• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP PRINSIP PENGELOLAAN DAN PERLINDU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRINSIP PRINSIP PENGELOLAAN DAN PERLINDU"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN SUMBER DAYA ALAM LAUT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Nasrullah Murdian Munandar

Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ring Road Barat, Tamantirto, Kasihan, Yogyakarta, 55183, Indonesia Phone: +62-8213-550-5656; 081578920040 email: udanasrul2010@gmail.com

ABSTRAK

(2)

Kata Kunci: tawhidic, khilafah, amanah, i’tidal, istishlah, inter-generational equity, sustainable utilization, common heritage, prohibition of excessive use of natural resources, ta’zir

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas, dengan dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Luas wilayah laut Indonesia adalah 5,8 juta Km2, terdiri atas 17.502 buah pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Fakta yang menjadikan Indonesia dikenal dengan sebutan Negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, memiliki prospek yang dinilai sangat cerah di dalam kegiatan ekonomi yang strategis.1

Sumber daya alam laut Indonesia dengan segala potensinya, berupa perikanan, pertambangan, mineral dan energi, perhubungan laut serta wisata bahari2, merupakan karunia dari Allah SWT bagi kita semua3 yang harus dijaga,

diamankan, dikelola, dimanfaatkan, dan dilestarikan dengan zero tolerance terhadap aktivitas yang mengakibatkan kerusakannya.4 Mewujudkan kemakmuran

bagi seluruh rakyat Indonesia sepatutnya menjadi prioritas utama bangsa ini dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam laut Indonesia dengan cerdas dan lestari.5

Rokhmin Dahuri berpendapat bahwa kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan Indonesia sebenarnya dapat didayagunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan, yaitu: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi (ESDM), (6) pariwisata bahari, (7) hutan bakau, (8) perhubungan laut, (9)

1 Bambang Utoyo,Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Kalimantan Borneo PT Setia Purna Inves, 2007, hlm. 80.

2Ibid.,hlm 130.

3QS. Al-Baqarah, 2: 29 (“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu..”)

4QS Al-A’raf,7:56 (“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya..”)

(3)

sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA nonkonvensional yang diestimasi memiliki total nilai ekonomi sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang.6

Sayangnya, sumber daya alam Indonesia baik di pesisir maupun di laut tengah dihadapkan kepada fakta degradasi dan kerusakan akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab.7 Eksploitasi yang berlebihan, illegal

fishing serta pencemaran pesisir dan laut yang terjadi di wilayah perairan Indonesia telah menyebabkan kerusakan terhadap sumber daya alam laut Indonesia, seperti rusaknya hutan mangrove, terumbu karang, habitat ekosistem pesisir dan laut serta degradasi kuantitas ikan dari perairan Indonesia. Sebagai ilustrasi, data Kementerian Lingkungan Hidup memaparkan kerusakan ekosistem terumbu karang terutama disebabkan oleh penambangan karang, peledakan dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan hias, pencemaran dan sedimentasi berasal dari erosi tanah dapat ditemukan di hampir semua kepulauan. Dari 85.707 km2 ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara, 39% dalam keadaan rusak, 34% agak rusak, 22% baik dan hanya 5% yang sangat bagus.8 Komponen-komponen yang dapat merusak dan mencemari

laut seperti partikel kimia, limbah industri, pertambangan, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) di dalam laut.9

Sebagai akibatnya, Indonesia mengalami kerugian dan potential losses yang tidak sedikit. Presiden Joko Widodo memperkirakan kerugian negara dikarenakan aksi pencurian ikan (illegal fishing) saja sebesar Rp.300 triliun setiap tahunnya.10

6Rokhmin Dahuri, Jalan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia, Republika, 06 April 2015.

7 QS.Ar-Ruum, 30 : 41 menegaskan , “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

8Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, IPB dan Kementerian Lingkungan Hidup,

Potret Kondisi dan Permasalahan Pengelolaan Sumberdaya di Wilayah Pesisir dan Laut,Kementrian Lingkungan Hidup RI, 2003. http://www.menlh.go.id/potret-kondisi-dan-permasalahan-pengelolaan-sumberdaya-di-wilayah-pesisir-dan-laut diakses 14 April 2015.

9Pencemaran laut menurut PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

10Rzk, “Illegal Fishing Rugikan Indonesia Rp. 300 Triliun per Tahun”,

(4)

http://economy.okezone.com/read/2015/03/02/320/1112504/illegal-fishing-rugikan-indonesia-Sadar akan potensi sumber daya alam laut serta kondisinya saat ini, Pemerintahan Kabinet Kerja—sebagaimana tergambar dalam Visi, Misi, dan Program Aksi Jokowi dan Jusuf Kalla 2014—telah berkomitmen untuk mengoptimalkan perlindungan dan pengelolaannya sebagai potensi ekonomi maritim untuk kemakmuran bangsa. Secara garis besarnya Visi, Misi, dan Program Aksi tersebut ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang memberikan perlindungan dan mengoptimalkan pengelolaan SDA laut untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju, sejahtera dan berdaulat berbasiskan ekonomi kelautan, hankam dan budaya maritim.11Sungguh suatu janji

mulia yang sangat ditunggu realisasi nyatanya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut diatas, maka diperlukan kerangka hukum sebagai pedoman dan landasan hukum dalam melakukan aktivitas perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut di Indonesia guna memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat. Keberadaan kerangka hukum yang baik, law enforcement yang tegas dan tidak diskrimatif serta didukung kesadaran hukum masyarakat, maka problematika hukum terhadap perlindungan dan pengelolaan masyarakat sumber daya alam laut Indonesia akan terselesaikan. Hal ini mengingat hukum berfungsi sebagai instrument social

rp300-triliun-per-tahun; http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/115462-nelayan-asing-diusir-dari-derawan.html; http://birokrasi.kompasiana.com/2014/12/06/lemahnya-data-perikanan-690635.html; http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/173629609/Susi-Kesal-Jutaan-Ton-Ikan-Dirampok-Tiap-Tahun. diakses 15 April 2015

(5)

control dan social engineering.12 Sejauh ini telah terdapat banyak peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut di Indonesia, namun belum terbukti berhasil menghentikan aktivitas ilegal dan degradasi kualitas dan kuantitas potensi laut Indonesia. Terakhir, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang mencabut pemberlakukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Menarik untuk dicermati, bahwa konsideran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kalimat tersebut mengisyaratkan spirit relegiusitas yang sepatutnya mengejawantah menjadi pemahaman, kesadaran dan sikap laku seluruh masyarakat dalam menjaga, mengelelolah, memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam laut Indonesia sebagai modal dasar pembangunan nasional.

Oleh karena itu adalah suatu keniscayaan (conditio sine quanon) untuk menggali dan mengembangkan nilai-nilai spiritualis keagamaan (spiritual values) tentang pengelolaan sumber daya alam laut guna dijadikan nilai dasar yang menjiwai seluruh kerangka hukum (regulasi) dan kesadaran hukum di bidang kelautan. Apabila hal ini dapat dilakukan dan dideseminasikan dengan baik, maka kepatuhan masyarakat untuk menjalankan regulasi di bidang kelautan, tidak hanya semata-mata karena kewajiban kewarganegaraan, tetapi juga merupakan wujud dari kesadaran dan kepatuhan terhadap nilai-nilai serta perintah agama (relegious obligations) yang bersifat imanen dan transedental.

(6)

Makalah ini berupaya mengelaborasi prinsip-prinsip dasar keagamaan (religious principles) tentang perlindungan, pengelolaan, pemanfaatan serta pelestarian sumber daya alam laut dalam perspektif Hukum Islam, hukum agama yang dianut oleh mayoritas warganegara Indonesia. Usaha kecil ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan kebijakan dan regulasi serta kesadaran hukum pada sektor kelautan.

PEMBAHASAN

A. Konsep Islam tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Laut

Konsep atau pandangan Islam terhadap perlindungan, pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam pada umumnya dan khususnya sumber daya laut, pada dasarnya dibangun diatas prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. holistic/tawhidic; 2. Khilafah; 3. Amanah; 4. ecological balance/i’tidal; 5. useful creation/ istishlah; 6. inter-generational

equity/sustainable utilization of natural resources; 7. prohibition of excessive use of natural resources; 8. Konservasi SDA adalah Kewajiban Keagamaan; dan 9. Prinsip Pemerintah Berwenang Mengatur dan Menegakkan Hukum.

1. Holistic & Tauhidic (Prinsip Ketuhanan/ Keesaan Tuhan)

Pendekatan Islam terhadap lingkungan dan sumber daya alam bersifat holistik (menyeluruh), yang mencakup etika dan tauhid yang merupakan inti dari ajaran Al-Quran.13 Tauhid adalah konsep tertinggi dalam Islam dan cara

hidup Islam.14 Bagi seorang Muslim, etika Islam (akhlak) dan tauhid adalah

sangat penting, final dan tidak bisa ditawar-tawar. Oleh karena itu, isu tentang sumber daya alam, ekonomi dan hal-hal teknis lainnya, harus selalu dalam kerangka penerapan prinsip tauhid yaitu penegasan bahwa Allah SWT adalah Maha Esa; Pencipta seluruh alam semesta; dan dan tujuan

13 Ziauddin Sardar, 1988, The touch of Midas: Science, Values and environment in Islam and the West. Selangor: Pelanduk Publications, 1988.

(7)

akhirnya kembali kepada Allah.15 Tauhid mengajarkan kita bahwa hanya

Allah SWT sebagai sumber dari segala nilai.16

Menurut pendekatan tauhid dalam Islam, setiap hal yang ada di antara bumi dan langit adalah ciptaan Allah SWT,17 tidak berevolusi dengan

sendirinya menurut Teori Darwin. Alam semesta termasuk dunia seisinya ini adalah sebuah realitas empirik yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan realitas yang lain yang non-empirik dan transenden, yaitu Allah SWT, Yang Maha Pencipta.

Dalam Islam, Allah SWT adalah Pencipta (Khāliq) dan Pemelihara (Rab) dan semua makhluk hidup adalah ciptaan Allah SWT(makhlūq) yang harus menaati-Nya (mahkūm), penciptaan alam semesta pun memiliki maksud dan keteraturan. Allah SWT menciptakan alam semesta ini tidak main-main, setiap ciptaannya harus memainkan peran yang telah ditugaskan kepadanya. Semua dari mereka menyembah kepada Allah SWT dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya.18

Hal lain yang juga sangat penting dalam konteks peng Esaan Tuhan ini adalah bahwa Allah itu berbeda dengan makhlukNya (al Mukhalafatu lil al hawadist). Allah adalah ‘dimensi” yang tak terhingga dan mutlak. Sedangkan semua makhluq ciptaan-Nya adalah terhingga dan bersifat nisbi (relatif). Alam semesta (termasuk manusia) mempunyai potensi-potensi tertentu, akan tetapi juga mempunyai batas kemampuan atau keterhinggaan. Betapapun tingginya potensi makhluk (alam dan manusia), tidak akan dapat membuat atau merubah yang terhingga menjadi tak terhingga. Konsep inilah

15Vide QS. Fushshilat, 41: 21 (“…dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”)

16Vide QS. Al-Qashash, 28: 70 (“Dan Dia-lah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan hany kepada-Nyalah kamu dikembalikan”)

17Vide QS. Al-Furqan, 25: 59 (“(Dia)Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya…”),

(8)

yang di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dinyatakan bahwa setiap sesuatu ciptaan Allah itu mempunyai “ ukuran” (qadr), dan oleh karena itu bersifat relatif dan tergantung kepada Allah.19 Jika sesuatu ciptaan Allah (termasuk

manusia) itu melanggar hukum-hukum yang telah ditetapkan baginya dan melampaui “ukuran”nya, maka alam semesta ini akan menjadi kacau balau.

Tauhid atau peng-Esaan Tuhan merupakan satu-satunya sumber nilai dalam etika. Pelanggararan atau penyangkalan terhadap nilai ketauhidan ini berarti syirik yang merupakan perbuatan dosa terbesar dalam Islam. Oleh karena itu tauhid merupakan landasan dan acuan bagi setiap perbuatan manusia, baik perbuatan lahir maupun perbuatan batin termasuk berfikir. Bagi seorang muslim, tauhid harus masuk menembus ke dalam seluruh aspek kehidupannya dan menjadi pandangan hidupnya. Dengan kata lain, tauhid merupakan sumber etika pribadi dan kelompok(masyarakat), etika sosial, ekonomi, dan politik, termasuk etika dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, pengembangan sain dan teknologi.20

2. Khilafah (Prinsip Perwakilan Tuhan)

Salah satu tema terbesar dalam Al-Quran adalah tentang penciptaan manusia. Secara filosofis, Al-Qur'an menjelaskan tujuan, makna, dan kehidupan manusia. Tujuan penciptaan yang menetapkan kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh manusia, yaitu pemenuhan dan realisasi kehendak Ilahi. Sebagai ciptaan tertinggi (tersempurna) Tuhan21, manusia

telah diberkahi dengan semua kemampuan penting22 dalam bentuk

kebugaran fisik, psikologis (moral), intelektual (aql), dan spiritual (bimbingan Allah)23 untuk misi khusus sebagai khalifah Allah

(khalifatullah). Manusia adalah yang ciptaan tertinggi Tuhan, makhluk

19 Vide QS. Al-Qamar, 54: 49; Al -A’raf, 7: 54; Al-A’la, 87: 2-3; Ya-sin, 36: 38-40.

20 Adnan Harahap, Ishak Manany, Isa Anshari dkk. 1997, Islam dan Lingkungan Hidup, Jakarta: Penerbit Yayasan Swarna Bhumi.

21QS. At-Tīn, 95: 4

22Ziauddin, n. 3, hlm 156.

(9)

theomorphic, dan bahkan Allah memerintahkan malaikat untuk sujud tanda bahwa manusia adalah ciptaan tertinggi Allah. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".24

S.Abul A'la Maududi dalam bukunya The Meaning of Quran menafsirkan khalifah (wakil) sebagai salah seorang yang melaksanakan kekuasaan yang didelegasikan atas nama otoritas tertinggi. Manusia, dengan demikian, bukan penguasa, dia hanya wakil-Nya dan tidak memiliki apapun kekuatan sendiri kecuali yang didelegasikan kepadanya dari Allah. Oleh karena itu, manusia tidak bisa melakukan sesuatu dengan semena-mena karena tugasnya adalah untuk memenuhi kehendak Otoritas yang telah didelegasikan kepadanya. Dan akan menjadi kebohongan dan pengkhianatan, jika manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan Tuhannya.25

Sebagai khalifatullah (wakil Allah) di bumi, maka manusia wajib (secara aktif) untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam ini adalah bersifat sebagai pemelihara atau penjaga alam (al-rab al’alamin). Jadi sebagai wakil

24QS. Al-Baqarah, 2: 30

(10)

(khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung jawab untuk menjaga fungsi bumi sebagai tempat kehidupan makhluk Allah termasuk manusia, sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupannya.

3. Amanah (Prinsip Kepercayaan Tuhan)

Alam adalah ajang pengujian manusia. Manusia, atas kemauannya sendiri, menerima alam sebagai kepercayaan (amanah) dan sebagai tempat perjuangan moralnya. Sementara, langit, bumi dan gunung-gunung menolak untuk memikul tanggung jawab tersebut.26 Dengan menerima kepercayaan,

manusia tidak diragukan lagi, menunjukkan kebodohan dan keangkuhan tetapi juga kesediaannya untuk melayani tujuan Allah. Kepercayaan adalah komitmen bersama antara manusia dan Allah sebagai Penciptanya: Allah mempercayakan kepada manusia untuk mengelola alam dan menyatakan keyakinanNya pada kemampuan manusia sebagaimana tercantum dalam bagian terakhir dari ayat 30 QS. Al-Baqarah ketika Allah meyakinkan para malaikat dengan mengatakan "Inni a'lamu ma la ta'lamūn" ("Aku tahu apa yang tidak kamu ketahui"). Oleh karena itu manusia menempati posisi yang sangat penting di dunia ini. Dia berada di poros dan pusat lingkungan kosmik, sekaligus pengelola dan penjaga alam.

Oleh karena itu, dalam pandangan Islam apabila terjadi kerusakan sumber daya alam di bumi (di darat maupun di laut) adalah akibat ulah tangan manusia yang lalai menjalankan kepercayaan (amanah) sebagai wakil Tuhan (khalifatullah) di muka bumi. QS. Ar-Rum, 30: 41 menegaskan:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada

(11)

mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

4. Ecological Balance/ I’tidal (Prinsip Keseimbangan Ekologi)

Gagasan keseimbangan ekologi yang telah ditekankan oleh masyarakat dunia sejak tahun delapan puluhan sebagai salah satu dasar perlindungan terhadap lingkungan, juga merupakan ajaran utama Islam tentang lingkungan.27 Al-Qur'an mengajarkan bahwa Allah telah

menciptakan alam semesta dalam proporsi dan ukuran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hukum ciptaan Tuhan termasuk unsur ketertiban, keseimbangan dan proporsionalitas.28 Allah telah menyatakan

dalam Al-Quran: "Sesungguhnya, segala sesuatu telah Kami buat dengan ukuran"29; "Segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya"30; “Dan Kami telah

menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran";31 “...Kamu tidak

melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang...”32

Ayat-ayat Al-Qur’an diatas menyebutkan tentang adanya ukuran, ketertiban dan keseimbangan ciptaan Tuhan. Lingkungan alam yang terdiri unsur-unsur tanah, air, udara, tanaman dan hewan diciptakan sejalan dengan konsep proporsionalitas, kebermaksudan dan keseimbangan. Berbagai elemen lingkungan alam berpengaruh dan berinteraksi satu sama lain. Jika ada unsur sumber daya alam digunakan secara berlebihan (excessive), maka unsur sumber daya alam lainnya juga akan terganggu. Dan yang akan paling merasakan dampak ketidakseimbangan alam tersebut adalah manusia,

27 Fazlun M Khalid, 2002, Islam and the Environment”, in Peter Timmerman (ed),

Encyclopedia of Global Environmental Change, Volume 5: Social and economic dimensions of global environmental change Chichester: John Wiley & Sons, Ltd., hlm 332–339.

28QS., al-Qamar, 54: 49;

29QS., ar-Ra'd, 13: 8

30QS., al-Furqān, 25: 2

31QS., al-Hijr, 15: 19

(12)

karena pencemaran dan kerusakan alam tersebut pada akhirnya akan mengganggu keberlangsungan hidup manusia.33 Eksploitasi berlebihan serta

illegal and unsustainable use terhadap sumber daya alam laut telah menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam laut tersebut.

5. Useful Creation/Istishlah (Prinsip Kemanfaatan)

Tidak ada ciptaan Allah yang bersifat sia-sia. Allah tidak bermain-main dalam ciptaan-Nya. Segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah dengan benar dan dengan maksud (manfaat) tertentu. “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”34.

Al-istishlah atau kemashlahatan umum merupakan salah satu pilar utama dalam syariah Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Allah secara tegas dan eksplisit melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang bersifat merusak lingkungan termasuk merusak kehidupan manusia itu sendiri, setelah Tuhan melakukan perbaikan (ishlah).35

Tujuan tertinggi dari perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistem ini adalah kemaslahatan dan kesejahteraan (istishlah) universal (bagi seluruh makhluk). Begitu juga dengan karunia Tuhan berupa penciptaan laut dengan segala kekayaan alam di dalamnya adalah untuk kemanfaatan (kesejahteraan) manusia sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. An-Nahl, 16: 14 sebagai berikut:

33ibid. hlm 16

34 QS. Ad-Dukhan, 44: 38-39

(13)

“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”

6. Inter-generational Equity/Sustainable Use (Prinsip Keberlanjutan)

Etika Islam terkait perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam (termasuk di dalamnya sumber daya alam laut) terletak tegas pada gagasan khilafah (vicegerency) dan perwalian (amanah). Langit dan bumi dan semua yang terkandung di dalamnya adalah milik Allah dan telah diberikan kepada manusia sebagai kepercayaan.36 Sebagai penjaga alam (trustee),

manusia berkewajiban untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan alam. Manusia berkewajiban untuk mengelola bumi sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Sang Pencipta untuk kemanfaatan/ kepentingannya manusia sendiri dan kepentingan makhluk ciptaan lainnya. Sumber daya alam yang ada adalah untuk kepentingan generasi masa kini dan generasi yang akan datang (Inter-generational Equity). Tugas ini jelas menunjukkan ide persamaan antar generasi. Jika sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan (excessive use of natural resources) dan tidak digunakan secara berkelanjutan (sustainable utilization), maka tidak akan bisa memberikan manfaat apa-apa untuk generasi yang akan datang (inter-generational equity). Ini akan menjadi pelanggaran terhadap perintah Allah.37

36 Ziauddin, op.cit, hlm 157.

(14)

7. Prohibition of Excessive Use of Natural Resources (Prinsip Larangan Ekploitasi SDA secara Berlebihan)

Islam melarang umatnya untuk memanfaatkan atau mengekspoitasi sumber daya alam secara berlebihan.38 Sebaliknya Islam menghimbau

umatnya untuk memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan lestari. Manusia, khususnya warganegara Indonesia tidak memiliki hak untuk menyebabkan kerusakan dan pencemaran terhadap sumber daya alam laut. Juga tidak memiliki hak untuk mengeksploitasi atau menggunakan sumber daya alam laut dengan tidak bijaksana (prohibition of excessive use of natural resources).39

Semua kegiatan eksploitasi yang meninggalkan efek merusak pada sumber daya alam laut yang pada akhirnya menjadi alasan untuk rusak dan terancamnya habitat ekosistem laut, seperti rusaknya hutan mangrove, terumbu karang, tercemarnya sumber daya alam laut jelas dilarang dalam ajaran Islam.

8. Konservasi SDA adalah Kewajiban Keagamaan

Kesadaran beragama diperlukan agar setiap individu dapat mengambil bagian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam. Degradasi lingkungan dan SDA banyak disebabkan ketidaktahuan orang tentang tuntunan Sang Pencipta manusia. Setiap individu harus sadar bahwa konservasi lingkungan hidup dan SDA merupakan kewajiban agama yang dituntut oleh Allah. Allah telah berfirman: “.... dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan;”40 “...makan dan

minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

38 QS. Al-An’am, 6: 141(“...dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”).

39Abdul Haseeb Ansari, loc.cit

(15)

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan;”41 “dan janganlah kamu

mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan";42 “Dan

hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”43

Islam mendorong umat untuk meningkatkan kesadaran beragama dan berpedoman pada tuntunan Islam untuk menggunakan segala cara untuk mengajak semua individu berkomitmen pada etika Islam, moral, dan perilaku dalam memperlakukan alam, lingkungan, dan sumber daya alam untuk kelestarian penggunaannya. Semua orang harus diingatkan tentang kewajiban agama untuk:

1. Tidak melakukan pemborosan atau mengkonsumsi sumber daya alam secara berlebihan;

2. Menyadari bahwa segala tindakan perusakan sumber daya alam ada perbuatan melanggar hukum;

3. Tidak melakukan segala bentuk perusakan, penyalahgunaan, pendegradasian kualitas dan kuantitas lingkungan dan sumber daya alam dengan cara apapun;

4. Melakukan konsep pembangunan berkelanjutan.44

9. Prinsip Pemerintah Berwenang Mengatur dan Menegakkan Hukum

Sebagaimana telah diuraikan diatas, Islam melarang manusia melakukan perbuatan yang menimbulkan polusi/ pencemaran, kerusakan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai perusakan (fasād) di muka bumi.45 Untuk menghindari kerusakan dan

41 QS. Al-A’raf, 7: 31

42 QS. Ash- Shuara’, 26: 151-152

43 QS. Al-Imran, 3: 104

44 Abubakr Ahmed Bagader, et.al, 1994, “Environmental Protection in Islam”, IUCN Environmental Policy and Law Paper No. 20 Rev.

(16)

mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang lestari, Hukum Islam memberikan justifikasi kepada Pemerintah untuk melakukan intervensi dalam mengontrol serta menegakkan hukum untuk kemanfaatan dan kepentingan masyarakat pada umumnya. Justifikasi intervensi Pemerintah tersebut ditemukan dalam Kaidah Hukum Islam (qawāid fiqhiyyah) yang berbunyi: “Tasharruful imām ‘alā al-ra’iyyah manūthun bi al-mashlahah”46 (Intervensi Pemimpin terhadap rakyat dimungkinkan

sepanjang dimaksudkan untuk kepentingan/kemaslahatan rakyat).

Oleh karena itu, seluruh instrumen baik yang bersifat preventif maupun represif yang ditujukan untuk melakukan konservasi sumber daya alam adalah sejalan dengan pandangan Islam terhadap perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya alam. Para fuqaha (ahli Hukum Islam) bersepakat terhadap prinsip Hukum Islam yang menyatakan mā lā yatimmu al wājib illā bihī fahuwa wājib (apa yang diperlukan dalam menjalankan suatu kewajiban, maka hal itu juga bersifat wajib).

Berdasarkan prinsip tersebut diatas, maka dengan tujuan mewujudkan perlindungan, pengamanan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam laut yang lestari untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, Pemerintah (Negara) ‘dapat’ dan bahkan ‘wajib’ membuat berbagai kebijakan, menerbitkan regulasi, serta menegakkan hukum, termasuk namun tidak terbatas kepada menetapkan ketentuan sanksi pidana penenggelaman kapal-kapal yang melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Penerapan ketentuan mengenai sanksi pidana seperti itu—sepanjang diputuskan oleh pengadilan—dimungkinkan dalam Hukum Islam berdasarkan ketentuan ta’zir.

Amir Abdil Aziz mendefinisikan hukuman (jarimah) ta’zir sebagai berikut:

(17)

ةنس ل و باتك نم ل صنب ةردقم ريغ ةبوقع وه ريزعتلا47

Hukuman dalam bentuk jarimah ta’zir tidak ditentukan kadar dan ukurannya, artinya adalah bahwa penentuan tinggi dan rendahnya suatu hukuman diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syar’iat memberikan wewenang kepada hakim untuk menentukan dan memutuskan bentuk-bentuk dan hukuman dalam jarimah ta’zir,48 bahkan

sampai dengan hukuman mati. QS. Al-Maidah/3 ayat 33 menegaskan tentang hukuman bagi orang yang membuat kerusakan di muka bumi, termasuk merusak sumber daya alam sebagai berikut:

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”

Jika prinsip holistic/tawhidic, khilafah, dan amanah, digabungkan dengan prinsip ecological balance/i’tidal, useful creation/ istishlah, inter-generational equity/sustainable utilization of natural resources, prohibition of excessive use of natural resources, Konservasi SDA adalah Kewajiban Keagamaan, dan prinsip Pemerintah Berwenang Mengatur dan Menegakkan Hukum, maka kesatuan ini akan membentuk suatu “bangunan” (konsep) yang serba cakup (komprehensif) tentang teologi pengelolaan sumber daya alam laut

47 Amir Abdul Aziz, Al-Fiqh Al-Janai Fi Al-Islam Durub Al-Qatl, Al-Qisos, Al-Diyat, Hudud, Al-Ta’zir Amsilatun Wa Tatbiqotun Nazariyyatun, (Darussalam 1997, hlm 9.

(18)

dalam perspektif Islam. Jika kerangka ini diaplikasikan sepenuhnya sebagai bentuk kesadaran kewarganegaraan dan kesadaran teologis bahwa manusia adalah khalifatullah di muka bumi, maka permasalahan kerusakan dan degradasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam laut kita akan lebih mudah teratasi.

KESIMPULAN

Prinsip-Prinsip perlindungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam laut menurut pandangan Islam, mempunyai akar yang bersumber dari Al-Qur’an maupun Hadist. Pendekatan Islam terhadap sumber daya alam bersifat holistik mencakup perspektif etis dan tauhid. Manusia, disamping sebagai bagian dari alam, ia adalah wakil Tuhan (khalifatullah) yang mendapat pendelegasian (amanah) untuk menjalankan misi keIlahian untuk menjaga, melindungi, mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam secara lestari untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Disamping itu, didalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam laut, Islam juga mengembangkan prinsip: ecological balance/i’tidal, useful creation/ istishlah, inter-generational equity/sustainable utilization of natural resources, prohibition of excessive use of natural resources, konservasi SDA adalah kewajiban keagamaan, dan prinsip Pemerintah berwenang mengatur dan menegakkan hukum.

(19)

Indonesia.

Referensi

Al-Qur’an, Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al-Alyy’, Cet.4 Bandung: Diponegoro, 2007.

Abdul Haseeb Ansari and Parveen Jamal, “Toward an Islamic jurisprudence of environment: An expository study,” Religion and Law Review - Vol. X-XI: 2001-2002

Abdul Haseeb Ansari, “Socio-legal issues in biodiversity conservation: Penilaian kritis dengan referensi khusus ke Malaysia", 4 (2001) MLJ xxii.

Abubakr Ahmed Bagader, et.al, 1994, “Environmental Protection in Islam”, IUCN Environmental Policy and Law Paper No. 20 Rev.

Adnan Harahap, Ishak Manany, Isa Anshari dkk,1997, Islam dan Lingkungan Hidup, Jakarta: Penerbit Yayasan Swarna Bhumi.

Al-Suyuti, 1998, Al-Ashbāh wa An-nadhāir fi Qāwaid wa Furū Fiqh ash Shāfiyyah, Beirut: Dar al Kitab al-Araby, hlm. 233

Amir Abdul Aziz, 1997, Al-Fiqh Al-Janai Fi Al-Islam Durub Al-Qatl, Al-Qisos, Al-Diyat, Hudud, Al-Ta’zir Amsilatun Wa Tatbiqotun Nazariyyatun, Darussalam.

Bambang Utoyo, 2007, Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Kalimantan Borneo PT Setia Purna Inves.

Donald Black, 1976, The Behavior of Law, New York; Academic Press

Fathi Osman, 1997, Concept of the Qur’an: A Topical Reading, Kuala Lumpur: ABIM

Fazlun M Khalid, 2002 “Islam and the Environment” in Peter Timmerman (ed), Encyclopedia of Global Environmental Change, Volume 5: Social and Economic Dimensions of Global Environmental Change, Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.

Makhrus Munajat, 2004, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Cet. 1, Yogyakarta: Logung Pustaka

Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, IPB dan Kementerian Lingkungan Hidup, 2003, Potret Kondisi dan Permasalahan Pengelolaan Sumberdaya di Wilayah Pesisir dan Laut.

Rokhmin Dahuri, Jalan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia, Republika, 06 April 2015.

Rzk, “Illegal Fishing Rugikan Indonesia Rp. 300 Triliun per Tahun”,

(20)

http://economy.okezone.com/read/2015/03/02/320/1112504/illegal-fishing-rugikan-indonesia-rp300-triliun-per-tahun;

http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/115462-nelayan-asing-diusir-dari-derawan.html; http://birokrasi.kompasiana.com/2014/12/06/lemahnya-data-perikanan-690635.html;

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/173629609/Susi-Kesal-Jutaan-Ton-Ikan-Dirampok-Tiap-Tahun. diakses 15 April 2015

S.Abul A'la Maududi, 1992, The Meaning of Quran, Vol.1, edisi ke-12, Lahore:. Publikasi Islam (Pvt) Ltd.

Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Penerbit Angkasa Visi, Misi, dan Program Aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014 “Terwujudnya Indonesia

yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi praktik penyajian masakan ayam lada hitam di salah satu restoran swalayan, dari aspek sanitasi dan tingkat cemaran bakteri E.. aureus

b. *emberikan moti&asi kepada seluruh 9arga program keahlian agar memiliki sikap kreati: dan ino&ati: .. *enge&aluasi program yang lalu untuk menjadi bahan

Fenomena yang paling umum dari ketidak berhasilan program-rogram tersebut adalah dimana sampai sekarang kita masih mengandalkan produk impor dalam pemenuhan

Dari hasil analisis pada tiap variabel menunjukkan bahwa karyawan PT XYZ Surabaya sudah memiliki komitmen organisasional, kepuasan kerja, dan orga-

Saya berharap buku panduan ini akan digunakan sebaik-baiknya supaya khidmat Pembimbing Rakan Sebaya akan dapat membantu mengurangkan masalah displin dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan intensi membeli tablet PC pada mahasiswa angkatan 2012 Program Studi Peternakan Fakultas

Profil Pendidik dalam Pendidikan Islam (Telaah Pemikiran Mahmud Yunus dalam Kitab al-Tarbiyah wa al- Ta’lim ), Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam

Namun dalam layanan akademik disekolah tersebut masih dilakukan secara manual (Khotimah, & Iriani, 2013), diantaranya pengolahan nilai siswa yaitu dengan cara