• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KUMAN PADA URIN PENDERITA YANG MENGGUNAKAN KATETER URETRA DI RUANG PERAWATAN INTENSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KUMAN PADA URIN PENDERITA YANG MENGGUNAKAN KATETER URETRA DI RUANG PERAWATAN INTENSIF"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

WAHANA INOVASI VOLUME 6 No.2 JULI-DES 2017 ISSN : 2089-8592

POLA KUMAN PADA URIN PENDERITA YANG

MENGGUNAKAN KATETER URETRA DI RUANG

PERAWATAN INTENSIF

Hardy Hasibuan

Fakultas Kedokteran UISU Medan Jl. STM No. 44 Medan ABSTRAK

Pada beberapa studi terdapat perbedaan pola kuman ISK yang terjadi akibat penggunaan kateter uretra dari suatu periode ke periode, dari suatu rumah sakit dengan rumah sakit dan berbeda pada suatu lokasi di rumah sakit. Hal ini berkaitan dengan resistensi obat-obat antibiotika sehingga berbeda pula antibiotika yang harus disediakan.

Mengetahui angka kejadian ISK akibat pemakaian kateter uretra pada penderita di ruang perawatan intensif serta mengetahui pola kumannya.

Penelitian cross sectional dilakukan pada 40 subjek penelitian pada kelompok diruang perawatan intensif RSHAM Medan selama kurun waktu Maret 2007 sampai Juni 2007. Dilakukan pemeriksaan kultur urin subjek penelitian dilaboratorium mikrobiologi FK USU pada hari pertama dan ke empat paska pemakaian kateter uretra. Data dianalisa secara statistik dengan Chi-square.

Dijumpai 6 (15 %) subjek penelitian pada kelompok ruang perawatan intensif yang mengalami ISK, tetapi berdasarkan analisa statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna (p > 0.05). Diperlihatkan 3 spesies kuman pada kelompok ruang perawatan intensif. Penyebab ISK terbanyak adalah oleh Staphylococcus epidermidis (35.2%) diikuti oleh Staphylococcus aureus (23.5%) dan Escherechia coli (17.7 %). Hal ini berbeda dari beberapa penelitian lainnya dimana penyebab ISK terbanyak adalah oleh kuman Escherechia coli. Meskipun Staphylococcus epidermidis pada beberapa penelitian dalam persentase kecil, namun oleh Lin Su (2006) disebutkan bahwa kemampuan Staphylococcus epidermidis membentuk formasi biofilm telah menjadi penyebab penting infeksi nosokomial pada tahun-tahun terakhir ini. Faktor lain

kemungkinan oleh kontaminasi ataupun manipulasi pada sistem penampungan urin.

Perlu dilakukan evaluasi pola kuman pada penderita yang menggunakan kateter uretra agar memberikan informasi kecenderungan perubahan ataupun pergeseran pola kuman sehingga penyediaan antibiotika sesuai dengan pola kuman tersebut yang pada gilirannya dapat menurunkan angka morbiditas, mortalitas, lama rawat dan biaya perawatan.

Kata kunci : ISK, kateter uretra, ruang perawatan intensif

PENDAHULUAN

Infeksi nosokomial yang terjadi di rumahsakit masih merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan, berkaitan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, lama rawat dan biaya perawatan rumah sakit yang meningkat (Topal J et al, 2005).

Sekitar 40-60% infeksi nosokomial merupakan infeksi saluran kemih (ISK). Hampir 80% ISK yang di dapat di rumah sakit dihubungkan dengan penggunaan kateter (Adukauskiene D et al, 2006).

Terdapat perbedaan pola kuman ISK yang terjadi akibat penggunaan kateter, khususnya resistensi terhadap antibiotik dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya dan berbeda pada satu tempat di rumah sakit yang sama (Hsueh et al, 2002).

Apabila terdapat perbedaan akan berbeda pemberian antibioktika dan berbeda pula penyediaan antibiotika yang harus disediakan.

Perumusan Masalah

1. Kejadian infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter uretra pada

(2)

314 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ………

penderita yang dirawat di ruang rawat intensif bedah belum diketahui. 2. Apakah ada perbedaan pola kuman

urin penderita yang menggunakan kateter uretra yang dirawat di ruang rawat intensif.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui angka kejadian infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter uretra pada penderita yang dirawat di ruang rawat intensif. 2. Mengetahui pola kuman urin

penderita yang menggunakan kateter uretra yang dirawat di ruang perawatan intensif.

Kontribusi Penelitian

Dengan mengetahui adanya pola kuman urin penderita yang menggunakan kateter uretra yang dirawat di ruang perawatan intensif bedah dapat dilakukan penyediaan antibiotika yang sesuai dengan pola kuman tersebut yang pada gilirannya dapat menurunkan angka morbiditas, mortalitas, lama rawat dan biaya perawatan.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Infeksi Saluran Kemih

1.1. Defenisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat berkembangbiaknya mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada saluran kemih dan menimbulkan bakteri uria (> 100.000 colony forming units/ml) (Maki DG, 2001; Mangatas SM, 2004)

Karena batasan tersebut, maka diagnosa ISK memerlukan biakan mikroorganisme sebagai baku emas diagnosa.

1.2. Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi yaitu : 1. Berdasarkan lokasinya dibagi atas :

1. ISK bagian atas 2. ISK bagian bawah

2. Berdasarkan ada atau tidaknya gejala klinis yaitu

1. ISK yang simtomatis 2. ISK yang asimtomatis

3. ISK yang didapat pada komunitas atau ISK yang didapat di rumah sakit 4. ISK tanpa komplikasi dan ISK dengan

komplikasi

Pembagian ISK yang terpenting ialah pembagian berdasarkan ada atau tidaknya komplikasi :

- ISK tanpa komplikasi ialah ISK

tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih.

- ISK dengan komplikasi yaitu bila

terdapat hal-hal tertentu sebagai penyulit seperti :

A. Obstruksi aliran urin a. kelainan congenital b. batu saluran kemih c. tumor saluran kemih B. Refluks vesicoureteral

C. Penderita gangguan fungsi dan struktur ginjal, glomerulus nefritis, pielonefritis.

D. Sisa urin dalam kandung kemih (pembesaran prostate, striktur uretra, neurogenik kandung kemih).

E. Instrumentasi saluran kemih (kateterisasi urin, uroendoskopi, pielografi) F. Keadaan yang spesifik

(penderita diabetes mellitus, gangguan sistem imun, wanita hamil, infeksi nosokomial) 2. Patogenesis

ISK terjadi kerena beberapa faktor, yaitu faktor host, virulensi dari mikroorganisme, dan adanya port of

entry. Faktor host terutama meliputi

kelainan struktural dan fungsional saluran kemih yang mengakibatkan perubahan aliran maupun stasis urin, faktor penurunan daya tahan tubuh penderita. Faktor virulensi mikroorganisme dikatakan tidak terlalu banyak berperan. Faktor port

of entry, misalnya instrumentasi saluran

kemih (Mangatas SM, 2004; Purnomo BB, 2003)

Mikroorganisme dapat memasuki saluran kemih melalui cara ; ascending,

hematogen, limfogen dan langsung dari

organ sekitarnya yang mengalami infeksi (Purnomo BB, 2003).

Pada instrumentasi kateter uretra, ISK yang terjadi akibat ascending mikroorganisme dari kantong penampungan urin ke dalam kandung kemih dan kemampuan dari beberapa mikroorganisme yang berkembang dan tumbuh pada permukaan luar dan dalam dari kateter uretra (Kunin CM, 2006; Wilson WR, 2001).

(3)

315 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ………

Kateter uretra merupakan target berkembangnya formasi biofilm. Permukaan luar dan dalam dari kateter memberikan keadaan yang menguntungkan untuk melekatnya mikroorganisme. Penggunaan antibiotik sistemik kemungkinan tidak dapat mencegah terjadinya formasi biofilm (Tenke P, 2006).

Tata cara pemasangan kateter uretra dengan tindakan aseptik dan atraumatik merupakan syarat mutlak untuk tindakan ini agar infeksi yang mungkin terjadi dapat dicegah. Meskipun sedemikian sempurnanya cara pemasangan kateter, infeksi masih saja terjadi sebesar 2% pada penggunaan kateter pertama kali, 10% pada penggunaan berulang dan 95-100% pada penggunaan menetap (Nichols, 1995; Schaeffer, 1998)

Pemberian antibiotik sistemik dapat mereduksi jumlah kuman dalam urin, tetapi tidak dapat mengeradikasi ISK akibat penggunaan kateter uretra (Kunin CM, 2006)

3. Etiologi

Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah mikro-organisme gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiela, Citrobacter, Enterobacter dan Pseudomonas. Mikroorganisme gram positif seperti Enterococcus faecalis, Staphylococcus saprophyticus dan group B Streptococci dapat juga menyebabkan ISK. Chlamydia dan Mycoplasma juga diketahui dapat menyebabkan ISK yang sering ditularkan secara sexual (Bongard FS, 2002; Maki DG, 2001).

ISK akibat pemakaian kateter uretra biasanya disebabkan oleh berbagai kuman seperti Escherichia coli, Klebsiela, Proteus, Enterococcus, Pseudomonas, Enterobacter, Serratia dan Candida. Beberapa dari mikroorganisme ini merupakan flora normal pada usus penderita, tetapi dapat juga terjadi oleh transmisi silang dari satu penderita ke penderita lainnya, petugas kesehatan atau terpapar oleh cairan dan alat-alat kesehatan yang terkontaminasi. Sering mikroorganisme penyebab ISK nosokomial diperoleh dari koloni kuman yang ada pada penderita dan flora normal di perineum atau dari tangan petugas kesehatan sewaktu pemasangan kateter atau manipulasi pada sistem

penampungan urin. Situasi seperti gangguan sistem imun, penggunaan steroid serta penggunaan antibiotika secara luas dapat merubah pola kuman akibat penggunaan kateter uretra. (Alvaren HF, 1993).

Namun dengan timbulnya resistensi obat-obat antimikroba menimbulkan masalah dalam pelayanan kesehatan, khususnya perobahan pola kuman penyebab ISK nosokomial.

Distribusi kuman-kuman patogen penyebab ISK nosokomial, khususnya resistensi obat-obat antimikroba berubah sesuai dengan waktu dan bervariasi antara suatu rumah sakit dan berbeda terhadap lokasi di satu rumah sakit. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial pada suatu periode. Hal ini tidak hanya memberikan informasi penting dalam pemberian antibiotik di rumah sakit tetapi juga memberikan informasi kecenderungan lokal dan pergeseran penyebab dan resistensi obat-obat antimikroba (Hsueh et al, 2002)

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasi-cross sectional

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sub bagian bedah urologi FK-USU / RSUP H . Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Objek Penelitian 1. Sampel

1. Penderita yang dirawat di ruang rawat intensif dengan menggunakan kateter uretra 2. Kriteria inklusi

1. Penderita laki-laki dan wanita usia ≥ 15 tahun

2. Penderita yang dirawat di ruang perawatan intensif bedah RSUP H. Adam Malik Medan

3. Kriteria eksklusi

1. Semua penderita yang dirawat di ruang rawat intensif bedah yang tidak memakai kateter uretra 2. Penderita yang mengalami piuria

(4)

316 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ……… Pelaksanaan Penelitian

1. Penggunaan kateter uretra sesuai indikasi, tata cara pemasangan kateter yang telah ditetapkan oleh rumah sakit serta merupakan

kewenangan dokter yang merawat. 2. Dilakukan desinfeksi pada kateter

uretra dengan menggunakan alkohol 70% sebelum pengambilan sampel urin

3. Dilakukan pengambilan sampel urin sebanyak 1 ml segera setelah pemasangan kateter uretra dan hari ke 4 setelah pemasangan kateter uretra melalui aspirasi kateter dengan jarum suntik yang berjarak 2 – 3 cm dari muara uretra eksternal.

4. Urin yang telah diambil dengan jarum suntik segera disimpan dalam termos es sebagai sarana transportasi untuk membawa sampel urin yang akan dikultur. 5. Kultur urin dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. Urin dibiarkan pada media blood agar dan Mc Conkay. Kalau yang dijumpai coccus/ Gram (+), dibiakkan/ subkultur pada media MSA (Manitol Salt Agar).

Besar Sampel

Besar sampel bila nilai  error (Tingkat Kepercayaan = 0,05) sesuai dengan literatur (Maki DG, 2001). Persentasi proporsi kelompok I = 26 % dan persentasi kelompok II = 18 % dengan persentasi ketepatan perbedaan yang diharapkan 20 % maka besar sample yang dibutuhkan untuk tiap-tiap kelompok masing-masing 40 sampel Analisa Data

Data yang diperoleh diuji statistik dengan menggunakan chi-square test. Perbedaan bermakna bila p ≤ 0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Selama kurun waktu Maret 2007 sampai dengan Juni 2007, sesuai dengan protokol penelitian didapati masing-masing 40 subjek tiap kelompok bangsal bedah dan kelompok ruang perawatan intensif RSUP H. Adam Malik Medan

penderita yang menggunakan kateter uretra kemudian dilakukan pemeriksaan kultur urin pada hari pertama dan hari keempat pemasangan kateter.

Distribusi demografi subjek penelitian untuk tiap kelompok dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

1.1. Demografi subjek penelitian Tabel 1. Distribusi jenis kelamin

subjek penelitian untuk kelompok ruang perawatan intensif

Jenis Kelamin Perawatan intensif

N %

Laki-laki 29 72.5

Perempuan 11 27.5

Total 40 100

X2= 1.398 p = 0.237

Pada tabel 1 ditunjukkan bahwa pada kelompok ruang perawatan intensif, dari 40 subjek lebih banyak laki-laki (72.5%) daripada subjek perempuan (27,5%). Berdasarkan analisa statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna (p > 0.05) dalam hal distribusi jenis kelamin subjek yang menggunakan kateter uretra kelompok ruang perawatan intensif. Tabel 2. Distribusi umur subjek

penelitian untuk kelompok ruang perawatan intensif Umur Perawatan intensif

N % <20 2 5.0% 21-30 7 17.5% 31-40 9 22.5% 41-50 3 7.5% 51-60 8 15.0% ≥ 60 11 27.5% Total 40 100 X2= 11.975 p = 0.035

Pada tabel 2 ditunjukkan bahwa pada kelompok ruang perawatan intensif usia terbanyak yaitu pada kelompok usia diatas 60 tahun sebanyak 11 orang (27,5%). Berdasarkan analisa statistik dijumpai perbedaan bermakna (p < 0.05) dalam hal distribusi umur subjek yang menggunakan kateter uretra kelompok ruang perawatan intensif.

(5)

317 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ……… 1.2 Kejadian ISK pada subjek

penelitian

Tabel 3. Kejadian ISK pada subjek kelompok ruang perawatan intensif Umur Perawatan intensif N % ISK 6 15% NON ISK 34 85% Total 40 100 X2= 1.867 p = 0.172

Pada tabel 3 ditunjukkan bahwa pada kelompok ruang perawatan intensif yang mengalami ISK hari keempat paska penggunaan kateter uretra ada sebanyak 6 orang (15%). Meskipun kelihatannya kejadian ISK pada kelompok ruang perawatan intensif, berdasarkan analisa statistik perbedaan ini tidak bermakna (p > 0.05).

1.3 Pola Kuman pada subjek penelitian Tabel 4. Pola kuman pada kelompok

ruang perawatan intensif Umur Perawatan intensif n % Staph epidermidis 2 33.3% Staph aureus 3 50% E coli 1 16.7% Enterobacter fruendii 0 0% Strep faecalis 0 0% Klebsiella oxytoca 0 0% Staph. aureus &

Pseudomonas 0 0%

Total 6 100

Pada tabel 4 ditunjukkan bahwa pada kelompok ruang perawatan intensif pola kuman pada penderita yang mengalami ISK akibat penggunaan kateter uretra adalah Staphylococcus epidermidis sebanyak 2 penderita (33.3%), Staphylococcus aureus sebanyak 3 penderita (50%) dan Escherichia coli sebanyak 1 penderita (16.7%). Dari tabel 4 diperlihatkan pada kelompok ruang perawatan intensif hanya 3 jenis spesies kuman. Pada kelompok ruang perawatan intensif tidak dijumpai spesies Enterobacter fruendii, Streptococcus faecalis, Klebsiella oxytoca dan pertumbuhan polimikrobial kuman Staphylococcus aureus dan Pseudomonas.

Pembahasan

Meskipun telah banyak penelitian tentang hubungan pemakaian kateter dengan terjadinya ISK nosokomial, ternyata terdapat perbedaan distribusi pola kuman penyebabnya dan berubah sesuai dengan waktu dan bervariasi dari suatu rumah sakit dan lokasi di suatu rumah sakit.

Pada tabel 5 dan 6 tampak berbagai variasi spesies kuman penyebab ISK yang dihubungkan dengan penggunaan kateter dimana penyebab terbanyak adalah Escherichia coli. Namun pada beberapa penelitian perbedaan lokasi di suatu rumah sakit memperlihatkan bahwa penyebab terbanyak ISK bukanlah Escherichia coli.

(6)

318 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ……… Tabel 5. Pola Kuman penyebab ISK yang berhubungan dengan penggunaan kateter

dari beberapa kepustakaan

Pada Penelitian Maki DG (2001) tampak kejadian ISK pada hari ke tujuh paska penggunaan kateter di ruang perawatan intensif terjadi Candidauria, begitu juga pada penelitian Laupland KB (2004) telah terjadi Candidauria pada hari ke tiga paska penggunaan kateter uretra. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan penggunaan antimikroba serta status imun penderita.

Pada penelitian ini ditemukan kuman penyebab ISK nosokomial terbanyak adalah oleh kuman Staphylococcus epidermidis, diikuti oleh Staphylococcus aureus. Hal ini berbeda dari beberapa penelitian lainnya dimana penyebab ISK terbanyak adalah oleh kuman Escherichia coli.

Meskipun Staphylococcus epidermidis yang merupakan flora normal pada kulit dan mukosa tergolong dalam

negative coagulase adalah penyebab ISK dalam persentasi kecil, tetapi dalam suatu kepustakaan disebutkan bahwa patogenitas kuman Staphylococcus epidermidis telah menjadi penyebab penting infeksi nasokomial pada tahun-tahun terakhir ini. Patogenitasnya terutama disebabkan kemampuannya membentuk formasi biofilm pada implantasi alat-alat medis seperti kateter vena sentral, kateter urin, protese katub jantung, alat-alat ortopedi dan lensa kontak. (Lin Su, 2006)

Pada penelitian ini memperlihatkan pada ruang perawatan intensif ditemukan 3 spesies kuman. Ditemukannya berbagai variasi spesies kuman penyebab ISK pada ruang perawatan intensif kemungkinan akibat perbedaan tempat dan perlakuan terhadap penderita. Mikroorganisme Maki DG (2001) Laupland KB (2004) Perawatan intensif (%) Non ICU (%) ICU (%) ICU & Non ICU (%) Pseudomonas aeruginosa 12 11 10 E. coli 26 18 23 16.7 Klebsiella sp 12 13 5 Enterobacter sp 3 Proteus sp 5 Acinetobacter sp - Citrobacter sp 1 Enterococcus sp 16 13 15 Staph. Aureus 1 50 Coagulase (-) Staph/ Staph.epidermidis 5 33.3 Streptococcus sp 1 Candida spp 9 25 29 Staph.aureus & Pseudomonas Lain-lain 3

(7)

319 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ……… Tabel 6. Kejadian ISK paska penggunaan kateter uretra dari beberapa penelitian

Mikroorganisme Sarim (1987) (%) Domingo KB (1998) (%) Furqan (2003) (%) Das RN (2006) (%) Pseudomonas aeruginosa 6.6 3.1 E. coli 20.9 22.3 42.42 48.4 Klebsiella sp 14.9 21.5 6.06 31.2 Enterobacter sp 13.4 5 Proteus sp 11.9 1.7 3.03 14 Acinetobacter sp 9.9 Citrobacter sp 3.03 Enterococcus sp 16.4 7.4 1.5 Staph. aureus 8.96 2.5 9.09 1.5 Coagulase (-) Staph 5.8 Streptococcus sp Candida spp 17.4 Lain-lain

Dari laporan penelitian Furqan (2003) disebutkan bahwa meskipun kuman penyebab bakteriuria akibat pemakaian kateter uretra disebabkan oleh E. coli, kemudian diikuti oleh Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Enterococcus sp dan Proteus sp, dari penelitian lain sebelumnya ada yang melaporkan kuman penyebab bakteriuria terbanyak bukan E. coli, ini mungkin disebabkan oleh perbedaan tempat dan perlakuan terhadap penderita misalnya penderita yang dirawat inap di rumah sakit penyebab bakteriuria sering oleh kuman nosokomial (Pseudomonas), sedangkan pada penderita rawat jalan sering oleh kuman E. coli.

Kejadian ISK akibat penggunaan kateter tetap dapat terjadi meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik. Namun perlu diperhatikan cara pengambilan sampel urin, tempat penyimpanan atau sarana transportasi atau faktor lainnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi.

Pada berbagai penelitian seperti yang terlihat pada tabel 5 dan 6 ditemukan berbagai variasi spesies kuman penyebab ISK nosokomial akibat penggunaan kateter uretra, terlihat juga tentang perubahan pola kuman dari suatu periode. Dapat disimpulkan bahwa pengawasan mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial pada suatu periode

memberikan informasi penting dalam pemberian anti mikroba di rumahsakit juga memberikan informasi kecenderungan lokal dan pergeseran penyebab dan resistensi obat-obat anti mikroba.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kejadian ISK hari ke empat paska penggunaan kateter uretra pada kelompok ruang perawatan intensif sebanyak 6 (15%) penderita.

2. Dijumpai 3 strain kuman penyebab ISK nosokomial pada kelompok ruang perawatan intensif.

3. Pola kuman pada urin penderita yang menggunakan kateter uretra pada ruang perawatan intensif di rumah sakit H. Adam Malik Medan yang terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis (35.2%), diikuti oleh Staphylococcus aureus (23.5%), Escherichia coli (17.7%),, Enterobacter fruendii, Streptococcus faecalis dan pertumbuhan kuman polimikrobial Staphylococcus aureus dan Pseudomonas masing-masing (5%)

4. Pada penelitian ini ditemukan penyebab ISK hari ke empat paska penggunaan kateter uretra yang terbanyak adalah kuman Staphylococcus epidermidis. Hal ini

(8)

320 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ………

berbeda dengan beberapa penelitian lainnya dimana penyebab ISK paska penggunaan kateter adalah kuman Escherichia coli.

Saran

1. Meskipun pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dan atraumatik resiko terjadinya ISK tetap ada. Oleh kerena itu penggunaan kateter harus benar-benar atas indikasi dan harus segera melepas kateter uretra apabila tidak diperlukan lagi.

2. Perlu dilakukan evaluasi terhadap penderita yang menggunakan kateter uretra terutama pada penggunaan yang lama, karena dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

Adukauskiene D, Cicinskaite I, Vitkauskiene A, Macas A, Tamosiunas R, Kinderyte A, (2006) “ Hospital-Acquired Urinary Tract Infections”, Medicina (Kaunas), 42 (12) : 957-64

Alvaren HF, Lim JA, Velmonte MA, Mendoza MT, (1993), “Urinary Tract Infection in Patients with Indwelling Catheter” Phillippine Journal Microbiology Infectious Disease, 22 (2) : 65-74

Bongard FS, Sue DY, (2002). Current : Critical Care Diagnosis and Treatment, 2nd ed., McGraw-Hill, Inc. United State of America; 417-8 Domingo KB, Mendoza TM, Torres TT,

(1999), “Catheter Related Urinary Tract Infections : Incidence, Risk Factors and Microbiologic Profile” Phillippine Journal Microbiology Infectious Disease, 28 (4) : 133-138 Furqan, (2003), “Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan Kateter Menetap: Pertama Kali dan Berulang”, Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran USU, Medan : 80-81

Harahap S, (1997), “Hubungan Infeksi Saluran Kemih Pra Bedah Dengan Insiden kebocoran Pada Prostatektomi Transvesikal”, Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran USU, Medan

Hsueh PR, Chen ML, Sun, Chen WH, Pan HJ,Yang LS, Chang SC, Ho SW, Lee CY, Hsieh WC, Luh KT, (2002) “Antimicrobial Drug Resistance in Pathogens Causing Nosocomial Infections at a University Hospital in Taiwan, 1981-1999” Emerging Infectious Disease, 8 (1) : 63 Janas dkk, (1992), “Infeksi Nosokomial

Saluran Kencing (INSK) di Rumahsakit Khusus Penyakit Menular”, Buletin Penelitian Kesehatan, Jakarta, 20 (2)

Kunin. CM, (2006)“Nosocomial Urinary Tract Infections And The Indwelling Catheter : What Is New And What Is True?”, Chestjournal, : 10-1 Lin S, Hualin L, Cuong V, Viveka V,

Jianping W, Yufeng Y, Michael O, Qian G, (2006), “Role of LuxS Quorum – Sensing System in Biofilm Formation and Virulence of Staphylococcus epidermidis”, Infection and Immunity, 74 (1) : 488-496

Maki DG, Tambyah PA , (2001), “ Engineering Out the Risk of Infection With Urinary Catheters”, Emerging Infectious Disease, 7 (2) : 1-2

Mangatas SM, Suwitra K, (2004) “Diagnosis Dan Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih Terkomplikasi”, Dexa Media, 17 (4) : 183-6

Marshal, (1996), “Perbandingan Jenis dan Sensitifitas Kuman Kandung Kemih Pada Penderita Dengan Transvesikal Prostatektomi dan Vesikolitotomi”, Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran USU, Medan

(9)

321 Hardy Hasibuan : Pola Kuman pada Urin Penderita yang Menggunakan ……… Nichols RL, (1995), Buku Ajar Bedah :

“Infeksi Bedah dan Pemilihan Antibiotik” Editor Sabiston D.C, Terjemahan: Andrianto P dan Timan, EGC, Jakarta: 206-207 Nicolle LE, (2001) “Urinary Tract

Pathogens in Complicated Infection and in Elderly Individuals”, The Journal of Infectious Disease, 183 (suppl 1) : S5-8

Purnomo. BB, (2003), Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua, CV Sagung Seto, Jakarta

Sarim ES, (1987), “Usaha Menurunkan Angka Bakteriuria Setelah Pemasangan Kateter Uretra Menetap dan Perawatan Terbuka Dengan Pemakaian Salep Povidone Iodine” UPF Ilmu Bedah FK UNPAD / RS Hasan Sadikin, Bandung.

Schaeffer AJ, (1998) “Infections Of The Urinary Tract, in “Campbell’s Urology” 7th ed. Vol 1, W.B Saunders Company, Philadelpia : 533-550

Sinaga UM, Sitohang R, (1996), “The Current Status of Prostatitis in Medan Indonesia” 6th Bayer Simposium of Tractus Urinary Infection, Shin Yokohama, Japan. Tenke P, Kovacs B, Jackel M, Nagy E,

(2006), “The Role of Biofilm Infection In Urology”, World Journal of Urology, 24 : 13-20

Topal J, Conklin J, Camp K, (2005), “Prevention of Nosocomial Catheter Associated Urinary Tract Infections Through Computerized Feedback to Physicians and a Nurse-Directed Protocol”, American Journal of Medical Quality, 20 (3) : 121-2 Wilson. JD, Braunwald E, Isselbacher KJ,

Petersdorf RG, Martin JB, Fauci AS, Root RK, (1991), Harrison’s : Principles of Internal Medicine, 12th ed.Vol 2, ; McGraw-Hill, Inc. Spanish : 469

Wilson. WR, Drew WL, Henry NK, Sande HA, Relman DA, Steckelberg, Gerberding JL, (2001), Current : Diagnosis & Treatment in Infectious Disease, McGraw-Hill, Inc. United State of America : 228-9

Gambar

Tabel 1.   Distribusi  jenis  kelamin  subjek  penelitian  untuk  kelompok  ruang  perawatan  intensif
Tabel 3.   Kejadian  ISK  pada  subjek  kelompok  ruang  perawatan  intensif  Umur  Perawatan intensif  N  %  ISK  6  15%  NON ISK  34  85%  Total  40  100  X 2 =  1.867        p = 0.172
Tabel 5.  Pola Kuman penyebab ISK yang berhubungan dengan penggunaan kateter  dari beberapa kepustakaan
Tabel 6. Kejadian ISK paska penggunaan kateter uretra dari beberapa penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dampak yang terjadi berupa degradasi lahan yaitu penurunan kualitas fisik lahan sebagai akibat adanya penggunaan lahan tidak sesuai dengan kondisi fisik lahannya

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang talh memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

hasil perhitungan uji Effect Size diketahui besarnya pengaruh sebesar yang termasuk dalam kriteria tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 103 Jakarta

anti korupsi dan nilai karakter kepada siswa yaitu melalui pembelajaran. Upaya yang dilakukan dalam hal ini yaitu dengan menggunakan media pembelajaran permainan

2.7 Dampak Positif Gunungapi Terhadap Kehidupan dan Lingkungan Sudah dijelaskan bahwa gunungapi membentuk suatu kerucut raksasa yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim

Bahan hasil olahan pangan adalah bahan makanan yang sudah diolah menjadi makanan yang siap saji atau siap untuk dimakan , dalam menyediakan atau membuat olahan

Pengambilan keputusan untuk menyatakan signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai

Tidak adanya iklan korporat yang dapat menggambarkan kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan superindo karena iklan korporat memiliki tujuan untuk