• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Abad ke-20 menjadi bagian awal dalam tumbuh dan kembangnya kampung kota di Semarang. Hingga sekarang abad 21 menjadi masa dimana kampung Sekayu dan Jayenggaten ikut tersapu akan kepentingan ekonomi. Semua fenomena sosial terjadi pada saat tertentu dalam waktu hingga terjadi terus-menerus sepanjang waktu. Layaknya pemukiman kampung kota yang pada akhirnya ialah suatu peristiwa yang juga merupakan suatu sejarah. Tanah, rumah, ruang, rencana pembangunan, tata letak, fasilitas, aktivitas warga, dan lain-lain yang ada merupakan elemen-elemen pentingnya. Termasuk hadirnya masyarakat pendatang dan campur tangan pemerintah di dalamnya mampu sedikit banyak menjelaskan peristiwa itu secara utuh. Berdasar elemen-elemen tersebut berarti bahwa masyarakat tak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, dan bukan sebagai obyek yang semu atau kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus-menerus tanpa henti.

Diakui bahwa masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa, negara) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu di dalamnya, ada tindakan tertentu yang dilakukan, ada perubahan tertentu, dan ada proses tertentu yang senantiasa bekerja. Secara sederhana saja dapat dikatakan bahwa masyarakat tak berada dalam keadaan yang tetap terus-menerus. Semua realitas sosial senantiasa berubah dengan derajat kecepatan, intensitas, irama dan tempo yang berbeda. Bukan kebetulan jika orang berbicara mengenai kehidupan sosial, karena kehidupan adalah gerakan dan perubahan, maka bila berhenti berarti tak ada lagi kehidupan melainkan merupakan suatu keadaan yang sama sekali berbeda yang disebut ketiadaan. Dimana hal yang merupakan sesuatu yang tidak diramalkan dan tidak menentu merupakan ciri utama kehidupan di pemukiman kampung. Hal ini dikarenakan

(2)

2

pemukiman sebagai proses dapat saja berlangsung seperti dialektika antara hal-hal yang diharapkan dengan sesuatu yang tidak diduga-duga.

Seperti apa yang dialami pada kampung kota di Sekayu dan Jayenggaten merupakan suatu proses yang berlangsung seperti dialektika antara sesuatu yang tidak diramalkan dan tidak menentu, antara hal-hal yang diharapkan dengan sesuatu yang tidak diduga-duga. Keduanya hadir, hancur, dan hilang di dalam proses. Kerut kampung kota berganti wajah muda dan segar di dalam gedung-gedung megah. Intervensi pergantian pemerintahan ikut andil dalam setiap penentuan kebijakan mengubah kampung tradisonal menjadi sebuah pemukiman yang lengkap dengan elemen-elemennya, menyesuaikan standar hidup modern, basis ekonomi menjadi lebih penting dibandingkan dengan sejarah yang menjelaskan dan ikut dalam membangun identitas kota. Kampung yang memiliki pandangan sebagai kawasan hunian masyarakat berpenghasilan rendah dengan kondisi fisik kurang baik yang merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat berganti wajah, hancur dan hilang. Berganti menjadi gedung tinggi pencakar langit yang merupakan tindak lanjut kepentingan ekonomi dari wilayah segitiga emas dengan pengadaan mall dan hotel di wilayah Jln. Pemuda, Jln. Gajahmada, dan Jln. Pandanaran, Semarang. Hingga kemudian program pembangunan fasilitas kota secara massal di Kota Semarang meluas ke kampung-kampung lainnya. Melihat pemukiman ini sekarang tentunya ada proses pembentukan di dalamnya.

Perubahan kampung Sekayu dan Jayenggaten sebagai proses yang terus berjalan sampai kini mengalami transformasi yang terjadi sebagai sebuah peristiwa dalam rentang waktu menghadapi masa pergantian kekuasaan. Cara-cara pemberlakuan kekuasaan atau Cara-cara pelaksanaan penguasaan menjadi penting untuk memahami proses pembentukan kampung kota dalam kota yang manifestasinya dapat di lihat hingga hari ini. Pemerintah dalam corak kekuasaan, sistem kekuasaan dan penerapannya dalam setiap kurun waktu sangat berpengaruh terhadap proses teritorialisasi dan transformasi kampung

(3)

3

kota. Aspek kekuasaan ini tercermin pada penerapan kebijakan politiknya. Beberapa kebijakan politik yang sangat signifikan dan berpengaruh dalam proses teritorialisasi dan transformasi kampung kota adalah kebijakan dalam sistem pemerintahan, termasuk kebijakan pertanahan, dan kebijakan perencanaan pembangunan kota. Teritorialisasi yang paling sederhana dan nyata terhadap kampung kota pada umumnya diakibatkan karena terjadinya proses perluasan kota yang selalu terjadi hampir disetiap periodisasi perkembangannya. Proses perluasan ini secara langsung mengakibatkan terjadinya perubahan teritorial secara fisik dan berpengaruh terhadap perubahan-perubahan lainnya.

Seperti pasca kedatangan kolonialisme di Semarang dalam corak kekuasaan, sistem kekuasaan dan penerapannya, konstruksi kota mengalami beberapa pergeseran terutama terkait dengan berbagai kebijakan kaum kolonial untuk melakukan dekonstruksi terhadap masyarakat kampung tradisional. Salah satu kebijakannya ialah membangung kota layaknya kota yang berada di Belanda. Dengan konsekuensi paling dominan dan ada adalah terjadinya pemindahan karakter dan budaya borjuasi Belanda ke Indonesia yang berimplikasi pada terbangunnya konstruksi baru, dimana yang berkembang kemudian adalah kota yang khas sebagai bentuk dari proses akulturasi yang sangat mengatur. Hal tersebut menandakan satu dari berbagai kota di Indonesia yang mengalami proses perubahan terus-menerus sehingga terkonstruksi berbagai konsep baru mengenai kota. Perubahan yang dialami tak terlepas dari keberadaan morfologi dan tipologi sebagaimana kota-kota yang mengalamai perubahan seperti kota lainnya. Tak lepas pula dari pembangunan yang pada akhirnya menjadi salah satu tolak ukur dalam kemajuan suatu kota atau negara.

Pembangunan diartikan oleh Tikson sebagai sebuah transformasi ekonomi, sosial maupun budaya yang secara sengaja dilakukan melalui kebijakan dan strategi yang disusun. Perubahan atau dalam istilah lain disebut sebagai transformasi terus terjadi seiring terus berkembangnya kota maupun wilayah. Transformasi itu sendiri dianggap sebagai sebuah perubahan dari

(4)

4

waktu ke waktu yang merubah kondisi secara fisik maupun non fisik, dengan beberapa faktor yang mempengaruhi. Sederhananya saja transformasi fisik dan non fisik saling mempengaruhi satu sama lain. Transformasi fisik mengarah pada perubahan fisik kawasan seperti perubahan pemanfaatan lahan dan karakteristik jalan, sedangkan transformasi non fisik mengarah pada perubahan kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat.

Semarang sendiri sebagai kota besar tentu akan sangat lekat pada proses pembangunan yang memberi pengaruh terhadap segala aspek di dalamnya. Salah satunya adalah transformasi di kawasan permukiman kota terutama kampung kota. Dampak pembangunan Kota Semarang terhadap kampung kota memungkinkan terjadinya transformasi secara langsung dan cepat yang kemudian dapat menggeser posisi keberadaan kampung kota. Kawasan Segitiga Emas merupakan salah satu kawasan pusat pertumbuhan Kota Semarang. Kawasan ini diarahkan sebagai pusat bisnis Kota Semarang sejak tahun 2000-an. Sebagaimana diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000-2010 dan 2011-2031, bahwa kawasan Bagian Wilayah Kota (BWK) I termasuk di dalamnya kawasan Segitiga Emas diarahkan sebagai kawasan perdagangan jasa, campuran dan permukiman meliputi Jalan Pandanaran, Jalan Pemuda, dan Jalan Gajahmada. Kampung kota yang tumbuh di kawasan ini, semakin terancam keberadaannya. Dengan pembangunan yang cepat tersebut telah merubah kondisi fisik dan non fisik kawasannya.

Kampung Sekayu serta Jayenggaten merupakan salah satu dari potret Kota Semarang hari ini yang telah mengalami proses transformasi dengan

berhadapan kepada berbagai agenda modernitas untuk kemudian

mengubahnya menjadi satu karakter baru. Karenanya Sekayu dan Jayenggaten adalah salah satu dari bagian perluasan pengembangan wilayah Kota Semarang maka keduanya pun akhirnya ikut bergerak dengan dinamis seiring dinamika wilayah yang lain. Ekonomi, politik, kekuasaan, sosial, pasar, masyarakat, dan tiap individu yang pada awalnya secara hakiki bersifat tradisional telah mengalami perubahan. Pergeseran-pergeseran yang

(5)

5

mengakibatkan kehancuran kampung kota itu merupakan akibat langsung dari arah perubahan masyarakat yaitu dengan mulai terkikisnya tradisionalisme untuk kemudian dihadapkan pada satu pilihan utama yaitu modernisasi. Dimensi waktu yang telah berjalan mengubah Sekayu dan Jayenggaten dari kampung tradisional menjadi bagian dari sistem modernitas. Masa perubahan atau transisi kampung tradisional melakukan berbagai adaptasi yang mampu menjelaskan arti sejarah, masa lampau dan sekarang, periodisasi, transformasi, arah dan mekanisme, serta penyabab perubahan yang terjadi hari ini pada kampung kota di Sekayu dan Jayenggaten.

Kedua kampung tersebut di hadapkan pada tantangan bagaimana mereka mempertahankan kondisi serta keberadaan dari konflik yang terjadi hari ini. Diketahui bahwa Kampung Sekayu sendiri mengalami perubahan akan hadirnya Mall Paragon yang kini telah mengikis sebagian dari wilayah Kampung Sekayu. Dan Kampung Jayenggaten yang merupakan kampung tua di Semarang pun harus mengalami tantangan yang sama. Mereka dihadapkan pada pemilik modal besar beserta aturan pemerintahan. Kampung Jayenggaten terpaksa berganti dengan megahnya bangunan Hotel Gumaya. Di lain hal Mall Paragon dan Hotel Gumaya menjadi sebuah potret yang hingga hari ini merupakan pusat bisnis yang masih eksistensi dengan keberadaannya. Mall paragon atau Paragon City Mall Semarang telah berdiri sejak tahun 2008. Sedangkan Hotel Gumaya Tower yang memiliki 17 lantai pun sudah sejak 2007 silam telah berdiri.

Hingga akhirnya melihat gejala yang di dasari pada wajah kampung kota di Semarang akan apa yang terjadi sekarang dengan segala sebab akibat maka penelitian ini mengangkat bahasan mengenai perubahan kampung kota akan pengaruh hadirnya mall dan hotel terhadap pemukiman masyarakat Kampung Sekayu dan Jayenggaten dalam perubahan sosial di Semarang pada abad ke-21.

(6)

6 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, adapun beberapa rumusan masalah terkait, yaitu:

1. Bagaimana konflik serta perubahan sosial yang terjadi di Kampung Sekayu dan Kampung Jayenggaten?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini juga memiliki beberapa tujuan yakni untuk menjawab rumusan masalah diatas, yaitu:

1. Mengetahui konflik serta perubahan sosial yang terjadi di Kampung Sekayu dan Kampung Jayenggaten.

D. Manfaat Penelitian

Tak lepas dari pemanfaatan suatu penelitian, maka dalam hal ini penelitian akan memeiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritik : Penelitian ini diharapkan dapat

memperkay kajian-kajian di dalam

Sosiologi yang juga memberikan sebuah

pengetahuan pada semua pihak.

Memberikan suatu wawasan dalam

menelusuri kembali dan menemukenali asal-usul historis atau sejarah kampung kota sebagai suatu lingkungan bermukim masyarat guna memberikan gambaran tentang eksistensi dan peranan penting

kampung-kampung dalam setiap

periodisasi sejarah perkembangan kota Semarang.

(7)

7

2. Manfaat Praktis : Bagi masyarakat umum, penting untuk

mengetahui bahwa kampung kota

memiliki peran tersendiri dalam memaknai

identitas eksistensi kampungnya.

Merupakan wilayah kawasan yang harus juga dijaga keberadaannya, sebab hal tersebut penting adanya ketika mengingat bahwa wilayah tersebut menjadi salah satu penopang kota. Sekaligus menjadikan sebagai masukan atau rujukan kepada

semua pihak dalam bertindak dan

membuat setiap keputusan dengan disertai segala aspek baik dan buruknya.

Referensi

Dokumen terkait

Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei pada 3 stasiun di Perairan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta. Setiap stasiun dilakukan

Hal ini dikarenakan wisatawan yang berkunjung ke wisata memancing Tanjung Kait mayoritas adalah wisatawan yang berasal dari Tangerang, Jakarta Barat dan Bogor sehingga

0DNVXGDO)ƗUƗEƯPHQJHPXNDNDQSDKDP emanasi ini adalah untuk menghindarkan arti banyak dalam zat Allah. Karenanya Allah tidak bisa secara langsung menciptakan alam yang

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penelitian ini mengartikan perilaku pencarian informasi sebagai perilaku atau strategi seseorang (petani) dalam

Dan pada pasien psikotik gelandang dapat dipengaruhi karena perilaku kekerasan dan dapat Dan pada pasien psikotik gelandang dapat dipengaruhi karena perilaku kekerasan dan