• Tidak ada hasil yang ditemukan

Growth Analysis and Exploitation rate of Tuna Fish (Auxis thazard) landed on Belawan Ocean Fishing Port Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Growth Analysis and Exploitation rate of Tuna Fish (Auxis thazard) landed on Belawan Ocean Fishing Port Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN

TONGKOL (Auxis thazard) YANG DIDARATKAN DI KUD

GABION PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA

BELAWAN SUMATERA UTARA

Growth Analysis and Exploitation rate of Tuna Fish (Auxis thazard) landed on Belawan Ocean Fishing Port Sumatera Utara

Kartika Dewi1) , Ternala Alexander Barus2), Desrita 3)

1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara (E-mail : tikadewichan@yahoo.co.id)

2)

Staf pengajar Departemen MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara

3)

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Abstract

Tuna fish (Auxis thazard) has high economic value in Medan. This research was conducted to investigate the impact of exploitation on Tuna fish stock and was from November 2014 to April 2015. Data obtained in KUD location Gabion Belawan. The objective of this research is to study stock condition of Tuna fish based on length-weight relationship, Von-Bertalanffy growth parameter, condition factor, mortality and level of exploitation. Total length data was measured from 555 fish the average of total length was from 183-402 mm. Separation of cohort length groups using Bhattacharya method produced four length frequency. Growth coefficient (K) was 0.38 per year, L infinity (L∞) 411.60 mm and t0 – 1.42 per year. Based on the long relationship

expressed heavy growth patterns swordfish in the waters of the Strait of Malacca is alometrik negative, the value of the average condition factor 0,51 – 2,59, it showed the fish in suitable circumstances. Total mortality rate (Z) is 1,95 per year, natural mortality (M) 0,43 per year, and the rate of cacth mortality (F) 1,46 per year to obtain the exploitation rate of 0,74. The exploitation rate value has exceeded the optimum value of 0,5

Keywords : Auxis thazard, Growth, Mortality, Malacca Strait

1. PENDAHULUAN

Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap yang menjadi zona inti pengembangan Minapolitan di Kota Medan. Lokasi PPSB terletak di Muara Sungai Deli, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan (Saptanto dan Apriliani, 2012).

Sumberdaya ikan tongkol di perairan Selat Malaka harus

dipertahankan agar potensinya dapat dimanfaatkan secara optimal, berkesinambungan, dan menghindari pemanfaatan secara berlebihan. Usaha penangkapan tongkol umumnya dilakukan dengan alat tangkap jaring insang (gillnet) dan purse seine (Pukat cincin). Ketersediaan tongkol di pasaran tidak dapat terjamin apabila hanya mengandalkan usaha penangkapan di alam. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait pertumbuhan ikan

(2)

tongkol di PPSB agar diperoleh informasi yang menjadi dasar pengelolaan sumberdaya ikan tongkol.

Salah satu aspek untuk mendukung upaya pengelolaan sumberdaya ikan tongkol adalah pengetahuan dasar mengenai aspek biologi. Salah satu dari aspek biologi yang perlu diketahui adalah pertumbuhan spesies tersebut. Menganalisa hubungan panjang dan berat dimaksudkan untuk mengukur variasi bobot harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok-kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pertumbuhan ikan tongkol yang sebaiknya di tangkap nelayan pada saat penangkapan. Informasi mengenai pertumbuhan tersebut dapat dijadikan dasar pengelolaan sumberdaya ikan tongkol, terutama di Selat Malaka. Pengelolaan yang sesuai ditujukan agar sumberdaya ikan Tongkol dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengurangi atau memusnahkan sumberdaya ikan Tongkol tersebut di alam.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan November 2014 sampai bulan April 2015 yang berlokasi di tempat pendaratan ikan KUD Gabion Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Sampel ikan diukur panjang total dan berat basah. Analisis data menggunakan software FISAT II dan perhitungan secara manual.

2.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer antara lain alat

tulis, millimeter block dengan tingkat ketelitian 1 mm, kamera digital, timbangan digital dengan tingkat ketelitian 1 gram. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol (Auxis thazard), Program software FISAT II.

2.3 Analisis Data

2.3.1 Sebaran Frekuensi Panjang Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik.

2.3.2 Kelompok Ukuran

Kelompok ukuran panjang ikan dipisahkan dengan metode Bhattacharya pada software FISAT II. Data terdiri atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort ikan dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total.

2.3.3 Hubungan Panjang Berat

Hubungan panjnag berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Effendie, 1979). Untuk kedua bentuk ini berlaku persamaan :

W = a Lb

Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi linier sederhana dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’. untuk menguji nilai b=3 atau b≠ 3 (b>3, pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3, pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan berat) dilakukan uji T.

(3)

2.3.4 Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0 (Umur Teoritis)

Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dapat dinyatakan sebagai berikut Sparre dan Venema (1999):

Lt = L∞ ( 1 – e [– K ( t-t0 )] )

Lt adalah panjang ikan pada saat

umur t (satuan waktu), L∞ adalah

panjang maksimum ikan yang dapat dicapai (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan Von Bertalanffy (per satuan waktu), to adalah umur ikan

teoritis pada saat panjangnya nol. Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga dengan persamaan empiris Pauly (1984) sebagai berikut :

Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) –

1,038 (Log K) 2.3.5 Faktor Kondisi

Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979), Jika nilai b ≠ 3 (tipe pertumbuhan bersifat allometrik) :

FK =

Nilai FK pada ikan yang badannya agak pipih berkisar antara 2-4, sedangkan pada ikan yang kurang pipih antara 1-3 (Effendie, 1979). Jika nilai b = 3 (tipe pertumbuhan bersifat isometrik), maka rumus yang digunakan adalah :

FK =

2.3.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1984) sebagai berikut:

Log M = -0,0066 – 0,279 log (L∞) + 0,6543 log (K) + 0,4634 log (T) Keterangan :

M = mortalitas alami

L∞ = panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy K = koefisien pertumbuhan persamaan

pertumbuhan von Bertalanffy T = rata-rata suhu permukaan air (0˚C)

Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

F = Z – M

Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z):

Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) diacu dalam Pauly (1984) adalah:

Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

3.1.1 Sebaran Frekuensi Panjang Ikan tongkol (A. thazard) yang didaratkan di KUD Gabion yang dijadikan sampel untuk pengukuran panjang dan berat selama enam kali pengambilan sampling yaitu mulai bulan November 2014 hingga bulan April 2015 sebanyak 555 ekor, dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada sampling pertama 26 November 2014 sebanyak 80 ekor, sampling kedua 29 Desember 2015 sebanyak 50 ekor, sampling ketiga 27 Januari 2015 sebanyak 94 ekor, sampling ke empat 25 Februari 2015 sebanyak 98 ekor, sampling ke lima 25 Maret 2015 sebanyak 108 ekor dan sampling ke enam 23 April 2015 sebanyak 125 ekor dengan panjang total antara 183 mm – 402 mm. Hasil pengelompokan ke dalam panjang didapatkan 11 kelas panjang dengan frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap kelas panjang tersebut.

(4)

Berdasarkan pengelompokan panjang kelas tersebut maka kelompok ikan frekuensi terbesar terdapat pada kisaran panjang 260 – 270 mm dan 359 – 369 mm sebanyak 68 ekor (Gambar 7).

Gambar 7. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Tongkol (A. thazard)

3.1.2 Kelompok Ukuran

Hasil dari metode Bhatacharya dalam program FISAT II, maka di dapat kurva normal yang menggambarkan jumlah kohort dari sebaran frekuensi panjang. Kohort adalah sekelompok individu ikan dari jenis yang sama dan berasal dari tempat pemijahan yang sama. Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat 4 kohort, ikan tongkol mengalami pertumbuhan panjang, dilihat dengan pergeseran ke arah kanan dan perubahan ukuran panjang ikan untuk tiap waktu pengambilan contoh.

Gambar 8. Kelompok Ukuran Panjang Ikan Tongkol

3.1.3 Hubungan Panjang dan Berat Hubungan panjang berat digunakan untuk menduga pertumbuhan dari sumberdaya ikan tongkol. Berdasarkan jumlah ikan contoh yang diperoleh selama penelitian, dilakukan analisis dengan 555 ekor ikan. Jumlah data panjang dan berat ikan tersebut diperoleh dalam waktu 6 bulan dengan jumlah per bulan 50-125 ekor. Grafik analisis hubungan panjang-berat ikan tongkol di KUD Gabion Belawan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Ikan Tongkol

Hubungan panjang berat ikan tongkol adalah W = 0.00005L2,75. Dengan nilai b sebesar 2,75 setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan tongkol memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Pola pertumbuhan allometrik negatif menyatakan bahwa pertumbuhan panjang ikan tongkol lebih dominan dibandingkan pertumbuhan beratnya. Hal tersebut dikuatkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,91 yang berarti bahwa model dugaan mampu menjelaskan model sebenarnya sebesar 91 %.

3.1.4 Parameter Pertumbuhan

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tongkol yaitu koefisien n = 555

(5)

pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0).

Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy yang terbentuk dari ikan contoh selama penelitian diperoleh Lt = 411,60 {1-e-0,36(t+1,35)} (Gambar 10).

Gambar 10. Hubungan Panjang dan Umur Ikan Tongkol

Persamaan tersebut didapat nilai panjang asimtotik (infinitif) sebesar 411,60 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0,36 per tahun serta nilai t0

didapatkan secara empiris yaitu -1,35. Panjang maksimum ikan tongkol yang tertangkap di perairan Selat Malaka dan didaratkan di KUD Gabion Belawan adalah 402 mm.

3.1.5 Faktor Kondisi

Pada analisis hubungan panjang berat ikan tongkol yang didaratkan di KUD Gabion Belawan yang memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Selama pengamatan, faktor kondisi ikan tongkol berkisar antara 0,51 – 2,59.

3.1.6 Mortalitas dan Laju Eklsploitasi Analisis mortalitas total (Z) ikan tongkol diduga dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang. Untuk pendugaan laju motalitas alami ikan tongkol digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999) dengan memasukkan

suhu permukaan perairan Belawan sebesar 29˚C yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data suhu di perairan Belawan dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tongkol

Parameter Total

Mortalitas total (Z) 1,93 Mortalitas alami (M) 0,44 Mortalitas penangkapan (F) 1,48 Laju eksploitasi (E) 0,76 3.2 Pembahasan

3.2.1 Sebaran Frekuensi Panjang Jumlah ikan tongkol contoh yang diamati sebanyak 555 ekor dengan frekuensi ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang panjang 260-270 mm dan 359-369 mm yaitu sebanyak 68 ekor. Panjang maksimum ikan yang tertangkap adalah sebesar 402 mm. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian yang dilakukan selama 6 bulan, jumlah ikan yang diamati pada setiap bulan berbeda yaitu bulan (November) sebanyak 80 ekor, bulan

(Desember) 50 ekor, bulan (Januari) 94 ekor, bulan (Februari) 98 ekor, bulan (Maret) 108 ekor dan bulan (April) 125 ekor. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa hasil tangkapan yang lebih banyak terdapat pada bulan Maret dan April. Hal ini disebabkan karena curah hujan pada bulan (November– Februari) tinggi dibanding pada bulan (Maret–April). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) rata-rata curah hujan pada bulan November sampai Februari lebih tinggi yaitu 148 mm sedangkan pada bulan Maret sampai April rata-rata curah hujan yaitu 61,5 mm (Tabel 2),

(6)

disebabkan karena pada bulan November sampai Februari merupakan musim penghujan dimana kondisi perairan relatif buruk.

Curah hujan yang tinggi dan angin kencang mengakibatkan banyaknya nelayan yang tidak melaut, namun demikian untuk beberapa kelompok nelayan pada musim penghujan ini tetap turun kelaut dengan jangkauan daerah operasi yang tidak terlalu jauh. Oleh karena itu, hasil tangkapan ikan biasanya relatif rendah akibat jumlah upaya penangkapan yang rendah. Menurut Saeri (2013) kondisi

iklim dan suhu air mempengaruhi hasil tangkapan ikan bagi nelayan sekitar selat malaka. Hal ini diperkuat dengan Rasyid (2010) yang menyatakan bahwa musim barat suhu mencapai minimum. Hal ini disebabkan karena kecepatan angin sangat kuat dan curah hujan yang tinggi. Tingginya curah hujan berarti intensitas penyinaran relatif rendah dan permukaan laut yang lebih bergelombang mengurangi penetrasi panas ke dalam air laut yang mengakibatkan suhu permukaan mencapai minimum.

Tabel 2. Curah Hujan Daerah Medan Belawan

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (2015) 3.2.2 Kelompok Ukuran

Kelompok ukuran ikan dipisahkan dengan metode Bhattacarya. Dari pemisahan ukuran dapat diketahui bahwa ikan yang tertangkap di perairan Belawan mempunyai 4 kohort yaitu pada kelompok umur 6–9 bulan dengan kisaran panjang 382,50 – 401,72 mm, kelompok kedua pada umur 9-15 bulan pada ukuran 408,24 – 410,46 mm, kelompok ketiga pada umur 15-24 bulan pada ukuran 411,21 – 411,55 mm dan kelompok umur keempat pada umur 24-45 bulan pada ukuran 411,58 – 411,60 mm. Kelompok umur dapat diketahui dari persamaan Von Bartalanffy untuk ikan tongkol yaitu Lt = 411,60 {1-e-0,36(t+1,35)}. Hal ini menunjukkan adanya empat kohort atau generasi yang hidup bersama dalam satu waktu di lingkungan perairan yang sama. Hal ini sesuai dengan Suwarso dan Hariati (2002) diacu oleh Tutopoho (2008) yang

menyatakan bahwa kelompok ukuran (kohort) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari pemijahan yang sama.

3.2.3 Hubungan Panjang dan Berat Hubungan panjang berat dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tongkol di Perairan Belawan. Hubungan panjang berat ikan tongkol yang diamati yaitu W = 0,000005*L2,75. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap penambahan satu logaritma panjang akan menurunkan logaritma berat ikan sebesar 2,75 gram. Hasil ini diperkuat melalui uji t dengan selang kepercayaan 95% terhadap nilai b. Hipotesis yang digunakan yaitu H1 : pola pertumbuhan

allometrik bila b ≠ 3, bila nilai thit > ttab maka terima H1. Diperoleh nilai t

hitung (60.23) lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel (1,96), dapat Tahun

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2014 61 64 11 127 183 183 123 266 196 153 215 315 2015 43 19 7 116

(7)

disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan tongkol (A. thazard) di Perairan Belawan yaitu allometrik negatif, dimana pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan beratnya. Nilai koefisisen determinasi (R2) selama penelitian sebesar 91 %. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pengambilan sampel yang tidak sama, kondisi perairan Belawan yang berbeda-beda setiap bulannya menyebabkan ketersediaan makanan di perairan tersebut berbeda sehingga ikan tongkol (A. thazard) mendapatkan asupan makanan yang berbeda-beda.

Nilai b ≠ 3 setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut, maka dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan tongkol di perairan belawan bersifat alometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat (Effendie, 2002). Hal ini diperkuat oleh Anjani (2010), yang menyatakan bahwa Analisis hubungan panjang berat ikan tongkol (A. thazard) yang pernah dilakukan di Cilauteureun Jawa Barat diperoleh nilai b sebesar 2,49 yang menunjukkan pola pertumbuhan yang alometrik negatif. Hal ini juga diperkuat dengan Ghosh dkk., (2012), yang menyatakan bahwa analisis hubungan panjang berat ikan tongkol (A. thazard) yang pernah dilakukan di perairan India diperoleh nilai b sebesar 3,17 yang menunjukkan pola pertumbuhan yang alometrik positif. Perbedaan nilai b yang diperoleh dapat disebabkan faktor lingkungan seperti iklim, kondisi perairan dan ketersediaan makanan, musim penangkapan serta jumlah banyaknya contoh ikan.

3.2.4 Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model Von Bartalanffy (K dan L∞) diduga dengan metode plot Ford-Walford dengan menggunakan

data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang. Persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan tongkol yang tertangkap adalah Lt = 411,60 [1-e

-0,36(t+1,35)

] dengan koefisien pertumbuhan (K) ikan tongkol sebesar 0,36 per tahun dan panjang asimtotik sebesar 411,60 mm jadi semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka ikan semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan rendah maka umurnya semakin tinggi karena lama untuk mencapai nilai asimtotiknya (Sparre dan Venema, 1999). Berdasarkan nilai panjang asimtotik (L∞), ikan tongkol mencapai panjang asimtotiknya (L∞) ketika berumur 45 bulan.

Panjang asimtotik (L∞) = 411,60 artinya panjang maksimum ikan tongkol yang tertangkap di perairan Selat Malaka adalah 411,60. Adapun nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0,36 artinya laju pertumbuhan tongkol di perairan Selat Malaka sebesar 0,36 per tahun, sedangkan nilai t0 = - 1,35 artinya

bahwa umur tongkol (semu) atau secara teoritis pada panjang 0 cm atau pada saat tongkol berumur nol tahun, ikan tersebut sudah mempunyai panjang tertentu dengan nilai negatif atau semu.

Nilai panjang asimtotik yang diperoleh berbeda-beda pada setiap perairan. Diperoleh nilai panjang asimtotik di perairan belawan sebesar L∞ = 411,60 mm. Hal ini diperkuat dengan Ghosh dkk., (2012) yang menyatakan bahwa nilai panjang asimtotik ikan tongkol yang pernah dilakukan di perairan India diperoleh nilai L∞ sebesar 56,97 cm. Sparre dan Venema (1999) menyatakan bahwa nilai koefisien pertumbuhan dan nilai panjang asimtotik berbeda disebabkan

(8)

karena adanya perbedaan genetik serta kondisi perairan yang berbeda. Parameter pertumbuhan memegang peranan penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu, sehingga dalam penyusunan pengelolaan perikanan lebih mudah dilakukan.

3.2.5 Faktor Kondisi

Nilai faktor kondisi yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,51– 2,59. Perbedaan nilai faktor kondisi setiap musimnya dapat menggambarkan faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Variasi faktor kondisi ini dipengaruhi adanya kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, ketersediaan makanan, jenis kelamin, dan umur (Effendie, 1979). Hal ini diperkuat Blackwell dkk., (2000) bahwa kondisi ikan sangat penting dalam perikanan. Ikan gemuk mungkin indikator kondisi yang menguntungkan lingkungan (misalnya kondisi habitat, ketersediaan makanan) sedangkan ikan tidak gemuk mungkin menunjukkan kondisi kurang menguntungkan.

3.2.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan tongkol digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999). Laju mortalitas meliputi laju mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), dan mortalitas penangkapan. Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa nilai mortalitas ikan tongkol di perairan Belawan pada laju mortalitas penangkapan (F) yaitu 1,48 per tahun dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) yaitu 0,44 per tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa 14,8 % kematian ikan tongkol di perairan Belawan diakibatkan adanya kegiatan penangkapan. Di perairan India nilai laju mortalitas ikan tongkol diakibatkan kegiatan penangkapan (F) yaitu sebesar 3,24 per tahun dibandingkan dengan nilai laju mortalitas alaminya (M), yaitu sebesar 1,65 per tahun. Hal ini tidak jauh berbeda dengan ikan-ikan yang berada di perairan Belawan, dimana 14,8 % kematian ikan tongkol diakibatkan adanya kegiatan penangkapan.

Hasil pengamatan pada Tabel 4 memperlihatkan tingkat eksploitasi di perairan Belawan sebesar 0,76 atau 76 %. Nilai tersebut melampui laju eksploitasi yang dikemukakan oleh Gulland (1971) diacu oleh Pauly (1984) bahwa laju eksploitasi optimum suatu sumberdaya ialah 0,5 atau 50 %.

Tingkat eksploitasi yang telah melebihi batas optimum yaitu 50% mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan menjadi lebih kecil. Ikan tongkol (A. thazard) di Perairan Belawan telah melebihi batas optimum atau dapat dikatakan telah mengalami tangkap lebih (overfishing). Hal ini disebabkan oleh banyaknya permintaan pasar akan ikan tongkol dan tingkat konsumsi yang tinggi, sehingga penangkapan ikan tongkol terjadi tiap harinya oleh nelayan. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi. Sesuai dengan pendapat Azis (1989) bahwa jika penangkapan dilakukan terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya suatu usaha pengaturan, maka sumberdaya hayati ikan (waktu yang akan datang) dapat mengalami kelebihan tangkapan dan berakibat menggangu kelestarian sumberdaya hayati.

(9)

3.3 Alternatif Pengelolaan

Informasi mengenai kondisi yang terjadi terhadap dinamika stok ikan tongkol (A. thazard) di Belawan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, maka diperlukan adanya proses pemulihan sumberdaya ikan tongkol yang telah mengalami overfishing. Kondisi seperti ini mengharuskan adanya upaya pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek kelestarian. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan regulasi selektifitas alat tangkap dan pembatasan ukuran alat tangkap. Penggunaan alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tongkol tidak sesuai dengan yang tercatat di Dinas Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Hal ini menunjukkan adanya kesengajaan yang terjadi antara pihak masyarakat nelayan dengan pemerintah. Dengan fakta-fakta tersebut alternatif pengelolaan perikanan yang dapat diterapkan, antara lain :

1. Pelarangan alat tangkap pukat tarik (katrol) di perairan Belawan, karena telah diatur dalam undang-undang peraturan menteri kelautan dan perikanan republik Indonesia nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia dan mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan agar tidak melebihi upaya tangkap optimum. Pelarangan alat tangkap ini untuk memulihkan stok ikan tongkol yang telah mengalami

overfishing secara bertahap.

2. Pengaturan ukuran mata jaring yang sebaiknya digunakan nelayan

berukuran 1,5 inchi sehingga ikan-ikan yang masih kecil atau larva ikan lainnya tidak tertangkap, sehingga tidak terjadi growth overfishing di perairan belawan.

4. KESIMPULAN DAN

SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Ikan Tongkol (A. thazard) di perairan Selat Malaka yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan memiliki pola pertumbuhan allometrik negative. Persamaan Von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan tongkol adalah Lt = 411,60 [1-e-0,36 (t +1,35)]. Faktor kondisi Ikan Tongkol dalam kisaran 0,51–2,59.

2. Laju mortalitas total ikan tongkol sebesar 1,95/tahun dengan laju mortalitas alami 0,44/tahun dan laju mortalitas penangkapan sebesar 1,48/tahun, sehingga diperoleh laju eksploitasi sebesar 0,76 atau sebesar 76 % kematian ikan akibat penangkapan. Berdasarkan analisis stok ikan tongkol di perairan Selat Malaka telah mengalami overfishing karena laju eksploitasinya melebihi laju eksploitasi optimum sebesar 0,5.

4.2 Saran

Untuk penelitian sumberdaya ikan tongkol perlu dilakukan penelitian pada aspek biologi seperti rekrutmen, reproduksi, kebiasaan makan dan mengenai aspek lingkungan seperti faktor fisika kimia di perairan belawan setiap musimnya untuk menambah informasi tentang sumberdaya ikan tongkol yang nantinya dapat mendukung pengelolaan perikanan ikan tongkol yang lebih tepat.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, S. D. 2000. Aplikasi Metode Schaefer: Analisis Potensi Sumberd aya Tongkol (Scombridae) di Perairan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Azis, K.A. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Bahan Pengajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2015. Curah Hujan Daerah Belawan dan Sekitarnya Tahun 2014-2015. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Medan, Sumatera Utara.

Blackwell, B. G., M. L. Brown dan D.W. Willis. 2000. Relative Weight (Wr) Status and Current Use in Fisheries Assessment and Management. Reviews in Fisheries Science, 8(1) : 1-44.

Effendie, M. I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Biologi. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Ghosh, S., M. Sivadas., E. M. Abdussamad., P. Rohit., K. P. S. Koya., K. K. Joshi., A. Chellappan., M. M. Rathinam., D. Prakasan dan M. Sebastine., 2012. Fishery, Population Dynamics and Stock Structure of Frigate Tuna

Auxis thazard (Lacepede, 1800)

Exploited from Indian Waters. Indian J. Fish. 59(2) : 95-100. Pauly, D. 1984. Fish Population

Dynamic in Tropical Waters:A manual for Use With Programmable Calculators. I CLARM. Manila.

Rasyid, J. A. 2010. Distribusi Suhu Permukaan pada Musim Peralihan Barat-Timur Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 20(1): 1-7. Saeri, M. 2013. Karakteristik dan

Permasalahan Selat Malaka. Jurnal Transnasional. 4(2):809-822. Saptanto, S., dan T. Apriliana. 2012.

Aspek Penting dalam

Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan untuk Mendukung Program Industrialisasi Perikanan. Riset Sosek Kelautan dan Perikanan. 7(2): 46-53.

Sparre, P. dan S. C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku-I Manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Tampubolon, P. A. R. P., R. K.

Sulistyningsih dan B. Nugraha. 2015. Troll Line Neritic Tunas Fisheries in Alas Strait, East Lombok (FMA 573). Research Institute for Tuna Fisheries, Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Indonesia. IOTC-WPNT05-12.

(11)

Tutupoho, S. N. E., 2008. Pertumbuhan Ikan Motan (Thynnichthys

thynnoides Bleeker, 1852) di Rawa

Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

World Weather. 2015. World Weather Focecast, Statistic, Analysis: Medan, Indonesia Weather [terhubung berkala]. http://w-weather.com [13 Mei 2015].

Gambar

Gambar  8  dapat  dilihat  bahwa  terdapat  4  kohort,  ikan  tongkol  mengalami  pertumbuhan  panjang,  dilihat  dengan  pergeseran  ke  arah  kanan  dan  perubahan  ukuran  panjang  ikan  untuk  tiap waktu pengambilan contoh
Gambar 10. Hubungan Panjang dan  Umur Ikan Tongkol

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan Keberadaan kendaraan pribadi sebagai angkutan umum di Kota Samarinda banyak didapati dikarenakan kurangnya keinginan para

Kapasitas nelayan sebagai produsen, dihitung NTN terhadap biaya produksi dan penambahan barang modal, sedangkan sebagai konsumen dihitung NTN terhadap

Ini menjadi masalah bagi perpustakaan SMP Muhammadiyah I Depok Yogyakarta dalam proses pengadaan koleksi perpustakaan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Investment Opportunity Set berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014,

Kontrak memuat antara lain besar nya utang pembeli (nasabah). Karena membeli barang, jangka waktu akad, besarnya angsuran tiap periode, jaminan, siapa yang berhak

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi

Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi