• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

SKPD MELALUI KEJELASAN SASARAN ANGGARAN PADA PEMERINTAH

KABUPATEN KARO

T E S I S

Oleh : ADIL SITEPU

107017096

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(2)

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

SKPD MELALUI KEJELASAN SASARAN ANGGARAN PADA PEMERINTAH

KABUPATEN KARO

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh : ADIL SITEPU

107017096

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(3)

Judul Tesis : Pengaruh Keadilan Distributif Dan Keadilan Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial Skpd Melalui Kejelasan Sasaran Anggaran Pada Pemerintah Kabupatan Karo

Nama Mahasiswa : Adil Sitepu Nomor Pokok : 107017096 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui : Komisi Pembimbing,

(Prof.Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak) (Drs. Syamsul Bahri TRB, MM,Ak) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Tanggal lulus : 30 Agustus 2012

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM,Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak

4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

SKPD MELALUI KEJELASAN SASARAN ANGGARAN PADA PEMERINTAH

KABUPATAN KARO

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudia hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

Adil Sitepu

(6)

PENGARUH KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

SKPD MELALUI KEJELASAN SASARAN ANGGARAN PADA PEMERINTAH

KABUPATEN KARO

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui dan menganalisis pengaruh keadilan distributif dan Keadilan Prosedural melalui kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja Manajerial SKPD pada Pemerintahan Kabupaten karo . Permasalahan yang dibahas dalam penelitian : Apakah terdapat pengaruh keadilan distributif dan Keadilan Prosedural melalui kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja Manajerial SKPD pada Pemerintahan Kabupaten karo ? Hipotesis : terdapat pengaruh keadilan distributif dan Keadilan Prosedural melalui kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja Manajerial SKPD pada Pemerintahan Kabupaten karo.Populasi dalam penelitian ini adalah aparat perangkat daerah setingkat Kepala Badan, Bagian, Dinas, Kantor, Bidang, Kepala Sub Bagian, Kasub Bidang dan Kepala Seksi di Pemerintahan Kabupaten Karo. Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan pendekatan Slovin.

Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen, uji asumsi klasik dan analisis regresi linier berganda.Hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh secara simultan Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural melalui kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja Manajerial SKPD pada Pemerintahan Kabupaten karo.

Kata Kunci : Keadilan Distributif,Keadilan Prosedural,Kejelasan Sasaran Anggaran dan Kinerja Manajerial.

(7)

THE INFLUENCE OF DISTRIBUTIVE JUSTICE AND PROCEDURAL FAIRNESS THROUGH THE CLARITY OF THE BUDGET

TARGET OF THE MANAGERIAL PERFORMANCE IN THE KARO REGENCY’S SKPD

ABSTRACT

This study aims to determine and analyze the effect of distributive justice and procedural fairness through the clarity of the budget targets for the managerial performance of the karo regency’s SKPD. Problems discussed in the study : Whether there is the influence of distributive justice and procedural fairness through the clarity of the budget target of the managerial performance in the karo regency’s SKPD ? Hypothesis : there is the influence of the managerial distributif justice and fairness through the clarity of the budget of managerial performance in the karo regency’s SKPD. Population in this study is the lavel of structural officers of the regency. Number of samples in this study calculated using the slovin aproach. Prior to testing the hypotesis, first tested the validity and reliability of the instrument, the classical assumption test, and multiple linear regression analysis. Results of research conducted in this study found that there is a simultaneous effect of distributive justice and procedural fairness through the clarity of the budget target of managerial performance in the Karo Regency’s SKPD.

Keywords : Distributive justice, Procedural Fairness, The clarity of the budget target of managerial performance.

The object of this research is to known the simultaneously and

.

(8)

ywords: Budget partisipation, Ex KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas, penulis menyampaikan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena dorongan rahmat, karunia dan anugerahNya yang berkelimpahan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Dalam menyelesaikan usulan tesis ini tentu saja penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan, kendala-kendala dan hambatan-hambatan, akan tetapi berkat bantuan, bimbingan, petunjuk dan masukan dari berbagai pihak lainnya penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Sekolah Pascasarjana.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang senantiasa dengan sabar dan secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, CPA., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

4. Ibu Prof.Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, selaku Ketua Komisi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB,MM,Ak., selaku Anggota Komisi Dosen Pembimbing yang yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

6. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Anggota Komisi Dosen Pembanding yang yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

(9)

7. Dra. Sri Mulyani, MBA,Ak, selaku Anggota Komisi Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

8. Bapak DR.(HC). Kena Ukur Karo Jambi Surbakti, selaku Bupati Karo yang telah mendukung penulis untuk mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan memberikan izin untuk melakukan penelitian dilingkungan Pemerintah Kabupaten Karo.

9. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc, selaku Setda Kabupaten Karo yang telah mendukung penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo.

10. Bapak Drs. Kawar Sembiring, M.Si, selaku Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Karo yang telah banyak memberikan dorongan dan dukungan untuk menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

11. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda N.Sitepu dan Ibunda R. br Ginting, yang senantiasa memberikan doa, cinta, dukungan semangat dalam menyelesaikan perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

12. Ibu Mertua yang telah memberikan motivasi, semangat dengan penuh kasih sayang kepada penulis, serta doa yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

13. Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta dan anak-anakku tersayang yang telah banyak memberikan cinta, doa dan motivasi sepanjang penulis mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

14. Rekan – rekan kerja penulis di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Karo yang telah banyak memberikan dukungan dan membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

(10)

15. Bapak/Ibu aparat perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten Karo yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan bersedia meluangkan waktunya mengisi kuesioner dalam penelitian ini.

16. Rekan – rekan mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya Program Studi Ilmu Akuntansi yang telah banyak memberikan dukungan, kritik dan saran demi kesempurnaan hasil penelitian dalam tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penyajian maupun dari segi penyusunannya. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna penyempurnaan tesis ini pada masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi rekan mahasiswa/i.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

Adil Sitepu

(11)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Adil Sitepu

Tempat/Tgl. Lahir : Gunung Ambat Kec.Sei Bingai, 10 Agustus 1972 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Katolik

Alamat : Kabanjahe

Telepon : 082162544911

Pendidikan

2010 – 2012 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi Ilmu Akuntansi

1999– 2002 : Universitas Karo Kabanjahe

1991 – 1995 : Diploma III Ekonomi Universitas Sumatera Utara 1988 – 1991 : SMA Negeri 2 Binjai

1984 – 1988 : SMP Negeri Namu Ukur

1977 – 1984 : SD No. 055988 Gunung Ambat

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Kepegawain Pendidikan dan Pelatihan Kabupatan Karo.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Originalitas ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. ... T injauan Teoritis ... 8

2.1.1. Konsep Kinerja Manajer Sektor Publik ... 8

2.1.1.1. Pengertian ... 8

2.1.1.2. Pengukuran Kinerja Manajerial Sektor Publik ... 9

2.1.1.3. Tujuan Pengukuran/Penilaian Kinerja Sektor Publik ... 13

2.1.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Sektor Publik... 15

2.1.2. Karakteristik Sasaran Anggaran (Budgetary Goal Characteristics) ... 18

2.1.2.1. Goal Setting Theory ... 18

2.1.2.2. Konsep Budgetary Goal Characteristics ... 18

(13)

2.1.3.1. Keadilan Distributif ... 20

2.1.3.2. Keadilan Prosedural ... 22

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 24

BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 29

3.1. Kerangka Konseptual ... 29

3.2. Hipotesis ... 40

BAB IV : METODE PENELITIAN ... 41

4.1. Jenis Penelitian ... 41

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.3. Populasi dan Sampel ... 41

4.4. Definisi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 43

4.5. Jenis dan Sumber Data ... 46

4.6. Uji Validitas dan Relibailitas ... 47

4.7. Metode Analisis Data ... 48

4.7.1. Analisis Deskriptif ... 48

4.7.2. Uji Asumsi Klasik ... 48

4.7.3. Model Analisis Data ... 50

4.7.4. Analisis Koefisien Determinasi ... 51

4.7.5. Uji Statistik Hipotesis ... 51

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1. Hasil Penelitian ... 54

5.1.1. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 54

5.1.2. Demografi Responden Penelitian ... 55

5.1.3. Analisis Deskriptif ... 55

5.1.4.1. Statistik Deskriptif ... 56

5.1.5. Hasil Uji Kualitas Data ... 57

5.1.5.1. Uji Validitas ... 57

5.1.5.2. Uji Realibilitas ... 59

5.1.6. Uji Asumsi Klasik ... 60

5.1.6.1. Uji Normalitas ... 60

5.1.6.2. Uji Multikolineritas ... 61

5.1.6.3. Uji Autokorelasi ... 62

5.1.6.4. Uji Heterokedastisitas ... 63

5.1.7. Analisis Jalur ... 64

5.1.6.1. Persamaan 1 ... 64

5.1.6.2. Persamaan 2 ... 65

5.1.8. Uji Hipotesis Parsial ... 66

5.1.9. Uji Serempak ... 67

5.110. Koefesien Determinasi ... 67

5.1.10.1. Koefesien Determinasi Persamaan 1 ... 67

5.1.10.2. Koefesien Determinasi Persamaan 2 ... 68

5.1.10.3. Koefesien Determinasi Total ... 69

5.1.11.Hubungan Antar Variabel ... 69

(14)

5.1.12.Pengaruh Langsung,Pengaruh Tidak Langsung

dan Pengaruh Total ... 70

5.2. Pembahasan ... 71

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1. Kesimpulan ... 75

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 75

6.3. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Review Penelitian Terdahulu ... 26

3.1. Dekomposisi ... 53

5.1. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 54

5.2. Statistik Demograpi Responden Penelitian ... 55

5.3. Distribusi Frekuensi Variabel ... 56

5.4. Validitas Keadilan Distributif ... 58

5.5. Validitas Keadilan Prosedural ... 58

5.6. Validitas Kejelasan Sasaran Anggaran ... 59

5.7. Validitas Kinerja Manajerial ... 59

5.8. Realibilitas ... 60

5.9. Hasil Uji Multikolinearitas ... 62

5.10. Hasil Uji Autokorelasi ... 63

5.11. Hasil Regresi Persamaan 1 ... 64

5.12. Hasil Regresi Persamaan 2 ... 65

5.13. Hasil Uji F ... 67

5.14. Hasil Koefesien Determinasi Persaman 1 ... 68

5.15. Hasil Koefesien Determinasi Persaman 2 ... 68

5.16. Hubungan antar variabel ... 69

5.17. Hasil Kesimpulan Analisis Regresi Jalur ... 70

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Diagram Konseptual... 29

4.1. Diagram Jalur ... 53

5.1. Hasil Uji Normalitas Data ... 61

5.2. Hasil Uji Heterokedastisitas ... 64

5.2. Diagram Jalur Hasil analisis regresi ... 66

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner ... 81 2. Tabulasi Kuesioner ... 87 3. Hasil Regresi SPSS ... 95

(18)

ABSTRAK

Penggunaan pestisida dapat menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman. Pestisida golongan organofosfat dan karbamat bersifat menghambat aktivitas enzim kolinesterase di dalam tubuh.

Penelitian menggunakan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo Tahun 2013.

Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang menanam tomat dan menyemprot dengan pestisida sebanyak 35 orang. Beberapa variabel yang diduga mempengaruhi dianalisis dengan uji statistik chi-square dan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

Responden mengalami keracunan dengan proporsi 22,9% keracunan ringan dan 5,7% keracunan sedang. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda menunjukkan ada pengaruh yang bermakna secara statistik antara frekuensi penyemprotan, lama penyemprotan dan pemakaian alat pelindung diri terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat.

Petani sebaiknya mengurangi frekuensi penyemprotan dalam seminggu dan lama menyemprot dalam sehari untuk mengurangi risiko paparan terhadap pestisida dan bekerja menggunakan alat pelindung diri yang lengkap yang terdiri dari sarung tangan, topi, masker dan baju kerja sehingga dapat mengurangi paparan dari penggunaan pestisida, kepada pemerintah daerah sebaiknya memberikan upaya perlindungan kepada petani dengan pemberian pendidikan dan pelatihan terhadap tata cara penggunaan pestisida.

Kata Kunci : Paparan Pestisida, Aktivitas Kolinesterase, Petani Tomat

(19)

ABSTRACT

The application of pesticides can reduce the population of Plant Pest Organism. Organophosphate and carbamate pesticides can inhibit cholinesterase enzyme activity in human body.

The study used cross sectional study design the objective of this research is to know the exposure of pesticide on the blood cholinesterase activity in tomato farmers at Naman Teran Subdistrict, Karo District in 2013.

There were 35 farmers who grew tomatoes and used pesticide. Some variables which were suspected to influence were analyzed by using chi-square statistic test and logistic regression test with the level of reliability of 95%

(p<0.05).

Farmers were poisoned with 22.9% suffer from light-over-exposure and 5.7% moderate-over-exposure. Multivariate test analysis using multiple logistic regression test showed that there are statistically significant influenced between the frequency of spraying, the length of spraying and the use of personal protective equipment with the blood cholinesterase activity in tomato farmers.

The farmers should reduce the frequency of spraying in a week and the length of spraying in a day in order to avoid the risk of the exposure of pesticide and worked by using complete personal protective equipment which consisted of gloves, hats, maskers, and overalls so that they could reduce the exposure of pesticide. The regional government should give legal protection to the farmers by providing education and training about the method of using pesticide.

Keywords: Exposure of Pesticide, Cholinesterase Activity, Tomato Farmers

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah intensifikasi pertanian. Program intensifikasi pertanian bergerak dengan berbagai teknologi, seperti menggunaan pupuk, varietas unggul, memperbaiki pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru.

Intensifikasi pertanian seringkali merubah ekosistem yang ada sehingga menimbulkan masalah seperti serangan jasad penganggu sehingga untuk mengatasinya, petani menggunakan pestisida (Sutikno, 2002).

Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih dari 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600 berupa desinfektan (Sudarmo, 2001).

Penggunaan pestisida dapat menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Petani merasakan manfaat menggunakan pestisida seperti hasil panen yang baik sehingga petani menggantungkan harapan yang besar terhadap pestisida. Keterbatasan petani menyebabkan pestisida merupakan cara andalan dalam menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Asnawati, 2010).

(21)

World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi 1 - 5 juta kasus keracunan pestisida pada petani dengan tingkat kematian mencapai 220.000 jiwa setiap tahun. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara sedang berkembang dan sekitar 5000 - 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit lever. Gejala keracunan pestisida pada umumnya adalah lemah dan lelah, kepala sakit, keringat dan air liur berlebihan, kesulitan bernapas, pandangan kabur, iritasi pada mata dan kulit, pupil mata mengecil, muntah, gangguan perut/ diare, pingsan (Achmadi, 2005).

Keracunan langsung (akut) dapat menurunkan aktivitas kolinesterase.

Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis biologik) di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Penurunan aktivitas kolinesterase akan mempengaruhi serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar akibatnya petani mengalami iritasi mata dan gerakan otot yang lemah.

Depresi aktivitas kolinesterase ini bertahan dalam 2 minggu. Pemeriksaan ini bisa dilakukan di luar laboratorium dengan menggunakan tintometer kit (Gallo, 1991).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida adalah karakteristik petani yakni umur, jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, lama bekerja, perilaku petani dalam menggunakan pestisida antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, pencampuran dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri. Pestisida dapat mengontaminasi petani pada saat menyimpan dan memindahkan pestisida,

(22)

menyiapkan larutan pestisida, mengaplikasikan pestisida dan mencuci alat-alat aplikasi. Mengaplikasikan pestisida pada saat penyemprotan sering menimbulkan kontaminasi pestisida (Djojosumarto, 2008).

Hasil penelitian Assti (2008) menunjukkan, petani yang menderita keracunan sebanyak 75 orang (96,2%) dan menderita anemia sebanyak 63 orang (80,8%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja, status gizi, kelengkapan alat pelindung diri, lama waktu penyemprotan, pengelolaan pestisida, suhu lingkungan dan kejadian anemia dengan keracunan akibat pestisida melainkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia pada petani hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Yuantari (2009) mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian dosis, penggunaan alat pelindung diri, metode penyemprotan, metode pencampuran dan lokasi pencampuran dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat pada petani sayuran di Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Berdasarkan hasil laporan kajian faktor risiko lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan di daerah pertanian Kabupaten Karo (2006) menunjukkan bahwa aktivitas kolinesterase darah dari 60 petani, yang mengalami keracunan berat sebanyak 25 petani (41,7%), keracunan sedang sebanyak 14 petani (23,3%) dan keracunan ringan sebanyak 21 petani (35,0%).

Kabupaten Karo merupakan salah satu Daerah Tingkat II Propinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu daerah yang memiliki tanah yang

(23)

subur dan cocok untuk tanaman hortikultura. Penggunaan pestisida perharinya adalah sebanyak ±10 ton untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.

Kecamatan Naman Teran merupakan satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Karo dengan Desa Kuta Rayat sebagai salah satu desa yang mata pencaharian utama masyarakatnya adalah petani tomat (Profil Kec.Naman Teran, 2011).

Sayuran merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, umur yang relatif singkat namun peka terhadap hama dan penyakit. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat dan banyak diperdagangkan di pasar swalayan dan pasar tradisional. Konsumsi tomat melebihi konsumsi akan daging atau ikan. Menekan kerusakan tomat dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara kimiawi dapat meningkatkan hasil panennya (Rustia, 2010).

Memperhatikan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.

1.2. Perumusan Masalah

Penggunaan pestisida oleh petani sehari-hari tidak memperhatikan aturan yang tertera pada label. Seperti halnya yang ditemukan peneliti pada survei awal bahwa beberapa penyemprot tidak memakai alat pelindung diri dan mencampur pestisida tanpa takaran atau dosis. Kondisi ini dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya keracunan pestisida sehingga dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: apakah ada pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh paparan pestisida (pencampuran dosis, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, lama penyemprotan, arah angin, pemakaian alat pelindung diri) terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh paparan pestisida (pencampuran dosis, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, lama penyemprotan, arah angin, pemakaian alat pelindung diri) terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai prevalensi keracunan yang sifatnya akut akibat penggunaan pestisida yang tidak aman sehingga dapat dilakukan manajemen risiko keracunan terhadap petani.

2. Memberikan informasi kepada petani terkait mengenai penurunan aktivitas kolinesterase akibat penggunaan pestisida yang tidak aman.

3. Menambah wawasan dan pengalaman peneliti tentang penggunaan pestisida yang aman dan faktor risiko yang menyebabkan penurunan aktivitas kolinesterase.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Formulasi Pestisida 2.1.1. Pengertian Pestisida

Secara harafiah, pestisida berarti pembunuh hama (pest: hama dan cide:

membunuh). Dalam bidang pertanian banyak digunakan senyawa kimia, antara lain sebagai pupuk tanaman dan pestisida (Sartono, 2001).

Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI No. 434.1/Kpts/TP.270/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan yaitu memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian;

memberantas rerumputan; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian- bagian tanaman (tetapi tidak termasuk golongan pupuk).

Sementara itu, Peduto (1996) mendefinisikan pestisida sebagai berikut : 1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan

untuk mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad renk lain yang terdapat pada hewan dan manusia.

2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.

(26)

Dalam konsep pengendalian terpadu hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah kompatibel dengan komponen pengendalian lain, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, tidak persisten, aman bagi lingkungan fisik dan biota, relatif aman bagi pemakai, harga terjangkau oleh petani (Sudarmo, 2001).

2.1.2. Formulasi Pestisida

Bahan terpenting dalam pestisida yang bekerja aktif terhadap hama sasaran disebut bahan aktif. Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif dinamakan formulasi. Formulasi sangat menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus digunakan, berapa dosis atau takaran yang harus digunakan, berapa frekuensi dan interval penggunaan, serta terhadap jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut (Djojosumarto, 2008):

1. Formulasi Padat

a. Wettable Powder (WP), merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran partikel beberapa mikron) dengan aktivitas bahan aktif relatif tinggi (50 – 80%), yang jika dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Pengaplikasian WP dengan cara disemprotkan.

b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika dicampur air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara disemprotkan.

(27)

c. Butiran, umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7 – 1 mm.

Pestisida butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik secara manual maupun dengan mesin penabur).

d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi penggunaannya sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan digunakan dengan cara disemprotkan.

e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dalam air dan digunakan dengan cara disemprotkan bedanya, jika dicampur dengan air, SG akan membentuk larutan sempurna.

f. Tepung hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10 – 30 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).

2. Formulasi Cair

a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Oleh karena menggunakan solvent berbasis minyak, konsentrat ini jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi (butiran benda cair yang melayang dalam media cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.

b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka konsentrat

(28)

ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk larutan homogen. Umumnya formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan.

c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dalam air.

Pestisida yang diformulasi dalam bentuk AS umumnya berupa pestisida yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang diformulasi dalam bentuk ini digunakan dengan cara disemprotkan.

d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair ini akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara disemprotkan.

e. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1 – 5 liter/hektar.

Formulasi ULV umumnya berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah digunakan butiran semprot yang sangat halus.

3. Kode Formulasi pada Nama Dagang

Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif pestisida dicantumkan di belakang nama dagangnya. Adapun prinsip pemberian nama dagang sebagai berikut :

a. Jika diformulasi dalam bentuk padat, angka di belakang nama dagang menunjukkan kandungan bahan aktif dalam persen. Sebagai contoh herbisida Karmex 80 WP mengandung 80% bahan aktif. Pestisida Furadan 3G berarti mengandung bahan aktif 3%.

(29)

b. Jika diformulasi dalam bentuk cair, angka di belakang nama dagang menunjukkan jumlah gram atau mililiter (ml) bahan aktif untuk setiap liter produk. Sebagai contoh, fungisida Score 250 EC mengandung 250 ml bahan aktif dalam setiap liter produk Score 250 EC.

c. Jika produk tersebut mengandung lebih dari satu macam bahan aktif maka kandungan bahan-bahan aktifnya dicantumkan semua dan dipisahkan dengan garis miring. Sebagai contoh, fungisida Ridomil Gold MZ 4/64 WP mengandung bahan bahan aktif Metalaksil-M 4% dan Mankozeb 64% dan diformulasikan dalam bentuk WP.

2.2. Jenis-jenis dan Karakteristik Pestisida 2.2.1. Jenis-jenis Pestisida

Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkan fungsi dan asal katanya. Penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut (Sartono, 2002).

1. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida.

Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

2. Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk melawan algae.

3. Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung.

Berfungsi sebagai pembunuh dan mengontrol populasi burung.

4. Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.

(30)

5. Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun.

Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu).

6. Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga.

7. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.

8. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.

9. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (cacing yang hidup di akar).

10. Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.

11. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat.

Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus 2.2.2. Karakteristik Pestisida

Beberapa karakteristik pestisida yang perlu diketahui dalam pengertian dasar pestisida antara lain (Novisan, 2002):

1. Toksisitas Pestisida

Dosis pestisida sangat penting untuk diketahui, karena pada dasarnya adalah racun pembunuh atau penghambat proses yang berlangsung pada sistem hidup khususnya serangga atau arthopoda termasuk manusia. Tindakan pengamanan dalam pembuatan dan pemakaiannya diperlukan informasi

(31)

penggunaannya lebih efektif, efisien dan ekonomis serta pertimbangan keamanan bagi manusia dan lingkungan hidup. Daya racun terhadap organisme tertentu dinyatakan dalam nilai LD50 (Lethal Dose atau takaran yang mematikan). LD50

menunjukkan banyaknya racun persatuan berat organisme yang dapat membunuh 50% dari populasi jenis binatang yang digunakan untuk pengujian, biasanya dinyatakan sebagai berat bahan racun dalam milligram, perkilogram berat satu ekor binatang uji. Jadi semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainya.

2. Kategori Toksisitas

Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar yang berfungsi sebagi informasi (Sastroutomo, 2002):

a. Kategori I

Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak dengan gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat beracun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50 yang aktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkg berat badan.

b. Kategori II

Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa pestisida yang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yang akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg perkg berat badan.

c. Kategori III

(32)

Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD50 akut melalui mulut berkisar antara 500-5000 mg perkilogram berat badan.

2.3. Klasifikasi Pestisida Menurut Rumus Kimia

Atas dasar rumus kimia pestisida dapat diklasifikasikan menjadi (Soemirat, 2003):

1. Pestisida Golongan Organoklorin

Pestisida ini sedikit digunakan di negara berkembang. Sifat dari pestisida ini adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang tahan atau persisten baik dalam tubuh maupun lingkungan dan memiliki kelarutan yang sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan terdegradasi yang lambat. Organoklorin dibagi dalam beberapa bagian yaitu diklorodifenil etan (DDT, DDD, portan, metoksiklor, metioklor), siklodin (aldrin, dieldrin, heptaklor, chlordane dan endosulfan) dan sikloheksan benzene terklorinasi (HCB, HCH). Semua organoklorin merupakan racun saraf. DDT disintesis oleh Othmar Zeidler pada tahun 1873, namun efeknya baru ditemukan oleh Paul Muller pada tahun 1939.

Oleh karena efikasinya yang sangat baik, DDT menjadi sangat terkenal di bidang pertanian dan kesehatan masyarakat. DDT sempat dijuluki the wonder chemical, bahan kimia ajaib yang menyelamatkan ribuan hektar tanaman dari serangan hama serangga. DDT juga menyelamatkan jutaan orang dari penyakit malaria dan tifus dengan mengendalikan serangga penularnya (Sartono, 2002).

2. Pestisida Golongan Piretroid

(33)

Pada tahun 1970-an, senyawa piretroid menjadi buruan para ahli kimia perlindungan tanaman. Piretrum adalah pestisida alami yang merupakan ekstrak dari bunga chrysanthemum, Phyretrum cinerariaefollium (Dalmantian insect flower). Piretroid memiliki beberapa keunggulan diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spectrum pengendaliannya luas, tidak persisten dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.

Sejarah piretroid dimulai sejak tahun 1949, ketika Schechter berhasil mensintesis alletrin, yaitu piretroid komersial pertama. Pada tahun 1964, Sumitomo Chemical Cooperation dari Jepang mengenalkan tetrametrin yang memiliki efek melumpuhkan yang lebih baik. Senyawa ini kemudian digunakan terutama di bidang kesehatan masyarakat (Sastroutomo, 2002).

Tonggak penting lainnya dalam sejarah pengembangan piretroid adalah diluncurkannya sipermetrin, deltametrin dan fenvalerat yang memiliki rantai sianida dalam struktur molekulnya. Sipermetrin dan deltametrin dikembangkan oleh Rothamsted Experiment Station, sedangkan fenvalerat oleh Sumitomo.

Ketiganya merupakan pestisida piretroid terkuat dan dipresentasikan secara bersamaan untuk pertama kalinya pada konferensi pestisida yang diselenggarakan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) pada tahun 1974.

Piretroid merupakan racun saraf meskipun toksisitasnya jarang terlihat pada manusia. Gejala keracunan akibat pestisida ini adalah parestesia (kebal, kesemutan pada kulit), eksitasi saraf, tremor, konvulsi, paralisis dan kematian (Raini, 2007).

3. Pestisida Golongan Organofosfat

(34)

Pestisida organofosfat ditemukan melalui sebuah riset di Jerman, selama Perang Dunia II, dalam usaha menemukan senjata kimia untuk tujuan perang.

Pada tahun 1937, Schrader menyusun struktur dasar organofosfat. Meskipun organofosfat pertama telah disintesis pada 1944, struktu dasar organofosfat baru dipublikasikan pada tahun 1948 (Djojosumarto, 2008).

Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernafasan. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai.

Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosphoris insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau phosphoris acid esters. Golongan organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain (Sastroutomo, 2002):

a. Asefat, diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun dan wereng. LD50 (tikus) sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) >

10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).

(35)

b. Kadusafos, merupakan pestisida racun kontak dan racun perut. LD50 (tikus) sekitar 37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan tidak menyebabkan iritasi pada mata.

c. Klorfenvinfos, diumumkan pada tahun 1962. Pestisida ini bersifat non- sistemik serta bekerja sebagai racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang. LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.

d. Klorpirifos, merupakan pestisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar 135 – 163 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.

e. Kumafos, ditemukan pada tahun 1952. Pestisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 860 mg/kg.

f. Diazinon, pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan pestisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment). LD50 oral (tikus) sebesar 1.250 mg/kg.

g. Diklorvos (DDVP), dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Pestisida ini bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat, serta pestisida rumah tangga. LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.

(36)

h. Malation, diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pestisida yang dalam proses metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga. Pestisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi.

Malation juga digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50

dermal (kelinci) 4.100 mg/kg.

i. Paration, ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan pestisida pertama yang digunakan di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh Schrader. Paration merupakan pestisida memiliki mode of action sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat non- sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun inhalasi. Paration termasuk pestisida yang sangat beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.

j. Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Pestisida non-sistemik ini memiliki aktivitas translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama (terutama Lepidoptera) dan tungau.

LD50 (tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472 mg/kg.

k. Triazofos, ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan pestisida berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut.

Triazofos bersifat non-sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan untuk mengendalikan berbagai hama

(37)

seperti ulat dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 57– 59 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.

4. Pestisida Golongan Karbamat

Kongres Entomologi Internasional ke-9 (1951), diumumkan dua jenis pestisida baru dari kelompok kimia yang baru pula. Kedua pestisida tersebut adalah dimetan dan pirolan dari kelompok karbamat. Dengan demikian, era karbamat mulai mendominasi pada tahun 1950-an, disamping organofosfat (Djojosumarto, 2008).

Pestisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara menghambat kolinesterase. Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan.

Karbamat juga merupakan pestisida yang banyak anggotanya. Beberapa jenis pestisida karbamat antara lain (Sartono, 2002):

a. Aldikarb, merupakan pestisida sistemik yang cepat diserap oleh akar dan ditransportasikan secara akropetal. Aldikarb merupakan pestisida yang paling toksik, dengan LD50 (tikus) sekitar 0,93 mg/kg; LD50 dermal (kelinci)

> 20 mg/kg.

b. Benfurakarb, merupakan pestisida sistemik yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut serta diaplikasikan terutama sebagai pestisida tanah.

LD50 (tikus) 205,4 (jantan) – 222,6 (betina) mg/kg; LD50 dermal (kelinci) >

2.000 mg/kg.

c. Karbaril, merupakan karbamat pertama yang sukses di pasaran. Karbaril bertindak sebagai racun perut dan racun kontak dengan sedikit sifat

(38)

sistemik. Salah satu sifat unik karbaril yaitu efeknya sebagai zat pengatur tumbuh dan sifat ini digunakan untuk menjarangkan buah pada apel. LD50

(tikus) sekitar 500 (b) – 850 (j) mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 4.000 mg/kg.

d. Fenobukarb (BPMC), merupakan pestisida non-sistemik dengan kerja sebagai racun kontak. Nama resmi pestisida ini adalah fenobukarb, tetapi di Indonesia lebih dikenal dengan BPMC yang merupakan singkatan dari nama kimianya, yaitu buthylphenylmethyl carbamate. LD50 (tikus) sekitar 623 (j) – 657 (b) mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 10.250 mg/kg.

e. Metiokarb, nama umum lainya adalah merkaptodimetur. Pestisida ini digunakan sebagai racun kontak dan racun perut. LD50 (tikus) sebesar 20 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 5.000 mg/kg.

f. Propoksur, digunakan sebagai pestisida rumah tangga (antara lain untuk mengendalikan nyamuk dan kecoa), kesehatan masyarakat, dan kesehatan hewan. LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 5.000 mg/kg.

2.4. Petunjuk Penggunaan Pestisida

Petunjuk penggunaan pestisida adalah sebagai berikut (Sartono, 2002):

1. Formulasi Pestisida

Dalam memformulasikan pestisida, ada beberapa hal yang harus diperhatikan (Rustia, 2010):

 Formulasi pestisida yang dipilih harus sesuai dengan jasad pengganggu yang akan dikendalikan.

(39)

 Memilih pestisida di pasaran banyak dijual formulasi pestisida yang satu sama lain dapat berbeda nama dagangnya, walaupun mempunyai bahan aktif yang sama.

 Untuk memilih pestisida, pertama yang harus diingat adalah jenis jasad pengganggu yang akan dikendalikan. Hal tersebut penting karena masing-masing formulasi pestisida hanya manjur untuk jenis jasad pengganggu tertentu.

 Sebaiknya membeli pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleb Departemen Pertanian yang dilengkapi dengan wadah atau pembungkus asli dan label resmi

2. Menyimpan Pestisida

Dalam menyimpan pestisida ada beberapa hal yang harus diperhatikan (Sartono, 2002):

 Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak.

 Sertakan pula label asli beserta keterangan yang jelas dan lengkap

 Dapat disimpan dalam tempat yang khusus yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak mungkin menjangkaunya, demikian pula hewan piaraan atau ternak.

 Jauhkan dari tempat minuman, makanan dan sumber api.

 Buatlah ruang yang terkunci tersebut dengan ventilasi yang baik. Tidak terkena langsung sinar matahari dan ruangan tidak bocor karena air

(40)

hujan. Hal tersebut kesemuanya dapat menyebabkan penurunan kemanjuran pestisida.

 Untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu pestisida tumpah, maka harus disediakan air dan sabun detergen, pasir, kapur, serbuk gergaji atau tanah sebagai penyerap pestisida.

 Sediakan pula wadah yang kosong, sewaktu-waktu untuk mengganti wadah pestisida yang bocor

3. Menggunakan Pestisida

Untuk menggunakan pestisida harus diingat beberapa hal yang harus diperhatikan (Sastroutomo, 2002):

Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida

Mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label

Anak-anak tidak diperkenankan menggunakan pestisida, demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya

Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap melalui luka

Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan kaki, sarung tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut dan atribut lain yang diperlukan

Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya apabila tercium

(41)

Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka dengan menggunakan alat-alat yang bersih dan alat khusus

Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan

Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali dianjurkan

Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan turun hujan, cuaca panas, angin kencang dan arah semprotan atau sebaran berlawanan arah angin

Wadah bekas pestisida harus dirusak, dibenamkan, dibakar

Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan pestisida

Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian pula pakaian-pakaian, dan mandilah dengan sabun

2.5. Efek Paparan Pestisida terhadap Kesehatan

Semua pestisida mempunyai bahaya potensial terhadap kesehatan. Ada dua tipe keracunan yaitu keracunan langsung (akut) dan keracunan jangka panjang (kronis).

1. Efek Akut

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung. Beberapa gejala keracunan akut adalah sakit kepala, mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebihan, diare, sulit bernapas, pandangan kabur. Efek akut dapat dibagi dua yaitu efek local dan efek sistemik.

(42)

Efek akut lokal terjadi bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida. Efek akut lokal biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering, kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit; mata berair dan batuk atau berupa masalah-masalah kulit, seperti kemerahan, gatal-gatal, kudis. Gejala yang umum dari keracunan pestisida adalah bila kuku berubah warna menjadi hitam atau biru, pada kasus yang serius kuku akan lepas (Peduto, 1996).

Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan mempengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut, hati, lambung, otot, usus, otak dan syaraf. Gejala-gejala keracunan dan berapa cepat bekerjanya tergantung pada jenis bahan kimia, waktu dan kadar racun dalam pestisida tersebut.

2. Efek Kronis

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek kronis dapat dibagi dalam beberapa sistem:

a. Sistem Saraf

Banyak pestisida yang digunakan di bidang pertanian sangat berbahaya bagi otak dan syaraf. Bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi sistem syaraf disebut neurotoksin. Beberapa gejala dari penyakit pada otak yang disebabkan oleh pestisida adalah masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma (Gossel, 1990).

b. Hati

(43)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida. Hal ini dapat menyebabkan hepatitis.

c. Sistem Pencernaan

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang yang bekerja dengan pestisida selama bertahun-tahun mengalami masalah sulit makan. Orang-orang yang menelan pestisida (baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum.

Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut (Djojosumarto, 2008).

d. Sistem Kekebalan Tubuh

Reaksi alergi adalah gangguan sistem kekebalan tubuh manusia. Hal ini adalah reaksi yang diberikan tubuh kita terhadap bahan-bahan asing. Pestisida bervariasi dalam mengakibatkan reaksi alergi, setiap orang memberi reaksi berbeda untuk derajat penggunaan pestisida yang berbeda pula. Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh kita menjadi lebih mudah terkena infeksi atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan (Sutikno, 2002).

e. Keseimbangan Hormon

Penelitian terhadap hewan menunjukan bahwa pestisida mempengaruhi produksi hormon dalam tubuh. Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium

(44)

untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita.

Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya dapat menyebabkan kanker tiroid (Afriyanto, 2008).

Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sampai berdampak buruk bagi kesehatan dapat melalui berbagai cara seperti:

1. Melalui Kulit

Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit seperti pada saat petani memegang tanaman yang baru saja disemprot, petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan atau ketika anggota keluarga mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui kulit (Rachmawati, 2001).

2. Melalui Sistem Pernapasan

Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat tempat penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun tidak berbau (Kishi, 1993).

3. Melalui Mulut

Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak seperti pada saat makan atau minum air yang telah tercemar, makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah menyemprot dengan pestisida (Gallo 1991).

(45)

2.6. Aktivitas Kolinesterase Darah

Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis biologik) di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Asetilkolin merupakan salah satu jenis neurotransmiter (zat kimia penghantar rangsangan saraf) yang paling umum dikenal. Senyawa neurotransmitter ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf organisme vertebrata. Asetilkolin berperan dalam mentransmisikan sinyal atau rangsangan yang diterima untuk diteruskan di antara sel-sel saraf yang berdekatan atau pada sambungan neuromuscular (US EPA, 2004).

Ada dua tipe kolinesterase dalam darah yaitu dalam sel darah merah dan plasma darah. Karena itu ada dua tipe tes kolinesterase. Karena kedua tes ini memeriksa hal yang berbeda maka akan lebih baik jika keduanya dilakukan, tetapi jika hanya dapat melakukan satu tes lebih baik melakukan tes kadar kolinesterase yang ada dalam sel darah merah karena tes jenis ini dapat memberikan petunjuk pada dokter perawatan yang paling efektif. Jika aktivitas kolinesterase jaringan tubuh secara cepat sampai pada tingkat yang rendah akan berdampak pada bergeraknya serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar.

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang itu berkurang karena adanya organofosfat dan karbamat dalam darah yang akan membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi yang mengakibatkan aktivitas aktif dari enzim tersebut akan berkurang.

(46)

Petani dapat mengeluarkan air mata yang teriritasi serta mengalami gerakan otot yang lebih lambat dan lemah (Ames, 1989).

Pestisida golongan organofosfat dan karbamat adalah racun saraf yang memiliki cara kerja menghambat kolinesterase. Pada golongan organofosfat hambatan tersebut bersifat tidak dapat dipulihkan sedangkan pada karbamat hambatan tersebut bersifat dapat dipulihkan. Jika terjadi keracunan yang disebabkan oleh pestisida golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan golongan organofosfat, tapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi karena munculnya mendadak dan menghebat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak segera mendapat pertolongan yang disebabkan oleh depresi pernafasan.Depresi aktivitas kolinesterase ini bertahan dalam 2 minggu. Pemeriksaan ini bisa dilakukan di luar laboratorium dengan menggunakan tintometer (Sastroutomo, 2002).

Adapun beberapa faktor penggunaan pestisida yang mempengaruhi aktivitas kolinesterase (Djojosumarto, 2008):

1. Pencampuran Dosis

Pencampuran dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap

(47)

tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Pada saat pencampuran dosis sebaiknya menggunakan alat khusus seperti kayu serta memakai sarung tangan (Asnawati, 2010).

2. Waktu Penyemprotan

Waktu yang paling baik untuk penyemprotan pestisida adalah pada waktu antara 08.00 – 11.00WIB atau sore hari pukul 15.00 - 18.00WIB (Raini, 2004).

3. Frekuensi Penyemprotan

Frekuensi penyemprotan mempunyai peranan terhadap aktivitas kolinesterase darah pengguna pestisida khususnya petani. Frekuensi penyemprotan adalah kekerapan melakukan penyemprotan dengan pestisida, disarankan bagi tenaga kerja melakukan penyemprotan tidak lebih 2 kali seminggu (Raini, 2004).

4. Lama Penyemprotan

Lama penyemprotan mempengaruhi tingkat keracunan pestisida.

Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan dengan memperhatikan lama penyemprotan adalah maksimal 3-4 jam per hari dan setiap minggu harus dilakukan pengujian kesehatan (Assti, 2008).

5. Arah Angin

Arah angin penting diperhatikan pada saat penyemprotan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan searah dengan arah angin karena apabila penyemprotan dilakukan melawan arah angin, petani akan lebih banyak terpapar saat menyemprot (Prijanto, 2009).

6. Pemakaian Alat Pelindung Diri

(48)

Pemakaian alat pelindung diri bertujuan untuk melindungi diri dari sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja (Asnawati, 2010). Jenis-jenis alat pelindung diri adalah :

a) Alat pelindung kepala dengan topi atau helm

b) Alat pelindung mata seperti kacamata diperlukan untuk melindungi mata dari percikan, partikel melayang, gas, debu yang berasal dari pemaparan pestisida.

c) Alat pelindung pernapasan adalah alat yang digunakan untuk melindungi pernafasan dari kontaminasi yang berbentuk gas, uap, maupun partikel zat padat.

d) Pakaian pelindung dikenakan untuk melindungi tubuh dari percikan bahan kimia yang membahayakan.

e) Alat pelindung tangan biasanya berbentuk sarung tangan yang terbuat dari bahan yan kedap air serta tidak bereaksi dengan bahan kimia yang terkandung dalam pestisida.

f) Alat pelindung kaki biasanya berbentuk sepatu dengan bagian atas yang panjang sampai dibawah lutut, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan terhadap asam, basa atau bahan korosif lainnya.

Hasil pemeriksaan aktivitas kolinesterase dalam darah dan tingkat keracunan ditetapkan sebagai berikut (Tabel 2.1).

(49)

Tabel 2.1. Indikator Tingkat Keracunan menurut Tingkat Aktivitas Kolinestrase dalam Darah

Aktivitas Kolinesterase

Tingkat Keracunan Tindakan Penyelamatan 75% - 100% Normal Boleh kerja, perlu pemeriksaan berkala

50% - 75% Keracunan ringan Lakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya sama, jauhkan dari jenis organoposphat dan karbamat dalam waktu 2 minggu

25% - 50% Keracunan sedang Lakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya sama, pindahkan pekerja yang bebas pestisida dan bila sakit perlu pemeriksaan dokter 0% - 25% Keracunan berat  Lakukan pemeriksaan ulang

 Pekerja dilarang bekerja sampai ada rekomendasi dari dokter

Sumber: Pedoman Praktikum Laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Bina Kurniawan, 2004)

2.7. Pertolongan Pertama pada Keracunan Pestisida

Pada umunya kasus keracunan terjadi di kebun atau sawah yang tidak selalu dekat dengan pelayanan kesehatan maka prinsip-prinsip pertolongan pertama bagi keracunan pestisida perlu diketahui agar dapat mengambil tindakan yang benar. Ada dua prinsip utama dalam memberikan pertolongan pertama pada korban kasus keracunan, yakni (Sudarmo, 2001):

1. Putuskan segera hubungan dengan produk penyebab keracunan agar kontaminasi tidak terus berlangsung

2. Dapatkan segera pertolongan medis dari dokter atau paramedic baik di puskesmas, rumah sakit atau praktik dokter.

Di luar kedua prinsip tersebut, beberapa langkah penanganan kasus keracunan berdasarkan cara kontak racun dengan tubuh penderita:

a. Pestisida Tertelan

(50)

1. Jika pestisida tertelan, langkah pertama penderita harus segera melakukan pemuntahan. Untuk merangsang pemuntahan dengan cara mengkili-kili pangkal tenggorokan penderita dengan jari yang bersih atau minum larutan garam dapur satu sendok makan penuh per gelas air hangat. Pemuntahan hanya boleh dilakukan jika penderita dalam keadaan sadar

2. Setelah pemuntahan berhasil dilakukan, berikan karbon aktif (norit).

Berikan 3 sendok makan norit yang dilarutkan dalam segelas air. Ulangi pemberian norit sesering mungkin.

3. Bawa penderita sesegera mungkin ke dokter atau Puskesmas

4. Jika penderita tidak sadar, jangan lakukan pemuntahan. Longgarkan pakaian dan segera bawa ke dokter. Jika pernapasan berhenti, lakukan pernapasan buatan. Jangan lakukan pernapasan dari mulut ke mulut jika penderita menelan pestisida. Hal tersebut untuk menghindari masuknya racun ke tubuh penolong

b. Kontaminasi pada Kulit

1. Buka pakaian kerja yang terkontaminasi dan segera mandikan penderita dengan air dan sabun. Semakin cepat korban dimandikan, kontaminasi akan semakin berkurang

2. Keringkan tubuh dengan handuk kering dan bersih

3. Jika bagian tubuh yang terkena pestisida sangat luas dan pertisida termasuk ke golongan berbahaya, usahakan untuk segera mendapatkan pertolongan dokter

Referensi

Dokumen terkait

Inverter is loaded Ketika &#34;Green Mode&#34; diaktifkan, simbol ini akan ditampilkan jika beban lebih dari level yang ditetapkan (disesuaikan, default = 0W / dimatikan),

Pengaruh pendidikan kesehatan tentang status gizi balita terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam memberikan gizi balita di Kelompok Bermain

Penggunaan Analisis Standart Belanja dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja..

[r]

Penilaian kinerja pada gudang suku cadang pada Biro Pengelolaan Persedian PT Semen Padang dibutuhkan untuk mengidentifikasi pilihan dalam merancang dan mengevaluasi

Populasi dalam penelitian &#34;Kepemimpinan Guru, Iklim Organisasi Kelas dan Hubungannya dengan Perilaku Belajar Siswa Pada Sekolah Dasar di Kecamatan Tilatang Kamang

Hubungan lirik lagu dengan citraan dan bahasa figuratif khususnya majas adalah media yang berupa kata-kata verbal yang sengaja dimanfaatkan penyair guna menghidupkan

dalam huruf a dan huruf b di atas, perlu ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang nama-nama peserta sertifikasi guru dalam jabatan bagi guru