• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPA

2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Menurut H. W. Fowler dalam Trianto (2010: 136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala- gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Adapun Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Menurut Webster’s : New Lollegiate Dictionary (dalam M. Srini Iskandar;

1997) menyatakan bahwa, “ natural science knowledge concerned with the physical world and its phenomena”, yang artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya.

Trianto (2010) menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikaji bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mempelajari dan mengamati alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa yang dapat diamati baik dengan menggunakan indera maupun tidak dan dikembangkan melalui metode ilmiah.

2.1.1.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah. Menurut Srini Iskandar (1996:2), hakikat IPA selain sebagai disiplin ilmu juga sebagai produk yaitu kumpulan hasil kegiatan empirik dan hasil analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan. Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta, konsep, prinsip, dan teori IPA.

(2)

Jika ditelaah lebih lanjut maka fakta merupakan hasil dari kegiatan empirik dalam IPA. Sedangkan konsep, prinsip, dan teori merupakan hasil kegiatan analitik.

Adapun fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Trianto, 2012:138) adalah sebagai berikut:

a. menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.

c. mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

d. menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Dari fungsi dan tujuan tersebut bahwa hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (keilmuan) saja, tetapi hakikat IPA lebih menekankan pada dimensi nilai ukhrawi, di mana dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan dimensi ini, hakikatnya IPA mengkaitkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual.

Berdasarkan uraian diatas hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gejala-gelaja melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.

2.1.1.3 Hakikat Pembelajaran IPA

Menurut Rusman (2012:144) mengemukakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan meggunakan berbagai media. Sedangkan menurut Hamdani (2011:71) pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Sedangkan menurut aliran behaviorostik (Hamdani, 2012:23) pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus.

(3)

Berdasarkan uraian diatas pembelajaran adalah proses antara guru dengan siswa dengan menggunakan berbagai media dengan tujuan untuk membentuk tingkah laku manusia dalam hal keterampilan, nilai atau norma dan pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakt dan menuju kearah yang lebih baik.

Trianto (2010:142) Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan dalam taksonomi Bloom, diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya.

Di samping hal itu, pembelajaran IPA diharapkan pula memberikan ketrampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.

Trianto (2010: 143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.

e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

f) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.

Berdasarkan uraian diatas pembelajaran IPA dapat memberikan pengetahuan secara psikomotorik,afektif, pemahaman, kebiasaan, apresiasi dan secara kognitif sebagai tujuan utamanya. Selain itu dapat juga meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memecahkan berbagai masalah peristiwa alam secara kelompok atau bekerja sama dengan cara berpikir ilmiah.

(4)

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Belajar

Belajar menurut Slameto (2010:2) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagian hasil pengamatannya sendiri dalam intreraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian secara psikologis Slameto (2010:2) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Mulyati (2005:5) berpendapat bahwa belajar adalah suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan. Apabila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi perubahan pada diri individu, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi suatu proses belajar namun jika dalam proses pembelajaran telah terjadi perubahan dalam diri individu tersebut, maka dapat dikatakan telah terjadi suatu proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dikaji bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukannya secara langsung.

Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan proses pemahaman materi ajar yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan penerima sekaligus pemproses hingga menimbulkan kesan mendalam yang berakibat pada perubahan tingkat kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(5)

2.1.2.2 Pengertian Hasil Belajar

Agus Suprijono (2009:7) tentang hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusiaan saja.

Menurut Sudjana (2010:22), “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

Menurut Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2012:22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu : (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) Pengetahuan dan pengertian, (c) Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne (Nana Sudjana, 2012:22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa.

Belajar melibatkan pembentukkan makna dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut.

Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka sendiri.

2.1.2.3 Pentingnya Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2006:200) mengemukakan pentingnya hasil belajar dalam proses belajar mengajar bahwa:

Hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Dari pengertian ini, maka tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran. Dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikaji bahwa pentingnya hasil belajar dalam proses pembelajaran adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa atau tingkat keberhasilan siswa selama siswa mengikuti pembelajaran berlangsung.

(6)

2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Slameto (2010:54) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern terbagi ke dalam tiga faktor, yaitu:

1. Faktor jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.

2. Faktor psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.

3. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

2) Faktor ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:

1. Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

2. Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

3. Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor intern dan faktor ekstern Faktor yang datang dari dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis. Selain faktor dari dalam diri siswa faktor yang berada dari luar diri siswa dapat menentukan dan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pengajaran artinya tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.

2.1.2.5 Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan evaluasi atau penilaian.

Menurut Hamdani (2011:300) penilaian atau evaluasi adalah suatu aktivitas yang

(7)

bermaksud untuk menentukan nilai belajar (baik tidaknya, berhasil tidaknya, memadai tidaknya), belajar meliputi hasil belajar, proses belajar, dan mereka yang terlibat belajar. Evaluasi diharapkan untuk memberikan informasi tentang kemajuan yang telah dicapai siswa, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang siswa dapatkan setelah mempelajari suatu mata pelajaran.

Dalam rangka untuk mendapatkan data sebagai bahan informasi guna mempermudah dalam melaksanakan evaluasi terhadap kegiatan pengajaran, maka dilaksankanlah tes.

Menurut Srini M Iskandar (1966:96) bahwa dalam penilaian hasil belajar IPA ranah kognitif merupakan penilaian yang mendapat penekanan khusus dalam tujuan pembelajaran IPA. Ranah kognitif yang terdapat didalam tujuan pembelajaran IPA merupakan pengetahuan dan pemahaman siswa berdasarkan intelektualnya dimana pengetahuan dan pemahaman ini dapat diukur dengan tes tentunya dengan menggunakan tes secara tertulis dengan memperhatikan tingkat intelegensi yang dimilki oleh siswa. Dengan hal tersebut dapat diketahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menerima pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA yang ingin dicapai

Menurut Nana Sudjna (2012:35) tes sebagai penilaian adalah pertanyaan- pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan) dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Penggunaan tes ini dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar para siswa, untuk mengetahui potensi para siswa dan untuk mengetahui keefektifan proses interaksi belajar mengajar. Dengan kata lain, untuk memberikan informasi kepada para siswa tentang hasil belajar mereka dan kepada guru tentang keberhasilannya dalam kegiatan pengajaran dalam waktu tertentu. Dalam melakukan evaluasi untuk mengetahui prestasi belajar siswa, maka penilain tersebut diarahkan pada tujuan dalam pembelajaran IPA yang memuat tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik

Menurut Blom (Srini M Iskandar, 1966:107) ranah afektif mencakup perasaan, emosi, minat, sikap, nilai dan apresiasi. Hal ini erat hubungaannya dengan perasaan murid terhadap pelajaran IPA dan cara terbaik untuk menilai

(8)

sikap dan perasaan (afektif) siswa adalah mengamati secara langsung pada waktu mereka bekerja atau pada waktu mereka bermain dengan sesama murid.

Sedangkan dalam ranah psikomotorik menekankan keterampilan-keterampilan motorik atau keterampilan menangani benda-benda atau alat-alat pada waktu melakukan kegiatan percobaan IPA. Untuk ranah psikomotorik, guru dapat membuat bagan untuk mengklasifikasi tujuan pembelajaran karena guru mempunyai banyak kesempatan untuk mengamati keterampilan siswa dalam menangani alat-alat atau benda-benda percobaan. Untuk penilaian atau asesmen obyektif, spesifik, dan dapat diamati, guru dapat membuat daftar pengamatan kinerja siswa dan skala penilaiannya.

Dan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya tentang pembelajaran IPA, dimana pembelajaran IPA menekankan pada ketrampilan proses sehingga nantinya siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

Maka sesuai dengan pendapat para ahli diatas dapat dikaji bahwa pengukuran hasil belajar dapat diukur melalui tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Tapi dalam penelitian ini penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada ranah kognitifnya yang dapat diukur menggunakan evaluasi melalui teknik tes tertulis tentunya. Tes tertulis ini digunakan untuk memperoleh nilai atau angka keberhasilan siswa dalam proses memperoleh pengetahuan dari hasil belajar yang telah dijalani siswa. Tes tertulis ini menuntut jawaban secara tulisan yang dapat dikoreksi hasilnya oleh guru sehingga guru dapat mengetahui seberapa tingkat keberhasilan siswa dalam belajar.

2.1.3 Minat

2.1.3.1 Pengertian Minat

Menurut Hardjana (1994), minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau keinginan hal tertentu. (Lockmono, 1994) Minat dapat diartikan

(9)

kecenderungan untuk dapat tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang sesuatu barang atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu. Menurut Gie (1998), minat berarti sibuk, tertarik, atau terlihat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian, minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seorang siswa dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang pengetahuan ilmiah yang dituntutnya di sekolah.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu kecenderungan jiwa seseorang akibat adanya suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif terhadap sesuatu yang menariknya.

2.1.3.2 Pentingnya Minat

Menurut Gie (1998), arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah :

1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta.

2. Minat memudahnya terciptanya konsentrasi.

3. Minat mencegah gangguan dari luar

4. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan.

5. Minat memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.

Berdasarkan pendapat ahli di atas minat terfokus pada kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang disukai untuk mendapatkan pengalaman baru. Minat sangat penting bagi peserta didik karena dengan adanya minat belajar, siswa dapat bebas mengekplorasikan kemampuannya dan siswa merasa senang mengikut pembelajaran.

2.1.3.3 Pengukuran Minat

Alat untuk mengukur minat siswa dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan penilaian non tes yaitu observasi. Menurut Nana Sudjana (2012:84) yang berkaitan dengan observasi adalah sebagai berikut:

Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai

(10)

hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar.

Melalui pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, tingkat pertisipasi dalam suatu kegiatan, proses kegiatan yang dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya. Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan aspek- aspek tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai gejala yang tampak dari perilaku individu yang diobservasi jika pedoman observasi yang dibuat telah disediakan jawabannya (berstruktur).

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengukur minat dapat dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan. Dalam lembar observasi yang digunakan termuat indikator-indikator minat yang akan diukur. Indikator tersebut antara lain:

a. Siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru b. Siswa berani menyampaikan pendapat

c. Siswa mau mencatat materi yang dijelaskan oleh guru

d. Siswa mau mengajukan pertanyaan kepada guru ketika ada materi yang belum dipahami

e. Siswa mengikuti pembelajaran dengan perasaan senang dan antusias f. Siswa tertarik terhadap materi yang disampaikan guru

g. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru dengan sungguh-sungguh h. Siswa tidak ramai sendiri dengan teman sebangku

i. Siswa mau mengeluarkan pendapat ketika berdiskus

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Jonhson & Jonhson (Isjoni, 2012:17) pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.

(11)

Isjoni (2012:12) pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Agus Suprijono (2012:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

Isjoni (2012:13) mengemukakan belajar dengan model kooperatif ini dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas).

Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk sangat baik dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong- menolong mengatasi tugas yang dihadapinya..

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasari oleh adanya kerjasama yang menanamkan pemahaman komunikasi antar individu. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang siswa lakukan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran serta setiap siswa bertanggung jawab atas kelompoknya.

Dengan pembelajaran kooperatif para siswa dapat membuat kemajuan besar ke arah pengembangan sikap, nilai dan tingkah laku yang memungkinkan siswa dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, karena tujuan utama pembelajaran kooperatif itu sendiri adalah memperoleh pengetahuan dari sesama temannya. Jadi, seorang teman harus memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara mengahargai pendapat orang lain dan adanya saling ketergantungan positif.

2.1.4.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (Isjoni 2012:13) sebagai berikut:

(12)

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa “tenggelam atau berenang sama.”

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

a. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.

b. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

c. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar.

d. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Thompson (Isjoni, 2012:14) mengemukakan pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

Isjoni (2012:14) Pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

Menurut Rusman (2012:211) terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkai dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

(13)

Tabel 1

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaiakan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan .

Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok- kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakkan tugas mereka.

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun belajar individu dan kelompok.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikaji bahwa pembelajaran kooperatif dimulai dengan menyampaikan informasi tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi atau materi kepada siswa dengan bahan bacaan. Kemudian guru membimbing membentuk kelompok. Fase berikuntya, guru membimbing kelompok saat mengerjakan tugas.

Guru mengevaluasi hasil kerja kelompok. Fase terakhir memberikan penghargaan atau umpan balik baik individu maupun kelompok.

2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2011:249) keunggulan pembelajaran kooperatif antara lain:

1) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

(14)

2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea atau gagasan dengan kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menrima segala perbedaan.

4) Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Pembelajaran kooperatif ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekkaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan ketrampilan me-manage waktu dan sikap positif terhadap sekolah.

6) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik.

7) Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi riil.

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Sementara itu, pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan yaitu:

1) Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.

2) Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Jika tanpa peer teaching yang efektif maka sesuatu yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak akan dicapai siswa.

3) Penilaian yang diberikan didasarkan pada hasil kerja kelompok.

Meskipun demikian guru perlu menyadari bahwa hasil yang diharapkan adalah hasil individu setiap siswa.

4) Pengembangan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang dan tidak mungkin dicapai dengan penerapan model pembelajaran yang tidak berkesinambungan.

5) Selain mampu bekerja sama siswa juga harus mempunyai kepercayaan diriuntuk melakukan aktivitas secara individu dan bukan hal yang mudah untuk mencapai keduanya.

Dalam pembelajaran kooperatif kalau ada kelebihan pasti ada kekurangannya juga. Tapi kekurangan dalam pembelajaran kooperatif dapat ditutupi atau di minimalisasi dengan kelebihan yang ada, karena kelebihan dalam pembelajaran kooperatif tersebut lebih mendominasi atau menonjolkan. Jadi kekurangan dalam pembelajaran kooperatif tersebut tidak terlalu terlihat.

(15)

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match 2.1.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Make A Match

Suprijono (2009:94) hal-hal yang diperlu disiapkan dalam pembelajaran tipe Make a Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut

Rusman (2012:223) tipe Make a Match (membuat pasangan) merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Tipe Make a Match ini dikembangkan oleh Lorna Curran (Rusman, 2012:223). Penerapan tipe Make a Match ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya dengan benar akan diberi point. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan soal/jawaban dan dibacakan didepan kelas.

Berdasarkan para pendapat ahli diatas, Teknik pembelajaran make a match dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward.

2.1.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match

Tipe Make a Match (membuat pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran (Rusman, 2012:223) langkah-langkah pembelajaran Make a Match adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau/topik yang cocok untuk sesi review (satu kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).

2) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

(16)

3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).

4) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang diberi poin.

5) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

6) Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut di atas.

7) Kesimpulan/penutup.

Berdasarkan uraian diatas dapat di kaji, pertama-tama guru menyiapkan kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk sesi review. Selanjutnya kartu dibagikan kepada tiap siswa dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. Siswa disuruh untuk menemukan pasangan dari jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. Siswa yang dapat menemukan pasangan dari jawaban atau soal kartu tersebut sebelum batas waktu yang ditentukan siswa mendapatkan poin atau reward. Setelah satu babak selesai kartu dikocok lagi dan selanjutnya ulangi langkah seperti diatas dan pembelajaran diakhiri dengan kesimpulan/penutup.

2.1.5.3 Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make a Match Menurut Nurani (2012:1) kelebihan pembelajaran tipe Make a Match antara lain:

1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.

2. Materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian.

3. Kerjasama antar siswa terwujud dengan dinamis.

4. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal.

Sementara itu, tipe Make a Match juga mempunyai kelemahan model pembelajaran Make a Match yaitu:

1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.

2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

3. Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai.

4. Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas dikanan kirinya. Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah memerlukan waktu lama dalam

(17)

membuat RPP karena peneliti harus membuat kartu-kartu yang berisi topik yang akan di bahas.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikaji bahwa model pembelajaran Make a Match memiliki kelemahan dan kelebihan. Tapi kelemahan tersebut dapat ditutupi dengan kelebihan dari pembelajaran Make a Match agar pembelajaran dapat tercapai dengan tujuan yang telah direncanakan.

2.1.6 Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Hamdani (2011:243) media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari ”medium” yang secara harfiah berarti ”perantara” atau

”pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan.

Sadiman (2011:7) berpendapat bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Gerlach dan Ely (Hamdani, 2011:243) mengatakan bahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Rossi dan Breidle (sanjaya, 2011:163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya.

Media diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, atau informasi kepada siswa serta dapat dimanfaatkan untuk memperjelas materi atau mencapai tujuan pembelajaran, memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. Guru, buku, teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Selain itu media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak untuk dapat menimbulkan motivasi belajar, dan membentuk interaksi yang lebih langsung antara siswa dan guru, siswa dan lingkungannya

(18)

dan dapat memacu siswa untuk belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Pemakain media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media pembelajaran bisa dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang siswa untuk terjadinya proses belajar. Sanjaya (2011:163) menyatakan bahwa media pembelajaran bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Media tidak hanya berupa TV, radio, komputer, tetapi juga meliputi manusia sebagai sumber belajar atau kegiatan.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat dikaji bahwa, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga mendorong terciptanya proses belajar pada diri siwa.

Sehingga perbedaan alat peraga dan media, terletak pada fungsinya bukan pada subtansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga jika hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran. Sedangkan sumber belajar disebut media jika merupakan bagian integral dari seluruh proses pembelajaran. Media berfungsi menjebatani antara guru dan siswa dalam rangka menyampaikan materi bahan ajar, membantu siswa memahami bahan ajar dan memfasilitasi siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Dan akhirnya media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.

Secara garis besar media pembelajaran terbagi atas: 1. Media audio, 2. Media visual, 3. Media audio visual, 4. Orang (people), 5. Bahan (materials), 6.alat (device), 7.Teknik (technik), 8.Latar (setting).

2.1.7 Media Gambar

Menurut Sadiman (2011:29) menyatakan bahwa diantara media pendidikan, gambar adalah media yang paling umum dipakai. Gambar merupakan bahasa yang umum, yang dapat dinikmati di mana-mana. Oleh karena itu, pepatah Cina yang mengatakan bahwa sebuah gambar berbicara lebih banyak dari seribu kata. Hamdani (2011:262) berpendapat bahwa media gambar adalah penyajian

(19)

visual dua dimensi yang memanfaatkan rancangan gambar sebagai sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari. Sedangkan Hamalik (1982:57) mengemukakan pendapatnya media gambar adalah sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan atau pikiran.

Gambar pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat meningkatkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka mengembangkan kemampuan berbahasa, membantu mereka menafsirkan, dan membantu mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks. Gambar bisa digunakan secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar. Gambar dapat mengubah tahap-tahap pembelajaran dari lambang kata (verbal symbol) beralih kepada tahapan yang lebih konkret yaitu lambang visual (visual symbol).Gambar dapat menerjemahkan konsep abstrak menjadi lebih realistis dan berwujud, sehingga murid tidak hanya dapat membayangkan saja. Dengan mengambil gambar-gambar dari surat kabar, majalah dan kalender tentu tidak membutukan biaya mahal. Disamping itu suasana pembelajaran menjadi semakin menyenangkan. Secara khusus media gambar dapat berfungsi memberikan variasi dan fakta yang memungkinkan akan dilupakan atau diabaikan, Hamdani (2011:262).

Dari pengertian diatas dapat dikaji bahwa media gambar adalah perantara yang digunakan oleh pendidik kepada siswa untuk menyampaikan pesan, menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilusi ide yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi.

Menurut Hamdani (2011:263) Dalam pengajaran dengan menggunakan media gambar terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi, yaitu a) gambar harus realistis dan digunakan dengan hati-hati, b) gambar harus berfungsi untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep, c) warna harus digunakan untuk mengarahkan perhatian dan membedakan komponen-komponen.

Sadiman (2011:29) mengemukakan tentang kelebihan dalam menggunakan media gambar yaitu sebagai berikut:

a. sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

(20)

b. gambar dapat mengatasi batas ruang dan waktu artinya tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan para siswa tidak selalu bisa dibawa keobjek atau peristiwa tersebut.

c. media gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan.

d. gambar atau foto dapat memperjelas suatu masalah. Dalam bidang apasaja dan untuk tingkat usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalahpahaman.

e. harga gambar atu foto lebih murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.

Adapun Kelemahan dalam menggunakan media gambar, Sadiman (2011:31) yaitu sebagai berikut:

a. gambar atau foto hanya menekankan persepsi indra mata.

b. gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.

c. ukuranya sangat terbatas untuk kelompok besar.

Menurut Sadiman (2011:31) adapun syarat yang perlu dipenuhi oleh media gambar untuk dapat dijadikan sebagai media pendidikan, antara lain:

a. autentik, yaitu gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti benda sebenarmya.

b. sederhana, yaitu komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar.

c. ukuran relative, yaitu gambar dapat membesarkan atau memperkecil objek atau benda sebenarnya.

d. gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan.

e. gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

f. tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus.

Dari beberapa uraian diatas, pembelajaran dengan media gambar ada sisi kelebihan dan kelemahan. Dengan adanya kelebihan tersebut maka kelemahan tersebut dapat dikurangi dengan kelebihan yang ada sehingga dalam pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan syarat dan tujuan yang direncanakan.

2.1.7.1 Langkah-Langkah Penggunaan Media Gambar Dalam Pembelajaran Menurut Barugae (2010) langkah-langkah penggunaan media gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. persiapan, selain menyiapkan media gambar yang akan digunakan guru harus benar-benar memahami pembelajaran dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin yang akan ditempuh siswa dalam menyelesaikanya.

(21)

b. pembukaan, pada bagian ini siswa di perkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan dengan media gambar, kemudian siswa diminta untuk mencermati media gambar tersebut dengan cara mereka sendiri.

c. proses pembelajaran, siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengamatanya dapat dilakukan secara perorangan, dengan mengerjakan LKS yang di berikan oleh guru untuk dinilainya.

d. penutup, setelah mencapai kesepakatan tentang srategi dalam mengerjakan LKSnya di kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu, pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi yang lain menuju tingkat kesuksesan dan keaktifan siswa

2.1.8 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Berbantuan Media Gambar Pada Mata Pelajaran IPA

Berdasarkan Permendiknas, Nomor 41 tahun 2007, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasar prosedur yang tepat dan sesuai.

Sebelum kegiatan dilaksanakan langkah awal ialah membuat perencanaan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan baka, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

(1) Kegiatan Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (Permendiknas, No 41, 2007).

(2) Kegiatan Inti

Sesuai Permendiknas, No 41 Tahun 2007 bahwa kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

(22)

psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

(3) Kegiatan Akhir

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (Permendiknas, No 41Tahun 2007).

Berdasarkan uraian diatas dapat dikaji bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RRP. Sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru terlebih dahulu membuat RPP sebagai paduan dalam proses pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahulan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pelaksanaan pembelajaran model kooperatif tipe Make a Match berbantuan media gambar pada mata pelajaran IPA seperti di bawah ini.

1) Rencana Pembelajaran (Persiapan), meliputi:

a. merumuskan indikator yang akan dicapai.

b. merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan menggunakan model Make a Match dalam pembelajaran IPA melalui penyusunan RPP.

c. menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan.

d. membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran saat tindakan berlangsung.

e. membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat prestasi siswa dalam pembelajaran.

2) Pelaksanaan Awal 1. Kegiatan awal

a) Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

b) Memberikan apersepsi untuk memunculkan rasa keingintahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari yaitu, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

(23)

d) Guru menyampaikan apersepsi.

e) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan inti 1. Eksplorasi

a. Guru menyampaikan materi secara umum sebagai pengantar kepada siswa dengan bantuan alat peruga berupa gambar.

b. Menjelaskan tentang uraian kegiatan pembelajaran Make a Match yang akan digunakan dalam pembelajaran.

c. Menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

d. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

e. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

f. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

g. Setiap siswa berpikir, menganalisis, menyelesaikan tugasnya dalam mencocokan kartu dan bertindak tanpa rasa takut. 2. Elaborasi

a. Setiap siswa diberi kesempatan berdiskusi dengan pasangannya untuk mengoreksi kembali hasil kerjanya.

b. Setiap siswa diberi kesempatan untuk bisa berpindah pasangan dengan siswa lain yang memegang kartu yang cocok.

c. Setiap siswa berpasangan membacakan kartu yang telah dicocokannya baik kartu soal maupun kartu jawaban didepan kelas.

3. Konfirmasi

a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan tentang hasil kerja siswa.

(24)

b. Guru bersama-sama dengan siswa mencocokan hasil kerja yang telah dilakukan oleh siswa.

c. Setiap siswa berpasangan akan mendapatkan point jika jawabannya itu benar.

d. Jika setiap siswa berpasangan tidak dapat mencocokan kartunya dengan benar maka, akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama.

e. Memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

2. Kegiatan penutup

a) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan dari hasil pembelajaran.

b) Guru bersama siswa melakukan refleksi.

c) Guru memberikan evaluasi kepada siswa.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Sri Rejeki (2010) yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran 2009/2010,” menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe make a match dianggap tepat untuk meningkatkan aktivitas siswa karena model ini membuat siswa selalu aktif dalam proses belajar mengajar dan merasa senang.

Hasil analisis data dari aktivitas siswa pada kondisi awal hanya 51%, siklus I mencapai presentase 75%, dan siklus II dengan presentase 85%. Peningkatan aktivitas siswa memberi dampak pada peningkatan hasil belajar siswa yaitu pada ulangan harian siswa pada kondisi awal hanya mencapai rata-rata 66, siklus I dengan rata-rata 78, dan siklus II mencapai rata-rata 88.

Penelitian yang dilakukan Bagus Edi Rosanto (2009) “Penerapan Model Make A Match Pada Mata Pelajaran IPS Tentang Keadaan Alam Indonesia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Di SDN Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora,” hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

(25)

model Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa . rata-rata hasil belajar pada siklus I Sebesar 70,83 dengan KKM 65 mencapai 66,66% dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan rata-rata 80 dengan ketuntasan sebesar 100%.

Berdasarkan analisis kajian yang pernah digunakan para peneliti di atas maka dengan penerapan pembelajaran kooperatif Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-sama menerapkan model pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan hasil belajar. Hanya saja pada penelitian ini, tidak hanya hasil belajar saja yang diharapkan dapat meningkat, melainkan juga minat dari dalam diri siswa. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran dibutuhkan interaksi dan keinginan dari dalam diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya permasalahan tersebut diharapkan model pembelajaran Make a Match dengan berbantuan media gambar dapat meningkatkan pengaruh yang signifikan terhadap minat dan hasil belajar siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA) sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar IPA yang kurang memuaskan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dengan berbantuan media gambar. Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam mengajar siswa dengan variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban pada semua siswa kemudian siswa mencari pasangannya sesuai kartu yang didapat. Make A Match dapat membuat siswa mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. Materi pembelajaran yang disampaikan guru akan menarik perhatian dan minat dari siswa untuk mengikuti pembelajaran. Kerjasama antar siswa pun terwujud dengan dinamis. Jadi penggunaan model pembelajaran tipe Make a Match berbantuan

(26)

media gambar dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa untuk mencapai taraf ketuntasan belajar.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diuraikan, dapat diajukan hipotesis tindakan:

1. Diduga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media gambar dapat meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri Bawen 3 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Diduga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dengan berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri Bawen 3 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013.

3. Diduga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dengan berbantuan media gambar dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri Bawen 3 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013.

Gambar

Gambar  pada  dasarnya  membantu  mendorong  para  siswa  dan  dapat  meningkatkan  minatnya  pada  pelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Jawa Barat. SELAKU

Money is not everything, Samuel dear.&#34; And with each time that his wife complained, Samuel’s conscience increased until he could not take it anymore and he went to meet

KEPALA DINAS PENDAPATAN PROVINSI JAWA BARAT SELAKU PENGGUNA

If you have traffic going to your web site and you display the Google Adsense Ads on a page and someone clicks an ad, you make money.. Note that Google Adwords and Google

termasuk data-data medisnya. i) Mendapat informasi mengenai diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi

Apakah dukungan petugas yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap Bapak/ Ibu untuk kepatuhan minum obat penderita TB MDR mulai dari tahap positif terkena sampai

Rencana Aksi adalah tindak lanjut rencana pengelolaan terumbu karang yang memuat tujuan, sasaran, anggaran dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan

Sahabat MQ/ saat ini persediaan katong darah yang ada di PMI Sleman Yogyakarta hanya sebanyak 29 Labu/ dengan rincian/ untuk golongan A sejumlah 3 labu, B 7 labu