SKRIPSI
SANTI OKTALIANI SIHOMBING 150822050
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SANTI OKTALIANI SIHOMBING 150822050
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN DALAM SINTESIS MAGNESIUM SILIKAT DARI SILIKA LIMBAH KACA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2018
Santi Oktaliani Sihombing
150822050
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Pengaruh Penambahan gelatin dalam Sintesis Magnesium Silikat dari Silika Limbah kaca
Kategori : Skripsi
Nama : Santi Oktaliani Sihombing
Nomor Induk Mahasiswa : 150822050 Program Studi : Kimia Ekstensi
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Oktober 2018
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Andriayani, M.Si Dra. Saur Lumbanraja, M.Si NIP. 19690302199932001 NIP. 195506231986012002
Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Cut Fatimah Zuhra, Msi .
NIP. 197404051999032001
PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN DALAM SINTESIS MAGNESIUM SILIKAT DARI SILIKA LIMBAH KACA
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis magnesium silikat dari silika limbah kaca dengan menggunakan gelatin . Sintesis ini dilakukan dengan mengekstraksi silika dari limbah kaca dengan metode alkalis menggunakan NaOH 10% kemudian ditambahkan MgCl 2 . Magnesium silikat yang diperoleh kemudian di tambahkan dengan gelatin dan dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 4 jam lalu ditentukan karakternya. Karakterisasi menggunakan XRD menunjukkan puncak difraksi kristal Mg 2 SiO 4 . Spekturm FT-IR menunjukkan adanya gugus Si-O-Si dan Si-OH yang mengindikasikan material magnesium silikat. Hasil adsorpsi desorpsi gas nitrogen magnesium silikat menunjukkan ukuran pori, volume pori, dan luas permukaan masing-masing adalah: 2,91124 nm, 0,000798254 cc/g dan 0,822346 m 2 /g. Hasil adsorpsi desorpsi nitrogen yang diperoleh ini berbeda dengan hasil adsorpsi desorpsi nitrogen magnesium silikat dengan menggunakan gelatin yang masing-masing adalah: 4,0194 nm, 0,000682777 cc/g, dan 0,723912 m 2 /g. Dari penelitian ini diperoleh bahwa dengan menggunakan gelatin dapat menghasilkan material magnesium silikat mesopori.
Kata kunci: limbah kaca, silika, magnesium silikat, mesopori
THE INFLUENCE OF GELATIN IN SYNTHESIS OF MAGNESIUM SILICATE FROM GLASS WASTE OF SILICA
ABSTRACT
Synthesis of magnesium silicate from glass silica waste using gelatin has been carried out. This synthesis was carried out by extracting silica from glass waste with alkaline method using 10% NaOH and then adding MgCl 2 . Magnesium silicate obtained is then added with gelatin and calcined at 900 0 C for 4 hours then the character is determined. Characterization using XRD shows Mg 2 SiO 4 crystal diffraction peaks. The FT-IR director showed the presence of Si-O-Si and Si-OH groups indicating magnesium silicate material. Nitrogen magnesium silicate gas desorption adsorption results showed that the pore size, pore volume, and surface area were respectively 2.91124 nm, 0.000798254 cc / g and 0.822346 m 2 / g. The desorption nitrogen adsorption results obtained were different from the desorption results of nitrogen magnesium silicate adsorption using gelatin which were: 4,0194 nm, 0,000682777 cc / g, and 0,723912 m 2 / g, respectively. From this study it was found that using gelatin can produce mesoporous magnesium silicate material.
Keywords: glass waste, silica, magnesium silicate, mesoporous
PENGHARGAAN
Segala pujian hormat dan kemuliaan hanya bagi Allah yang telah menganugerahkan Keselamatan melalui Yesus Kristus yang tetap menguatkan penulis bahkan menjadi sumber pengharapan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Dengan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dra. Saur Lumban Raja, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Dr. Andriayani, M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah banyak membimbing dan memberi arahan selama penyusunan skripsi ini.
Terima kasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah selaku Ketua Departemen dan Ibu Sovia Lenny selaku Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan. Terima kasih juga Kepada Bapak Dr. Firman Sebayang MS selaku Ketua Prodi Kimia Ekstensi serta seluruh dosen kimia yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama perkuliahan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orangtua tercinta, T Sihombing dan S Purba yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam doa maupun materil. Terima kasih juga adik Ganda tripati sihombing dan adik Sari atrauli sihombing yang selalu menyemangati penulis.
Terimakasih kepada rekan- rekan sahabat NHKBP namorambe yang menjadi bagian dari sukacitaku dan semoga kita semakin bertumbuh dalam Kristus.
Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun kiranya dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang kimia.
Penulis
Santi Oktaliani Sihombing
150822050
DAFTAR ISI
Halaman
Pernyataan i
Pengesahan skripsi ii
Abstrak iii
Abstract iv
Penghargaan v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
Singkatan xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kaca 6
2.2. Silika 7
2.2.1. Sifat Fisika dan Kimia Silika 8
2.2.1.1. Sifat Fisika Silika 8
2.2.1.2. Sifat Kimia Silika 8
2.3. Magnesium Klorida (MgCl 2 ) 2.4. Magnesium Silikat
2.5. Gelatin 2.6. Ukuran Pori
9 9 11 13
2.7. Karakterisasi Material 14
2.7.1. Metode Adsorbsi Brunauer-Emmet-Teller (BET) 14 2.7.2. Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH)
2.7.3. Spektroskopi Diffraksi Sinar-X (XRD) 2.7.4. Fourier Transform Infra-Red (FT-IR)
15
16
17
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu 19
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat-alat 3.2.2 Bahan
19 19 19
3.3. Prosedur Penelitian 20
3.3.1. Preparasi Kaca
3.3.2. Pembuatan larutan MgCl 2
20 20
3.3.3. Pembuatan larutan natrium silikat 20
3.3.4. Pembuatan Magnesium silikat 3.3.5. pembuatan Asam Gelatin
3.3.6. Pembuatan Magnesium silikat template
20 21 21
3.4. Bagan Penelitian 22
3.4.1. Preparasi Kaca
3.4.2. Pembuatan larutan MgCl 2
22 22
3.4.3. Pembuatan larutan natrium silikat 23
3.4.4. Pembuatan Magnesium silikat 3.4.5. Pembuatan Asam Gelatin
3.4.6 . Pembuatan Magnesium silikat template
24 25 25 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan Magnesium silikat
4.2. Karakterisasi FT-IR Silika dan Magnesium Silikat 4.2.1. Spekturm FT-IR Silika
4.2.2. Spekturm FT-IR Magnesium Silikat 4.3. karakterisasi XRD Silika dan Magnesium Silikat
4.3.1 Difraksi sinar X (XRD) Silika
26 27 27 28 29 30 4.3.2 Difraksi sinar X (XRD) Magnesium silikat
4.4. karakterisasi BET Magnesium Silikat dan Magnesium Silikat Template
4.4.1. Adsorpsi-desorpsi isoterm nitrogen Magnesium Silikat dan Magnesium Silikat Template
4.4.2 Metode BJH distribusi ukuran pori Magnesium Silikat dan Magnesium Silikat Template
30 32 32 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 36
5.2. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 40
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1. Kandungan kimia dari kaca 5
2.2.
4.1.
4.2.
4.3.
Istilah yang digunakan dalam karakterisasi pori padatan Daftar peak XRD Silika
Daftar peak XRD Magnesium Silikat
Hasil analisa adsorpsi desorpsi gas nitrogen untuk Mg 2 SiO 4 dan Mg 2 SiO 4 Template
12
30
31
35
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1.
2.2.
Struktur Perspektif Magnesium Silikat Diagram fasa komposit Magnesium silikat
10 10 2.3.
2.4 2.5
Struktur gelatin
Klasifikasi Isoterm Adsorpsi menurut International Union of Pure and Applied Chemistriy (IUPAC)
Klasifikasi Isoterm Adsorpsi Desorpsi menurut Hyterisis LOOP
12 15 15 4.1.
4.2 4.3
Spektrum FT-IR Silika
Spektrum FT-IR Magnesium silikat Difraktogram XDR silika
28 29 29 4.4.
4.5
Difragtogram XRD Magnesium silikat
Diagram Match-Phase Identification From Power Diffraction Data XRD Magnesium Silikat
30 31
4.6. Kurva Adsorbsi Desorbsi Magnesium Silikat 32
4.7.
4.8.
4.9
Kurva Adsorbsi Desorbsi Magnesium silikat Template Distribusi ukuran pori adsorpsi Magnesium Silikat
Distribusi ukuran pori adsorpsi Magnesium Silikat Template
32
33
34
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1. Hasil Analisa FT-IR Silika 42
2.
3.
4.
5.
Hasil Analisa FT-IR Magnesium Silikat Hasil XRD Silika
Hasil XRD Magnesium Silikat
Tabel Isotherm Adsorpsi Desorpsi Magnesium silikat
43 44 45 46 6.
7 8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Tabel Distribusi Ukuran Pori Magnesium silikat Grafik BJH Metode Adsorpsi Magnesium silikat
Grafik Isotherm Adsorpsi Desorpsi Magnesium silikat
Tabel Isotherm Adsorpsi Desorpsi Magnesium silikat Template Tabel Distribusi Ukuran Pori Magnesium silikat Template Grafik BJH Metode Adsorpsi Magnesium silikat Template Grafik Isotherm Adsorpsi Desorpsi Magnesium silikat Template Preparasi Kaca
Pembuatan Larutan Natrium Silikat Pembuatan Magnesium Silikat JCPDS Magnesium Silikat Data XRD Magnesium silikat
47
48
49
50
51
52
53
54
54
54
55
57
DAFTAR SINGKATAN
XRD = X-Ray Diffraction BET = Brunauer-Emmett-Teller FTIR = Fourier Transfrom infra-Red BJH = Barret- Joyner-Halenda
JCPDS = Joint Commite on Power Diffraction Standards
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Limbah kaca merupakan salah satu limbah anorganik yang terdapat melimpah dengan jumlah mencapai 0,7 juta ton di Indonesia per tahun dan sebagian besar berasal dari botol, peralatan dapur dan bahan bangunan (Ministry of Environment, 2008). Bahan kaca merupakan salah satu material padat yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Namun sisa kaca yang tidak terpakai akan menimbulkan penumpukan limbah kaca. Limbah kaca biasanya hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku perabotan hias. Dalam bidang riset, limbah kaca dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku alternatif dalam pembuatan silika gel karena memiliki kandungan silika (SiO 2 ) yang cukup tinggi, yaitu 71 – 81% (Jin dkk, 2000).
Senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon dioksida (SiO 2 ) dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya (Coleman dkk, 2013).
Tingginya kandungan SiO 2 dalam limbah kaca dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi silika gel melalui pembentukkan natrium silikat yang dihasilkan dari reaksi antara SiO 2 di dalam limbah kaca dengan natrium hidroksida (Mori, 2003).
Silika dapat diperoleh dari berbagai bahan baku seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar namun mineral ini memiliki kadar logam pengotor yang besar sehingga sangat sulit untuk memperoleh silika murni (Luh, 1991). Silika (SiO 2 ) merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam industri, baik anorganik maupun organologam seperti bahan pengisi (filler),bahan pembuatan keramik dan pembuatan gelas. Kualitas bahan yang dihasilkan ini akan meningkat berdasarkan ukuran diameter dan pori silika (Della, 2002).
Silika dapat berikatan dengan logam magnesium membentuk senyawa magnesium
silikat. Magnesium silikat merupakan salah satu material komposit berbasis silika
yang menghasilkan beberapa nama mineral seperti enstatite ( MgSiO 3 ) dan forsterite
(Mg 2 SiO 4 ) (Ni dkk , 2007). Magnesium silikat dapat dibuat dengan cara mereaksikan
larutan natrium silikat dengan larutan magnesium klorida sehingga membentuk
magnesium silikat. Magnesium silikat memiliki luas permukaan 619 m 2 /g dengan
struktur menyerupai silika gel. Magnesium silikat ini memiliki ketahanan termal yang baik yaitu suhu lebur 1890 o C dan sehingga banyak digunakan dalam bidang industri baja. ( Jing dkk , 2009).
Penelitian tentang magnesium sillikat ini telah banyak dilakukan beberapa diantaranya. Pahlepi (2013) telah mensintesis MgSiO 3 menggunakan metode sol-gel dengan menambahkan Mg(NO 3 ) 2 .6H 2 O pada silika dari sekam padi, dengan fokus pada variasi perbandingan massa Mg(NO 3 ) 2 .6H 2 O dan SiO 2 yaitu, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan 1:10 yang kemudian digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi minyak kelapa. Simamora, (2017). Telah melakukan Sintesis magnesium silikat nanopartikel dari silika sekam padi dengan menggunkan asam oleat, telah berhasil dilakukan dengan mengekstraksi silika dari sekam padi dengan metode alkalis NaOH 10% kemudian ditambahkan MgO. Magnesium silikat yang di peroleh kemudian ditambahkan dengan asam oleat dan dikalinasi pada suhu 900 o C selama 4 jam lalu ditentukan karakternya
Suatu senyawa dapat dimodifikasi pori maupun ukuran partikelnya dengan menggabungkan komponen anorganik dengan komponen organik yang dapat berupa supramolekul seperti surfaktan atau biomakromolekul, seperti poliamido amin dendrimer (Larsen dkk, 2000). Simamora , (2017) dalam penelitiannya menggunakan komponen organik berupa asam oleat dari sintesis magnesium silikat nanopartikel dari silika sekam padi sehingga diperoleh ukuran partikel sebesar 96,6030 nm, ukuran pori sebesar 2,1048 nm dan luas permukaan sebesar 62,1099 m 2 /g.
Template dipakai sebagai cetakan (pembantu dan pengarah) pembentukan pori, dimana partikel koloidal primer akan mengisi celah-celah diantara susunan template, sehingga ketika template dikeluarkan dari partikel silika akan terbentuk partikel berongga (Yang,2011). Template digunakan untuk membentuk pori karena memiliki sifat yang cair, larut dalam air , dan mudah terbakar, sesuai dengan syarat template, dengan menggunakan kalsinasi dapat diketahui suhu dimana template dapat hilang seluruhnya dan meninggalkan pori yang terbuka sehingga luas permukaan total bertambah dengan luas permukaan sampai kedalam pori (Savitri,2012).
Gelatin yang terdiri gugus hidrofilik (bersifat polar) dan gelatin juga bersifat
biopilomer dapat digunakan dalam silika untuk pembentukan material berpori
(Jianguang dkk,2004). Gelatin merupakan makro molekul protein yang memiliki
sifat fungsional yang telah dimanfaatkan secara luas di bidang farmasi, pangan, dan non pangan, dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental, pembentuk busa, pembentuk kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih (Ward, 1977). Gelatin telah digunakan sebagai template untuk mensintesis silika mesopori sehingga dihasilkan pori dimeter rata-rata 3,42 nm, luas permukaan sebesar 279,06 m 2 /g dan volume pori 0,46 cm 3 /g.
(Trisunaryanti dkk, 2016)
Pengaruh penambahan gelatin sebagai template dengan berbagai macam konsentrasi terhadap karakteristik partikel seperti luas permukaan, volume pori & diameter pori pada pembuatan partikel silika berpori dengan metode pemisahan fasa. Sintesis partikel silika berpori terdiri atas tahap pembutan water glass dengan mengencerkan water glass, lalu tahap larutan asam gelatin yaitu dengan melarutkan gelatin dengan HCl 1N dengan volume 10 mL larutan asam gelatin dititrasi dengan larutan water glass pada suhu ruang sampai pemisahan terjadi. (Imanuel,A & Yuwana,Y).
Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan gelatin sebagai template karena selain gelatin memiliki gugus hidrofilik, gelatin juga mudah di dapatkan dan harganya yang lebih murah. Dalam penelitian ini natrium silikat dari silika limbah kaca direaksikan secara perlahan pada larutan MgCl 2 sehingga terbentuk padatan magnesium silikat, kemudian dicampurkan dengan asam gelatin lalu dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 4 jam.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah magnesium silikat dapat disintesis dari silika yang diperoleh dari limbah kaca dengan penambahan MgCl 2 .
2. Bagaimana pengaruh penambahan gelatin terhadap ukuran pori, volume pori
dan luas permukaan dari magnesium silikat.
1.3 Pembatasan Masalah
1. Bahan yang digunakan dalam pembutan magnesium silikat adalah campuran dari natrium silikat dan larutan MgCl 2 .
2. Suhu yang digunakan dalam percobaan ini pencampuran antara larutan natrium silikat dan larutan MgCl 2 pada suhu 160 o C.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pembuatan magnesium silikat dari silika yang diperoleh dari limbah kaca dengan penambahan MgCl 2 .
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan gelatin terhadap ukuran pori, volume pori dan luas permukaan dari magnesium silikat.
1.5 Manfaat Penelitian
Dapat memberikan informasi mengenai sintesis magnesium silikat dari hasil silika limbah kaca dengan penambanan MgCl 2 dengan adanya penambahan asam gelatin yang dapat mempengaruhi ukuran pori, volume pori dan luas permukaan dari magnesium silikat .
1.6 Metodologi Penelitian
Limbah kaca yang digunakan terlebih dahulu dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan pengotor yang menempel pada permukaan kaca. Limbah kaca
kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh. Kemudian
diambil serbuk kaca ditimbang dan ditambahkan NaOH 10% hingga terendam lalu
diaduk menggunakan hotplate stirer selama 6 jam. Kemudian disaring. Filtrat
penyaringan ditambahkan HCl 11% hingga pH=7 hingga terbentuk gel lalu
didiamkan selama satu malam kemudian di saring silika gel yang terbentuk dicuci
beberapa kali dengan menggunakan aquades lalu dikeringkan pada suhu 110 0 C
selama 2 jam. Silika yang terbentuk digerus hingga menjadi serbuk silika
ditambahkan NaOH 10%. Lalu dibuat dalam bentuk larutan natrium silikat kemudian
ditambahkan larutan MgCl 2 distirer sambil dipanaskan selama 10 jam pada suhu
160 o C yang akan menghasilkan endapan putih. Endapan putih ini dikeringkan dalam
oven pada suhu 110 o C lalu dibagi menjadi 2 bagian. Bagian yang pertama
dikalsinsai pada suhu 900 o C selama 4 jam dan bagian ke dua ditambahkan asam
gelatin kemudian dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 4 jam Hasilnya dikarakterisasi
dengan menggunakan analisa FT-IR, XRD, BET.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kaca
Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang sangat dingin.
Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair, namun kaca sendiri berwujud padat.Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai bahan penyusun lainnya (Dian, 2001).
Tabel 2.1 Kandungan kimia dari kaca
Komposisi Oksida Kaca
SiO 2 Al 2 O 3 TiO 2 Cr 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO MgO Na 2 O K 2 O SO 3
72,42 1,44 0,035 0,002 0,07 11,50 0,32 13,64 0,35 0,21
(Sumber :Value-Added Utilisation of waste Glass in Concrete Research Jurnal, Shayan, 2002)
Limbah kaca merupakan salah satu limbah anorganik yang terdapat melimpah dengan jumlah mencapai 0,7 juta ton di Indonesia per tahun dan sebagian besar berasal dari botol, peralatan dapur dan bahan bangunan (Ministry of Invironment, 2008).
Senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon dioksida (SiO 2 )
dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya (Coleman dkk, 2013).
Tingginya kandungan SiO 2 dalam limbah kaca dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi silika gel melalui pembentukkan natrium silikat yang dihasilkan dari reaksi antara SiO 2 di dalam limbah kaca dengan natrium hidroksida (Mori, 2003). Larutan natrium silikat yang dihasilkan dapat direaksikan dengan suatu asam hingga membentuk asam silikat yang akan terpolimerisasi menjadi silika gel (Affandi dkk, 2009).
2.2 Silika (SiO 2 )
Silika (silicon dioxide) merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul SiO 2 yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis Kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak mengandung SiO 2 yang ditemukan dalam bahan tambang dan bahan galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledspar (Kalapathy,et al., 2000).
Silika yang terdapat dalam tanaman ditemui pada sekam padi dan tongkol jagung.
Silika yang berasal dari tumbuhan yang umumnya digunakan saat ini adalah silika sekam padi Silika juga dapat dibentuk dengan cara mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979).
Dalam mendapatkan silika dari sekam padi dapat dilakukan menggunakan metode ekstraksi alkalis (Kalapathy et al, 2000) dan metode pengabuan.Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorf. Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi dibakar pada suhu diatas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam padi yang berwarna hitam (Haslinawati et al., 2011).
Pada umumnya silka adalah dalam bentuk amorf terhidrat, namun bila
pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650°C maka tingkat
kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite,
dan tridymite. Bentuk struktur quartz, crystobalite, dan tridymite yang merupakan
jenis kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley
dan Brown, 1980). Struktur Kristal quartz, crystobalite, dan tridymite memiliki nilai
densitas masing-masing sebesar 2,65×10 3 kg/m 3 , 2,27×10 3 kg/m 3 , dan 2,23×10 3
kg/m 3 . Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570°C terbentuk low quartz,
untuk suhu 570-870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur
menjadi crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870-1470°C terbentuk high tridymite, pada suhu ˃ 1470°C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723°C terbentuk silika cair (Smallman and Bishop 2000).
2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Silika 2.2.1.1 Sifat Fisika Silika
Silika dalam bentuk amorf memiliki densitas sebesar 2,21 g/cm 3 dengan modulus elastisitas sebesar 10×10 6 psi. Kandungan unsur silikon (Si) dan oksigen (O) pada silika jenis ini adalah 46,7% dan 53,3%. Nilai kekerasan material ini pada pembebanan tegak lurus dengan menggunakan indentor intan (metode Vickers atau Knoop) sebesar 710 Kg/mm 2 sedangkan pada arah pembebanan dengan sudut elevasi diketahui nilai kekerasannya mencapai 790 Kg/mm 2 (Mantell, 1958).
2.2.1.2 Sifat Kimia Silika
Silika cenderung tidak reaktif terhadap Cl 2, H 2 , asam, dan kebanyakan logam pada kondisi normal atau suhu normal, tetapi mudah bereaksi dengan fluorin, HF encer, alkali hidroksida, dan karbonat (Cotton, et al., 1976). Berikut ini dapat diketahui sifat kimianya melalui reaksi dengan asam dan basa.
2.2.1.2.1 Reaksi dengan Asam
Silika relatif tidak reaktif terhadap asam kecuali asam hidrofluorida seperti reaksi berikut:
SiO 2(s) + 4HF (aq) SiF 4(aq) + 2H 2 O (l)
Dalam asam hidrofluorida berlebih reaksinya menjadi:
SiO 2(s) + 6HF (aq) H 2 [SiF 6 ] (aq) + 2H 2 O (l) (Basset, et al., 1989)
2.2.1.2.2 Reaksi dengan Basa
Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat, seperti hidroksida alkali.
SiO 2(s) + 2NaOH (aq) Na 2 SiO 3(aq) + H 2 O (l) (Basset,et al., 1989)
Secara komersial, silika dibuat dengan mencampurkan larutan natrium silikat dengan suatu asam mineral.Reaksi ini menghasilkan suatu dispers peka yang akhirnya memisahkan partikel dari silikat terhidrat, yang dikenal dengan silikahidrosol atau asam silikat yang kemudian dikeringkan pada suhu 110 o C agar terbentuk silika gel.
Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Na 2 SiO 3(aq) + 2 HCl (aq) H 2 SiO 3(l) + NaCl (aq)
H 2 SiO 3(s) SiO 2 .H 2 O(s) (Bakri, 2008)
2.3 Magnesium Klorida (MgCl 2 )
Magnesium klorida adalah logam yang kuat, putih keperakan,ringan dan akan menjadi kusam jika dibiarkan pada udara. Dalam bentuk serbuk logam ini sangat reaktif dan sangat larut dalam air.
Sifat fisik magnesium klorida (MgCl 2 ) : Rumus molekul : MgCl 2
Masa molekul : 95,211 g/mol
Warna : Putih atau kristal padat tidak berwarna Destilasi : 2,32 g/cm 3
Titik lebur : 714 o C Titik didih : 1412 o C
Kelarutan dalam air : 54,3g/100 ml(200 o C)
2.4 Magnesium Silikat
Magnesium silikat terdiri dari dua bahan baku utama yaitu magnesium oksida (MgO) dan silika (SiO 2 ) yang berbentuk bubuk (powder) putih, amorf, tidak berbau dan tidak larut dalam air namun sangat mudah larut dalam HF (merck index, 2001).
Berikut Gambar 2.1 adalah struktur perspektif mineral magnesium silikat:
Gambar 2.1 Struktur Perspektif Magnesium Silikat (Johnson, l97l dalam simamora,2017)
Magnesium silikat terdapat di alam sebagai mineral, Seperti clonoenstantite, enstantite dan protoenstantite (merck index, 2001). Rasio molekul magnesium silikat dan perlakuan temperatur berperan penting dalam pembentukan komposit magnesium silikat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Diagram Fasa Komposit Magnesium Silikat (Sumarnadi, 1998)
Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa MgO dan SiO 2 hanya akan membentuk anhydrous silicate yaitu forsterite (Mg 2 SiO 4 ) dan enstantie (MgSiO 3 ). Kedua anhydrous silicate tersebut adalah fasa yang stabil dalam sistem MgSiO 3 . Selama berlangsungnya proses kalsinasi, fosteritisasi berlangsung melalui tahap dehidrasi, reorganisasi kation, pembentukan forsterite dan enstantite. Pada tahap dehidrasi, terjadi pelepasan gugus hidroksil dan pembentukan fasa oksida dimana serpentinit dan magnesit terurai menjadi MgO dan SiO 2 . Pada tahap reorganisasi kation, terjadi pemisahan kation seiring meningkatnya suhu sintering dan pada fasa stabil MgSiO 3 membentuk forsterite dan sedikit enstantite sedangkan MgO yang berlebih akan membentuk periclase (Sumarnadi, dkk.,1998).
Magnesium silikat memiliki konduktivitas termal 2,6 Wm -1 K -1 dan ekspansi termal 7,8×10 -6 K -1 artinya memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi sehingga dapat digunakan sebagai isolator suhu tinggi. Magnesium silikat juga memiliki luas permukaan 612 m 2 /g dan densitas 2,90 g/cm 3 (Sumarnadi,dkk., 1998) yang dapat diaplikasikan sebagai bahan katalis. MgSiO 3 dapat dibuat dengan metode sol-gel.
Metode sol-gel adalah metode untuk mendapatkan padatan yang homogen dengan cara pembentukan suspensi koloid yang berbentuk gel melalui proses gelasi sol pada suhu ruang (Ni et al., 2007; Kharaziha, et al., 2010) yang tidak membutuhkan suhu tinggi dan waktu reaksi yang panjang (Sriyanti, dkk., 2005).
2.5 Gelatin
Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung, kulit, tulang dan tulang rawan yang dihidrolisis asam atau basa.Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Charley, 1982).
Gelatin sebagai protein dapat di denaturasi melalui proses asam basa dari kolagen.
Pengolahan ini dipengaruhi sifat elektrik dari kolagen, menghasilkan gelatin dengan titik isoelektrik yang berbeda. Secara fisika dan kimia, gelatin berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan mempunyai rasa, larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat, serta tidak larut dalam pelarut organik.
Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya. Gelatin
bersifat lentur/elastis, biokompatibel, bioabsoptivitas tinggi, dan dapat dibentuk menjadi film dan pelapis yang memiliki sifat mekanik yang cukup baik, berwarna kuning sampai putih transparan dan hampir tidak ada rasanya serta hampir tidak berbau, berbentuk serpihan atau serbuk, mudah larut dalam air panas gliserol dan asam asetat dan tidak mudah larut dalam pelarut organik. Kandungan protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air (Viro, 1992).
Sifat fisik gelatin yang menentukan mutunya adalah kemampuannya untuk membentuk gel atau kekuatan gel. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit dan nonelektrolit serta bahan tambahan lainnya.Gelatin merupakan makro molekul protein yang memiliki sifat fungsional yang telah dimanfaatkan secara luas di bidang farmasi, pangan, dan non pangan. Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental, pembentuk busa, pembentuk kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih.
(Ward, 1977).
Gelatin memiliki berbagai macam kegunaan, selain sebagai bahan pengental gelatin juga berfungsi sebagai emulsifier. Emulsifier memiliki gugus polar dan nonpolar sekaligus dalam satu molekulnya sehingga gugus polar akan mengikat air dan gugus nonpolar akan mengikat minyak dalam suatu emulsi. Gelatin mempunyai beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Sifat fisik dan kimia gelatin terutama tergantung dari kualitas bahan baku, pH, keberadaan zat-zat organik, metoda ekstraksi, suhu, dan konsentrasi.
Gambar 2.3 Struktur kimia gelatin (Chaplin, 2006)
2.6 Ukuran Pori
Ukuran pori diklasifikasikan oleh International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) terbagi tiga (Gates, 1992):
1. Mikropori, diameter lebih kecil dari 2 nm (d < 2 nm)
2. Mesopori, diameter antara 2 sampai 50 nm (2 nm < d < 50 nm) 3. Makropori, diameter lebih besar dari 50 nm (d > 50 nm)
Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), terdapat enam klasifikasi isotherm adsorbsi seperti yang diperlihatkan gambar 2.4. Isotherm
1. Tipe I merupakan karakteristik material mikropori (d < 2 nm). Material yang tidak berpori dan makropori (d > 50 nm) diklasifikasikan sebagai isotherm
2. Tipe II dan Tipe III dengan interaksi antara adsorbat dan adsorben yang kuat. Untuk material mesopori ( 2 nm < d < 50 nm) diklasifikasikan sebagai isotherm
3. Tipe IV dan Tipe V dimana terdapat pembentukan multilayer dari kurva adsorbsi dan desorbsi sedangkan
4. Tipe VI merupakan karakteristik padatan dua dimensi yang sangat homogen seperti grafit (Kanellopoulos, N. 2011).
Gambar 2.4 Klasifikasi Isotherm Adsorpsi menurut International Union Of Pure and Applied Chemistry (IUPAC).
Menurut Hysterisis loop dibagi menjadi 4 tipe yaitu H1, H2, H3, dan H4. Tipe H1
dibentuk pori material saluran seperti silinder atau padatan agglomerate sphere
homongen. Tipe H2 disebabkan adanya pori yang tidak teratur dan distribusi ukuran
plat/lempengan yang membentuk aggregate nonrigid yang member pori berbentuk celah. Tipe H4 merupakan pori celah tipis, yang termasuk ke dalam ukuran mikropori (Rouqe-Malherbe, 2007). Seperti diperlihatkan pada Gambar 4.7 berikut ini.
Gambar 2.5 Klasifikasi Isoterm adsopsi desorpsi menurut Hyterisis loop 2.7. Karakterisasi Material
2.7.1. Metode Adsorpsi Brunauer-Emmet-Teller (BET)
Teori BET adsorpsi multilayer untuk menentukan luas permukaan (S) dikembangkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller. Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses lapisan dengan lapisan (Layer-by-layer), permukaan secara energetik dianggap homogen, medan adsorpsi sama dalam setiap tempat permukaan, serta proses adsorpsi dianggap tidak bergerak (setiap molekul yang diadsorpsi pada sisi dasar permukaan). Lapisan pertama molekul yang diadsorpsi memiliki energi interaksi dengan medan adsorps (E a 0 ) dan interaksi vertikal antara molekul setelah lapisan pertama (E L 0 ) sama terhadap panas liqufaksi adsorbat dan molekul yang diadsorpsi tidak berinteraksi secara menyamping (Roque-Malherbe, 2007).
Metode BET tidak tepat untuk perhitungan mikropori, karena ketika metode ini
diterapkan pada adsorben mikro maka akan terjadi penyerapan pada tekanan yang
relatif rendah sehingga memungkinkan volume monolayer yang dihitung lebih dari
satu lapisan terserap. Jika nilai ini diubah menjadi luas permukaan BET maka nilai
yang dihasilkan akan lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Meskipun metode BET
tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, namum metode ini yang lebih
umum digunakan untuk analisa isotherm adsorbsi. Ini disebbkan metode BET relatif
sederhana dan dianggap memberikan kapasitas adsorpsi yang baik dari adsorben yang digunakan (Kanellopoulos, 2011).
Untuk menentukan luas permukaan, didasarkan dari data isoterm physorption, menggunakan persamaan BET berikut ini:
Untuk menerapkan persamaan isotherm BET terhadap data adsorpsi yang diperoleh digunakan persamaan linier berikut:
V = . . . (1)
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
= + . . . . (2)
Dimana:
P = tekanan akhir Po = tekanan jenuh
V = volume gas yang terserap pada tekanan P Vm = volume gas terserap pada monolayer
C merupakan parameter yang dapat ditentukan dengan cara berikut:
. . . (3)
Dengan A adalah konstanta,
E 1 = panas yang diserap lapisan pertama E l = panas kondensasi dari gas
2.7.2. Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH)
Metode BJH digunakan untuk menentukan distribusi ukuran pori / particle size
distribution (PSD). Tekanan relatif awal proses desorpsi dalam metode Barret-
Joyner-Halenda (BJH) berlangsung pada range 0,9< P/Po < 0,95 dan semua pori
telah diisi fluida adsorbat. Pada tahap pertama (j=1) dalam proses desorpsi hanya
melibatkan pemindahan kondensasi kapiler. Tahap berikutnya melibatkan
pemindahan kondensat dari inti pori dan penipisan multilayer dalam pori yang lebih
besar (misalnya pori telah siap dikosongkan dari kondesat) (Roque-Malherbe, 2007).
2.7.3 Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD)
Spektroskopi difraksi sinar-x (X-Ray diffraction / XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkaan ukuran partikel. Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis foton- foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi Kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg (Cullity, 1978):
n. = 2.d.sin ; n =1,2,…
keterangan :
: panjang gelombang sinar-x yang digunakan, d : jarak antara dua bidang kisi,
: sudut antara sinar datang dengan bidang normal, n : bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.
Berdasarkan persamaan Bragg, ketika seberkas sinar-x menumbuk sampel kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksi sinar-x yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal. Semakin banyak jumlah elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas pantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan menyebabkan makin jelas spot yang terekam pada film. Dengan menggunakan metoda yang dikenal dengan nama metoda sintesis Fourier, kita dapat menghubungkan intensitas spot dengan kepekatan distribusi elektron yang terdapat dalam unit sel. Dengan mengamati kepekatan distribusi elektron dalam unit sel, kita dapat menduga letak atom dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerah-daerah yang mempunyai kepekatan distribusi elektron maksimum (Bird, 1993).
2.7.4 Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Spectroscopy merupakan metode yang
digunakan untuk mengamati interaksi interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik. FTIR adalah alat yang dipergunakan untuk menganalisis secara kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan gugus fungsi yang ada dengan menggunakan standar. Pada umumnya sempel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan dan gas, masing-masing mempergunakan sel yang berbeda-beda.
( stevens,2011)
Prinsip dasar spektroskopi inframerah yaitu interaksi antara vibrasi atom-atom yang berikatan/gugus fungsi dalam molekul yang mengadsorbsi radiasi gelombang elektromagnetik inframerah.Adsorbsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi energi vibrasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi.Untuk dapat mengadsorbsi, molekul harus mempunyai perubahan momen dipole sebagai akibat dari vibrasi. Daerah radiasi spektroskopi inframerah berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm -1 . Umumnya daerah radiasi inframerah terbagi dalam daerah inframerah dekat (12800-4000 cm -1 ), daerah inframerah tengah (4000-200 cm -1 ), daerah inframerah jauh (200-10 cm -1 ).Daerah yang paling banyak digunakan adalah daerah inframerah tengah 4000-690 cm -1 (Khopkar, 2008).
Instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi inframerah pada pelbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah.Pancaran inframerah umumnya mengacu pada bagian spekturm elektromagnet yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang daripada 100 cm -1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan itu tercatat dan demikian spekturm rotasi molekul terdiri dari garis-garis tersendiri (Hartomo, 1986).
Terdapat dua macam vibrasi molekul, yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi
tekuk (bending).Vibrasi ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu
ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang.Vibrasi tekuk dapat
terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom
atau karena gerakan sebuah gugusan. Contoh liukan (twisting), goyangan (rocking),
dan getaran punter (torsional) yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan
dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbiter dalam molekul. Hanya
vibrasi yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara berirama saja yang
teramati di dalam inframerah. (Silverstein, et al., 1991).
Identifikasi pita adsorbsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi
merupakan dasar penafsiran spekturm inframerah (Creshwell,1972).Hadirnya sebuah
puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spekturm inframerah
hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu
terdapat pada senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian
tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spectrum inframerah biasanya berarti bahwa
gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1998). Senyawa
silikon dapat diamati melalui spektroskopi inframerah ini. Vibrasi untuk ikatan Si-H
termasuk vibrasi ulur dan vibrasi tekuk diabsorbsi pada daerah 2200 cm -1 dan 800-
950 cm -1 . Frekuensi vibrasi ulur dapat meningkat dengan adanya suatu gugus yang
elektronegatif pada silikon sementara gugus OH dari SiOH diabsorbsi pada daerah
yang sama dengan alkohol yaitu pada daerah 3700-3200 cm -1 , dan vibrasi yang
paling kuat untuk Si-O berada pada daerah serapan 830-1110 cm -1 (Silverstein, et al.,
1991).
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan februari 2018 di Laboratorium Kimia Anorganik dan Kimia Dasar FMIPA USU Medan, Analisa FT-IR di Laboratorium Kimia Organik UGM, Analisa XRD di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Medan (UNIMED), Analisa BET di Laboratorium Instrumen Terpadu UII.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain:
1. Neraca Analitik AS 220/C/2 Radwag
2. Indicator Universal
3. Kertas Saring No. 42 Whatman
4. Penjepit Tabung 5. Cawan Porselin 6. Corong
7. Peralatan Gelas Pyrex
8. Oven 9. Spatula
10. Alu dan Lumpang
11. Furnance Control Fisher
12. Hotplate Stirrer Thermylite
13. Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 14. X-Ray Diffraction (XRD)
15. Brunauer-Emmett-Teller (BET)
3.2.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain:
1. Limbah Kaca
2. NaOH 10% p.a. Merck
3. HCl 11% p.a.
Merck
4. Aquadest
5. Gelatin p.a
6. MgCl 2 . 6H 2 O 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Preparasi Kaca
Limbah kaca dibersihkan dan dikeringkan lalu dihaluskan dengan menggunakan alu dan lumpang kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh.
3.3.2 Pembuatan Larutan MgCl 2
Ditimbang 9,5 gram MgCl 2 di tambahkan 100 mL aquadest kemudian di aduk hingga homogen.
3.3.3 Pembuatan larutan natrium silikat
Limbah kaca sebanyak 100 gram, kemudian direndam dalam 200 mL NaOH 10% sambil dipanaskan hingga mendidih selama 6 jam lalu disaring. Ke dalam filtrat ditambahkan HCl 11% hingga pH=7 sehingga terbentuk gel lalu di diamkan selama satu malam pada suhu kamar kemudian di saring. Gel silika kemudian di cuci dengan aquadest panas. Gel silika kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 o C lalu dihaluskan hingga berbentuk serbuk, ditimbang 5,9 gram serbuk silika di masukkan ke dalam 100 mL NaOH 10%, di panaskan pada suhu 160 o C sambil diaduk menggunakan hotplate stirrer selama 3 jam membentuk larutan natrium silikat.
3.3.4 Pembuatan Magnesium Silikat
Larutan MgCl 2 dimasukkan kedalam larutan natrium silikat sambil diaduk dan dipanaskan menggunakan hotplate stirrer pada suhu 160 o C selama 10 jam hingga terbentuk suspensi putih, lalu didiamkan selama satu malam kemudian di saring.
Padatan yang berwarna putih dicuci dengan akuades hingga pH netral lalu
dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 o C. Padatan yang diperoleh lalu dibagi 2,
bagian yang pertama di kalsinasi pada suhu 900 o C selama 4 jam lalu dikarakterisasi
dengan analisa FT-IR, XRD dan BET untuk mengetahui terbentuknya magnesium silikat dan bagian yang kedua digunakan untuk pembuatan Magnesium silikat dengan menggunakan template.
3.3.5 Pembutan Asam Gelatin
Ditimbang 0,5 gram gelatin ditambahkan 10mL HCl 1N kemudian diaduk hingga homogen.
3.3.6 Pembuatan Magnesium Silikat dengan Template
Bagian kedua yang diperoleh dari pembuatan Magnesium silikat diambil sebanyak 5
gram, ditambahkan 3 mL asam gelatin lalu diaduk hingga merata. Kemudian
dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 4 jam kemudian dikarakterisasi dengan FT-IR,
XRD, dan BET.
3.4 Bagan Penelitian 3.4.1 Preparasi Kaca
3.4.2 Pembuatan Larutan MgCL 2
3.4.3 Pembuatan Larutan Natrium Silikat
3.4.4 Pembuatan Magnesium Silikat
3.4.5 Pembuatan Asam Gelatin
3.4.5 Pembuatan Magnesium Silikat dengan Template Gelatin
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Magnesium Silikat
Pembuatan Magnesium Silikat menggunakan bahan baku yaitu silika dari limbah kaca dan MgCl 2 sebagai sumber logam Mg . Silika dari limbah kaca ini diperoleh dangan cara memanaskan 100 gr serbuk limbah kaca dalam 2000 mL NaOH 10%
selama 6 jam.
Hal ini dilakukan untuk mengektraksi silika dari limbah kaca, karena silka larut dalam NaOH. Hali ini sesuai dengan reaksi (Basset, J. 1989)
SiO 2(s) + 2NaOH (aq) Na 2 SiO 3(aq) + H 2 O (l)
Setelah itu dilakukan pendiaman selama 1 malaman kemudian disaring ditambahkan HCl 11% kedalam Filtrat sampai pH 7 hingga membentuk gel.Hal ini sesuai dengan reaksi(Bakri, R. 2008)
Na 2 SiO 3(aq) + 2HCl (aq) H 2 SiO 3(l) + 2NaCl (aq)
H 2 SiO 3(s) SiO 2 .H 2 O (s)
Gel silika ini diambil lalu di cuci menggunakan akuades panas untuk menghilangkan garam-garam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C. Diperoleh silika dari ektraksi sebanyak 8 gram yang kemudian di karekterisasi dengan FT-IR dan XRD.
Silika hasil ekstraksi ini di ambil 5,9 gram lalu dilarutkan kembali dalam 100 mL NaOH 10% untuk membentuk larutan matrium silikat sesuai dengan reaksi berikut :
SiO 2(s) + 2NaOH (aq) Na 2 SiO 3(aq) + H 2 O (l)
(Basset, J. 1989)
Kemudian dicampurkan dengan larutan MgCl 2 yang di peroleh dengan melarutkan 9,5 gram dalam 100 mL aquades. Campurkan dan diaduk sambil dipanaskan pada suhu 160 o C sampai terbentuk suspensi putih MgSiO 3 hal ini sesuai reaksi :
Suspensi yang terbentuk kemudian didiamkan selama 1 malam lalu disaring dan dicuci dengan menggunakan akuades hingga pH 7 lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 o C. Diperoleh padatan MgSiO 3 sebanyak 6 gram. Padatan MgSiO 3 ini dibagi 2 bagian. Bagian pertama ditanur pada suhu 900 o C selama 4 jam. Diperoleh hasil berupa padatan berwarna putih yang butirannya kasar. Bagian kedua digunakan untuk pembuatan Magnesium silikat tamplate.
4.2 Karakterisasi FT-IR ( Silika dan Magnesium Silika) 4.2.1 Spektrum FT-IR Silika
Silika yang diperoleh dianalisis menggunakan FT-IR untuk mengetahui adanya gugus fungsi. Hasil FT-IR yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut ini:
4.1 Gambar Spektrum FT-IR Silika
Dari spektrum FT-IR yang ditunjukkan pada gambar 4.2.1 diperoleh puncak serapan
pada bilangan yaitu 3425.58 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus Si-OH dan pada
bilangan gelombang 1095.57 cm -1 dan 802.39 cm -1 menunjukkan adanya gugus
asimetri ( as Si-O-Si) dan gugus simetri ( s Si-O-Si). Perbedaan puncak serapan ini
disebakan oleh vibrasi pada Si-O-Si. Hal ini lah yang menyebabkan adanya perbedaan serapan antara gugus asimetri Si-O-Si dengan gugus simetri Si-O-Si (Pavia, 2009).
4.2.2 Spektrum FT-IR Magnesium Silikat
Magnesium silikat yang diperoleh dianalisis menggunakan FT-IR untuk mengetahui adanya gugus fungsi. Hasil FT-IR yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 4.2.2 berikut ini:.
4.2 Spektrum FT-IR Magnesium Silikat
Spektrum FT-IR magnesium silikat yang di tunjukkan pada gambar 4.2 menunjukkan karakter dari magnesium silikat. Puncak serapan pada bilangan gelombang 3425 cm -1 menujukkan adanya gugus Si-OH, puncak serapan pada bilangan gelombang 987 cm -
1 menujukkan adanya gugus Si-O-Si simetris serta puncak serapan yang terjadi pada bilngan gelombang 1080 cm -1 menujukkan adanya gugus Si-O-Mg (Silverstein,et al.,1981).
4.3 Karakterisasi XRD ( Silika dan Magnesium Silika) 4.3.1 Difraksi sinar X ( XRD ) Silika
Difraktogram XRD digunakan untuk menganalisa komposisi dalam suatu sampel.
Hasil analisa XRD produk diperlihatkan pada Gambar 4.3 berikut ini :
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0 100 200 300
Silika Kaca
Gambar 4.3 Difraktogram XRD Silika Tabel 4.1 Daftar peak XRD silika
Standart Sampel
No 2- Theta Intensity Nama Senyawa 2- Theta COD Card Number 1 21,70 1000,0 SiO 2 21,71 96-900-0780
Data pola difraktogram XRD menunjukkan terdapat puncak pada 2Ɵ adalah
21,70. Pada difraktogram serbuk, hanya muncul satu puncak yang tinggi. Menurut
kalaphaty(2000) bentuk puncak yang lebar dengan pusat puncak disekitar 2Ɵ = 21-
22 menujukkan bahwa silika bersifat amorf. Penyusunan atom dalam silika amorf
terjadi secara acak atau dengan derajat ketraturan yang rendah.
4.3.2 Difraksi sinar X ( XRD ) Magnesium Silikat
Difraktogram XRD digunakan untuk menganalisa komposisi dalam suatu sampel.
Hasil analisa XRD produk diperlihatkan pada Gambar 4.4 berikut ini :
Gambar 4.4 Difraktogram XRD Magnesium Silikat
Difraktogram XRD yang di tunjukkan pada gambar 4.4 data analisa XRD pada sudut 2θ menunjukkan adanya 6 puncak yang memiliki intensitas cukup tajam yaitu 22,83; 32,29; 35,68; 36,50; 39,67; 52,29 yang mendekati dengan sudut 2Ɵ pada standart magnesium silikat dicantumkan pada data JCPDS pada lampiran 16.
Dengan menggunakan aplikas Match-Phase Identification From Power Diffraction Data, dapat diidentifikasi senyawa-senyawa yang sesuai dengan puncak- puncak sudut 2Ɵ yang diberikan dari hasil analisis gambar 4.4
Difraktogram hasil analisis aplikasi Match-Phase Identification From Power
Diffraction Data dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini
Gambar 4.5 Diagram Match-Phase Identification From Power Diffraction Data XRD Magnesium Silikat
Tabel 4.2 Daftar peak XRD Magnesium Silikat
Standart Sampel
No 2- Theta Intensity Nama Senyawa 2- Theta COD
Card Number
1 22,85 653,4 Mg 2 SiO 4 - Forsterite 22,86 96-901-3095
2 32,32 614,3 Mg 2 SiO 4 - Forsterite 32,33 96-900-0320
3 35,72 807,4 Mg 2 SiO 4 - Forsterite 35,72 96-900-0320
4 36,53 1000.0 Mg 2 SiO 4 - Forsterite 36,53 96-901-4298
5 39,70 461,4 Mg 2 SiO 4 - Forsterite 39,70 96-900-6399
6 52,32 572,7 Mg 2 SiO 4 - Forsterite 52,32 96-900-7378
Dari hasil difraktogram XRD yang diperoleh terdapat satu jenis mineral magnesium
silikat yaitu, Mg 2 SiO 4 (forsterite), Hal ini sesuai dengan teori dengan semakin
meningkatnya suhu kalsinasi akan membentuk forsterite dan MgO yang berlebih
akan membentuk periclase (Sumarnadi, dkk., 1998).
4.4. Karakterisasi BET (Magnesium Silikat dan Magnesium Silikat Template) 4.4.1 Adsorpsi-desoprsi Isoterm Nitrogen BET Magnesium Silikat dan Magnesium Silikat Template
Untuk mengukur porositas, volume dan distribusi pori, serta untuk partikel Mg 2 SiO 4 maka dilakukan adsorpsi-desorbsi terhadap gas Nitrogen pada suhu 77,3 K hasilnya terlihat pada gambar berikut ini :
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
Vol um e @ ST P(C C)
Relative Pressure, p/po
Magnesium Silikat
4.6 Gambar Kurva adsorbsi desorbsi Magnesium Silikat
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
0 1 2 3 4 5
Vol um e @ ST P(C C )
Relative Pressure, P/Po
Magnesium Silikat Template
4.7 Gambar Kurva adsorbsi desorbsi Magnesium Silikat Template
Pada Gambar 4.6 ditunjukkan isotherm adsorpsi tipe VI sesuai dengan klasifikasi
IUPAC. Dari kurva adsorpsi-desorpsi nitrogen isotherm dari adsorben teraktivasi
diikuti dengan kondensasi kapiler pada tekanan relative (P/Po) Mg 2 SiO 4 antara
0,179405 sampai 0,944189 atm. Berdasarkan klasifikasi adsorpsi isoterm menurut
IUPAC, kurva ini menunjukkan tipe (VI) karakteristik padatan dua dimensi yang
sangat homogen seperti grafit dan gambar 4.7 ini ditunjukkan isotherm adsorpsi tipe
V sesuai dengan klasifikasi IUPAC. Dari kurva adsorpsi-desorpsi nitrogen
isotherm dari adsorben teraktivasi diikuti dengan kondensasi kapiler pada tekanan
relative (P/Po) Mg 2 SiO 4 template 0,179749 sampai 0,943655 yang menunjukkan
Mg 2 SiO 4 template. Berdasarkan klasifikasi adsorpsi isoterm menurut IUPAC, kurva
ini menunjukkan tipe ( V ). Kondensasi kapiler menunjukkan adanya perbedaan
tekanan yang dihasilkan antara proses adsorpsi dan desorpsi. Tipe V yang
disebabkan adanya interaksi yang lemah antara gas dan padatan yang dapat terjadi
pada padatan mikropori dan mesopori dan tipe inijuga menjelaskan pada adsorben
terdapat pembentukan multilayer dari kurva adsorpsi dan desorpsi. Berdasarkan
Hysterisis loop isotherm adsorpsi desorpsi dari adsorben teraktivasi termasuk pada
tipe H-3 menunjukan bahwa adsorben ini memiliki pori dan berukuran mesopori.
4.4.2 Metode BJH distribusi ukuran pori Magnesium Silikat dan Magnesium Silikat Template
Distribusi ukuran pori adsorpsi Mg 2 SiO 4 dan Mg 2 SiO 4 template dihitung dengan metode BJH yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :
0 20 40 60 80
0,0000 0,0001 0,0002 0,0003 0,0004 0,0005 0,0006 0,0007
dV(r) (cc/ nm /g )
Pore Radius (nm)
Magnesium Silikat
Gambar 4. Distribusi ukuran pori adsorpsi Magnesium Silikat
0 10 20 30 40 50 60 70
0,00000 0,00002 0,00004 0,00006 0,00008 0,00010 0,00012
dV(r) (cc/ nm /g )
Pore Radius (nm)
Magnesium silikat Template