• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Posisi, kecepatan, dan percepatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 Posisi, kecepatan, dan percepatan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 Posisi, kecepatan, dan percepatan

Posisi suatu benda pada suatu waktu t tertentu kita tulis sebagai ~ r(t). Jika saat t = t 1 benda berada pada posisi ~ r 1 ≡ ~r(t 1 ) dan saat t = t 2 > t 1 benda berada pada ~ r 2 ≡ ~r (t 2 ), maka perpindahan yang dialami oleh benda adalah

∆~ r = ~ r 2 − ~r 1 . (1)

Jika kita menyatakan posisi benda dalam koordinat Kartesian,

~

r = x ˆi + y ˆ j + z ˆ k, (2)

maka perpindahan benda dapat juga dinyatakan sebagai

∆~ r = ∆x ˆi + ∆y ˆ j + ∆z ˆ k (3)

Dengan mengetahui perpindahan (∆~ r) benda untuk selang waktu ∆t tertentu, kita dapat menentukan kecepatan rata-rata benda

h~vi = ∆~ r

∆t = ∆x

∆t ˆi + ∆y

∆t ˆ j + ∆z

∆t k ˆ

= hv x i ˆi + hv y i ˆ j + hv z i ˆ k, (4) dengan besaran-besaran

hv x i = ∆x

∆t , hv y i = ∆y

∆t , hv z i = ∆z

∆t , (5)

secara berurutan adalah komponen-komponen kecepatan rata-rata yang sejajar dengan sumbu x, y, dan z. Pada bagian ini, kita menggunakan notasi kurung h. . .i untuk besaran rata-rata, yang sebelumnya kita tuliskan dengan notasi overbar (misalnya ¯ v dan ¯ a).

Jika kita mengukur kecepatan benda untuk selang waktu yang cukup kecil, ∆t → 0, maka kita dapat memperoleh kecepatan sesaat benda,

~ v = lim

∆t→0

∆~ r

∆t = d~ r

dt = v x ˆi + v y ˆ j + v z ˆ k, (6) dengan

v x = dx

dt , v y = dy

dt , v z = dz

dt , (7)

secara berurutan adalah komponen kecepatan sesaat pada arah sumbu x, y, dan z.

Percepatan rata-rata ditentukan dengan mengukur perubahan kecepatan benda pada selang waktu ∆t tertentu,

h~ai = ∆~ v

∆t = ∆v x

∆t ˆi + ∆v y

∆t ˆ j + ∆v z

∆t ˆ k

= ha x i ˆi + ha y i ˆ j + ha z i ˆ k, (8) dengan besaran-besaran

ha x i = ∆v x

∆t , ha y i = ∆v y

∆t , ha z i = ∆v z

∆t , (9)

secara berurutan adalah komponen-komponen percepatan rata-rata yang sejajar dengan sumbu x, y, dan z. Kecepatan sesaat diperoleh dengan mengambil selang waktu yang cukup singkat

∆t → 0,

~a(t) = d~ v dt = d 2 ~ r

dt 2 = a x ˆi + a y ˆ j + a z k, ˆ (10) dengan

a x = dv x

dt = d 2 x

dt 2 , a y = dv y

dt = d 2 y

dt 2 , a z = dv z dt = d 2 z

dt 2 . (11)

(2)

2 Gerak parabola

Sebagai contoh untuk gerak dalam dua dimensi, marilah kita tinjau gerak yang dialami oleh sebuah benda yang mengalami gerak parabola di atas permukaan bumi. Untuk memudahkan, kita akan menerapkan koordinat Kartesian dengan bidang x − y berada di permukaan bumi dan arah tegaklurus ke atas permukaan bumi sebagai sumbu-z. Selain itu, arah horizontal gerakan benda kita ambil sebagai sumbu-x, sehingga pada akhirnya benda hanya bergerak pada bidang x−z. Mula-mula benda dilemparkan dari titik asal koordinat O dengan sudut elevasi θ terhadap sumbu-x. Jika kecepaan awal benda tersebut adalah ~ v 0 , maka kecepatan ini dapat diuraikan dalam komponen-komponen yang sejajar sumbu-x dan z adalah

~ v 0 = v 0,x ˆi + v 0,z ˆ k = v 0 cos θ ˆi + v 0 sin θ ˆ k. (12) Karena benda mengalami percepatan gravitasi sebesar g ke bawah, maka

~a = −g ˆ k, (13)

sehingga kecepatan benda setiap waktu adalah

~ v = ~ v 0 + Z t

0

~a dt = v 0 cos θ ˆi + (v 0 sin θ − gt) ˆ k

= v x (t) ˆi + v z (t) ˆ k, (14)

dengan

v x (t) = v 0 cos θ, v z (t) = v 0 sin θ − gt. (15) Integrasi kecepatan terhadap waktu akan menghasilkan posisi benda,

~ r = x ˆi + z ˆ k = Z t

0

~ vdt = Z t

0

v 0 cos θdt ˆi + Z t

0

(v 0 sin θ − gt) dt ˆ k

= v 0 t cos θ ˆi +



v 0 t sin θ − 1 2 gt 2

 ˆ k

= x(t) ˆi + z(t) ˆ k, (16)

dengan

x(t) = v 0 t cos θ, z(t) = v 0 t sin θ − 1

2 gt 2 . (17)

Lintasan gerak benda pada bidang x − z diperoleh dengan mendapatkan nilai t dan persa- maan untuk x di atas, yaitu

t = x

v 0 cos θ , (18)

ke persamaan untuk z, sehingga diperoleh

z = tan θ x − g

2v 2 0 cos θ x 2 . (19)

Terlihat bahwa lintasan benda berbentuk parabola, karena mengandung fungsi kuadrat dalam x.

Ketinggian maksimum benda terjadi saat kecepatan vertikal benda bernilai nol, v z (t) = 0, atau

v 0 sin θ − gt = 0 ⇒ t = v 0 sin θ

g ≡ t m . (20)

Substitusi nilai t ini ke persamaan posisi, diperoleh z m = z(t m ) = v 0 t m sin θ − 1

2 gt 2 m = v 2 0 sin 2 θ

2g . (21)

(3)

Jangkauan (yaitu jarak mendatar maksimum yang dicapai benda) dicapai ketika benda telah kembali ke permukaan tanah, z(t) = 0, atau

z(t) = v 0 t sin θ − 1

2 gt 2 = 0 ⇒ t = 2v 0 sin θ

g ≡ t R . (22)

Substitusi nilai t tersebut ke persamaan posisi, diperoleh R ≡ x(t R ) = 2v 0 sin θ cos θ

g = v 0 sin 2θ

g . (23)

Terlihat bahwa selain terhadap laju awal, jangkauan gerak parabola juga bergantung pada sudut elevasi benda. Nilai sudut elevasi yang menghasilkan jangkauan paling besar didapat dengan memanfaatkan kalkulus,

dR

dθ = 2v 0 cos 2θ

g = 0 ⇒ θ = π/2. (24)

2.1 Lemparan yang selalu menjauh

Selain ketinggian maksimum dan jangkauan, kita juga dapat menentukan jarak benda terhadap titik awal pelemparan. Dengan pengetahuan tentang vektor yang telah kita miliki serta posisi benda tiap waktu yang telah kita dapatkan sebelumnya, dapat dituliskan jarak tersebut sebagai

|~r| = √

~ r · ~ r = p

x(t) 2 + z(t) 2 = t r

v 2 0 − v 0 g sin θ t + 1

4 g 2 t 2 . (25) Dapat dibuktikan bahwa saat t = t R , diperoleh |~ r| = R. Jika kita ingin agar benda yang dilempar selalu menjauhi titik awal pelemparan, maka kita harus menjamin agar jarak tersebut selalu membesar seiring waktu, atau

d |~ r(t)|

dt > 0. (26)

Mengingat bahwa |~ r(t)| yang selalu naik juga mengakibatkan |~ r(t)| 2 selalu naik, maka syarat di atas dapat kita modifikasi sebagai

d |~ r(t)| 2 dt = d

dt (~ r · ~ r) = 2~ v · ~ r > 0. (27) Jadi, benda akan selalu menjauhi titik pelemparan jika kondisi ~ v · ~ r > 0 terpenuhi. Pada pem- bahasan tentang vektor, kita memahami ~ v · ~ r sebagai perkalian antara vektor posisi ~ r dengan komponen kecepatan ~ v yang sejajar ~ r. Artinya, selama benda masih memiliki komponen kece- patan yang sejajar dengan posisinya, maka dijamin ~ v · ~ r > 0 sehingga jarak benda terhadap titik awal pelemparan akan selalu bertambah jauh.

Syarat di atas dapat diselesaikan secara langsung dengan memanfaatkan persamaan (25) untuk menentukan

d |~ r(t)| 2 dt = d

dt

 t 2



v 0 2 − v 0 g sin θ t + 1 4 g 2 t 2



> 0, (28)

atau menggunakan persamaan (16) dan (14) untuk mendapatkan solusi dari

~

v · ~ r = xv x + zv z > 0. (29)

Baik cara pertama maupun kedua menghasilkan syarat yang sama,

2v 0 2 − 3v 0 g sin θ t + g 2 t 2 > 0. (30) Untuk menjamin pertidaksamaan tersebut berlaku pada semua t, maka diskriminan dari persa- maan kuadrat tersebut haruslah bernilai negatif,

(−3v 0 g sin θ) 2 − 4 g 2  (2v 0 ) = 9v 2 0 g 2 sin 2 θ − 8v 2 0 g 2 < 0. (31)

(4)

Hasil terakhir memberi kita

sin θ <

r 8

9 ⇒ θ ≈ 1, 23 rad ≈ 70, 53 . (32) Jadi, agar benda yang dilempar selalu menjauhi titik awal pelemparan, untuk berapapun kece- patan awal benda, sudut elevasinya haruslah kurang dari 1,23 radian (atau sekitar 70,53 ).

2.2 Gerak parabola di bidang miring

Setelah membahas gerak parabola benda di permukaan bumi, mari meninjau gerak parabola benda di bidang miring. Tinjau sebuah bola yang dilemparkan dari dasar bidang miring dengan kecepatan awal v 0 dan sudut elevasi α (terhadap bidang miring). Jika sudut kemiringan bidang miring adalah θ, tentukanlah:

a. jangkauan benda (R) pada bidang miring untuk nilai α tertentu, b. nilai α agar diperoleh jangkauan maksimum,

c. nilai α agar setelah menumbuk bidang miring secara elastik sempurna bola dapat kembali ke posisi awalnya melalui lintasan yang sama dengan ketika sebelum menumbuk bidang miring.

3 Gerak melingkar

3.1 Sistem koordinat polar

Pada kuliah sebelumnya, kita selalu menggunakan sistem koordinat Kartesian untuk menggam- barkan lintasan partikel yang bergerak. Koordinat Kartesian mudah digunakan saat menggam- barkan gerak linear partikel, namun sedikit merepotkan saat digunakan untuk meninjau gerak melingkar 1 . Posisi suatu titik (misal P ) dalam koordinat polar dinyatakan oleh notasi (r, θ), de- ngan r menyatakan jarak partikel dari suatu titik acuan (titik asal/origin, misal disebut O) dan θ menyatakan sudut antara suatu sumbu acuan yang melalui O dan garis yang menghubungkan O dengan P . Vektor satuan untuk koordinat polar kita simbolkan dengan {ˆ r, ˆ θ}. Gambaran untuk r, θ, ˆ r, dan ˆ θ diberikan oleh gambar berikut (gambar kiri).

Vektor posisi titik P dinyatakan dengan simbol ~ r dan digambarkan dengan panah warna biru. Panjang vektor tersebut adalah r. Sudut θ adalah sudut yang dibentuk oleh vektor r terhadap sumbu-x positif. Hal yang menarik dari koordinat polar adalah arah vektor-vektor satuan ˆ r dan ˆ θ selalu berubah mengikuti posisi titik P. Arah vektor ˆ r sama dengan vektor ~ r, sedangkan arah ˆ θ tegaklurus ˆ r dan searah dengan arah ’bukaan’ 2 sudut θ. Posisi dari titik P, dapat dinyatakan sebagai

~ r P = ~ r = rˆ r. (33)

1

Walaupun tentu saja, kejadian fisis yang terjadi tidak bergantung sistem koordinat. Benda yang yang bergerak melingkar tetap akan bergerak melingkar, baik dilihat melalui sistem koordinat polar maupun Kartesian

2

ini bukan istilah standar

(5)

^ r

P

x y

Gambar 1: Kiri : besaran-besaran dalam koordinat polar. Kanan: uraian vektor-vektor satuan koordinat polar ke komponen-komponennya (warna hijau).

Hubungan antara koordinat polar dan Kartesian dapat diperoleh dengan menerapkan trigo- nometri untuk sudut θ. Hasilnya,

x P = r cos θ dan y P = r sin θ. (34)

Vektor-vektor satuan ˆ r dan ˆ θ juga dapat diuraikan dalam vektor-vektor satuan koordinat Kar- tesian ˆi dan ˆ j sebagai berikut (perhatikan gambar kanan dan ingat |ˆ r| = 1),

ˆ

r = cos θ ˆi + sin θ ˆ j dan θ = − sin θ ˆi + cos θ ˆ ˆ j. (35) Latihan: buktikan r = ˆ θ dan θ = −ˆ r.

3.2 Posisi, kecepatan, dan percepatan gerak melingkar

Anggaplah suatu partikel yang mula-mula berada di titik P lalu bergerak melingkar mengikuti lintasan berwarna ungu pada gambar 2. Posisi partikel tersebut akan berubah terhadap waktu.

Jika jari-jari lintasan partikel selalu tetap, maka besaran yang berubah dari posisi partikel adalah tersebut adalah θ, sedangkan r nilainya tetap. Karena vektor-vektor satuan bergantung pada θ (lihat persamaan 35), maka selama partikel bergerak arah vektor-vektor satuan ˆ r dan ˆ θ selalu berubah, atau merupakan fungsi dari waktu t.

Sesuai persamaan (33), posisi partikel adalah

~

r(t) = rˆ r(t). (36)

r

v

x y

P O

Gambar 2: Partikel bergerak melingkar mengikuti lintasan berbentuk lingkaran.

(6)

Kecepatan partikel adalah turunan pertama dari posisi terhadap waktu, sehingga diperoleh

~

v(t) ≡ d~ r(t) dt = dr

dt

|{z}

0

ˆ

r(t) + r dˆ r(t)

dt = r dˆ r(t) dθ

| {z }

θ ˆ

dθ dt

|{z}

ω

= rω ˆ θ, (37)

dengan ω ≡ dt disebut kecepatan sudut. Karena arah ˆ θ tegaklurus ˆ r, dan ˆ r searah dengan jari-jari lingkaran, maka arah ˆ θ sejajar dengan garis singgung lingkaran ungu. Dengan demikian, kecepatan ~ v merupakan kecepatan tangensial partikel. Jika nilai kecepatan sudut ω konstan, maka nilai dari laju tangensial juga konstan.

Untuk menentukan percepatan, kita turukan kembali kecepatan ~ v(t) terhadap t, diperoleh

~a ≡ d~ v(t) dt = dr

dt ω ˆ θ + r dω dt

|{z}

α

θ + rω ˆ dˆ θ dθ

|{z}

−ˆ r

dθ dt

|{z}

ω

= rαˆ θ − rω 2 ˆ r, (38)

dengan α ≡ dt disebut percepatan sudut. Suku pertama dari percepatan tersebut (yaitu rα) disebut sebagai percepatan tangensial, karena arahnya searah dengan ˆ θ, dan nilainya ber- gantung pada percepatan sudut. Jika partikel bergerak dengan kecepatan sudut konstan, maka diperoleh ~a = −rω 2 r = − ˆ v r

2

r (ingat persamaan 37). Percepatan ini disebut sebagai perce- ˆ patan sentripetal, yang arahnya menuju pusat lintasan partikel. Nilai percepatan sentripetal bergantung hanya pada ω (dan tentu saja r), sehingga partikel yang bergerak melingkar sela- lu memiliki percepatan jenis ini. Sehingga, kita dapat katakan percepatan sentripetal sebagai percepatan yang menyebabkan suatu benda bergerak melingkar.

Jika suatu partikel memiliki kedua komponen percepatan (tangensial dan sentripetal), maka besar percepatan partikel tersebut adalah

a = q

a 2 tangensial + a 2 sentripetal (39)

3.3 Kinematika gerak melingkar

Secara umum, persamaan kinematika untuk gerak melingkar memiliki bentuk yang serupa de- ngan pada gerak linear. Kita dapat menuliskan,

θ = θ 0 + ω 0 t + 1

2 αt 2 , (40)

ω t 2 = ω 2 0 + aαθ. (41)

Untuk mendapatkan hubungan antara besaran-besaran sudut dengan linear, perhatikan gambar 3. Misalkan mula-mula (saat t = t 0 ) partikel berada pada titik P , dan sesaat kemudian (t = t 0 + dt) partikel berpindah ke titik Q. Panjang lintasan yang ditempuh oleh partikel adalah ds dan sudut yang dibentuk oleh vektor posisi pada kedua saat tersebut adalah dθ. Untuk selang waktu dt yang sangat singkat OP Q dapat dianggap sebagai segitiga siku-siku dengan sudut siku-siku di titik P . Dari hubungan trigonometri, diperoleh tan(dθ) = ds/r. Karena sudut dθ sangat kecil, berlaku tan(dθ) ≈ dθ, sehingga diperoleh dθ = ds/r, atau

ds = rdθ. (42)

Kecepatan dan percepatan diperoleh dengan menurunkan jarak tersebut terhadap waktu, v ≡ ds

dt = r dθ

dt = rω (43)

a ≡ dv

dt = r dω

dt = rα. (44)

Sekali lagi, kita peroleh hasil yang sama dengan pada persamaan (37) dan (38). Namun, perlu

diingat bahwa ds adalah perpindahan partikel pada arah tangensial (menyinggung lingkaran),

(7)

sehingga turunan-turunannya juga merupakan besaran tangensial (kecepatan tangensial dan percepatan tangensial). Terlihat bahwa nilai percepatan tangensial bergantung pada α ≡ dt . Sehingga untuk gerak melingkar dengan kecepatan sudut ω konstan, percepatan tangensial ber- nilai nol di seluruh bagian lintasan (baik di titik P, Q, maupun lainnya). Untuk gerak dengan kecepatan sudut konstan, besar dari laju tangensial juga konstan, namun arahnya selalu beru- bah (yaitu selalu menyinggung lingkaran). Pada besaran vektor, perubahan vektor dapat terjadi karena berubahnya besar, arah, maupun keduanya. Karena kecepatan tangensial selalu menga- lami perubahan arah, maka dikatakan bahwa kecepatan tangensial selalu mengalami perubahan.

Sebelumnya, telah kita ketahui bahwa perubahan kecepatan tiap satuan waktu disebut sebagai percepatan. Sehingga, kita simpulkan bahwa benda yang bergerak melingkar dengan kecepatan sudut konstan juga mengalami percepatan, dan percepatan tersebut haruslah selain percepatan tangensial. Mari kita namai percepatan tersebut (yang mengubah arah kecepatan tangensial benda yang bergerak melingkar) sebagai percepatan sentripetal.

Untuk mendapatkan percepatan sentripetal, kita perlu meninjau perubahan kecepatan ta- ngensial saat di titik Q bila dibandingkan dengan saat di titik P. Untuk keperluan ini, mula-mula kita tinjau gerak melingkar dengan laju konstan dan menggambarkan vektor kecepatan di ke- dua titik seperti pada gambar 4 (gambar kiri). Selisih kedua vektor kecepatan dituliskan sebagai

∆~ v = ~ v Q − ~v P (gambar kanan). Terlihat bahwa segitiga yang dibentuk oleh vektor-vektor posisi (yaitu r P , r Q , dan ∆r) dan vektor-vektor kecepatan (v P , v Q , dan ∆v) kongruen. Perbandingan sisi-sisi kedua segitiga memberikan

∆r r = ∆v

v atau ∆v = v

r ∆r. (45)

Sehingga kita dapat menentukan percepatan, a ≡ ∆v

∆t = v r

∆r

∆t

|{z}

v

= v 2

r . (46)

Arah dari percepatan sentripetal ditentukan oleh arah vektor ∆~ v. Dari gambar, terlihat bah- wa arah ∆~ v adalah menuju pusat putaran. Telah kita dapatkan besar dan arah percepatan sentripetal seperti pada bagian sebelumnya.

d

x y

O

ds r

Q P

Gambar 3: Hubungan antara besaran-besaran sudut dengan linear pada gerak melingkar. Mula-

mula partikel berada pada titik P dan sesaat kemudian berpindah ke Q. Panjang lintasan yang

ditempuh oleh partikel adalah ds dan sudut yang dibentuk oleh vektor posisi kedua titik tersebut

adalah dθ.

(8)

d

x y

O

P

r

P

r

Q

dr

Q

r

Q

v

Q

v

P

Δ ⃗ v

Δ ⃗ r

d

Gambar 4: Kiri : gambaran vektor-vektor posisi dan kecepatan benda saat berada pada titik

P dan Q. Kanan: gambar yang diperbesar untuk vektor-vektor posisi dan kecepatan serta

perubahan keduanya saat benda berada pada titik P dan Q.

Gambar

Gambar 1: Kiri : besaran-besaran dalam koordinat polar. Kanan: uraian vektor-vektor satuan koordinat polar ke komponen-komponennya (warna hijau).
Gambar 4: Kiri : gambaran vektor-vektor posisi dan kecepatan benda saat berada pada titik P dan Q

Referensi

Dokumen terkait

Mampu mengambil sikap dan perilaku yang Bertanggungjawab ,Peduli dan Disiplin tentang hubungan timbal balik Kependudukan dan Lingkungan

Kinerja sasaran outcome tersebut diarahkan pada sasaran kegiatan (output) antara lain kegiatan penilitian yang bermutu. Target sasaran output penelitian yang bermutu

Menurut Kususiyah (1992) [6], penggunaan litter dalam zeolit dapat memperbaiki lingkungan kandang sehingga ayam dapat mengkonsumsi pakan dengan baik dan pada akhirnya

Identitas etnis merupakan identitas sosial yang penting yang dapat mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain (berbeda budaya).. Cara kita bereaksi dengan orang lain

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perang seorang Camat dalam memimpin para pegawai di Kantor Camat Kecamatan Bongomeme, adapun metode penelitian menggunakan

Penelitian ini juga sesuai dengan teori leukopenia sering terjadi pada pasien SSD, yang disebabkan migrasi leukosit yang diaktivasi dari aliran darah ke jaringan

[r]

Pada hari ini, Senin tanggal tiga belas bulan mei tahun dua ribu tiga belas jam 15.00 sampai dengan 16.00 Wib melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) Pemko Medan,