• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi seluruh kebutuhan anak sebagai hak asasi manuisa yang paling mendasar (Deklarasi Internasional tentang Hak Asasi Manusia 1948 dan konvensi Internasional tentang Hak anak, 1989).

Konvensi di atas ditindaklanjuti dengan gerakan untuk mengubah hak mendapat pendidikan menjadi kenyataan melalui aksi yang dikenal sebagai Pendidikan Untuk Semua (Education For All/EFA) dideklarasikan dalam konferensi dunia di Jomtien Thailand tahun 1990. Konferensi ini menyimpulkan antara lain, di banyak Negara, kesempatan untuk memperoleh pendidikan masih terbatas atau masih banyak anak yang belum mendapat akses pendidikan.

Selanjutnya di Dakar Sinegal 2000, mereviu bahwa pendidikan untuk semua harus mempertimbangkan kebutuhan mereka yang miskin dan tidak beruntung, termasuk yang berkebutuhan khusus (UNESCO,2000).

Pendidikan inklusif membawa perubahan yang mendasar, dari pemikiran special education (pendidikan khusus) kepada pemikiran special needs education (pendidikan kebutuhan khusus). Perubahan tersebut bermakna strategis dan berdampak luas terhadap praktek layanan pendidikan.

Spesial education memiliki implikasi pemisahan (segregasi) yang berarti berfokus pada pendidikannya yang khusus, sedangkan special need education berarti pendidikan berfokus kepada anak (Supriadi:2003). Dengan demikian implementasi pendidikan inklusif memandang anak sebagai individu yang

(2)

2 | P a g e

memiliki keragaman, keunikan, kemampuan, minat dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda sehingga proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan anak.

Implementasi pendidikan inklusif dalam tataran pembelajaran dan pengajaran di kelas akan bermakna bila guru mampu mengembangkan proses pembelajaran dan pengajaran sesuai dengan perbedaan kebutuhan individu serta mampu mengembangkan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan keberagaman dan kebutuhan-kebutuhan siswa termasuk bila di dalam kelas tersebut terdapat anak berkebutuhan khusus.

Studi pendahuluan di beberapa Sekolah Dasar (SD) yang dijadikan uji coba pendidikan inklusif menunjukan bahwa, walaupun program pendidikan inklusif sudah berjalan cukup lama, namun perkembangannya belum memuaskan, pelaksanaan pendidikan inklusif masih jauh dari harapan. Pembelajaran yang dilaksanakan belum mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik. Akibatnya peserta didik berkebutuhan khusus yang berada bersama peserta didik lainnya mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran.

Fakta menunjukan bahwa anak berkebutuhan khusus dalam pengajarannya tidak diberikan bersama dengan anak pada umumnya, layanan diberikan di luar jam pelajaran sekolah, atau waktu lain di luar jam pelajaran. Hubungan antar peserta didik kurang baik, tidak ada upaya dari guru ataupun siswa untuk meraih anak berkebutuhan khusus dalam satu kelompok belajar atau permainan tertentu.

Anak benar-benar berada dalam dunianya sendiri tanpa adanya teman ataupun sahabat.

(3)

3 | P a g e

Menurut Freiberg (1995), melalui pendidikan inklusif, peserta didik berkebutuhan khusus harus mendapat pendidikan bersama peserta didik lainnya yang tidak berkebutuhan khusus untuk mengoptimalkan potensi yang dimlikinya.

Para guru harus mengembangkan cara untuk membangun lingkungan kelas yang membuat semua peserta didik mendapat kesempatan yang sama untuk belajar.

Banyak teori yang provokatif tentang bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana guru menciptakan kelas yang responsive secara cultural, semua peserta didik dihormati dan semua peserta didik dapat belajar. Namun yang paling substansial adalah bagaimana memperhatikan dasar pengetahaun yang dimiliki oleh peseta didik, sifat dan kemampuan belajar peserta didik, serta gaya belajar dan preferensi mereka. Sekolah hendaknya memastikan ketersediaan kondisi yang tidak memihak, adil, pantas, dan hak yang sama untuk seluruh peserta didik.

Para pendidik berusaha menggunakan berbagai metoda, model atapun teknik dalam melaksanakan pembelajarannya, namun selama ini belum terdapat metoda, model atapun teknik yang benar-benar dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas inklusif. Akhirnya guru kesulitan dalam menterjemahkan sekolah yang ramah bagi peserta didik dalam setting kelas inklusif. Penelitian tentang pendidikan inklusifpun belum menyentuh ranah praktis, pembelajaran di kelas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengkaji sebuah pembelajaran yang mempu mengakomodasi keberagaman kebutuhan peserta didik di kelas inklusif. Sehingga peserta didik mampu menyerap pengetahuannya secara akademik dan mampu mengembangkan keterampilan sosialnya.

(4)

4 | P a g e

Sue Stub (2002:40) mengatakan bahwa sebuah sekolah yang memperaktekan pendidikan inklusif merupakan sekolah yang memperhatikan pembelajaran, pencapaian sikap dan kesejahteraan setiap anak. Lebih dari itu sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu agar kebutuhan individualnya terpenuhi.

Pada uraian di atas tersirat makna bahwa kunci terselenggarnya pendidikan inklusif yang ideal adalah pembelajaran yang mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan peserta didik, yaitu dengan mengembangkan sebuah proses pembelajaran di kelas. Pendidikan inklusif yang selama ini digembor-gemborkan akan lebih berkualitas dan bermakna bagi seluruh peserta didik.

Pertimbangan pengembangan proses pembelajaran ini diharapkan mampu menjadi jembatan atas kesenjangan yang ada antara anak berkebutuhan khusus dengan temannya yang ada di kelas inklusif baik secara fisik, mental ataupun sosial.

Beberpa sekolah di kota Bandung telah lama menyelenggarakan pendidikan inklusif, oleh karenanya dapat dijadikan salah satu contoh bagi sekolah yang baru dan sekolah yang akan merintis sebagai sekolah penyelenggaraa pendidikan inklusif, baik dalam tata cara pelaksanaan pendidikan secara umum, khususnya pelaksanaan pembelajaran di kelas. Kemudian sekolah- sekolah tersebut dijadikan subyek penelitian oleh peneliti.

(5)

5 | P a g e

B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Kajian

Perencanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian hasil belajar merupakan tiga aspek yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam pendidikan, implementasinya baik di sekolah secara umum dan di kelas secara khusus berarti, sekolah atau kelas tersebut ditandai oleh sikap guru yang tidak diskriminatif, pengakuan dan penghargaan terhadap individu anak, fasilitas belajar dan lingkungan memberi kemudahan dan rasa aman kepada setiap anak atau bermakna pembelajaran yang mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan peserta didik.

Dari uraian di atas tersirat makna bahwa perlu adanya pengkajian mendalam terhadap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil belajara yang inklusif yang selama ini dilaksanakan oleh sekolah-sekolah yang telah ditujuk sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif atau sekolah yang mendeklarasikan diri sebagai sekolah inklusif, untuk itu Penelitian ini difokuskan pada “Bagaimana pelaksanaan Pembelajaran di Kelas 5 Sekolah Dasar (SD) Inklusif X dan Y di Kota Bandung”.

2. Pertanyaan Penelitian

Untuk mengetahui secara obyektif pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan di kelas 5, SD inklusif X dan Y, dirumuskan sub pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(6)

6 | P a g e

1. Bagaimanakah guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas 5 SD inklusi?

2. Bagaimanakah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) itu dilaksanakan?

a. Bagimanakan guru mengelola kelas (classroom arrangemen)?

b. Strategi dan pendekatan apakah yang dipakai oleh guru dalam pembelajaran?

c. Bagaimanakah atmosfir kelas diciptakan dalam pembelajaran?

3. Bagaimana guru mengevaluasi dalam konteks keberagaman siswa di kelas?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Secara umum Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menetahui kondisi obyektif pelaksanaan pembelajaran di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) X dan Y yang melaksanakan pendidikan inklusif.

b. Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis

Dalam tataran teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan ilmu pendidikan secara umum dan pendidikan inklusif secara khusus terutama bagi sekolah-sekolah yang baru melaksanakan pendidikan inklusif dan sekolah yang akan melaksanakan pendidikan inklusif. Terungkapnya hasil penelitian tentang pelaksanaan

(7)

7 | P a g e

pembelajaran di kelas pendidikan inklusif ini sangat diperlukan sebagai bahan kajian selanjutnya ke arah konseptualisasi pemebelajaran kelas yang efektif dan berkualitas pada sekolah inklusif.

2) Manfaat praktis

Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi :

a) Sekolah

Sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah yang baru menyelenggarakan pendidikan inklusif dan sekolah yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif.

b) Guru

Sebagai bahan masukan dan memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) inklusi.

c) Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya memberikan tambahan informasi dan data untuk meneliti dan membahas lebih lanjut tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas, khususnya di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) inklusi X dan Y Kota Bandung.

D. Fenomena dan Kasus Penelitian 1. Fenomena

Fenomena penelitian ini diteliti di kelas 5, semester II tahun ajaran 2010/2011. Kedua sekolah tersebut berpandangan bahwa pengajaran merupakan interaksi mengajar dan belajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling pengaruh mempengaruhi dalam bentuk hubungan

(8)

8 | P a g e

interaksi antara guru dan siswa. Guru bertindak sebagai pengajar, sedangkan siswa berperan sebagai pelaku perbuatan belajar. Guru dan siswa menunjukkan keaktifan yang seimbang sekalipunn peranannya berbeda namun terkait satu dengan yang lainnya.

Sebuah proses pelaksanaan pembelajaran yang inklusif ditandai oleh oleh sikap guru yang tidak diskriminatif, pengakuan dan penghargaan terhadap individu anak, fasilitas belajar dan lingkungan memberi kemudahan dan rasa aman kepada setiap anak atau bermakna pembelajaran yang mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan peserta didik.

2. Kasus

Kasus penelitian ini adalah kelas 5 SD inklusi X dan Y, yaitu dua kelas di SD yang berbeda sebagai penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung dengan anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat di dalamnya.

Setting atau lokasi penelitian ini adalah 2 kelas di kelas 5 pada 2 Sekolah Dasar (SD) penyelenggara pendidikan inklusif yang berbeda, dimana SD X adalah sekolah swasta yang telah lama melaksanakan pendidikan inklusif, bagi sekolah tersebut pendidikan harus diberikan kepada semua anak tanpa memandang suku, jenis kelamin, ras, agama, dan apapun latar belakang anak.

Sedangkan Sekolah Y adalah Sekolah Dasar (SD) negeri yang telah lama dijadikan sebagai sekolah uji coba pendidikan inklusif di kota Bandung,

(9)

9 | P a g e

sehingga kepala sekolah dan sebagian guru-guru telah mendapat pelatihan yang cukup tentang pendidikan inklusif.

E. Metodologi dan Lokasi Penelitian 1. Metoda

Penelitian ini menggunakan metoda Studi Kasus. Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan semua variabel yang penting.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel- variabelnya. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan metoda studi dokumentasi, observasi dan wawancara.

(10)

10 | P a g e

2. Lokasi Penelitian

Pemilihan seting atau lokasi penelitian ini adalah dua buah SD yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Bandung dengan pertimbangan: (a) Sekolah-sekolah tersebut telah lama menyelenggarakan pendidikan inklusif, dengan harapan penyelenggaraan pendidikan inklusif telah berjalan dengan baik, (b) sekolah tersebut berbeda, yaitu negeri dan swasta dengan harapan data yang diperoleh lebih kaya untuk dimaknai, (c) guru dan kepala sekolah telah mendapat pelatihan mengenai pendidikan inklusif baik dari dina pendidikan setempat, dari UPI dan sebagian guru dan kepala sekolah mendapat pelatihan dari Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Inklusif (ASPI) Kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

global. OECD telah memainkan peranan yang signifikan dengan meluncurkan Action Plan on BEPS. Gayung pun bersambut karena negara-negara anggota Forum G-20 mendukung penuh

Terkadang komputer anda menjadi lambat pada saat ingin melakukan shutdown karena sistem pada Windows sedang melakukan End Process pada aplikasi yang sedang dijalankan.. Melalui

Perceraian, meskipun diizinkan, namun tetaplah menjadi suatu perbuatan yang tidak dianjurkan dalam agama, terutama agama Islam yang menganggap perceraian sebagai

Departemen Kehutanan menegaskan yang disebut dengan illegal logging adalah tindak pidana penebangan pohon dengan aktivitasnya dengan mengacu pada Undang- Undang

Cost estimating merupakan proses dalam manajemen biaya proyek yang mengembangkan sebuah pendekatan biaya-biaya sumber daya- sumber daya yang dibutuhkan

ALOKASI WAKTU ALAT/SUMBER BAHAN PBKB 4.Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah 4.7 Menyelesaikan masalah yang

G RAY L EVEL C O -O CCURRENCE M ATRIX (GLCM) Metode GLCM (grey-level co-occurrence matrix) adalah salah satu cara mengekstrak fitur tekstur statistik orde

Rumput Zoysia japonica memiliki panjang rhizoma dan stolon sepanjang 2,8 cm dan 2,5 cm yang mampu memberi kemampuan jelajah dan penutupan yang tinggi dan dapat