• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIMANA OMBUDSMAN DALAM KELEMBAGAAN NEGARA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIMANA OMBUDSMAN DALAM KELEMBAGAAN NEGARA INDONESIA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

DIMANA OMBUDSMAN

DALAM KELEMBAGAAN NEGARA INDONESIA

PROF. DR. IBRAHIM R. SH. MH.

KOORDINATOR

PROGRAM DONTOR ILMU HUKUM

Materi Masukan Naskah Akademik Dalam Diskusi Pakar Untuk Mendapatkan Masukan Terhadap Penyusunan RUU Tentang Perubahan UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

Diselenggarakan Oleh Kepala Pusat Perancangan UU Badan Keahlian DPR RI

Di Denpasar 12 s/d 14 September 2019

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

2019

(2)

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kehadapan Allah swt, bahwa materi pengumpulan data ke daerah dalam rangka penyusunan naskah akademik dan draf RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, dapat diselesaikan, sebagai masukan dan materi Naskah Akademik

Pengumpulan data ke daerah dalam rangka penyusunan Naskah Akademik dan Draf RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, dulakukan Panitia ke Provinsi Bali, Fakultas Hukum Universitas Udayana, dan Ombudsman Provinsi Bali, yang dilakukan pada tanggal 12 s/d 14 September 2019.

Demikianlah materi ini disusun sebagai tambahan materi Naskah Akademik dalam rangka penyusunan Naskah Akademik dan Draf RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Sekian dan terima kasih.

Denpasar, 13 September 2019

Ibrahim R. WA: 081239655505

(3)

DAFTAR ISI

PENGANTAR ... 2 DAFTAR ISI ... 3 BAB I. LATAR BELAKANG ... ... 4

1.1. Negara Hukum ...

1.2. Sistem Pemerintahan ...

1.3. Lembaga Negara ...

1.4. Komisi Negara ...

BAB II. PEMBAHASAN ...

BAB III. MASUKAN DAN PENDAPAT ...

DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

BAB I.

LATAR BELAKANG

TOR: Pelayanan merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang da jasa. Untuk memahami pelayanan publik yang dimaksud tersebut, tidak pernah dipetakan secara jelas dalam Forma Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan, sehingga elemen-elemen dasar kebutuhan tersebut sering kali membaur tanpa batas yang jelas, dan bergerak kedunia politis, menjadi kepentingan politik, seperti misalnya Subsidi Listrik dan BBM dinikmati oleh siapa, tidak mendapatkan kepastian dan peruntukan untuk yang memang membutuhkan sebagai kebutuhan dasar kehidupan. Untuk menggambarkan hal itu harus dimulai dengan Negara Hukum, Negara Kesejahteraan dan Kebutuhan Dasar manusia, sehingga kita mendapatkan kepastian dan keberpihakan kepada yang membutukan dan memang yang wajib dibantu oleh negara sebagai hak dasar setiap warga negara. Berikut kita uraikan negara hukum, negara kesejahteraan dan kebutuhan dasar.

1.1. Negara Hukum

Referensi BPUPKI (Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) berbicara tentang negara hukum, adalah menggunakan rechsstaat dan rule of law, yang oleh Soepomo diterjemahkan menjadi Negara Berdasarkan Atas Hukum (Rechstaat), yang ingin mengsintesakan unsur rechstaat dan rule of law, belum diselesaikan keburu Indonesia merdeka.

Negara hukum menurut Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrichstahl (1802-1861), memiliki unsur, yaitu:

1. Adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, 2. Adanya pembagian kekuasannegara berdasarkan Trias Politika, 3. Setiap tindakan pemerintah berdasarkan Undang Undang, 4. Adanya peradilan adminsitasi negara.

Negara Hukum menurut A.V. Dicey (1835-1922), dalam rule of law, unsurnya terdiri atas:

1. Supremacy of law, 2. Equality before the law,

3. Constitution based on individual rights.

(5)

Sintesa rechsstaat dan rule of law, oleh Prof. Dr. Soepomo, tidak sempat diselesaikan, keburu Indonesia merdeka, kemudian dirajut lebih lanjut oleh Ibrahim R (2003), sebagai Negara Hukum Demokratis (Teori Negara Hukum Demokratis), unsur dan elemennya, sebagai berikut:

1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia berdasarkan ideologi 2. Kedudukan yang sama dalam hukum bagi setiap warga negara,

3. Tindakan pemerintah berdasarkan konstitusi dan dilaksanakan dengan undang-undang, 4. Pembagian kekuasaan berdasarkan Trias Politika,

5. Adanya peradilan yang merdeka,

6. Adanya kode moral dan akhlak yang mewujudkan karakteristik bangsa dan negara.

Teori Negara Hukum Demokratis tersebut sebagai bingkai melaksanakan hukum tata negara dan pemerintahan Indonesia, jika negara hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Harus mendapatkan verifikasi teori negara hukum. Jika tidak, akan selalu menimbulkan kegalau dalam memastikan bahwa subsistem dari sistem ketatanegaraan, akan mulur mengkeret, seperti posisi dan kedudukan DPD (Dewan Perwakilan Daerah, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), KPK (Komisi Pemberatan Korupsi), Pemilu serentak Presiden dan legislatif, posisi Komisi Yudisial, dan termasuk Ombudsman.

1.2. Sistem Pemerintahan

Bentuk negara Indonesia adalah negara Kesatuan (Kesatuan versus Federal), bentuk

pemerintahannya adalah republik (republik versus kerajaan), sistem pemerintahannya adalah

Presidensial (presidensial, parlementer, dan semi-presidensial), sifat pemerintahannya adalah masih

otoriter (otoriter versus demokratis). Pilihan sistem pemerintahan tersebut, berlanjut pada pembagian

kekuasaan negara, Indonesia tidak menggunakan Trias Politika atau Catur Praja, tetapi, melahirkan

Lembaga Negara. Kelahiran lembaga negara, wajib melekat pada kewenangan Attributie dalam arti

pertama dan utama. Alurnya, pertama-tama kekuasaan diperoleh melalui pembagian kekuasaan

negara yang menempati kewenangan attributie (oorsponkelijk dalam arti aseli). Penerima kewenangan

attributie, dapat melakukan pelimpahan dalam bentuk delegatie, penerima kewenangan delegatie,

dapat mensub-delegatie kan, dan tidak ada sub-delegatie lagi.

(6)

1.3. Lembaga Negara dan Kewenangan.

Lembaga negara berdasarkan UUD NRI 1945, dan mendapatkan kewenangan Attributie (oorsponkelijk dalam arti aseli), berikut:

ATTRIBUTIE DELEGATIE SUB-DELEGATIE

ATTRIBUTIE MPR, DPR, DPD, PRESIDEN, BPK, MA, MK

DELEGATIE MENTERI, PEJABAT

TINGGI NEGARA SETINGKAT MENTERI (PTNSM), GUBERNUR

SUB-DELEGATIE ESELON SATU,

SETINGKAT ESELON SATU,

BUPATI/WALIKOTA

1.4. Komisi Negara

Dari catatan yang saya miliki sampai saat ini, ada 119 Komisi Negara yang mandiri dan independen. Dalam kemandirian dan independen, mengalami delematis. Silahkan kaji yang 119 Komisi Negara dan lembaga negara yang ada dalam tebel dibawah ini:

Tabel. KOMISI KENEGARAAN

NO NAMA KOMISI SINGKATANNYA

1 2 3

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

1. Komisi Hukum Nasional KHN

(7)

2. Komisi Kepolisian Nasional KKN

3. Ombudsman RI

4. Komisi Kejaksaan KK

5. Komisi Perlindungan Anak Indonersia KPAI

6. Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan KAKTP

7. Komisi Nasional HAM KN-HAM

8. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK

9. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

KPK

10. Satuan Tugas Mafia Hukum STMH

11. Satgas Narkoba SaNa

PEMILIHAN UMUM

12. Komisi Pemilihan Umum KPU

13. Dewan Pengawas Pemilihan Umum DPPU

KETAHANAN DAN KEAMANAN

NAMA SINGKATAN/ TAHUN

14. Dewan Ketahanan Nasional DKT

15. Badan Koordinasi Keamanan Laut BKKL

PENGEMBANGAN WILAYAH/

KAWASAN

16. Dewan Pertimbangan otonomi Daerah DPOD

17. Dewan Kelautan Indonesia DKI

18. Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia

DPKTI

19. Badan Pengembangan Wilayah Surabaya- Madura

BPWSM

20. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional BKPRN

21. Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan BNPP

(8)

22. Unit Kerja Presiden Untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

UKPUPPP

23. Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

DNKPBPB

24. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

DKPBPBB

25. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan

DKPBPBB

26. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun

DKPBPBK

27. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus DNKEK

28. Badan Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu

BPKET

29. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang

BPKPBPS

30. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

BPKPBPBB

31. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun

BPKPBPBK

32. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan

BPKPB-PBB

33. Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Di Pulau Batam, Bintan, dan Karimun

KPPKEK-PBBK

34. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

PPATK Perpres No. 48 Tahun

2012 revisi INFRASTRUKTUR

35. Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Perumahan dan Pemukiman Nasional

BKPPPN

36. Badan Pendukung Pengembangan Sistem BPPSPAM

(9)

Penyediaan Air Minum

37. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur

KKPPI

EKONOMI

38. Komisi Pengawasdan Persaingan Usaha KPPU

39. Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan KPPP

40. Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran

KSNUSU

41. Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN

42. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

PPATK

43. Komisi Banding Merek KBM

44. Komisi Banding Paten KBP

45. Dewan Gula Nasional DGN

46. Dewan Koperasi Nasional DKN

47. Dewan Ketahanan Pangan DKP

48. Satuan Tugas Untuk Mencari Solusi Jangka Pendek Difisit Negara Transaksi Berjalan (Ketua Presiden)

STUMS-JKDNTB/2013

LEMBAGA

PEMERINTAH NON KEMENTERIAN

49. Lembaga Administrasi Negara LAN

50. Arsip Nasional RI ANRI

51. Badan Kepegawaian Negara BKN

52. Perpustakaan Nasional RI PNRI

53. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BP2N

54. Badan Standarisasi Nasional BSN

55. Badan Pengawas Tenaga Nuklir BPTN

(10)

56. Badan Tenaga Nuklir Nasional BTNN

57. Badan Intejen Negara BIN

58. Lembaga Sandi Negara LSN

59. Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional

BKKBN

60. Lembaga Pengembangan dan Antariksa Nasional

LPAN

61. Badan Koordinasi Servei dan Pemetaan Nasional

BKSPN

62. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

LKPB-JP

63. Badan Pengawasan Obat Dan Makanan BPOM

64. Badan Nasional Penempatan dan

Perlindungan TKI

BNPP-TKI

65. Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan

BPKP

66. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG

67. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI

68. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT

69. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT

70. Badan Pertanahan Nasional BPN

71. Lembaga Ketahanan Nasional LKN

72. Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB

73. Badan SAR Nasional BSARN

74. Badan Narkotika Nasional BNN

ENERGI DAN SUMBER DAYA

75. Dewan Energi Nasional DEN

76. Dewan Sumber Daya Air Nasional DSDAN

77. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas BPHMG

(11)

78. Badan Pengawasan Pasar Tenaga Listrik BPPTL KESEHATAN

79. Komisi Penanggulangan AIDS KP-AIDS

80. Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional BPKN

81. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapan Menghadapi Pandemi Influenza

KNPFBKMPI

SOSIAL

82. Komisi Nasional Lanjut Usia KoNLU

83. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo BPLS

84. Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat

LKPPKSP

85. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan TKPK PERHUBUNGAN DAN

PENYIARAN

86. Komisi Penyiaran Indonesia KPI

87. Dewan Pres DP

88. Komite Nasional Keselamatan Transfortasi KNKT

89. Komisi Informasi Pusat KIP

90. Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional

DTIKN

KEAGAMAAN

91. Komisi Pengawasan Haji Indonesia KPHI

92. Badann Amil Zakat Nasional BAZN

93. Badan Pengelola Dana Abadi Umat BPDAU

94. Badan Pelaksanan Pengelola Masjid Istiqlal BP2MI

PENDIDIKAN ILMU

(12)

PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

95. Dewan Buku Nasional DBN

96. Dewan Riset Nasional DRN

97. Komite Inovasi Nasional KIN

98. Dewan Penerbangan Antariksa Nasional DPAN

99. Komite Akreditasi Nasional KAN

100. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia AIPI

101. Dewan Nasional Perbuhan Iklim DNPI

KETENAGAKERJAAN , KEPEGAWAIAN DAN PROFESI

102. Dewan Pengupahan Nasional DPN

103. Dewan Jaminan Sosial Nasional DJSN

104. Dewan Nasional Sertifikasi Profesi DNSP

105. Lembaga Produktivitas Nasional LPN

106. Komite Aksi Nasional Pengapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

KANPBPTUA

107. Komisi Kedokteran Indonesia KKI

108. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan MDTK

109. Lembaga Kerja Sama Tripatrit LKST

110. Badan Pertimbangan Kepegawaian BPK

PEMERINTAHAN

111. Dewan Pertimbangan Presiden DPP

112. Komite Standar Akuntansi Pemerintah KSAP

113. Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan KADBK OLAH RAGA

114. Badan Olahraga Profesional BOP

(13)

115. Konite Olahraga Nasional Indonesia KONI 116. Badan Standarisasi dan Akridetasi Nasional

Keolahragaan

BSANK

SENI DAN BUDAYA

117. Badan Pertimbangan Perfilman Nasional BPPN

118. Lembaga Sensor Film LSF

119. Komisi Penyiaran Indonesia KPI

*Diolah dari sumber dan data tahun 2015

(14)

BAB II.

PEMBAHASAN

Karena keterbatasan waktu yang diberikan panitia, diberi tahun tanggal 11 September 2019, dan pertemuan dilakukan pada tanggal 12 September 2019. Dari pengamatan pelaksanaan tugas dari Ombudsman dan pernah sebagai penguji tamu, ujian Disertasi tentang Ombudsman, pelaksanaan tugas dan wewenang Ombudsman belum efektif, kalaupun promovendus mengatakan bahwa Ombudsman sangat diperlukan, supaya ada tempat mengadu masyarakat, terhadap pelayanan publik yang sering dikeluhkan oleh masyarakat

2.1. Sistem Pemerintahan dan Formula Kekuasaan

Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang rada aneh, tahu persoalan, tetapi tidak mampu menyelesaikan persoalan, kecuali “tidak tahu apa yang, ia tidak tahu”. Listrik dan beras saja tidak mampu swasembada, garam saja impor.

Berikut, akan dicoba melihat sepintas sistem pemerintahan yang kita ingin tiru, tetapi malu, karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, karena besar itulah, kita tak mau belajar dari orang lain. Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara lainnya maju, karena memanfaatkan situasi perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (atau apa kata Bung Hatta: mendayung diantara dua karang). Tapi, ya, tapi tapi Indonesia kehilangan dua pulau Sipidan dan Ligitan, dan mau jual pulau lagi, jual pasir untuk menambah daratan Singapura, kan mengurangi ZEE Indonesia.

2.1.1. Mothers of Presidentialsm

Berbicara sistem pemerintahan Presidensial, bagaimanapun, harus belajar dari Amerika Serikat, karena Amerika Serikat lah sebagai pelahir dan peletak dasar atau pemegang hak paten, dan menjadikan sistem presidensial diakui sebagai sistem pemerintahan, kemudian ditiru oleh berbagai bangsa di dunia.

Amerika Serikat membangun hukum dan sistem pemerintahan didasarkan pada common law

system dalam fraksis rule of law, kemudian melahirkan sistem pemerintahan Presidensial, maka

disebutlah mereka itu sebagai mothers of presidentialsm. Pemerintahan presidensial Amerika Serikat di

ikuti dengan pemisahan kekuasaan berdasarkan ajaran Trias Politika Montequieu (1689-1755), yaitu

legislatif, eksekutif, dan yudisial. Kemudian dilengkapi dengan checks and balances. Maka, jadi klop

sebagai fundamen negara, dan Konstitusi adalah Kitab Suci Negara Amerika Serikat.

(15)

Badan perwakilan di Amerika Serikat adalah bikameral, yaitu Senate dan House of Representatives, pemilihan umum dengan sistin distrik dan semua anggota Senate dan House of Representatives tidak berakhir secara bersama-sama, sehingga anggota yang baru dapat menggali informasi dari anggota yang lama, sehingga berputar tanpa berhenti.

Pemilihan presiden dengan sistem electoral college dengan sistem winner takes all. Peradilan menganut the binding force of frecedent. Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politika dilengkapi dengan checks and balance system, dalam korelasi tugas, wewenang, produk hukum, pemilihan, dan pemberhentiannya dengan chekking power with power.

2.1.2. Mothers of Parliaments

Jika ingin mengkaji sistem pemerintahan Parlementer, mau tidak mau, harus belajar dari Inggris, karena Inggris lah sebagai pendiri dari sistem pemerintahan Parlementer atau pemegang hak paten, maka disebut sebagai Mothers of Parliaments.

Inggris pelahir common law system, dengan sistem pemerintahan Parlementer, dan pembagian kekuasaan dalam logika trias politika, tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan percampuran kekuasaan, sehingga yang disebut sebagai Parlemen, artinya pemerintah terdiri dari: Raja/Ratu (Kepala Negara), Kabinet dipimpin oleh Perdana Menteri (Pemerintah arti sempit, anggota kabinet adalah anggota Badan Perwakilan), dan Badan Perwakilan dengan sistem bikameral (Senat dan DPR) dan pemilihan umum dengan sisteim distrik. Sistem mosi tidak percaya dari badan perwakilan) sering disebut Parlemen, maka, pemerintah jatuh dan diadakan pemilihan umum untuk mendapatkan mandat baru dari rakyat.

2.2. Pelangi Presidensial Indonesia

Negara Indonesia, katanya menganut sistem pemerintahan Presidensial, tetapi pembagian kekuasaan adalah percampuran kekuasaan model dalam sistem Parlementer, tetapi tidak menggunakan logika trias politika, tetapi lahirlah lembaga negara: UUD 1945, ada lembaga negara tertinggi dan lembaga tinggi negara, tapi UUD NRI 1945, ada lembaga negara utama, lembaga negara bantu, dan komisi negara ((sampai tahun 2009 telah lahir 48 (empat puluh delapan) komisi negara)).

Apa artinya, kekuasaan diacak-acak, sesuai dengan selera Presiden dan DPR.

Masa Orde Lama, jatuh bangunnya kabinet, merupakan kehidupan yang rutih tiap bulan. Masa

Orde Baru, refleksi demokrasi Pancasila, fraksis Presiden dipilih tujuh kali berturut-turut. Masa

(16)

reformasi, sepertinya kemana arah angin sorga dunia berhembus, kesanalah partai kumpul untuk bagi kue, karena bangsa ini masih berada, dibawah garis kemiskinan.

2.3. Formula Kekuasaan Pemerintah

Sebelum mengkaji lebih lanjut, ada baiknya memahami kerangka pikir dasar bernegara, yang membingkai kekuasaan dan transformasi kekuasaan pusat dan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yaitu: bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan, dan sifat pemerintahan, hal tersebut berkorelasi dalam membentuk alam demokrasi, baik fraksis di tingkat nasional maupun tingkat daerah, sehingga lahirlah budaya politik, budaya hukum, budaya birokrat, yang mewarnai jati diri anak bangsa.

1. Bentuk Negara, berkaitan dengan kesatuan suatu negara dan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dibedakan antara negara Kesatuan versus Federal, yang akan membagi wewenang dan beban tanggungjawab.

2. Bentuk Pemerintahan, berhubungan dengan bagiamana pemerintah (penguasa) itu diangkat, dan diberhentikan, dibedakan antara Kerajaan versus Republik.

3. Sistem Pemerintahan, berkaitan dengan mekanisme demokrasi, pembagian kekuasaan, pelaksanaannya, dan beban tanggungjawab pemerintahan, dibedakan antara: sistem pemerintahan Parlementer, sistem pemerintahan Presidensial, dan sistem pemerintahan Semi- Presidensial .

4. Sifat Pemerintahan, berkaitan dengan pola dan mekanisme pengambilan keputusan, dibedakan antara: demokratis versus otoriter.

2.4. Tugas, Wewenang, dan Tanggungjawab

Pelimpahan wewenang pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah dalam negara Kesatuan

berdasarkan asas desentralisasi, maka diatur dalam koridor Teori Kewenangan dan Beban

Tanggungjawab. Pertama-tama kekuasaan diperoleh melalui attributie oleh lembaga negara sebagai

akibat dari pilihan sistem pemerintahan dan sistem pembagian kekuasaan. Dari situlah kewenangan

attributie didapat (maka, diatur dalam UUD), kemudian yang mendapatkan kewenangan, dapat

melakukan pelimpahan (afgeleid), melalui dua cara, yaitu delegatie dan mandaat. Pada delegatie

hanya boleh di sub-delegatie, tidak ada sub-sub delegati, seperti yang terjadi di Indonesia. Mengapa

demikian, karena jabatan kenegaraan dalam setiap sistem pemerintahan, wajib

(17)

dipertanggungjawabkan, sesuai dengan prinsip pembagian kekuasaan. Untuk menentukan batas dan beban tanggungjawab dari masing-masing lembaga negara, ditentukan dari beberapa prinsip, yaitu:

1. Setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan.

2. Setiap pemberian kekuasaan harus dipikirkan beban dan batas tanggungjawab untuk setiap penerima kekuasaan.

3. Kesediaan untuk melaksanakan tanggungjawab harus secara inklusif sudah diterima pada saat menerima kekuasaan.

4. Tiap Kekuasaan ditentukan batasnya dengan teori kewenangan dan beban tanggungjawab.

5. Beban tanggungjawab terhadap penyimpangan ditentukan berdasarkan: (1). Faute de service, jika kesalahan dinas adalah beban negara (lembaga), (2). Faute de personelle, jika kesalahan pribadi adalah beban pribadi.

2.5. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pada negara kesatuan berbeda dengan negara federal. Pada negara kesatuan, kekuasaan itu berada pada pemerintah pusat, kemudian pemerintah pusat melimpahkan sebagian kekuasaan tersebut kepada pemerintahan daerah, untuk dilaksanakan sebagai upaya mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat, untuk merefleksikan UUD NRI 1945 (UUD 1945).

Pelimpahan kewenangan pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah dalam kontek negara Kesatuan, dapat dilakukan melalui: asas desentralisasi atau asas sentralisasi.

1. Asas Desentralisasi, yang melahirkan Otonomi. Asas desentralisasi melahirkan otonomi daerah, asas ini dilengkapi dengan Asas Tugas Pembantuan, untuk mengendalikan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, supaya dapat dikendalikan dalam ruang negara Kesatuan dan menciptakan pemerintahan yang demokratis sebagai citi-cita masyarakat modern, artinya asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan merupakan komponen dalam hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dalam sistem otonomi daerah. Bagaimana isi otonomi daerah, akan ditentukan berdasarkan Teori Urusan Rumah Tangga Daerah.

2. Asas Sentralisasi, tidak melahirkan otonomi., tetapi Asas Sentralisasi melahirkan Sentral, dan untuk melaksanakan asas sentralisasi dilengkapi dengan Asas Dekonsentrasi, artinya asas sentralisasi dan asas dekonsentrasi merupakan komponen hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Untuk melihat hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, secara teoritik dalam

negara Kesatuan, dapat dilihat dari bagaimana pemerintah pusat menggunakan asas atau sarana

sebagai perlengkapan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam praktek selama ini,

(18)

mulai dari : UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 44 Tahun 1950 dan UU No. 1 Tahun 1957, Perpres No. 6Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, dan sampai dengan UU No. 32 Tahun 2004. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah selalu dibawa ke arah Sentralisasi, karena pemerintah pusat selalu menggunakan asas dekonsentrasi untuk berhubungan dengan daerah di samping asas yang lain.

Jika, pemerintah pusat menggunakan asas Tugas Pembantuan lingket ke daerah, berarti merupakan bagian dari desentralisasi dan untuk mengerem dan mengendalikan otonomi daerah, sehingga otonomi tidak lepas kendali, supaya tetap berada dalam koridor negara Kesatuan. Jika, pemerintah pusat menggunakan asas dekonsentrasi lingket ke daerah, berarti merupakan bagian dari asas sentralisasi, ini berarti mendistorsi asas desentralisasi, berarti pula hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menuju dan memperkuat sentralisasi.

Kerancuan penggunaan asas yang berhubungan dengan lingket pusat dan daerah sampai saat ini. Membuat pemerintahan daerah tidak memiliki pola statik, berubah, dan berubah dari sekian banyak UU Pemerintahan Daerah yang sudah diberlakukan dan tidak banyak membawa perubahan dan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah, akibatnya daerah tidak puas dan munculnya berbagai perlawanan daerah, seperti yang pernah terjadi tahun 1950-an, yaitu: (1). pemberontakan tahun 1950- an: DI, TII dan Permesta. (2). separatis tahun 1980-an, yaitu: Aceh dan Papua.

Pada negara Federal, kekuasaan itu berada pada pemerintah Negara Bagian dan Pemerintahan Federal menerima sebagian kewenangan dari Negara Bagian yang forsinya lebih besar dan berkaitan dengan unsur kedaulatan secara ekstern.

2.5. Persoalan Dasar Bangsa Indonesia

Ketika kita menyadari atau kapanpun kesadaran terbetik, sepertinya tidak ada ruang yang bebas dari masalah dan permasalahan bangsa Indonesia. Korupsi mulai dari hulu sampai hilir, berada disemua lembaga negara dan komisi negara (legislatif, eksekutif, dan yudisial), termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di daerah sama saja, baik terang maupun secara sunyi, ya juga korupsi berjamaah dan yang dilegalkan.

Bumi, laut, udara, dan kekayaan yang melimpah, tidak mampu memberi makan anak bangsa,

hanya sekedar makan tiga kali sehari, tanpa rumah. Pulau Kalimantan pusat Batu Bara, tapi listrik

masih giliran, Nanggro Aceh Darussalam, Papua, dan Bali adalah dalam juga ironi anak bangsa, dan

lainya. Kesemua itu merupakan sebab dan sekaligus akibat, sehingga sulit sekali, akan diakhir, akan

mulai dari mana, apa menggunakan Teori Nero.

(19)

Baiklah saya mengkaji term of reference, dari pertanyaan yang diajukan panitia seminar nasional dari Institute for Peace and Democracy :

2.5.1. Amandemen UUD NRI 1945.

UUD 1945 belum memuat asas bernegara yang baik dan bagaimana megendalikan kekuasaan.

Maka, pidato Soekarno tanggal 18 Agustus 1945, menyebut UUD yang disahkan adalah UUD Sementara, UUD Kilat, Revolutie Grond Wet. Namun, dan celakanya lagi, MPR dalam mengamandemen UUD 1945 telah melampau batas kewenangan yang diberikan Pasal 37 UUD 1945, yaitu merubah total paradigma UUD 1945. Yang semula adanya lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara (MPR, DPR, Presiden, BPK, DPA, dan MA). Hasil amandemen menjadi UUD NRI 1945, adanya lembaga negara utama (MPR, DPD, DPR, Presiden, BPK, MA, MK) dan lembaga negara bantu (KPK, KY, Komnas HAM, KPPU, dll). Keaneka ragaman lembaga negara dan komisi negara, membuat banyak konflik antar lembaga, seperti: MK versus MA, MA versus KY, MK versus DPR, KPK versus Polri dan Jaksa.

MPR telah melampau batas kewenangan dalam menggunakan Pasal 37 UUD 1945.

Seharusnya, dengan perubahan paradigma yang sedemikian itu, maka, harus disahkan melalui Referendum, karena merubah paradigma hasil the founding fathers. Artinya minta mandat baru rakyat untuk sebuah pradigma sistem ketatanegaraan.

Konstruksi perubahan UUD 1945 tak jelas, “grand unified design” dan atau tidak ada ”grand theory” nya, seperti, contoh berikut:

1. Adanya DPD dan DPR, apakah bikameral atau tidak, jelas tidak. Kalau pun ada mengatakan bikameral, ya, ya bikameral ala Indonesia, yang tidak fungsional, tapi DPD terpilih dengan sangat demokratis.

2. Kompetensi Mahkamah Konstitusi Pasal 24C, yaitu: judicial review dan penyelesaian sengketa, dan sifat putusan: ”pertama dan terakhir bersifat final”. Kenapa kompetensi MK yang sengketa, diberikan putusannya “pertama dan terakhir bersifat final”. Apakah para hakim MK adalah para malaikat dan malaikat. Perlu diingat bahwa dengan adanya MK dan MA, Indonesia menganut bifurkasi sistem dalam Kekuasaan Kehakiman yang merupakan refleksi dari civil law system.

3. Jika, Pasal 8 UUD NRI 1945 terjadi, bagaimana dengan Pasal 7 UUD NRI 1945, bermasalah.

4. Penggunaan Pasal 37 UUD NRI 1945, dengan melihat Pemilu tahun 2009 (DPR = 560 dan DPD

= 132). MPR terdiri dari: DPD (132 orang ) dan DPR (560 orang).

a. Pasal 37 (1) UUD NRI 1945, usul perubahan: 1/3 x 692 = 230,66 orang.

b. Pasal 37 (3) UUD NRI 1945, dihadiri oleh 2/3 x 692 = 461 anggota.

(20)

c. Pasal 37 (4) UUD NRI 1945, putusan ½ + 1 = ½ x 692 = 461 anggota.

d. Artinya keputusan tidak perlu anggota DPD, tapi cukup anggota DPR saja (anggota DPR 560 anggota).

5. Pasal 37 (5) UUD NRI 1945, bentuk negara kesatuan tidak dapat diubah, tapi Otonomi Khusus Aceh dan Papua, merupakan wujud Negara Federal, cepat atau lambat akan menjadi krusial, karena sudah ditoleransi, seperti pemekaran wilayah

Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 jiwa memperoleh alokasi 20 kursi. Perhatikan jumlah penduduk dengan UU Pemilu tentang jumlah anggota DPRD yang paling sedikit adalah 20 (dua puluh) kursi, maka Kabupaten yang penduduknya 14.165 dibagi 20 kursi, maka anggota DPRD yang akan terpilih dengan bilangan pembagi permanen adalah 708,25 orang, kalau disana banyak partai, berapa pemilih untuk seorang anggota DPRD.

6. Pemberhentian Presiden oleh DPR. Pasal 7B (3) UUD NRI 1945,

a. Pengajuan pemberhentian Presiden ke Mahkamah Konstitusi didukung oleh 2/3 dari jumlah anggota DPR (2/3 x 560 = 373,33 anggota DPR.

b. MK Pasal 28 (1) UU No. 24/2003, sidang oleh 9 orang atau 7 orang (MK dapat memutus pertimbangan hukum terhadap Presiden dengan 7 anggota dari 9 anggota, kalau qorumnya 7 orang bagaimana).

c. Pasal 45 (7), Putusan dengan suara terbanyak, bisa 5 orang atau 4 orang, kalau demikian sungguh ironis.

d. Putusan MPR dihadiri, Pasal 7B (7) UUD NRI 1945 2/3 x 692 = 461,33 orang .

e. Putusan 2/3 x ¾ (461,33) = 346 orang. Secara teoritik putusan dengan mayoritas mutlak adalah 50 persen plus satu dari 692 adalah 386 anggota.

f. Rumus Putusan 2/3 x ¾ (461,33) = 346 orang, artinya dibawah mayoritas mutlak, berarti pula kurang demokratis.

7. Banyak contoh lainnya, belum lagi normativisasi ketentuan UUD ke dalam UU dan peraturan pelaksana lainnya.

2.6.. Lembaga Negara dan Komisi Negara

Apakah, persoalan lembaga Negara (Presidesialisme, Komisi Negara, Legislatif, Eksekutif, dan

Yudisial). Pembagian kekuasaan tidak dalam logika trias politika yang merupakan karakter dasar

sistem pemerintahan Presidensial, tetapi pembagian kekuasaan adalah percampuran kekuasaan

seperti format sistem pemerintahan Parlementer, tetapi, tidak dalam logika trias politika. Namun,

(21)

menghasilkan: lembaga tertinggi dan tinggi negara menurut UUD 1945. Lembaga negara utama, lembaga negara bantu, dan komisi negara menurut UUD NRI 1945. Hasil ini merupakan transaksional kekuasaan dari pengambil keputusan (MPR), bukan transformasi filosofis bernegara dan bermasyarakat dari ideologi Pancasila.

Dalam praktek, semua lembaga negara sering konflik dan tidak ada jalan penyelesaian, kalaupun terjadi penyelesaian, diluar koridor hukum dan berlarut-larut. Mengapa demikian, karena tidak ada grand unified design, yang mengandung unsur checking power with power sebagai salah satu unsur dari checks and balances system.

Sistem yang dibangun setelah amandemen, adalah bagi-bagi kekuasaan, rakyat dan kemiskinan menjadi barang jualannya. Perhatikan hubungan kerja lembaga negara dan apa yang dihasilkan selama reformasi (kalaupun ada hasil, tak sesuai dengan modal kerja):

1. Badan Perwakilan (MPR, DPD, dan DPR), yang menghasilkan produk UU hanya DPR dan Presiden, DPD tidak ikut mengambil keputusan, MPR jabatan duduk manis.

2. Hubungan kerja Badan Perwakilan, Presiden, MA, MK. Sering, putusan MA/MK tak dilaksanakan oleh Presiden, KPU, karena tidak ada kemauan untuk melaksanakan.

3. Banyak contoh kasus lainnya.

2.6. Pembuatan Paket UU Politik.

Apakah persoalan pembuatan paket UU Politik (UU Parpol, UU Pemilu, UU Pilpres, UU Susduk, UU Penyelenggara Pemilu). Paket UU Politik tersebut merupakan proyek legislasi nasional lima tahunan, karena tiap lima tahun berubah, lumayan satu paket RUU dananya Rp. 5,8 milyar (mulai 2009), dan belum lagi UU yang lain (ratusan RUU, tak menjadi UU, dan ditelan bumi pertiwi). Dasar pijakan pembuatan UU sebagai normativisasi pasal UUD kurang jelas, maka, hasil akhirnya juga tidak jelas, kabur, dan konflik norma. Pembuatan RUU tidak ada kaji akademik secara koperhensip, paling datang seminar di Perguruan Tinggi dua-tiga jam, cuap-cuap, sudah dianggap kaji akademik.

Paket UU Politik, dibentuk berdasarkan kepentingan partai politik, bukan berdasarkan

kepentingan struktur ketatanegaraan untuk mengimplementasikan dasar filsafati negara, belum lagi

peraturan pelaksananya. Perhatikan DPR dan DPD telah terpilih Pemilu Juli 2009, tapi UU Susduk

belum selesai sampai Agustus 2009, yang akan dilantik 1 Oktober 2009.

(22)

Apakah persoalan institusi politik (Parpol, netralitas TNI, Polri, sistem multi partai, sistem Pemilu).

Institusi politik Indonesia belum jadi, lalu lahir partai politik setiap lima tahunan untuk mengikuti Pemilu, karena tidak ada jalur para elite untuk tampil, karena pimpinan Parpol tunggal berkuasa finuh, sepertinya tidak ada etika/moral/akhlak, tanpa mendengar bisikan hati nurani konstituen. Memang secara teoritik dalam dunia politik ”tidak ada kawan dan lawan yang abadi”. Tapi, kekuasaan itu, ujung- ujungnya duit (UUD).

Karena struktur ketatanegaran rancu dan institusi politik rancu, menjadi tidak jelas posisi birokrat:

TNI, Polisi, dan PNS, Dalam struktur tatanegaraan bahwa pegawai negeri (PN) terdiri dari:

(1). Pegawai Negeri Sipil: Pusat dan Daerah.

(2). Pegawai Negeri Pertahanan (TNI) dan Keamanan (Polisi).

Praktenya selama ini, tidak membedakan mana jabatan politik dan mana jabatan birokrat, campur baur (gado-gado). Contoh, ketika Kepala Daerah terpilih, ia akan mengadakan mutasi besar-besaran, dan berulang-ulang, tanpa melihat kinerja dan kemampuan.

Sistem multi partai tidak akan stabil dengan sistem Pemilu proporsional, seharusnya sistem distrik tunggal atau maksimal tiga pos dalam satu distrik, lebih dari itu akan selalu tarik menarik, sesuai dengan kepentingan kekuasaan. Ketentuan model itu harus diatur dalam UUD, bukan dalam UU.

2.7. Hak Dasar Warga Negara.

Apakah persoalan hak dasar warga negara (hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan sosial, pembatasan penetrasi negara). Negara dan pemerintahan dari masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi, lebih mementingkan kepentingan elit politik sebagai prioritas utama untuk dapat kue pembangunan, sedangkan rakyat yang punya kedaulantan, cukup hanya menerima belas kasihan dari penguasa menjelang Pemilu, seperti BLT (bantuan langsung tunai), perhatikan sumbangan masa Pileg, Pilpres, dan Pilkada (karena suara seorang Presiden, Menteri, Gubernur sama nilainya dengan seorang Pengemis atau seorang terlunta-lunta, adalah satu suara).

Berapa paket stimulus tahun 2009, untuk petani, nelayan, dan pedagang kecil, tidak lebih dari dua persen. Rakyat di perkotaan digusur, tanpa diberikan tempat usaha. Pemerintah menggusur warga negara, seharusnya mengatur dan memberikan tempat usaha, karena itu merupakan tugas negara.

Warga negara digusur dan tidak diberi tempat, apa itu tujuan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus

1945, dulu rakyat dijajah bangsa asing, kini rakyat dijajah bangsa asing yang kerjasama dengan

bangsa sendiri.

(23)

Kenapa Malaysia dapat memberi upah yang layak pada pendatang Haram dari Indonesia di kebun Kelapa Sawit, dan kenapa kebun Kelapa Sawit di Indonesia buruhnya dibayar dibawah upah minimum, berapa upah pegawai rendahan Hotel Bintang Lima, artinya ketimpangan pendapatan sangat tinggi. Tahun 1970-an Malaysia belajar dari Indonesia, sekarang kita dipermalukan oleh Malaysia, Sipidan dan Ligitan, Tari Reog Ponorogo, Batik, Tari Pendet, Angklung adalah diklaim milik Malaysia.

Bagaiman perlindungan terhadap para pahlawan devisa (TKW dan TKI), sangat mengenaskan.

Kenapa tidak mau belajarlah melindungi pahlawan devisa dari negara Philipina. Lalu, apa tugas para Duta Besar selama ini, kurang dan kurang, bahkan ada yang ikut mengambil keuntungan pribadi dari penderitaan pahlawan devisa.

2.8. Integrasi Negara dan Bangsa.

Apakah persoalan negara Bangsa (integrasi, hubungan antar etnik, persoalan geografi).

Hubungan antar etnik di Indonesia sebenarnya tidak ada masalah, tetapi, akibat ulah, para pemimpin yang tidak adil, yang korup, hukum diganti dengan kekuasaan, hukum diganti dengan kesukuan, remisi diperjual belikan. Akhirnya, menimbulkan gesekan antar suku, agama, etnik, ras, seperti yang terjadi selama ini. Jika, ”ayam-ayam itu mati mengeram di lumbung padi” terus menerus, satu atau dua dasa warsa ke depan, kita akan menerima akibatnya, karena potensi kekayaan sudah terkuras, bisa jadi, seperti jaman Belanda dahulu, menjual tanak Partekelir dengan pejabat dan penduduknya (camat, kepala desa, dan penduduknya ikut dijual). Perhatikan potensi apa yang ada disekitar kita, seperti:

Naggro Aceh Darussalam, Papua, Riau, dan Bali.

2.9. Ekonomi Politik.

Apakah persoalan ekonomi politik (kepemilikan faktor produksi, hak berserikat, kemiskinan, dan

keadilan). Peranan hukum tata negara dalam membangun perekonomian, tidak dijalankan sebagai

mana mestinya, tetapi cendrung untuk sarana menjual dan mendapatkan investasi. Perhatikan

investasi selama ini, 70 persen di inves di Jawa, sisanya luar jawa. Kekayaan luar jawa masuk jawa 70

persen dan 30 persen untuknya, belum lagi kena korup. Tahun 2005 pemerintah berjanji mau

membagikan dua juta hektar tanah kepada rakyat, hanya fiktif dan politis semata. Pengusaha

membentuk seribu wajah untuk menyedot kesempatan rakyat kecil, seperti munculnya ijin mini market

dimana mana, belum lagi swalayan besar yang penuh sesak di pusat-pusat kota.

(24)

Kemiskinan dan keadilan, merupakan pemandangan yang lumrah di pusat kota dalam rumah Kardus, di desa, coba datang sebagai intel di dirumah sakit bagaimana pelayanan terhadap orang miskin, astagafirullah, dibolak balik kesana kemari, sangat menyedihkan. Pernah beberapa kali dialog dengan mereka. Mungkinkah itu, seiring dengan predikat negara Indonesia di dunia Internasional adalah negara developing /underdeveloped (alias underdeveloped/developing). Berapa orang korban meninggal ketika antre menerima zakat di Pasuruan, orang terinjak-injak antre daging korban Idul Adha.

Di alam reformasi ini, utang Indonesia Rp. 1.600 trilyun (2009), import bahan pangan Rp. 50 trilyun, aset nasional dijual ke asing, sumber migas dikuasai asing, Batu Bara juga. Devisa disedot untuk mengimport: gula Rp. 8,5 trilyun, daging sapi Rp. 4,8 trilyun, susu Rp. 7,5 triltun, tega nian import garam Rp. 900 milyar, belum lagi import beras, kedele, pakan ternak. Ya, NEOLIB kah ini punya program.

2.7.Kapasitas, Responsifitas, dan Akuntabilitas Negara

Apakah persoalan rendahnya kapasitas, responsifitas, dan akuntabilitas negara (KKN, birokrasi yang neobirokratik). Negara selama ini lebih banyak dipimpin oleh SDM yang memang sudah terkontaminasi dalam lingkungannya. Perhatikan dalam pemilihan pejabat publik, menempatkan orang tidak kompetensi pada bidangnya, kalaupun sudah memenuhi kompetensi, tapi terkontaminasi KKN, seperti dalam jajaran penegak hukum Jaksa, Polri, Hakim, dan belum ada lembaga negara yang menjadi contoh yang bersih, oleh sebab itu sampai saat ini reting negara Indonesia terkorup tidak berubah.

Demokrasi memang mahal, di Indonesia itu sangat dan sangat mahal, secara teoritik memang demokrasi itu mahal. Karena, sistem multi partai dan Pemilu sisten proporsional, menjadikan demokrasi super mahal.

Apakah persoalan proses politik yang tidak sepresentatif (Pemilu mahal, keterwakilan perempuan rendah, koalisi yang tidak pasti, dan mobilitas primodialisme). Kesemua itu memang disengaja, karena lebih enak mancing di air keruh, dari pada air jernih. Sehingg, bisa menggunakan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945, Dala hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang. Berapa banyak sudah Perpu dilahirkan, tanpa ada kegentingan yang memaksa.

Sesenggak bangsa: Ayam mati mengeram di lumbung Padi. Negara manapun di dunia ini, jika

reformasi agraria gagal, pasti kemiskinan dan kesenjangan antara kaya dan miskin, menganga,

(25)

ketimpangan menuju kerawanan sosial, perhatikan konflik adat, konflik antar kampung/desa, etnik, suku. Indonesia gagal dalam reformasi agraria, jangan mimpi menaikkan derajat orang miskin/duafa.

2.9. Strategi dan Kebijakan Menyelesaikan Persoalan

Standar patokan bernegara adalah: UUD NRI 1945, supermacy of law dan equality before the law, dan asas hukum tata negara. Apakah fungsi asas hukum, sudah dipergunakan, seperti fungsi asas hukum:

1. merupakan titik sentral berpikir tentang hukum.

2. merupakan titik tolak bagi pembentuk undang-undang.

3. merupakan titik tolak interpretasi terhadap undang-undang.

4. memberi titik tolak kontrol terhadap tindakan pemerintah (arti luas) 5. akhlak/etika/moral bernegara dan bermasyarakat.

Arah amendemen UUD 1945, tidak menggunakan grand unified design tata negara, sehingga dalam mengelola dan mengendalikan kekuasaan, dari akibat percampuran kekuasaan menjadi masalah dan bermasalah. Dalam prakteknya seperti menegakkan benang basah dan kusut:

a. Setiap menemukan masalah, buat aturan;

b. Setiap masyarakat tidak puas, mengajukan judicial review;

c. Setiap masalah, menunggu aturan dibuat dulu;

d. Menunggu payung hukum, sedikit dikit Perpu.

e. Maka, negara Indonesia adalah struktur jamaah politik dengan dalil kepentingan umum.

Lalu apa yang harus dilakukan, adalah mengamandemen UUD NRI 1945 dan memformat ulang pembagian kekuasaan, lembaga negara, komisi negara dihapus:

1. Format kembali sistem pemerintahan presidensial, berikan kejelasan asas yang dimuat dalam UUD, bukan pada tataran UU. Selama ini, materi muatan UUD dan UU agak amburadul.

2. Format kembali pembagian kekuasaan, menjadi pemisahan kekuasaan, kemudian ciptakan

mekanisme checks and balances pada lembaga negara yang setara (tidak ada lagi ada lembaga

negara utama dan lembaga negara bantu, komisi negara, tapi lembaga negara yang setara),

kemudian berikan checking power with power antar lembaga negara secara terbatas oleh

kekuasaan yang sama.

(26)

3. Format kembali sistem partai politik dan sistem Pemilu sesuai dengan filsafati “the government from the people, by the people, for the people”. Praktek selama ini, boleh dikatakan, hampir pada semua pengambilan keputusan politik, tidak demokratis dan tidak adil, seperti contohnya:

a. Bilangan Pembagi untuk DPR, cokcak;

b. Terpilihnya Kepala Daerah, suara terbanyak, bukan mayoritas mutlak;

c. Hasil penggunaan Pasal 37 UUD NRI 1945, Impachment terhadap Presiden, putusan dibawah mayoritas mutlak.

4. Bentuk Peradilan Tata Negara, untuk impachment pejabat politik (di semua ranah lembaga negara), untuk mempercepat pejabat eksekutif politik diganti, pada birokrasi tegakkan hukuman disiplin.

5. Kanalisasi secara tegas dan pasti: mana batas jabatan politik (eksekutif politik) dan jabatan birokrat, selama ini kacau dalam penerapan dan penegakan hukumnya. Jabatan mana saja yang boleh berganti jika Presiden terpilih, jika Kepala daerah terpilih, dan bentuk birokrat yang proporsi dan profesional. Sekarang ini Birokrat dizalimi kekuasaan politik, dengan mudan menonjobkan pejabat birokrat.

2.10 Paket UU Politik

1. UU Parpol dan UU Pemilu, harus sinkron, yaitu arahkan Parpol menjadi dua tombak kembar dalam multi partai secara fermanen, yaitu: tombak pertama adalah penguasa, tombak kedua adalah oposisi (oposisi adalah anak kandung demokrasi, bukan anak haram), dan Pemilu dengan sistem distrik triji (satu distrik tiga utusan, yang ideal satu distrik satu utusan).

2. UU Susduk, Badan Perwaklan harus dua kamar (bikameral) yang benar, dan keputusan diambil dimasing-masing kamar, bukan gabungan. Pemilihan anggota DPD dan DPR tidak habis sekali seperti yang terjadi saat ini, setiap dua setengah tahun dipilih 50 persen dan berputar (sinkronkan dengan Pemilu Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota).

3. UU Pilpres, pada waktu Pemilu Presiden, ada juga daerah tertentu ikut Pemilu Gubernur dan Bupati/Walikota, pemilihan DPD, DPR, DPRD (Provinsi, Kabupaten/ Kota) secara bersamaan.

Lalu, buat Kalender Ketatanegaraan yang baku dan pasti. Sekarang ini: DPD, DPR, DPRD,

dipilih total, berdekatan dengan pemilihan Presiden. Pilkada juga harus diatur dibeberapa daerah

yang bersamaan. Akhir-akhir ini, ada wacana Gubernur itu ditunjuk Presiden atau di pilih DPRD,

itu cara kerja bangsa yang tidak punya grand design.

(27)

4. UU Penyelenggara Pemilu, KPU hanya bertugas untuk menyelenggarakan Pemilu, tidak untuk membuat aturan, kecuali keputusan. Jika, KPU seperti sekarang dapat membuat regulasi yang menentukan rumus terpilih atau tidak anggota DPD, DPR, DPRD. Seharusnya, KPU tinggal menerapkan dan semua itu telah diselesaikan oleh pembuat UU dan materi dari UU.

Sistem pembagian kekuasaan negara yang melahirkan lembaga negara, tanpa logika yuridis dan grand design ketatanegaraan (UUD NRI 1945: Lembaga negara utama, lembaga negara bantu, dan komisi negara), demikian banyak lembaga kenegaraan yang tidak punya prodak (checking power with power) sebagai bagian dari sistem checks and balances. Akhirnya, Presiden dan DPR yang berkuasa, terjebak ajaran Legisme dan Positivisme, kedali Pasal 22 UUD NRI 1945.

1. Presidensialisme Aura Indonesia, baik tataran teoritik dan praktek penuh intrik permasalahan.

2. Mana yang legislatif, mana eksekutif, mana yudisial, bercampur baur tak karuan, tak punya batas wewenang.

3. Banyak lembaga negara tak punya prodak, untuk menggerakkan mesim negara untuk mencapai tujuan.

2.11. Hak Dasar Warga Negara

1. Pembangunan ekonomi forsinya harus lebih besar diarahkan kepada rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan dan digandeng dengan pendidikan supaya berjalan seiring. Pendidikan tidak ada yang gratis, yang ada adalah orang kaya dan menengah keatas harus bayar, tetapi orang miskin yang benar-benar gratis dan gratis.

2. Hak sipil dan hak politik harus dipertegas dan berada dalam sebuah proses yang benar, dan akan berakhir dalam proses sebagai suatu sistem, untuk menentukan apa yang menjadi hak dan kewajiban rakyat dan apa tugas, wewenang, dan tanggungjawab pemerintah sebagai pelayan publik. Jangan menciptakan iklim bahwa rakyat dibantu dengan belas kasihan (BLT), tetapi orang miskin punya hak konstitusional, yaitu Pakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34 UUD NRI 1945).

3. Perlu ditata kembali masyarakat hukum yang beraneka ragam dengan hak-hak komunalnya, hak

ulayat dan hak lainnya. Sekarang ini negara sepertinya menggunakan politik domain verklaring

terhadap hak atas tanah.

(28)

Keaneka ragam agama, budaya, suku, etnik, dan geografi, berikan dalam lingkaran dasar ke

pluralismeannya, negara tinggal melihat dan menjadi hakim dan regulator yang tegas, jika terjadi

gesekan antara satu dengan yang lainnya. Jangan karena kerabat, koleha, separtai, sesuku, lalu

pemerintahan condong ke arah inklusif. Dan hukum harus mencerminkan unsur filsafati agama dan

Pancasila.

(29)

BAB III

MASUKAN DAN PENDAPAT

Panitian memberikan enam pertanyaan yang harus dijawab oleh Narasumber:

1. Menurut pendapat Naraseumber, bagaimana efektivitas keberlakuan UU No.37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Materi muatan apa saja yang perlu dilakukan perubahan untuk penguatan Ombudsman.

Jawaban: Efektivitas keberlakuan UU No. 37 Tahun 2008, dari pengamatan belum efektif, karena Rekomendasi yang dilakukan oleh Ombudsman, sering kali tidak ditindak lanjuti oleh istansi yang seharusnya melakukannya. Penguatan: Kedudukan Ombudsman harus merupakan bagian atau hubungan tugas dan wewenang dengan instansi penegak hukum lainnya

2. Bagaimana pendapat Narasumber mengenai Rekomendasi dari Ombudsman. Adakah saran terkait penguatan terhadap rekomendasi dari Ombudsman.

Jawaban: Rekomendasi harus lebih tegas dan pelanggaran apa yang dilakukan oleh instansi pelayan publik, apakah melanggar hukum berakibat pidana atau pelanggaran administrasi atau pelanggaran yang merugikan masyarakat secara kelompok atau merugikan masyarakat secara individu-individu. Penguatan: jika, mau Ombudsman untuk penguatkan, temuan Ombudsman harus bisa sebagai informasi awal penyelidikan oleh instansi penegak hukum

3. Apakah tindak lanjut dari DPR atau Presiden terhadap laporan Ombudsman mengenai rekomendasi yang tidak dilaksanakan atau dilaksanakan sebagian oleh terlapor dan atas terlapor.

Jawaban: saya tidak pernah membaca atau mendengan bahwa laporan Ombudsman ditindak lanjuti oleh DPR atau Presiden atau Pemda.

4. Apa bentuk sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39 UU No.37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman. Siapa yang menjatuhkan sanksi administrasi tersebut. Bagaimana efektivitas sanksi administrasi tersebut.

Jawaban: Sanksi administrasi dalam Pasal 39 UU No. 37 Tahun 2008 tersebut tidak akan jalan

efektif, Ombudsman tidak mungkin melakukan eksekusi terhadap pelanggaran

(30)

tersebut, paling Rekomendasi dan Saran. Ombudsman tidak punya sarana untuk mengeksekusi pelanggaran apapun yang dilakukan oleh instansi pemerintah.

5. Kriteria apa yang digunakan Ombudsman, untuk menentukan daerah mana yang akan memiliki perwakilan Ombudsman di daerah. Bagaiman efektivitas pelaksanaan kegiatan perwakilan Ombudsman di daerah. Apa saja permasalahan yang sering kali dihadapi. Bagaimana pola koordinasi dengan Ombudsman RI.

Jawaban: Kriteria yang digunakan menentukan daerah yang memiliki perwakilan Ombudsman di daerah, yaitu luas wilayan, jumlah penduduk, pesatnya pembangunan di daerah itu, jumlah anggaran dan perputaran uang didaerah, secara otomatis akan banyak pelayanan publik dilakukan

6. Bagiaman bentuk perlindungan yang diberikan Ombudsman kepada pelapor. Adakah kerjasama dengan lembaga negara lain terkait dengan perlindungan tersebut.

Jawaban: Perlindungan harus diatur secara tegas dalam UU Ombudsmandan

hubungan dengan aparatur penegak hukum lainnya, apalagi berkaitan dengan

kejahatan atau ancaman kepada pelapor, oleh sebab itu, perlu menglingkan UU

Ombudsman dengan UU Hukum Pidana, UU ITE dan barbagai UU Lainya, supaya

terintegrasi

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim R, 2003, Sistem Pengawasan Konstitusional Antara Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif Dalam Pembaruan Undang Undang Dasar 1945, Disertasi, Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung

---, 2006, Pernak Pernik Yuridis Dalam Nalar Hukum, UPT Penerbit Unud, Denpasar.

---, 2009, Refleksi Satu Dekade Reformasi Indonesia: Sektor Politik, Hukum, Pemikiran dan Agenda Berikutnya: Menuju Grand Unified Design Ketatanegaan, Makalah Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke-47 Unud, 7-8 September 2009, Denpasar.

Roeslan Saleh, 1991, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 Dalam Perundang Undangan, Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan Perundang Undang-Undangan Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945)

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menetapkan Undang Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah daran Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dektir ini, dan tidak berlaku lagi Undang Undang Dasar Sementara, ditetap di Jakarta 5 Juli 1959.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945): Perubahan Pertama 19 Oktober 1999, Perubahan Kedua 18 Agustus 2000, Perubahan Ketiga 9 Nopember 2001, dan Perubahan Keempat 10 Agustus 2002.

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS 1950): Keputusan Presiden RIS Nomor 48 Tahun 1950, 31 Januari 1950 (Lembaran Negara No. 3 Tahun 1050).

Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950): Undang Undang No. 7 Tahun 1950

tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi UUDS RI, 19

Juni 1050 (Lembaran Negara No. 56 TLN No. 37 Tahun 1950), kemudian dicabut dengan UU

No. 19 Tahun 1956.

(32)

Referensi

Dokumen terkait

“1) Tindakan hukum yang bertentangan dengan moral baik atau ketertiban umum melalui konten atau kepentingan tidak berlaku lagi. 2) Konflik dengan ketentuan hukum

Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus,

Sehingga rasio panjang jari tangan kedua dan keempat (2D:4D) menjadi dimorfik seksual dengan perempuan memiliki rasio yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Ibegbu et al.,

The aim of this research was to evaluate T\lfftzfihfi, anti-dsDNA dan TNF- o during pregnancy in pristane-induced lupus mice model to identify which of thern could

Tipe Kepribadian Tergantung ( Dependent Personality ), sedang untuk tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga

Gambar diatas merupakan tampilan menu input Master data Gangguan yang terdapat beberapa kolom isian yang harus dilengkapi, kolom-kolom tersebut harus diisi oleh data

Pagrindinis tiek Latvijos valstybinės lei- dyklos literatūros aklųjų raštu redakcijos, tiek Lietuvos valstybinės pedagoginės lite- ratūros leidyklos vadovėlių

Seorang pegawai, nilai-nilai intrinsiknya kuat (tinggi) lebih merasakan kepuasan kerja, tanpa memperhatikan tingkat penggajian, walaupun gaji merupakan alat untuk