• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR SEPTEMBER 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR SEPTEMBER 2021"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ii

LAPORAN PROGRAM BANTUAN

PENINGKATAN MUTU PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Jenis Program/Klaster

Pemberdayaan/Pendampingan Masyakarat Berbasis Lembaga Keagamaan

PENGUATAN SOSIAL KEAGAMAAN BERBASIS SURAU UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA MASYARAKAT

WILAYAH PINGGIR SUNGAI BATANGHARI

Tim Pengusul:

1. Drs. Syamsuwir, M.Ag. (Ketua) NIDN. 2028085702

2. Dra. Zuwirda, M.Pd., Kons. (Anggota) NIDN. 2009046101

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR SEPTEMBER 2021

Nomor Registrasi : 213020000040419

(2)

i

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirabbil’alamin laporan program bantuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat diselesaikan.

Laporan akademik kegiatan ini disusun dalam rangka memberikan pertanggungjawaban kegiatan dan menginformasikan secara akademis kegiatan pengabdian yang telah dilakukan.

Laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini selesai berkat izin Allah SWT. Di samping itu, bantuan, dan kerja sama dari berbagai pihak juga mendukung kelancaran selesainya laporan ini. Oleh karena itu, selayaknya kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Bapak Direktur Pendidikan Tinggi Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama RI yang telah memfasilitasi dan membantu kegiatan ini dengan biaya untuk terlaksananya program ini Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Rektor IAIN Batusangkar dan Ketua LP2M serta Kepala Pusat Penelitian dan Publikasi Ilmiah LP2M IAIN Batusangkar yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan memfasilitasi kelancaran terlaksananya program ini.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Wali Nagari Siguntur yang telah memfasilitasi, bersama-sama, saling membantu kelancaran pengabdian kepada masyarakat ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para pemuda, tokoh masyarakat, Ninik Mamak dan aparat pemerintahan Nagari Siguntur yang telah bersama-sama dalam kegiatan untuk kelancaran kegiatan pengabdian ini.

Kepada anggota TIM pengabdi, pembantu lapangan dan sekretariat juga diucapkan terima kasih atas kerjasamanya dan kerja keras demi terlaksananya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Semoga segala dorongan, bantuan, dan kerja samanya bermanfaat untuk pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ilmu serta bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin.

Batusangkar, 08 September 2021 Ketua TIM Pengabdian,

Drs. Syamsuwir, M.Ag.

Nip. 195708281987031003

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Kondisi Dampingan Saat Ini... 3

C. Kondisi Dampingan yang Diharapkan... 4

D. Rumusan Masalah………….………. 5

E. Tujuan Pengabdian………..….……….. 5

F. Kajian Pengabdian Terdahulu yang Relevan……….… 5

G. Kajian Teoritis……….……….. 6

BAB II STRATEGI PENDAMPINGAN A. Metode dan Teknik Pengabdian …... 9

B. Rencana Pengabdian…... 12

C. Target Pengabdian…... 14

BAB IV HASIL PENGABDIAN A. Peletakan Dasar………. ... 16

B. Rencana/ Program Pengabdian………... 17

C. Pelaksanaan Pengabdian………. ... 18

D. Pengumpulan dan Analisis Data Pengabdian .………... 21

DAFTAR KEPUSTAKAAN ……….……… 24

LAMPIRAN ………..……….. 25

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peran lembaga sosial keagamaan semakin diuji menyusul perkembangan teknologi informasi yang memasuki era revolusi industri 4.0.

Akibatnya terjadi perubahan berupa degradasi fungsi lembaga sosial keagamaan dan migrasi interaksi sosial. Lembaga sosial keagamaan semakin dipertanyakan eksistensi dan relevansinya dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, sehingga tidak sedikit lembaga tersebut semakin ditinggalkan masyarakat karena dirasakan tidak bermanfaat lagi.

Selanjutnya, terjadinya migrasi interaksi sosial masyarakat merupakan suatu keniscayaan pada saat ini, bahkan telah menjadi suatu kebutuhan yang mutlak harus terpenuhi. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan media sosial untuk berbagai kebutuhan yang serba cepat, mulai dari urusan pekerjaan, pendidikan, hiburan, bahkan hanya sekedar menunjukkan eksistensi diri.

Surau merupakan salah satu lembaga yang terdampak oleh perubahan sosial yang terjadi di era disrupsi seperti saat ini. Surau merupakan istilah yang umum digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk menunjukkan suatu tempat pusat pembelajaran agama Islam, tempat ibadah, tempat bermusyawarah mufakat, serta tempat kegiatan adat lainnya.

Sejarah mencatat, pendidikan yang berlangsung di Surau telah melahirkan generasi-generasi emas Minangkabau yang mampu berkiprah secara nasional maupun internasional, seperti Prof. Hamka, Imam Bonjol, Syech M. Jamil Jambek, Prof. Dr. Mahmud Yunus, dan lain sebagainya. Para tokoh tersebut menempuh pendidikan dasar sosial keagamaan di Surau melalui kegiatan yang disebut “Mangaji”, yaitu mempelajari

ilmu Al-Qur’an, mempelajari falsafah budaya Minangkabau, dan belajar pencak silat.

Surau memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau yang membentuk jati dirinya, sehingga Surau

(5)

2

menjadi sesuatu yang wajib keberadaannya dalam suatu kampung. Surau juga merupakan simbol persatuan bagi kelompok-kelompok suku di dalam masyarakat Minangkabau. Jati diri masyarakat Minangkabau adalah beragama Islam, berakhlak mulia, berkarakter, cerdas, dan berbudaya. Hal ini dikenal dengan istilah “Adat Basandi Sara’, Sara’ Basandi Kitabullah”, dan “Alam Takambang jadi Guru”. Inilah karakter yang terbangun pada diri masyarakat Minangkabau sehingga pada umumnya mereka sukses diperantauan.

Perubahan sosial telah mempengaruhi fungsi Surau pada saat ini, di mana semakin hari semakin meredupnya eksistensi Surau dalam melakukan pendidikan bagi masyarakat. Jati diri sebagai seorang anak Minangkabau akhir-akhir ini menjadi isu penting, sehingga lahirlah gerakan “Kembali ke Surau” beberapa tahun terakhir. Surau yang sejatinya merupakan lembaga sosial keagamaan yang membentuk jati diri, namun saat ini tampak tidak lebih dari sekedar simbol dan saksi sejarah emas masa lalu. Surau semakin ditinggalkan oleh masyarakat yang beralih kepada lembaga-lembaga lain sebagai tempat pendidikan. Akibatnya saat ini muncul keresahan akan nasib generasi Minangkabau di masa yang akan datang.

Masyarakat Nagari/Desa Siguntur adalah masyarakat yang hidup di wilayah sepanjang Sungai Batanghari yang membelah kampung menjadi dua bagian. Sungai batang hari sudah menjadi sumber kehidupan sejak dahulu kala, baik bagi yang bekerja sebagai nelayan maupun sebagai petani.

Berdasarkan pengamatan tim Pengabdian di Nagari/Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, Pemanfatan Surau sebagai lembaga sosial keagamaan semakin berkurang. Hal ini terlihat dari pemanfaatan Surau hanya sebatas tempat mempelajari membaca Al- Qur’an bagi anak-anak. Selain itu, fenomena yang cukup memprihatinkan adalah kurangnya pemanfaatan Surau sebagai tempat melaksanakan ibadah seperti shalat wajib berjama’ah, wirid-wirid keagamaan, serta pembelajaran adat dan budaya, bahkan azan untuk shalat wajib jarang terdengar di Surau- Surau yang ada.

(6)

3

Berdasarkan fakta tersebut, tampak masih kurangnya kesadaran beragama pada masyarakat sehingga diperlukan suatu gerakan sosial kolaboratif untuk mengatasi kondisi tersebut. Kurangnya kesadaran beragama dapat berdampak negatif bagi suasana kehidupan dan masa depan generasi berikutnya. Melalui penguatan sosial keagamaan berbasis Surau diyakini mampu menggerakkan masyarakat menuju kesadaran beragama, karena sesungguhnya Surau adalah lembaga yang memiliki akar budaya yang sangat kuat pada masyarakat, namun fungsinya perlu direvitalisasi agar mampu menumbuhkan gerakan sosial baru untuk meningkatkan kesadaran beragama.

B. Kondisi Dampingan Saat Ini

Subjek dampingan merupakan masyarakat yang tinggal di wilayah sepanjang Sungai Batanghari, tepatnya terletak di Nagari/Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Secara geografis, Nagari/Desa Siguntur memiliki luas wilayah 40,050 Ha yang terletak di bagian Selatan Kabupaten Dharmasraya, di mana Nagari/ Desa tersebut dibelah menjadi dua bagian oleh Sungai Batanghari yang mengalir hingga ke Jambi, sehingga sungai menjadi urat nadi kehidupan masyarakat.

Adapun gambaran jumlah populasi penduduk, surau dan masjid adalah sebagai

berikut.

Tabel 1. Data Populasi Penduduk, Surau, Masjid, dll

No Aspek Jumlah

1 Jumlah Penduduk 5.499 orang

- Lansia - 2500 orang

- Dewasa & Remaja - 1900 orang

- Anak-anak - 1099 orang

2 Jumlah Kepala Keluarga 1.469 KK

3 Jumlah Surau 26 unit

4 Jumlah TPA 20 lembaga

5 Jumlah Masjid 6 unit

6 Jumlah Jorong 16 Jorong

Rendahnya kesadaran beragama pada masyarakat wilayah pinggir

(7)

4

Sungai Batanghari semakin terasa yang ditandai dengan semakin sepinya Surau, azan hampir tidak terdengar dikumandangkan untuk shalat wajib lima waktu, dan kurang bergairahnya Tempat Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Di sisi lain terdapat fakta yang sangat bertolak belakang, di mana tempat- tempat hiburan seperti warung kopi dan sejenisnya begitu ramai dikunjungi.

Keberadaan Surau tidak lagi menjadi sentral pendidikan agama dan sosial, melainkan bergeser pada pola privatisasi yang dilakukan secara orang per orangan. Jumlah Tempat Pendidikan Al-Qur’an (TPA) sebagaimana ditunjukkan oleh tabel di atas menurut pengamatan tim pengabdian saat ini lebih banyak diselenggarakan di rumah- rumah dan dikelola secara pribadi.

Sedangkan Surau yang secara historis memainkan peran tersebut mulai ditinggalkan. Hal tersebut menjadi masalah tersendiri dalam proses pembinaan dan pengembangannya. Apabila suatu lembaga seperti Tempat Pendidikan Al-Qur’an (TPA) dan pendidikan agama lainnya dilaksanakan secara privat, maka akan menghambat peran masyarakat untuk ikut terlibat di dalamnya. Selain itu arah kebijakan pemerintah akan sulit untuk melakukan pembinaan dan pengembangan, serta masih banyaknya anak dan remaja yang tidak terjangkau dengan pla seperti ini.

Selain itu, Surau yang fungsi utamanya sebagai simbol keagamaan menjadi ditinggalkan masyarakat sehingga kegiatan ibadahpun tidak ada di sana, azan tidak lagi berkumadang, hingga menurunnya kesadaran beragama di tengah masyarakat.

C. Kondisi Dampingan yang Diharapkan

Kondisi subjek yang diharapkan adalah melalui penguatan sosial keagamaan berbasis Surau, dapat memunculkan dan mengembangkan kembali kesadaran beragama yang telah memudar. Surau menjadi hidup dan budaya religius itu dapat menjadi budaya bagi generasi yang sedang bertumbuh. Fungsi Surau sebagai Tempat Pendidikan Al- Qur’an kembali hidup sehingga lebih banyak komponen masyarakat serta pemerintah berkontribusi dalam perkembangannya.

(8)

5

Masyarakat sebagai subjek dampingan diharapkan mampu secara bersama-sama merencanakan, menganalisis masalah, dan mencari solusi bagi dirinya sendiri sehingga terjadi perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Timbulnya suasana religius dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadikan kehidupan menjadi lebih bahagia dan bermakna.

Surau sebagai lembaga sosial keagamaan hendaknya kembali berjaya, menjadi pusat pendidikan agama Islam, pusat pengambangan kebudayaan, pusat kesenian, serta pusat ekonomi komunitas. Berfungsinya Surau secara optimal akan mampu membentuk generasi muda Minangkabau yang tangguh sehingga mampu sukses dalam berbagai bidang kehidupan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah kegiatan pengabdian ini adalah bagaimana meningkatkan kesadaran beragama bagi masyarakat wilayah pinggir Sungai Batanghari melalui penguatan sosial keagamaan berbasis Surau.

E. Tujuan Pengabdian

Tujuan kegiatan pengabdian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Tumbuhnya kesadaran beragama dalam kehidupan sosial di masyarakat;

2. Hidup dan berkembangnya kegiatan-kegiatan keagamaan di masyarakat;

3. Membudayanya berbagai kegiatan keagamaan dalam berbagai aspek kehidupan.

4. Sebagai dasar acuan dalam menyusun kebijakan meningkatkan spiritualitas masyarakat;

F. Kajian Pengabdian Terdahulu yang Relevan

Berbagai penelitian terdahulu telah melahirkan berbagai konsep dan teori tentang pengambangan maupun revitalisasi Surau sebagai lembaga pendidikan di Minangkabau. Salah satu desain prototipe pendidikan di Surau terdiri dari organisasi, pengetahuan adat Minangkabau, dan kesadaran sosial atau social awareness (Haviz, 2017). Ketiga komponen tersebut merupakan

(9)

6

aspek-aspek yang perlu dikembangkan untuk merevitalisasi Surau sebagai lembaga keagamaan yang berperan dalam mewujudkan kesadaran beragama. Dalam kegiatan pengabdian ini ada peluang untuk mengadopsi prototipe ini, namun perlu penyesuaian dengan tingkat dan kapasitas berpikir komunitas dampingan.

Kesadaran beragama dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Faktor internal meliputi motivasi spiritual yang dipengaruhi oleh tema-tema keagamaan yang dipelajari atau dipahami dan dukungan sosio-emosional.

Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh lingkungan (Hasanah, 2015).

Namun dalam kegiatan pengabdian ini, komunitas dampingan memiliki karakteristik yang berbeda dengan penelitian tersebut di mana yang menjadi subjek penelitian adalah anak jalanan. Oleh karena itu, komunitas masyarakat wilayah pinggir Sungai Batanghari akan menarik untuk dilihat perbedaan dan persamaan dari faktor yang mempengaruhi kesadaran beragama.

G. Kajian Teoritis

Surau berasal dari istilah Minangkabau yang merujuk pada tempat beribadah seperti shalat, mengaji, dan kegiatan keagamaan lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Surau berarti tempat (rumah) umat Islam melaksanakan ibadahnya (Kadimullah, 2007).

Surau memiliki peran sangat penting di masyarakat Minangkabau, di mana tidak hanya sebatas tempat melaksanakan ritual ibadah wajib melainkan pusat kegiatan sosial dan budaya. Sebagai fungsi budaya, Surau dimiliki oleh setiap kaum suku atau klan dalam Minangkabau sebagai pendamping rumah gadang (Kadimullah, 2007). Surau juga menjadi rumah bagi kaum laki-laki tempat bersosialisasi, belajar agama dan adat, serta belajar pencak silat atau silek minang.

Dalam perkembangan selanjutnya, Surau menjadi salah satu pilar dakwah Islam sehingga dari sana lahirlah berbagai ulama besar untuk Indonesia. Surau terbagi menjadi dua, yaitu Surau Gadang (besar) dan

(10)

7

Surau ketek (kecil). Surau gadang dikelola atau diurus oleh seorang ulama, Tuanku, atau Syech. Sedangkan surau ketek didirikan oleh kaum suku sebagai pendamping rumah gadang yang dikelola oleh pemuka adat atau Datuak.

Surau pada masa dahulu dalam sistem pendidikannya menerapkan sistem pembelajaran dalam bentuk halaqoh,bandongan, dan wetonan (Anam, 2017). Namun perkembangan zaman tampaknya terjadi perubahan mendasar pada Surau-surau Minangkabau di berbagai daerah, hal ini karena perkembangan metode pembelajaran Al- Qur’an yang diiringi dengan pemanfatan teknologi informasi.

Surau juga memiliki nilai seni yang sangat bernilai, di mana dalam pembuatan Surau terdapat berbagai karya seni anak-anak Minangkabau berupa seni ukir, seni lukis, serta seni bela diri pencak silat atau silek.

Kegiatan seni yang belangsung di Surau diyakini telah membentuk karakter positif pada generasi muda Minangkabau (Asa & N, 2018), bahkan seni bela diri Silek Harimau telah merambah di dunia film hollywood yang diperankan oleh aktor Minang Iko Uwais.

Surau memiliki fungsi yang sangat vital di Minangkabau, apabila fungsi Surau sudah dikesampingkan oleh masyarakat yang belum memiliki kesadaran, maka dapat berakibat pada hilangnya akar budaya yang tak ternilai harganya. Penguatan sosial budaya berbasis Surau menjadi sangat penting untuk dilakukan pendampingan bagi masyarakat sehingga Surau mampu menciptakan generasi emas untuk Indonesia.

Ciri pendidikan Surau selama ini adalah pelajaran agama Islam yang paling dasar, yaitu terdiri dari lima bagian, yaitu (1) nahwu/shorof, (2) fiqh, (3) tauhid, (4) akhlaq, dan (5) tafsir (Maimunah, 2012). Kurikulum pendidikan seperti ini sesungguhnya adalah kurikulum yang juga diajarkan di pesantren-pesantren, oleh karena itu alumni pendidikan Surau pada masa dahulu mampu menjadi ulama-ulama yang sangat dipanuti pemikirannya.

Sampai saat ini kurikulum pendidikan ini tetap eksis di berbagai lembaga pendidikan bahkan lembaga pendidikan modern pun sudah

(11)

8 mengadaptasikannya ke dalam kurikulum.

Kurikulum yang diajarkan tersebut, selama ini mampu menumbuhkan kesadaran beragama. Kesadaran beragama merupakan rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan yang terorganisasi dalam sistem mental dan kepribadian (Ahyadi, 1995). Kesadaran beragama meliputi seluruh fungsi jiwa raga manusia mencakup aspek kognitif, konatif, afektif, dan motorik (Mayarnimar, 2010). Ada beberapa langkah untuk meningkatkan kesadaran beragama, yaitu (1) mewujudkan suasana lingkungan yang religius, (2) membiasakan shalat berjamaah, (3) mengadakan lomba-lomba keagamaan, dan (4) menyemarakkan hari-hari besar keagamaan Mayarnimar, 2010).

(12)

9

BAB II

STRATEGI PENGABDIAN

A. Metode dan Teknik Pengabdian

Kegiatan pengabdian ini menggunakan metode Community Based Research atau CBR, yaitu yaitu suatu model penelitian transformatif yang diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, kolaborasi, dan perubahan sosial yang menempatkan masyarakat yang peduli untuk berperan serta, bukan hanya sebagai subjek penelitian tetapi sebagai mitra kerja sama dan agen perubahan(Hanafi et al., 2015).

Adapun alasan tim pengabdian memilih metode dan teknik CBR adalah (1). Pendekatan CBR memfasilitasi masyarakat untuk memiliki dan meningkatkan kapasitas untuk memperbaiki kehidupan ke arah yang lebih baik, (2). Pendekatan CBR dimungkinkan untuk diterapkan dalam kegiatan yang sifatnya aplikatif yang hasilnya langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, (3). Pendekatan CBR bersifat partisipatoris dan kolaboratif, dengan demikian kerja sama antara Tim Pengabdian dengan masyarakat dapat terjalin dalam setiaptahapan kegiatan, dan (4). Pendekatan CBR berorientasi pada tindakan. CBR menginginkan adanya rumusan-rumusan tindakan nyata dalam penelitian. Tindakan nyata ini dijadikan sebagai ukuran akan adanya perubahan setelah kegiatan pengabdian dengan motode dan teknik CBR selesai.

Ada beberapa prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan CBR, yaitu (1) masyarakat dilihat sebagai satu kesatuan identitas, (2) berdasarkan pada kekuatan dan sumber daya di dalam masyarakat, (3) memfasilitasi kemitraan kolaboratif yang menjunjung nilai kesetaraan dalam setiap tahap kegiatan pengabdian, (4) mendorong terjadinya proses co-learning (belajar bersama) dan pengembangan kapasitas semua mitra, (5) memadukan dan mendapatkan keseimbangan

(13)

10

antara pengembangan pengetahuan dan tindakan untuk saling memberikan manfaat, (6) menggunakan proses daur ulang untuk refleksi, (7) menangani isu-isu lokal mendesak yang dihadapi oleh masyarakat dari berbagai perspektif, (8) diseminasi hasil penelitian kepada semua mitra dan berbagai kesempatan untuk mendesiminasikan ke berbagai media publik, dan (9) membangun orientasi jangka panjang dan merawat komitmen untuk keberlanjutan (Hanafi et al., 2015).

Community Based Research (CBR) adalah metode yang menitik beratkan peran aktif komunitas dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil riset. Sedangkan peneliti atau tim pengabdian berperan sebagai fasilitator atau pendamping yang secara bersama-sama dengan masyarakat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program- program riset. CBR menggunakan teknik pengumpulan data yang beragam baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif karena kompleksnya kebutuhan data yang diperlukan untuk melakukan perubahan sosial.

Secara prinsip, CBR tidak membatasi pada metode tertentu, melainkan tetap mengikuti tahap-tahap penelitian konvensional. Namun ciri utama dari metode CBR adalah peneliti berkolaborasi dengan komunitas disetiap tahap penelitian atau pendampingan. Peneliti atau tim pengabdian juga terus memainkan peran di tahap akhir dengan membantu komunitas dalam menerapkan solusi untuk menciptakan perubahan.

Secara visual dapat dicermati metode Community Based Research sebagai berikut.

(14)

11 Kalender Musim Kajian Mata Pencarian Penelusuran sejarah Komunitas Forum Rembug Komunitas FGD

Mapping Komunitas Transektoral

Bagan arus masuk & Keluaran Matriks Ranking

Sketsa Lahan Trand & Chang Diagram Venn

Survei Partisipatif Observasi Partisipan

Wawancara Mendalam

Studi Pelacakan (Tracking) Angket/kuesioner

Studi Kasus

Existing Data:

a. Public social indikator b. Agency record:

Sevice utilizations report

Lembaga Surver GO/NGO Lembaga Riset Universitas Data Kab/Kota dalam angka Laporan Hasil Kajian BAPPEDA BPS/Sensus

Laporan Dinas Pemerintahan

Statistical Analysis Eksperimen

(15)

12 B. Rencana Pengabdian

Rencana kegiatan pengabdian meliputi langkah-langkah dan atau tahapan yang dielaborasi dari prinsip siklikal spiral menjadi empat tahap CBR yaitu (1) peletakan dasar (laying the foundation), (2) perencanaan penelitian (reseach planning), (3) pengumpulan dan analisis data (information gethering and analysis), dan (4) aksi atas temuan (acting on findings). Mengacu pada metode dan teknik Community Based Research maka dapat diraikan rencana kegiatan pengabdian adalah terdiri dari empat tahap sebagai berikut.

a. Peletakan Dasar (Laying Foundation)

Kunci utama CBR adalah melibatkan komunitas dalam keseluruhan proses, oleh karena itu Tim Pengabdian sejak awal bersama-sama dengan komunitas mendiskusikan tujuan dan membagi peran masing- masing antara Tim Pengabdian dan komunitas. Dalam hal ini, kesepakatan bersama menjadi kunci kesuksesan kegiatan dampingan terhadap komunitas untuk mencapai tujuan yang dikehendaki bersama.

Tim pengabdian perlu memahami karakteristik individu dalam komunitas yang akan didampingi, seperti jenis kelamin, umur, peran gender, status sosial-ekonomi, bahkan tingkat kekuatan politik.

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan di atas yaitu bagaimana meningkatkan kesadaran beragama melalui penguatan sosial keagamaan berbasis Surau, maka perlu dilakukan proses penyamaan masalah yang dihadapi masyarakat dengan melibatkan segenap stakeholder atau kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan tersebut di antaranya pemerintah Nagari/Desa, Niniak Mamak atau pemuka adat, para alim ulama Nagari, organisasi pemuda, kelompok pengajian, dan segenap unsur masyarakat lainnya. Proses inilah yang akan menjadi pondasi dari kegiatan pengabdian yang akan diselenggarakan bersama, semakin kuat pemahaman yang terbentuk antara Tim Pengabdian dengan komunitas maka akan semakin mudah tujuan akan tercapai.

(16)

13

b. Perencanaan Pengabdian (Reseacrh Planning)

Tahap ini adalah fase di mana membangun kesepahaman perspektif untuk mencerahkan. Kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pengabdian bersama komunitas adalah memilih skala prioritas utama masalah yang akan di atasi untuk mewujudkan perubahan sosial keagamaan ke arah yang lebih baik. Secara teknis, kegiatan ini berupa merumuskan secara bersama masalah yang akan dijawab, metode yang digunakan, menampung pendapat kelompok kepentingan atau stakeholders, mempertimbangkan masalah waktu, biaya, dan merencanakan teknis analisisnya. Luaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya desain kegiatan pengabdian secara eksplisit dan siap untuk dilaksanakan bersama.

c. Pengumpulan dan Analisis Data (Information Gathering and Analysis)

Tahap ini disebut juga proses pemaknaan dan pembelajaran melalui pengumpulan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara dan alat misalnya deph tinterview, observasi, dokumentasi, FGD, story telling, mapping komunitas, kalender musim, trend chang, dan matrics ranking.

Dalam melakukan kegiatan ini, tim Pengabdian telah terlebih dahulu menyipkan instrumen yang diperlukan untuk mengumpulkan data dan menetapkan teknik analisisnya.

Pada kegiatan ini, tim pengabdian akan melakukan pengumpulan data tentang eksistensi Surau sebagai lembaga sosial keagamaan dan perkembangannya dari waktu ke waktu, perkembangan kehidupan sosial keagamaan masyarakat, tingkat kesadaran beragama masyarakat, serta faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial di masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh serta analisis yang dilakukan, makaakan tergambar pokok-pokok masalah yang ada di dalam komunitas dampingan, kemudian berdasarkan hal itu dapat ditetapkan perlakuan yang akan diberikan.

(17)

14

d. Penentuan Aksi Atas Temuan (Acting on Findings)

Tahap ini adalah fase memobilisasi pengetahuan dan masyarakat berdasarkan hasil riset. Tahap ini adalah menindaklanjuti hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan baru. Selain itu, diharapkan hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai alat perubahan sosial berupa peningkatan kesadaran beragama melalui penguatan sosial keagamanaan berbasis Surau.

Temuan penelitian dalam hal ini sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat atau komunitas dampingan, sehingga dapat menggerakkan komunitas terutama para pemangku kepentingan. Untuk melakukan hal itu maka tim pengabdian dapat melakukan kegiatan diseminasi sehingga informasi dan hasil-hasil penelitian dapat dipahami secara komprehensif oleh komunitas. Dampak yang diharapkan adalah munculnya kesadaran baru, penerimaan akan kondisi yang ada, serta kamauan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Secara visual langkah-langkah atau tahapan CBR yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Empat Tahapan dalam CBR C. Target Pengabdian

Target dari kegiatan pengabdian ini adalah terbentuknya suatu Peletakan

Dasar

Penentuan Aksi Atas Temuan

Perencanaan Penelitian

Pengumpulan & Analisis data

(18)

15

perubahan sosial berupa meningkatnya kesadaran beragama pada masyarakat wilayah pinggir Sungai Batanghari melalui penguatan sosial keagamaan berbasis Surau. Surau sebagai lembaga sosial keagamaan bagi masyarakat dampingan diharapkan memegang peran kunci dalam mendorong terjadinya perubahan tersebut. Di samping itu, ditemukannya berbagai hambatan yang dialami masyarakat sehingga menghambat tumbuh dan berkembangnya kesadaran beragama. Selanjutnya diharapkan melalui kolaborasi antara Tim Pengabdian dengan komunitas dapat membuat road map kebijakan yang tepat dilakukan pemerintah maupun organisasi masyarakat.

Kegiatan ini diharapkan mampu mendampingi komponen- komponen masyarakat wilayah pinggir Sungai Batanghari yang meliputi:

a. Pemuka adat yang disebut dengan Niniak Mamak;

b. Pengurus Surau;

c. Organisasi Pemuda dan Remaja;

d. Kelompok pengajian dan wirid-wirid;

e. Kelompok masyarakat peduli lainnya.

Adapun target waktu pelaksanaan program pengabdian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Estimasi Waktu Pelaksanaan Pengabdian Tahun 2021

No Kegiatan Bulan

6 7 8 9 10 11

1 Identifikasi dan Pendalaman Masalah 2 Focus Group Discussion (FGD) Terbatas 3 Merancang Instrumen Pengumpulan Data 4 Focus Group Discussion (FGD) Lanjutan 5 Pengumpulan Data

6 Merancang Tindakan (treatment)

7 Pelaksanaan Tindakan dan Pendampingan 8 Pengolahan dan Analisis Data

9 Monev

10 Penyerahan Laporan Akhir 11 Publikasi Artikel

(19)

16 BAB III

HASIL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

A. Peletakan Dasar

Tim pengabdian sejak awal bersama-sama dengan komunitas mendiskusikan tujuan dan membagi peran masing-masing antara Tim pengabdian dan komunitas. Dalam merencanakan kegiatan pengabdian Tim pengabdian melibatkan berbagai unsur yang ada di masyarakat.

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 05 dan 06 Juni 2021 yang bertempat di Nagari Siguntur Kabupaten Dharmasraya. Diskusi dilakukan untuk menggali masalah dan mengidentifikasi potensi serta penyamaan persepsi tentang kondisi masyarakat di pinggir Sungai Batanghari dengan melibatkan. pemerintah Nagari, Niniak Mamak (pemuka adat), alim ulama, pemuda, utusan kelompok pengajian. Proses inilah yang menjadi pondasi dari kegiatan pengabdian yang diselenggarakan bersama masyarakat.

Dalam suasana diskusi terungkap bahwa keberadaan Surau di pinggir Sungai Batanghari pada saat ini hanya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu saja. Surau tidak terkelola dengan baik dan maksimal untuk berbagai kegiatan. Sebagaimana diungkapkan oleh S (salah seorang ulama di Nagari Siguntur) bahwa:

Surau kiniko langang (sepi), kegiatan ndak adodo, kecuali shalat 5 waktu dan itupun yang datang ka Surau urang tuo-tuo. Dulu Surau rami (ramai) dan banyak kegiatan di Surau. Ado kegiatan ibadah, kegiatan mangaji, randai, silek, dan tampek (tempat) latihan bagi anak-anak.

Kondisi tersebut dikuatkan oleh pemuka masyarakat, pemuda dan utusan kelompok pengajian. Menurut R (salah seorang pemuda Nagari Siguntur) yang nampak rami (ramai) di kampuangko lapau pak, apolai malam hari, anak mudo (pemuda) tamasuak urang tuo (orang tua) bagurau di lapau. Samantaro Surau langang (sepi), kegiatan ndak ado.

(20)

17

Pemerintahan Nagari, Niniak Mamak, pemuda dan ulama menyambut baik rencana kegiatan pengabdian masyarakat ini dan sangat diharapkan oleh masyarakat.

Gambar 1. Tim Pengabdian Bersama dengan Perangkat Nagari dan Ulama pada Diskusi Awal Rencana Kegiatan Pengabdian.

B. Perencanaan/ Program Pengabdian

Perencanaan pengabdian dilakukan dan dirumuskan berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan masyarakat Nagari Siguntur. FGD dilaksanakan pada tanggal 26 sd 27 Juni 2021 bertempat di Ruangan Kantor Wali Nagari Siguntur Dharmasraya. Pada perencanaan ini kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pengabdian bersama komunitas adalah memilih skala perioritas dari sekian banyak ide dan usulan yang berkembang pada diskusi awal dengan unsur masyarakat Nagari.

Peserta yang hadir pada kegiatan FGD merencanakan program kegiatan pengabdian ini sebanyak 27 orang yang terdiri atas, Wali Nagari dan perangkat Nagari Siguntur, pemuka masyarakat utusan jorong, ulama dan tokoh masyarakat, serta pemuda di setiap jorong di Nagari Siguntur. Kegiatan prioritas yang diusulkan masyarakat dan disepakati di antaranya adalah kegiatan pelatihan penyelenggaraan jenazah, Training of Trainer (ToT) kemampuan membaca dan seni Alqur’an bagi guru-guru mengaji, pelatihan seni qasidah bagi anak-anak dan remaja, dan pendampingan bagi anak-anak yang mengaji di Surau.

(21)

18

Kegiatan tersebut menjadi desain kegiatan pengabdian secara eksplisit yang dilaksanakan secara terjadwal di beberapa tempat di pinggir Sungai Batanghari tepatnya di Nagari Siguntur Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya.

C. Pelaksanaan Pengabdian

Desain kegiatan pengabdian yang telah direncanakan dilaksanakan sesuai jadwal yang disepakati dengan pemerintahan Nagari dan masyarakat. Pelaksanaan pendampingan dalam rangka kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan pada tanggal 14 sd 15 Juli 2021. Peserta kegiatan ini merupakan utusan dari masing-masing jorong yang ada di Nagari Siguntur Dharmasraya. Peserta yang hadir sebanyak 30 orang membicarakan kondisi Surau dan berbagai elemen yang terkait dengan Surau yang ada di pinggir Sungai Batanghari. FGD dipimpin oleh Tim pengabdian. Foto berikut adalah suasana Tim pengabdian dalam kegiatan FGD mendiskusikan Langkah-langkah untuk memakmurkan surau dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran beragama masyarakat pinggir Sungai Batanghari.

Gambar 2. Tim Pengabdi Bersama Wali Nagari sedang Memandu Kegatan FGD dan Pendampingan Kegiatan Pengabdian

(22)

19

Gambar 3. Perangkat Nagari dan Unsur Masyarakat Nagari sedang Mengikuti Kegiatan FGD Kegiatan

Pada tanggal 24 dan 25 Juli dilanjutkan kegiatan pendampingan dengan agenda kegiatan pendampingan pelatihan penyelenggaraan Jenazah. Peserta kegiatan penyelenggaraan jenazah ini sebanyak 22 orang yang berasal dari utusan masing-masing jorong di Nagari Siguntur Dharmasraya. Harapan masyarakat dan pemuka agama dari kegiatan ini ada kaderisasi dan regenerasi orang-orang yang mempunyai keterampilan menyelenggarakan jenazah, karena keterampilan ini yang sangat langka di setiap jorong. Pola kegiatan yang dilakukan adalah pertama penyampaian materi dan diskusi tentang kewajiban umat Islam terhadap Jenazah dan tata cara penyelenggaraan jenazah dan dilanjutkan dengan praktek penyelenggaraan jenazah.

Pada praktek penyelenggaraan jenazah ini, para peserta dijadikan empat kelompok, dua kelompok laki-laki dan dua kelompok perempuan.

Masing-masing kelompok didampingi oleh mentor. Mentor adalah masyarakat setempat yang telah berpengalaman dalam menyelenggarakan jenazah. Para mentor ini yang memandu latihan dan praktek memandikan dan mengafani jenazah. Praktek dilakukan secara bergantian untuk masing-masing peserta dengan tujuan setiap peserta mempunyai pengalaman langsung dalam menyelenggarakan jenazah. Foto di bawah ini

(23)

20

adalah gambar Ketua Tim pengabdi bersama ibu yang sedang mengamati peserta mempraktekkan cara mengafani jenazah.

Gambar 4. Ketua Tim Pengabdi Bersama Ibu sedang Mengamati Praktek Penyelenggaraan Jenazah.

Pada foto di bawah ini terlihat di antara peserta sedang praktek membentangkan kain kafan untuk jenacah.

Gambar 5. Peserta Sedang Praktek menggunakan Kain Kafan untuk Jenazah

(24)

21

Gambar 6. Peserta Sedang Latihan Mengafani Jenazah.

Praktek memandikan dan mengafani jenazah ini dilakukan secara bergantian

D. Pengumpulan dan Analisis Data

Tahap pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan beberapa kegiatan, misalnya kegiatan FGD. Berdasarkan informasi dan diskusi pada kegiatan FGD terungkap banyak hal di antaranya yaitu tentang eksistensi Surau sebagai lembaga sosial keagamaan, perkembangan Surau dari waktu ke waktu, perkembangan kehidupan sosial keagamaan masyarakat, tingkat kesadaran beragama masyarakat, serta faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial di masyarakat.

Beberapa informasi dan data yang ditemukan tentang eksistensi Surau sebagai Lembaga sosial keagamaan dan perkembangan Surau dari waktu ke waktu dikemukakan oleh peserta FGD yaitu: D (salah seorang Pemudi Jorong Balai Janggo Nagari Siguntur) menyampaikan bahwa:

Surau ndak nampak lai sebagai lembaga sosial keagamaan, melainkan hanya sebagai tempat shalat. Kegiatan-kegiatan anak-anak dan remaja di Surau ndak ado lai. Surua sepi, kalua dulu Surau rami (ramai) dek anak-anak dan remaja dan bahkan remaja lalok di Surau.

Waktu subuh nyo jago, azan dan shalat berjamaah di Surau. Pagi baru nyo pulang ka rumah masing-masing.

Ungkapan senada juga disampaikan oleh RW (salah seorang peserta

(25)

22

dari jorong Siguntur 1 Nagari Siguntur) bahwa:

Surau kini hanyo tampek ibadah shalat fardhu sajo lai dan ndak ado kegiatan-kegiatan pembinaan anak dan remaja di Surau lai. Kalaupun ado kegiatan mangaji, itu tampeknyo di rumah penduduk. Kalau dulu Surau tampek berbagai kegiatan dek masyarakat. Misalnyo, tampek mangaji, tampek Latihan pidato adat, tampek baraja basilek, rebana dan lainnyo. Itu kini yang ndak ado lai.

RS (salah seorang perangkat Nagari Siguntur) menyatakan bahwa:

Kehidupan sosial keagamaan masyarakat lai aktif di nagariko, tapi dalam bentuk kegiatan majlis ta’lim, kelompok arisan, dan wirid yasin, namun kegiatan-kegiatan sosial keagamaan di Surau yo lah langang bana. Surau buliah dikecekkan ndak bafungsi sarupo dulu lai. Anak-anak dan remaja lah jarang ka Surau, tapi di lapau banyak. Apolai malam hari lapau rami (ramai).

Data yang diperoleh di atas, dianalisis untuk pertimbangan merumuskan strategi lanjutan dalam penguatan eksistensi Surau di dalam komunitas dampingan. Kemudian ditetapkan perlakuan dan pendampingan lanjutan untuk kesinambungan kegiatan pengabdian yang dilakukan.

Berdasarkan pengamatan Tim Pengabdi pada kegiatan dampingan, pada umumnya peserta antusias dan bersemangat mengikuti kegiatan bahkan kegiatan tersebut dilanjutkan oleh mentor bersama peserta dan masyarakat di masing-masing jorong.

Pada tanggal 13 sd 14 Agustus 2021dilanjutkan pendampingan kegiatan di masyarakat. Peserta kegiatan sebanyak 22 orang utusan masing-masing Jorong di Kenagarian Siguntur. Peserta AS (salah seorang peserta dari Jorong Sungai Lansek) berucap;

Iyo taraso bana dek kami kegiatan-kegiatan sarupo ko. Ndak bara urang yang pandai menyelenggarakan jenazah di kampungko.

Dengan adonyo kegiatanko, kami lah paham dan punyo pengalaman menyelenggarakan jenazah. Jadi semakin banyak kader-kader yang punyo keterampilan.Kami yo harok kegiatan-kegiatan sarupo ko dilanjutkan, sahinggo semakin banyak masyarakat yang mangarati dan punyo pengalaman menyelenggarakan Jenazah dan kegiatan lainnyo. Misalnyo, kegiatan tahsin alqur’an, tafsir alqur’an, dan kegiatan untuk anak-anak dan remaja.

(26)

23

Foto di bawah ini adalah foto salah seorang peserta setelah mengisi daftar hadir kegiatan.

Gambar 7. Salah Seorang Peserta Telah Mengisi Daftar Hadir Kegiatan

Gambar 8. Peserta Sedang Mengikuti Evaluasi Kegiatan yang dipimpin oleh Tim Pengabdian.

(27)

24

DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, A. A. (1995). Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru.

Anam, S. (2017). Karakteristik dan Sistem Pendidikan Islam: Mengenal Sejarah Pesantren, Surau, dan Meunasah Di Indonesia. JALIE (Jornal of Applied Linguistics and Islamic Education, 01(01), 146–167.

Asa, F. O., & N, S. (2018). Kehidupan Surau Di Minangkabau sebagai Inspirasi dalam Karya Seni Lukis, 07(02).

Hanafi, M., Naily, N., Salahuddin, N., Riza, A. K., Zuhriyah, L. F., Muhtarom, M., … Dahkelan, D. (2015). Comunity Based Research:

Sebuah Pengantar. Surabaya: LP2M dan Dwiputra Pustaka Jaya.

Hasanah, H. (2015). Faktor-Faktor Pembentuk Kesadaran Beragama Anak Jalanan. SAWWA, 10(2), 209–228.

Haviz, M. (2017). Designing and Developing a New Model of Education Surau and Madrasah Minangkabau Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, 6(1), 79–100.

Kadimullah, K. H. M. Z. T. K. (2007). Menuju Tegaknya Islam Di Minangkabau: Peranan Ulama Sufi dalam Pembaharuan Adat.

Bandung: Penerbit Marza.

Maimunah, M. (2012). Sistem pendidikan surau : karakteristik, isi dan literatur keagamaan. TA’DIB, XVII(02), 255–263.

Mayarnimar, M. (2010). Upaya Pembinaan Kesadaran Beragama Siswa Sekolah Dasar. Pedagogi (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan), X(2), 62–69.

Gambar

Tabel 1. Data Populasi Penduduk, Surau, Masjid, dll
Gambar 2. Empat Tahapan dalam CBR  C.  Target Pengabdian
Tabel 2. Estimasi Waktu Pelaksanaan Pengabdian Tahun 2021
Gambar 1. Tim Pengabdian Bersama dengan Perangkat Nagari dan  Ulama pada Diskusi Awal Rencana Kegiatan Pengabdian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Akad Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan yang disepakati dalam arti penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan tingkat

Tabel 4.23 menunjukkan F hitung sebesar 97.435 dan nilai signikansi sebesar 0.000, karena probabilitasnya (0.000) jauh lebih rendah dari 0.05 atau 5% maka berdasarkan hasil

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI9. PADANGSIDIPMUAN

a) Apabila syarat yang diberikan itu bertujuan untuk mengambil manfaat untuk kepentingan orang yang berpiutang, maka dalam hal ini akad utangnya rusak dan

Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar. Pokok permasalahan dalam SKRIPSI ini adalah

Sekolah (RPS) di SMK Muhammadiyah Batusangkar”, Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri

Unit Kerja : Institut Agama Islam Negeri Purwokerto Telah melakukan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat sebagai berikut :. KEGIATAN PENGABDIAN

bahwa untuk untuk memberikan panduan bagi seluruh pelaksanaan kegiatan pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Institut Agama Islam Negeri