• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN HOLISTIK DALAM PENGEMBANGAN KETRAMPILAN BERPIKIR KESEJARAHAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN HOLISTIK DALAM PENGEMBANGAN KETRAMPILAN BERPIKIR KESEJARAHAN."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

TEMBAR PENGESAHAN ... TIM PENGUJI ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ...

A. Latar Belakang Masalah ………...………...….. B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……...……… C. Tujuan Penelitian……...………..…...………. D. Metode Penelitian ... ………...………. E. Hasil Penelitian ...

1. Hasil penelitian Studi Pendahuluan ... 2. Tahap Pengembangan Model... 3. Hasil Tahap Pengujian Model... F. Pembahasan ...

1. Hasil Penelitaian Tahap pengembangan Model ... 2. Hasil Penelitian Tahap Pengujian Model ... G. Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi ...

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Tantangan dan Dorongan Pembelajaran Sejarah di Era Global

Dalam konteks kompetensi multimedia di era globalisasi ini, informasi yang terkait dengan perubahan-perubahan kehidupan manusia, kejadian-kejadian terkini “current events” dari semua penjuru dunia, isu-isu terkini “current issues” pun dapat dengan cepat, mudah dan dengan biaya murah mendapatkannya. Oleh karena itu setiap orang dituntut untuk memiliki kemampuan bergerak cepat, berpikir cepat, ”move fast, act fast” dalam mengambil suatu keputusan adalah suatu bentuk untuk mengantisipasi perubahan yang bergerak cepat (Tilaar, 2000: 351). Senada dengan hal tersebut, menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2004 : 6-7) untuk menjadi pemenang di era kompetisi global, maka pendidikan harus mampu membentuk masyarakat global, yang memiliki sifat unggul, bermoral dan pekerja keras.

(3)

Sehubungan dengan itu Coombs (1985, 5) menuliskan bahwa pada dasarnya, krisis yang terjadi dalam dunia pendidikan dalam skala makro dan mikro (di kelas), termasuk pendidikan sejarah adalah akibat dari hubungan antara tiga kata yaitu perubahan, adaptasi dan perbedaan. Perubahan dunia dari agraris, ke industri dan kemudian informasi tidaklah diiringi dengan kecepatan adaptasi pendidikan. Konsekwensi perbedaan antara sistem pendidikan dengan lingkungannya adalah inti dari krisis pendidikan tersebut. Apapun bentuk perubahan dan kemana arah perubahan tersebut sullit diramalkan, sebab perubahan itu terlalu cepat, yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana kita menyikapi dan menyiapkan diri menghadapi perubahan-perubahan tersebut (Warsono, 1999). Oleh karena itu pula peran pendidikan semakin besar, seiring terkait dengan berkembangnya inovasi teknologi agar out put pendidikan mampu menghadapi abad ke-21 (Kennedy, 2002).

(4)

Becker (1993:17) bahwa pendidikan adalah investasi penting dalam menciptakan

human capital.

Berbagai masalah etnisitas dalam konteks nasionalitas dan integrasi bangsa yang terjadi akhir-akhir ini, seolah-olah memberikan gambaran bahwa cita-cita pembentukan nasion Indonesia, yang telah diwujudkan dalam Sumpah Pemuda, Proklamasi 17-8-1945, Pancasila (sila ke tiga – Persatuan Indonesia) mulai pupus. Misal kejadian di Aceh, Irian (Papua), Maluku, Riau, Sampit, Sambas, ditambah lagi dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang baik, pengangguran bertambah, konflik kaum buruh dan pengusaha, harga membumbung tinggi, konflik para elite politik dan berbagai masalah sosial budaya (narkoba, degradasi moral remaja, dan lainnya), disharmonis rakyat dan penegak hukum, kesemuanya telah menimbulkan gejolak-gejolak atau

turbulence dalam masyarakat dan mengakibatkan kekacauan, ketidakpastian, ketidakteraturan dan kebingungan. Akibat yang lebih jauh adalah dampak-dampak yang ditimbulkan tersebut sulit ditangani dalam waktu singkat, salah satunya tentang memudarnya keberadaan jati diri, identitas suatu bangsa (Tilaar, 2000:353).

(5)

Untuk mengatasi perubahan-perubahan yang kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menurut Alvin Toffler (1995 :238) adalah dengan menyusun kurikulum yang mengacu pada masa depan, yang disebutnya “super-industrial Education System”. Sementara saat ini pembelajaran sejarah yang dilakukan di sekolah cenderung terlalu berorientasi ke masa lampau (Widja, 2002). Hal ini agak berbeda seperti yang dinyatakan oleh Collingwood (2001:141),’…the ultimate aim of history is not to know the past but to understand the present”. Perbaikan pada proses pembelajaran sejarah ini tentu diperlukan sehubungan dengan perubahan-perubahan tersebut. Kesiapan menangkap dan menghadapi perubahan juga menjadi fungsi pelajaran sejarah diberikan kepada siswa. Di dalam kurikulum 2004, dinyatakan bahwa fungsi pengajaran sejarah di tingkat SMA/MA adalah,

untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkemba- ngan masyarakat dalam dimensi waktu, untuk membangun perspektif dan kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan ,di tengah-tengah peradaban dunia (Depdiknas, 2003).

Namun demikian, perubahan tersebut tidak hanya perlu dilakukan pada tingkat kurikulum, media, prasarana-sarana, tetapi juga sampai pada implementasinya. Peran pendidik, termasuk guru sejarah sangat besar untuk menciptakan kondisi belajar siswa yang memberikan bekal kepada siswa untuk menjawab tantangan global, salah satunya dengan mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan tahap tinggi.

(6)

reformasi. Pertama, bagaimana kisah masa lalu itu disusun. Hal ini mengingat sejarah berbeda dengan dengan ilmu lain yang sumber informasinya dihadapi langsung, sedangkan dalam sejarah, peneliti dan objek yang diteliti dipisahkan jarak waktu. Kedua, jangan memaksakan kepastian, atau kesimpulan absolut terhadap interpretasi sejarah. Hal ini dikarenakan sumber sejarah tidak selalu memberikan informasi yang mencukupi dan jelas. Oleh karena itu guru/sejarawan harus berani mengatakan peristiwa ini dengan keterangan barangkali, mungkin atau menurut sumber A atau B demikian. Sehingga peserta didikpun diarahkan untuk berani membuat tafsiran. Oleh karena itu sangat penting kemampuan guru untuk membawa siswa/mahasiswa untuk menyusun tafsir lain yang berbeda, sehingga ketrampilan berpikir peserta didik bertambah kuat. Para guru dan peserta didik diberikan peluang untuk mencari kebenaran objektif dan bukan kebenaran resmi. Untuk memberikan kesempatan kepada siswa memberikan interpretasi/tafsiran sejarah maka penggunaan primary sources sebagai sumber informasi sejarah, berupa; dokumen, gambar, film, tulisan di koran, dan lainnya sangat diperlukan.

(7)

kepada peserta didik untuk menggunakan nalar, berpikir komprehensif, kritis atas fakta sejarah yang ada di berbagai daerah di tanah air.

Pada prinsipnya apapun yang digunakan dalam pengelolaan pendidikan IPS, khususnya sejarah, hendaklah berorientasi kepada tuntutan masyarakat atau zaman. Nursid Sumaatmadja (2002) menyebutnya dalam konteks “visi sosial” ATHG (ancaman tantangan hambatan gangguan) dalam kehidupan masyarakat. era global. Bentuk ATHG-nya apa, bagaimana? Maka berikutnya pengolahan/perancangan dan pelaksanaan pendidikan Sejarah ditujukan kepada tuntutan di era tersebut. Tentu kita tidak ingin ungkapan Todung Mulya Lubis (1976 : 56) bahwa,” generasi muda merasa asing, tidak intens dan miskin dengan penghayatan sejarah”, semakin nyata di masa kini dan mendatang.

2. Kondisi Pembelajaran IPS, khususnya Pembelajaran Sejarah di Jenjang

Persekolahan dan LPTK dan Hubungannya dengan Kostruktivisme

Menyadari akan pentingnya belajar sejarah, maka sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, sejarah merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan kepada generasi muda, dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. Hal tersebut sebagai suatu upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu membangun manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, juga cerdas, berilmu pengetahuan tinggi, memiliki loyalitas, kebangsaan yang tinggi.

(8)

ketrampilan berpikir kritis seperti layaknya belajar sains atau matematika, lebih banyak hapalan, guru berperan dominan (teacher talk oriented) sebagai pentrasfer informasi selain buku teks, siswa diposisikan sebagai objek dalam pembelajaran, akibatnya kurang memiliki pengalaman belajar yang bermakna serta menganggap lulusan IPS lebih rendah dibanding lulusan yang lain. Singkatnya ilmu-ilmu non sosial berperan di depan, sedangkan Ilmu Pengetahuan Sosial berperan di belakang (Al-Muchtar, 1991; Hasan, 2002; Sanusi, 1989 :225, Somantri, 2001, Welton dan Mallan, 1994).

Selain itu pada tingkat makro ada kecendrungan anggapan bahwa pendidikan IPS selain dianggap sebagai pelajaran hapalan, juga tidak disenangi dan membosankan. Secara umum, kekurangan dalam pendidikan IPS tersebut adalah juga cerminan pendidikan sejarah. Diketahui dari hasil penelitian mahasiswa pendidikan sejarah strata 1 hingga strata 3, juga oleh pengamat pendidikan sejarah, menempatkan mata pelajaran ini di sekolah baik di jenjang sekolah rendah dan menengah sebagai mata pelajaran nomor dua. Apakah yang salah dengan mata pelajaran ini? Secara umum ditemukan bahwa bukan bahan/isi materinya yang menjadi faktor kurang menariknya pelajaran ini diterima oleh siswa melainkan faktor cara menyampaikannya di kelas.

(9)

harus dihapal siswa, kurang memberikan penanaman pemahaman dan pencarian makna dari suatu peristiwa sejarah yang diajarkan. Jadi selama ini murid cendrung menghapal sejarah dan bukan belajar sejarah (Gonggong, 2003). Akibatnya dianggaplah pelajaran sejarah sebagai pelajaran hapalan yang membosankan. Seperti disampaikan Chang (2001),”Too often, the study of history is associated with the boring memorization of names (usually unpronounceable)

of distant politicians and kings, dates of battle and wars, and this or that "turning

point"or "age of . . . . ” (http://www.theada.Org/pubs/why/blackeyintro.htm, tanggal 2-2-04). Jika penjelasan sejarah diberikan dengan menekankan hapalan-hapalan, justru akan sukar meningkatkan mencapai pemahaman kesejarahan (William Mc Neil, 2004). Oleh karena itu menurut Widja (2000, 3) perlu dilakukan reorientasi sasaran/tujuan serta semangat pengajaran sejarah baru. Pembelajaran sejarah tidak lagi terlalu menekankan pada pengajaran hapalan fakta-fakta serta afektif doktriner, tetapi lebih sarat dengan latihan berpikir histories kritis analitis, menerima gambaran sejarah tidak secara pasif reseptif.

(10)

terutama dalam mengantisipasi perkembangan global (Pramono, 1999; Welton&Mallan, 1992; Stopsky & Lee, 1994).

Dari hasil penelitian Murni (2000) ditemukan berbagai kondisi yang belum menunjang keberhasilan dalam Pendidikan IPS, khususnya pelajaran sejarah antara lain disebabkan profil guru sejarah, yaitu sebagian adanya latar belakang pendidikan guru yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh dan rendahnya tingkat kinerja guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta minimnya sarana/prasarana yang tersedia, juga belum opimalnya lembaga musyawarah guru bidang studi yang ada.

Selain itu gurupun cendrung beranggapan bahwa sumber belajar hanyalah buku cetak saja. Media informasi yang berperan besar dalam membantu menyampaikan informasi dan merangsang perhatian/minat siswa justru kurang digunakan (Zainuri dan Suwoko, 1996/1997 : 4 ) Benjamin C. Gregory (1988) menemukan bahwa pengajaran sejarah terpaku pada ceramah dan penggunaan buku teks, akibatnya hal ini membawa kemiskinan dalam pelaksanaan.

(11)

Skolnik (1986) yang menemukan bahwa pembelajaran sejarah yang terjadi di persekolahan cenderung terpusat pada guru dan berorientasi pada buku teks (http://www.Historycooperative.org/journals/ht35.3/yarema.html, diakses tanggal 1-2-2004). Anhar Gonggong (2003) mengatakan keprihatinannya atas hal tersebut, dan menyatakan bahwa hal ini akan menjadi sulit untuk tercapainya tujuan belajar sejarah, jika guru tidak punya wawasan yang luas dan hanya mengajarkan textbook di hadapan murid. Oleh karena itu diperlukan guru sejarah yang juga sebagai sejarawan dan ilmuwan sosial

(12)

internet dari kalangan guru/dosen. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan jumlah pemakai di “warnet” yang tersebar di kota-kota. Misal Bandung dan Palembang yang sempat diamati. Jika peserta didik sudah melihat, membaca berbagai informasi, pengetahuan, maka sudah sepantasnya pula pembelajaran dengan hanya terpaku pada isi buku teks dihilangkan. Peserta didik tidak dianggap sebagai kertas putih lagi yang mengakibatkan ketrampilan berpikir mereka kurang diperhatikan. Di bawah ini akan diuraikan bagaimana kondisi ketrampilan berpikir peserta didik, khususnya dalam pelajaran sejarah yang menunjukkan tidak digunakannya pendekatan konstruktivisme.

3. Kondisi Ketrampilan berpikir Peserta Didik di Jenjang Persekolahan dan

LPTK

(13)

penilaian (Valuing skills), ketrampilan berpartisipasi (Social participation skills) dan inkuiri ilmu-ilmu sosial (Social Science Inquiry skills). Dari tujuh ketrampilan dasar dalam IPS, ketrampilan berpikir merupakan bagian yang penting dari pembelajaran IPS. Hal ini tentu juga dalam pembelajaran sejarah.

Di dalam kurikulum sejarah 2004, juga dinyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai mata pelajaran ini bagi siswa adalah untuk,

• Mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang,

• Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari

• Mengembangkan kemampuan intelektual dan ketrampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat.

(14)

thinking”. Oleh karena itu dia menganjurkan agar LPTK dan para guru sejarah selalu melakukan review untuk melihat dan yakin bahwa ketrampilan berpikir kesejarahan perlu dikembangkan dalam pembelajaran sejarah tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam standar pendidikan sejarah Amerika, yaitu tercapainya historical understanding (pemahaman sejarah) dan historical thinking skills (ketrampilan berpikir sejarah). Ketrampilan berpikir kesejarahan terdiri dari; Chronological thinking, Historical Comprehension, Historical Analysis and Interpretation, Historical research capabilities, Historical issues-analysis and

decision making (National Center for History, 1994)

Dari uraian itu dapat dikatakan bahwa jika sejarah dipelajari dengan baik, akan mendapatkan kebiasaan-kebiasaan berpikir, melalui pengalaman dalam menganalisis/menginterpretasi fakta, bukti sejarah. Pada akhirnya pengalaman belajar yang diperoleh dapat meningkatkan ketrampilan berpikir tahap tinggi, yang pada akhirnya ketrampilan tersebut diperlukan sebagai anggota masyarakat.

Secara umum tujuan pengajaran sejarah di Indonesia tidaklah berbeda dengan apa yang tertuang dalam National Standar History Amerika, yaitu sama-sama agar pelajaran sejarah diarahkan pada kepentingan siswa memperoleh ketrampilan berpikir sejarah dan pemahaman sejarah.

(15)

dari guru. Gejala ini pun kemudian terlihat pada gaya belajar sebagian besar mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah, yang masih menempatkan diri sebagai objek, bukan subjek dalam proses pembelajaran. Seperti yang diuraikan di atas, pembelajaran sejarah masih kurang optimal dalam menerapkan pendekatan konstruktivisme. Kondisi pembelajaran demikian tentu kurang memberi peluang kepada siswa/mahasiswa untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahannya.

Pendapat guru sejarah terhadap situasi dilematis yang dihadapi mereka dalam mengajar sejarah, terungkap dalam kegiatan seminar “Pelurusan Sejarah’65 dalam Kurikulum Pendidikan” pada September 2003 di Jakarta. Seorang guru sejarah, Wahyu Sigit, mengungkapkan,” bahwa selama ini pengajaran sejarah cenderung bersifat estetis dan etis, artinya sejarah demi menanamkan cinta dan perjuangan pahlawan, tanah air dan bangsa yang sangat dominan sehingga menjadi indoktrinasi dan mengkultuskan individu. Seharusnya pengajaran sejarah bagi siswa SMA sudah dapat menggunakan pendekatan belajar kritis”.

(16)

katanya sangat bagus hanya dianut Indonesia, sementara sosialisme yang dianggap sangat buruk justru banyak dianut bangsa lain?.

Ungkapan tersebut memberikan pemahaman dua hal, yaitu pertama, para guru sudah di “sadarkan” oleh siswanya bahwa mereka sekarang berbeda dengan adiknya di jenjang SD/SMP. Mereka sudah lebih mampu berpikir menganalisis, mengkritisi suatu data/fakta sejarah. Artinya siswa sudah bisa diarahkan untuk berpikir kesejarahan tahap tinggi. Kedua, para guru sejarah sekarang, sudah mulai menyadari pentingnya pembelajaran sejarah diarahkan kepada esensi dasar ilmu sejarah dan tujuan pendidikan sejarah.

Kondisi di atas adalah contoh bahwa ada siswa yang telah mampu mengembangkan ketrampilan berpikir tahap tinggi, tetapi sebaliknya belum mendapat sambutan karena kesiapan pengetahuan, mental dan ketrampilan berpikir guru. Sebaliknya juga masih banyak siswa/mahasiswa yang belum mampu mengembangkan ketrampilan berpikir tahap tinggi. Hal ini terkait dengan bagaimana pengalaman belajar sejarah yang diterimanya baik di jenjang sekolah maupun di perguruan tinggi. Purwanto (1998) menemukan dari hasil penelitiannya bahwa terdapat kecendrungan pemberian materi pendidikan sejarah kepada mahasiswa di perguruan tinggi yang kurang kritis.

(17)

semester I, menunjukkan bahwa mahasiswa semester VII mencapai nilai tidak mesti lebih tinggi dari mahasiswa semester I atas tes tersebut. Menurutnya, tingkat penguasaan materi SMA yang rendah oleh mahasiswa semester VII ini cukup memprihatinkan, terutama apabila dikaitkan dengan kesiapan mahasiswa semester ini yang berikutnya akan mengikuti program pengalaman lapangan, yaitu mengajar di SMA. Hal inipun menjadi indikator awal terhadap kualitas lulusan LPTK/UNP ditinjau dari kesiapan mereka mengajar di SMA menjelang mereka lulus nantinya. Dengan kata lain secara implisit Kumaidi menemukan bahwa ada masalah dalam proses perkuliahan mahasiswa yang berlangsung di LPTK tersebut.

(18)

Temuan di atas, juga diperkuat dengan hasil temuan observasi (2004) pada ke tiga LPTK – program studi pendidikan sejarah yang ada di Kota Palembang, yang menunjukkan bahwa;

• masih rendahnya keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran sejarah, dosen mendominasi proses perkuliahan melalui kegiatan ceramah,

• kegiatan yang dominan pada mahasiswa adalah duduk, mendengarkan dan mencatat, dibandingkan dengan kegiatan bertanya, memberikan interpretasi, membandingkan, menganalisis bukti sejarah,

• masih terdapat dosen yang hanya menggunakan satu buku dan mendiktekan kepada mahasiswa, sehingga tidak terjadi proses berpikir,

• sangat sedikit sekali frekwensi penggunaan media (peta) dalam perkuliahan, dan belum terlihat adanya penggunaan sumber primer sejarah.

(19)

Walaupun sudah memiliki visi demikian, cerminan permasalahan pembelajaran sejarah selama ini dan isu masyarakat yang menempatkan mata pelajaran ini tidak sejajar dengan sains merupakan cerminan kemampuan alumni calon guru sejarah yang dihasilkan LPTK yang ada.

Permasalahan pendidikan sejarah yang terdapat di jenjang sekolah dan di perguruan tinggi, tentu saja bukan hanya terjadi di Kota Palembang. Permasalahan pembelajaran sejarah juga terjadi di lembaga sekolah lain. Untuk mengatasi hal tersebut, maka secara terus menerus penelitian dan inovasi di dalam pembelajaran sejarah dilakukan oleh para pakar pendidikan sejarah. Beberapa tulisan hasil penelitian di jurnal luar negeri yang mengungkapkan berbagai masalah pembelajaran sejarah dan rekomendasi penyelesaiannya, yaitu;

1. Permasalahan terhadap rendahnya pemahaman kesejarahan siswa dapat diatasi dengan memperkaya pemahaman kesejarahan para mahasiswa calon guru sejarah, penggunaan buku teks sejarah serta memberikan sajian materi sejarah yang memiliki rantai kontekstual dari masa lalu hingga kini. (Sexas, P, 2001, Tersedia dalam http://tc.unl.edu/ushistory/research/seixas.html., diakses tanggal 1-3-2003).

(20)

konsep sejarah. Kemudian juga diungkapkan bahwa siswa tidak hanya mendapatkan pengaruh dari dalam kelas (guru, buku teks) tetapi juga dari luar kelas, khususnya melalui media terhadap pengembangan pengetahuan kesejarahannya (Voss, J.V. 2002. Terdapat dalam http://tc.unl.edu/ushistory/research/voss.html, diakses tanggal 1 Maret 2003). 3. Adanya dua hal yang membuat kegagalan dalam pembelajaran sejarah yaitu

ketidakmampuan guru untuk menggabungkan dokumen dengan fakta dari berbagai sumber. Kemudian siswa tidak memiliki kemampuan analisis terhadap sumber yang ada. Selain itu hal penting dalam mengembangkan berpikir kesejarahan dan belajar sejarah adalah dengan memanfaatkan seefektif mungkin dokumen yang ada (Mayer, R.H..1998. Terdapat dalam http://tc.unl.edu/ushistory/research/mayer.html, diakses tanggal 1-3-2003) 4. Untuk mendapat kebermaknaan sejarah bagi kehidupannya, maka siswa dalam

mengikuti pelajaran sejarah diajak untuk menggunakan pengetahuan/pengalaman kesejarahan siswa yang didapat dari sumber di luar kelas seperti cerita keluarga, film sejarah, acara fiksi di TV, peringatan hari besar dan buku sejarah yang dihubungkan dengan materi sejarah yang didapat di dalam kelasnya (Seixas,P. 1999. Terdapat dalam http://tc.unl.edu/ushistory/research/seixas.html, diakses tanggal 1 –3-2003) 5. Untuk mendapatkan kebermaknaan sejarah dapat dilakukan melalui buku

(21)

tindakan tokoh dalam cerita sejarah tersebut menghadapi masalah dalam konteks kekinian. (Jerry J. Watson.. 1991 Terdapat pada

http://www.questia.com/watson.htm. Diakses tanggal 1-3-2003).

B. Masalah dan Fokus Penelitian

Dari uraian latar belakang di atas, diketahui bahwa masalah yang ada pada pendidikan sejarah, khususnya pada pembelajaran sejarah sangat besar. Di satu sisi harus siap menghadapi dampak yang mengiring era globalisasi, era percepatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain pendidikan sejarah telah mempunyai pekerjaan rumah yang “laten” belum terselesaikan, yaitu diantaranya latar belakang guru yang tidak sesuai, media dan sarana belajar yang masih kurang baik kualitas maupun kuantitas, pengetahuan dan inovasi guru masih rendah. Akibatnya permasalahan sejarah bersama mata pelajaran IPS lain dipahami peserta didik dan masyarakat sebagai mata pelajaran hapalan, membosankan, tidak memberikan tantangan berpikir tinggi, dan pengalaman/ketrampilan yang dapat digunakan langsung di luar kelas, bahkan juga disebut sebagai mata pelajaran kelas dua. Ada kesan peserta didik yang mengambil jurusan bidang studi ini adalah kumpulan siswa yang berada di “kelas dua” dan kurang cerdas, pintar dibanding mereka yang berada di jurusan ilmu eksakta.

(22)

para guru sejarah. Padahal di dalam tujuan pendidikan sejarah dalam kurikulum telah memuat adanya bekal yang diberikan kepada peserta didik tidak hanya pengetahuan kelampauan, tetapi juga ketrampilan berpikir.

Permasalahan yang ada di lapangan, yang dilakukan para guru tidaklah dapat dilepas dari permasalahan yang ada pada LPTK, tempat para guru sejarah tersebut dibina. Oleh sebab itu perlu untuk dilakukan pengkajian terhadap proses pembelajaran yang ada di LPTK. Seperti dikatakan oleh Kenneth Jackson (1989):73-78. dan George Burson (1989:60),”….If a high school history teacher graduates ill-educated students, his history and education professors must accept

part of the responsibility”.

(23)

Gambar 1.1

Peta komponen pendidikan sebagai system Sumber : Nana Syaodih Sukmadinata, 2003 : 9

Melalui gambar di atas terlihat bahwa variabel raw input, yaitu mahasiswa,dan variabel instrumental serta lingkungan sangat mempengaruhi jalannya proses pendidikan untuk menghasilkan out put/lulusan yang bermutu.

Dunkin dan Biddle (1974 : 38) juga menggambarkan bagaimana hubungan antar variabel dalam membentuk suatu proses pembelajaran untuk hasil belajar yang bermutu terlihat dalam gambar 1.2 di bawah ini.

(24)

Gambar 1.2

Variabel-Variabel Pembentuk Proses Pembelajaran Sumber: Dunkin dan Bidle (1974 : 38). The Study of Teaching

(25)

ketrampilan berpikir kesejarahan, dan bagaimana interaksi variabel tersebut dalam variabel proses, dan variabel out put.

Di dalam variabel input atau presage variable dan context variable

penelitian ini akan memfokuskan kepada profil mahasiswa, profil dan performance dosen, visi/misi LPTK, kurikulum, karakteristik ilmu sejarah, serta kondisi sarana, media, sumber belajar yang digunakan dan juga bagaimana lingkungan LPTK. Sedangkan pada proses variabel, yang menjadi fokus adalah bagaimana bentuk model-model pembelajaran yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir tinggi, khususnya dalam berpikir kesejarahan pada mahasiswa. Variabel out put (product variable) merupakan indikator keberhasilan, kefektifan suatu kegiatan pembelajaran. Variabel ini berkenaan dengan hasil belajar mahasiswa yang dapat di lihat segera ataupun jangka panjang. Di samping itu, pemilihan suatu pendekatan model pembelajaran, metode mengajar hendaknya didasarkan pada faktor; tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kemampuan siswa, kemampuan guru (Sukmadinata, 2004 : 176 – 179).

(26)

Gambar 1.3

Peta Proses Pembelajaran Sejarah

Diharapkan jika permasalahan proses pembelajaran di LPTK dapat ditemukan solusinya, maka akan dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa calon guru sejarah sebelum menjadi guru. Secara berangsur diharapkan sikap dan anggapan terhadap ilmu, mata pelajaran sejarah berubah. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka fokus penelitian ini adalah model pembelajaran bagaimana yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah di LPTK?

(27)

C.Rumusan Masalah

Permasalahan utama penelitian ini adalah, model pembelajaran sejarah yang bagaimanakah yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah di LPTK di Kota Palembang.

(28)
(29)

Berdasarkan permasalahan utama dalam penelitian ini, maka secara rinci dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah kondisi pembelajaran sejarah bagi mahasiswa pendidikan sejarah yang berlangsung di LPTK di Kota Palembang selama ini?

Bagaimanakah model pembelajaran sejarah yang diterapkan selama ini di LPTK Kota Palembang?

Bagaimanakah kondisi ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa program studi pendidikan sejarah selama ini?

Bagaimanakah aktivitas dan motivasi mahasiswa dalam pembelajaran sejarah di LPTK Kota Palembang?

2. Bagaimanakah desain model konseptual pembelajaran sejarah yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa, calon guru sejarah?

2.1 Bagaimanakah desain perencanaan model pembelajaran sejarah yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa? 2.2 Bagaimanakah desain pelaksanaan model pembelajaran sejarah yang

dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa? 2.3 Bagaimanakah desain evaluasi model pembelajaran sejarah yang dapat

mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa?

(30)

Bagaimanakah efektivitas penerapan model pembelajaran sejarah yang dikembangkan terhadap pengembangan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa?

Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran sejarah yang dikembangkan terhadap motivasi belajar sejarah mahasiswa dan “nurturant effect” lainnya?

D. Penjelasan Istilah

Dalam penelitian ini istilah yang perlu dijelaskan yaitu model pembelajaran dan ketrampilan berpikir kesejarahan

1. Model Pembelajaran

(31)

merekonstruksi masa lampau, dan dengan kebebasan utnuk memberikan tafsiran sejarah secara divergen, dan multi perspektif dalam kaitannya untuk meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa.

2. Ketrampilan berpikir Kesejarahan

Yang dimaksud ketrampilan berpikir kesejarahan dalam penelitian ini, adalah ketrampilan berpikir tahap tinggi atas peristiwa masa lampau (kritis, kreatif dan divergen) yang ditumbuhkembangkan pada setiap mahasiswa pendidikan sejarah dengan menggunakan sumber utama, dokumen atau sumber kedua. Aspek-aspek dari ketrampilan berpikir kesejarahan dalam penelitian ini diadaptasi dari

National Standard for History in the School yang dikembangkan oleh persatuan guru sejarah di Amerika, yang terdiri dari;

a. Chronological thinking (Berpikir Kronologis)

b. Historical Comprehension (Pemahaman Kesejarahan)

c. Historical Analysis and Interpretation (Analisis dan interpretasi kesejarahan)

d. Historical research capabilities (kemampuan penelitian kesejarahan)

(32)

E.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan atau mengembangkan model pembelajaran sejarah bagi pengembangan ketrampilan berpikir kesejarahan untuk mahasiswa pendidikan sejarah di LPTK.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk;

1. Menemukan bagaimana kondisi yang ada dalam proses pembelajaran sejarah bagi mahasiswa pendidikan sejarah di LPTK selama ini?

2. Menemukan desain model konseptual pembelajaran sejarah yang mampu mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah?

3. Menemukan keampuhan model pembelajaran sejarah bagi pengembangan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah yang telah

dikembangkan

4. Menemukan pengaruh implementasi model pembelajaran yang dikembangkan terhadap motivasi belajar sejarah mahasiswa dan dampak pengiring lainnya.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(33)

juga dapat digunakan sebagai landasan pengembangan model pembelajaran sejarah, ilmu pengetahuan sosial pada penelitian lanjutan, baik di jenjang sekolah ataupun di perguruan tinggi.

2. Manfaat Praktis

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis kepada;

a. Bagi dosen/guru sejarah, temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan untuk merancang, melaksanakan proses pembelajaran sejarah yang bermakna, merangsang peserta didik/mahasiswa untuk berpikir tinggi (berpikir kesejarahan), memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman belajar yang dapat digunakan di luar ruang kelas. Sehingga menjadi salah satu solusi untuk merubah sikap/anggapan kurang menyenangkan terhadap mata pelajaran ini, sebagaimana pelajaran IPS lainnya.

(34)
(35)

132 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan dan Metode Penelitian

Model pendekatan dalam penelitian ini dirancang dengan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and development). Gall, Gall dan Borg (2003) menggambarkan bahwa research and development berawal dari industry-based development model, yang digunakan sebagai prosedur untuk merancang dan mengembangkan suatu produk baru yang berkualitas. Dalam pengembangan pendidikan kadang-kadang disebut research based development muncul sebagai strategi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Lebih khusus dinyatakan bahwa dalam bidang pendidikan, research and development adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan serta menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui “basic research”, dan bertujuan untuk memberikan perubahan-perubahan pendidikan guna meningkatkan dampak-dampak positif yang potensial dari temuan-temuan penelitian dalam memecahkan permasalahan pendidikan dan digunakan untuk meningkatkan kinerja praktik-praktik pendidikan.

(36)

133

practice. Keempat, bersifat kuantitatif dalam memvalidasi efektivitas, efesiensi, keberterimaan produk, tetapi bersifat kualitatif dalam penyususnan produk dan revisinya. Kelima, ada uji lapangan dan distribusi, uji lapangan dilakukan untuk menyahihkan/memvalidasikan prototipe, dan distribusi sebagai suatu diseminasi prototipe yang telah teruji (produk). Keenam, menekankan pada masalah khusus yang berhubungan dengan masalah-masalah praktis dalam pengajaran melalui

applied research, dan ketujuh, ada tahapan-tahapan evaluasi terhadap produk yang disusun (Gall, Gall, dan Borg, 2003 : 772).

Sesuai dengan pengertian itu, maka penelitian ini berupaya untuk menghasilkan suatu model pembelajaran sejarah yang dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan (historical thinking) mahasiswa pendidikan sejarah (calon guru sejarah), yang didasarkan pada kondisi atau kebutuhan nyata di LPTK.

(37)

134

Preliminary field testing, melakukan treatment/ujicoba terbatas terhadap produk model awal (termasuk melakukan pengamatan, interview, dan angket ). Dalam tahapan ini akan dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK). (5) Main product revision. Revisi hasil treatment dari produk model awal. (6) Main field testing.

Penerapan uji coba lapangan (observasi, interview). Data kuantitatif pada awal (pre) dan akhir (post) pengajaran dikumpulkan dan dievaluasi. (7) Operational product revision. Melakukan revisi produk, berdasarkan hasil uji coba lapangan. (8) Operational field testing. Melakukan ujicoba lapangan. (9) Final product revision. Melakukan revisi akhir terhadap model dan menetapkan produk akhir. (10) Dissemination and implementation. Melakukan diseminasi dan implementasi/distribusi ke berbagai pihak.

(38)
(39)

136

Sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, penelitian ini melakukan tiga bentuk kegiatan utama penelitian , yaitu terdiri dari: (1) exploration study, dan juga (2) Action Research yang bersifat kualitatif, dan (3) experimental study.

Bentuk kegiatan pertama oleh Lincoln dan Cuba (1995) dinamakan juga inquiry naturalistic yang dilakukan dalam menemukenali fenomena-fenomena yang terdapat dalam setiap komponen pembelajaran sejarah, pada tahap studi pendahuluan. Dalam pengembangan model hipotetis berikutnya digunakan penelitian tindakan.

Di dalam tahap validasi model, digunakan metode kuasi eksperimen (Quasi-experiment). Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yang mengacu pada paradigma empiris, positivis dan eksperimen dan menekankan pada objektivitas dan fenomena kuantitas (Creswell 1994 : 4-5 ; Gall, Gall, dan Borg, 2003 : 24 ; Mc Millan dan Schumacher, 2001: 31).

Secara rinci pelaksanaan langkah-langkah dari ketiga tahapan prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan (Tahap I)

(40)

137

dikembangkan, pendekatan dalam pembelajaran sejarah baik dari buku, hasil penelitian maupun jurnal ilmiah. Dengan kata lain, semua kepustakaan yang terkait dengan model pembelajaran berpikir kesejarahan yang dikembangkan.

Di antara bahan baku kerangka pikir yang digunakan dalam penyusunan desain model konseptual/hipotetik pembelajaran dalam penelitian ini mengacu pada hasil studi pendahuluan. Model konseptual tersebut berangkat dari teori dasar konstruktivistik dalam konteks pembelajaran orang dewasa dengan asumsi, antara lain sebagai berikut. Dalam perspektif konstruktivisme, proses perubahan bagi pembelajaran orang dewasa, sesungguhnya akan bermakna bilamana didasarkan dari pengalaman dan kebutuhan orang dewasa itu sendiri. Orang dewasa (mahasiswa) sesungguhnya memiliki potensi dan tidak bodoh, mereka punya prakarsa, dan apabila distimulasi mereka mampu mengembangkan dirinya sendiri.

Dalam kegiatan studi pendahuluan, kajian literatur yang didapat belum cukup untuk dapat merancang/mengembangkan suatu produk model pembelajaran berpikir kesejarahan yang sesuai dengan mahasiswa pendidikan sejarah di tiga LPTK di kota Palembang. Oleh sebab itu diperlukan data/informasi yang akurat, yang merefleksikan situasi yang terjadi atau yang ada di lapangan.

(41)

138

mitra LPTK. Pemberian angket hanya ditujukan kepada dosen dan mahasiswa pendidikan sejarah semester V, VII, IX dan jika masih ada mahasiswa semester XI di tiga lokasi penelitian (tiga LPTK)

Beberapa data/informasi yang diperoleh sebagai dasar untuk pengembangan model ini adalah sebagai berikut:

• Bagaimana desain dan implementasi model pembelajaran sejarah yang telah dilakukan selama ini.

• Bagaimana aktivitas dan motivasi belajar para mahasiswa selama proses perkuliahan

• Bagaimana tingkat berpikir kesejarahan mahasiswa, baik selama proses pembelajaran maupun setelah hasil belajar.

• Bagaimana cara yang ditempuh dosen pendidikan sejarah dalam merancang model pembelajaran.

• Bagaimana sarana-prasarana pembelajaran yang tersedia di lingkungan LPTK yang mendukung pembelajaran sejarah untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa

• Bagaimana hambatan dosen pendidikan sejarah dalam melaksanakan tugasnya dalam persiapan, pelaksanaan maupun tahap evaluasi pembelajarannya.

(42)

langkah-139

langkah, strategi pendekatan, pemanfaatan sumber belajar yang tersedia dan/atau disediakan.

Berangkat dari kajian literatur dan kajian di lapangan tersebut maka, pada tahap ini, peneliti melakukan penyusunan/perencanaan draft model (konsep model) pembelajaran sejarah untuk meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan mahasiswa pendidikan sejarah di LPTK di Kota Palembang Rancangan draft model/produk pendidikan yang dikembangkan, untuk selanjutnya pada tahap kedua, pengembangan model, diujicobakan dengan sampel terbatas (Universitas Sriwijaya) dan dengan sampel lebih luas (Unsri, Universitas PGRI dan Universitas Muhammadiyah)..

(43)

140

tidak sempat hadir saat itu, dilakukan pertemuan di kampusnya. Hasil dari diskusi ini, dilakukan penyempurnaan draft model hipotetik, yang berikutnya siap untuk diujicobakan oleh dosen sejarah tersebut. Dalam gambar 3.2 di bawah ini, dapat dilihat proses kegiatan penelitian di tahap studi pendahuluan.

Gambar 3.2

Tahap Studi Pendahuluan

2. Tahap Pengembangan Model

Pengembangan model adalah dengan berkali-kali melakukan uji coba dan revisi sehingga terbentuk final design model pembelajaran sejarah yang dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kesejarahan. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan (action researc). Penelitian tindakan ini ini dilakukan secara

Kondisi Pembelajaran

Konsep model Pembelajaran sejarah

Rancangan Model Pembelajaran

(44)

141

kolaboratif dan partisipatif (Wiriaatmadja, 2005:83). Kolaboratif dalam mencari tindakan-tindakan yang mana yang bisa memberikan perbaikan bagi tujuan pembelajaran yang diharapkan. Mengingat perlunya kemampuan meneliti bagi guru, Joel T. Jenne (dalam Thorton, 1994) menyebut dengan sebutan “teacher research” atau dengan sebutan mengajar sebagai suatu kegiatan guru yang bersifat mencari, menyelidik, investigasi pada hal-hal yang terkait pada kegiatan pembelajaran yang dikelola oleh guru itu sendiri.“teaching as an investigative activity” (Mathison dalam Thorton, 1994).

Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif. Dengan kata lain Penelitian ini mengacu pada kegiatan berturut-turut, yang disampaikan oleh Mc Taggart dan Kemmis (Hopkins, 1993) yaitu; perencanaan, aksi, observasi, refleksi dan evaluasi. Melalui langkah-langkah itu, dapat juga disusun langkah-langkah penelitian tindakan sebagai berikut, yaitu: perancangan draft model, dimplementasikan, dievaluasi kemudian disempurnakan. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka langkah kerja penelitian tindakan kelas yang digunakan pada tahap pengembangan model pembelajaran adalah seperti tertuang dalam gambar sebagai berikut;

Rencana Rencana ...

refleksi tindakan

refleksi tindakan

observasi observasi

Gambar 3.3

Langkah-langkah Penelitian Tindakan

(45)

142

Kegiatan uji coba ini dilakukan secara berulang-ulang pada sampel terbatas dan sampel lebih luas (terbatas dan luas) sampai diperoleh hasil yang diharapkan. Penghentian siklus uji coba, jika data yang dikumpulkan untuk penelitian sudah jenuh, atau kondisi pembelajaran sudah stabil (Wiriaatmadja, 2005:63). Pada setiap kegiatan uji coba dilakukan post test dan pengisian angket evaluasi diri dalam bentuk graphic rating scale oleh mahasiswa, subyek penelitian, untuk mendapatkan tingkat kemampuan berpikir kesejarahan.

Pada uji coba terbatas, hanya melibatkan satu dosen dari satu mata kuliah yaitu Sejarah Nasional Indonesia VII di semester ganjil (VII) di salah satu LPTK yang ada di Palembang, dengan sejumlah mahasiswa yang mengikutinya. Kemudian dari hasil evaluasi terhadap hasil uji coba terbatas dilakukan revisi dan penyempurnaan. Setelah itu, dilakukan ujicoba secara luas di tiga LPTK di Palembang, dengan melibatkan tiga orang dosen yang mengajar di semester VI pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia VI. Dari hasil uji coba luas ini kemudian dilakukan penyusunan produk/model utama yang siap untuk diuji validitasnya.

(46)

143

kesejarahan yang sesuai dengan mahasiswa di LPTK. Untuk mendapatkan gambaran tentang kecendrungan keunggulan model yang dikembangkan pada tahap ini juga dilakukan analisis secara statistik hasil post test dan evaluasi diri dari setiap uji coba. Kemudian hasil analisis tersebut digambarkan secara histrogram. Hal ini hanyalah merupakan penguatan atas suatu hasil perbaikan model hipotetik yang diujicobakan terus menerus, baik secara terbatas maupun secara meluas.

3. Tahap Pengujian Model

Pada Tahap ini, dilakukan pengujian terhadap keefektivan dari model hipotetik yang sudah disempurnakan melalui proses pengembangan model, dengan lima kali uji coba sebagaimana dijelaskan pada uraian yang lalu.

Pengujian keefektifan rancangan final model yang dikembangkan ini melibatkan tiga LPTK dengan dua kelompok sampel, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jumlah kelompok eksperimen sama banyaknya dengan kelompok kontrol. Dari tiga LPTK tersebut dilibatkan enam dosen pendidikan sejarah. Keenam dosen tersebut terdiri dari tiga dosen untuk kelompok eksperimen dan tiga lainnya untuk kelompok kontrol. Adanya kesamaan atau kesetaraan kategori pada dua kelompok ini maka desain yang digunakan adalah

(47)

144

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian Kuasi Eksperimen

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

A.(Eksperimen) T 1 X 1 T 2

B (Kontrol) T 1 X 2 T 2

Keterangan: T1 = Pre test T2 = Post test

X1 = Pembelajaran Berpikir kesejarahan

X2 = Pembelajaran sejarah dengan pendekatan ekspositori/konvensional

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian model pada penelitian ini adalah:

a. Persiapan

1) Mempersiapkan/menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dari satu kelompok mahasiswa yang mengikuti satu mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia V, dari tahun akademik yang sama. Dengan dasar itu diasumsikan kriteria jumlah mahasiswa relatif sama dan dengan taraf inteligensia relatif sama

2) Mempersiapkan design final model pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang akan digunakan pada kelas kontrol. 3) Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan, baik sebelum perlakuan

maupun sesudah perlakuan (pre - test dan post – test dan evaluasi diri). 4) Menetapkan lama dan jadwal perlakuan.

(48)

145 b. Pelaksanaan percobaan.

1) Melakukan tes awal (pre test) dan pengisian angket evaluasi diri pada mahasiswa di kelas eksprimen dan kelas kontrol.

2) Pembelajaran di kelas eksprimen dilakukan dengan model pembelajaran berpikir kesejarahan yang dikembangkan

3) Pembelajaran di kelas kontrol dilakukan dengan model pembelajaran ekspositori/konvensional

4) Mengadakan tes (post test) dan pengisian angket evaluasi diri di setiap akhir proses pembelajaran dengan alat test yang disiapkan, baik pada mahasiswa di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol.

c. Analisis dan interpretasi hasil percobaan.

Analisis dilakukan terhadap hasil percobaan yang didapatkan dari hasil tes yang meliputi pre test, post test setiap akhir unit kegiatan. Analisis statistik dilakukan dengan membandingkan hasil pre test dan post test pada kelas eksperimen dan pada kelas kontrol. Kemudian mencari uji perbedaan antara hasil pre test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, membandingkan hasil post test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan juga antara perolehan (gain) kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk melakukan analisis statistik digunakan secara komputasi dengan program SPSS versi 12.

(49)

146

Jadi pada tahap ini peneliti ingin mendapatkan gambaran apakah model/produk yang dikembangkan telah benar-benar sesuai untuk diimplementasikan pada mahasiswa pendidikan sejarah, guna meningkatkan kemampuan berpikir kesejarahan para calon guru sejarah tersebut.

Pada tahap ketiga (pengujian model) ini juga dilakukan monitoring dan evaluasi dampak dari hasil eksperimen. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak dari hasil penerapan model yang dikembangkan ini dalam memberikan kontribusi terhadap proses pembelajaran sejarah dan prestasi belajar sejarah mahasiswa (motivasi, sikap dan aspirasi mahasiswa dan dosen sejarah). Pada akhirnya model/produk penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh dosen pada mahasiswa calon guru sejarah khususnya, dan pendidik sejarah pada umumnya.

B. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di tiga universitas di Kota Palembang, yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi Pendidikan Sejarah. Ketiga universitas tersebut adalah Universitas Sriwijaya (Unsri), Universitas PGRI (Univ. PGRI), Universitas Muhammadiah (Unmuh). Hingga penelitian ini dijalankan, di Kota Palembang hanya tiga perguruan tinggi tersebutlah yang memiliki program studi pendidikan sejarah.

(50)

147

dalam penelitian dan pengembangan. Walaupun demikian subjek penelitian yang diambil berbeda untuk setiap tahapan penelitian.

Seperti yang telah diuraikan di atas, subjek penelitian adalah mahasiswa pendidikan sejarah di seluruh LPTK yang ada, tetapi pengambilan sampel/responden sesuai dengan tahapan penelitian dilakukan.

Tahap pertama penelitian dilakukan terhadap mahasiswa pendidikan sejarah di tiga universitas di Kota Palembangh. Untuk pemberian angket pada responden mahasiswa dilakukan secara purposive random sampling diambil 10 orang mahasiswa dari tiap semester di semester genab tahun 2003-2004.

Tabel 3.2

Data Sebaran Jumlah Responden Mahasiswa Tahap Studi Pendahuluan

No. LPTK

Lokasi Penelitiaan Mata Kuliah/Smt SKS

Jumlah

(51)

148

tersebut sebagai responden untuk diamati. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang penyelenggaraan perkuliahan mata kuliah yang ada pada program studi pendidikan sejarah. Sasaran observasi adalah aktivitas mahasiswa dan dosen dalam kelas selama proses perkuliahan berlangsung.

Di samping angket dan observasi pada mahasiswa, di tahap pertama penelitian ini dilakukan juga pengumpulan data dalam bentuk angket kepada para dosen yang mengasuh mata kuliah inti (sejarah), seperti Sejarah Nasional Indonesia I – VII, Sejarah Eropa, Sejarah Asia Barat Daya, Sejarah Afrika, Sejarah Sosial, Sejarah Asia Timur, Sejarah Amerika, Sejarah kebudayaan, Sejarah Islam, Sejarah Lokal. Dari dokumen yang diperoleh pada program studi pendidikan sejarah pada tiga lokasi penelitiaan, jumlah keseluruhan dosen tersebut adalah 36 orang. Dalam kenyataannya jumlah dosen sesungguhnya hanya 21 orang. Hal ini disebabkan ada dosen yang mengasuh mata kuliah yang sama pada dua atau tiga perguruan tinggi berbeda. Selain itu, juga karena ada dosen yang mengasuh mata kuliah yang sama pada kelas berbeda di satu perguruan tinggi (kelas paralel). Rincian sebaran terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3

Data Jumlah Responden Dosen Pendidikan Sejarah

(52)

149

Pada tahap pengembangan model, saat dilakukan uji coba terbatas terhadap draft model, pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling di satu lokasi penelitian, universitas Sriwijaya. Sampel yang dilibatkan adalah mahasiswa di semester VII, pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia VII. Pemilihan karakteristik sampel ini seperti ini didasarkan atas pertimbangan bahwa mahasiswa di semester ini, sudah memiliki cukup pengetahuan, pengalaman dalam proses pembelajaran sejarah nasional Indonesia. Mereka diharapkan dapat berpartisifasi aktif dalam memberikan kritik serta saran yang lebih tajam dan leluasa dibanding mahasiswa semester di bawahnya. Masih pada tahap yang sama (tahap pengembangan model) ujicoba model juga dilakukan secara luas di tiga lokasi penelitian dengan sampel mahasiswa semester VI, pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia VI.

(53)

150 Tabel 3.4

Sebaran Lokasi Responden Mahasiswa Tahap Pengembangan dan Pengujian Model

No. Tahapan

Universitas Sriwijaya (23) Sejarah Nasional Indonesia VII kuantitatif. Untuk data yang bersifat kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada cara pengumpulan data yang bersifat interaktif-sirkuler dan non interaktif-sirkuler (Goetz dan LaComte,1984). Motode interaktif sirkuler digunakan untuk mengumpulkan data wawancara dan observasi, sedangkan non-interaktif digunakan untuk mengumpulkan data dokumentasi. Teknik tersebut dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan pertanyaan peneliti yang muncul pada saat itu.

(54)

151

pemanfaatan media, sumber belajar yang digunakan, hingga evaluasi pembelajaran yang dilakukan. Pelaksanaan observasi ini dilakukan secara langsung oleh peneliti sendiri pada tahap studi pendahuluan dan pada tahap pengembangan model.

Kegiatan wawancara dilakukan kepada dosen dan mahasiswa sejarah (subjek penelitian), baik sebelum (tahap penelitian pendahuluan dan tahap pengembangan model) atau sesudah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran sejarah yang dirancang. Dengan kata lain, wawancara dilakukan selama proses penelitian berlangsung seperti halnya kegiatan observasi. Kegiatan ini dilakukan agar data yang diperoleh dengan observasi dan angket menjadi lebih lengkap sehingga dapat digunakan untuk merancang final model/produk pendidikan dalam penelitian ini.

Selama kegiatan pengumpulan data yang bersifat kualitatif digunakan alat pengumpul data berupa tape recorder, kamera, dan catatan lapangan. Tape

(55)

152

Untuk data yang bersifat kuantitatif, alat pengumpulan data yang digunakan adalah angket, dan tes. Angket yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian. Angket pertama diberikan pada responden dosen dan mahasiswa pada tahapan studi pendahuluan di tahun akademik semester genap tahun akademik 2004-2005 dan angket kedua (self evaluation) diberikan pada tahap pengembangan dan pengujian model. Angket yang pertama digunakan untuk mendapatkan data bagaimana proses pembelajaran sejarah (sebelum dilakukan penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini) yang terkait dengan proses dan hasil belajarnya. Jumlah sampel mahasiswa yang diberikan angket adalah sejumlah responden yang terdapat dalam tahap pengembangan model (206 orang) dan pada tahap pengujian model (92 orang) dari ketiga universitas/LPTK lokasi penelitian. Adapun fokus dari data yang dikumpulkan melalui angket ini adalah motivasi belajar sejarah, kemampuan berpikir kesejarahan, dan partisipasi/ keaktifan mahasiswa, pemanfaatan media.sumber belajar, pelaksanaan proses perkuliahan dan evaluasi perkuliahan. Selain itu, angket untuk mahasiswa ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengalaman mereka dalam mengikuti pembelajaran sejarah dan hambatan yang mereka hadapi dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kesejarahan tersebut.

(56)

153

digunakan untuk menjaring kondisi/hambatan mereka dalam meningkatkan kemampuan berpikir kesejarahan mahasiswa.

Bentuk angket yang disusun dalam tahap ini terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Dengan dua bentuk pertanyaan tersebut diharapkan data yang diinginkan dari responden akan lebih jelas, representatif dan terhindar bias.

Pemberian angket tahap kedua (evaluasi diri), berbentuk graphic rating scale yang diberikan pada mahasiswa saja untuk mendapatkan data kondisi motivasi dan kemampuan berpikir kesejarahan yang mereka miliki. Butir – butir yang ada dalam angket kedua ini diadopsi dari butir-butir berpikir kesejarahan yang ada dalam Historical Thinking Skills yang diterbitkan oleh National Standards for History (1994), Amerika.

Panduan observasi disusun dalam upaya untuk menjaring data yang terdapat di dalam proses pembelajaran sejarah di kelas dan situasi nyata di sekitarnya, baik saat penelitian pendahuluan, maupun pada tahap pengembangan model. Bentuk dari instrumen observasi ini disusun secara terbuka dan tertutup. Lembar observasi terbuka yang peneliti maksudkan adalah kegiatan mencatat semua temuan data hasil pengamatan selama berlangsungnya proses perkuliahan berlangsung, sedangkan yang bersifat tertutup peneliti mencatat data temuan berdasarkan panduan observasi yang sudah disusun sebelumnya.

(57)

154

dengan mengadaptasi dari standard berpikir kesejarahan (historical thinking skills) yang disusun oleh National Standards For History (1994).

1. Uji coba Instrumen.

Untuk memperoleh data yang akurat, sebelum instrumen penelitian dipakai untuk mengumpulkan data, maka perlu mendapat pertimbangan, penilaian kelayakan instrumen penelitian tersebut guna mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel, khususnya untuk angket dan tes.

a. Instrumen angket.

Angket yang dilakukan pada tahap studi pendahuluan, tidak dilakukan ujicoba instrumen, tetapi digunakan setelah mendapat persetujuan dari tim promotor. Angket untuk evaluasi diri (self evaluation) disusun dalam bentuk

graphic rating scale yang diadaptasi dari standard berpikir kesejarahan (historical thinking skills) yang disusun oleh National Standards For History (1994).

(58)

155

mahasiswa yang dilibatkan dalam ujicoba ini adalah mahasiswa yang dalam penelitian sesungguhnya tidak dilibatkan.

b. Instrumen tes

Uji coba instrumen tes dilakukan pada responden yang sama dengan ujicoba angket dan di tempat sama, yakni dilakukan terhadap 26 mahasiswa semester VII Universitas PGRI Palembang. Penggunaan sampel ini juga didasarkan atas alasan yang sama seperti telah dikemukakan di atas.

2. Hasil Uji Coba Instrumen

a. Instrumen Angket

Hasil uji coba terhadap 26 mahasiswa menunjukan bahwa dari 30 item angket pada aspek kemampuan berpikir kesejarahan, 25 butir dinyatakan valid, sedangkan 4 butir lainnya adalah tidak valid. Secara rinci, butir-butir yang valid itu terdistribusi pada: (a) 4 butir untuk kemampuan berpikir kronologis (chronologis thinking); (b) 6 butir untuk pemahaman kesejarahan (historical comprehension); (c) 6 butir untuk kemampuan analisis dan interpretasi kesejarahan (historical analysis and interpretation); (d) 4 butir untuk kemampuan penelitian kesejarahan (historical research capabilities), dan (e) 5 butir untuk kemampuan analisis isu kesejarahan dan pengambilan keputusan (historical issues analysis and decision making). Secara rinci hasil olahan komputer untuk perhitungan validitas angket disajikan dalam lampiran disertasi ini.

(59)

156

memiliki hasil yang sama atau hampir sama. Untuk mengestimasi reliabilitas instrumen digunakan koefisien alpha dari Cronbach. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran, sedangkan ringkasannya disajikan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5

Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Angket Estimasi

Reliabilitas

Jumlah Butir

Koefisien

F Sign.

Koefisien Alpha

Cronbach 25 0,973 3.486 <0,001

Dari tabel 3.5 tampak bahwa angket yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kesejarahan memiliki koefisien sebesar 0,973 dengan harga F sebesar 3,486 yang signifikan pada α = 0,05. Ini berarti angket yang digunakan adalah reliabel.

Dikarenakan persyaratan validitas dan reliabilitas untuk instrumen angket yang mau digunakan dapat dipenuhi, maka instrumen angket ini layak digunakan untuk pengumpulan data penelitian yang sesungguhnya.

b. Instrumen Tes

(60)

157

penelitian kesejarahan (historical research capabilities), dan (e) 2 butir untuk kemampuan analisis isu kesejarahan dan pengambilan keputusan (historical issues analysis and decision making). Secara rinci hasil olahan komputer untuk perhitungan validitas tes disajikan dalam lampiran disertasi ini.

Sebagaimana halnya pada angket, reliabilitas tes pada penelitian ini didasarkan atas konsep konsistensi internal. Untuk mengestimasi reliabilitas instrumen digunakan koefisien alpha dari Cronbach. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran, sedangkan ringkasannya disajikan dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6

Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kesejarahan Estimasi

Reliabilitas

Jumlah Butir

Koefisien

F Sign.

Koefisien Alpha

Cronbach 10 0,823 49.952 <0,001

Dari tabel 3.6 tampak bahwa tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kesejarahan memiliki koefisien sebesar 0,823 dengan harga F sebesar 49,952 yang signifikan pada α = 0,05. Ini berarti tes yang digunakan adalah reliabel. Dikarenakan persyaratan validitas dan reliabilitas alat ukur dapat dipenuhi, maka tes ini layak digunakan sebagai alat pengumpulan data pada penelitian ini.

D. Teknik Analisis Data

(61)

158 1. Analisis Data Tahap Studi Pendahuluan

Teknik analisis data yang digunakan dalam tahap studi pendahuluan pada penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Analisis data ini dilakukan secara berulang-ulang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan fokus yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Pada prinsipnya teknik analisis data dilakukan sepanjang kegiatan penelitian dilakukan. Oleh karena itu, model analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang mengacu pada Miles dan Huberman (1987:23) sebagaimana tampak pada gambar 3.3. berikut ini.

Data Collection

Data Display Data

Reduction

Conclusion: Drawing/

verification Gambar 3.3

Komponen Analisis Data Model Interaktif

(62)

159

Untuk menilai proses penelitian yang telah ditempuh sampai dalam bentuk laporan penelitian berupa disertasi, dilakukan dependabilitas data. Tujuannya adalah agar kekeliruan di dalam mengkonseptualisasikan kegiatan penelitian dapat ditanggulangi. Teknik yang digunakan untuk menguji dependabilitas penelitian pada tahap ini adalah dependability audit. Auditor dependen untuk pengujian dependabilitas penelitian ini adalah promotor, ko-promotor serta anggota Promotor disertasi ini.

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Oleh karena itu, dependabilitas dan konfirmabilitas perlu diuji keakuratannya oleh berbagai pihak melalui penelusuran audit. Penelusuran audit ini tidak dapat dilakukan jika tidak dilengkapi dengan catatan pelaksanaan keseluruhan proses dan hasil penelitian yang perlu diklasifikasikan terlebih dahulu sebelum auditing. Pada penelitian ini semua catatan dan rekaman kejadian selama kegiatan penelitian disimpan baik dalam bentuk rekaman, fieldnotes maupun compact disk (CD) dan dapat ditelusuri oleh siapa saja yang berkepentingan dengan data tersebut.

(63)

160 2. Analisis Data pada Tahap Pengembangan

Pada tahap ini, analisis data dilakukan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Seperti dikatakan oleh Dick dan Carey (dalam Gall;Gall; Borg, 2003: 572), bahwa tahapan “formative evaluation” dilakukan secara utama dengan metode kualitatif, walaupun metode kuantitatif seperti data tes atau laporan peringkat kemampuan diri juga diperbolehkan. Analisis data secara kualitatif pada tahap ini dilakukan mengikuti kaidah-kaidah analisis data kualitatif sebagaimana dilakukan pada penelitian tindakan kelas. Kolaborasi dengan dosen selaku praktisi dan mahasiswa serta pakar pendidikan terus dilakukan selama proses pengembangan model pembelajaran ini.

Untuk analisis data yang bersifat kuantitatif, digunakan statistik Anova

One-Way (analisis varians klasifikasi satu jalur). Penggunaan analisis ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap pengembangan peneliti ingin melihat perkembangan hasil ujicoba dari ujicoba terbatas (ujicoba 1, 2, dan 3) hingga ujicoba secara luas (ujicoba 4 dan 5). Data yang dianalisis adalah data hasil post test yang kemampuan berpikir kesejarahan.

(64)

161

Di samping menggunakan analisis varians klasifikasi satu jalur (Anova Oneway), pada tahap ini digunakan juga statistik deskriptif dalam bentuk diagram garis (histogram). Penggunaan diagram garis ini dimaksudkan agar perbandingan hasil ujicoba 1, 2, 3, 4 dan 5 dapat diketahui secara jelas kecenderungan meningkat atau menurunnya hasil penelitian dri satu tahap ke tahap berikutnya.

Agar pengerjaan analisis data kuantitatif dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, maka dalam penelitian ini digunakan bantuan komputer dengan sub program SPPS Versi 12.

Hasil analisis dan refleksi ini menjadi bahan untuk dilakukan revisi terhadap model pada siklus berikutnya yang dikembangkan hingga memperoleh rancangan model yang final.

3. Analisis Data pada Tahap Pengujian Model

Pada tahap pengembangan dari penelitian ini menghasilkan model yang sudah valid, namun masih harus diujicobakan lagi agar keefektifitas model tersebut dalam perkuliahan yang berhubungan dengan kesejarahan dapat diketahui. Untuk mengujicoba model yang sudah valid tadi, dalam penelitian ini dilakukan eksperimen.

(65)

162

Ada lima kali analisis dilakukan pada tahap ini. Pertama, melakukan analisis data pre test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal subyek yang mau diteliti. Pada tahap ini, kondisi subyek penelitian, secara statistik diharapkan sama antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Statitik uji-t yang digunakan adalah statistik uji t untuk sampel yang independen. Keadaan awal subyek yang mau dikenai perlakuan adalah sama, jika hasil statistik uji-t memiliki peluang kekeliruan (α) lebih besar dari 0,05. Dalam hal lain, berarti kondisi awal sebelum perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen dan kontrol adalah berbeda.

Analisis kedua, membandingkan hasil post test kelompok eksperimen dengan hasil post kelompok kontrol. Pada tahap ini secara statistik diharapkan hasil eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol. Statistik uji t yang digunakan adalah statistik uji t untuk sampel independen. Hasil eksperimen lebih baik dibanding dengan kelompok kontrol jika harga statistik uji-t memiliki peluang kekeliruan (α) lebih kecil dari 0,05. Dalam hal lain, berarti kondisi awal setelah perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen dan kontrol adalah sama.

(66)

163

dibanding dengan kelompok pre test pada kelompok eksperimen jika harga statistik uji-t memiliki peluang kekeliruan (α) lebih kecil dari 0,05. Dalam hal lain, berarti kondisi setelah perlakuan diberikan kepada kelompok adalah sama.

Analisis keempat, membandingkan skor post tes dengan pre tes kelompok kontrol. Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan yang ditimbulkan oleh perlakuan yang diberikan pada subyek, apakah naik atau turun. Secara statistik diharapkan hasil post tes lebih tinggi dibanding dengan pres test. Statistik uji t yang digunakan juga statistik uji t untuk paired sample. Hasil post tes lebih baik dibanding dengan kelompok pre test pada kelompok kontrol jika harga statistik uji-t memiliki peluang kekeliruan (α) lebih kecil dari 0,05. Dalam hal lain, berarti kondisi setelah perlakuan diberikan kepada kelompok kontrol adalah sama.

Analisis kelima, membandingkan rata-rata gained score antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Secara statistik diharapkan rata-rata gained score pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol. Statistik uji t yang digunakan adalah statistik uji t untuk sampel independen. Hasil eksperimen lebih baik dibanding dengan kelompok kontrol jika harga statistik uji-t memiliki peluang kekeliruan (α) lebih kecil dari 0,05. ini berarati pula ada model yang diujicobakan lebih baik dibanding dengan model pembandingnya. Dalam hal lain, berarti kondisi awal setelah perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen dan kontrol adalah sama.

(67)

164

kemampuan berpikir kesejarahan di tiga perguruan tinggi yang dikaji. Untuk kepentingan tersebut digunakan analisis varians klasifikasi dua jalur jalur (Two Way Anova). Statistik yang digunakan adalah F-test karena Anova mengikuti distribusi F. Hasil belajar berpikir kesejarahan di tiga perguruan tinggi dan antara kelompok eksperimen dan kontrol berbeda jika harga F-tes untuk baris, memiliki peluang kekeliruan (α) lebih kecil dari 0,05. Dalam hal lain, berarti hasil belajar berpikir kesejarahan di tiga perguruan tinggi dan antara kelompok eksperimen dengan kontrol adalah sama.

Gambar

Gambar 1.1 Peta komponen pendidikan sebagai system
Gambar 1.2 Variabel-Variabel  Pembentuk Proses Pembelajaran
Gambar 1.3 Peta Proses Pembelajaran Sejarah
gambar 3.1 di bawah ini.
+7

Referensi

Dokumen terkait

kualifikasi Asli dan Copy hasil scan (copy diserahkan ke pokja) saudara yang.. telah di upload di aplikasi Web LPSE Provinsi

Kearsipan adalah proses kegiatan pengurusan atau pengaturan arsip dengan mempergunakan suatu sistem tertentu sehingga arsip-arsip dapat ditemukan kembali dengan

Karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui efek toksisitas makroskopis dengan mengamati organ hati dan ginjal pada mencit yang diberi ekstrak

[r]

Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran, masukan, dan semangat

PENERAPAN STRATEGI DRTA (DIRECTED READING THINKING ACTIVITY) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dengan demikian, pasien PJK diharapkan dapat menyesuaikan diri terhadap manifestasi oral yang terjadi akibat penggunaan obat-obatan yang dikonsumsinya dan lebih

Once trade is fully opened, any trade that takes place must be based on equality and the local industry of Pakistan must have an equal access to the Indian OEM supply chains