• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2004: 14) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.

Menurut Bloom, (Agus Suprijono, 2009:6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprhesion (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bagunan baru), dan evaluation (menilai).

Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), Valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara menurut lindgren hasil belajar meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap.

Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi dan tes.

Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjamin dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan (UU No 20 Tahun 2003 SISDIKNAS ). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar.

(2)

2.1.2. Faktor- faktor Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Menurut Slameto (2010: 54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:

2.1.2.1. Faktor-faktor Internal

a) Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh)

b) Psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan)

c) Kelelahan

2.1.2.2. faktor-faktor Eksternal

a) Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan).

b) Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah).

c) Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

2.1.3. Pengertian Motivasi Belajar 1. Motivasi Belajar

Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.

Seseorang yang melakukan aktivitas secara terus menerus tanpa motivasi dari dirinya merupakan motivasi intrinsik yang sangat penting

(3)

dalam aktivitas belajar. Namun seseorang yang tidak mempunyai keinginan belajar, dorongan dari luar merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh motivasi intrinsik dperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subyek belajar.

Menurut Sardiman AM (2003) mengatakan motivasi mengatakan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar tercapai.

a. Mendorong manusia untuk berbuat (motivasi sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan).

b. Menyeleksi sesuatu perbuatan (menentukan perbuatan-perbuatan) yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan).

c. Menentukan arah perbuatan (kearah tujuan yang hendak dicapai) (Usman Samantowo. 2006).

1) Teori Kebutuhan/Keperluan

Menurut teori ini, manusia termotivasi untuk bertindak kalau dia ingin memenuhi kebutuhannya. Terdapat tiga jenis kebutuhan yang umum, yaitu: 1). Kebutuhan fisik,yaitu makan, kesehatan, keselamatan.

2). Kebutuhan emosional, yaitu prestasi dan harga diri. 3). Kebutuhan kognitif, yaitu berhasil untuk mencipta, memecahkan suasana konflik,untuk mendapat rangsangan.

2) Teori Humanistik

Para pakar teori Humanistik percaya bahwa hanya ada satu motivasi,yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri masing-masing individu dan motivasi ini dimiliki oleh individu sepanjang waktu dan dimanapun ia berada. Motivasi tampil dalam bentuk prilaku. Motivasi dalam diri ini merupakan keinginan dasar yang mendorong individu mencapai berbagai pemenuhan segala keperluan/kebutuhan dirinya sendiri. Keinginan dasr yang dimiliki oleh masing masing siswa dibawa oleh siswa tersebut kesekolah. Guru hanya tinggal ingin memanfaatkan

(4)

dorongan ingin tahu siswa yang bersifat sudah ada dari dalam diri siswa dengan cara menyajikan bahan pelajaran yang sesuai dan berguna bagi siswa.

Untuk meningkatkan gambaran siswa tentang dirinya sendiri, maka guru memberikan berbagai kesempatan agar siswa berprestasi secara maksimum. Yang paling penting untuk meningkatkan motivasi siswa menurut kaum Humanis ini adalah member kesempatan siswa untuk melakukan eksplorasi/penjelajahan secara pribadi dan memungkinkan mereka menemukan sesuatu yang berarti melalui bekerja.

3) Teori Behavioristik

Para pakar Behavioristik bahwa motivasi dikontrol/dikendalikan oleh lingkungan sekitar. Suatu perilaku yang bermotivasi terjadi apabila akibat dari perilaku itu dapat menggetarkan emosi individu, yaitu menjadi suka atau tidak suka. Kaum Behavioristik berpandangan bahwa manusia berperilaku jika ada rangsangan dari luar.

2.1.4. Jenis-jenis Motivasi

Dalam membicarakan macam-macam motivasi belajar, hanya dibahas dari dua sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut “motivasi ekstrinsik” Djamarah (dalam Syamsuddin. 2003).

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik adalah motiv-motiv yang menjadi aktif dan berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar, karena setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yag aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. (Djamarah, 2003). Motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan dalam menggunakan motif-motif

(5)

ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi menjadikan siswa malas belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotovasi siswa dalam rangka proses interaksi belajar mengajar. Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi administator, demonstrator, pengolola kelas, mediator, fasilitator, supervisor dan evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan pembimbing.

1) Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.

2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada akhir pengajaran.

3) Memberikan ganjaran kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.

4) Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

5) Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

6) Menggunakan metode yang bervariasi.

2.1.5. Pengertian Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep- konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat

(6)

diidentifikasikan. Di tingkat Sekolah Dasar diharapkan ada penekanan pembelajaran salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Depdiknas (2007: 147) Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip- prinsip saja tetapi juga proses penemuan.

Menurut Trianto (2010: 136) bahwa IPA merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan IPA adalah mata pelajaran yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam secara sistematis, melalui metode ilmiah, untuk sebuah penemuan.

2.1.6. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Agus Suprijono (2009: 46) model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

(7)

Joyce & Weil dalam Rusman (2011: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Soekamto dalam Hamruni (2012: 5) berpendapat model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa model pambalajaran adalah suatu rencana proses belajar yang tersusun secara sistematis yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

2.1.7. Pengertian Cooperatif Learning

Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antara siswa, sehingga terjalin interaksi positif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Slavin (2009: 4) mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak didominasi oleh satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah kelompoknya. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam mengaktifkan semua siswa dan lebih berpusat kepada siswa.

(8)

Senada dengan pernyataan Anita Lie (2003: 12) bahwa pembelajaran cooperative learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa lainnya dalam tugas-tugas terstruktur. Pendapat Lie tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dilontarkan Etin Solihatin dan Raharjo (2005: 4), yang menyatakan bahwa:

“Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.

2.1.8. Pengertian Model Jigsaw

Jigsaw adalah merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas.

Teknik ini memiliki kesamaan dengan teknik “ perturan dari kelompok ke kelompok” (group-to-group exchange) dengan suatu perbedaan penting.

Setiap peserta didik mengerjakan sesuatu. Hal ini alternatif menarik, ketika ada materi yang dipelajari dapat disingkat dan ketika tidak ada materi pembelajaran yang diajarkan sebelumnya. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, buatlah sebuah kumpulan pengetahauan yang saling terkait. (prof.

Dr. Hamruni, M. Si 2011:168).

Menurut Sanjaya (2010: 242) Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu Model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda atau heterogen.

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson.

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab setiap siswa akan

(9)

merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik (Anita Lie, 2010:

33). Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain. Dengan demikian, siswa saling ketergantungan satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain dengan topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang yang berbeda. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli.

Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota asal.

2.1.9. Kelebihan Metode Jigsaw

Ibrahim dkk (2000) mengemukakan kelebihan dari metode jigsaw sebagai berikut.

1. Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif.

2. Menjalin mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa.

3. Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.

4. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru.

(10)

Sementara itu Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

2.1.10. Kekurangan Metode Jigsaw

1. Guru dan siswa kurang terbias dengan metode ini karena masih terbawa kebiasaan menggunakan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu arah.

2. Memerlukan waktu yang relatif lama.

3. Tidak efektif untuk siswa yang banyak.

4. Memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra ketat dari guru.

5. Memerlukan persiapan yang matang.

2.2. Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Abdi, Zainal (2010) Judul skripsi” Penerapan pendekatan kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Pakisaji 02 Kabupaten Malang” dalam penelitian menunjukan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan teknik jigsaw. siklus I pertemuan I mencapai 64% meningkat pada pertemuan II menjadi 73%, meningkat pada siklus II pertemuan I menjadi 82%, dan meningkat pada pertemuan II menjadi 96%.

Yusri Arsihyanti (2012) skripsi yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IX Melalui Pembelajaran Kooperative Tipe JigSaw Di MTs Al Ikhlas Tanuraksan Kebumen Tahun Pelajaran 2011/2012. Siklus 1 tingkat ketuntasan 64,74 dengaan ketuntasan 63,16% pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 74,47 dengan ketuntasan 81,58%.

(11)

2.3. Kerangkan Berpikir

Proses belajar mengajar yang dilakukan guru masih bersifat konvensional, yaitu dengan menggunakan metode ceramah. Guru masih menjadi pusat pembelajaran, sedangkan siswa kurang didorong aktif untuk berfikir kritis, akibatnya siswa mudah jenuh menerima pembelajaran, siswa tidak terlibat dalam diskusi untuk sebuah penemuan, sehingga disebabkan hasil belajarny masih banyak yang belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah dan motivasi belajar rendah.

Seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang masalah untuk peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar siswa perlu adanya penggunaan model pembelajaran teknik jigsaw. Model pembelajaran teknik jigsaw merupakan suatu model pembelajaran siswa lebih aktif dari pada guru dari materi yang dipelajari siswa, sehingga siswa lebih aktif belajar sendiri dan guru membimbing siswa dan tidak merasa jenuh karena siswa terus belajar sendiri dalam mengikuti pelajaran. Melalui model pembelajaran teknik jigsaw maka hasil belajar motivasi belajar siswa akan meningkat yaitu di atas KKM.

langkah pikiran oleh peneliti ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

(12)

Gambar .2.1 Bagan keangka Berpikir

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir Pembelajaran

IPA

Hasil Belajar siswa

≥ KKM

Motivasi Belajar siswa meningkat ≥

1. Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif.

2. Menjalin mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa.

3. Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.

4. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru masih bersifat

konvensioanl, yaitu dengan

menggunakan metode ceramah.

Siswa:

 Kurang aktif.

 Mudah jenuh dan bosan.

 Tidak terlibat dalam diskusi untuk sebuah penemuan.

 Siswa lebih aktif.

 Pembelajaran menjadi lebih disukai siswa.

 Siswa terlibat langsung dalam diskusi untuk sebuah penemuan.

Hasil belajaran siswa

< KKM

Pembelajaran menggunakan model pembelajaran teknik jigsaw dibantu dengan lembar LKS.

(13)

2.4. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dilihat dari kerangka berpikir tersebut maka hipotesis peneliti ini penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan Teknik Jigsaw (Metode Jigsaw) diduga dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 01 tahun pembelajaran 2012/2013.

Gambar

Gambar .2.1  Bagan keangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap dimensi meja dan kursi sekolah pada SD ABC, terdapat beberapa ketidaksesuaian dimensi dari kedua jenis meja

berkaitan dengan kehidupan sosial ekonomi desa Pasir Wetan.

Data yang diukur : ketelitian dengan Additional Test dan kewaspadaan dengan Johnson

Dalam keadaan yang rumit mengenai tata nama tumbuhan itu akhirnya pada tahun 1867 terciptalah aturan mengenai pemberian nama kepada tumbuhan yang merupakan

Yang paling sering ditemukan adalah masyarakat yang tinggal di paling atas membuang sampah mereka begitu saja ke saluran air atau membakar sampah mereka begitu saja ke saluran

Pejabat/dosen/tenaga kependidikan yang membina kegiatan kemahasiswaan berhak melakukan pendampingan di organisasi mahasiswa berdasarkan surat keputusan Rektor; (10)

a) Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap). Semakin banyak

[r]