• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Kepuasan Pasien a) Definisi Pasien

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan baik dalam keadaan sakit maupun sehat (Azzahroh, 2017).

Pasien sebagai pelanggan kesehatan berhak untuk mendapatkan pelayanan seoptimal mungkin demi pencapaian derajat kesehatan atau kesembuhannya. Pasien juga mempunyai hak untuk menerima ataupun menolak tindakan pengobatan dan atau perawatan yang akan dilakukan terhadap dirinya setelah mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap dari dokter atau perawat tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakitnya (Az-zahroh, 2017).

Dipandang dari sudut pelayananan yang diberikan oleh rumah sakit dapat dibedakan atas medis dan non medis. Aspek medis termasuk penunjangnya mulai dari sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas serta peralatan untuk menunjang keperluan diagnosa atau pengobatan suatu penyakit. Masalah yang menyangkut non medis adalah pelayanan informasi, administrasi, keuangan, gizi, apotek, kebersihan, keamanan serta keadaan lingkungan rumah sakit. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, pelayan harus benar-benar menyadari bahwa penyembuhan seseorang bukan hanya ditentukan oleh obat-obatan yang diberikannya, tetapi juga dipengaruhi oleh cara pelayanan yang diperlihatkan para petugas kesehatan seperti sikap, ketrampilan serta pengetahuannya (Gonzales, 2007).

Keputusan-keputusan seorang konsumen untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu suatu barang-jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah persepsinya terhadap kualitas pelayanan. Pernyataan ini menunjukkan adanya interaksi yang kuat antara “Kepuasan Konsumen” dengan “Kualitas Pelayanan”. Menurut Zeithaml, et al. (1990), ”harapan konsumen

(2)

terhadap kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperolehnya dari mulut ke mulut, kebutuhan-kebutuhan konsumen itu sendiri, pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi suatu produk, hingga pada komunikasi.

b) Definsi Kepuasan

Menurut Kotler (2000) mengemukakan bahwa tingkat kepuasan adalah: “Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s percieved performance (or outcome) in relation to his or her expectations.” Artinya, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan- harapannya. Sukar untuk mengukur tingkat kepuasan pasien, karena menyangkut perilaku yang sifatnya sangat subyektif. Kepuasan seseorang terhadap suatu obyek bervariasi mulai dari tingkat sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas, sangat tidak puas.

Dengan pelayanan yang sama untuk kasus yang sama bisa terjadi tingkat kepuasan yang dirasakan pasien akan berbeda-beda. Hal ini tergantung dari latar belakang pasien itu sendiri, karakteristik individu yang sudah ada sebelum timbulnya penyakit yang disebut dengan predisposing factor. Faktor-faktor tersebut antara lain : pangkat, tingkat ekonomi, kedudukan sosial, pendidikan, latar belakang sosial budaya, sifat umum kesukuan, jenis kelamin, sikap mental dan kepribadian seseorang (Anderson, 2009).

Terdapat beberapa indikator kepuasan yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas atau mutu pelayanan yaitu seperti ServQual (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithmal dan Berry. Model ini disebut pula dengan Gap Analysis Model yang menjelaskan kepuasan pelanggan dalam mengonsumsi atau menggunakan suatu jasa. ServQual memiliki 5 elemen utama yang terdiri dari Reliability, Assurance, Tangibles, Empathy, dan Responsiveness (RATER) (Jayanti, 2016).

Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Assurance (jaminan) adalah kemampuan kesopanan dan sifat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan. Tangibles (bukti fisik) yaitu fasilitas fisik perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi. Empathy (empati) adalah kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan. Responsiveness (daya tanggap) adalah kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

(3)

Inti dari konsep kualitas pelayanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness), menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan (Jayanti, 2016).

2. Telemedicine

Telemedicine adalah praktek kesehatan dengan memakai komunikasi audio, visual dan data, termasuk perawatan, diagnosis, konsultasi dan pengobatan serta pertukaran data medis dan diskusi ilmiah jarak jauh. Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita pahami bahwa cakupan telemedicine cukup luas, meliputi penyediaan pelayanan kesehatan jarak jauh (termasuk klinis, pendidikan dan pelayanan administrasi), melalui transfer informasi (audio, video, grafik), dengan menggunakan perangkat-perangkat telekomunikasi (audio-video interaktif dua arah, komputer, dan telemetri) dengan melibatkan dokter, pasien dan pihak-pihak lain. Secara sederhana, telemedicine sesungguhnya telah diaplikasikan ketika terjadi diskusi antara dua dokter membicarakan masalah pasien lewat telepon (Coelho, 2011).

Istilah telemedicine tidak terlalu spesifik. Organisasi Kesehatan Dunia WHO mendefinisikan telemedicine pada tahun 1997, sebagai “penyampaian layanan perawatan kesehatan, di mana jarak merupakan faktor penting, oleh semua profesional perawatan kesehatan yang menggunakan teknologi komunikasi informasi untuk pertukaran informasi yang valid untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit dan cedera , penelitian dan evaluasi, dan untuk melanjutkan pendidikan para penyedia layanan kesehatan, semuanya untuk kepentingan memajukan kesehatan individu dan komunitas mereka ”. Secara lebih sederhana dapat didefinisikan sebagai penerapan teknologi informasi dan komunikasi untuk menyediakan layanan perawatan kesehatan dari jarak jauh tanpa perlu kontak langsung dengan pasien. Dengan kontak langsung, ini berarti berhadapan atau bertemu dengan pasien. Penting untuk membedakan sub-jenis telemedicine, yang meliputi telemonitoring, tele-education, teleconsultation, dan telecare.

Telemedicine sudah digunakan secara luas dalam pengobatan. Ketika telemedicine dievaluasi pada tahun 2012, hampir setengah dari rumah sakit Amerika Serikat ditemukan memiliki program aktif. Dorongan untuk perluasan ini sebagian untuk mengikuti perkembangan zaman, tetapi telemedicine juga diposisikan secara unik untuk mengatasi peningkatan biaya

(4)

perawatan kesehatan, fokus pada perawatan yang berpusat pada pasien, pemberian perawatan kesehatan sebagai layanan, dan masalah yang berkembang dengan akses ke penyedia yang tepat pada waktu yang tepat. Aplikasi pengobatan klinis dimana informasi medis ditransfer melalui media audio-visual interaktif disebut Telemedicine (Fabbrocini et al, 2011). Telemedicine berguna pada pengaturan perawatan primer dan khusus dalam sistem kesehatan publik, komunikasi elektronik dalam membuat rujukan untuk perawatan khusus, membantu dalam menghubungkan pasien dan rumah sakit utama dengan klinik perawatan di daerah terpencil dan dapat meningkatkan kerjasama antara dokter spesialis dan perawat rujukan (Coelho, 2011).

Kesuksesan program telemedicine terlihat dari meningkatnya tingkat konsultasi, penerimaan secara positif, dan keseluruhan umpan balik yang positif dari pasien (Dobke et al, 2020). Virtual Communities for Healthcare merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang dikembangkan melalui metode pembelajaran jarak jauh dengan menciptakan “virtual self-help groups”. Kualitas hidup yang dimaksud adalah meningkatnya kemandirian, self- management, memperkaya pengetahuan medis dan memperbaiki kondisi kesehatan (Chorbev et al, 2011)

Gambar 2.1 Ilustrasi Konsep Telemedicine

(Sumber: Design of Multimedia Messaging Service for Mobile Telemedicine System - Setyono)

(5)

Secara sederhana, telemedicine sesungguhnya telah diaplikasikan ketika terjadi diskusi antara dua dokter membicarakan masalah pasien lewat mobile. Ilustrasinya seperti Gambar 2.2.

(Sumber: Design of Multimedia Messaging Service for Mobile Telemedicine System - Setyono) Praktek telemedicine dapat dibagi menjadi dua kategori berbeda: realtime dan store-and- forward. Telemedicine realtime melibatkan interaksi sinkron antara pihak yang bersangkutan.

Misalnya, perawatan kesehatan profesional dan pasien mungkin berinteraksi dengan video conference. Sementara telemedicine realtime sering efektif dalam hal kepuasan konsultasi dan pasien, itu menyajikan tantangan (Buvid et al, 2016).

Terpenting adalah penjadwalan dari pihak yang bersangkutan, karena biasanya ada dua penyedia layanan kesehatan yang terlibat dalam konsultasi (penyedia lokal dan dokter), dan mereka berdua harus tersedia pada saat yang sama. Bidang telemedicine lebih dari interaksi klinis, memiliki teknologi untuk menghubungkan remote site juga memungkinkan pembelajaran jarak jauh. Ini mungkin melibatkan pelatihan atau berbagi informasi untuk perawatan kesehatan profesional yang tidak secara langsung melibatkan pasien namun tetap meningkatkan perawatan (Kruse et al, 2017).

3. Meta-Analisis dan Kajian Sistematis a. Definisi meta-analisis dan kajian sistematis

Istilah meta-analisis diperkenalkan oleh Glass pada tahun 1976 yang merupakan sebuah metode yang menggabungkan hasil dari dua atau lebih independen studi dengan topik tertentu. Meta- analisis dianggap sebagai metodologi paling tinggi dilihat dari sudut pandang penelitian berbasis bukti (evidence based) (Putman et al., 2017). Metode meta-analisis lazim digunakan pada penelitian bidang kesehatan, dimana penelitian ini menggabungkan penelitian yang telah dipublikasi dan penelitian yang tidak dipublikasikan guna mengetahui efektifitas dari suatu intervensi klinis (Hernandez et al., 2020). Meta analisis merupakan studi epidemologi yang

Patient and mobile device

Doctor and Administration Telecomunication

network Internet 2G/3G/4G Network

Gambar 2.2 Blok Diagram Sistem Telemedicine

(6)

memadukan secara statistik hasil penelitian primer independen yang menguji hipotesis yang sama, dengan cara yang sama, sehingga mendapatkan ikhtisar kuantitatif ( Delgado-Rodriguez, 2001).

Meta analisis tidak hanya menggabungkan tetapi juga melakukan eksplorasi epidemologis dan mengevaluasi hasil-hasil, dan disebut epidemiology of result , sehingga temuan-temuan penelitian menggantikan individu-individu sebagai unit analisis ( Egger dan Smith, 1997).

Hubungan antara meta analisis dan systematic review sangat erat ibarat saudara kandung , sebagaimana dapat digambarkan seperti gambar di bawah.

Gambar 2.3 Hubungan antara kajian sistematis (sistematic review)

Tidak ada meta-analisis yang tidak diawali dengan adanya kajian sistematis sebelumnya. Meta- analisis adalah bagian yang tidak terpisahkan dari suatu kajian sistematis, hal ini dikarenakan tidak ada meta-analisis yang dilakukan tanpa mengkaji dulu secara sistematis berbagai penelitian terdahulu secara kuantitatif (Murti, 2018).

a. Langkah – langkah Meta Analisis.

Menurut Hernandes et al., (2020) kajian sistematis melibatkan beberapa langkah sebagai berikut : 1) Mendefinisikan pertanyaan penelitian yang jelas.

2) Menjelaskan strategi pencarian, mendefinisikan kriteria inklusi dan pengecualian yang jelas untuk studi, menggunakan beberapa mesin pencari untuk pencarian (misalnya, PubMed, MEDLINE, Science Direct, Scopus, Google Scolar dll).

3) Memilih studi secara independen 4) Mengekstraksi studi dan data hasil 5) Menilai risiko bias studi

(7)

Kurangnya satu atau lebih dari langkah-langkah tinjauan sistematis diatas dapat mengurangi kualitas penelitian meta-analisis yang akan dihasilkan. Oleh karena itu pelaksanaan kajian sistematis dan meta-analisis membutuhkan perencanaan dan desain yang tepat dan cermat. Selain itu tahap paling krusial dalam penelitian meta-analisis adalah pada tahap pemilihan jurnal atau hasil penelitian yang berkualitas. Karena apabila jurnal atau hasil penelitian yang diikut sertakan dalam penelitian meta-analisis tidak berkualitas, maka hal ini akan berdampak pada hasil penelitian meta-analisis.

c. Kelebihan meta-analisis

Menurut Murti (2018) setidaknya terdapat enam alasan mengapa meta-analisis diperlukan:

1) Mempermudah dalam memperoleh hasil penelitian berbasis bukti (evidence based).

2) Memiliki hasil akhir berupa akurasi yang baik, karena penelitian meta analisis sangat transparan pada setiap tahap penelitiannya.

3) Meminimalisir penelitian yang ambigu

4) Studi ini sangat efisien baik dalam hal biaya maupun waktu 5) Meningkatkan generalisasi pada temuan penelitian

6) Penelitian meta analisis menghasilkan sampel yang besar b. Kekurangan meta-analisis

Bagai dua sisi mata uang, selain memiliki banyak kelebihan penelitian berbasis meta-analisis juga memilki beberapa kekuangan, seperti yang dikemukan oleh Mansyur dan Iskandar (2017) seperti :

1) Terdapat kemungkian bias sampel

2) Seringkali memicu hanya data yang signifikan saja yang dipublikasikan 3) Metode ini tidak cocok diterapkan bila sampel datanya kecil

4) Dapat terjadi kesalahan metodologi (metodological error)

4. Aplikasi Review Manager 5.3

a. Definisi aplikasi Review Manager 5.3.

Review Manager (RevMan) adalah perangkat lunak The Cochrane Collaboration untuk mempersiapkan dan memelihara ulasan Cochrane. RevMan memfasilitasi persiapan protokol dan ulasan lengkap, termasuk teks, karakteristik studi, tabel perbandingan, dan data studi. RevMan digunakan untuk melakukan meta-analisis dari data yang dimasukkan dan menyajikan hasilnya

(8)

secara grafis (Cochrane, 2011). Terdapat 7 menu awal yang terlihat pada tampilan yaitu menu file, edit, format, view, tools, table, window, help. Menu File yang berisi perintah-perintah yang berhubungan dengan berkas, menu Edit berisi perintah - perintah penyuntingan, menu View, yang berisi perintah-perintah pengaturan tampilan layar, menu Insert berisi perintah-perintah penyisipan, menu Format berisi perintah-perintah pengaturan cetakan, menu Tools berisi perintah- perintah pelengkap perintah-perintah sebelumnya berupa alat-alat bantu, menu Table berisi perintah-perintah yang berhubungan dengan table, menu Window berisi perintah-perintah jendela kerja dan jendela objek lain serta menu Help berisi perintah meminta bantuan.

Gambar 2.4 Tampilan awal aplikasi Review Manager 5.3 b. Pelaporan meta analisis menggunakan Review Manager 5.3

1) Forest plot .

Forest plot memberikan ringkasan data yang dimasukkan untuk setiap studi. Selain itu, forest plot juga memberikan bobot untuk setiap studi; ukuran efek, metode dan model yang digunakan untuk melakukan meta-analisis; interval kepercayaan yang digunakan; perkiraan dampak dari setiap studi, perkiraan efek keseluruhan, dan signifikansi statistik analisis (Reid, 2006).

(9)

Gambar 2. 5 Grafik Forest plot

2) Funnel plot

Funnel plot adalah diagram dalam meta-analisis yang menunjukkan kemungkinan bias publikasi.

Funnel plot menunjukkan hubungan antara Effect size dan besar sampel atau Standard Error dari Effect Size dari setiap studi yang diteliti (Murti, 2018).

Gambar 2. 6 Bagian dari Funnel plot

(10)

Hasil funnel plot dari sebuah meta-analisis dicontohkan pada Gambar 2.6. Gambar bagian kiri menunjukan posisi plot yang simetris, mengindikasikan tidak ada bias publi-kasi. Sedangkan pada gambar bagian kanan menunjukkan posisi plot yang tidak simetris, mengindikasikan ada bias publikasi (Last, 2001; Delgado-Rodriguez, 2001).

Dalam buku Murti (2018) dijelaskan bahwa keberadaan bias publikasi dapat diuji lebih lanjut secara statistik. Ada 2 uji statistik untuk bias publikasi: (1) Uji korelasi peringkat terkontrol Begg dan Mazumdar; dan (2) Uji asimetri regresi Egger et al. (D’Souza et al., 2002). Metode Egger merupakan metode untuk mendeteksi bias publikasi, terdiri dari regresi linier sederhana dari Effect Size dalam sebuah studi dibagi dengan standard error, terhadap kebalikan dari standard error, lalu dilakukan pengujian

1. Tes heterogenitas

Pada bagian bawah grafik di sebelah kiri sisi, nilai heterogenitas ditunjukkan dengan nilai I2. Nilai I2

baru-baru ini dikembangkan dan diperkenalkan sebagai tes yang lebih disukai dan lebih dapat diandalkan untuk heterogenitas. I2 berkisar antara 0 dan 100%. Heterogenitas mengukur variabilitas antara studi, yang memberi indikasi perbandingan nilai studi di meta-analisisnya. Selain itu, nilai heterogenitas juga ditunjukkan oleh nilai confident interval (CI).

Gambar 2.7. Tes Heterogenitas

Heterogenitas juga menilai variasi antar dan intra-studi atau perbandingan studi dari model meta- analisis. Secara umum, seseorang dapat memilih di antara dua model meta-analisis yaitu fix effect dan

(11)

random effect. Jika I2 <50%, maka dianggap homogen dan memakai fix effect. Jika saya I2 >50%, maka heterogenitas sangat tinggi, dan kita harus menggunakan model random effect untuk meta- analisis.

Gambar 2.6 menunjukkan nilai heterogenitas (I2) pada bagian tabel analisis dengan model fixed effect sebesar 0% yang berada pada rentang CI 95%= -0.22 hingga -0.01 sedangkan pada model random effect memiliki nilai heterogenitas (I2) 60% yang berada pada rentang CI 95%= -0.36 hingga 0.02.

B. Penelitian yang Relevan

Dalam sebuah penelitian tentu tidak lepas dari adanya penelitian yang relevan yaitu penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga peneliti harus memilki perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan sehingga terdapat perbedaan antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lainnya, maka dari itu penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain :

1. Penelitian dengan judul “Impact of eHealth on medication adherence among patients with asthma: A systematic review and meta-analysis” oleh Jeminiwa et al (2019).

Pencarian literatur dilakukan di lima database pada Agustus 2018. Studi yang disertakan adalah uji randomized controlled trials yang membandingkan intervensi eHealth versus perawatan biasa dalam meningkatkan kepatuhan di antara pasien yang diresepkan ICS untuk asma persisten.

Sintesis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model efek acak. Hasil: Delapan puluh catatan diidentifikasi setelah penghapusan duplikat. Lima belas uji coba memenuhi syarat untuk kualitatif perpaduan. Termasuk uji coba yang digunakan: media sosial (n = 1), catatan kesehatan elektronik (n = 1), telehealth (n = 6), dan mHealth (n = 7). Dua belas uji coba memenuhi syarat untuk sintesis kuantitatif. Hasil menunjukkan kecil tapi signifikan efek keseluruhan dari intervensi eHealth pada kepatuhan terhadap ICS (Standardized Mean Difference (SMD) = 0,41, 95% CI = 0,02-0,79). Di antara berbagai jenis intervensi eHealth, peningkatan kepatuhan yang signifikan diamati untuk intervensi mHealth dibandingkan dengan perawatan biasa dalam analisis gabungan dari 4 uji coba.

(SMD = 0,96, 95% CI = 0,28–1,64). Namun, ada heterogenitas yang cukup besar di antara studi.

Kepuasan pasien dievaluasi dalam 5 percobaan yang membandingkan telehealth (n = 2) dan mHealth (n = 3) dengan perawatan biasa. Peserta menemukan intervensi bermanfaat dan memuaskan.

(12)

Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti menggunakan meta analisis untuk analisis statistik. Peneliti ini membandingkan telehealth/ telemedicine dengan non-telemedicine (visit) untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan.

2. Penelitian dengan judul “Telehealth and patient satisfaction: a systematic review and narrative analysis” oleh Kruse et al (2017).

Metode Ekspresi Boolean antara kata kunci dibuat string pencarian yang kompleks. Variasi string ini digunakan dalam Indeks Kumulatif Literatur Keperawatan dan Kesehatan Terkait dan MEDLINE. Hasil 2.193 artikel disaring dan dinilai kesesuaian (n = 44). Faktor-faktor yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi diidentifikasi menggunakan konsensus. Faktornya terdaftar paling sering adalah hasil yang lebih baik (20%), modalitas pilihan (10%), kemudahan penggunaan (9%), biaya rendah 8%), meningkatkan komunikasi (8%) dan mengurangi waktu perjalanan (7%), yang secara total menyumbang 61% kejadian. Kesimpulan Tinjauan ini mengidentifikasi berbagai faktor hubungan antara telehealth dan kepuasan pasien. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini dapat membantu pelaksana untuk cocokkan intervensi sebagai solusi untuk masalah tertentu.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan meta analisis untuk analisis statistik.

Peneliti ini membandingkan telehealth/ telemedicine dengan konvensional (visit) untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan.

3. Penelitian “Telemedicine Technologies for Diabetes in Pregnancy: A Systematic Review and Meta-Analysis” (Ming et al, 2016)

Sebanyak 7 percobaan diidentifikasi. Meta-analisis menunjukkan peningkatan yang sederhana tetapi signifikan secara statistik HbA1c terkait dengan penggunaan teknologi telemedicine. Rata- rata HbA1c wanita yang menggunakan telemedicine adalah 5,33% (SD 0,70) dibandingkan dengan 5,45% (SD 0,58) pada kelompok perawatan standar, mewakili perbedaan rata-rata -0,12% (95%

CI -0,23% −0,02%). Ketika perbandingan ini dibatasi hanya pada wanita dengan diabetes mellitus gestasional (GDM) saja, rata-rata HbA1c dari wanita yang menggunakan telemedicine adalah 5,22% (SD 0,70) dibandingkan dengan 5,37% (SD 0,61) pada kelompok perawatan standar, perbedaan rata-rata −0.14% (95% CI −0.25% hingga −0.04%). Tidak ada perbedaan hasil ibu dan bayi yang dilaporkan. Saat ini tidak ada cukup bukti bahwa teknologi telemedicine lebih unggul dari perawatan standar untuk wanita dengan diabetes dalam kehamilan; namun, tidak ada bukti

(13)

bahaya. Tidak ada uji coba yang diidentifikasi yang menilai kepuasan atau biaya pasien pemberian perawatan, dan mungkin di area inilah teknologi ini dapat ditemukan paling relevan.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti membandingkan telemedicine dengan non- telemedicine untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan yang spesifik pada perawatan pasien wanita hamil dengan diabetes. Sedangkan penelitian Umiati (2020) menggunakan secara keseluruhan kepuasan pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan telemedicine.

4. Penelitian “Telemedicine for patients with rheumatic diseases : systematic review and proposal for research agenda.” (Piga et al, 2017)

Sebanyak 177 artikel telah disaring, 23 dipilih untuk tinjauan ini tetapi hanya 9 yang dipilih RCT.

Lima studi melaporkan kelayakan, 14 keefektifan dan 9 tingkat kepuasan untuk berbagai intervensi telerheumatology yang dikelompokkan secara sinkron (konsultasi disampaikan dari jarak jauh) dan asynchronous (penilaian aktivitas penyakit jarak jauh; tele-monitoring strategi pengobatan atau rehabilitasi; program manajemen diri yang disampaikan dari jarak jauh). Tujuh studi (30,4%) dilakukan rheumatoid arthritis, 2 (8,7%) berada pada systemic sclerosis (1 termasuk juga rheumatoid arthritis pasien), 5 (21,7%) pada fibromyalgia, 2 (13,38,7%) pada osteoartritis, 3 (13,0%) pada remaja artritis idiopatik dan 4 (17,4%) pada kelompok penyakit campuran. Intervensi dan hasil heterogenitas mencegah meta-analisis hasil. Secara keseluruhan, tingkat kelayakan dan kepuasan pasien tinggi atau sangat tinggi di semua jenis intervensi. Efektivitas sama atau lebih tinggi dari standar pendekatan tatap muka dalam uji coba terkontrol yang, bagaimanapun, dipengaruhi oleh ukuran sampel yang kecil dan kurangnya peserta yang buta menurut alat penilaian.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan meta analisis untuk analisis statistik. Peneliti ini membandingkan telehealth/ telemedicine dengan non-telemedicine (visit) untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan tidak hanya terfokus pada satu penyakit dan usia remaja saja.

5. Penelitian “Evaluation of the triple aim of medicine in prehospital telemedicine: A systematic literature review” (Culmer et al, 2019)

Menggunakan Item Pelaporan Pilihan untuk Tinjauan Sistematis dan metodologi Analisis Meta, kami menemukan 1564 abstrak, yang ditinjau secara buta oleh pengulas independen. Artikel yang relevan ditinjau, diklasifikasikan, dan dianalisis menurut metode penelitian dan jenis teknologi,

(14)

serta kualitas, biaya, dan kepuasan. Studi itu juga ditinjau untuk praktik berbasis bukti yang divalidasi. Studi yang melihat biaya, kualitas, dan kepuasan dengan perawatan umumnya berbagi hasil yang menguntungkan. Meskipun demikian, biaya sebanding atau kurang dari kontrol.

Kualitas perawatan telemedicine juga ditemukan sejalan atau sedikit lebih disukai Haripada perawatan tatap muka dengan beberapa keuntungan dalam hal waktu dan kualitas tanggapan.

Pasien dan penyedia merasa puas dengan sistem. Hambatan umum termasuk bandwidth terbatas dan ukuran sampel kecil. Meskipun kelayakan tetap penting, penelitian mengenai dampak telemedicine berbasis ambulans pasien dan penyedia layanan kesehatan. Secara keseluruhan, literatur ini belum mencukupi berbicara tentang hal-hal yang paling penting dari pengobatan:

kualitas, biaya, dan kepuasan. Diperlukan lebih banyak penelitian di masing-masing daerah ini.

Namun, studi-studi yang membahas masalah-masalah ini memberikan hasil yang penuh harapan.

Penelitian masa depan harus menguji mekanisme ini dalam pengaturan pra-rumah sakit dengan ketelitian yang lebih besar.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti membandingkan telehealth/ telemedicine dengan non-telemedicine (visit) untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan.

6. Penelitian “Telemedicine in Diabetic Foot Care: A Systematic Literature Review of Interventions and Meta-analysis of Controlled Trials.” (Tchero et al, 2017)

Dua uji coba memberikan data pada 213 pasien yang menggunakan telemedicine dan 301 pasien dalam perawatan biasa dimasukkan untuk meta-analisis. Subjek dalam telemedicine, serta kelompok kontrol memiliki statistik waktu penyembuhan yang sama (43 vs 45 hari; P = .83), rasio waktu penyembuhan disesuaikan dengan usia (1 vs 1.4; P = .1), tukak atau kehilangan yang tidak sembuh untuk tindak lanjut (3 dari 20 vs 7 dari 120; P = 0,13), dan amputasi (12 dari 193 vs 14 dari 182; P = 0,59). Subjek di telemedicine tersebut kelompok mengalami tingkat kematian yang lebih tinggi secara signifikan (8 dari 193 vs 1 dari 181; P = .0001) karena faktor yang tidak dapat dijelaskan. Tidak ada kejadian buruk yang dikaitkan dengan penggunaan teknologi telemedicine.

Kemungkinan penyembuhan ulkus lengkap secara statistik serupa antara kelompok telemedicine dan kontrol (rasio odds = 0.86; CI 95% = 0.57-1.33; P = .53). Perawatan telemedicine menjanjikan untuk manajemen pasien kaki diabetik karena hasilnya sebanding dengan perawatan biasa.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti membandingkan telemedicine dengan non- telemedicine untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan yang spesifik pada

(15)

perawatan pasien diabetes. Sedangkan penelitian Umiyati (2020) menggunakan secara keseluruhan kepuasan pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan telemedicine.

7. Penelitian “Telemedicine in the Management of ADHD: Literature Review of Telemedicine in ADHD” (Spencer et al, 2018)

Kami melakukan pencarian sistematis dari literatur menilai telemedicine di ADHD di PubMed, PsycINFO, dan Medline. Termasuk adalah artikel asli yang diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan tujuan utama untuk menilai penggunaan telemedicine pada ADHD. Hanya 11 artikel memenuhi inklusi kami dan kriteria pengecualian, yang berasal dari hanya tiga uji sistematis telemedicine di ADHD. Studi menunjukkan telemedicine itu dihargai oleh penggunanya, diterima dengan baik, dan dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Penelitian terbatas menunjukkan bahwa telemedicine berpotensi memperluas pemberian layanan klinis kepada pasien ADHD. Lebih banyak pekerjaan diperlukan untuk mengevaluasi lebih lanjut temuan ini. Pengukuran kepuasan pasien masih kurang dalam penelitian telemedicine.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti menggunakan meta analisis untuk analisis statistik.

8. Penelitian ” Teleconsultation in orthopaedic surgery: A systematic review and meta- analysis of patient and physician experiences” (Melian et al, 2020)

Sebuah tinjauan sistematis MEDLINE, Embase, Web of Science, dan Perpustakaan Cochrane telah dilakukan dengan pedoman PRISMA. Uji coba kontrol acak dan studi kasus kontrol yang membandingkan telekonsultasi dengan tradisional, konsultasi tatap muka dalam pengelolaan kondisi ortopedi juga disertakan. Ukuran hasil utama adalah preferensi dan kepuasan pasien dan dokter. Hasil sekunder termasuk lama kunjungan pasien, perawatan kesehatan biaya, ROM, nyeri, QOL, dan rencana pengelolaan yang berkelanjutan. Sebanyak 13 artikel yang memenuhi kriteria kelayakan dimasukkan untuk tinjauan sistematis dan 8 untuk meta-analisis.

Tidak ada perbedaan signifikan dalam kepuasan pasien, lama kunjungan, atau waktu yang dihabiskan dengan dokter antara telemedicine dan kelompok kontrol di kantor. Perbedaan rata- rata preferensi pasien untuk telemedicine secara signifikan lebih tinggi pada kelompok telemedicine dibandingkan dengan kelompok kunjungan di kantor (OR 1,44, 95% CI 1,12-1,87, p ¼ 0,005).

Telemedicine tidak kalah dengan kunjungan kantor tatap muka dalam hal preferensi pasien dan dokter dan kepuasan. Oleh karena itu, ini akan menjadi tambahan yang efektif untuk

(16)

kunjungan kantor tatap muka, berfungsi sebagai mekanisme triase dan kesinambungan perawatan jangka panjang.

Perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti membandingkan telemedicine dengan non- telemedicine untuk mengukur kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan yang spesifik pada perawatan pasien diabetes. Sedangkan penelitian Umiyati (2020) menggunakan secara keseluruhan kepuasan pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan telemedicine

C. Kerangka Berpikir

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Pelayanan Kesehatan

Telemedicine

Konvensional (office visit)

Reliability (Kehandalah)

Kepuasan Pasien

Tangibles (Bukti fisik) Assurance

(Jaminan)

Empathy (Empati) Responsiveness

(Daya Tangkap)

Gambar 2.7 Kerangka Berpikir

(17)

D. Hipotesis

Telemedicine efektif meningkatkan kepuasan pasien dibandingkan dengan Konvensional (Visit).

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Konsep Telemedicine
Gambar 2.3 Hubungan antara kajian sistematis (sistematic review)
Gambar 2.4  Tampilan awal aplikasi Review Manager 5.3  b. Pelaporan meta analisis menggunakan Review Manager 5.3
Gambar 2. 6 Bagian dari Funnel plot
+3

Referensi

Dokumen terkait

INVESTMENTS (MAURITIUS) LIMITED, qualitate qua (q.q.) Saudara ROBERT BUDI HARTONO dan Saudara BAMBANG HARTONO, selaku pemegang saham mayoritas BCA pada saat ini, untuk

Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan adalah seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang nasabah ketika akan mengunakan suatu layanan

KETIGA : : Pelayanan Pelayanan kesehatan kesehatan melalui melalui telemedicine  telemedicine  pada masa pandemi  pada masa pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Diktum

a. Berikan jaminan bahwa sistem manajemen mutu dapat mencapai hasil yang diinginkan. Meningkatkan dampak yang diinginkan. Mencegah atau mengurangi dampak yang tidak

Artikel akan mengungkapkan bagaimana representasi kearifan kritik masyarakat Jawa Pesisir melalui tokoh Saridin dalam pementasan kethoprak Saridin Andum Waris oleh

Pada penelitian ini menggunakan sensor DHT 11 untuk menguur suhu ruang dan pada penelitian ini hanya mengatur suhu ruang dengan menggunakan 1 subjek yakni pendingin,

Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan penelitian

Fenomena tersebut membuat peneliti tertarik untuk mencari tahu bagaimana persepsi pasien dalam penggunaan telemedicine di masa pandemi coronavirus (COVID-19) ini di