• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK RESPONDEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK RESPONDEN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, tipe keluarga, status pekerjaan, status ekonomi, status sosial, dan status kepemilikan harta benda.

Lebih lengkapnya disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah lansia muda dan lansia tua berdasarkan karakteristik Lansia, di Desa Cihideung Ilir, Tahun 2012

Karakteristik lansia

Lansia muda Lansia tua

Jumlah Persentase

(%) Jumlah Persentase (%) Jenis kelamin

Laki-laki 11 55 4 40

Perempuan 9 45 6 60

Tingkat pendidikan

Rendah 16 80 10 100

Sedang 3 15 0 0

Tinggi 1 5 0 0

Status perkawinan

Kawin 11 55 3 30

Duda 2 10 1 10

Janda 7 35 6 60

Status ekonomi

Rendah 20 100 10 100

Tinggi 0 0 0 0

Status sosial

Rendah 18 90 9 90

Tinggi 2 10 1 10

Struktur keluarga

Kepala keluarga 19 95 5 50

Anggota keluarga 1 5 5 50

Total 20 100 10 100

Golongan Umur

Lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah lansia yang sudah berumur 60 tahun lebih, hal ini sesuai dengan penetapan umur lansia di Indonesia. Rata-rata umur lansia yang ada di desa penelitian adalah 71.4 tahun. Lansia digolongkan menjadi lansia muda yaitu lansia yang berada pada kelompok umur 60-74 tahun, dan lansia tua yang berada pada kelompok umur 75 tahun lebih. Mayoritas lansia yang menjadi responden adalah lansia muda dengan proporsi 20 orang atau 67% dari total keseluruhan responden. Umur lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini memang beragam mulai dari 60 tahun hingga 91 tahun.

Mayoritas berada pada golongan umur 60-70 tahun. Berdasarkan jenis

(2)

kelamin, lansia laki-laki lebih banyak berada pada golongan lansia muda, sebaliknya lansia perempuan lebih banyak pada golongan lansia tua.

Pendidikan Lansia

Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang lansia yang menjadi responden, mayoritas tingkat pendidikan lansia yaitu sebanyak 60% adalah tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD. Menurut penuturan responden, hal ini disebabkan oleh status ekonomi yang rendah dan juga alasan keamanan yang pada saat itu masih zaman penjajahan Belanda dan Jepang.

Sebagian responden mengaku hanya bersekolah agama dibandingkan sekolah formal. Lansia yang pernah mengenyam pendidikan formal walaupun tidak sampai tamat, mengaku bisa menulis dan membaca. Adapun lansia yang hanya bersekolah agama tanpa mengenyam pendidikan formal hanya bisa membaca dan menulis arab. Oleh karena itu, tingkat pendidikan lansia di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir masih tergolong rendah.

Pendidikan juga mempengaruhi jenis pekerjaan yang pernah mereka jalani sebelum masuk usia lanjut. Lansia laki-laki lebih banyak berprofesi sebagai supir angkutan barang. Adapun lansia perempuan lebih banyak yang menjadi buruh pabrik. Hanya sebagian kecil dari mereka yang bekerja di instansi pemerintahan dan militer. Oleh karenanya, di masa tua mereka tidak memiliki uang simpanan atau uang pensiun.

Status Perkawinan

Status perkawinan lansia digolongan menjadi janda, duda dan kawin.

Status perkawinan janda maupun duda dapat juga dikatakan cerai mati atau cerai hidup. Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa 13 (43%) orang lansia adalah janda atau cerai mati, 14 (47%) orang masih kawin artinya masih punya pasangan dan 3 (10%) orang yang berstatus duda karena cerai mati. Pada umumnya lansia yang berstatus janda tinggal bersama anaknya, baik dengan anak perempuan maupun dengan anak laki- laki yang sudah menikah. Lansia muda umumnya masih berstatus kawin dengan presentase 55%. Tidak sedikit lansia muda yang berstatus janda dengan persentase 35%. Status perkawinan pada lansia tua lebih didominasi oleh lansia yang berstatus janda dengan presentase 60% dibandingkan dengan lansia berstatus kawin dan duda.

Status Ekonomi

Status ekonomi pada lansia dilihat dari sejumlah pertanyaan yang mengarahkan pada kondisi perekonomian secara menyeluruh. Pertanyaan yang diajukan sama dengan pertanyaan pada status sosial yakni jenis pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak. Ada juga pertanyaan tambahan mengenai keadaan perumahan, kepemilikan barang-barang dan juga kepemilikan lahan. Pada pertanyaan tertutup terdapat tujuh pertanyaan yang diajukan. Pengukuran status ekonomi dimulai dengan pertanyaan

“Apakah lansia menjadi sumber pendapatan dalam keluarga?”. Sebanyak 17 orang lansia menjawab tidak dan sisanya 13 orang menjawab iya. Lansia

(3)

yang menjadi sumber pendapatan dalam keluarga berada dalam kategori lansia muda. Rata-rata pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang berpenghasilan rendah seperti buruh bangunan, buruh pabrik, pedagang dan sopir angkutan. Ada juga yang merupakan pensiunan TNI. Alasan masih bekerja dikarenakan ada anaknya yang sakit, ada pula lansia yang menjadi tumpuan dalam keluarga. Lansia yang menjadi tumpuan keluarga adalah lansia yang hanya tinggal dengan pasangan atau hidup sendiri.

Berdasarkan sejumlah lansia yang masih bekerja, hanya ada 3 orang yang pendapatannya diatas Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor tahun 2012. UMR Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp 1 269 320.

Seperti yang telah yang disebutkan sebelumnya, mayoritas lansia berada di sektor pekerjaan dengan penghasilan rendah dan tidak menentu. Hasil uang yang diperoleh, mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, bayar listrik dan belanja bahan makanan. Ada juga yang menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang kreditan seperti setrika dan magic com. Lansia yang tidak bekerja hanya mengandalkan pemberian dari anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semua kebutuhan makan, pakaian dan kebutuhan lainnya ditanggung oleh anak.

Sumber pendapatan mereka peroleh dari berbagai sektor. Mayoritas pendapatan diperoleh dari gaji atau upah. Gaji atau upah yang diperoleh berasal dari lansia itu sendiri maupun dari anak yang orang tuanya sudah tidak bekerja. Adapun yang menggantungkan penghasilannya dari sektor pertanian berjumlah tiga responden. Di mana ketiga responden tersebut adalah lansia yang menjadi sumber pendapatan dalam keluarga. Pekerjaan mereka hanyalah sebatas petani penggarap. Lansia yang menghidupi kebutuhannya dari uang gaji atau upah adalah lansia yang sudah tidak bekerja dan menggantungkan dari penghasilan anaknya. Anak-anak mereka bekerja di sektor industri, pegawai atau karyawan swasta, pedagang, dan ada pula yang menjadi PNS. Tidak ada lansia yang memperoleh penghasilan dari remitan. Artinya tidak ada anggota keluarga yang bekerja sebagai TKI atau TKW.

Mengingat penghasilan mereka yang tergolong rendah, sehingga hanya sedikit lansia yang memiliki tabungan di bank atau koperasi. Ada dua orang lansia yang memiliki tabungan di bank. Ketika ditanya apakah mereka memiliki tabungan di bank atau koperasi jawaban mereka “boro-boro buat nabung yang ada uangnya dipake buat makan aja” (Smh, 65 tahun, tenaga kebersihan). Adapun lansia yang memiliki tabungan adalah mereka yang merupakan pensiunan sehingga uang gaji diambil dari bank. Artinya uang yang ada di bank hanya sebagai tempat mengambil gaji dan disimpan apabila ada sisanya.

Kepemilikan barang berharga seperti emas atau barang berharga lainnya menjadi salah satu pertanyaan untuk mengukur status ekonomi lansia. Sebelas orang lansia memiliki emas dalam bentuk cincin dan anting.

Tentu lansia tersebut adalah lansia perempuan. Emas yang mereka miliki adalah emas yang mereka peroleh dari mas kawin. Lansia yang tidak memiliki emas bukan berarti tidak pernah punya sama sekali. Dari pengakuan mereka, emas yang mereka miliki sudah dijual untuk kebutuhan

(4)

sehari-hari, membayar utang, membiayai sekolah dan juga untuk modal usaha.

Pengukuran status ekonomi juga dilihat dari keadaan perumahan secara fisik. Adapun yang menjadi pertanyaan adalah seputar bahan dinding dominan, ada tidaknya kamar mandi dan WC, tempat tidur, sambungan listrik, bahan lantai dominan dan juga jumlah ruangan. Semua responden memiliki kamar mandi dan WC sendiri yang menyatu dengan rumah. Ada juga lansia yang masih menggunakan pemandian umum hanya untuk mencuci. Kondisi kamar mandi dan WC mereka masih tergolong baik dengan saluran buang air tidak tersumbat. Bahan dinding dominan rumah yang mereka miliki adalah tembok. Tidak ada lansia yang memiliki rumah dengan dinding dari bilik atau bahan lainnya selain tembok. Begitupun dengan bahan lantai dominan, ada beragam bahan lantai yang mereka gunakan yaitu semen, ubin dan juga keramik. Penggunaan bahan lantai disesuaikan dengan bahan dinding dominan. Pada umumnya lantai keramik digunakan dengan bahan dinding tembok secara keseluruhan. Ada pula bahan lantai semen digunakan pada rumah yang sebagian masih menggunakan dinding dari bilik. Penggunaan bahan lantai ubin sama halnya dengan penggunaan bahan lantai keramik.

Semua lansia memiliki tempat tidur sendiri dan kamar sendiri. Namun ada dua orang yang tidak memiliki ruang tidur. Mereka adalah lansia yang tidak selalu tinggal dirumah karena bekerja di luar kota. Lansia lainnya tidur dimana saja dikarenakan jumlah ruangan yang terbatas dengan jumlah anggota keuarga yang cukup banyak. Mereka yang tidak memiliki kamar tidur sendiri biasanya tidur di ruang tamu atau ruang televisi dengan menggelar karpet atau kasur. Jumlah ruang yang dimiliki bervariasi bergantung dari jumlah kamar tidur yang ada. Pada umumnya ruang yang mereka miliki adalah ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi.

Perbedaan jumlah ruangan bergantung pada jumlah kamar tidur yang dimiliki. Hal ini juga bergantung pada jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut. Apabila dalam rumah tersebut tinggal anak dan juga cucu maka jumlah kamarnya lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang hanya tinggal berdua atau dengan anak tanpa cucu.

Semua lansia memiliki sambungan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Besarnya listrik yang mereka gunakan rata-rata 450 watt.

Ada juga yang menggunakan 900 watt. Mereka yang menggunakan 900 watt adalah lansia yang memiliki barang elektronik dalam jumlah banyak seperti TV, setrika, kulkas dan magic com. Selain itu juga penggunaan listrik yang banyak dipengaruhi oleh jumlah ruangan dan jumlah anggota keluarga yang tinggal. Semakin banyak ruangan dan banyak anggota keluarga yang tinggal semakin tinggi pula pemakaian listriknya.

Kepemilikan perabotan rumah adalah indikator lainnya dalam mengukur status ekonomi lansia. Hampir semua lansia yang menjadi responden memiliki televisi. Adapun perabotan tambahan yang dimiliki adalah kulkas, setrika, VCD player, dan dispenser. Semua lansia memiliki kompor gas yang digunakan untuk memasak. Kompor gas yang digunakan adalah kompor gas satu tungku bantuan pemerintah. Alat transportasi yang ada adalah motor dan ada juga yang memiliki mobil. Kepemilikan alat

(5)

transportasi tersebut adalah milik anak atau cucu mereka. Motor yang ada digunakan sebagai alat usaha maupun digunakan untuk pergi ke tempat bekerja. Berdasarkan sejumlah indikator yang digunakan, lansia yang ada di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir tergolong status ekonomi rendah.

Masa tua merupakan waktunya untuk beristirahat dari rutinitas pekerjaan. Pada umumnya menginjak usia 60 atau 65 tahun orang akan berhenti bekerja karena sudah tidak produktif lagi. Apa yang terjadi di desa penelitian tidak selalu demikian. Masih ada lansia yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau kebutuhan pribadinya. Dari 30 responden yang diambil, sebanyak 14 lansia masih bekerja dan sisanya sudah tidak bekerja lagi namun ada satu lansia yang merupakan pensiunan TNI. Pekerjaan yang ditekuni oleh lansia sangat beragam seperti pedagang, buruh bangunan, petani penggarap, wiraswasta, petugas KUA, pramuwisma bahkan ada yang bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta.

Alasan mereka masih bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena masih ada diantara mereka yang menjadi tumpuan keluarga.

Seperti halnya responden yang bernama Smh (65 tahun), beliau bekerja sebagai tenaga kebersihan di rektorat IPB. Beliau sudah bekerja sejak IPB berdiri di Dramaga. Smh bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena suaminya tidak bekerja. Smh sudah tidak memiliki tanggunan anak lagi karena semua anaknya sudah menikah dan memiliki pekerjaan. Masih ada satu anaknya yang tinggal bersama dengan Smh, dan ia pun sudah menikah dan bekerja bahkan menantunya pun turut bekerja. Uang yang diperolehnya biasa digunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari, membayar listrik yang dibayar secara bergantian dengan anaknya, dan juga kadang memberi uang jajan untuk cucunya.

Sama halnya dengan lansia lain yang masih bekerja, alasan mereka adalah selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga karena merasa bosan tidak ada kegiatan apabila tidak bekerja. Pada umumnya lansia yang berpikiran seperti itu adalah lansia yang bekerja sebagai buruh serabutan atau petani penggarap. Dari sejumlah pekerjaan yang ditekuni oleh lansia yang ada di desa penelitian, pendapatan mereka berada di bawah UMR Kabupaten Bogor tahun 2012 yakni dibawah Rp 1 269 3202. Berikut ini disajikan Tabel 5 tentang status pekerjaan lansia.

2 seperti yang dilansir oleh Ikhwan pada 27 November 2012 dalam artikelnya yang berjudul Daftar UMR/UMK pulau Jawa tahun 2013 di http://kantorkita.web.id.

(6)

Tabel 5 Jumlah dan presentasi lansia muda dan lansia tua berdasarkan status pekerjaan, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012

Status pekerjaan

Lansia muda Lansia tua

Jumlah Persentase

(%) Jumlah Persentase (%) Bekerja

Sektor

primer (A) 1 5 2 20

Sektor

sekunder (M) 2 10 0 0

Sektor

tersier (S) 7 35 2 20

Tidak bekerja 10 50 6 60

Total 20 100 10 100

Kepemilikan harta benda merupakan sesuatu hal yang cukup berharga namun tidak terukur oleh besarnya uang. Seperti halnya dalam penelitian Leopold (2012) transfer dukungan bisa berupa rumah, tanah maupun barang lainnya yang bisa diwariskan. Begitupun dengan lansia yang ada di desa penelitian memiliki beberapa harta benda seperti perabotan rumah tangga, rumah dan juga tanah. Kepemilikan harta benda ini bisa saja diwariskan atau dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga membantu anak.

Pada penelitian ini penulis membagi kepemilikan harta benda menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan rumah, kepemilikan barang-barang, dan tanah.

Penulis memberikan pertanyaan kepada responden mengenai kepemilikan barang-barang seperti peralatan elektronik, perabotan rumah tangga, dan alat transportasi pribadi. Penulis menanyakan pemilikan peralatan elektronik seperti komputer, televisi, radio, VCD player, radio kaset, lemari es, mesin cuci, seterika dan dispenser. Selain itu ditanyakan pula mengenai pemilikan perabotan rumah tangga seperti kursi tamu, meja belajar, kompor gas dan tempat tidur. Alat transportasi juga turut ditanyakan kepada responden. Penulis menanyakan pemilikan alat transportasi pribadi seperti sepeda, motor dan mobil.

Umumnya lansia yang ada di desa penelitian memiliki peralatan elektronik seperti televisi. Dari 30 responden yang ditanya mengenai pemilikan peralatan elektronik sebanyak 27 responden memiliki televisi, disusul dengan pemilikan lemari es, setrika, VCD player dan dispenser.

Tidak semua lansia yang ada di desa penelitian memiliki peralatan elektronik, ada lansia yang hanya memiliki seterika bahkan tidak memiliki sama sekali. Lansia tersebut semuanya adalah lansia yang berstatus janda, baik yang tinggal sendiri maupun masih tinggal dengan anaknya.

Perabotan rumah tangga yang dimiliki lansia di desa penelitian adalah tempat tidur, kompor gas dan kursi tamu. Kompor gas yang mereka miliki pada umumnya adalah kompor gas satu tungku bantuan pemerintah. Ketika penulis berkunjung ke setiap rumah responden, terdapat kursi yang disediakan untuk tamu yang berkunjung. Ada juga lansia yang tidak memiliki kuris tamu sehingga ketika ada tamu datang, hanya duduk di atas

(7)

lantai dengan alas tikar. Setiap lansia baik laki-laki maupun perempuan memiliki tempat tidur sendiri. Adapun tempat tidur untuk anggota keluarga lainnya tergantung dari jumlah anggota keluarga. Ketika dalam satu rumah terdapat banyak orang, satu tempat tidur bisa digunakan untuk tiga hingga empat orang. Ada pula yang tidur di atas lantai dengan menggelar tikar ditambah dengan alas sejenis kasur busa.

Alat transportasi yang dimiliki pada umumnya bukanlah milik lansia, namun milik anak atau cucunya. Jenis transportasi yang umum dimiliki oleh mereka adalah motor. Biasanya motor tersebut digunakan untuk pergi ke tempat bekerja dan ada pula yang dijadikan sebagai alat usaha tukang ojek.

Motor tersebut dibeli secara kredit dan dibantu oleh orang tua dengan membayar down payment. Pembayaran angsuran ditanggung oleh anak atau cucunya hingga pelunasan. Ada juga lansia yang memiliki mobil namun lebih sering digunakan oleh anaknya. Mobil tersebut biasa digunakan untuk acara keluarga ke tempat yang cukup jauh jaraknya dari rumah yang bersangkutan.

Tabel 6 Jumlah dan presentase lansia muda dan lansia tua berdasarkan ada tidaknya pemilikan harta benda, di Desa Cihideung Ilir,

tahun 2012 Pemilikan harta benda

Lansia muda Lansia tua

Jumlah Presentase

(%) Jumlah Presentase

(%) Peralatan

elektronik

Ada 20 100 8 80

Tidak ada 0 0 2 20

Perabotan rumah

Ada 20 100 10 100

Tidak ada 0 0 0 0

Alat

transportasi pribadi

Ada 9 45 4 40

Tidak ada 11 55 6 60

Lahan

Ada 5 25 0 0

Tidak ada 15 75 10 100

Total 20` 100 10 100

Status Sosial

Status sosial lansia diperoleh melalui beberapa pertanyaan yang mengarahkan strata sosial lansia di dalam masyarakat. Adapun pertanyaan yang diajukan lebih mengarah pada kedudukan atau jabatan yang dimiliki di lingkup mesjid, desa, kantor atau instansi tempat bekerja atau tempat

(8)

lainnya. Selain itu pertanyaan juga mengarahkan pada strata sosial di lingkup tempat tinggal misalnya dalam kegiatan rapat desa, RW atau RT.

Aktivitas sosial seperti diskusi dan dimintai pendapat dalam pengambilan keputusan masalah yang ada di sekitar tempat tinggal. Sejumlah pertanyaan yang diajukan dibuat dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak. Status sosial tinggi dan rendah ditentukan oleh skor yang diperoleh responden berdasarkan pertanyaan pada kuesioner. Status sosial tinggi adalah responden yang memperoleh skor >=16, dan status sosial rendah adalah responden yang memperoleh skor <16.

Hasil wawancara dengan 30 responden yang ada di RW 04 dan RW 05 menunjukkan lansia memiliki status sosial yang rendah. Lansia tidak memiliki jabatan apapun di organisasi desa, mesjid atau lembaga manapun.

Lansia tersebut memiliki kecenderungan jauh dari aktivitas politik atau organisasi di desa. Ada pun lansia yang memiliki status sosial tinggi adalah lansia yang berperan sebagai imam masjid atau ketua pengajian ibu-ibu.

Lansia yang memiliki peran sebagai tokoh agama selalu dimintai pendapatnya untuk segala urusan yang berhubungan dengan keagamaan seperti pernikahan, sunatan dan syukuran. Adapun lansia yang berperan sebagai ketua pengajian memiliki tugas untuk mengkoordinir jadwal pelaksanaan pengajian, penceramah dan juga logistik yang diperlukan saat pengajian. Namun mereka tidak memiliki bawahan ataupun orang lain yang membantu dalam mengurusi tugas mereka. Oleh karenanya status sosial lansia yang ada di desa penelitian mayoritas tergolong rendah.

Struktur Keluarga

Tipe keluarga yang ada di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir mayoritas merupakan keluarga besar atau luas (extended family) dengan persentase 50%. Tipe keluarga yang paling sedikit adalah tipe single parent dengan persentase 7%. Hal ini karena sebagian besar lansia masih tinggal dengan anak-anak, cucu dan juga menantu dalam satu rumah. Apabila dilihat dari status perkawinan lansia, tipe keluarga besar ini didominasi oleh lansia yang berstatus kawin. Keluarga lansia yang memiliki tipe single parent hanya ada dua keluarga. Lansia tersebut berstatus janda dan memilih untuk tinggal satu rumah dengan anak beserta cucunya dengan alasan agar ada yang merawat dan juga menemaninya. Kepala keluarga dalam kedua keluarga tersebut adalah perempuan dengan satu anak laki-laki. Mereka hanya tinggal berdua sementara anak yang lainnya sudah tinggal dengan suami/istri masing-masing.

Apabila melihat dari peran mereka sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga, lansia laki-laki lebih banyak yang berperan sebagai kepala keluarga dibandingkan dengan lansia perempuan. Begitupun sebaliknya lansia laki-laki lebih sedikit yang berperan sebagai anggota keluarga. Data di lapangan menunjukkan terdapat 22 orang lansia yang berperan sebagai kepala keluarga dengan rincian 14 lansia laki-laki dan delapan lansia perempuan. Lansia yang berperan sebagai anggota keluarga sebanyak delapan orang dengan satu orang lansia laki-laki dan tujuh orang lansia perempuan. Jumlah lansia muda yang berperan sebagai kepala keluarga

(9)

memiliki angka yang tinggi dengan persentase 95%. Adapun lansia tua yang berperan sebagai kepala keluarga maupun anggota keluarga memili jumlah yang sama.

Gambar

Tabel 4  Jumlah lansia muda dan lansia tua berdasarkan karakteristik      Lansia, di Desa Cihideung Ilir, Tahun 2012
Tabel 5 Jumlah dan presentasi lansia muda dan lansia tua berdasarkan      status pekerjaan, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012
Tabel 6 Jumlah dan presentase lansia muda dan lansia tua berdasarkan       ada tidaknya pemilikan harta benda, di Desa Cihideung Ilir,

Referensi

Dokumen terkait

Frame ini menekankan pentingnya terlihat stylish dan ideal dibandingkan keadaan yang sesungsuhnya untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan dengan memilih

Nasyadizi Nilamsar Noor, Kusdi Rahardjo , Ika Ruhana, 2016, Pengaruh Stres Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan PT JasaRaharja

Bank Indonesia (BI) indicated a correction to January 2018 retail sales growth.. BI accounted

Kegiatan monitoring dilaksanakan pada tingkat Institusi dan tingkat Fakultas/ Prodi yang dilakukan oleh QMR Fakultas dan QMR kantor warek dan dilaporkan kepada QMR Universitas,

Apabila hasil penelitian ini menemukan ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar Calistung siswa yang melakukan pembelajaran Tematik tersupervisi

Saat menjalani PKL pada bidang operasional di Kopkar BSM, pekerjaan yang praktikan lakukan sesuai dengan pekerjaan yang berada pada bidang usaha operasional, yaitu dimulai

Penggugat yang mempunyai hak Eigendom Verponding dikalahkan dengan dalil para Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan Legitima Person Standy Judicio karena

untuk pengujian hipotesis tersebut maka dilakukan uji homogenitas data perbandingan komponen biomotor ditinjau dari presentase lemak tubuh atlet futsal AIM Mitra