• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEWAJIBAN MENERAPKAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT. A. Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dalam Undang-undang Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEWAJIBAN MENERAPKAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT. A. Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dalam Undang-undang Perbankan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEWAJIBAN MENERAPKAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT

A. Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dalam Undang-undang Perbankan

Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip yang mmenyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.23

1) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian

Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU Nomor 10 tahun 1998 sebagai perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian.

Ada satu pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit mengandung substansi prinsip kehati-hatian, yakni pasal 29 ayat 2, 3 dan 4 UU Nomor 10 tahun 1998.

Pasal 29:

2) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara

23

(2)

yang tidak mmerugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan danannnyya kepada bank

3) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Jika memperhatikan judul Bab V UU Perbankan (terdiri dari pasal 29 s/d pasal 37B), maka pasal 29 merupakan pasal yang termasuk dalam ruang lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan prudent banking sendiri merupakan bagian dari pembinaan dan pengawasan bank. Lebih khusus lagi menurut Anwas Nasution, ketentuan prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti sempit.24

a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b dan huruf c;

Sebenarnya pengaturan prinsip kehati-hatian ini ternyata termaktub juga pada bagian pasal sebelumnya, seperti pasal 8, 10 dan 11 UU Perbankan.

Pasal 8:

“Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajiib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Pasal 10: “Bank Umum dilarang:

b. melakukan usaha perasuransian;

24

Anwar Nasution, Pokok-pokok Pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan

Perbankan dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada Seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank Terhadap

Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal. 2.

(3)

c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7.

Pasal 11

1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam elompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.

2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30 % (tiga puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada :

a. Pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank;

b. Anggota dewan komisaris; c. Anggota direksi;

d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;

(4)

f. Perushaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10 % (sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiaayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

Apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, oleh UU Perbankan sama sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. UU Perbankan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 di atas. Dalam bagian akhir ayat 2 misalnya disebutkan bahwasanya bank wajib menjalankan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam pengertian, bank wajib untuk tetap senantiasa memelihara tingkat kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.25

Dalam pada itu, dalam rangkamendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan Apa saja yang dimaksud dengan aspek lain itu tidak dijelaskan.

25

(5)

prisnsip kehatihatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulations.26

Anwar menyebutkan bahwa ruang lingkup aturan prudent banking (pembinaan dalam arti sempit) meliputi persyaratan modal awal maupun rasio modal terhadap kemungkinan resiko yang dihadapinya, BMPK (batas maksimumpemberian kredit), rasio pinjaman terhadap deposito (LDR) maupun posisi luar negeri (NOP), rasio cadangan minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif (kredit macet), transparansi pembukuan berdasarkan standarisasi akuntansi serta audit.

\

27

Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati-hatian bank ini adalah adanya kewajiban bagi bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 4 pasal 29 di atas.

26

Self regulation merupakan peraturan intern bank yang dibuat dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Dalam kebijakan Pemerintah disektor perbankan tahun 1994 disebutkan bahwa perbankan tetap diarahkan untuk mempercepat proses penyelesaian kredit bermasalah dan bank bermasalah, mempercepat proses konsolidasi, mendorong perbankan untuk melaksanakan prinsip pengaturan sendiri (self regulation principple) dan kehati-hatian dalam usahanya serta memantapkan langkah-langkah pembinaan dan pengawasan perbankan guna mengembangkan sistem perbankan yang sehat dan tangguh. Untuk itu BI melakukan penyempurnaan rencana kerja bank dan laporan pelaksanaannya yang kemudian dituangkan dalam SK Direksi BI No.27/117/KEP/DIR, tanggal 25 Januari 1995 termasuk juga salahstunya SK Direksi Bi No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang ketentuan kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan dabnk berdasarkan Pedoman Penyususnan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB) .

27

(6)

bank termasuk kecukupan modal, dan kualitas aset. Apabila informasi tersebut telah tersedia atau disediakan, bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penempatan danan dari nasabah atau pembelian/’ penjualan Surat Berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.28

Walaupun ketentuan ini terkesan berlebihan, tetapi ketentuan ini menunjukkan bahwa bank benar-benar memiliki tanggungjawab terhadap para nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab, jika sekali nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada bank bersangkutan. Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan nasabahnya, yang bukan hanya sekedar hubungan debitur-kreditur semata, melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan (fiduaciary relationship).29

Dalam sejarah perbankan Indonesia, ketentuan prudent banking pernah diatur secara khusus dalam beberapa Paket deregulasi, misalnya Paket deregulasi 25 Maret 1989 dan Paket deregulasi Februari 1991, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Salah tujuan atau tugas yang diemban Paket Februari 1991 misalnya, berupaya mmengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimum 8 % dari kekayaan.

28

Periksa penjelasan ayatb 4 dari pasal 29 UU Perbankan

29

St. Remy Sjahdeini, BI Sebagai Penggerak Utama Reformasi Peraturan Perundang-undangan, Pidato Ilmiah dalam rangka Penerimaan Jabatan Guru Besarb Ilmu Hukum pada Faakultas Hukum UNAIR Suarabaya tanggal 16 Desember 1996, Tulisan yang sama dapat dibaca dalam Majalah Bank dan Manajemen, Edisi November/Desember 1996, hal.17 .Alvin C. Herrell setelah melakukan penelitian terhadap putusan-putusan pengadilan di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa hubungan antara bank dan nasabah merupakan fiduciary relationship karena status bank yang istimewa didalam masyarakat sebagai lembaga yang jasa-jasanya berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat.

(7)

Yang diharapkan dari paket itu adalah adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia.30

1. SK BI 30/11/KEP/DIR/1997, tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank

Kewajiban bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan dalam Paket deregulasi diatas, tampaknya tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus collapsnya beberapa bank umum nasional, seperti Bank Perbankan Asia, Bank Duta danBank Umum Majapahit.

Pengaturan prudent banking saat ini sudah cukup banyak, bahkan sudah seringkali dilakukan revisi atau pergantian, baik stelah lahirnya UU No.7 tahun 1992 maupun ketika pemerintah mengundangkan UU No.10 tahun 1998. Regulasi tersebut sebagian besar diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan SK Direksi Bank Indonesia. Aturan-aturan tersebut misalnya :

2. SK BI 30/12/KEP/DIR/1997, tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat

3. SK BI 30/46/KEP/DIR/1997, tentang pembatasan pemberian kredit oleh bank umum untuk pembiayaan pengadaan dan atau pengolahan tanah 4. SE BI 31/16/UPPB/1998 tentang batas maksimum pemberian kredit bank

umum

5. SK BI 31/177/KEP/DIR tentang batas maksimum pemberian kredit bank umum

6. SE BI 31/17/UPPB/1998 tentang posisi devisa neto bank umum

30

Deregulasi Perbankan: Sejumlah Aturan Tambal Sulam, dalam http://www.Tempo. co.id/ ang/min/01/52/utama3.htm. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

(8)

7. SE BI 31/18/UPPB/1998 tentang pemantauan likuiditas bank umum 8. SK BI 31/179/KEP/DIR tentang pemantauan likuiditas bank umum

9. SK BI 31/148/Kep/DIR/1998 tentang pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif

10. SK BI 31/147/KEP/DIR/1998 tentang kualitas aktiva produktif

11. SK BI 331/178/KEP/DIR/1998 tentang posisi devisa neto bank umum

12. Peraturan BI 2/16/PBI/2000 tentang perubahan SK Direksi BI 31/177/KEP/DIR/1998 tentang batas maksimum pemberian kredit

13. Peraturan BI 3/21/PBI/2001 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank

14. Peraturan BI 3/22/PBI/2001 tentang transparansi kondisi keuangan bank 15. Peraturan BI 6/25/PBI/2004 tentang rencana bisnis bank umum

16. Peraturan BI 7/4/PBI/2005 tentang prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi asset bagi bank umum

17. Dll

Sebagaimana halnya bank-bank di negara-negara maju dan berkembang lainnya, dalam kaitannya dengan pemenuhan standar kesehatan bank, mengikuti ketentuan Bassel International Standart (BIS). Dalam rangka pemenuhan kondisi perbankan di Indonesia, BI telah menyepakati 25 aturan BIS . Sampai saat ini baru 12 aturan BIS yang siap diterapkan di Indonesia. Diantaranya ketentuan CAR 8

(9)

%, dan NPL/Non Performing Loan (kredit macet) 5 % yang harus segera dipenuhi bank-bank sebelum akhir 2001.31

1. Mempunyai wewenang, tanggung jawab dan tujuan yang jelas, bersifat independent dan memiliki sumber daya yang cukup

Ketentuan BIS tersebut dalam garis besarnya merupakan prinsip dasar pembinaan dan pengawasan bank yang efektif, yang telah disetujui untuk diterapkan di Indonesia melalui komitment yang dilakukan oleh BI dengan IMF. 25 butir ketentuan BIS tersebut adalah sebagai berikut:

2. Kegiatan yang diizinkan 3. Kriteria perizinan

4. Otoritas untuk mengkaji dan menolak usul

5. Otoritas untuk menetapkan kriteria ketentuan kehati-hatian (prudential) 6. Kecukupan modal

7. Standar kredit dan monitoring

8. Kebijakan dan prosedur evaluasi terhadap kualitas asset 9. Sistem informasi manajemen bank

10. Ketentuan pinjaman terkait (BMPK) 11. Monitoring terhadap resiko

12. Memiliki sistem yang memadai untuk memantau situasi pasar

13. Mempunyai prosedur penegndalian resiko manajemen yang komprehensip 14. Sistem pengendalian internal

15. Meningkatkan kode etik profesional metode pengawasan bank

31

Titis Nurdiana dan Ahmad Febrian, Memenuhi Janji dan Membuat Koreksi, dalam http://www.kontan_oonline.com/05/31/aktual/akt1.htm. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

(10)

16. Meliputi off site dan on site

17. Senantiasa melakukan hubungan dengan manajemen bank 18. Mempunyai teknik untuk melakukan analisis data/laporan 19. Mempunyai independensi

20. Mampu melakukan pengawasan secara konsolidasi informasi perbankan 21. Seluruh bank diharuskan memiliki sistem pencatatan yang lengkap dan

akurat

22. Pengawasan diharuskan mempunyai alat ukur yang cukup dan mampu melakukan perbaikan serta melakukan tindakan aturan dan kerjasama pengawasan internasional

23. Menerapkan praktik pengawasan konsolidasi 24. Melakukan kerjasama antar pengawas, dan

25. Menerapkan standar yang sama antar bank lokal dengan bank asing32

Pembinaan dan pengawasan yang berlandaskan kepada ketentuan BIS tersebut, layak diimplementasikan tidak hanya terhadap prbankan, tetapi juga lembaga keuangan non-bank. Hal ini relevan dipertimbangkan mengingat empiris historis di Indonesia memperlihatkan cukup banyak kasus perbankan yang notabene di bawah pengawasn bank sentral sesungguhnya berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan non-bank.33

32

Elvyn G.Masassya, Indepedensi Bank Indonesia, dalam http://www.cides.or.id/ ekonomi/ek0001040.asp. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

33

(11)

B. Kehati-hatian sebagai Prinsip Utama Bank dalam Memberikan Kredit

Menurut pasal 1 angka 11, kredit adalah:

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak penjamin untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perbankan menyebutkan bahwa sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama, mengingat sumber dana kredit yang disalurkan adalah bukan dana dari bank itu sendiri, tetapi dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu penerapan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap. Semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Apabila kredit yang telah disalurkan bank kepada masyarakat dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada bank tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit, maka kualitas kredit dapat digolongkan menjadi non performing lean (NPI). Jumlah kredit yang NPLnya tinggi akibatnya dapat mengganggu kesehatan bank yang bersangkutan.

Dengan diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dinilai akan menurunkan kredit bermasalah (non performing loan/ NPL). Selain itu, bank-bank yang memiliki NPL besar saat ini terus melakukan restrukturisasi untuk menurunkan kredit bermasalahnya. Oleh karena itu, dalam memberikan kredit, harus mengikuti tahap-tahap yang tepat sehingga terhindar dari kredit

(12)

bermasalah. Terdapat 5C of credit yang meliputi character, capacity, capital, collateral, condition of economy. 5 C of credit tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Character (watak)

Salah satu unsur yang mesti diperhatikan oleh bank sebelum memberikan kreditnya adalah penilaian atas karakter kepribadian/ watak dari calon debiturnya. Karna itu sebelum kredit diluncurkan, harus terlebih dahulu ditinjau apakah calon debitur berkepribadian yang baik, jujur, selalu menepati janji, memiliki lingkungan yang baik, mepunyai riwayat hidup yang baik, tidak terlibat tindakan criminal, bukan merupakan penjudi, pemabuk, atau tindakan tidak terpuji lainnya.34 Namun terkadang ini tidak bisa dijadikanukuran, karena bank biasanya tidak mengenal nasabahnya secara mendalam mengingat waktu dari pihak bank yang sangat terbatas. Oleh karena itu perlu diterapkan oleh bank prinsip mengenal nasabah yang antara lain mencakup kewajiban bank memiliki kebijakan dan prosedur penerimaan nasabah, pemeliharaan profil nasabah, pengenaan sanksi administrasi terhadap pelanggaran peraturan ini, dan lain-lain.35

2. Capacity (kemampuan)

Karakter yang baik belum memenuhi syarat untuk mempeoleh kredit. Bahwa seseorang yang jujur secara moril bisa dipercaya, teatpi mungkin ia tidak mampu mengolah kredit. Oleh karena itu, yang perlu juga

34

H.A. S. Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 25.

35

Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundering di Indonesia, (Bandung: Books Terrace & Library, hal. 57.

(13)

diperhatikan bank adalah apakah ia mampu mengelola perusahaan yang dapat dilihat dari kemampuan manajemennya, apakah ia mampu berproduksi dengan baik yang dapat dilihat dari kapasitas produksinya, apakah ia mampu mengembalikan kredit dilihat berdasarkan perhitungan penghasilan bersih, perputaran usaha, situasi keuangan, dan modal kerja yang dimilikinya.36

3. Capital (modal)

Pada umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalaman dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah (pemohon kredit) serta kekuatan perusahaan dan kemampuan penyesuaian diri dengan perkembangan teknologi.

Permodalan dari suatu debitur merupakan hal yang penting harus diketahui oleh calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan keuangan dari suatu debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar kredit. Bank tidak dapat memberikan kredit kepada pengusaha tanpa modal sama sekali.37

4. Collateral (agunan)

Kredit senantiasa dibayangi oleh resiko. Untuk berjaga-jaga timbulnya resiko ini, diperlukan benteng untuk menyelamatkan yaitu berupa agunan.38

36

H. A. S Mahmoeddin, Op. cit, hal. 26.

37

Ibid

38

Ibid,hal. 27

(14)

dimana ia merupakan sarana pengaman atas resiko yang mungkin timbul atas cidera janjinya nasabah di kemudian hari.

5. Condition of economy (keadaan ekonomi)

Kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sector usaha si pemohon kredit (calon nasabah) perlu mendapatkan perhatian dari pihak bank untuk memperkecil resiko yang mungkin timbul akibat kondisi ekonomi. Kondisi ini dapat terpengaruh oleh keadaan social, politik dan ekonomi, dari suatu periode waktu tertentu dan perkiraan yang akan terjadi pada waktu mendatang.39

C. Sanksi bagi Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian

Akhir-akhir ini permasalahan yang terjadi pada beberapa bank disebabkan oleh tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan, lemahnya law enforcement. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang represif bagi pihak yang terbukti melakukan penyimpangan, serta langkah preventif untuk mencegahnya.

Bagi bank yang tidak dapat memenuhi keawjibannya dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya, maka terhadap bank ini dapat dikenakan sanksi berupa:

1. Sanksi administratif a. Denda

b. Teguran tertulis

39

(15)

c. Penurunan tingkat kesehatan bank

d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring

e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan

f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham

dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.40

Bank Indonesia tidak mungkin melakukan sendiri upaya penataan system perbankan dan pemberian sanksi administratifnya, tetapi diperlukan kerja samayang baik dengan aparat penegak hukum maupun dengan internal perbankan, antara lain melalui direktur kepatuhan perbankan.

2. Pencabutan izin usaha bank

Selain sanksi administrasi, kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dapat dijatuhi sanksi pencabutan izin usaha bank.

Pencabutan izin usaha terhadap beberapa bank yang tidak dikelola secara professional merupakan upaya melindungi kepentingan masyarakat, agar tidak mengganggu atau membahayakan atau membahayakan sistem perbankan secara keseluruhan.

40

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 278.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk Pengusaha Mikro/Jasa Layanan, dan untuk Kelompok Calon Wirausaha Baru maka metode pelaksanaan kegiatan terkait dengan tahapan atau langkah –langkah dalam

Masyarakat Tionghoa di Banda Aceh mengunakan bahasa tionghoa dalam keseharian mereka ketika mereka berkomunikasi dengan sesama etnis tionghoa, untuk meningkatkan

Buku ini disusun dengan tujuan untuk membantu para praktisi, dosen, dan mahasiswa yang terlibat dalam permasalahan rekayasa geoteknik, khususnya masalah perbaikan tanah pada

Di sekitar kebun kopi, didapatkan 20 spesies yang tergabung dalam empat famili, yaitu Lycanidae (lima spesies) , Nymphalidae (tujuh spesies), Papilionidae (tiga

Dalam skripsi ini di abarkan tentang hubungan kadar NO x di udara ambien di Centra Processing Area CPA Petr China dengan faal paru dan keluhan.. pernafasan kar a an

Reduksi harmonisa pada LPF menujukan hasil terbaiknya pada besar komponen yang sama dengan Filter Seri, sedangkan Filter Paralel menujukan hasil terbaik pada besar komponen 1 uF

Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal