• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) yang berfungsi untuk menjarangkan kehamilan (Pendit, 2008). Cu, CuT 380A, NOVA T.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) yang berfungsi untuk menjarangkan kehamilan (Pendit, 2008). Cu, CuT 380A, NOVA T."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) a. Definisi AKDR

AKDR merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi jangka panjang terbuat dari plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke dalam uterus yang berfungsi untuk menjarangkan kehamilan (Pendit, 2008).

b. Jenis-jenis AKDR

Asri (2010) mengatakan bahwa AKDR dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1) AKDR dengan Tembaga contohnya adalah Cu 7, CuT 200, ML Cu, CuT 380A, NOVA T.

2) AKDR Hormonal contohnya adalah Levonova, dan Myrena.

c. Mekanisme AKDR

Mekanisme AKDR jenis tembaga yaitu dengan menimbulkan reaksi peradangan lokal yang ditandai dengan adanya leukosit sehingga dapat melarutkan blastosit atau sperma.Sedangkan mekanisme pada AKDR yang mengandung hormon akan menyebabkan lendir serviks mengental sehingga menghalangi gerakan sperma menuju kavum uteri sehingga menghalangi sperma agar tidak bisa mencapai tiba falopi (Sulistyawati, 2012).Suparyanto (2011)

(2)

commit to user

menambahkan bahwa pemakaian AKDR membuat produksi prostaglandin meningkat sehingga uterus lebih sering berkontraksi akibatnya sulit terjadi nidasi.

c. Indikasi

AKDR bisa digunakan oleh setiap perempuan pasangan usia subur baik multipara maupun nulipara, selama tidak memiliki kelainan medis tertentu. Selain itu, AKDR juga bisa digunakan oleh klien yang menyusui, klien pasca abortus tanpa infeksi, perokok, klien yang sedang menjalani pengobatan dengan antibiotika dan atau antikejang, klien dengan berat badan berlebih atau kurang, klien yang memiliki kelainan tumor jinak, hipertensi, migrain maupun penyakit jantung (Asri, 2010).

d. Kontra Indikasi

Kontra indikasi pemakaian AKDR dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Kontra indikasi mutlak, antara lain kehamilan dan penyakit radang

panggul aktif atau rekuren, suspect karsinoma serviks uteri, karsinoma korporis uteri, dan hasil pap smear yang masih meragukan.

2) Kontra indikasi relatif antara lain tumor ovarium, kelainan uterus, servisitis, kelainan haid, dismenore, stenosis kanalis servikalis, dan panjang kavum uteri yang < 6,5 cm(Sulistyawati, 2011).

(3)

commit to user

e. Keuntungan AKDR

Suparyanto (2011) menyatakan bahwa AKDR sangat menguntungkan karena memiliki keefektivitasan yang tinggi dalam mencegah kehamilan hingga 98%, segera berfungsi setelah pemasangan, dipakai dalam jangka waktu yang lama, tidak mempengaruhi kualitas maupun volume ASI, pemasangan dapat dipakai segera setelah melahirkan atau abortus. Sedangkan menurut f. Efek Samping AKDR

Everett (2008) mengatakan bahwa AKDRmemiliki beberapa efek samping, yaitu keluhan nyeri atau kram perut dan perdarahan bercak, ekspulsi, perforasi uterus ke colon atau vesika urinaria, malposisi AKDR, meningkatnya risiko infeksi panggul dan KET bila pemasangan gagal.

2. Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) a. Pengertian

Tes IVA merupakan tes visual dengan mengoleskan larutan asam asetat pada permukaan serviks kamudian melihat perubahan warna yang terjadi setelah itu.Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks (Amrantara, 2009 dalam Arifah, 2013).

(4)

commit to user

b. Tujuan Tes IVA

Yayasan Kanker Indonesia (2012) dalam Sumastri (2013) mengatakan bahwa tujuan dilakukan tes IVA adalah :

1) Mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan.

2) Mengetahui kelainan yang terjadi di leher rahim c. Jadwal Tes IVA

Yayasan Kanker Indonesia (2012) dalam Sumastri (2013) menyatakan bahwa skrining yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) yaitu :

1) Pada perempuan dengan usia 35-40 tahun, skrining dilakukan minimal 1 kali. Pada usia 35-55 tahun, apabila fasilitas memungkinkan, IVA dilakukan tiap 10 tahun dan apabila fasilitas yang tersedia lebih, lakukan IVA tiap 5 tahun.

2) Pada perempuan berusia 25-60 tahun, pemeriksaan IVA ideal dan optimal dilakukan setiap 3 tahun.

a) Skrining yang dilakuka dalam 10 tahun sekali atau sekali seumur hidup berdampak cukup signifikan. Di Indonesia anjuran untuk melakukan IVA bila hasil positif (+) adalah 1 tahun, namun bila negatif (-) adalah 5 tahun.

d. Syarat Mengikuti Tes IVA

Yayasan Kanker Indonesia (2012) dalam Sumastri (2013) menyatakan bahwa syarat-syarat untuk dilakukan tes IVA antara lain :

(5)

commit to user

1) Sudah pernah melakukan hubungan seksual 2) Tidak sedang datang bulan / menstruasi 3) Tidak sedang hamil

4) Tidak melakukan hubungan seksual selama 24 jam sebelum tes IVA

e. Pelaksanaan Tes IVA

Pemeriksaan IVA dilakukan setelah pasien mendapatkan penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalankan. Setelah itu, petugas harus mempersiapkan alat dan tempat seperti :

1) Ruangan tertutup untuk menjaga privasi pasien 2) Meja gynecology/tempat tidur periksa

3) Lampu 4) Spekulum

5) Asam asetat (3-5%) 6) Swab-lidi berkapas 7) Sarung tangan

Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi. Vagina dilihat secara visual adakah kelainan. Spekulum dimasukkan ke vagina secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat serviks. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, petugas dapat menggunakan kapas steril basah untuk menyerapnya. Kemudian serviks dioles dengan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya.

serviks yang normal akan tetap berwarna merah muda, sedangkan

(6)

commit to user

dikatakan positif bila ditemukan area, plak, atau ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS I) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamosakolumnar (SSK) (Sumastri, 2013).

f. Kategori Temuan IVA

Beberapa kategori yang dapat digunakan menurut Aminati (2013) adalah berikut :

1) IVA negatif 2) IVA radang

3) IVA Positif

4) Kanker leher rahim

: :

:

:

licin, merah muda, bentuk portio normal servisitis (inflamasi, hiperemesis), banyak fluor, kelainan jinak (ektopion, polip) plak putih/epitel acetowhite

temuan ini yang menjadi sasaran skrining kanker serviks karen temuan ini mengarah pada diagnosis prakanker (displasi ringan- sedang-berat atau kanker in situ)

pertumbuhan seperti bunga kol dan mudah berdarah

Depkes RI (2008) menyatakan bahwa ada beberapa kategori temuan IVA yang tampak sebagai berikut :

1) Negatif : - Tidak ada lesi bercak putih (acetowhite lession)

- Bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi

(7)

commit to user

2) Positif 1 (+)

3) Positif 2 (++)

:

:

- Garis putih mirip lesi bercak putih pada SSK - Samar, tramsparan, tidak jelas, terdapat lesi

putih yang irreguler pada serviks

- Lesi putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari SSK

- Lesi acetowhite yang buram, padat, dan berbatas jelas sampai ke SSK

- Lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat

g. Kelebihan Tes IVA

Winda (2010) dalam Sumastri (2013) menyebutkan bahwa tes IVA memiliki beberapa kelebihan, antara lain :

1) Mudah dan praktis

2) Alat dan bahan yang sederhana

3) Sensitivitas (75%) dan spesifisitas yang cukup tinggi (85%)

4) Tidak hanya dapat dilaksanakan oleh Dokter, tetapi Bidan atau semua tenaga medis terlatih

5) Teknis pemeriksaan sangat sederhana

6) Merupakan metode yang sesuai untuk pusat pelayanan sederhana 7) Biaya murah, bahkan gratis bila di puskesmas

(8)

commit to user

h. Faktor-faktor berikut dapat mempengaruhi kejadian tes IVA 1) Usia

WHO dalam Wiyono (2008) menyatakan bahwa kanker serviks terjadi paling banyak pada usia setelah 40 tahun dan lesi derajat tinggi pada umumnya dapat dideteksi sepuluh tahun sebelum terjadi kanker dengan puncak terjadinya displasia pada usia 35 tahun. Sehingga IVA sangat baik dilakukan pada ibu pasangan usia subur yang berusia 30-40 tahun.

2) Usia Pertama Kali Berubungan Seksual

Epitel serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel kolumnar. Kedua epitel tersebut dibatasi oleh sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) yang letaknya tergantung pada usia, aktivitas seksual, dan paritas. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SSK terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SSK, yaitu SSK asli dan SSK baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel

(9)

commit to user

kolumnar. Daerah di antara kedua SSK ini disebut daerah transformasi.

Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun.

Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks.

Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan.Sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar.Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma.Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker.Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi.Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi.Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker.

Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan (Saputra, 2012).

3) Berganti-ganti Pasangan

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia< 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti- ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual

(10)

commit to user

suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya (Saputra, 2012).

Proses terjadinya kanker serviks sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas.Perubahan ini biasanya terjadi di SSK atau daerah transformasi.Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa human papilloma virus (HPV) memegang peranan penting.Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi kaesinoma invasif (Saputra, 2012).

4) Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok atau dikunyah dan asapnya menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines.Pada

rokok juga terdapat banyak zat kimia yang berbahaya.Zat kimia tersebut diserap paru-paru dibawa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan mulai mempengaruhi organ-organ tubuh

(11)

commit to user

lainnya, seperti serviks uteri. Pada perempuan yang merokok, konsentrasi nikotin 56 kali lebih tinggi pada getah serviks dibandingkan di dalam serum. Efeknya adalah menurunkan imunitas lokal sehingga tubuh kurang efektif dalam memerangi infeksi HPV.HPV selanjutnya dapat merusak DNA sel serviks dan memberikan kontribusi pada perkembangan kanker serviks.Sehingga perempuan yang merokok berisiko menderita kanker serviks sebesar 2 kali lipat dibandingkan yang tidak merokok (Saputra, 2012).

5) Status Paritas

Rasjidi (2009) dalam Lusiana (2013) menyatakan bahwa apabila jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak, dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal pada epitel serviks dan dapat berkembang ke arah keganasan.

6) Keputihan

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri pathogen.

Candida albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan hormon

(12)

commit to user

esterogen dan progesterone karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel vagina dan memicu pertumbuhan bakteri patogen.Contohnya Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang normalnya dapat dihambat.Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH vagina, menyebabkan pelepasan sel-sel vagina dan timbulnya bau pada flour albus.

Apabila keasaman dalam vagina berubah maka kuman- kuman lain dengan mudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang akhirnya menyebabkan fluor albus, yang berbau, gatal, dan menimbulkan ketidaknyamanan (Saputra, 2012).

7) Penggunaan Pil KB

Estrogen merangsang pertumbuhan dan perkembangan rahim pada masa pubertas, menyebabkan endometrium (lapisan dalam rahim) menebal pada paruh waktu pertama siklus menstruasi serta mempengaruhi jaringan payudara sepanjang hidup.Progesteron yang diproduksi pada paruh terakhir dari siklus menstruasi mempersiapkan endometrium untuk menerima telur.

Jika telur telah dibuahi maka sekresi progsteron akan mencegah pelepasan telur dari ovarium.

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Internasional untuk Riset Kanker (IARC) menunjukkan bahwa penggunaan jangka panjang dari kontrasepsi pil (5 tahun atau lebih) dapat meningkatan

(13)

commit to user

risiko kanker serviks sebanyak 4 kali lipat dibanding yang tidak menggunakan. Dan risiko bisa menurun setelah penggunaan pil dihentikan (Saputra, 2012).

8) Sosio Ekonomi

Tingkat sosio ekonomi yang rendah membuat daya beli seseorang menurun sehingga konsumsi akan sayuran dan buah- buahan yang mengandung bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker berkurang. Asam folat, vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat iksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan).Vitamin C banyak terdapat dalam sayur- sayuran dan buah-buahan (Saputra, 2012).

9) Pendidikan Terakhir

Lusiana (2013) mengatakan bahwa pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang salah satunya adalah pengetahuan dalam pola makan atau mengolah makanan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pola makan yang tinggi lemak akan meningkatkan resiko terkena kanker, termasuk kanker serviks.

Pengolahan makanan dalam suhu tinggi pada makanan tinggi lemak akan mengubah makanan tersebut menjadi senyawa karsinogenik.

(14)

commit to user

10) Riwayat PMS

Perempuan yang pernah terinfeksi Neisseria gonorrhoeae (bakteri penyebab gonore) atau Treponema pallidum (bakteri penyebab sifilis) maka perempuan tersebut lebih mudah terkena infeksi HPV dan HPV lebih mudah membut sel bertransformasi dan bermetastatis.Seorang perempuan yang menikah dengan laki- laki yang pernah menikah atau berhubungan dengan penderita kanker serviks, maka kemungkinan terkena kanker serviks juga besar (Novel, 2010).

11) Riwayat Kanker

Seseorang dengan riwayat pernah menderita kanker atau memiliki keluarga yang pernah menderita kanker menjadi salah satu faktor terjadinya kanker. Carrier kanker akan meningkatkan perkembangan kanker pada usia muda (Harianto, 2005).

12) Pola makan

Pola makan yang tidak sehat menyebabkan berat badan berlebih dan fasilitas fisik kurang. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pola makan yang tinggi akan lemak akan meningkatkan risiko terkena kanker, termasuk kanker serviks.

Pengolahan makanan dalam suhu tinggi pada makanan yang mengandung protein dan lemak yang tinggi akan membentuk berbagai senyawa mutagenik (Novel dkk, 2010).

(15)

commit to user

3. Hubungan antara AKDR dengan kejadian tes IVA positif

Vagina dan serviks uteri pada perempuan yang telah menikah, sering mengalami inflamasi dan iritasi yang sering ditandai dengan keputihan.Sebagian dapat sembuh dengan sendirinya dan ada pula yang berkaitan dengan keganasan serviks uteri.

Inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, mekanik (AKDR, tampon, diafragma, benda asing, atau trauma senggama), perubahan hormonal karena alat kontrasepsi, bahan kimia (pencuci vagina, atau pelicin vagina), atau bahkan kanker serviks.

AKDR sebenarnya merupakan benda asing.AKDR memiliki benang yang berfungsi sebagai kontrol dan memudahkan petugas saat pencabutan.Namun, adanya gesekan antara benang dengan serviks uteri terutama pada pemakaian jangka panjang diduga dapat menyebabkan iritasi kronis berupa peradangan.Akibatnya timbul reaksi dari tubuh berupa penebalan sel epitel serviks uteri agar lebih tahan terhadap trauma.

Sel tersebut berpotensi menjadi ganas bila saat proses penebalan terdapat bahan mutagen di serviks uteri(Hidayat, 2009).

Bahan mutagen (misalnya HPV) yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan DNA manusia menjadi rusak. Akibatnya, gen yang mengatur pertumbuhan sel atau gen penekan kanker di dalam DNA manusia bermutasi menjadi onkogen.Sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol atau onkogenesis.Sel yang mengalami

(16)

commit to user

onkogenesis memiliki inti sel yang besar dan padat.Sehingga saat dioleskan asam asetat, cairan intrasel keluar dan jarak antar sel menjadi makin dekat.Akibatnya, timbulah bercak putih yang disebut dengan acetowhite.Bila permukaan epitel mendapat cahaya, maka cahaya tersebut

tidak dapat menembus ke dalam stroma, tetapi dipantulkan keluar sel(Nuranna, 2006 dalam Arifah, 2013).

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :

Keterangan :

: diteliti : diteliti

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara penggunaan AKDR dengan kejadian tes IVA positif.

Tes IVA positif 1. AKDR

- Imunitas rendah - Bakteri

Sosio-ekonomi rendah - HPV / PMS - Usia - Paritas - Asap rokok - Multipartner - Riw. kanker - Jenis alkon :

2. Suntik 3. Pil

Referensi

Dokumen terkait

(2) Manfaat program kegamaan terhadap kecerdasan spiritual siswa yang terbangun meliputi, siswa disiplin dalam mengikuti semua kegiatan disiplin, mampu, memiliki sikap

• Gerakan switch terdiri dari “vertical step” dan “rotary step” secara bergantian • Setiap step mewakili urutan digit nomor telepon yang dipanggil. Karena kemampuannya

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan uji t pada persamaan regresi sederhana dengan tingkat signifikansi 0,05 ternyata hasil analisis data menunjukkan bahwa

PENGARUH LEVERAGE, INTENSITAS ASET TETAP, UKURAN PERUSAHAAN, KONEKSI POLITIK DAN PROFITABILITAS2. TERHADAP

penerapannya guru melakukan secara bertahap. Di awal-awal aturan yang dibuat terkesan untuk menakut-nakuti/menggertak VLVZD VHSHUWL ³LEX DNDQ DPELO ELQWDQJ nya MLND

Tujuan penelitian ini diharapkan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: (1) Kolaborasi peneliti selaku kepala sekolah dengan guru kelas VI dalam menerapkan model belajar

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan school well-being pada siswa SD dan siswa SMP, dimana siswa SD memiliki school well-being yang lebih baik daripada

Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bimbingan keagamaan dalam membentuk akhlak anak usia dini di Kelompok Bermain Tunas Bangsa