• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. MAKANAN RINGAN

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja (Muchtadi et al, 1988). Menurut Booth (1990), yang termasuk makanan ringan (snack food) antara lain adalah permen dan produk konfeksionery; cookies/cracker dan produk asal tepung lainnya; acar dan saus, meat snack, snack berbasis susu; snack berbasis buah; kacang-kacangan; potato-based textured snacks; dan health food snacks. Matz (1997) membagi produk makanan ringan kedalam beberapa kategori, diantaranya snack berbasis popcorn, keripik yang dibuat adonan snack yang mengembang (puffed snack), snack gurih panggang (baked savory snack) snack manis panggang snack berbasis kacang-kacangan, keripik kentang, snack berbasis daging-dagingan, snack berbasis buah-buahan dan snack jenis lainnya.

Harper (1981) menyatakan bahwa makanan ringan tersebut terbagi atas tiga kelompok berdasarkan perkembangannya. Kelompok pertama yaitu makanan ringan berbahan dasar hasil pertanian yang mengalami pengolahan sederhana seperti keripik kentang, keripik singkong, cracker. Kelompok kedua mengalami pengolahan lanjutan setelah keluar dari ekstruder seperti pemotongan dan sedikit pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan. Kelompok ketiga yaitu snack yang telah keluar dari ekstruder masih memerlukan pengolahan lanjutan seperti penggorengan dan pengeringan. Syarat mutu makanan ekstrudat menurut SNI 01-2886-2000 diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI 01-2886-2000

Komposisi Syarat mutu (%b/b)

Kadar air Maksimal 4

Kadar lemak tanpa proses penggorengan Maksimal 30 Kadar lemak dengan proses penggorengan Maksimal 38

Kadar Protein -

Sumber : BSN 2000

Produk snack makaroni sukun yang dikembangkan pada program ini termasuk kedalam kategori snack yang mengembang (puffed snack). Terdapat dua teknik pembuatan snack yang mengembang, yaitu konsep produk antara dan pengembangan langsung dengan ekstrusi. Pada konsep produk antara, snack yang dihasilkan berasal dari potongan adonan yang telah dimasak dan diekstrusi tetapi tidak mengembang, juga dapat dibentuk dengan ekstruder yang kedua. Produk antara dapat mengembang melalui pemanggangan / penggorengan, tanpa menggunakan peralatan ekstrusi yang kompleks (Matz, 1997). Snack makaroni sukun yang akan dikembangkan ini termasuk produk ekstrusi baru dengan berbagai keunggulan. Sehingga diperlukan optimasi formulasinya agar diperoleh hasil yang maksimal.

Banyak tepung dan sereal yang digunakan untuk produk snack yang mengembang (puffed snack beberapa yang paling sering digunakan adalah tepung beras, oat, terigu, kentang, tapioka dan kedelai (Matz, 1997). Oleh karena itu untuk mengembangkan snack makaroni sukun akan

(2)

5 dibuat beberapa perlakuan dengan penambahan tepung lain agar mengembang tapi penambahan ini diusahakan seminimum mungkin. Selain itu juga akan digunakan bahan penolong seperti baking soda dan cmc.

2. TEPUNG SUKUN

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.

Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%), buah sukun berpeluang untuk diolah menjadi tepung. Tepung sukun dibuat dari sukun yang telah dikeringkan. Pada prinsipnya proses pembuatan tepung sukun disertai dengan perlakuan awal terlebih dahulu. Perlakuan awal ini dilakukan dengan pengupasan buah sukun dan dilakukan perajangan. Sukun yang telah dirajang selanjutnya dikukus. Setelah dikukus sukun yang telah dipotong kecil ini dikeringkan. Lama pengeringan tergantung alat yang digunakan. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan sederhana menggunakan sinar matahari dan pengeringan menggunakan alat pengering (oven).

Pengering dengan menggunakan alat pengering memerlukan waktu 5-6 jam dengan suhu pengeringan 55-60 °C, sedangkan bila dijemur dibawah sinar matahari, waktunya lebih lama lagi.

Pada cuaca cerah, lama pengeringan sekitar 2-3 hari. Tahap akhir yang dilakukan yaitu sukun kering digiling untuk dilakukan penepungan (Widowati, 2001).

Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya warna coklat saat diproses menjadi tepung. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada tepung yang dihasilkan, usahakan sedikit mungkin terjadinya kontak antara bahan dengan udara. Caranya yaitu dengan merendam buah yang telah dikupas dalam air bersih, dan menonaktifkan enzim dengan cara diblansir yaitu dikukus. Lama pengukusan tergantung jumlah bahan, berkisar antara 10-20 menit. Tingkat ketuaan buah juga sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum (Widowati, 2001).

Setiap butir buah sukun memiliki bobot 1,2-2,5 kg dengan rendemen daging buah 81,21%.

Setelah disawut dan dikeringkan daging buah tersebut menghasilkan rendemen sawut kering 11,01% dan setelah dibuat tepung rendemennya 10,7%. Kandungan gizi dalam 100 gram tepung buah sukun adalah sebagai berikut protein 1,3 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 28,2 g, selain itu mengandung mikonutrient seperti kalsium, fosfor, dan berbagai vitamin. Kandungan protein tepung sukun lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, ubi jalar, tepung pisang dan tepung haddise. Tepung sukun juga memilihi kelebihan lain yaitu kandungan serat yang tinggi, kadar kalori dan gluten yang rendah (Widowati, 2010). Kadar kalori rendah dapat menjadikan pangan olahan tepung sukun sebagai makanan diet dan kadar gluten rendah membuat makanan hasil olahan tepung sukun baik dikonsumsi bagi penderita autis . Penambahan tepung sukun dapat mencapai 25-75% tergantung jenis produknya.

Jenis sukun yang tumbuh di Indonesia beranekaragam, dan jenis sukun berpengaruh terhadap sifat tepung yang dihasilkan. Kadar amilosa tepung sukun antara 11-17% menunjukkan tekstur produk olahannya sangat pulen seperti sukun Bone, sukun Cilacap, sukun Kediri, sukun Sukabumi dan sukun Pulau Seribu, sedangkan yang berkadar amilosa 17 – 20% menghasilkan produk olahan pulen seperti sukun Kulon Progo dan sukun Purworejo. Kadar gula total pada sukun antara 0,21 – 0,32%. Viskositas puncak pada tepung sukun lebih dari 1000 BU. Hal ini berarti tepung sukun

(3)

6 mempunyai daya mengembang lebih mekar dibanding terigu. Semakin tua tingkat kematangan akan meningkatkan viskositas puncak karena kadar patinya meningkat (Kartikawati dan Adinugraha, 2003).

Tabel 3. Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan

Komoditas Kadar (%)

Air Abu Protein Lemak karbohidrat

Pisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01

Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03

Haddise 9,32 6,62 2,67 0,08 81,32

Ubikayu 7,8 2,22 1,60 0,51 87,87

Ubijalar 7,8 2,16 2,16 0,83 86,95

Sumber: Widowati (2001)

3. TEKNOLOGI EKSTRUSI

Webster mendefinisikan kata mengekstrusi sebagai “Membentuk dengan cara memaksa melalui lubang (bukaan) yang didesain secara khusus yang seringkali dilakukan setelah terjadi pemanasan sebelumnya terhadap material” (Harper, 1981). Dengan demikian, Proses ekstrusi tidak hanya menghasilkan produk-produk makanan puff (mengembang) yang langsung dapat dikonsumsi saja, tetapi berbagai produk lainnya seperti produk pasta, produk konfeksionari, dan sebagainya.

Selama produk tersebut dibuat dengan menggunakan mesin ekstruder dan melibatkan pembentukan dengan melewati lubang tertentu dengan pemanasan yang minimal maupun pemanasan dengantujuan pemasakan.

Matz (1997) menyatakan bahwa tekstur snack yang diperoleh dari ekstrusi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Amilopektin menyebabkan produk akhir yang mudah rapuh dengan rendahnya berat jenis. Amilosa dibutuhkan untuk memberikan tekstur memuaskan dan tidak terlalu keras.

Ekstruder

Ekstruder merupakan alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi bahan pangan dengan beragam formula bahan baku dan menghasilkan bentuk produk yang beragam (Faridi, 1994). Kinerja ekstruder dipengaruhi oleh konfigurasi ulir dan kecepatan putarannya, tekanan balik pada cetakan, serta karakteristik bahan yang diekstrusi (Muchtadi et al., 1988). Ekstruder dengan fungsi mengembangkan produk terjadi jika temperatur bahan melebihi 100OC ketika meninggalkan bagian bertekanan (Harper, 1981).

Menurut Harper (1981), berdasarkan sifat fungsional, ekstruder terdiri atas pasta extruder, high-pressure forming extruder, low-shear cooking extruder, collet extruder, dan high-shear cooking extruder. Secara termodinamika, ekstruder terbagi atas tiga jenis yaitu : autogenous yaitu ekstruder yang menghasilkan panas dengan mengkonversi energi mekanik pada aliran proses;

isotermal ekstruder; dan polythropic yaitu ekstruder yang prinsip kerjanya menggabungkan antara autogenous ekstruder dan isotermal ekstruder. Berdasarkan kadar air, ekstruder terbagi atas low moisture extruder, intermediate moisture extruder, high moisture extruder. Berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terbagi atas ekstruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda. Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga kelompok yaitu Low Shear, Medium Shear, dan High Shear. Ekstruder tunggal ini bisa memproses bahan-bahan baku yang mempunyai kadar

(4)

7 airnya 10%-40%, tergantung pada campuran dari formula bahan. Jenis-jenis ekstruder tersebut disajikan pada Tabel 4.

Operasi ekstruder dimulai dengan pemasukan bahan ke dalam feed hoper. Ulir ekstruder akan mendorong bahan melewati ruang dan akhirnya celah sempit sehingga menghasilkan produk dengan tesktur tertentu. Ekstruder akan melepaskan energi mekaniknya menuju bagian ulir yang pendek. Pemotongan berlangsung sangat cepat sehingga terjadi kerusakan mekanis molekul- molekul berukuran besar. Molekul yang terdenaturasi tersebut akan tersusun dalam medan aliran sehingga berpotensi untuk membentuk molekul baru dengan struktur silang. Struktur tersebut yang nantinya menjadi ekstrudat dengan beragam tekstur (Muchtadi et al., 1988).

Tabel 4. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal

Kategori Low Shear Medium Shear High Shear

Kadar Air Produk (%) 25 – 75 15 – 30 5 – 8

Densitas produk (g/100ml) 32 – 80 16 – 51 3.2 – 20 Suhu barrel maksimum (°C) 20 – 65 55 – 145 110 – 180 Tekanan barrel maksimum (kg /cm2) 6 – 63 21 – 42 42 – 84

Kecepatan ulir (rpm) 100 200 200

Produk khas Produk pasta

daging

Roti, makanan ternak

Snack, breakfast cereal

Sumber: Smith, 1981

Alat untuk melakukan proses ekstrusi makaroni dinamakan ekstruder pasta. Ekstruder ini mempunyai screw pengalir yang dalam (biasanya barrel halus) dan kecepatan screw yang rendah sehingga ideal untuk membentuk adonan (dengan adanya penambahan air) dari tepung dan menekannya melalui die dengan sedikit atau tanpa pemasakan. Pada ekstruder pasta, input energy yang minimal disebarkan karena shear rate produk rendah ketika digunakan barrel yang halus.

Alat ini juga yang paling mendekati jenis pengekstrusi isothermal, karena hanya mengakibatkan kenaikan suhu yang paling rendah (Harper, 1981).

Ekstruder pasta termasuk ke dalam ekstruder ulir tunggal tipe low shear extruder dengan tiga zona utama, yaitu mixing dan conditioning, plasticizing, dan extrusion (Ranken et al., 1997). Alat ini dipakai untuk membentuk makaroni dan produk serupa dari suatu adonan. Alat ini memiliki silinder yang licin, serta biasanya mempunyai bentuk ulir yang konstan. Menurut Ranken et al.

(1997), ekstruder pasta umumnya memiliki sistem pendingin yang berfungsi untuk mengurangi panas yang ditimbulkan selama proses pengekstrusian. Ekstruder jenis ini memiliki deep-flight- screw yang beroperasi pada kecepatan rendah dalam barrel untuk menguleni dan mengekstrusi material dengan sedikit gesekan yang kemudian diarahkan seragam menuju die (Fellow, 2000).

Tipe ekstruder yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstruder pencetak (pasta).

Ekstruder pasta yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki pengaturan suhu, waktu, dan kecepatan ulir. Namun memiliki kelebihan dari segi ukuran dye yang sesuai dengan produk makaroni pada umumnya. Pembuatan makaroni dengan alat ini memerlukan proses gelatinisasi adonan yang dilakukan di luar ekstruder dengan menggunakan Steamer karena ekstruder tidak memiliki pemanas internal.

4.MIXTURE DESIGN

Penggabungan beberapa ingridien atau bahan baku dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, contohnya formulasi dalam pembuatan kue yang tersusun

(5)

8 atas campuran baking powder, shortening, tepung, gula, dan air. Hasil akhir produk tersebut tentunya dipengaruhi oleh persentase atau proporsi relatif masing-masing ingridien yang ada dalam formulasi. Alasan lain penggabungan beberapa ingridien dalam mixture experiment / mixture design adalah untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut mampu menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan, dibandingkan dengan penggunaan ingridien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell, 1990).

Apabila diamati lebih lanjut, terdapat relasi fungsional antar ingridien penyusun dan dengan adanya perubahan proporsi relatif ingridien tersebut akan menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingridien yang dipilih tentunya adalah kombinasi ingridien yang dapat menghasilkan produk dengan respon maksimal sesuai yang diharapkan oleh perancang.

Penggunaan Mixture Experiment dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal dirasakan mampu menjawab permasalahan dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell, 1990).

Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif ingridien penyusunnya, dan bukan dari jumlah total campuran ingridien tersebut. Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan (Cornell,1990). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell,1990).

Rancangan mixture experiment terdapat di dalam peranti lunak (software) program Design Expert 7.0® dan dinamakan dengan mixture design. Design Expert 7.0® merupakan peranti lunak yang menyediakan rancangan percobaan (design of experiment) untuk melakukan optimasi rancangan produk dan proses (Anonima 2006). Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam ordo, seperti mean, linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik.

Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan dalam formulasi adalah model ordo linier dan kuadratik. Model ordo linier dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan model ordo kuadratik dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (2).

Y = b

0 + b

1X

1 + b

2X

2…...(1) Y = b

0 + b

1X

1 + b

2X

2 + b

11X

1 2

+ b22X

2 2

+ b12X

1X

2...(2)

Persamaan dengan ordo linier seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri (3-D) permukaan respon yang kurang memadai. Oleh karena itu, dalam formulasi lebih diharapkan menggunakan model persamaan polinomial ordo kuadratik (Cornell, 1990).

Menurut Cornell (1990), ME terdiri dari enam tahap utama. Enam tahap tersebut yaitu menentukan tujuan percobaan (misalnya untuk optimasi formula), memilih ingridien penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap variabel respon produk akhir, menentukan batas atas dan batas bawah berupa proporsi relatif masing-masing ingridien penyusun campuran, menentukan variabel respon yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai.

ME seringkali digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut dapat dipetakan dalam suatu contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun grafik tiga dimensi (3-D) yang dapat memberi gambaran bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.

Referensi

Dokumen terkait

Kelainan bicara dan/atau bahasa adalah adanya masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang berhubungan dengannya seperti fungsi organ bicara Keterlambatan dan

Sampai dengan bulan September 2014, porsi komitmen pembiayaan untuk investasi tercatat sebesar 84% atau sekitar Rp 3,9 triliun dari total seluruh pembiayaan PT SMI

Metode menyuntikkan nutrien berupa cairan ke dalam amnion embrio ( in ovo feeding) , menyebabkan embrio tersebut secara alami mengkonsumsi nutrien tersebut secara oral sebelum

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, sebagaimana telah diubah beberapa

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Pendahuluan  Kelas di mulai dengan salam dilanjutkan dengan menanyakan kabar peserta didik melalui WhatsApp Group (Religius dan Integritas)..  Menanyakan kabar peserta didik

1. Pengujian panjang butir, yakni mendeteksi panjang butir beras berdasarkan analisa panjang antar koordinat piksel sudut tepi citra. Setiap titik pada tepi citra digunakan

Sekolah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) dari total jumlah