• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Kehati-hatian dalam Program Kredit Usaha Rakyat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prinsip Kehati-hatian dalam Program Kredit Usaha Rakyat"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA 1.Buku

Al Qur’an dan Terjemahnya hadiah dari Khadim al Haramain asy Syarifain, Fahd ibn ‘Abd al ‘Aziz Al Sa’ud, Madinah, Saudi Arabia, 1990

Ahmad, Khursid, Studies in Islamic Economics, United Kingdom: The Islamic Foundation, 1981.

Al Jaziri, Abdurrahman Al Fiqh Alaa al Madzahibul Arba’ah, Lebanon:Darul Fikri, 1994.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

An-Nabhaniy,T. An-Nizham Al-lqtishadi Fil Islam. Beirut: Darul Ummah, 1990. Antonio, M. Syafei, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia

Institute dan BI, 1999.

Az is, M. Amin, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Buku Kesatu, Jakarta: Penerbit Bangkit, 1992.

Chapra, Umer M, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam The Future of Economics : An Ismaic Perspective, Jakarta: Gema Insani, 2001

Dewan Syari'ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah, Ed. 1, Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syari'ah Nasional-MUI dengan Bank Indinesia, 2001.

Dimyati, Ahmad dkk, Islam dan Koperasi, Telaah Peran Serta Umat Islam dalam Pengembangan Koperasi, Jakarta : Koperasi Jasa Indonesia, 1989. Echols, John M dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:PT.

Gramedia, 1995.

Edilius, dan Sudarsono, Koperasi dalam Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993.

(2)

Hadhikusuma, R. T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Hasan, Asnawi, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swason,, Jakarta : UI Press, 1987.

Husaini, S. Waqar Ahmed. Islamic Sciences. New Delhi : Goodwork Book, 2002. Ibnu Khalil, Atha`,Taisir Al-Wushul Ila Al-Ushul. Beirut: Darul Ummahal, 2000. Janwari, Yadi, Lembaga-lembaga Perekonomian Syariah, Bandung: Pustaka

Mulia dan Fakultas Syariah IAIN SGD, 2000.

Lubis, Indra Jaya Tinjauan Mengenai Konsepsi Akuntansi Bank Syariah, Disampaikan pada Pelatihan-Praktek Akuntansi Bank Syariah BEMJ-Ekonomi Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2001.

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Syariah, ter. Ikhwan AbidinBisri, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Makhalul, Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Jakarta: UU Press, 2002.

Menteri Agama RI, Al-Hakim (Al-Qur`an dan Terjemahan), Semarang: Asy-Syifa’, 1998.

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002. Pass, Cristopher dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Erlangga,

1994.

Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Pedoman Cara Pembentukan BMT, Jakarta : PINBUK, tt.

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Syariah, ter. Nastangin dan Soeroyo, Jilid I, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil, Yogyakarta: UU Press, 2004.

(3)

Sarkaniputra, Murasa, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003.

Sudarsono, Heri, Konsep Ekonomi Syariah: Suatu Pengantar Yogyakarta: EKONSIA, 2002.

Sudewo, Eri, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Mizan, 1999.

Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, Jakarta: Djambatan, 2001.

W, Andjar Pachta, dan Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidian dan Modal Usaha, Jakarta: Kencana, 2005.

Zallum, A.Q. Al-Amwal fi Daulah Al Khilafahal. Beirut : Darul llmu lil Malayiin atau Zallum, Abdul Qadim. 2001. Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya. Bogor : Pustaka Thariqul Izzahal.

2. Artikel dan Jurnal

- Jurnal Reformasi Hukum Vol V No. 2 Uli Deember oleh Azhar Usman dalam Jurnal “Perlindungan Hukum dalam PenempatanTenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri”. Jurnal Mimbar Hukum Universitas Islam Jakarta.

- M. Akhyar Adnan, “Beberapa Issue di Sekitar Pengembangan Lembaga Keungan Berdasarkan Syariah”. Makalah disajikan dalam Seminar dan Talkshow Peran Ulama dalam Sosialisasi dan Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah, diselenggarakan oleh ASBISINDO wilayah Jateng- DIY 1999.

- Syamsul Falah, “ Pola Bagi Hasil pada Perbankan Syariah”. Makalah disampaikan pada Seminar Ekonomi Islam di Jakarta, 20 Agustus 2003.

3. Internet

Akmal Yahya, Profit Distribution. http//www.ifibank.go.id. Diakses tanggal 9 Juni 2010.

Diakses tanggal 18 Juni 2010.

(4)

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/15979C52-188F-461C-9AAA-7AB644541394/3016/ bempvol2no1jun99.pdf. Diakses tanggal 5 Agustus 2010.

http://www.koperasisyariah.com/telaah-badan-hukum-koperasi-untuk-bmt/. Diakses tanggal 18 Juni 2010.

http://tanbihun.com/kajian/analisis/prinsip-prinsip-ekonomi-islam/#_ftnref10. Diakses tanggal 9 Juni 2010.

http://nani3.wordpress.com/2008/02/04/koperasi-masjid-sistem-ekonomi-syariah/. Diakses tanggal 9 Juni 2010.

http://bmt-syariahal.blogspot.com/2009/11/perkembangan-koperasi-syariahal.html. Diakses tanggal 9 Juni 2010.

http://edisi03.blogspot.com/2008/08/kjks-dan-ujks.html. Diakses tangga l 2 Oktober 2010.

http://ekuintekdpp.multiply.com/journal/item/1. Diakses tanggal 30 Oktober 2010. http://bmt-syariah.blogspot.com/2009/11/penyaluran-dana.html. Diakses tanggal 2

Oktober 2010.

http://ekuintekdpp.multiply.com/journal/item/1. Diakses tanggal 30 Oktober 2010.

4.Peraturan Perundang-undangan

- Undang-undang Nomor 25 TAaahun 1992 tentang Koperasi.

- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 1994 tentang Kelembagaan Koperasi.

- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi.

(5)

- Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

- Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor 35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.

(6)

BAB III

PENGATURAN KOPERASI SYARIAH DI INDONESIA C. Sejarah Koperasi Syariah

Koperasi Syari'ah mulai diperbincangkan banyak orang ketika menyikapi pertumbuhan Baitul Maal Wattamwil di Indonesia semakin marak. Baitul Maal Wattamwil yang dikenal dengan sebutan BMT yang dimotori pertama kalinya oleh BMT Bina Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta, ternyata mampu memberi warna bagi perekonomian kalangan akar rumput yakni para pengusaha gurem disektor informal.60

BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama yaitu dari anggota oleh anggota untuk anggota maka berdasarkan Undang-undang RI Nomor 25 tahun 1992 tersebut berhak menggunakan badan hukum koperasi, dimana letak perbedaannya dengan koperasi non Syari'ah hanya terletak pada teknis operasionalnya yang berlandaskan Syari'ah seperti non bunga dan etika moral dengan melihat kaidah halal dan haram dalam melakukan usahanya.

Kendati awalnya hanya merupakan Kelompok Swadaya Masyarakat Syari'ah namun demikian memiliki kinerja layaknya sebuah Bank. Diklasifikasinya BMT sebagai KSM guna menghindari jeratan hukum sebagai bank gelap dan adanya Program Hubungan Bank dan KSM (PHBK), yakni adanya Pola Hubungan kerja sama antara Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat. Program ini merupakan hasil kerjasama Bank Indonesia dengan LSM Jerman GTZ.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan distribusi dalam bentuk kredit harus berbentuk Bank (Pasal 26). Maka munculah beberapa LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang memayungi KSM BMT. LPSM tersebut antara lain: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) sebagai penggagas awal, PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil ) dan Forum Ekonoim Syariah (FES) Dompet Dhuafa Republika.

Jika melihat Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasan pasal ini menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat sangat diutamakan bukan kemakmuran orang perseorang dan bentuk usaha seperti itu yang tepat adalah Koperasi. Atas dasar pertimbangan itu maka disahkan Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 1992 pada tanggal 12 Oktober 1992 tentang Koperasi oleh Presiden Soeharto.

61

Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa koperasi syari'ah adalah usaha ekonomi yang terorganisir secara mantap, demokratis, otonom partisipatif, dan berwatak sosial yang operasionalnya menggunakan

prinsip-60

http://bmt-syariahal.blogspot.com/2009/11/perkembangan-koperasi-syariahal.html. Diakses tanggal 9 Juni 2010.

(7)

prinsip yang mengusung etika moral dan berusaha dengan memperhatikan halal atau haramya sebuah usaha yang dijalankan sebagaimana diajarkam dalam Agama Islam.

BMT-BMT yang tergabung dalam Forum Komunikasi BMT Sejabotabek sejak tahun 1995 dalam setiap pertemuannya, berupaya menggagas sebuah payung hukum bagi anggotanya, maka tercetuslah ide pendirian BMT dengan badan hukum Koperasi, kendati badan hukum Koperasi yang dikenakan masih menggunakan jenis Badan Hukum Koperasi Karyawan Yayasan, namun pada tahun 1998 dari hasil beberapa pertemuan BMT-BMT yang berbadan hukum koperasi yayasan tersebut maka dicetuskan pula pendirian sebuah koperasi sekunder yakni Koperasi Syari’ah Indonesia (KOSINDO) pada tahun 1998, sebuah koperasi sekunder dengan Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor. 028/BH/M.I/XI/1998. ysng diketuai DR, H. Ahmat Hatta, MA. Selain KOSINDO berdiri pula INKOPSYAH (Induk Koperasi Syari’ah) yang diprakarsai oleh PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). ICMI, KOFESMID yang didirikan oleh Dompet Dhuafa.62

Badan hukum Koperasi Syari'ah dianggap sah setelah Akta pendiriannya dikeluarkan Notaris yang ditunjuk dan disahkan oleh pemerintah melalui Kandep Koperasi untuk keanggotaannya wilayah Kabupaten/Kodya, sedangkan untuk ke anggotaannya meliputi propinsi harus dibuat di Kanwil Koperasi propinsi yang bersangkutan.

Berangkat dari kebijakan pengelolaan BMT yang memfokuskan anggotanya pada sektor keuangan dalam hal penghimpunan dana dan pendayagunaan dana tersebut maka bentuk yang idealnya adalah Koperasi Simpan Pinjam Syari'ah yang selanjutnya disebut KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah) sebagaimana Keputusan Menteri Koperasi RI No. 91 /Kep/M.KUKM/ IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah.

Namun demikian, jika melihat dari banyaknya akad-akad muamalat yang ada, tidak menutup kemungkinan Koperasi Syari’ah dapat berbentuk Koperasi Serba Usaha (KSU). Khususnya jika ditinjau dari akad jasa persewaan, gadai dan jual beli secara tunai (Bai’ Al-Musawamah) Sehingga dapat dikatakan KSU Syari’ah. Disisi lain kegiatan usaha pembiayaan anggota dalam bentuk tidak tunai dapat dikatagorikan sebagai Unit Simpan pinjam (USP) atau Unit Jasa Keuangan Syari’ah dari KSU Syari’ah tersebut.

63

D. Peraturan Koperasi Syariah di Indonesia

Pemerintah sebagai bagian dari kementerian koperasi UKM melihat butuhnya peraturan yang dapat mendukung koperasi syariah di negara yang dominan muslim ini. Pemerintah merasa perlu mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai koperasi syariah ini agar koperasi syariah memiliki legalisasi yang jelas

62 Ibid 63

(8)

sehingga dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan praktek-praktek perkoperasian yang berlandaskan prinsip syariah.

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal pada umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Dr. Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.64

1. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi.

Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut:

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan Koperasi.

3. Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 1995 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi.

4. Instruksi Presiden (Inpres) No.18 Tahun 1998, tentang Penghimpunan Kelembagaan Koperasi.

5. Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor 91/Kep/M. KUKM/IX/2004 tetang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

6. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi.

64

(9)

7. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.

Adapun secara yuridis, koperasi syariah di Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara khusus mengenai koperasi syariah di Indonesia dalam bentuk Undang-undang. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi sama sekali tidak ada mengatur ataupun menyinggung mengenai keberadaan koperasi syariah ini. Namun demikian, dalam prakteknya, berdasarkan peraturan-peraturan yang muncul dan kedudukannya berada di bawah undang-undang, yakni Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, koperasi syariah banyak yang berdiri dan beroperasi selayaknya lembaga koperasi namun dengan dilandaskan prinsip-prinsip syariah.

Selain itu, koperasi syariah juga diatur dalam Keputusan Menteri Koperasi RI No. 91 /Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Peraturan atau keputusan menteri mengenai koperasi syariah hanya merupakan peraturan operasional, sedangkan payung hukumnya sendiri dalam bentuk undang-undang belum ada.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa di dalam peraturan perundang-undangan tidak ada yang mengatur secara khusus tentang keberadaan koperasi syariah ini di Indonesia, dan saat ini telah muncul wacana untuk memasukkan pengaturan koperasi syariah dalam perubahan undang-undang koperasi yang masih dalam proses perubahan. Namun demikian, dengan adanya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 yang menjadi landasan hukum koperasi serta didukung oleh peraturan maupun keputusan menteri yang mengatur tentang petunjuk operasional koperasi syariah, tentunya hal ini sudah merupakan suatu landasan hukum yang cukup kuat bagi keberadaan koperasi syariah di Indonesia, sebab peraturan ataupun keputusan menteri juga merupakan derivasi dari undang-undang dan merupakan bagian dari peraturan perundang-undang-undang-undangan yang memiliki kekuatan hukum mengikat dalam ruang lingkup nasional.

E. Mekanisme Pendirian Koperasi Syariah

Koperasi syariah pada dasarnya adalah badan usaha yang berbentuk koperasi. Oleh karena itu, mekanisme pendirian koperasi syariah tidak berbeda dengan pendirian koperasi pada umumnya.

Mekanisme pendirian koperasi syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:65 1. Fase pembentukan/pendirian

65

(10)

Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan suatu bentuk perhimpunan orang-orang dan/atau badan hukum koperasi syariah dengan kepentingan yang sama.

Oleh karena koperasi syariah ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara bergotong royong, maka prosedur atau persyaratan pendiriannyapun diusahakan sesederhana mungkin, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relatif kecil, dan tanpa dipungut biaya yang tinggi.

Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang dalam undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain adalah sebagai berikut:

b. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi syariah harus mempunyai kepentingan ekonomi yang sama

c. Orang-orang yang mendirikan koperasi syariah harus mempunyai tujuan yang sama

d. Harus memenuhi syarat jumlah mínimum anggota, seperti telah ditentukan oleh pemerintah.

e. Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan oleh pemerintah

f. Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi syariah.

(11)

Dalam hal penamaan koperasi syariah yang telah disahkan, maka nama lembaga yang disahkan mengikuti kata “koperasi syariah”. Artinya nama berada di belakang kata “koperasi syariah”. Misalnya nama koperasi syariahnya adalah “X”, maka disebut dengan “Koperasi Syariah X”.

Berdirinya koperasi syariah juga ditandai dengan adanya modal pokok (simpanan pokok) anggota pendiri. Sedikitnya ada tiga alasan koperasi syariah membutuhkan modal, antara lain:66

2. Fase pengesahan

Pertama, untuk membiayai proses pendirian sebuah koperasi atau disebut biaya pra-organisasi untuk keperluan: pembuatan akta pendirian atau anggaran dasar, membayar biaya administrasi pengurusan izin yang diperlukan, sewa tempat bekerja, ongkos transportasi, dan lain-lain.

Kedua, untuk membeli barang-barang modal. Seperti antara lain membayar kompensasi tempat usaha baik berupa lahan ataupun bangunan, mesin-mesin, alat-alat industri atau produksi, dan lain kebutuhan jangka panjang sesuai dengan jenis usaha koperasi. Barang-barang modal ini dalam perhitungan perusahaan digolongkan menjadi harta tetap (fixed assets) atau barang modal jangka panjang. Jenis dan nilainya juga berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pokok dari koperasi yang bersangkutan.

Ketiga, untuk modal kerja. Modal kerja biasanya digunakan untuk membiayai operasional koperasi dalam menjalankan usahanya, termasuk dalam koperasi syariah, antara lain biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah, gaji, sewa tempat, listrik, transportasi, bahan baku, alat-alat tulis, dan lain-lain.

Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus koperasi syariah (juga merupakan pendiri) secara tertulis tersebut, maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan tersebut diterima atau tidak.

Jika permohonan pengesahan ini ditolak, alasan-alasan penolakan diberitahukan secara tertulis kepada para pendiri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para pendiri/ pengurus dapat mengajukan permohonan ulang paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut.

Namun jika permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat itu koperasi syariah berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan diumumkannya akta pendirian koperasi syariah tersebut (yang di dalamnya termuat pula anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Koperasi yang melaksanakan usaha jasa keuangan syariah dan telah mendapatkan pengesahan akta pendirian atau pengesahan perubahan anggaran

66

(12)

dasar, wajib menggunakan nama Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Unit Jasa Keuangan Syariah pada papan nama, stempel serta kop surat yang digunakan dalam melakukan usahanya.

Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka secara hukum, koperasi syariah tersebut telah diakui keberadaannya seperti orang (person) yang mempunyai kecakapan untuk bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya, sehingga dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah juga merupakan subjek hukum.

Namun demikian, sebagai suatu subyek hukum, koperasi syariah adalah merupakan subjek hukum abstrak, yang keberadaannya atas rekayasa manusia untuk memenuhi kebutuhan ekonomisnya. Karena merupakan subjek hukum abstrak, maka di dalam menjalankan/ melakukan perbuatan-perbuatan hukum, koperasi syariah diwakili oleh perangkat organisasi yang ada padanya dalam hal ini adalah pengurus.

Adapun organisasi Koperasi Syari’ah pada umumnya adalah sebagai berikut:67

1. Rapat anggota

Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Dalam rapat anggota biasanya yang dilakukan adalah menetapkan anggaran dasar dan rumah tangga, memilih, mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas, menentukan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemenusaha serta permodalan koperasi. Selain itu rapat anggota juga berfungsi untuk menetapkan rencana kerja, rencana anggaran dan pendapata belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan. Mengesahkan laporan pertanggungjawaban pengurus, pembagian sisa hasil usaha, dan penggabungan, peleburan, ataupun pembubaran koperasi.

2. Dewan Pengawas Syariah

Posisi Dewan Pengawas Syariah dalam Organisasi Sejajar dengan Pengawas. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang dibentuk untuk melakukan fungsi pengawasan kesyariahan. Oleh karena itu badan ini bekerja sesuai dengan pedomanpedoman yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia, dalam hal ini Dewan Syariah Nasional (DSN). Dewan pengawas syariah berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap keseluruhan aspek organisasi dan usaha KJKS atau UJKS Koperasi sehingga benar-benar sesuai dengan prinsip syariah Islam.

3. Pengurus

Pengurus dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota, dan masa jabatannya adalah tiga tahun. Pengurus koperasi biasanya berjumlah ganjil, 67

(13)

hal ini untuk mempermudah pengambilan keputusan pada saat musyawarah. Pada Koperasi Syari’ah umumnya pengurus berjumlah tiga orang yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Tugas para pengurus secara umum adalah mengendalikan dan menyelenggarakan usaha koperasi.

4. Manajer KJKS dan UJKS Koperasi

Posisi manajer ada di bawah Badan Pengurus; membawahi langsung Kepala Bagian (Kabag.) Operasional, Kabag. Pemasaran dan Pengawasan Internal.

Manajer merupakan pengelola koperasi dan merupakan bagian penting di koperasi, karena pengelola koperasi membantu para pengurus dalam hal menjalankan usaha yang ada di koperasi. Pengelola koperasi diangkat dan diberhentikan oleh pengurus koperasi oleh karenanya pertanggungjawabannya juga kepada pengurus koperasi bukan kepada rapat anggota.

Fungsi manajer adalah:

a. Memimpin Usaha KJKS atau UJKS Koperasi di wilayah kerjanya sesuai dengan tujuan dan kebijakan umum yangtelah ditentukan KJKS atau UJKS Koperasi.

b. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan danadari anggota dan lainnya serta penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utamatersebut dalam upaya mencapai target.

c. Melindungi dan menjaga asset perusahaan yang berada dalam tanggung jawabnya.

(14)

e. Membina hubungan kerjasama eksternal dan internal, baik dengan para pembina koperasi setempat, badan usaha lainnya (Dep Kop UKM, INKOPSYAH, Dinas Pasar, Perusahaan Pengelola Pasar dan lain-lain) maupun secara internal dengan seluruh aparat pelaksana, demi

meningkatkan produktifitas usaha.

5. Pengawasan Internal

(15)

BAB IV

KEBERADAAN KOPERASI SYARIAH SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN MODERN DI INDONESIA

A. Lembaga Baitul Maal wat Tamwil

1. Pengertian BMT

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Salah satu wujud dari pesatnya perkembangan ekonomi syariah adalah dengan berkembangnya perbankan yang berdasarkan syariah. Kemunculan perbankan syariah semakin menguat tatkala dalam kondisi krisis ekonomi perbankan konvensional mengenai keterpurukan sementara perbankan syariah tetap bertahan.68

Sehatnya perekonomian suatu bangsa ditandai dengan majunya ekonomi rakyat yang sebagian besar adalah pengusaha kecil. Hampir semua pengusaha kecil adalah beragama Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya bank syariah mengurus pengusaha kecil dan menengah ini dengan serius, agar dampaknya dirasakan langsung oleh rakyat. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat link (jaringan) antara bank-bank umum syariah atau unit usaha syariah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT-BMT). Di sinilah letak pentingnya jiwa dan semangat dari ayat Al Qur'an yang menyuruh untuk tolong menolong dalam kebaikan. Memang harus diakui, bahwa sulit bagi bank umum untuk mengurus pengusaha-pengusaha kecil yang banyak, karena terlalu mahal bagi bank umum untuk menjangkaunya, mengingat penyebarannya yang sangat luas hingga ke berbagai pelosok Indonesia. Oleh karena itu Bank BPRS masih juga merasa mahal, maka dapat diberikan BMT-MBT untuk mengurusnya.69

Pada sisi kelemahannya, BMT memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi berwawasan syariah, BMT merupakan lembaga keuangan yang berpedoman Al Qur’an dan Hadist, berbasis kerakyatan dengan pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta langsung bersinggungan dengan masyarakat di perkampungan dan desa-desa, sehingga dapat mengentaskan kemiskinan dengan pengembangan kewirausahaan dan pelayanannya yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan membuat BMT cepat populer. Namun realitas keberadaannya ini masih belum selaras dengan tatanan hukum yang ada. Masalah utamanya adalah faktor kelembagaan yang sering menjadi kendala, belum diatur secara Sebagai lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari masyrakat, namun secara yuridis bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal 16 (1) bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum atau BPR.

68

Wawan Andy dkk, Prospek Bank Syariah, Pasca Fatwa MUI, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005), hal. 39.

69

(16)

spesifik sampai saat ini menyatakan dirinya sebagai koperasi artinya secara Badan Hukum tunduk pada Undang-undang Perkoperasian. Sebagai koperasi simpan pinjam harus mampu memenuhi persyaratan legalitas sebagai koperasi seperti anggaran dasar, keanggataan, permodalan, tata organisasi, dan cara kerja lainnya.70

Menurut Karnaen A. Perwataatmadja Baitul Mat Wal Tamwil dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau koperasi.71 Sedangkan menurut RT Sutaniya Raharja Hadikusumo, koperasi merupakan suatu kumpulan/organisasi ekonomi yang beranggotakan orangorang/ badan-badan yang memberi kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota. Menurut Peraturan yang ada dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. 72

Baitul Maal wat Tamwil melaksanakan dua macam kegiatan yakni kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama dan kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang. Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat sosial. Sedangkan Baiul Tamwil adalah lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, penghimpunan dana di peroleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan dan investasi serta mengembangkan usaha-usaha produktif untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil berdasarkan prinsip syari’ah, sedangkan Sumber dana tersebut di peroleh dari hasil zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS). Dana tersebut diberikan kepada mustahiq, yaitu; Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqob, Ghorim, Jihad Fi Sabilillah dan Ibnu Sabil.

Landasan hukum koperasi adalah Undang-undang No 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian yang diganti dengan UU No. 25 tahun 1992 tentang koperasi.

73

2. Visi Dan Misi dan Tujuan Baitul Maal wat Tamwil

70

Ahmad Sumiyanto, Ibid, hal. 16 71

Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. (Depok: Usaha Kami, 1996), hal. 216.

72

RT. Sutantya Raharja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hal. 4.

73

(17)

Visi Baitul Maal wat Tamwil harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan Baitul Maal wat Tamwil menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil-pengabdi kepada Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.74

Misi Baitul Maal wat Tamwil adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran dan berkemajuan serta makmur dan maju berkeadilan berlandaskan syari`ah dan ridho Allah SWT.

Titik tekan perumusan visi Baitul Maal wat Tamwil adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Ibadah harus dipahami dalam arti yang luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan seperti sholat misalnya, tetapi lebih luas mencakup segala aspek kehidupan, sehingga setiap kegiatan Baitul Maal wat Tamwil harus berorientasi pada upaya mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur.

Masing-masing Baitul Maal wat Tamwil dapat saja merumuskan visinya sendiri. Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya serta para pendirinya. Namun prinsip perumusan visi harus sama dan tetap di pegang teguh. Karena visi sifatnya jangka panjang, maka perumusannya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pendirian tidak dapat begitu saja mengabaikan aspek ini.

75

74

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UU Press, 2004), hal. 127

75

Ibid, hal. 128.

(18)

Pada masa ini kehidup an umat (Islam dan non Islam) dapat berjalan secara damai. Kehidupan ekonominya dapat berkembang. Zakat yang menjadi kewajiban umat Islam yang menjadi beban warga non Muslim dapat berjalan dengan baik. Pendistribusian keuangan Negara dapat dilaksanakan secara merata dan adil.

Didirikannya Baitul Maal wat Tamwil bertujuan; meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian di atas dapat dipahami bahwa Baitul Maal wat Tamwil berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat.

Anggota harus diberdayakan (empowering ) supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada Baitul Maal wat Tamwil. Dengan menjadi anggota Baitul Maal wat Tamwil, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya. Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, Baitul Maal wat Tamwil harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul dari pembiayaan.

Untuk mempermudah pendampingan, pendekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha yang sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga Baitul Maal wat Tamwil dengan mudah melakukan pendampingan. Di bawah ini tujuan Baitul Maal wat Tamwil, diantaranya sebagai berikut:76

a. Meningkatkan produktifitas usaha dengan memberi pembiayaan kepada para pengusaha kecil yang membutuhkan dana serta meningkatkan

76

(19)

kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, di samping meningkatkan kesempatan bekerja dan meningkatkan penghasilan umat Islam.

b. Menghasilkan dan mengembangkan ekonomi umat khususnya para pengusaha kecil dan para pedagang kaki lima dari cengkeraman bunga yang rentainer serta menghimpun dana umat Islam yang selama ini enggan menyimpan dana di bank atau di lembaga keuangan yang masih menggunakan bunga.

3. Azas Dan Landasan Baitul Maal wat Tamwil

Baitul Maal wat Tamwil berazaskan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syari`ah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/ koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.

Dengan demikian keberadaan Baitul Maal wat Tamwil menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syari`ah, Baitul Maal wat Tamwil harus berpegang teguh pada prinsip syari`ah. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akherat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama.

(20)

dan lain sebagainya.77

“Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqob, Ghorim, Jihad Fi Sabilillah dan Ibnu Sabil, sebagai ketentuan yang diwajibkan oleh Allah SWT ; Dan Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Pada mulanya zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS) diberikan secara langsung dari muzakki (pembayar zakat) kepada mustahiq (penerima zakat). Padahal Al-Qur’an mengisyaratkan dibentuknya “amil zakat”, yang tercantum dalam surat At-Taubah ayat 60:

78

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah SWT. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah SWT, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang menggandakan (pahalanya)”.

Oleh karena itu dibentuklah lembaga baitul maal oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adapun dasar baitul tamwil adalah didasarkan kepada suatu usaha untuk menghindari terjadinya praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur riba. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar Rum ayat 39:

79

“Dari Abu Hurairah r.a. berkata; Rasulullah SAW bersabda, emas dengan emas yang sama timbangannya dan yang sama jenisnya, perak dengan perak yang sama timbangannya dan yang sama jenisnya. Barang siapa yang melebihkannya meminta tambahan, maka itu adalah riba”. (HR. Muslim).

Sedangkan menurut hadits yang menerangkan tentang larangan riba dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim:

80

Berkaitan dengan landasan hukum BMT, tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang keberadaan BMT di Indonesia. Saat ini BMT mengambil bentuk hukum koperasi sebagai payung hukumnya. BMT mengambil bentuk hukum koperasi adalah menurut Prakarsa sendiri, yaitu karena desakan kebutuhan praktis yaitu untuk memperoleh payung hukum, dan bukan karena adanya dasar hukum yang menentukan atau mengharuskannya

77

Ibid, hal. 129. 78

Menteri Agama RI, Al-Hakim (Al-Qur`an dan Terjemahan), (Semarang: Asy-Syifa’: 1998) hal. 156

79

Ibid, hal. 326. 80

(21)

demikian, sebab dasar peraturan tentang BMT memang belum ada,81 maka diperlukan kebijakan tepat bagi BMT demi kepastian hukum sebagai landasan peraturan hukum yang kokoh dan memperkuat kedudukan hukum serta jaminan perlindungan dalam pengembangan usahanya sebagai kelompok kecil yang tumbuh dari bawah dengan pesat sebagai lembaga ekonomi rakyat, guna memberikan rasa aman kepada para pihak yang terkait di dalamnya sehingga kepercayaan masyarakat dapat terjaga dan terindikasi tumbuh dan berkembang BMT bisa lebih jauh lagi. Jadi segala upaya untuk menjamin kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada pihak terkait di sebut perlindungan hukum.82

Dilihat dari kesesuian prinsip koperasi dalam Islam dan hukum kebolehan koperasi dalam Islam, maka koperasi adalah sebuah lembaga yang dapat diterapkan untuk BMT. Kebolehan ini juga didasarkan pada relevansi konsep antara koperasi dan BMT yang dapat dilihat dari pertama, latar belakang dan sejarah kelahiran kedua lembaga ini adalah sama-sama dalam rangka memperjuangkan kepentingan rakyat golongan bawah sebagai reaksi terhadap sistem ekonomi yang berlaku pada waktu itu. Koperasi lahir sebagai sarana dan protes atas sistem ekonomi kapitalis yang menindas dan mengakibatkan penderitaan pada rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.

81

M. Muhtarom, Problema Yuridis Lembaga Keuangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam Perspektif Sistem Hukum Lembaga Keuangan di Indonesia. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Hukum Minat Utama Hukum Bisnis Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2004. hal. 78.

82

(22)

Begitu juga BMT yang lahir karena keberadaan perbankan syariah yang belum dapat menjangkau masyarakat golongan ekonomi bawah. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala, diantaranya peraturan perundang-undangan, perizinan yang rumit dan lama serta mobilisasi dana yang sulit. BMT lahir sebagai alternatif untuk mengatasi keadaan ini.83

Keempat, adanya kesamaan tujuan pada kedua lembaga tersebut. Tujuan yang terkandung adalah sama-sama berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terutama bagi golongan masyarakat kecil dalam rangka mengentaskan kemiskinan bagi perbaikan Kedua, dengan mengacu pada pengertian yang dikandung keduanya dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga ini sama-sama mengandung dua unsur. Unsur tersebut adalah unsur ekonomi dan unsur sosial yang saling berkaitan. Ini merupakan bukti bahwa kedua lembaga ini tidak hanya bergerak di bidang bisnis namun aspek sosialnya juga tidak dilupakan.

Ketiga, relevansi ini juga dilihat melalui prinsip-prinsip dasar yang dikandung oleh kedua konsep ini. Dalam prinsip-prinsip dasar keduanya ditemukan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan. Pada intinya kedua lembaga ini berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pengelolaan yang sarat dengan nilai-nilai etik dan moral yang tinggi. Yang ini juga akan membedakan kedua lembaga ini dengan bentuk-bentuk usaha ekonomi lainnya.

(23)

ekonomi rakyat.

Kelima, berdasarkan pada fungsi dan peranan dari koperasi dan BMT terlihat bahwa keduanya mempunyai dua fungsi. Fungsi tersebut adalah fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang saling berkaitan. Sedangkan peranan kedua lembaga tersebut adalah sebagai motor penggerak perekonomian dengan mengembangkan dan membangun potensi serta kemampuan masyarakat lapisan bawah untuk mencapai perekonomian yang lebih baik. Bahkan koperasi dijadikan soko guru bagi perekonomian nasional.

Keenam, jika mengacu pada konsep mekanisme kerja antara koperasi dan BMT, akan ditemukan bahwa kedua lembaga ini diusahakan untuk bergerak pada tiga sektor, yaitu sektor jasa keuangan melalui simpan pinjam, sektor sosial dan sektor riil.21 Selain itu dalam alat kelengkapan organisasi koperasi dan BMT ditemukan adanya Dewan Pengawas. Dewan pengawas itu bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi kedua lembaga itu. Tujuan pengendalian dan dan pengawasan ini adalah agar dalam kegiatannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyelewengan oleh pengurus di dalam pengelolaannya.

4. Produk-Produk Baitul Maal wat Tamwil

Baitul Maal wat Tamwil sebagai salah satu lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan dana melalui kegiatan pembiayaan dari dan untuk anggota maupun non anggota.

(24)

sebagai salah satu lembaga Islam yang memberikan bantuan bagi para nasabahnya untuk mengembangkan usaha mereka dan memberikan layanan penyimpanan uang sesuai dengan syari’ah Islam.

a. Produk simpanan

Dalam perbankan disebutkan bahwa simpanan dana masyarakat dipercayakan kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito dan tabungan serta dalam bentuk lainnya yang sama dengan itu.

Produk simpanan ini merupakan simpanan anggota (nasabah) kepada Baitul Maal wat Tamwil yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan ketentuan da n perjanjian kedua belah pihak. Dalam produk simpanan ini Baitul Maal wat Tamwil bertindak sebagai lembaga pengelola sedangkan anggota (nasabah) bertindak sebagai penyandang dana. Baitul Maal wat Tamwil sebagai mudharib (pengelola) akan membagi keuntungan kepada shahibul maal (penerima) sesuai dengan nisbah yang telah disetujui bersama.

Mengenai pembagian keuntungan dilakukan setiap tiga bulan sekali berdasarkan saldo minimal (saldo rata-rata) yang mengendap selama periode tersebut dan berdasarkan perjanjian kedua belah pihak, melihat jenis simpanan yang digunakan anggota (nasabah).84

2) Simpanan Mudharabah adalah simpanan yang penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan setiap waktu oleh anggota untuk

84

(25)

memperoleh keuntungan, keuntungan akan diberikan kepada anggota berdasarkan kesepakatan bersama.

3) Simpanan Pendidikan adalah simpanan yang dipergunakan untuk membiayai pendidikan, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Dalam hal ini penyetorannya dapat dilakukan sewaktu-waktu dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat catur wulan atau semester tahun ajaran baru, melanjutkan sekolah dan kebutuhan sekolah lainnya berdasarkan kesepakatan bersama.

4) Simpanan Walimahan adalah simpanan anggota yang dipergunakan untuk mempersiapkan biaya walimahan seperti walimahan ‘ursy. Penyetorannya dapat dilakukan setiap waktu dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat walimahan ‘ursy tersebut berdasarkan kesepakatan bersama. 5) Simpanan Idul Fitri adalah simpanan yang dipergunakan pada saat Idul

Fitri. Penyetorannya dapat dilakukan setiap waktu dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat Idul Fitri berdasarkan kesepakatan bersama. 6) Simpanan Idul Adha adalah simpanan yang dipergunakan pada saat Idul

Adha. Penyetorannya dapat dilakukan setiap waktu dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada saat Idul Adha berdasarkan kesepakatan bersama.

b. Produk pembiayaan

(26)

dibiayai untuk mengembalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan sistem bagi hasil.

Produk pembiayaan ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh Baitul Maal wat Tamwil kepada anggotanya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh Baitul Maal wat Tamwil yang berasal dari anggota. Sasaran kegiatan pembiayaan diarahkan kepada sektor ekonomi yang memungkinkan untuk dibiayai seperti pertanian, industri rumah tangga (home industri), perdagangan dan jasa.85

1) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang menyediakan seluruh dana yang diperlukan anggota dengan perjanjian usaha antara Baitul Maal wat Tamwil dengan anggota. Hasil usaha ini di bagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila terjadi kerugian, kerugian tersebut merupakan konsekwensi bisnis, maka pihak Baitul Maal wat Tamwil sebagai penyedia dana akan menanggung kerugian managerial skill dan waktu serta kehilangan nisbah keuntungan bagi hasil yang akan diperoleh. 2) Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan yang menyediakan sebagian

dana yang diperlukan anggota untuk usaha tertentu. Keuntungan berdasarkan profesi serta dalam bentuk nisbah sesuai dengan kesepakatan bersama.

3) Pembiayaan Murabahah adalah akad jual beli yang cara pengembaliannya dilakukan setelah jatuh temo di tambah dengan keuntungan yang telah disepakati bersama, pembiayaan ini dalam rangka pemenuhan kebutuhan

85

(27)

usaha yang dilakukan anggota.

4) Pembiayaan Bitsaman Ajil adalah akad jual beli yang cara pengembaliannya dilakukan setelah waktu tempo di tambah jumlah angsuran yang disepakati bersama.

5) Pembiayaan Qordhul Hasan adalah pembiayaan lunak yang diberikan atas dasar sosial semata, di mana nasabah tidak di tuntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal kerja (pinjaman). Dalam hal ini diberikan kepada nasabah yang tidak mampu, meminjam dan mengembalikan angsuran modalnya secara sukarela.

B. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)

Keluarnya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah merupakan realisasi atas keperdulian pemerintah untuk berperan memberikan payung hukum atas kenyataan yang tumbuh subur dalam masyarakat ekonomi Indonesia terutama dalam lingkungan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Kenyataan itu membuktikan bahwa sistem ekonomi syariah dapat diterima dan diterapkan dalam masyarakat Indonesia bahkan mempunyai nilai positif dalam membangun masyarakat Indonesia dalam kegiatan ekonomi sekaligus membuktikan kebenaran hukum ekonomi syariah mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan sistem ekonomi komunis maupun ekonomi kapitalis.86

Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi, Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah), dan pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Unit Jasa Keuangan Syariah adalah unit usaha pada Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai

86

(28)

dengan pola bagi hasil (syariah), sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.87

Perkembangan koperasi di Indonesia yang sangat tidak membahagiakan belakangan ini justru diwarnai dengan perkembangan koperasi jasa keuangan sistem syariah. Koperasi jasa keuangan syariah justru berkembang ditengah ribuan koperasi di Indonesia yang terhenti usahanya. Sebab, hingga kini ternyata sudah ada 3000 koperasi jasa keuangan syariah syariah di Indonesia yang mampu menghidupi 920 ribu unit usaha kecil.88

Praktek usaha koperasi yang dikelola secara syariah telah tumbuh dan berkembang di masyarakat serta mengambil bagian penting dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Di masyarakat telah bermunculan BMT yang bernaung dalam kehidupan payung hukum koperasi. Hal inilah yang mendorong Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk menerbitkan Surat Keputusan Nomor 91/Kep/MKUKM/IX/2004. Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.89

Sebuah koperasi yang mempunyai UJKS disamping melayani anggota dengan ketentuan UU No 25 tahun 1992, juga melaksanakan kegiatan yang diatur dalam keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004. Unit-unit jasa keuangan syariah yang dijalankan oleh koperasi jasa keuangan syariah dapat dilihat dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:90

1. Investasi/Kerjasama

Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam penyaluran dana dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah Koperasi Syariah bertindak selaku pemilik dana (Shahibul Maal) sedangkan pengguna dana adalah pengusaha (Mudharib) kerjasama dapat dilakukan untuk mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk didanai. Contohnya: untuk pendirian klinik, kantin, toserba dan usaha lainnya.

2. Pembiayaan Jual Beli (Al Bai’)

Pembiayaan Jual beli dalam UJKS pada koperasi syariah memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:

87

Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, hal. 6.

88

http://kjksmadani.wordpress.com/2009/02/03/koperasi-syariah-antara-harapan-dan-tantangan/. Diakses tanggal 5 Agustus 2010.

89

http://edisi03.blogspot.com/2008/08/kjks-dan-ujks.html. Diakses tanggal 2 Oktober 2010.

90

(29)

a. Jual beli secara tangguh antara sipenjual dengan si pembeli dimana sudah terjadi kesepakatan harga dan sipenjual menyatakan harga belinya dan si pembeli mengetahui besar keuntungan si penjual transaksi ini disebut disebut Bai Al Murabahah. Jika sipembeli membayar secara tunai tetap dinamakan murabahah mengingat modal awalnya sudah diketahui dan jumlah keuntungan yang diterima sipenjual juga diketahui.

b. Jual beli secara pararel yang dilakukan oleh 3 pihak, sebagai contoh: pihak pertama memesan pakaian seragam sebanyak 100 stel kepada Koperasi Syariah dan Koperasi Syariah memesan dari konveksi untuk dibuatkan 100 stel seragam yang dimaksud dan Koperasi membayarnya dengan DP dan dibayar setelah jadi, setelah selesai diserahkan ke pihak pertama dan pihak pertama membayarnya baik secara tunai maupun diangsur. Pembiayaan ini disebut Al Bai Istishna jika Koperasi membayarnya dimuka disebut Bai’ Salam.

3. Pembiayaan dalam bentuk Sewa (Ijaroh)

Disamping produk kerja sama dan jual beli Koperasi Syariah juga dapat melakukan kegiatan jasa layanan antara lain:

a. Jasa Al Ijaroh (sewa)

Jasa Al Ijaroh adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Contohnya penyewaan tenda, Sound system dan lain-lain.

(30)

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Baqarah (2): 233)

b. Jasa Wadi’ah (Titipan)

Jasa wadi’ah dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan barang dalam Locker Karyawan atau penitipan sepedah motor, mobil dan lain-lainnya. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya.” (Q.S An Nisa ayat 58).

“Berkata Rasulullah SAW “Tunaikanlah Amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Ibnu Umar).

4. Produk UJKS lainnya seperti : a. Hawalah (Anjak Piutang)

Pembiayaan ini timbul karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang anggota terhadap pihak lain dan dialihkan kewajibannya tersebut kepada Koperasi Syariah. Contoh kasus anggota yang terbelit dengan kartu kredit yang bunganya mencekik dan pihak koperasi menyelesaikan kewajiban anggota tersebut dan anggota membayar kewajibannya kepada koperasi. Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

b. Rahn (Gadai)

Rahn (Gadai) timbul karena adanya kebutuhan keuangan yang mendesak dari para anggotanya dan Koperasi Syariah dapat memenuhinya dengan cara barang milik anggota dikuasai oleh koperasi dengan kesepakatan bersama. Pengertian Rahn sendiri adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Dalam produk Gadai ini Koperasi Syariah tidak mengenakan bunga melainkan mengenakan tarif sewa penyimpanan dari barang yang digadaikan tersebut seperti contohnya gadai emas.

(31)

Unit jasa keuangan syariah bermanfaat bagi masyarakat antara lain lebih memperbanyak alternatif pelayanan dan pemanfaatan jasa koperasi, memberi nilai lebih bagi koperasi syariah dibandingkan dengan koperasi biasa (konvensional), menghormati dan memberi kesempatan berperan bagi anggota yang lebih mantap dengan prinsip syariah, dapat dijadikan ujicoba menuju KJKS, dan lebih membuka kesempatan kerja dan peluang usaha bagi anggota.91

1. mengendalikan KJKS dan UJKS Koperasi agar dalam menjalankan kegiatan operasinya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;

Terkait dengan pengawasan terhadap KJKS dan UJKS, pengawasan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa Pengawasan adalah kegiatan pembinaan, pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian kesehatan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi oleh pemerintah dalam hal ini Menteri di tingkat pusat dan pejabat yang diberi wewenang menjalankan tugas pembantuan di tingkat daerah dengan tujuan agar pengelolaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi dilakukan secara baik dan terkendali sehingga menumbuhkan kepercayaan dari pihak terkait.

Tujuan dari pengawasan KJKS dan UJKS ini diatur dalam pasal 2 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, yaitu:

2. meningkatkan citra dan kredibilitas KJKS dan UJKS Koperasi sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola dana dari anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya berdasarkan prinsip koperasi; 3. menjaga dan melindungi asset KJKS dan UJKS Koperasi dari tindakan

penyelewengan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab;

4. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan KJKS dan UJKS Koperasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan;

(32)

5. mendorong pengelolaan KJKS dan UJKS Koperasi mencapai tujuannya secara efektif dan efisien yaitu meningkatkan pemberdayaan ekonomi anggota.

Pengawasan terhadap Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi diselenggarakan oleh Menteri atau Pejabat yang ditetapkan oleh Menteri.92

C. Eksistensi Koperasi Syariah sebagai Lembaga Keuangan Modern di Indonesia

Koperasi syariah mempunyai persamaan dengan lembaga keuangan modern. Hal ini dapat dilihat dari kesamaan koperasi syariah dengan ciri-ciri lembaga keuangan modern sebagai berikut:

1. Mempunyai akuntabilitas

2. Memiliki anggota dan prosedur untuk pelaksanaan pada kegiatannya

3. Dapat memenuhi aspek modern pada pelaksanaan sistem keuangan sekarang.

Pada terminologi ilmu manajemen, sudah sering dihembuskan bahwa “koperasi” merupakan salah satu tipe “organisasi modern”, yakni yang di dalamnya telah ada unsur-unsur organisasi yang telah terstruktur didalam koperasi dan tunduk pada prinsip-prinsip manajemen dalam menjalankan fungsinya.

Disisi lain ditemukan pula keunikan dalam pengertian koperasi, ia selaku organisasi kumpulan sejumlah orang yang tidak atas dasar kumpulan modal, dan sekaligus juga sebagai organisasi bisnis yang mempunyai peran sebagai pelaku usaha. Selaku kumpulan orang, maka dalam tubuh koperasi tentu sarat pula dengan nilainilai kemanusiaan baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus; selaku organisasi bisnis tentu sarat pula dengan indikator-indikator manajemen bisnis, teknologi, legalitas dan pengetahuan tentang kondisi atau peluang-peluang usaha yang prospektif. Oleh karena itu sering dijuluki bahwa pengelolaan organisasi koperasi juga mempunyai kiat tersendiri, sehingga jika seseorang berhasil mengelola badan usaha swasta/BUMN, tidak serta merta dapat sukses jika ditugasi mengelola sebuah organisasi koperasi. Apalagi dalam lingkungan yang berubah yang mengarah pada mekanisme ekonomi pasar dan kondisi

92

(33)

ketimpangan pemulihan sumberdaya, maka dituntut pengelolaan koperasi yang semakin jeli, handal dan berkompeten.

Kelahiran Koperasi Syariah di Indonesia dilandasi oleh Kepututsan Menteri (Kepmen) Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah . Kepmen ini memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistim ini membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah. Dengan demikian dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan dan perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia mutlak diperlukan adanya Undang-Undang Koperasi Syariah tersendiri yang mampu mengakomodir percepatan dari Koperasi Syariah itu sendiri.

Secara konsepsional, Koperasi sebagai Badan Usaha yang menampung pengusaha ekonomi lemah, memiliki beberapa potensi keunggulan untuk ikut serta memecahkan persoalan social-ekonomi masyarakat. Peran Koperasi sebagai upaya menuju demokrasi ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun dalam perjalanannya, pengembangan koperasi dengan berbagai kebijakan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, keberadaannya masih belum memenuhi kondisi sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Misalnya, unit koperasi simpan pinjam mempraktekkan riba. Inilah yang menjadi kegelisahan sebagian besar umat Islam, yang ingin bermuamalah secara halal. Namun di sisi lain, koperasi syariah juga dituntut tak sekedar halal demi kelangsungan hidupnya. Dalam teori strategi pembangunan ekonomi, kemajuan koperasi dan usaha kerakyatan harus berbasiskan kepada dua pilar: tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat; Berfungsinya aransmen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang effektif.

Secara umum koperasi telah berperan dalam masyarakat antara lain berupa: 1.Meningkatkan skala usaha anggota dan efisiensi,

2.Meningkatkan “bargaining position” terhadap pasar, dan 3.Manfaat sosial.

Khusus bagi UMKM, koperasi syariah ternyata telah memberikan dampak yang cukup positif terhadap pelaku usaha mikro di tanah air. Dalam waktu yang singkat koperasi syariah telah membantu lebih dari 920 ribu usaha mikro di tanah air dan telah merambah ke seluruh kabupaten di Indonesia. Jenisnya sangat beragam dari koperasi pondok pesantren (kopontren), koperasi masjid, koperasi perkantoran hingga koperasi pasar (kopas). Sistim bagi hasil yang dikenalkan masyarakat ternyata cukup mudah diterima dan sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang mengedepankan asas gotong royong dan kejujuran. Terdapat lebih dari 3020 koperasi syariah yang berkembang dengan berbagai macam ragam kondisi kelembagaannya. 93

Jumlah koperasi syariah masih sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan usaha mikro yang mencapai 39,72 juta usaha dan menyerap 88% tenaga kerja. Karena itu penumbuhan koperasi syariah merupakan

93

(34)

upaya strategis untuk mendongkrak tingkat pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan. Penumbuhan koperasi syariah juga penting dalam rangka meningkatkan keluarga prasejahtera, sehingga bukan sekedar intermediasi financial, melainkan juga intermediasi social. Menurut data BPS, terdapat lebih dari 10 juta usaha kecil dan mikro yang belum tersentuh jasa layanan perbankan. Kondisi ini menjadi perluang bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi syariah bagi rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Apalagi dari data pertumbuhan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ternyata perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya LKM.

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada prinsipya konsep syariah pada perbankan dan koperasi adalah sama. Hanya saja, konsep syariah pada koperasi syariah lebih berorientasi pada kerjasama dan kesejahteraan anggota, sedangkan konsep syariah yang diterapkan pada perbankan syariah yang lebih mengedepankan keuntungan melalui mekanisme bagi hasil dan profit untuk bank itu sendiri. Koperasi syariah lebih mengedepankan konsep musyawarah di antara para anggota untuk mencapai kesejahteraan bersama.

(36)

Syariah Koperasi, dan pengawasannya diatur melalui Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah. Namun demikian, belum ada suatu payung hukum berbentuk undang-undang yang mengatur secara spesifik mengenai koperasi syariah.

3. Sebagai salah satu lembaga keuangan, koperasi syariah telah eksis di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya intensitas koperasi yang menjalankan sistem syariah yang ada dan tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Di sisi lain kopersai syariah banyak mempunyai kesamaan dengan lembaga keuangan modern, sehingga dapat dikatakan bahwa koperasi syariah telah eksis sebagai alah satu lembaga keuangan modern. Dengan demikian, keberadaan lembaga ini dapat dijadikan sebagai sarana bagi peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

B. Saran

1. Sebaiknya segera dibuat peraturan khusus dalam bentuk undang-undang yang mengatur tentang koperasi syariah agar eksistensinya lebih jelas dan lebih terlegitimasi sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang sah. Oleh karena itu, diharapkan agar revisi UU koperasi yang di dalamnya membahas mengenai koperasi syariah dapat dipercepat.

(37)

oleh karenanya masyarakat harus dapat memanfaatkan lembaga ini untuk kepentingan dan pencapaian tujuan bersama.

3. Koperasi syariah secara umum tidak sebesar lembaga keuangan bank, oleh karenanya dalam pelaksanaannya tentu diperlukan dukungan moril maupun materil dari lembaga keuangan lainnya untuk kemajuan koperasi syariah. Perbankan syariah harus dapat menjadi salah satu pilar yang dapat membantu peningkatan kinerja dan perkembangan koperasi syariah melalui bantuan dana maupun hal-hal lain yang dibutuhkan oleh koperasi syariah.

(38)

BAB II

KONSEP SYARIAH PADA KOPERASI DAN PERBANKAN SYARIAH A. Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah

Kehadiran Ekonomi Syariah telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak usainya Perang Dunia II yang memunculkan banyak negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan Ekonomi Syariah sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non-muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam, khususnya yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan antarmanusia melalui aktivitas perekonomian maupun aktivitas lainnya.

Meskipun begitu, sistem ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh sistem ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal bentuk implementasi Ekonomi Syariah di masing-masing negara. Kenyataan ini oleh sebagian pemikir Ekonomi Syariah masih diterima dengan kelapangan karena Ekonomi Syariah secara implementasinya di masa kini relatif masih baru, masih perlu banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam untuk melakukan aktivitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagian lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi bahwa Ekonomi Syariah atau ekonomi syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menerapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya.

1. Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam.11 Ekonomi Syariah merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangku m dalam rukun iman dan rukun Islam.12 Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.13

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja

11

An-Nabhaniy,T. An-Nizham Al-lqtishadi Fil Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990).

12

Ahmad, Khursid, Studies in Islamic Economics, (United Kingdom: The Islamic Foundation, 1981) hal. 3

13

(39)

tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)

Ilmu Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu Ekonomi Syariah dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya.14

Suka atau tidak, ilmu Ekonomi Syariah tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan membuat dan menjual minuman alkohol dapat merupakan aktivitas yang baik dalam sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak dimungkinkan dalam negara Islam. Tepatnya, dalam ilmu Ekonomi Syariah kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religiusnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan dan kurangnya sarana maka timbullah masalah ekonomi. Masalah ini pada dasarnya sama baik dalam ekonomi modern maupun Ekonomi Syariah. Namun perbedaan timbul berkenan dengan pilihan. Ilmu Ekonomi Syariah dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam dan ilmu ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri si individu .Yang membuat ilmu Ekonomi Syariah benar-benar berbeda ialah sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu mempengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya, dengan demikian menjadikan proses pertukaran langsung relevan dengan kesejahteraan menyeluruh yang berbeda hanya dari kesejahteraan ekonomi.

Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan.

Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu Ekonomi Syariah, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Qur’an atau Sunnah.

15

Secara epistemologis, Ekonomi Syariah dibagi menjadi dua disiplin ilmu; Pertama, Ekonomi Syariah normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda (al-mâl). Cakupannya adalah: (1) kepemilikan (al-milkiyah), (2) pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), dan (3) distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas). Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai (value-bond) atau valuational, karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah, melalui

14

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Syariah, ter. Ikhwan Abidin Bisri, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 3

15

(40)

metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Kedua, Ekonomi Syariah positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam cara (uslub) dan sarana (wasilah) yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Bagian ini merupakan pemikiran universal, karena diperoleh dari pengalaman dan fakta empiris, melalui metode induksi (istiqra’) terhadap fakta-fakta empiris parsial dan generalisasinya menjadi suatu kaidah atau konsep umum.16 Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari al-Qur’an dan as-Sunnah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Ekonomi Syariah positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (1990) disebut ilmu Ekonomi Syariah (al-‘ilmu al-iqtishadi fi al-islam).17

2. Tujuan Ekonomi Syariah

Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.18

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:19

a. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.

b. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.

c. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:

1) Keselamatan keyakinan agama (al din) 16

Husaini, S. Waqar Ahmed, Islamic Sciences, (New Delhi: Goodwork Book, 2002).

17

An-Nabhani, Taqiy Al-Din. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990).

18

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Syariah, ter. Nastangin dan Soeroyo, Jilid I, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf), 1995, hal. 84

19

(41)

2) Kesalamatan jiwa (al nafs) 3) Keselamatan akal (al aql)

4) Keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) 5) Keselamatan harta benda (al mal)

3. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah

Secara garis besar Ekonomi Syariah memiliki beberapa prinsip dasar: 20 a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari

Allah swt kepada manusia.

b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. c. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.

d. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.

e. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

f. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) h. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

Prinsip sistem Ekonomi Syariah ada 2 (dua), yaitu: Pertama, Prinsip umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem Ekonomi Syariah, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah Islamiyah di sini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah (aqidah spiritual), yakni aqidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasiyah (aqidah politis), yakni aqidah yang menjadi landasan

20

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria inklusi sampel adalah resep untuk pasien yang berobat di Puskesmas Kediri II pada bulan januari sampai dengan Desember, dari tahun 2013 sampai dengan tahun

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan Pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Aktivitas fisik yang biasa dilakukan oleh remaja obesitas di SMAN 1

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir (TA) Teknik Sipil yang

Perbanyakan benih tanaman buah merah disarankan menggunakan bahan setek yang berasal dari tunas atau anakan, dengan media tanah : pupuk organik (2:1) atau tanah

Di sekitar kebun kopi, didapatkan 20 spesies yang tergabung dalam empat famili, yaitu Lycanidae (lima spesies) , Nymphalidae (tujuh spesies), Papilionidae (tiga

IPK Materi Indikator Soal Level kogniti f Bentuk Soal No Soal Menentukan dan menganalisi s ukuran pemusatan dan penyebaran data yang disajikan dalam bentuk tabel

Menggiring bola adalah gerakan lari dengan menggulirkan bola menggunakan kaki dari satu titik ke titik lain dengan bola tetap dalam penguasaan yang bertujuan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: Terdapat kontribusi yang signifikan antara