• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA SKRIPSI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU

DAN NATUNA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Indaha Sakinah 1113113000003

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2019

(2)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Juli 2019

Indaha Sakinah

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Indaha Sakinah

NIM : 1113113000003

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan skripsi dengan judul:

UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 25Juli 2019

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Ahmad Alfajri, MA.

NIP.19850702 2011903 1 005

Menyetujui, Pembimbing

Teguh Santosa, MA.

NIP.

(4)

PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI SKRIPSI

UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA

Oleh:

Indaha Sakinah 1113113000003

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2019.Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.

Ketua,

Ahmad Alfajri, MA.

Penguji I,

Irfan R. Hutagalung, LLM

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 2 September 2019

Ketua Program Studi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Ahmad Alfajri, MA.

NIP: 19850702 2011903 1 005

Sekretaris,

Khairunnisa, MA.Pol.

Penguji II,

Febri Dirgantara Hasibuan, MM

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa upaya Indonesia mengambil alih FIR di atas kedaulatan Kepulauan Riau dan Natuna yang dikendalikan oleh Singapura.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui langkah-langkah yang diambil Pemerintah Indonesia dalam berupaya mengambil alih FIR Natuna yang berada di Kepualaun Riau dan Natuna.Upaya yang dilakukan selain melakukan kesepakatan dengan Singapura, Pemerintah Indonesia juga mengadakan perundingan dengan Malaysia yang juga berperan dalam mengelola pelayanan navigasi pada sektor C yakni di wilayah Kepulauan Natuna.Pendelegasian FIR Natuna kepada Singapura dimandatkan oleh ICAO yang disepakati oleh negara-negara anggota ICAO pada tahun 1946, saat itu Indonesia sedang membenahi situasi politik nasional pasca kemerdekaannya di tahun 1945.Seiring berjalannya waktu, Indonesia meningkatkan kapabilitas sektor penerbangan dengan memasang teknologi yang sesuai dengan standar internasional, meningkatkan kapabilitas SDM, serta melakukan perundingan dengan Singapura dan Malaysia.Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori neorealisme, konsep kepentingan nasional dan konsep keamanan.Hasil dari pengamatan menggunakan kerangka pemikiran tersebut adalah kepentingan yang dimiliki oleh Indonesia, Singapura dan Malaysia berbeda.Sehingga menimbulkan kesulitan bagi Indonesia dalam berupaya mengambil alih FIR Natuna untuk menciptakan eksistensi pelayanan navigasi Indonesia yang lebih maju.

Kata kunci: Neorealisme, Kepentingan Nasional, FIR Natuna, Kepulauan Riau dan Natuna, Upaya Indonesia, Singapura

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA”Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Program Strata Satu (S1) Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Keluarga tercinta Papa dan Mama yaitu Edi Supriadi, S.Sos. Dan Junita Herawinata, kakak dan adik kandung penulis yaitu Ahmad Syahruddin, M. Nur Alimuddin dan Qurrotu A’yuniyyah yang selalu sabar dan memberi dukungan kepada penulis, kaka ipar yaitu Lilis Novianti dan Amalia Rizkiani serta keponakan yang selalu menghibur saat mengerjakan skripsi yaitu Abraham Syahdan Karim seta dukungan yang tiada hentinya dari semuanya.

2. Bapak Teguh Santosa selaku dosen pembimbing yang bersedia untuk meluangkan waktunya untuk menuntun dan membimbing penulis dengan ketulusan dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini, serta memberikan banyak masukan untuk skripsi saya, terima kasih banyak saya ucapkan Pak Teguh.

3. Bapak Kiki selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Ahmad Alfajri selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, dosen jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta yaitu Bapak Nazarudin Nasution, Bapak Adian Firnas, Bapak Irfan Hutagalung, Bapak Febri

(7)

Dirgantara dan segenap dosen, staf pengajar serta TU FISIP UIN Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan dan pengalaman selama perkuliahan.

4. Terkasih kepada M. Haiqal Arifianto, S.Sos. yang selalu sabar dan tidak berhenti memberi dukungan serta motivasi kepada penulis ketika menulis skripsi.Saranghaeyo.

5. Zhafirah Yanda Masya dan Alfira Maya Jelita, dua sahabat penyelamat jiwa yang selalu menemani penulis baik di kala senang maupun sedang terpuruk. Jajap, Fira, finally we did!.

6. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Segenap Kakanda dan Ayunda, 7. Teman-teman seperjuangan HMI KOMFISIP HI 2013, Arip, Bimo, Abah Ghifari, Oji, Cahyo, Sakiinah, Bang Aly, Ina, Shabrina, Lini, Fenin dan Riri. Terima kasih atas pengalaman dan cerita-cerita yang tak terlupakan.

8. Keluarga Besar Sing Out Asia, Hatano Sensei, Daisuke Sensei, Yahiro Sensei, Yoshie-san, Kazue-san, Sayaka, Spicy, Nobue, Tomoya-san, Daisuke, Emi-chan, Ko, Hien, Kak Okky, Bang Adit, Bang Benny, Bang Dimas, Bang Adam, Kak Dita, Hilmi, Adnan, Ayu, Ilham, Cherlinda, Nadya, Shintya dan teman-teman lainnya. Terima kasih karena sudah memberikan kesempatan dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan kepada penulis.

(8)

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan membalas kebaikan mereka yang telah membantu penyusunan skripsi ini.Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk dijadikan koreksi di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.

Jakarta, 25 Juli 2019

Indaha Sakinah

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Manfaat ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Kerangka Pemikiran ... 11

1. Neorealisme ... 11

2. Kepentingan Nasional... 13

3. Keamanan Nasional. ... 15

G. Metode Penelitian ... 17

H. Sistematika Penelitian ... 20

BAB II STATUS FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) A. Sejarah Penerbangan dan Perkembangan Udara ... 23

B. Ketentuan Flight Information Region... 29

1. Pengaturan Flight Information Region ... 30

2. Keberadaan Flight Information Region ... 32

3. Flight Information Region Menurut UNCLOS ... 35

BAB III KEDUDUKAN FLIGHT INFORMATION REGION NATUNA DAN KRONOLOGI PENDELEGASIAN FIR NATUNA KEPADA SINGAPURA OLEH INDONESIA A. Pendelegasian FIR Indonesia Kepada Singapura ... 41

1. Kronologi dan Proses Pendelegasian FIR Indonesia Kepada Singapura ... 43

2. Perjanjian FIR Indonesia dan Singapura 1995 ... 46

B. Dasar Hukum Pengambil Alihan FIR Kepulauan Riau dan Natuna dari Indonesia Kepada Singapura ... 49

C. Kerugian Indonesia dalam Pengelolaan FIR yang Diatur oleh Air Traffic Control Singapura ... 52

(10)

BAB IV ANALISIS UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBIL ALIH FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA

A. Perspektif Militer dan Sipil Terhadap FIR Natuna ... 58

1... Persepektif Militer ... 59

2... Prspektif Sipil ... 62

B. Upaya Pengambil Alihan Pengelolaan FIR ... 66

1. Internal ... 67

2. Eksternal ... 74

C. Hambatan yang Dihadapi Indonesia ... 78

BAB V PENUTUP Kesimpulan dan Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... xii

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Pembagian Empat FIR Indonesia ... 34 Gambar II.2. Pembagian Dua FIR Indonesia ... 34 Gambar III.3.Peta Wilayah FIR yang Didelegasikan Kepada Singapura ... 48

(12)

DAFTAR SINGKATAN

FIR Flight Information Region FIS Flight Information Service ATC Air Traffic Control

ICAO International Civil Aviation Organization

FC Flight Clearance

UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea ACI Airport Council International

SDM Sumber Daya Manusia

KNILM Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij

KMB Konferensi Meja Bundar

RIS Republik Indonesia Serikat

SENOPEN Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan

ATS Air Traffic Service

AIP Aeronautical Information Publication Ditjen Hubud Direktorat Jendral Perhubungan Udara UIR Upper Flight Information Region ALKI Alur Laut Kepulauan Indonesia

RAN Regional Air Navigation

TMA Terminal Area-Natuna

RANS Routes Air Navigation Service AirNav Air Navigation

MTA Military Training Area

Kohanudnas Komando Pertahanan Udara Nasional SOP Standar Operasional Prosedur

IATA The International Air Transportation Association ADS-B Automatic Dependent Surveillance-Broadcast

GPS Global Positioning System

FMS Flight Management System

JAATSC Jakarta Automated Air Traffic System Center MAATSC Makassar Automated Air Traffic System Center

ASA Airservices Australia

CNS-ATM Communication Navigation and Surveillance-Air Traffic Management

BPSDMP Badan Pengembangan SDM Perhubungan ENAC Ecole Nationale De L’Aviation Civile

MoU Memorendum of Understanding

LoA Letter of Agreement

FAA Federal Aviation Administration

IASA International Aviation Safety Assesment ICVM ICAO Coordinated Validation Mission JAATS Jakarta Automated Air Traffic System

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis dan menguntungkan. Letak Indonesia yang berada di persimpangan jalur lalu lintas dunia, terlebih lagi Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera membuat jalur lalu lintas pelayaran ataupun penerbangan menjadi sangat strategis. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia berbatasan langsung dengan Negara tetangga di Asia Tenggara, yaitu berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Timor Leste, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.1

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya baik daratan, laut, dan udara, karena Negara tidak dapat dipisahkan dari kedaulatan. Kedaulatan negara merupakan hal yang paling penting dan harus dipertahankan oleh setiap negara. Negara yang didefinisikan oleh Hendry C Black sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap serta terikat oleh ketentuan-ketentuan hukum yang ditentukan oleh pemerintahannya serta mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka, mengawasi masyarakatnya yang didalamnya terdapat harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, dan mampu

1 Dewi Krisna Hardjant, “Sengketa Perbatasan Indonesia-Malaysia: Sebuah Pertaruhan Kedaulatan NKRI”,Jurnal kajian hukum, 1(2016)

(14)

mengadakan perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya.2

Adapun peraturan mengenai kedaulatan suatu negara dibahas dalam konsep hukum internasional yang mencakup tiga aspek utama yakni pertama, aspek eksternal adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa tekanan atau pengawasan dari negara lain. Kedua, aspek internal ialah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi. Ketiga, aspek teritorial berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut3. Pada aspek ketiga menjadi penekanan dalam penulisan yang spesifiknya berkenaan dengan teritorial udara.

Letak Indonesia yang sangat strategis, terutama pada teritorial udara sebagai dimensi ketiga setelah darat dan laut memberikan nilai yang sangat penting dan berkompeten dalam aspek politik, ekonomi, dan juga pertahanan serta keamanan antar negara yang didasari oleh kepentingan internasional maupun nasional. Perlintasan yang strategis ini selain membawa keuntungan namun juga memiliki kerentanan tersendiri terhadap kedaulatan Indonesia, karena menjadi kesempatan bagi negara-negara lain untuk mengambil alih tanpa seizin

2 Huala Adolf,Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional(Jakarta: Rajawali, 1991)

3 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global (Bandung: PT Alumni, 2005)

(15)

Indonesia. Perlunya keamanan yang ketat serta kebijakan yang kuat untuk meminimalisir atas kewenangan penggunaan perlintasan khususnya di daerah perbatasan. Maka pentingnya mengkaji Flight Information Region (FIR) khususnya dalam kasus Indonesia yang memberikan wewenang navigasi udaranya kepada negara lain.

Seringkali ruang udara suatu negara saling bertumpang tindih dengan ruang udara negara lainnya. Mengacu pada Konvensi Chicago 1944 yang mengatakan bahwa kedaulatan ruang udara suatu negara adalah di atas wilayah daratan dan perairannya.4 Maka dari itu jika kita mengacu pada Konvensi tersebut, Indonesia memiliki hak penuh penguasaan atas pengelolaan lalu lintas udara, khususnya ruang udara Indonesia yang dikelola oleh negara lain. Begitu juga dalam Pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyebutkan negara Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Indonesia.5 Ada dalil hukum Romawi yang ungkapannya dikenal “Cujus est solum, Ejust Ad Coelum Ad Inferos” pengertian yang terkandung dalam ungkapan tersebut bahwa barang siapa yang memiliki sebidang tanah, maka berarti pula memiliki segala sesuatu yang berada di atas permukaan tanah6. Hal tersebut menjadikan ruang udara sebagai salah satu aspek keamanan nasional yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya.

4 Konvensi Chicago 1944 merupakan perjanjian internasional yang ditandatangani di Chicago bertepatan pada 7 Desember 1944 yang dipandang sebagai sumber hukum udara internasional.

Konvensi Chicago melahirkan sebuah badan yang menaungi tentang penerbangan dan angkatan udara yakni International Civil Aviation Organitation (ICAO).

5 Pasal 5, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan.

6Yehuda Abramovitch, “The Maxim "Cujus Est Solum, Ejust Ad Coelum Ad Inferos" as Appled in Aviation,”McGill Law Journal 8 (April 1961): 247.

(16)

Dengan demikian, Indonesia sebagai salah satu negara yang berdaulat memiliki tanggung jawab yang besar atas kedaulatan negara. Namun ada wilayah udara kedaulatan Indonesia yang tidak memiliki status kedaulatan yang lengkap dan ekslusif, yaitu wilayah udara Indonesia yang berada di bawah pengaturan FIR Singapura di Kepaulauan Riau dan Natuna7. Ruang udara yang berada di Kepulauan Riau dan Natuna menjadi problematika bagi Indonesia tersendiri.

Karena Indonesia tidak memiliki kedaulatan yang lengkap dan ekslusif atas ruang udara yang berada diatas permukaan teritorial darat ataupun laut Indonesia. Dalam hal ini berarti pesawat yang melintas di atas Kepulauan Riau harus mendapatkan izin dari pihak Singapura terlebih dahulu8. Sehingga sering kali otoritas pengatur lalu lintas udara Singapura bertindak secara berlebihan (over acting) dalam mengatur pesawat Indonesia dengan mengatasnamakan keselamatan penerbangan yang pada sebenarnya untuk memenuhi kepentingan Singapura sendiri di Changi Airport9.

FIR dalam pengertian umum adalah suatu ruang udara yang ditetapkan dimensinya dan di dalamnya terdapat Flight Information Service (FIS) dan juga Alerting Service. Pengertian dari FIS itu sendiri adalah pelayanan sesuai amanah UU no.1 tahun 2009 yakni safety, security, service dan compliance10yang

7 Chappy Hakim, Berdaulat Di Udara Membangun Citra Penerbangan Nasional (Jakarta: Kompas, 2010), 46

8 Chappy Hakim, Untuk Indonesiaku Setumpuk Harapan Kedepan ( Jakarta: Indset, 2006), 81

9 Chappy Hakim, Untuk Indonesiaku, 81

10 Angkasa Pura, “Tingkatkan Efektivitas dan Efisiensi Operasional Serta Layanan, Angkasa Pura Airports Resmikan Airport Operation Control Center (AOCC) Pertama di Indonesia” 2 Maret 2018 [berita on-line] tersedia di https://ap1.co.id/id/information/news/detail/tingkatkan-efektias-dan -efisiensi-operasional-serta-layanan-angkasa-pura-airports-resmikan-airport-operation-control-c enter-aocc-pertama-di-indonesia diakses pada 15 Agustus 2019

(17)

dibentuk dan dipersiapkan untuk memberikan saran dan informasi secara penuh untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan. Sedangkan Alerting Service adalah pelayanan yang diberikan kepada organisasi yang berkaitan dengan pesawat udara atau penerbangan yang membutuhkan pertolongan dan membantu organisasi yang membutuhkan bantuan dan pertolongan11. Air Traffic Control (ATC) adalah personel yang bertugas untuk mengoperasikan sistem kontrol lalu lintas udara dan untuk mengatur serta menjaga keselamatan dan ketertiban arus lalu lintas udara agar tidak terjadinya tabrakan di udara. Sehingga yang berwenang untuk mengizinkan arah pesawat terbang serta ketinggiannya adalah ATC. Instruksi yang diberikan oleh ATC dapat dilihat pada semua bandara12.

Pengendalian FIR di Kepulauan Riau oleh Singapura sudah berlangsung puluhan tahun, sejak setahun setelah kemerdekaan Indonesia 1946 hingga saat ini (2019), pendelegasian inipun diamanatkan dari ICAO (International Civil Aviation Organization). Namun pengendalian navigasi tersebut sudah tercantum dalam sebuah perjanjian yakni Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region, perjanjian tersebut telah ditandatangani pada tanggal 21 September 1995 di Singapura yang telah diratifikasi Keputusan Presiden

11 Yuwono Agung Nugroho,Kedaulatan Wilayah Udara Indonesia(Jakarta: Konggres Kedirgantaraan Nasional II, 2003)

12 Wen Ching Kuo dan Shiang Huei Kung, “Study of The Arrival Scheduling Simulation for The Terminal Control Area at Sung-Shun Airport,”International Journal of Organitational Innovation 5 (Januari 2013): 193

(18)

Nomor 7 Tahun 1996 pada tanggal 2 Februari 1996, dan akan ditinjau kembali sesuai perjanjian yakni di akhir tahun ke-5 perjanjian.

Perjanjian tersebut mengatur bahwa semua aktivitas penerbangan yang berada atau melewati FIR Singapura di atas Kepulauan Riau dan Natuna diatur oleh Singapura tanpa campur tangan pemerintah Indonesia. Semua jenis penerbangan yang melewati FIR Singapura harus mendapatkan Flight Clearance (FC) dari pemerintah Singapura, dan hal tersebut sudah menjadi suatu keharusan segala macam pesawat asing yang masuk ke dalam wilayah udara lain, termasuk penerbangan Indonesia yang masuk ke wilayah Kepulauan Riau. 13 Jika penerbangan tidak memiliki Flight Clearance maka disebut dengan Black Flight atau disebut juga penerbangan tanpa identitas dan merupakan tindakan pelanggaran wilayah udara negara.14

Ruang udara Kepulauan Riau sudah dikelola oleh Singapura sejak 73 tahun yang lalu, tepatnya satu tahun sejak Indonesia merdeka. Sehingga bisa dikatakan Singapura menguasai sekitar 100 mil laut wilayah udara Indonesia.

Kuasa Singapura atas langit Indonesia sebenarnya telah ditetapkan dalam pertemuan ICAO di Dublin, Irlandia. Pertemuan tersebut dilaksanakan pada Maret 1946. Saat itu tercipta keputusan, bahwa Singapura berwenang atas udara Indonesia di Kepulauan Riau, mandat ICAO tidak hanya sekedar pengelolaan

13 Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region. Keppres nomor 7 tahun 1996

14 Danang Risdiarto, “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Wilayah Udara Yurisdiksi Indonesia oleh Pesawat Terbang Asing Tidak Terjadwal dalam jurnal media pembinaan hukum nasional,”Rechtsvinding 5 (April 2016)

(19)

tetapi juga Singapura dapat memungut biaya dalam bentuk Dollar AS dari seluruh maskapai yang melintasi udara Kepualauan Riau.15 Menurut Letnan Kolonel Penerbang I Ketut Wahyu Wijaya bahwa setiap pesawat yang melintasi wilayah FIR harus membayar US$6/menit. Sedangkan, untuk satu jalur dapat mencapai puluhan pesawat dalam 24 jam. Kompensasi yang diberikan kepada Indonesia hanya sebesar 50 sen. Bahkan pesawat Indonesia yang melewati Kepulauan Riau dan Natuna harus atas seizin Singapura dan membayar ke Singapura. Sehingga ini menjadi ancaman tersendiri untuk Indonesia baik sipil ataupun di bidang militer Angkatan Udara Indonesia.16

Pada akhir tahun 2015 tepatnya awal September, Presiden Indonesia Joko Widodo memerintahkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk memodernisasi peralatan dan meningkatkan kemampuan personel agar Indonesia siap mengelola ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna secara mandiri. Presiden Joko Widodo juga menegaskan kepada Wakil Perdana Menteri yang merangkap Menteri Koordinator Bidang Keamanan Nasional Republik Singapura Teo Chee Hean bahwa Indonesia akan mengambil alih kontrol atas ruang udara atau FIR di Kepulauan Riau dan Natuna yang selama ini dipegang oleh Singapura dengan memandatkan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi. Adapun respon yang diberikan oleh Singapura merupakan respon yang baik tetapi belum menunjukkan untuk memberikan dan

15 Anggi Kusumadewi, Prima Gumilang, Gilang Fauzi, Abraham Utama dan Abi Surwanto, “Luhut:

Singapura-Malaysia Dukung RI Kendalikan Ruang Udara,” CNN Indonesia, 5 Oktober

2015tersedia di http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004171137-20-82698/luhut- singapura-malaysia-dukung-ri-kendalikan-ruang-udara/. diakses pada 23 April 2016

16 Anggi Kusumadewi, “Luhut: Singapura”

(20)

meleburkan perjanjian mengenai pengelolaan navigasi udara antara Singapura dan Indonesia, hanya mengatakan bahwa yang terpenting bukanlah masalah kedaulatan tetapi keamanan penerbangan untuk sipil ataupun penerbangan lainnya.17

B. Pertanyaan Masalah

Kebijakan mengambil alih FIR di atas kepulauan Riau dan Natuna yang di tekankan kembali oleh Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia memunculkan respon yang masih terbilang belum sepenuhnya disepakati oleh Singapura.

Pentingnya mengambil kembali kedaulatan teritorial udara membuat Pemerintah Indonesia lebih gigih dalam mengupayakan kebijakan tersebut. Pokok permasalahan yang diangkat pada penulisan ini Bagaimana upaya Indonesia dalam mengambil alih Flight Information Region Singapura di atas Kepulauan Riau dan Natuna?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya Indonesia dalam pengambil alihan pelayanan navigasi di atas Kepulauan Riau dan Natuna yangdikelola oleh Singapura mengacu pada kepentingan dalam aspek politik, ekonomi dan kedaulatan.

17 Resty Armenia, “Jokowi Tegaskan Akan Ambil Alih Ruang Udara RI dari Singapura,” CNN Indonesia, 25 Oktober 2015 tersedia di http://www.cnnindonesia.com/politik/20151124194236 -32-93793/jokowi-tegaskan-akan-ambil-alih-ruang-udara-ri-dari-singapura/ diakses pada 23 April 2016

(21)

D. Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan pehamanan mengenai upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengambil alih lalu lintas udara yang dikelola oleh negara lain, serta menjaga keamanan dan keselamatan udara Indonesia. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat membantu pemerintah, militer dan juga swasta untuk membuat kebijakan.

E. Tinjauan Pustaka

Upaya untuk mengambil alih ruang udara Indonesia yang dikendalikan oleh Singapura menjadi perhatian khusus bagi para peneliti. Topik ini sudah sering dibahas dalam literatur akademik yang ditulis oleh pemerintah, lembaga non-pemerintah, pengamat militer, pengamat udara dan peneliti. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang menjadi acuan penelitian ini sebagai berikut:

Pertama, Yayan Mochamad Yani, Ian Montratama dan Ikarardhi Putera dalam buku yang berjudul “Langit Indonesia Milik Siapa” diterbitkan oleh Elex Media Komputindo tahun 2017. Buku ini menjelaskan secara gamblang bagaimana keadaan pengendalian ruang udara di Indonesia khususnya permasalahan FIR Singapura diatas udara Indonesia. Buku ini juga menyinggung langkah yang akan dilakukan Indonesia jika FIR masih dikendalikan oleh Singapura. Pembahasan pada buku ini tidak hanya mengenai bagaimana kronologi perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang FIR, tetapi juga membahas kerjasama, pertahanan, dan isu keamanan antara kedua Negara. Pada

(22)

buku ini hanya terfokus terhadap penerbangan militer bukan sipil dan juga pertahanan antara Indonesia dan Singapura, juga memberikan gambaran pertahanan antara kedua negara dengan memberikan data alutsista udara maupun laut yang dimiliki. Persamaan dengan skripsi ini, konsep yang digunakan adalah keamanan nasional, membahas titik ruang kendali udara yang dikelola oleh Singapura diatas kedaulatan wilayah Indonesia.

Kedua, Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR) Singapura di Atas Wilayah Udara Indonesia Berdasarkan Perjanjian Antara Indonesia Singapura Tahun 1995 oleh Evi Zuraidah. Tesis ini ditulis pada tahun 2012.Evi Zuraidah adalah mahasiswi Program Studi Hukum dari Universitas Indonesia. Secara garis besar, tesis ini membahas hukum yang mendukung upaya Indonesia dalam mengambilalih FIR Singapura diatas kepualauan Indonesia. Bersandar kepada perjanjian yang telah diresmikan pada tahun 1995 antara Indonesia dan Singapura. Persamaan tesis dengan penelitian ini ada pada hukum yang mengacu dalam upaya Indonesia mengambil alih FIR yang berada di atas Kepulauan Riau dan Natuna, dan upaya yang dilakukan Indonesia terhadap Singapura berkaitan FIR Natuna.

Ketiga, tesis yang berjudul Indonesia Air Traffic Services (Ats) Readiness And Strategic Plans For Taking Over Airspace And Improving The Service oleh Ade Patra Mangko yang ditulis pada tahun 2013. Ade Patra adalah mahasiswa Universitas Gadjah Mada jurusan teknik, dalam tesisnya Ade Patra membahas

(23)

kapabilitas ATS Indonesia yang berkomitmen untuk mengambil alih FIR yang dikelola oleh Singapura. Tesis ini menjadi acuan peneliti dalam penelitian skripsi.

Persamaan dari tesis ini adalah membahas tiga titik ruang udara yakni ruang A, B dan C yang dikelola oleh Singapura. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian, Ade Patra terfokus kepada kapabilitas Air Traffic Service (ATS) Indonesia, sumber daya manusia, dan juga kualitas yang dimiliki Indonesia.

Sedangkan penelitian ini terfokus kepada upaya yang akan dan telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengambilalih FIR Singapura diatas Kepualauan Riau dan Natuna.

F. Kerangka Pemikiran

Pada penulisan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa konsep untuk mendukung analisa Upaya Indonesia mengambil alih FIR (Flight Information Region) di Kepulauan Riau dan Natuna era Presiden Joko Widodo untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sudah diajukan sebelumnya yaitu dengan menggunakan pandangan neorealisme.

1. Neorealisme

Neorealisme merupakan teori hubungan internasional yang melengkapi sisi dari kekurangan teori realisme klasik. Adapun keduanya sama-sama memiliki pandangan bahwa manusia bersifat selfish, memiliki kepentingan masing-masing, jahat dan lain sebagainya. Namun neorealisme berpendapat bahwa manusia bukanlah faktor utama atas munculnya konflik.

Pandangan neorealisme bahwa suatu negara untuk mendapatkan power bukan dikarenakan human nature, tetapi sistem internasional. Negara dapat

(24)

mencapai national interest dan keberlangsungan hidup (survival), karena sistem interasional dinilai memaksa negara untuk mendapatkan power.

Menurut Kenneth Waltz, bentuk dasar hubungan internasional adalah struktur anarki yang tersebar di negara-negara. Waltz menilai bahwa sistem bipolar lebih stabil untuk membentuk perdamaian dan keamanan dibanding dengan sistem multipolar.18

Waltz menjelaskan dalam bukunya “Theory of International Politics”, dunia dibagi dalam 3 tingkatan yaitu, the man, the state dan the state system.

Kenneth Waltz menjelaskan struktur politik yang mana struktur politik terdiri dari dua kata yakni struktur dan politik. Struktur merupakan berarti adanya hubungan yang mana hubungan ini terbentuk antara unit-unit yang ada di dalamnya. Waltz memandang bahwa struktur terbentuk atas posisi dimana mereka berdiri bukan hanya sekedar berinteraksi dalam kata lain hirarki.19

Waltz menjelaskan politik dalam struktur politik itu menjadi dua bagian yakni, struktur politik domestik dan struktur politik dunia. Keduanya memiliki pengertian yang berbeda namun memiliki persamaan bahwa keduanya memiliki struktur politik baik negara maupun internasional merupakan komunitas. Struktur politik domestik menurut Waltz dalam menyusun struktur politik dapat dilakukan dengan tiga tahap, yakni pertama, mengurutkan berdasarkan hirarki. Kedua, mengetahui secara spesifik fungsi-fungsi dari posisi yang ada dalam hirarki.

18 Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing Company Inc, 1979).

19 Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing Company Inc, 1979).

(25)

Ketiga, memperhatikan kemampuan dari setiap anggota yang menduduki posisi di setiap hirarki.20

Struktur politik dunia menurut Waltz struktur politik membentuk proses yang ada di dunia ini. Struktur politik dunia membentuk kekuatan dunia menjadi bipolar dan multipolar. Kekuatan bipolar ini menjelaskan ketika dunia hanya dikuasai oleh dua negara. Sedangkan multipolar merupakan dimana posisi banyak negara yang menguasai dunia.21

2. Kepentingan Nasional

Penulis menggunakan konsep kepentingan nasional untuk memahami dan menganalisa kasus. Kepentingan nasional merupakan bentuk dari kebutuhan suatu negara. Konsep kepentingan nasional diperlukan untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara dan menentukan perilaku suatu negara yang didasari oleh politik luar negeri untuk memenuhi kepentingan negaranya.

Kepentingan nasional juga menentukan langkah membuat keputusan suatu negara serta kebutuhan negara seperti pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi.22

Posisi subjek dalam sistem memengaruhi kepentingan dan juga strategi yang akan dilakukan. Implikasi dalam struktur anarki merupakan tanggung jawab setiap aktor dalam sistem internasional. Negara tidak dapat mempercayai negara

20 Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing Company Inc, 1979).

21 Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing Company Inc, 1979).

22 Jack C. Plano dan Roy Olton. Kamus Hubungan Internasional (Bandung: CV. Abardin 1999), 17

(26)

lain sehingga timbul pemikiran self help dalam mencapai kepentingan nasional maupun meningkatkan keamanan negara.23

Struktur dari sistem internasional memengaruhi persepsi atau sikap negara dalam membuat keputusan. Sistem internasional sendiri ditandai dengan adanya anarki, tidak adanya otoritas yang mengatur kekuatan. 24 Hal tersebut menyebabkan kepentingan nasional menjadi pilihan untuk memaksimalkan kekuatan dalam rangka mencapai kelangsungan hidup negara. Negara dapat mematuhi aturan internasional jika aturan tersebut memenuhi pencapaian kepentingan negara, apabila aturan tersebut tidak sesuai maka negara cenderung untuk melanggar atau mengabaikan aturan tersebut. Ketidak percayaan suatu negara terhadap negara lain menciptakan lahan untuk menunjukkan siapakah yang terkuat dan dapat bertahan.25

Neorealisme tidak memandang sikap negara yang ditentukan oleh keadaan domestik namun ditentukan dari struktur yang terjadi pada lingkup internasional.

Eksekutif negara atau pembuat keputusan akan melihat keadaan sistem internasional dan menilai serta mencocokkan dengan kepentingan nasional, sedangkan aktor domestik lain menjalankan kebijakan atas pilihan dari pembuat keputusan.26

23 John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen dan Colin S.Gray. Strategy in The Contemporary World:

an Introduction to Strategic Studies, (New York: Oxford University Press, 2002), 7

24 Andreas Bieler. The Anarchy Problematique and Sovereignty: Neo-Realism and State Power, hlm 2 tersedia di https://andreasbieler.net/wp-content/files/Neo-realism.pdf

25 John T.Rourke. International Politic on The World Stage, edisi kedelapan (United States of America: McGraw-Hill/Dushkin, 2001), 16

26 Steven e. Lobell, Norrin M. Ripsman dan Jeffrey W. Taliaferro, Neoclassical Realism, the State and Foreign Policy, (New York: Cambridge University Press, 2009), 26

(27)

3. Keamanan Nasional

Keamanan nasional merupakan isu utama di samping isu-isu lainnya, sehingga seringkali aspek militer dan isu-isu politik yang berkaitan dengan keamanan nasional mendominasi perpolitikan dunia. Tokoh realis memusatkan perhatiannya pada potensi konflik yang ada di antara aktor negara untuk menjaga stabilitas internasional, memperhitungkan manfaat dari tindakan paksaan sebagai salah satu cara pemecahan terhadap perselisihan dan memberikan perlindungan terhadap tindakan pelanggaran wilayah perbatasan. Kunci utama bagi para kaum realis adalah power. Isu-isu strategis serta keamanan militer termasuk kepentingan utama dalam kategori politik berbobot tinggi (high politics), sedangkan isu-isu sosial dan ekonomi dipandang sebagai hal yang biasa bagi kaum realis dan masuk ke dalam kategori politik yang rendah (low politics).27

Menurut Buzan dalam bukunya yang berjudul People, States and Fear:

An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era, bahwa keamanan memiliki keterkaitan dengan keberlangsungan hidup (survival)28. Tidak hanya itu menurut Buzan, keamanan tidak hanya sebatas kekuasaan seamata, tetapi juga membangun kerjasama yang bermanfaat.29

Para pemikir realis memposisikan keamanan nasional sebagai elemen terpenting. keamanan nasional adalah yang harus diutamakan. Keamanan suatu negara akan memasuki titik aman ketika negara tersebut dapat melihat dan

27 Azwar Asrudin, “Thomas Khun dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma,”Indonesian Journal of International Studies 1 (Desember, 2014): 113

28 Barry Buzan, People, State, and Fear: The National Security Problem in International Relations, (Sussex: Wheatsheaf Book, 1993), 93

29 Buzan, People, State, 189

(28)

memastikan keberlangsungan hidupnya dalam sistem internasional. Bagi realis, keamanan suatu negara adalah tentang kelangsungan hidup negara.

Negara-negara yang tidak mampu menjamin bagaimana keselamatan negara mereka dengan militer-militer mereka sendiri, maka dengan mengimbangkan kekuasaan negara sendiri akan menghadirkan harapan untuk dapat merasa aman dalam hubungan internasional. Perlindungan bagi setiap negara merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga keamanan. Tidak bergantung kepada negara lain, karena bagi realis suatu pertahanan haruslah diciptakan oleh negara sendiri dan tidak berketergantungan kepada pertolongan negara lain30.

Ruang udara nasional bersifat tertutup, mengingat udara merupakan media gerak yang sangat rawan ditinjau dalam segi pertahanan dan keamanan negara. Hal tersebut pada dasarnya dapat diartikan wilayah udara suatu negara tertutup bagi pesawat-pesawat negara lain.

Menurut Allan Collins, fokus tentang keamanan merupakan fokus suatu negara:

1. Keamanan diperlukan dalam rivalitas persaingan politik internasional.

2. Negara melakukan konsentrasi utama pada kekuasaan.

3. Negara menjadi titik utama dari loyalitas kebanyakan orang dan sumber identitas.

30 Jill Steans dan Llyod Pettiford, Hubungan Internasional Perspektif dan Tema (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar , 2009)

(29)

4. Negara telah menciptakan komunitas terbesar yang paling kuat dan paling efektif.31

Pandangan tradisional mengenai keamanan merupakan militer.

Perlindungan negara dari ancaman terhadap kepentingan nasional menjadi dasar fokus utama.32 Jika mengaitkan dengan keamanan udara diatas langit Kepulauan Riau dan Natuna, ruang udara berpotensial menjadi datangnya ancaman asing terhadap keamanan nasional. Oleh karena itu dapat dipahami mayoritas negara sangat memperhatikan keamanan udaranya. Negara menyadari bahwa penataan ruang udara sangat penting, tidak hanya untuk keperluan kesejahteraan tetapi juga dipersiapkan dan ditata bagi kegiatan pertahanan dan keamanan.33

G. Metode Penelitian

Menurut Sugiyono metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.34 Metode penelitian secara garis besar terdapat dua jenis penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif.

Penelitian kualitatif menurut Nasution merupakan penelitian yang dilakakukan dengan tanpa alat-alat pengukur. Selain itu juga penelitian yang dilakukan bersifat natural dalam artian tidak ada manipulasi di dalamnya, dan dalm

31 Alan Collins, Contemporary Security Studies (New York: Oxford University Press, 2007), 14

32 Nasu, Hitoshi, “The Expanded Conception of Security and International Law: Challenges To The Un Collective Security System,” Amsterdam Law Forum 3, 2011 [jurnal on-line] tersedia di:

http://amsterdamlawforum.org/article/viewFile/225/417diunduh pada 19 Mei 2017 pukul 20:03

33 Sefriani,“Pelanggaran Ruang Udara oleh Pesawat Asing Menurut Hukum Internasional dan HUkum Nasional Indonesia,” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 22 (Oktober 2015)

34 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), 3

(30)

mencapai hasil penelitian digunakan tes berupa instrumen penelitian. Adapun instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri sehingga dapat menggali masalah uang muncul dalam masyarakat.35 Sedangkan penelitian kuantitatif menurut Kasiram adalah proses menemukan pengetahan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan yang ingin diketahui.36

Peneliti menggunakan metode kualitatif dalam penelitian yang bersifat eksplanatori dalam menelaah kasus penelitian. Penelitian eksplanatori digunakan guna untuk menjabarkan permasalahan yang akan dikaji. Penelitian kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial.

Penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini untuk menjabarkan kasus yang diangkat oleh peneliti dan juga pencapaian dalam menyelesaikan penelitian ini. Metode penelitian kualitatif membantu peneliti untuk menjelaskan masalah-masalah dalam kasus yang diangkat, dengan mencari fakta-fakta yang peneliti kumpulkan.

Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Pada penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang

35 Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2003)

36 Mohammad Kasiram, Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif (Malang: UIN Malang Press, 2008)

(31)

memberi gambaran secara cermat mengenai upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengambil alih FIR yang berada di Riau37.

Melakukan penelitian membutuhkan berbagai macam sumber. Dalam melakukan penelitian terdapat dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kepustakaan38. Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan keduanya dari data primer dan sekunder.

a. Data Primer

Data primer yang digunakan peneliti dalam berbentuk undang-undang yang ada ikatannya antara Indonesia dengan Singapura. Peneliti juga mendapatkan data primer dari berbagai sumber yang didapatkan langsung dari pihak-pihak yang terkait. Peneliti melangsungkan wawancara dengan pengamat penerbangan dan Manager Hubungan Masyarakar AirNavigation Indonesia.

b. Data Sekunder

Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dari hasil penelusuran buku-buku dan juga artikel-artikel serta dari website terpercaya yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini. Bahan sekunder diperlukan dalam melengkapi penelitian yang terkait.

37 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 1993)

38 Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005 )

(32)

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam mengolah data adalah deskriptif qualitatif. Penggunaan deskriptif qualitatif berguna untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu gejala, dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dari unit yang diteliti.39 Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memaparkan respon Singapura atas pengambilalihan FIR Kepulauan Riau oleh Indonesia.

H. Sistemika Penelitian

Menanggapi pokok permasalahan yang akan penulis bawakan untuk memahami isi penulisan ini. penulis membagi penulisan ke dalam empat bab yang terdiri dari beberapa sub bab.

Bab pertama, pada bab ini penulis menjelaskan latar belakang dari judul penelitian sebagai pengatar mengenai upaya Indonesia dalam mengambil alih FIR (Flight Information Region) di Kepulauan Riau dan Natuna periode Joko Widodo, tujuan penulisan, kerangka teori dan konsep yang menjadi tolak ukur penelitian, metode penelitian yang bersifat deskriptif.

Bab kedua, bab ini menjelaskan sejarah perkembangan udara serta aturan FIR secara umum dan juga FIR Singapura diatas Kepulauan Riau dan Natuna.

Pada bab ini juga akan menjelaskan tentang pendelegasian FIR di atas Kepualauan Riau dan Natuna yang diberikan otoritasnya kepada Singapura.

Bab ketiga, bab ini merupakan penjelasan mengenai pengaruhnya lintas FIR Kepulauan Riau dan Natuna dalam pertahanan, ekonomi, dan keamanan serta menjelaskan perspektif dari kedua negara dalam isu peneltian ini.

39Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010)

(33)

Bab keempat, pada bab ini menjelaskan upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengambil alih FIR Kepualaun Riau dan Natuna pada periode Joko Widodo, baik upaya yang sudah dilakukan ataupun yang akan dilakukan.

Bab kelima, bab penutup. Bab ini merupakan hasil kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.

(34)

BAB II

STATUS FLIGHTINFORMATION REGION (FIR) DI KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA

Bab ini membahas bagaimana FIR terbentuk dan juga aturan-aturan mengenai FIR, serta FIR berdasarkan UNCLOS 1982. Menghadapi potensi ancaman dari Singapura perlu untuk membangun postur pertahanan secara khusus. Postur pertahanan itu sendiri dapat dilihat dari tiga hal, yakni kekuatan, kemampuan dan gelar. Kekuatan merupakan kualitas dan kuantitas yang dimiliki.sedangkan kemampuan diartikan sebagai kemampuan personil pertahanan dalam mengoperasikan kekuatannya. Gelar adalah kekuatan pertahanan yang dilengkapi dengan sistem pendukungnya yang ditempatkan secara geografis.40

Rute udara Jakarta-Singapura menjadi salah satu rute tersibuk di dunia bahkan melampaui rute udara London-Paris yang dikenal padat.41kementerian Perhubungan dalam agenda Diplomatic Reception yang diselenggarakan di Ruang Mataram, Gedung Karya, Kementerian Perhubungan RI pada tanggal 6 November 2015, menyampaikan tentang potensi-potensi penerbangan Indonesia salah satunya mencakup Flight Information Region (FIR) Indonesia yang setara

40 Yanyan Mochamad Yani,Ian Montratama, dan Ikardhi Putera, Langit Indonesia Milik Siapa?

(Jakarta: elex media komputindo, 2017), 68

41 Ridha Aditya Nugraha, “Menyoal Ribu-Ribut di Langit Kepulauan Riau dan Natuna,”

Kompas.com (27 Februari 2018) [berita-online] tersedia di:

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/27/13422401/menyoal-ribut-ribut-di-langit-kepula uan-riau-dan-natuna?page=alldiakses pada 8 juni 2018

(35)

dengan 25 FIR negara-negara di Eropa. Selain itu Indonesia juga melakukan pengendalian terhadap 4 rute regional utama (major regional traffic flows) dari total 9 rute di dunia, Indonesia menduduki posisi ke 8 dari sisi jumlah penumpang pesawat udara yang diangkut selama 2011-2015 versi World Bank, Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta menduduki posisi ke 12 sebagai bandar udara tersibuk di dunia pada tahun 2014 versi Airport Council International (ACI).42

A. Sejarah Penerbangan dan Perkembangan Ruang Udara

Pada masa Wright bersaudara, pesawat diciptakan hanya dapat mengangkut satu orang penumpang. Kemudian seiring berjalannya waktu pesawat diusahan dapat mengangkut banyak penumpang dan barang-barang pos, meskipun pada saat itu pesawat masih dianggap wahana eksperimental.

Perkembangan pesawat sipil dipengaruhi oleh perkembangan balon udara panas dan zeppelin (balon udara berbentuk cerutu raksasa yang dapat terbang terarah karena mempunyai mesin dan kemudi). Zeppelin dapat mengangkut penumpang dan dapat dikendalikan selayaknya pesawat terbang yang pertama kali digunakan pada tahun 1909 oleh maskapai penerbangan pertama, Deutsche Luftschiffahrts-AG (DELAG) (Jerman). Namun pada tahun 1937 terjadi kecelakaan dan menjadi tahun berakhirnya sejarah penerbangan Zeppelin.43

42 Biro komunikasi dan informasi publik, “Diplomatic Receotion dalam rangka Pencalonan Indonesia Menjadi Anggota Dewan ICAO Periode 2016-2019,” Departemen perhubungan (06 November 2015) [artikel-online] tersedia di http://dephub.go.id/post/read/diplomatic- reception-dalam-rangka-pencalonan-indonesia-menjadi-anggota-dewan-icao-periode-2016-2019 diakses pada 8 Juni 2018

43 Shabara Wicaksono, “Sejarah Penerbangan Komersial Udara,” *berita-online] tersedia di:

https://phinemo.com/sejarah-penerbangan-komersial-dunia/diakses pada 24 Agustus 2018

(36)

Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan ruang lautan suatu wilayah negara dimana negara tersebut memiliki hak yurisdiksi.

Ruang udara, ruang lautan dan ruang daratan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.44 Prof. I.H.Ph Diederiks-Vershoor, dalam bukunya yang berjudul “Sumilarities with and Differences Between Air and Space Law”:

Primarilary in the Field of Private International Law, menuliskan bahwa Konferensi Internasional Hukum Udara yang pertama diselenggarakan pada tahun 1910 setelah beberapa balon udara milik Jerman melewati ruang udara di atas negara Perancis, hal tersebut dianggap oleh Perancis sebagai suatu ancaman keamanan. Balon-balon tersebut digunakan sebagai kendaraan untuk melakukan serangkaian riset. Konferensi tersebut diselenggarakan di Paris yang dihadiri oleh 19 negara. Setelah Perang Dunia I selesai, perusahaan penerbangan pertama beroperasi antara London dan Paris pada tahun 1919.45

Dunia penerbangan saat ini menjadi salah satu tolak ukur kemajuan suatu Negara. Indonesia saat ini memiliki fasilitas dan juga teknologi yang semakin maju dari waktu ke waktu. Tidak hanya mengukur dari seberapa maju teknologi dan fasilitas, tetapi perlu ditingkatkan juga sumber daya manusia(SDM) yang memumpuni dalam dunia penerbangan. Pentingnya memperhatikan baik dari SDM atau pun teknologi karena dunia penerbangan memiliki standar yang telah diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO). Standar ini

44 Ditjen Perhubungan Udara, “Ruang Udara,” *artikel-online] tersedia di:

http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/98 diakses pada 10 Juni 2018

45 I.H.Ph.Diederiks-Verschoor, Sumilarities with and Differences Between Air and Space Law:

Primarily in the Field of Private International Law, Collected Courses of the Hague Academy of International Law 172 dalam buku Syahmin, Meria Utama, dan Akhmad Idris, “Hukum Udara dan Luar Angkasa,” (Palembang: Unsri Press, 2012)

(37)

menjadi acuan yang harus ditaati oleh setiap Negara, demi keselamatan dan juga kenyamanan penerbangan.

ICAO didirikan pada tahun 1944, memiliki markas besar di Montreal, Kanada. Tujuan ICAO didirikan untuk menjamin keselamatan penerbangan sipil.

ICAO sendiri memiliki 191 negara anggota yang tergabung46. Indonesia menjadi negara anggota ICAO pada 27 April 195047. Indonesia pernah mengemban amanah menjadi Anggota Dewan ICAO Kategori III pada tahun 1962 sampai dengan 2001.48

Adapun penerbangan pertama Indonesia terjadi pada tahun 1913, yang diterbangkan oleh seorang penerbang asal Belanda bernama JWER Hilger berhasil menerbangkan sebuah pesawat jenis Fokker dalam kegiatan pameran yang berlangsung di Surabaya. Namun penerbangan pesawat tersebut tidak berjalan dengan baik karena mengalami kecelakaan dan tidak menimbulkan korban jiwa. Kemudian pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat dengan jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda melakukan penerbangan dari Bandara Schippol, Amsterdam menuju Batavia (sekarang Jakarta).

Penerbangan tersebut membutuhkan 55 hari dengan berhenti di 19 kota yang kemudian berhasil mendarat di Cililitan, sekarang dikenal sebagai Pangkalan

46 ICAO, “About ICAO,” *artikel-online] tersedia di:

https://www.icao.int/about-icao/Pages/default.aspxdiakses pada 8 Juni 2018

47 kementerian luar negeri, “Keanggotaan Indonesia Pada Organisasi Internasional,”

[artikel-online] tersedia di

http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/Documents/Keanggotaan_Indonesia_pada_OI.pdfdiakses pada 8 Juni 2018

48 Biro komunikasi dan informasi publik, “Penantian Panjang Indonesia menjadi Anggota Dewan ICAO Diputuskan Pekan Depan,” (Departemen perhubungan, 2016) *artikel-online] tersedia di:

http://www.dephub.go.id/post/read/penantian-panjang-indonesia-menjadi-anggota-dewan-ica o-diputuskan-pekan-depan diakses pada 8 Juni 2018

(38)

Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan inilah yang kemudian tercatat sebagai penerbangan pertama sebuah pesawat dari Belanda ke Indonesia.49

Keberhasilan penerbangan di Indonesia menciptakan kerjasama antara Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia Belanda (sekarang Indonesia), dan perusahaan- perusahaan dagang lainnya yang memiliki kepentingan di Indonesia. Hasil kerjasama tersebut mendirikan perusahaan patungan di Belanda, Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) yang didirikan pada 1 November 1928.

KNILM membuka sebuah rute tetap Batavia-Bandung sekali seminggu dan kemudian membuka rute Batavia-Surabaya (pp) dengan transit di Semarang sekali setiap hari dengan pesawat jenis Fokker F-7/3B. Perusahaan tersebut kemudian berkembang dan mampu menerbangkan pesawat yang lebih besar seperti Fokker F-12 dan kemudian pesawat DC-3 Dakota, dengan menambahkan rute Batavia-Palembang-Pekanbary-Medan, bahkan Singapura sekali seminggu.

Kemudian pada tahun 1931, jenis pesawat yang digunakan Fokker F-12 dan Fokker F-18 yang dilengkapi dengan kursi untuk penumpang.50

Berdasarkan hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Dr.

Konijnenburg sebagai perwakilan KLM yang menghadap kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta untuk meminta presiden memberi nama bagi perusahaan

49 Chappy Hakim, Believe It or Not Dunia Penerbangan Indonesia Terbang Aman dan Nyaman Walau Banyak Masalah, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2014)

50Chappy Hakim, Believe It or Not, 5

(39)

tersebut. Presiden Soekarno menanggapi hal tersebut dengan mengutip sebuah sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto pada zaman kolonial “Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden” yang memiliki arti “Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu”. Maka pada tanggal 29 Desember 1949, penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran untuk pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Garuda Indonesia Airways dan berlogo baru pemberian Presiden Soekarno sebagai perusahaan penerbangan pertama.51

Pemerintah membentuk “Djawatan Penerbangan Sipil” yang bertanggungjawab kepada kementerian Perhubungan Udara pada tahun 1952.

Kemudian nama tersebut diubah menjadi Direktorat Penerbangan Sipil pada tahun 1963 dengan tugas dan tanggung jawabnya adalah menangani administrasi pemerintahan, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara. Dalam rangka meningkatkan perkembangan dunia usaha penerbangan pada pemerintahan Orde Baru, pada tahun 1969 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dibentuk untuk menyesuaikan kebutuhan dan pemanfaatannya serta menyempurnakan dengan struktur organisasi terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara Sipil, Direktorat Keselamatan Penerbangan dan Direktorat Fasilitas Penerbangan. Tahun 1978 dikeluarkan Keputusan

51 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Penerbangan Indonesia dari masa ke masa,”

[artikel-online] tersedia di http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/91 diunduh pada 8 Juni 2018

(40)

Menteri Perhubungan nomor KM 50/OT/Phb-78, tentang "Susunan organisasi dan tata kerja pelabuhan udara dan Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN)", terbentuk kantor SENOPEN di 7 lokasi yaitu Medan, Pekanbaru, Palembang, Surabaya, Bali, Ujung Pandang dan Biak". Fungsi unit kerja kantor SENOPEN adalah pemberian pelayanan navigasi penerbangan.52

Perbatasan darat, kepulauan dan laut akan berkaitandengan kedaulatan udara suatu Negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 dan 2 Konvensi Chicago 1994. Article 1 “The contracting States recognize that every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory”

Pasal 1 “Negara-negara pihak mengakui bahwa setiap Negara memiliki kedaulatan yang penuh dan eksklusif atas wilayah udara di atas wilayahnya”

Article 2 “For the porpose of this Convention the territory of a State shall be deemed to be the land areas and territorial waters adjacent thereto under the sovereignty, suzerainty, protection or mandate of such State”

Pasal 2 “Untuk kepentingan Konvensi ini, wilayah suatu Negara harus dianggap sebagai wilayah darat dan perairan teritorial yang berada di bawah kedaulatan, keamanan, perlindungan atau mandat dari Negara tersebut.”

Pembentukan FIR merupakan hasil dari 11annex yang mengatur permasalahan Air Traffic Service(ATS). ATS memuat tentang pengadaan dan pengawasan terhadap lalu lintas udara, informasi penerbangan dan layanan

52 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Penerbangan Indonesia daei masa ke masa,”

[artikel-online] tersedia di http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/91 diunduh pada 8 Juni 2018

(41)

pemberitahuan serta mengenai keadaan bahaya. sebagaimana diatur dalam annex 11 Konvensi Chicago 1944:

“A generic term meaning variously, flight information services, alerting services, air traffic advisory service, air traffic control service (area control service, approach control service or aerodrome control service).”

“Secara umum ada berbagai istilah terminologi yang sangat beragam, tentang pelayanan informasi penerbangan, tentang pelayanan kesiagaan berupa rambu-rambu atau tanda, tentang pelayanan pemberian masukan atau saran pada navigasi penerbangan, dan pelayanan pengendalian navigasi penerbangan terhadap pesawat di dalam lintasannya”53

B. Ketentuan Flight Information Region (FIR)

Transportasi udara menjadi alternatif terbaik untuk menghubungkan satu negara ke negara lain. Selain dapat memangkas waktu perjalanan, transportasi udara juga menjadi pilihan terbaik untuk dijadikan transportasi yang terbilang nyaman. Dengan demikian penerbangan berkaitan antara satu negara dengan negara lainnya, maka ruang udara yang digunakan oleh pesawat harus memiliki manajemen keselamatan penerbangan.

Pada tahun 1900-an belum ada peraturan mengenai ruang udara yang jelas.

Kali pertama Prof Ernest Nys berpendapat bahwa perlu diciptakannya peraturan ruang udara skala internasional dalam hukum udara. Karena pada realitanya

53 Evi Zuraida, Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR) Singapura atas Wilayah IndonesiaBerdasarkan Perjanjian antara Indonesia Singapura Tahun 1995, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), 34

(42)

banyak sekali penerbangan yang berlangsung di atas langit Eropa, tanpa memperhatikan kedaulatan negara kolong.54 Seiring dengan perkembangan dalam dunia penerbangan nasional dan internasional. Maka diciptakan peraturan yang dituang ke dalam konvensi-konvensi, undang-undang dan juga kerjasama mengenai ruang udara untuk pesawat yang melintasi wilayah negara lain dengan mengutamakan keselamatan penerbangan khususnya penerbangan internasional.

1. Pengaturan Flight Information Region

Sejak ruang udara menjadi salah satu jalur yang bisa digunakan untuk transportasi, manusia berupaya untuk menciptakan aturan ruang udara. Dalam Hukum Romawi yang sangat dikenal prinsip yang berbunyi “Cujus est solum, Ejus est coelum” yang memiliki arti bahwa barang siapa memiliki sebidang tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam tanah dan juga ruang yang berada ditasnya tanpa batas.55

Adapun peraturan mengenai Flight Information Region (FIR) di Indonesia telah tertuang didalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, Pasal 5 antara lain mengatur mengenai NKRI berdaulat penuh dan ekslusif atas wilayah udara Republik Indonesia.56Demikian Undang-Undang ini mengandung makna bahwa sebagai Negara yang berdaulat, Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan ekslusif di udara.

54 Martono, Usman Melayu, Perjanjian Angkutan Udara Indonesia”, (Bandung: Mandar Maju, 1996) dalam Skripsi Alfaris, Analisis Yuridis Pengawasan dan Pengendalian Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau dari Hukum Internasional (Makasar: Universitas Hasanuddin, 2014), 28

55 Chappy Hakim, “Tanah Air dan Udaraku Indonesia”, (Jakarta: PT. Harum Biaro Asa, 2009) halaman 11

56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

(43)

Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional dan Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on the law of the sea(UNCLOS). Pasal wilayah udara Republik Indonesia, mengacu pada ketentuan ini hanya menegaskan mengenai tanggung jawab dan kewenangan Negara Republik Indonesia untuk mengatur penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari wilayah Indonesia57.

Adanya aturan yang berkenaan dangan pembagian wilayah udara bertujuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan. Aturan tersebut telah ditetapkan oleh Negara-negara anggota yang tergabung dalam ICAO untuk memberikan pelayanan navigasi penerbangan. Navigasi penerbangan merupakan kegiatan pemanduan pesawat terbang dan juga helikopter selama beroperasi yang dilengkapi dengan fasilitas navigasi penerbangan didalam ruang udara yang dikuasai oleh Pemerintah Indonesia untuk digunakan sebagai kegiatan operasi penerbangan dalam bentuk tatanan ruang udara nasional. Pelayanan ruang udara memiliki 2 kategori yakni, pertama, ruang udara yang pelayanan navigasi penerbangannya/FIR merupakan bagian dari tanggung jawab Pemerintah Indonesia dan kedua, ruang udara dikuasai berdasarkan perjanjian antar Negara yang berbatasan yang ditetapkan oleh ICAO58.

57 Soegiyono. “Kajian Kedaulatan Negara di Ruang Udara Terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).”Berita dirgantara vol. 12 no. 2 Juni 2011: 76-82

58 Departemen Perhubungan RI, Cetak Biru Transportasi Udara 2005-2024, Ditjen Perhubungan Udara, Maret 2005, 111-49

Gambar

Gambar II.1. Pembagian Empat FIR Indonesia ....................................................

Referensi

Dokumen terkait

sehingga pada analisis awal dinyatakan berpotensi menghasilkan AAT saat mengalami oksidasi pada kondisi berair, ternyata memiliki nilai potensi keasaman maksimum

Berdasarkan pengujian yang dituangkan dalam grafik dari gambar 6 sampai gambar 9 serta tabel II,III,IV,V maka pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai

 Perletakan entrance, sistem parkir dan sirkulasi disesuaikan dengan kebutuhan penggunannya (sirkulasi tata ruang rumah Jawa yang terus

Dengan melihat data peningkatan dalam kemajuan belajar siswa antara siswa yang menggunakan pembelajaran Modifikasi dan Pendekatan Bermain terhadap Dribble Bola Basket di SMPN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe inside-outside circle (IOC) terhadap hasil belajar siswa kelas X

Sistem Informasi manajemen pada Hotel Gran Nikita Prabumulih ini dapat mempercepat proses pembuatan laporan- laporan yang berguna bagi manager Hotel Gran Nikita.dan

Untuk rnenjamin saat terjadinya gempa kuat dinding geser tetap berperilaku elastis kecuali pada penampang dasar, dimana sendi plastis dapat terbentuk, maka dinding momen akibat

Melalui Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share , indikator penelitian ini dikatakan berhasil jika terdapat peningkatan hasil belajar pada mata