gambar 4.1 dibawah ini :

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian Bundaran Waru Surabaya Segmen I

Segmen III

(65)

1. Segmen I : Jl Jendral Ahmad Yani menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih.

Panjang jalan : 188 m Lebar jalan : 19,1 m

Tipe jalan : Lima lajur satu arah

Gambar geometri yang terdapat pada segmen I (Jl Jendral Ahmad Yani menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih) ditunjukan

pada gambar 4.2 dibawah ini :

SEGMEN I LW 188m

Ww 19,1m W1 11,5m

W2 10,

5m

Gambar 4.2 Segmen I

2. Segmen II : Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani.

Panjang jalan : 201,3 m Lebar jalan : 17,3 m

(66)

Gambar geometri yang terdapat pada segmen II (Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani) ditunjukan

pada gambar 4.3 dibawah ini :

Ww 17,3m

Lw 201

,3m

Segmen II

W1 11,5m

W2 14m

Gambar 4.3 Segmen II

3. Segmen III : Jl Raya Bungurasih menuju Jl Jendral Ahmad Yani & Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo).

Panjang jalan : 213,9 m Lebar jalan : 17,5 m

Tipe jalan : Empat lajur satu arah

Gambar geometri yang terdapat pada segmen III (Jl Raya Bungurasih menuju Jl Jendral Ahmad Yani & Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo)) ditunjukan pada

(67)

Ww 17,5m

4.2. Data Jumlah Kendaraan Pada Bundaran Waru

Data jumlah kendaraan yang di peroleh melalui survey dilapangan di setiap

ruas Jalan Bundaran Waru yang dibagi dalam 3 segmen. Data yang didapat kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan rumus dan teori rekayasa lalu lintas.

Survey dilakukan pada hari Senin tanggal 6 Februari 2012. Dimulai pada jam

4.3.1. Analisa Derajat Kejenuhan ( DS ) Pagi

Data Jalan

1. Nama jalan : Jalan Jenderal Ahmad Yani

(68)

4. Ukuran kota : 2.929.528 jiwa ( tahun 2011 ) 5. Panjang jalan : 188 m

6. Lebar jalan : 19,1 m

7. Tipe jalan : Lima lajur satu arah

Berikut ini merupakan tabel hasil survei jumlah atau volume kendaraan yang terdapat di segmen I pada waktu pagi hari yang terjadi di ruas jalan dari Jl Jendral Ahmad

Yani menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih, yang ditunjukan pada tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1. Volume Kendaraan Segmen I Pagi Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih.

Waktu MC (Motor Cycle) LV (Light Vehicle) HV (Heavy Vehicle)

07.00 - 07.15 1274 555 25

07.15 - 07.30 1295 557 24

07.30 - 07.45 1281 562 26

07.45 - 08.00 1216 534 28

Σ 5066 2228 103

Sumber : Hasil Survey Lapangan

Berikut ini merupakan grafik hasil survei jumlah atau volume kendaraan yang terdapat di segmen I pada waktu pagi hari yang terjadi di ruas jalan dari Jl Jendral

(69)

1274 1295 1281

Gambar 4.5. Grafik Volume Kendaraan Segmen I Pagi Hari Dari Jl Jendral Ahmad

Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih

Jumlah kendaraan :

Data – data geometri yang diperoleh pada segmen I : We = 11 m

Ww = 19,1 m Lw = 188 m

(70)

C = 135 x 19,11,3 x (1 + 11 / 19,1)1,5x (1-0,85/3)0,5 x (1 + 19,1/188)-1,8 x 1 x 0,92 = 8086,92 (smp/jam)

Derajat Kejenuhan ( DS ) Pagi =

=

= 0,61

Tingkat Pelayanan ( LOS ) Pagi = C (Kondisi arus stabil, kecepatan makin terbatas )

4.3.3. Analisa Derajat Kejenuhan ( DS ) Sore

Data Jalan

1. Nama jalan : Jalan Jenderal Ahmad Yani 2. Kota : Surabaya

3. Propinsi : Jawa Timur

4. Ukuran kota : 2.929.528 jiwa ( tahun 2011 ) 5. Panjang jalan : 188 m

6. Lebar jalan : 19,1 m

7. Tipe jalan : Lima lajur satu arah

Berikut ini merupakan tabel hasil survei jumlah atau volume kendaraan yang terdapat di segmen I pada waktu sore hari yang terjadi di ruas jalan dari Jl Jendral Ahmad

(71)

Tabel 4.2. Volume Kendaraan Segmen I Sore Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih.

Waktu MC (Motor Cycle) LV (Light Vehicle) HV (Heavy Vehicle)

16.00 - 16.15 1512 661 24

16.15 - 16.30 1559 663 21

16.30 - 16.45 1533 636 18

16.45 - 17.00 1537 612 15

Σ 6141 2572 78

Sumber : Hasil Survey Lapangan

Berikut ini merupakan grafik hasil survei jumlah atau volume kendaraan yang terdapat di segmen I pada waktu sore hari yang terjadi di ruas jalan dari Jl Jendral Ahmad Yani menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih, yang

ditunjukan pada gambar 4.6 dibawah ini :

Gambar 4.6 Grafik Volume Kendaraan Segmen I Sore Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani Menuju Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) & Jl Raya Bungurasih

(72)

Jumlah total kendaraan ( Q ) = MC + LV + HV = 3070,5 + 2572 + 101,4

= 5743,9 (smp/jam) 4.3.4. Analisa Kapasitas ( C )

Data – data geometri yang diperoleh pada segmen I : We = 11 m

Ww = 19,1 m

Lw = 188 m Pw = 0,85

Fcs = 1 Frsu = 0,92

C = 135 x 19,11,3 x (1 + 11 / 19,1)1,5x (1-0,85/3)0,5 x (1 + 19,1/188)-1,8 x 1 x 0,92

= 8086,92 (smp/jam)

Derajat Kejenuhan ( DS ) Sore =

=

= 0,71

Tingkat Pelayanan ( LOS ) Sore = C (Kondisi arus stabil, kecepatan

(73)

4.4. Data Jumlah Kendaraan dan Perhitungan Pada Segmen II (Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani).

4.4.1. Analisa Derajat Kejenuhan ( DS ) Pagi

Data Jalan

Berikut ini merupakan tabel hasil survei jumlah atau volume kendaraan yang terdapat

di segmen II pada waktu pagi hari yang terjadi di ruas jalan dari Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani, yang

ditunjukan pada tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3. Volume Kendaraan Segmen II Pagi Hari dari Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani.

Waktu MC (Motor Cycle) LV (Light Vehicle) HV (Heavy Vehicle)

(74)

Berikut ini merupakan grafik hasil survei jumlah atau volume kendaraan yang terdapat di segmen II pada waktu pagi hari yang terjadi di ruas jalan dari Jl Jendral

Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani, yang ditunjukan pada gambar 4.7 dibawah ini :

Gambar 4.7 Grafik Volume Kendaraan Segmen II Pagi Hari Dari Jl Jendral Ahmad Yani (Sidoarjo) Menuju Jl Raya Bungurasih & Jl Jendral Ahmad Yani.

(75)

4.4.2. Analisa Kapasitas ( C )

Data – data geometri yang diperoleh pada segmen II :

We = 12,75 m Ww = 17,3 m

Lw = 201,3 m Pw = 0,85 Fcs = 1

Frsu = 0,92

C = 135 x 17,31,3 x (1 + 12,75/17,3)1,5x (1 - 0,85/3)0,5 x (1 + 17,3/201,3)-1,8 x 1 x 0,92

= 8442,79 (smp/jam)

Derajat Kejenuhan ( DS ) Pagi =

=

= 0,6

Tingkat Pelayanan ( LOS ) Pagi = C (Kondisi arus stabil, kecepatan

makin terbatas )

4.4.3. Analisa Derajat Kejenuhan ( DS ) Sore

Data Jalan

1. Nama jalan : Jalan Jenderal Ahmad Yani

2. Kota : Surabaya 3. Propinsi : Jawa Timur

Gambar

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tidak Bermotor
Gambar 2.3 Tingkat Pelayanan
 Tabel
Gambar 2.9   Tampilan Permukaan Bumi & Layer (s) Model Data Vektor
+7

Referensi

Dokumen terkait

DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.

Derajat Kejenuhan DS tertinggi dari setiap segmen pada hari kerja dan hari libur 5 tahun akan datang dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas rata-rata sebesar 6,5% diperoleh niai DS 0,76

Tabel 19 Tingkat Pelayanan Jalan LoS dengan nilai derajat kejenuhan Sabtu SIMPULAN Dari data dan semua analisa perhitungan baik pada pagi hari 06.00 – 09.00, siang hari 11.00 –