• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

IRWANDA 137011001/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRWANDA 137011001/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Nama Mahasiswa : IRWANDA Nomor Pokok : 137011001 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 11 Februari 2016

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

4. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum

(5)

Nim : 137011001

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : IRWANDA Nim : 137011001

(6)

kewenangan dan fungsi untuk melayani kepentingan masyarakat umum yang memiliki kewenangan membuat akta autentik hampir disemua perbuatan hukum yang ditugaskan oleh undang-undang. Dalam setiap pembuatan akta autentik yang dibuat oleh Notaris, Notaris memiliki tanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya atas baik pada saat ia masih menjabat maupun pada saat ia pensiun menjadi Notaris. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan pertanggung jawaban hukum Notaris sebagai pejabat umum atas akta yang dibuatnya, bagaimana batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang telah dibuatnya pada saat telah berakhir masa jabatannya, bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya apabila terjadi gugatan secara perdata oleh pihak ketiga terhadap akta yang telah dibuatnya.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat preskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kenotariatan yang termuat di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketentuan pertanggung jawaban hukum Notaris sebagai pejabat umum atas akta yang dibuatnya adalah bahwa Notaris harus membuat akta autentik tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam hukum kenotariatan sesuai UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan Pasal 1868 KUH Perdata tentang Tata Cara Pembuatan Akta Autentik Bagi Pejabat Umum. Notaris juga bertanggung jawab tentang kebenaran dari nama-nama para penghadap dan kepastian tanggal dari akta autentik tersebut. Batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang telah dibuatnya pada saat telah berakhir masa jabatannya adalah sampai Notaris tersebut meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang jabatan Notaris tidak diatur secara tegas tentang batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang telah dibuatnya. Perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya apabila terjadi gugatan secara perdata oleh pihak ketiga terhadap akta yang telah dibuatnya adalah Notaris hanya memformulasikan keinginan atau tindakan para penghadap ke dalam bentuk akta autentik dengan memperhatikan peraturan-perundang-undangan yang berlaku. Notaris juga bertanggung jawab terhadap kebenaran dari pembuatan akta autentik mengenai nama-nama para penghadap dan kepastian tanggal dari pembuatan akta tersebut. Apabila terjadi sengketa terhadap akta autentik tersebut maka Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta tersebut karena bukan merupakan pihak di dalam akta tersebut, sehingga tidak dapat digugat oleh para pihak atau pihak lain.

Kata kunci : Tanggung Jawab Notaris, Berakhir Masa Jabatan, UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014

(7)

provide a service to the society and an authority to make an authentic deed in almost all legal actions as referred to the laws. He is responsible for every deed he makes either during his service period or after his tenure as a notary ends. The problems of this research are what responsibilities a notary has for the deeds he makes, how about the time limit of his responsibility for the deeds he has made while his tenure ends, and how about the legal protection for a notary whose tenure ends and there is a civil suit from a third party toward the deed that he has made.

This is a normative judicial research with prescriptive analysis which approaches the research problems by reviewing the prevailing legal provisions in the Notarial Law stipulated in UUJNNo. 30/2004 (the Law on Position of Notary) juncto UUJNNo. 2/2014.

The results show that the responsibility of a Notary, as a public official, for the deeds he makes is that he has to make an authentic deed in line with the prevailing legal provisions in the Notarial Law as stipulated in the UUJN No.

30/2004 juncto the UUJNNo. 2/2014 and Article 1868 of Civil Code regarding the Procedure of the Making of Authentic Deed for Public Official. He is also responsible for the accuracy of the names of the person appearing and the date of the authentic deed. As to the time limit of the responsibility, a Notary whose tenure has ended is still responsible for the deeds he has made until he passes away because there is no regulation in the prevailing provisions that obviously states the time limit of the responsibility of a Notary for the deed he has made. The legal protection for a Notary whose tenure ends and there is a civil suit from a third party toward the deed that he has made is that he only has to formulate the willing or actions of the persons appearing in an authentic deed by paying attention to the prevailing legal provisions.

He is also responsible for the making of the authentic deed concerning the names of the persons appearing and the accuracy of the date of the deed. In case there is any suit to the authentic deed, the Notary has no responsibility for the content of the deed because he is not one of the parties involved in the deed; thus, he cannot be claimed by any party or other party.

Keywords: Notary’s Responsibility, Tenure Ends, UUJN No. 30/2004 juncto UUJN No. 2/2014.

(8)

Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.

Muhammad Yamin, SH, MS, CN., Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.

(9)

Utara sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara, yang telah membimbing dan membina penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada Ibu Siti Syarifah, SH, Sp.N terima kasih atas dukungan dan semangat kepada penulis.

(10)

tesis ini.

7. Terima kasih yang terkasih Istriku tersayang Cici Rahayu Nasution dan anakku Azhira Aniezwandara dan Azka Azfar Rabbani, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

8. Buat sahabatku Eka Firman Jaya dan Irwan Haryowardani dan seluruh rekan kelas B angkatan tahun 2013.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Februari 2016 Penulis

Irwanda

(11)

Nama : Irwanda

Tempat / Tgl. Lahir : Medan, 11 Mei 1985

Alamat : Jl. Kemuning Lingkungan II Binjai Utara

Status : Menikah

Agama : Islam

No. Telp : 0812 6518 0800

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Swasta Gajah Mada Binjai 1991-1997

2. SMP Negeri 7 Binjai 1997-2000

3. SMK Tunas Pelita Binjai 2000-2003

4. S1 Fakultas Hukum Universitas Panca Budi 2008-2012 5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH - USU 2013-2016

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN... ix

DAFTAR ISTILAH ASING ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 25

1. Jenis Penelitian... 25

2. Sifat Penelitian ... 27

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 28

4. Analisis Data ... 28

BAB II KETENTUAN PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM ATAS AKTA YANG DIBUATNYA ... 30

A. Tugas dan Wewenang Notaris sebagai Pejabat Publik ... 30

B. Asas-asas Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris... 47

(13)

A. Masa Kerja Notaris Sebagai Pejabat Umum Berdasarkan

UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 ... 64

B. Pengaturan Hukum Tentang Batas Waktu Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Yang Telah Dibuatnya ... 73

C. Batas Waktu Pertanggungjawaban Notaris Atas Akta Yang Dibuatnya Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014... 81

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS YANG TELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA APABILA TERJADI GUGATAN SECARA PERDATA OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP AKTA YANG TELAH DIBUATNYA 96 A. Bentuk-Bentuk Gugatan Pihak Ketiga Terhadap Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya... 96

B. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

(14)

HAM : Hak Asasi Manusia INI : Ikatan Notaris Indonesia

KHI : Kompilasi Hukum Islam

KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Pidana : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana MKN : Majelis Kehormatan Notaris

MPD : Majelis Pengawas Daerah

RI : Republik Indonesia

UUD : Undang-Undang Dasar

UUJN : Undang-Undang Jabatan Notaris VOC : Vereenigde Oost Ind. Compagnie

(15)

Openbaar ambtenaar : Pejabat umum

Dubius : Mendua

Codicil : Di bawah tangan

Testament : Surat wasiat

Schorsing : Pemecatan sementara

Onzetting : Pemecatan

Lex dura, set tamen scripta : Undang-undang itu kejam tetapi demikianlah bunyinya

Process-verbaal akte : Akta Verbal

Akta Partij : Akta Para Pihak

Nonexecutable : Tidak dapat dilaksanakan

Wreda : Pensiun

(16)

A. Latar Belakang

Notaris merupakan jabatan kepercayaan sekaligus sebagai salah satu profesi di bidang hukum yang bertugas memberikan pelayanan dan menciptakan kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat dengan cara melakukan pembuatan akta autentik dalam suatu perbuatan hukum melakukan legalisasi dan warmerking terhadap surat-surat di bawah tangan. Akta autentik Notaris merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang melaksanakan perbuatan hukum tertentu yang memuat hak dan kewajiban para pihak yang diuraikan secara jelas dalam akta autentik Notaris tersebut.1

Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Akta autentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya”.

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 mengatur secara umum tentang Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta autentik. Pasal 15 ayat (1) No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa,

“Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,

1Abdul Bari Azed, Profesi Notaris sebagai Profesi Mulia, Media Ilmu, Jakarta, 2005, hal.68

(17)

menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan dan dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Notaris berwenang membuat akta auentik semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik sepanjang tidak ditugaskan dan dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Akta Notaris yang merupakan akta autentik mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:2

1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi empat, yakni :

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

2Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 43

(18)

2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan Notaris (UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik Notaris.3

Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang memiliki kekuasaan atau kewenangan dan fungsi untuk melayani kepentingan masyarakat umum. Akan tetapi Notaris bukan pegawai negeri seperti disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang menyebutkan bahwa, “Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam perundang-undangan yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji menurut suatu peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan pengertian Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian tersebut di atas maka Notaris bukan merupakan bagian dari suatu korps pegawai negeri yang tersusun dengan hubungan kerja yang hierarkis yang digaji dan memperoleh uang pensiun dari pemerintah. Jabatan Notaris tidak tunduk pada Undang-Undang Kepegawaian namun tunduk kepada UUJN No. 30

3 Habib Adjie, Salah Kaprah Mendudukkan Notaris Sebagai Tergugat, Media Notaris, Jakarta, 2008, hal. 21

(19)

Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Oleh karena itu Notaris tidak memperoleh gaji dari pemerintah tapi menerima honorarium dari mereka yang menggunakan jasa hukumnya. Pasal 36 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa, “

1. Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai kewenangannya.

2. Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.

3. Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut :

a. Sampai dengan Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5%.

b. Di atas Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5% atau

c. Di atas Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antar Notaris dengan para pihak tetapi tidak melebihi 1% dari objek yang dibuatkan aktanya.

4. Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp 5.000.000 (lima juta rupiah).

Dalam Pasal 4 angka (10) kode etik Notaris menyebutkan bahwa, “Notaris dan orang lain memangku dan menjalankan jabatan Notaris dilarang menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan oleh perkumpulan”.

Notaris merupakan pejabat publik yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah dalam hal pembuatan akta autentik yang merupakan dokumen Negara.

Oleh karena itu Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah baik karena habis masa berlaku jabatannya atau karena keinginan sendiri dari Notaris tersebut sebelum

(20)

habis masa berlaku jabatannya, ataupun Notaris diberhentikan dari jabatannya berdasarkan sebab-sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, e serta Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 12 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 yang berkaitan dengan etika dan perilaku Notaris sebagai pejabat publik yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.4

Meskipun Notaris dipensiunkan oleh pemerintah tapi Notaris tidak dapat pensiun dari pemerintah jabatan Notaris merupakan jabatan profesi yang memberikan jasa pelayanan hukum kepada masyarakat dan memberikan perlindungan hukum yang bersifat prefentif sehingga dapat menghindari segala kemungkinan terjadinya tuntutan hukum dikemudian hari.5

Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa, “Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris”. Berdasarkan bunyi Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa :

1. Mereka yang diangkat sebagai Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris tetap dipandang menjalankan tugas pribadi dan tetap bertanggungjawab terhadap akta yang telah dibuatnya meskipun telah berakhir masa jabatannya sampai batas waktu yang

4Nawawi Arman, Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Sempurna, Media Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 33

5Habib Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal. 72.

(21)

ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang dokumen negara.

2. Pertanggungjawaban Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris tetap melekat, kemana pun dan dimana pun mantan Notaris, mantan Notaris pengganti, mantan Notaris pengganti khusus, dan mantan pejabat sementara Notaris berada. Hal ini sesuai dengan penafsiran penjelasan Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo. UUJN No. 2 Tahun 2014.

Untuk menentukan sampai kapankah Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris harus bertanggung jawab atas akta yang dibuat dihadapan atau dibuat olehnya, maka harus dikaitkan dengan konsep Notaris sebagai jabatan umum. Setiap orang yang mengemban atau memangku jabatan tertentu dalam bidang apapun sebagai pelaksanaan dari suatu struktur Negara, pemerintah atau organisasi mempunyai batasan. Ada batasan dari segi wewenang dan ada juga batasan dari segi waktu, artinya sampai kapan jabatan yang diemban atau dipangku oleh seseorang harus berakhir. Khusus untuk Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris pertanggungjawabannya mempunyai batas sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan dan juga dari segi wewenangnya.6

6Herlina Effendie, Notaris Sebagai Pejabat Publik Dan Profesi, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2013, hal. 50

(22)

Pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa, “Semua tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena waktu dengan lewatnya waktu 30 tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan alas hak dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk”. Pasal 1967 KUH Perdata menjelaskan tentang adanya lewat waktu sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban. Namun Pasal 1967 KUH Perdata tersebut bukanlah ketentuan yang mengatur tentang jabatan Notaris dan KUH Perdata juga sekarang ini hanya sebagai pedoman hukum saja bukan lagi dipandang sebagai undang-undang sejak keluarganya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963 yang disebarluaskan kepada semua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri diseluruh Indonesia. Sehingga ketentuan Pasal 1967 KUH Perdata tentang lewat waktu tidak dapat diberlakukan secara mutatis mutandis (secara langsung) terhadap Notaris sebagai pejabat umum. Hal ini disebabkan di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tidak disebutkan secara tegas tentang pengaturan batas tanggung jawab yang diberlakukan terhadap Notaris atas akta yang telah dibuatnya. Hal ini mengakibatkan Notaris sebagai pejabat publik tidak mempunyai batas waktu tanggung jawab atas akta yang telah dibuatnya meskipun Notaris tersebut telah berakhir masa jabatannya atau memasuki masa wreda (pensiun).

Jabatan dalam arti sebagai pejabat umum merupakan fungsi, tugas, wilayah kerja pemerintah pada umumnya atau badan perlengkapan pada khususnya.7 Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum

7 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 16.

(23)

untuk keperluan dan fungsi tertentu dan bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan merupakan suatu subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka harus disandang dan dijalankan oleh subjek hukum lainnya yaitu orang yang disebut pejabat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pejabat publik adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur pimpinan). Menurut kamus hukum, pejabat dibedakan menjadi :

1. Pejabat umum yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat dan memberhentikan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.8

Hubungan antara jabatan dengan pejabat sangat berkaitan erat, pada satu sisi bahwa jabatan bersifat tetap (lingkungan pekerjaan tetap), di sisi lain bahwa jabatan dapat berjalan oleh manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban sehingga yang mengisi atau menjalankan jabatan adalah pejabat. Kata “Pejabat” lebih menunjukan kepada orang yang memangku suatu jabatan. Segala tindakan yang dilakukan oleh pejabat yang sesuai dengan kewenangannya merupakan implementasi dari jabatan.9

8Karim Wijaya, Jabatan Notaris Sebagai Jabatan Kepercayaan, Mitra Ilmu, Surabaya, 2007, hal. 72

9A. Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni Bandung, 2002, hal. 83

(24)

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Selain memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang agar suatu akta menjadi autentik, seorang Notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib:

melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab Notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar- benarnya pada saat pembuatan akta.10Tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta dalam hal formulasi isi akta tersebut adalah pada saat Notaris tersebut berhadapan dengan para pihak dan pada saat Notaris tersebut melaksanakan kewajibannya sebagai pejabat publik. Pertanggung jawaban mengenai akta autentik yang telah dibuatnya secara keseluruhan adalah pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat publik dari saat Notaris tersebut aktif bertugas sampai saat berakhirnya jabatan Notaris tersebut, pertanggung jawaban terhadap akta-akta yang telah dibuatnya tetap melekat pada diri Notaris tersebut meskipun telah memasuki masa pensiun.

Notaris merupakan jabatan yang sangat mulia dan wajib diemban dengan rasa tanggung jawab yang besar. Sehingga untuk dapat diangkat menjadi Notaris, seseorang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai Notaris. Sehubungan dengan pengangkatan

10 Nico Sumanto, Tanggung Jawab Profesi Notaris sebagai Pejabat Publik (DBSL), Yogyakarta, 2003, hal. 66

(25)

dan pemberhentian Notaris ini maka Pasal 2 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No.

2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Seorang calon Notaris yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.01.HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Notaris dapat mengajukan permohonan pengangkatan secara tertulis kepada Menteri c.q Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Adapun tahapan pokok dari permohonan pengangkatan ini adalah

1. Calon Notaris mengajukan permohonan dilengkapi lampiran yang telah ditentukan dan hanya ditunjuk 1 (satu) tempat kedudukan di kabupaten atau kota.

Permohonan hanya dapat diajukan 1 (satu) kali serta tidak dapat dicabut dan calon Notaris tidak dapat mengajukan permohonan baru. Calon Notaris yang hendak mengalihkan ke tempat kedudukan yang lain harus lewat jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak permohonan di terima.

Dalam kondisi tertentu menteri berwenang mengangkat Notaris untuk kabupaten atau kota di luar tempat kedudukan yang dimohonkan.

2. Terhadap permohonan yang telah memenuhi syarat di catat dalam buku Agenda Direktorat Perdata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sesuai dengan tanggal dan nomor kendali penerimaan.

3. Permohonan pengangkatan Notaris yang telah diterima kemudian diproses berdasarkan formasi yang tersedia.

4. Apabila permohonan pengangkatan Notaris dikabulkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan pengangkatan Notaris dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak berkas permohonan diterima secara lengkap.

5. Selanjutnya kepada pemohon yang bersangkutan, diberitahu secara resmi melalui surat tercatat yang dikirimkan melalui pos untuk mengambil surat keputusan tersebut.

(26)

6. Pengambilan surat pengangkatan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pemohon dengan menyerahkan bukti pembayaran penerimaan Negara bukan pajak dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan dikirim melalui pos.11

Sebagai pejabat publik yang bertugas membuat akta autentik yang juga merupakan dokumen negara, maka Notaris sebelum menjalankan jabatannya wajib mengucapkan sumpah dihadapan pejabat yang ditunjuk sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.- HT.03.01 Tahun 2006 tentang syarat dan tata cara pengangkatan, perpindahan dan pemberhentian Notaris. Hal ini sesuai dengan asas hukum publik (publiekrechtelijk beginsel) dimana seorang pejabat umum sebelum menjalankan jabatannya harus terlebih dahulu disumpah.

Pasal 4 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa, “Notaris yang belum disumpah tidak berwenang menjalankan tugas dan jabatannya sebagai pejabat publik”. Setiap Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya dapat berhenti atau diberhentikan dari jabatannya oleh pemerintah yaitu melalui cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian sementara dan pemberhentian dengan tidak hormat. Pemberhentian Notaris diatur dalam ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014.12

11R. Soegondo NotodisoerJo, Hukum Notariat di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 2006, hal. 47

12Eka Fridayanti, Manajemen Administrasi Notaris Dalam Teori Dan Praktek, Bumi Aksara, Bandung, 2008, hal.22

(27)

Dalam penelitian ini pemberhentian Notaris yang dimaksud adalah pemberhentian seorang Notaris karena memasukki usia pensiun sesuai ketentuan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Usia pensiun Notaris adalah 65 tahun dan dapat diperpanjang 2 tahun sehingga seluruhnya usia kerja Notaris adalah 67 tahun sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 8 UUJN No.

30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Setelah Notaris memasuki masa pensiun maka ia tidak diperkenankan lagi untuk menjalankan tugas dan kewenangan dalam membuat akta autentik. Menurut Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris tersebut telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak menyimpan protokol Notaris. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris.13

Dalam hal seorang Notaris telah berakhir masa jabatannya sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf d dan ayat (2) UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 protokol Notaris yang bersangkutan akan diambil alih oleh pemegang protokol Notaris baik yang ditunjuk oleh Notaris itu sendiri maupun oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) atau Menteri. Adapun kewajiban Notaris yang akan pensiun ialah memberitahukan kepada MPD secara tertulis mengenai berakhir masa jabatannya sekaligus mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang protokol dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari atau paling lambat 90 (sembilanpuluh) hari sebelum Notaris tersebut mencapai umur 65 tahun. Meskipun protokol Notaris yang

13Andi Junianto, Notaris dan Protokol Notaris, Eresco, Bandung, 2007, hal. 12

(28)

telah pensiun sudah diahlihkan kepada Notaris lain namun tanggung jawab atas protokol Notaris tersebut tetap berada pada Notaris yang telah pensiun tersebut.14

Penelitian ini membahas tentang bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya, jangka waktu tanggung jawab Notaris yang telah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya termasuk perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya apabila terjadi gugatan oleh pihak ketiga terhadap akta yang telah dibuatnya ditinjau dari Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Pembahasan lebih lanjut mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan judul tersebut di atas akan dibahas lebih terperinci pada bab-bab selanjutnya dipenelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan pertanggung jawaban hukum Notaris sebagai pejabat umum atas akta yang dibuatnya?

2. Bagaimana batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang telah dibuatnya pada saat telah berakhir masa jabatannya?

14Anke Dwi Saputro, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang, PT.

Gramedia Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 40

(29)

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya apabila terjadi gugatan secara perdata oleh pihak ketiga terhadap akta yang telah dibuatnya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan pertanggung jawaban hukum Notaris sebagai pejabat umum atas akta yang dibuatnya

2. Untuk mengetahui batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang telah dibuatnya pada saat telah berakhir masa jabatannya

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya apabila terjadi gugatan secara perdata oleh pihak ketiga terhadap akta yang telah dibuatnya

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum kenotariatan khususnya mengenai tanggungjawab Notaris yang telah berakhir masa jabatannya karena memasuki usia pensiun terhadap akta yang dibuatnya yaitu :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum kenotariatan khususnya tentang masalah tanggungjawab

(30)

Notaris yang telah berakhir masa jabatannya karena memasuki usia pensiun terhadap akta yang telah dibuatnya, termasuk bila terjadi gugatan dari pihak ketiga atas akta tersebut.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pertanggungjawaban Notaris yang telah berakhir masa jabatannya karena memasuki usia pensiun terhadap akta yang dibuatnya termasuk di dalamnya perlindungan hukum terhadap Notaris tersebut apabila terjadi gugatan dari pihak ketiga atas akta tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Agustini, NIM. 087011001/MKn, dengan judul tesis “Tanggungjawab Notaris terhadap akta autentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana”.

Pemasalahan yang dibahas :

a. Faktor-faktor apa saja yang mengaruskan Notaris menghadiri panggilan penyidik pada pemeriksaan perkara pidana yang terkait dengan akta yang dibuatnya?

(31)

b. Bagaimana fungsi majelis pengawas daerah terhadap pemanggilan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana berkaitan dengan akta yang dibuatnya?

2. Zulian Maro Batubara, NIM. 087011134/MKn, dengan judul tesis “Analisis Yuridis Terhadap Pembalatan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan)”

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana akta Notaris dapat menjadi batal oleh suatu putusaun pengadilan?

b. Bagaimana tanggungjawab Notaris terhadap akta yang menjadi batal oleh suatu putusan pengadilan?

c. Bagaimana pandangan badan pengadilan dalam membatalkan akta Notaris?

3. Edi Natasari Sembiring, NIM. 077011016/MKn, dengan judul tesis

“Kewenangan Notaris Dalam Status Tersangka Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum Membuat Akta Autentik”.

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana penyidik terhadap Notaris yang telah melakukan tindak pidana?

(32)

b. Kewenangan Notaris sebagai tersangka dalam menjalankan tugas jabatannya?

c. Pemberhentian sementara terhadap Notaris sebagai tersangka tindak pidana?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,15 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis.16

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertanggungjawaban.

Pertanggungjawab berasal dari kata tanggungjawab yang mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang / kelompok wajib menanggung segala sesuatunya, jika ada sesuatu hal, yang dituntut dipersalahkan atau diperkarakan oleh pihak lain kepadanya.17 Konsep pertanggungjawaban hukum berhubungan dengan

15 JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), Jakarta, FE UI, 1996, hal. 203

16M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hal. 80

17Donni Prayuda, Teori Pertanggungjawaban, Prenada Media, Jakarta, 2009, hal. 18

(33)

pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan yang dilakukan oleh seorang atau kelompok yang bertentangan dengan undang-undang.

Menurut Hans Kelsen konsep yang berhubungan dengan kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab (pertanggungjawaban) hukum. Bahwa seseorang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia bertanggungjawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan hukum yang berlaku.18 Seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri, maksudnya adalah bahwa subjek hukum identik dengan subjek dan kewajiban hukum. Setiap orang termasuk pemerintah harus mempertanggungjawabkan setiap tindakannya, baik karena kesalahan atau tanpa kesalahan. Pertanggungjawaban hukum yang dimaksud adalah tanggung jawab hukum secara pidana, perdata maupun secara administratif dalam hal ini adalah menyangkut tentang ketentuan-ketentuan hukum dari organisasi Notaris yang berkaitan dengan perintah dan larangan yang termuat dalam kode etik Notaris.19

Notaris sebagai pejabat umum memiliki tanggung jawab yang melekat dalam tugas kewajibannya untuk melaksanakan pembuatan akta autentik.

Pertanggungjawaban Notaris terhadap akta autentik yang dibuatnya menyangkut pertanggungjawabkan terhadap formalitas akta tersebut apakah akta yang dibuat Notaris tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

18Jimly Asshidiqqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hal. 28.

19Munir Fuady, Pertanggungjawaban Hukum Dalam Teori dan Praktek, Armiko, Bandung, 2007, hal. 16

(34)

berlaku di dalam pembuatan akta autentik Notaris. Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya membuat akta autentik yang berkaitan dengan keperdataan memiliki kewenangan atributif yaitu kewenangan yang melekat pada jabatan itu dan diberikan oleh undang-undang.

Bila dalam pembuatan akta autentik Notaris menyimpang dari ketentuan yang termuat di dalam undang-undang jabatan Notaris berkaitan dengan pembuatan akta autentik maka akta Notaris tersebut terdegradasi menjadi akta di bawah tangan.

Dengan terdegradasinya akta Notaris menjadi akta di bawah tangan maka kekuatan pembuktiannya juga hanya memiliki kekuatan hukum sebagai akta di bawah tangan.

Dengan terdegradasinya akta autentik Notaris menjadi akta di bawah tangan maka Notaris wajib bertanggungjawab terhadap akibat hukum yang ditimbulkan oleh karena kesalahan atau kealfaannya.20

Pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya tidak hanya berlaku saat dia masih bertugas aktif sebagai Notaris namun pertanggungjawaban tersebut juga tetap melekat saat Notaris tersebut memasuki masa akhir jabatannya karena usia pensiun. Meskipun protokol Notaris telah diserahkan / diahlihkan kepada pihak lain namun karena pertanggungjawaban Notaris tersebut melekat menjadi satu kesatuan dengan jabatan Notaris tersebut maka setiap permasalahan yang timbul karena akta yang dibuat oleh Notaris tersebut menjadi tanggungjawab sepenuhnya dari Notaris yang telah berakhir masa jabatannya.21

20Aslam Nasution, Akta Autentik dan Akta Dibawah Tangan¸ Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 53

21 Dwi Djapriyatno, Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Publik, Utomo, Bandung, 2008, hal.30

(35)

Pertanggungjawaban Notaris dalam hukum pidana terjadi apabila akta yang dibuat oleh Notaris tersebut memiliki unsur melawan hukum (perbuatan melawan hukum) sehingga menimbulkan kerugian bagi para pihak atau pihak lain dengan terbitnya akta tersebut. Pertanggungjawaban Notaris apabila terjadi perbuatan melawan hukum (pidana) lahir dengan diteruskannya celaan (verwijbaarheid) yang objektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam hukum pidana, dan secara subjektif kepada pelaku yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya.22

Di dalam hukum pidana ada asas “actus non facit reum nisi mens sit rea”

yang berarti orang tidak akan mungkin dimintakan pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak melakukan kesalahan. Akan tetapi seseorang yang melakukan pidana belum tentu ia dapat dipidana. Orang yang melakukan pidana akan dijatuhi sanksi pidana apabila dia terbukti telah melakukan kesalahan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam undang-undang hukum pidana.23

Pertanggungjawaban Notaris di dalam hukum pidana adalah pertanggungjawaban karena ada unsur kesalahan yang dibuat oleh Notaris tersebut dalam prosedur pembuatan akta autentik Notaris. Oleh karena itu apabila Notaris dalam pembuatan akta autentik tidak terbukti melakukan kesalahan maka Notaris tersebut tidak dapat dijatuhi sanksi pidana. Asas di dalam hukum pidana yang dikenal dengan geen straf zonder schuld atau liability based on fault / guilt atau culpabilitas,

22 Bondan Hadi Wiratmo, Pertanggungjawaban Notaris Dalam Hukum Pidana, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2006, hal. 24

23Ibid, hal. 25

(36)

merupakan asas untuk menentukan apakah seorang Notaris di dalam melaksanakan prosedur hukum pembuatan akta autentik terbukti atau tidak melakukan kesalahan secara hukum. Oleh karena itu apabila Notaris melakukan kesalahan dalam membuat akta autentik maka Notaris tersebut wajib bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuatnya tersebut.24

Notaris yang menerbitkan akta autentik dan terbukti melakukan perbuatan pidana berupa pemalsuan baik berupa isi ataupun tanda tangan dalam suatu akta autentik notariil maka Notaris tersebut wajib mempertanggungjawabkan tersebut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Isi akta yang dimaksud adalah akta yang dibuat oleh seorang Notaris dan harus memenuhi syarat formil dan materil. Adapun syarat formil adalah harus memuat tanggal, bulan, tahun, di tandatangani oleh para pihak, saksi dan Notaris.

Penandatanganan oleh para pihak dalam akta autentik notaril harus ditegaskan dalam akta dengan tujuan mengenai penegasan ini tidak lain untuk mengautentikan tanda tangan para pihak dalam akta tersebut.25

Akta dalam pengertian yuridis bila tidak dibubuhi tanda tangan tidak dapat dikategorikan sebagai akta autentik karena dengan adanya tanda tangan oleh yang bersangkutan dapat dipastikan siapa orang yang memberikan keterangan pada akta autentik tersebut. Syarat materil dari akta autentik berisi keterangan kesepakatan para

24R Soesanto, Tugas, Kewajiban, dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris, Pradnya Paramita, Jakarta, 2010, hal. 38

25Ellise T. Sulastini. dan Wahyu Aditya, Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 55

(37)

pihak, yang harus persis sama sesuai dengan yang diterangkan para pihak tanpa mengurangi hak konstantering. Pada prinsipnya di dalam suatu akta autentik Notaris tidak mengurangi atau melebihi dari apa yang diterangkan oleh para pihak.

Keterangan di dalam suatu akta autentik berkaitan dengan perbuatan hukum dan hubungan hukum antara para pihak.26

Pembuatan akta autentik adalah suatu tindakan yang disengaja oleh para pihak dimaksudkan sebagai alat bukti tentang perbuatan hukum dan hubungan tertentu yang diterangkan di dalam akta. Apabila akta autentik Notaris tersebut ternyata melebihi atau kurang dari apa yang diterangkan oleh para pihak maka Notaris telah melakukan kesalahan karena tidak mengakomodasi keinginan para pihak tersebut secara tepat sesuai dengan kehendak para pihak itu sendiri. Jika seorang Notaris melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, memenuhi tata cara dan persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap maka tuntutan perbuatan melawan hukum baik secara perdata (Pasal 1365 KUH Perdata) maupun secara pidana (Pasal 236 dan Pasal 266 KUH Pidana) tidak akan mungkin dilakukan oleh para pihak. Hal ini disebabkan karena prosedur dan tata cara pembuatan akta autentik tersebut telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang kenotariatan dan telah memenuhi seluruh unsur yang dikehendaki oleh para pihak.27

26 Arman Sudrajat, Hubungan Hukum Notaris Dan Klien, Kencana Media, Jakarta, 2007, hal.15

27Denni Hardiman Wijaya, Akta Autentik Notariil Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 59

(38)

Pada dasarnya hubungan hukum antara Notaris dengan para pihak / para penghadap yang telah membuat akta autentik dihadapan Notaris tidak dapat dikonstruksikan/ditentukan pada awal pertemuan antau hubungan antara Notaris dengan para penghadap, karena pada saat pertemuan tersebut belum terjadi permasalahan. Untuk mengetahui hubungan hukum antara Notaris dengan penghadap harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1869 KUH Perdata yaitu, “Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan”.

Dengan demikian maka hubungan hukum itu timbul atau menjadi masalah sejak adanya permasalahan hukum berkaitan dengan akta autentik yang dibuat oleh Notaris. Sejak itulah dapat dikategorikan bahwa akta autentik terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dalam status dan kekuatan pembuktian sebagai alat bukti, dengan alasan bahwa :

1. Pejabat umum yang bersangkutan secara hukum tidak berwenang dalam pembuatan akta tersebut.

2. Pejabat umum yang bersangkutan tidak mampu 3. Cacat dalam bentuknya.28

Pada saat akta autentik notariil tersebut mengandung permasalahan hukum karena adanya kesalahan yang dibuat oleh Notaris tersebut maka pada saat itulah Notaris dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Notaris wajib

28Endang Widiastuti, Notaris dan Kode Etik Profesi, Sumber Ilmu, Jakarta, 2008, hal. 79

(39)

mempertanggungjawabkan akibat hukum dari kesalahan yang telah diperbuatnya dalam pembuatan akta autentik tersebut. Meskipun Notaris tersebut telah memasuki masa akhir jabatannya karena batas usia yang telah ditetapkan oleh UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, dan meskipun protokol Notaris tersebut telah diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain.29

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional defenition.30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Tanggung jawab adalah suatu keadaan dimana seorang Notaris wajib bertanggung jawab secara hukum baik perdata, pidana maupun secara administratif terhadap seluruh akta yang telah dibuatnya meskipun telah memasuki masa pensiun sebagai seorang Notaris.

2. Notaris adalah pejabat publik yang sekaligus sebagai profesi di bidang hukum yang bertugas memberikan pelayanan dan menciptakan kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat dengan cara melakukan pembuatan

29Riki Susanto, Tanggungjawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan Tugas dan Kewenangannya Dalam Pembuatan Akta Autentik, Citra Ilmu, Surabaya, 2007, hal. 63

30Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia¸Jakarta, 1993, hal. 10

(40)

akta autentik dalam suatu perbuatan hukum melakukan legalisasi dan warmerking terhadap surat-surat di bawah tangan.

3. Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang yaitu Notaris untuk itu ditempat akta itu dibuat.

4. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris.

5. Masa jabatan Notaris adalah rentang waktu pekerjaan Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam membuat akta autentik sejak Notaris tersebut diangkat sumpah oleh pejabat yang berwenang hingga batas usia yang ditentukan di dalam UUJN yaitu 65 (enampuluh lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 tahun lagi menjadi 67 (enampuluh tujuh) tahun.

6. Penyerahan protokol Notaris adalah pengalihan dokumen / arsip Notaris yang berada di dalam penyimpanan protokol Notaris yang telah memasuki masa akhir tugasnya karena batas usia yang telah ditentukan oleh undang-undang diserahkan kepada Notaris lain atau pejabat yang ditunjuk untuk itu dalam rangka menjaga dan memelihara protokol Notaris tersebut sebagai arsip negara.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif.31 Penelitian yuridis normatif

31 Roni Handi Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta 1998, hal. 11

(41)

adalah penelitian hukum yang didasarkan kepada bahan hukum primer yaitu bahan- bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan diantaranya adalah :

1. UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014

2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 25 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Jabatan Notaris.

3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Pengawasan Notaris.

4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.03.HT.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris

5. Peraturan-peraturan terkait dengan pelaksanaan jabatan Notaris seperti Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Notaris dan kode etik Notaris.

Disamping bahan hukum primer, penelitian ini juga didukung dengan bahan hukum sekunder yang terdiri dari : buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, tesis dan karya tulis lainnya yang berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini, serta hukum bahan tertier yang terdiri dari : kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia yang terkait dengan istilah dan pengertian hukum tentang Notaris dan pertanggungjawabannya setelah berakhir masa jabatannya.

Penelitian ini diawali dengan melakukan penelitian terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, peraturan Menteri Hukum dan HAM serta kode etik Notaris pasal demi pasal yang memuat ketentuan dan tata cara tugas dan tanggungjawab Notaris sebagai pejabat umum terhadap akta yang telah dibuatnya baik selama bertugas maupun setelah berakhir masa jabatannya.

(42)

Selanjutnya ketentuan yang termuat di dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas akan dikaji, dianalisa dan diuraikan secara lebih jelas dan terperinci sebagai dasar hukum tugas dan tanggung jawab Notaris setelah berakhir masa jabatannya.

Penelitian ini juga didukung dengan data sekunder berupa buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, tesis dan karya tulis lainnya yang akan dijadikan pedoman tambahan dalam mengkaji, menganalisa dan menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Disamping itu penelitian ini didukung dengan data tertier berupa kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia yang akan digunakan sebagai media pembantu dalam mengetahui dan mengkaji istilah-istilah hukum yang timbul dari penelitian ini.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah preskriptif analitis yaitu suatu sifat penelitian yang mencoba mempelajari, meneliti permasalahan- permasalahan yang timbul dalam penelitian ini secara sistematis yaitu tentang tanggung jawab Notaris sebagai pejabat publik setelah berakhir masa jabatannya, yang menyangkut tentang kedudukan Notaris, pertanggungjawaban Notaris yang telah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang telah dibuatnya bila terjadi permasalahan dikemudian hari dan juga perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya yang aktanya dipermasalahkan, digugat oleh pihak lain berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan peraturan-peraturan lainnya yang terkait dengan tugas dan kewajiban Notaris sebagai pejabat publik dalam membuat akta autentik. Tujuannya adalah untuk mencari suatu

(43)

solusi atas permasalahan tersebut serta menyimpulkannya sebagai jawaban yang benar atas permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah kenotariatan yang termuat di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan juga peraturan pelaksana yang berkaitan dengan tugas, tanggungjawab, perpindahan dan pemberhentian Notaris dari jabatannya termasuk pertanggungjawaban Notaris yang telah memasuki akhir masa jabatannya atas akta yang telah dibuatnya yang mengandung permasalahan hukum, data sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.32

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.33Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk

32Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang, 2005, hal. 28

33Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 106.

(44)

mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.34 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyediliki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data yang ada baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula yaitu mengenai tanggung jawab Notaris setelah berakhir masa jabatannya ditinjau dari UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan penarikan kesimpulan diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

34SoerJono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 25.

(45)

BAB II

KETENTUAN PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM ATAS AKTA YANG DIBUATNYA

A. Tugas dan Wewenang Notaris sebagai Pejabat Publik

Notaris sebagai pejabat publik yang melaksanakan dan menjalankan sebagian kewibawaan pemerintah memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang harus diemban dengan baik dan benar. Tugas Notaris yang menjalankan sebagian kewibawaan pemerintah karena Notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 adalah pejabat umum yang ditunjuk oleh Undang-Undang untuk membuat akta autentik yang menjamin kebenaran dan kepastian tanggal, tempat, peristiwa hukum yang tertulis di dalam akta autentik tersebut termasuk kebenaran tanda tangan dari para penghadap, saksi-saksi dan Notaris itu sendiri. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris menyatakan secara tegas bahwa Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.35

Inti dari tugas Notaris bila dilihat dari Undang-Undang Jabatan Notaris sebagaimana tersebut di atas adalah membuat akta autentik, melegalisasi akta dibawah tangan dan membuat grouse akta serta berhak mengeluarkan salinan atau

35Abdul Ghufur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hal. 8

(46)

turunan akta kepada pihak yang berkepentingan. Jabatan Notaris sebagai pejabat umum bila dilihat dari Undang-Undang Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan Notaris, karena selain untuk membuat akta autentik Notaris juga ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan legalisasi) surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Pasal 1 dan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 menegaskan bahwa tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta autentik dan akta autentik itu akan memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Hal ini dapat dilihat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1870 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu akta autentik memberikan kepastian hukum diantara para pihak berserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Disinilah letaknya arti yang penting dari profesi Notaris ialah bahwa ia karena Undang-Undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta autentik itu pada pokoknya dianggap benar.36

Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk sesuatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha.37Notaris tidak hanya berwenang maupun untuk membuat akta autentik

36Abdul Wahid dan Muhammad Muhibin, Etika Profesi Hukum Rekonstruksi Citra Peradilan di Indonesia, Banyu Media, Malang, 2011, hal. 16

37Soegondo R. NotodisorJo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Raja Grafindo Persad, Jakarta, 1993, hal 9.

(47)

dalam arti verlijden, yaitu menyusun, membacakan dan menandatangani dan verlijden dalam arti membuat akta dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1868 KUH Perdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014, yaitu adanya kewajiban terhadap Notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan Undang-Undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.38

Tugas Notaris bukan hanya membuat akta, tetapi juga menyimpannya dan menerbitkan grosse, membuat salinan dan ringkasannya. Notaris hanya mengkonstantir apa yang terjadi dan apa yang dilihat, didalamnya serta mencatatnya dalam akta (Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, S 1860 Nomor 3).39

Sebagaimana yang kita ketahui Notaris dunia ini memiliki dua mazhab, yaitu : 1. Notaris civil law yaitu lembaga notariat berasal dari Itali Utara antara tahun 11

dan 12 Setelah Masehi dan juga dianut oleh Indonesia. Ciri-cirinya ialah : - Diangkat oleh penguasa umum yang berwenang

- Tujuan melayani kepentingan masyarakat umum

- Mendapatkan honorarium dari masyarakat umum sebagai kontra prestasi

38Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal.28

39 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal 123.

(48)

2. Notaris common law yaitu Notaris yang ada di negara Inggris dan Skandinavia.

Ciri-cirinya ialah :

- Akta tidak dalam bentuk tertentu - Tidak diangkat oleh pejabat penguasa

Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad XVII dengan keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. Pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Kerchem, Sekretaris dari College van Schepenen di Jakarta, diangkat sebagai Notaris pertama di Indonesia. Tugas Melchior Kerchem sebagai Notaris,40 yaitu melayani dan melakukan semua surat libel (smaadschrift), surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan- ketentuan yang perlu dari Kotapraja. Pada tahun 1625 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan Sekretaris College van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan.41Tanggal 7 Maret 1822 (Stb. No. 11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie. Pasal 1 instruksi tersebut mengatur batas-batas tugas dan wewenang dari seorang Notaris, serta menegaskan bahwa Notaris bertugas untuk membuat akta-akta dan kontrak-

40Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Alumni Bandung, 1999, hal. 24

41 R. Soegondo NotodisoerJo, Hukum Notaris di Indonesia : Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 23

(49)

kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan, dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar.42

Tahun 1860 Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris di Nederlands Indie untuk disesuaikan dengan peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris yang berlaku di Belanda. Sebagai pengganti Instructie voorde Notarissen Residerende in Nederlands Indie, kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement of Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860 : 3).

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan (AP) Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu :”Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang dasar ini”. Dengan dasar Pasal II AP tersebut Reglement op Het Notaris Arnbt in Nederlands Indie (Sbtl. 1860 : 3) tetap diberlakukan. Sejak tahun 1948 kewenangan pengangkatan Notaris dilakukan oleh Menteri Kehakiman (sekarang Menkumham), berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 1948 Nomor 60, tanggal 30 Oktober 1948 Tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan, Pimpinan, dan Tugas Kewajiban Kementerian Kehakiman.

42G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 32

Referensi

Dokumen terkait

Muller (2016, hlm.318) mengatakan antara usaha PAS adalah menukar rentak pendekatannya dengan mengalukan budaya popular ke dalam parti tersebut. Hiburan dan kesenian

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam pengambilan data atau sebagai responden pada penelitian yang dilakukan

Dengan nilai yang diperoleh siswa tersebut menunjukkan telah tecapainya KKM yang di tetapkan di Kelas V SDN 009 Air Emas Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan, yang mana

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional

Bapak Damhir Anugrah, S.T,, M.T, selaku dosen pembimbing pendamping Tugas Akhir, yang dengan sabar juga telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan

Kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada tingkatan kognitif mengetahui (knowing) yang merupakan tingkatan terendah menurut kriteria tingkatan kognitif dari

Selain itu, penelitian ini juga juga bermanfaat untuk memperkaya khasanah penelitian, terutama yang berupa penelitian tindakan kelas.Secara praktis, penelitian ini

Tes kesamaptaan bagi pejabat fungsional Polisi Kehutanan yang akan menduduki jabatan fungsional setingkat lebih tinggi dan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain yang akan