HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR DIAGRAM ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Definisi Operasional... 12
F. Hipotesis Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Pembelajaran Matematika Realistik ... 14
B. Pemahaman Konsep Matematika ... 18
C. Keterampilan Berpikir Kritis ... 22
D. Konsep Pecahan ... 29
E. Konsep Pecahan dengan Penyampaian Secara Realistik ... 33
F. Pembelajaran Konvensional ... 37
G. Pembelajaran Bermakna... 38
H. Sikap Siswa terhadap Matematika ... 40
I. Pembelajaran yang Efektif dalam Mengajar Pokok Bahasan Pecahan ... 42
J. Penelitian yang relevan ... 44
C. Waktu dan Materi Pembelajaran ... 51
D. Instrumen Penelitian... 52
E. Tehnik Pengumpulan Data ... 64
F. Tehnik Pengolahan Data ... 64
G. Tehnik Analisis Data ... 66
H. Prosedur Penelitian... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
A. Hasil Penelitian ... 70
1. Pemahaman Konsep ... 71
2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 76
3. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Berdasarkan Pembelajaran (RME dan PMK) dan Tingkat Kemampuan Siswa (Tinggi, Sedang, Rendah) ... 80
4. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Pembelajaran (RME dan PMK) dan Tingkat Kemampuan Siswa (Tinggi, Sedang, Rendah) ... 87
5. Skala Sikap ... 93
6. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Matematika Realistik ... 99
B. Pembahasan... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 116
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang pertama yang ditempuh peserta didik. Pada jenjang inilah siswa diberikan dasar-dasar pengembangan pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, hendaknya pada tahap ini guru benar-benar memperhatikan dan memilih cara penyampaian yang tepat dalam menyampaikan suatu materi, sehingga siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna, siswa benar-benar mengerti dengan apa yang dipelajari dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Mitzel ( dalam Listiana, 2008), bila siswa dalam belajarnya bermakna atau terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi maka siswa akan mendapatkan suatu pengertian.
yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Karkteristik inilah yang menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika, pernyataan tersebut seperti yang diungkapkan oleh Hudojo (1990) hal ini karena ilmu matematika banyak sekali hubungannya dengan benda-benda dan konsep-konsep abstrak yang harus dianalisa. Selain itu juga, dalam mempelajari matematika membutuhkan penalaran, pengertian, pemahaman dan aplikasi yang tinggi, jika siswa mempelajari matematika dengan cara menghafal saja tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.
Oleh karena itu, keterampilan matematika berkaitan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Menurut Sumarmo (2002), keterampilan matematika diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pesrta didik, baik itu kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang. Kebutuhan peserta didik masa sekarang diharapkan siswa memahami konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya ketika siswa masih duduk dibangku sekolah, sedangkan kebutuhan peserta didik masa datang diharapkan mampu memberikan penalaran yang sangat diperlukan siswa di masyarakat sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain.
secara logis, kritis dan sistematis. Menurut Handayanti (2002) keterampilan berpikir merupakan modal utama bagi manusia untuk memahami banyak hal diantaranya memahami konsep-konsep disiplin ilmu, baik masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Ramli (2000) juga menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai suatu proses ternyata dapat mempersiapkan pembelajar untuk berpikir pada berbagai disiplin ilmu, dalam rangka menuju pemenuhan kebutuhan intelektual diri dan mengembangkannya sebagai individu yang berpotensi.
Matematika sebagai salah satu pengetahuan dasar menjadi pendukung bagi kemajuan dalam berbagai bidang, maka matematika diajarkan sejak dari Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi. Sehubungan dengan itu pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan mutu pembelajaran matematika mempunyai peran yang sangat dominan bagi kemajuan bangsa. Sebagaimana diungkapkan oleh Simanjuntak (1993: 65), "Jatuh bangunnya suatu Negara, dewasa ini sangat bergantung kepada kemajuan di bidang matematika".
menunjukkan bahwa betapa lemahnya kemampuan penguasaan matematika oleh siswa di negara kita.
Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya siswa mengalami masalah dalam belajar matematika. Yang mana siswa dalam belajar matematika belum bermakna, sehingga mengakibatkan siswa sangat lemah dalam memahami konsep. Selain itu juga, tidak sedikit siswa beranggapan bahwa matematika itu sukar dipelajari, hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Wahyudin (1997) bahwa hingga saat ini matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sukar bagi sebagian besar siswa dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Sehingga pada kenyataannya ada peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan soal atau masalah matematika. Menurut Soedjadi (Asmin, 2003) bahwa kelemahan bermatematika siswa di jenjang SD yang sering diungkapkan oleh beberapa pihak, antara lain: (a) tidak dapat dengan cepat mengerjakan perkalian, dan pembagian; (b) mengerjakan pecahan; (c) memahami geografi; (d) menyelesaikan soal cerita.
penghafalan konsep atau prosedur, pemahaman konsep matematika rendah, tidak dapat mengunakan konsep jika diberikan permasalahan yang kompleks, siswa seperti robot yang harus mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku, sehingga mengakibatkan pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi.
Situasi diatas sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan (Kurniati, 2001) menunjukkan pada umumnya siswa tidak terlibat aktif dalam PBM, sebagian besar waktu pada saat berlangsungnya PBM diisi oleh guru yang berkomunikasi dengan siswa yang pasif. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan kondisi belajar menjadi kurang interaktif, bila kondisi ini terus berlangsung akan terjadi sifat pasif dan apatis pada siswa yang akhirnya mengakibatkan terhambatnya kemampuan berpikir kritis siswa terhadap berbagai informasi yang datang padanya sehingga siswa kurang mampu memahami konsep yang ada pada informasi tersebut.
Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengacu kepada pencapaian kemajuan pengajaran matematika, yaitu dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang dapat mempertinggi aktivitas siswa seperti menyesuaikan pendekatan dan metode mengajar dengan materi yang disajikan. Seperti yang diungkapkan Simanjuntak (1993: 69)
“Hendaknya sejak dini konsep matematika itu dapat diajarkan oleh guru dengan metode penyampaian yang tepat, sehingga siswa diharapkan dapat menguasai dengan baik suatu materi matematika yang selanjutnya dapat menjadi dasar untuk materi selanjutnya yang lebih sukar”.
dalam mempelajari pokok bahasan pecahan yang merupakan salah satu konsep dasar yang harus dikuasai siswa pada jenjang pendidikan dasar, yang sering menimbul kesulitan-kesulitan pemahamannya bagi siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suhendra dkk (dalam Heryanto, 2005), salah satu topik esensial dalam matematika pada jenjang pendidikan dasar yang sering kali muncul sebagai permasalahan adalah pokok bahasan pecahan. Padahal kaidah pecahan teramat sering digunakan ketika siswa memecahkan masalah-masalah keseharian mereka, ketidak mudahan mempelajari pecahan diperburuk oleh kenyataan dilapangan bahwa masih banyak guru yang kurang memiliki wawasan yang cukup, baik penguasaan materi pokok bahasan itu sendiri maupun metode dan pendekatan pembelajaran. Masih banyak guru yang mengajarkan topik pecahan hanya dengan metode ceramah tanpa peragaan yang tepat.
Menurut Haji, (2005) membangun pemahaman pecahan bagi siswa SD tidak mudah dilakukan. Konsep ini menyangkut operasi pembagian yang tidak begitu mudah dipahami oleh siswa yang masih berada pada tahap berpikir konkret. Kesulitan tersebut juga berhubungan dengan pemahaman konsep dasar operasi hitung pada pecahan, yang merupakan salah satu konsep dasar dalam mempelajari matematika, artinya jika konsep pecahan tidak dikuasai dengan baik, maka akan mengakibatkan sejumlah besar konsep matematika yang lain tidak dikuasi dengan baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Hudojo (1990: 4):
bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu.”
Membangun pemahaman pada setiap belajar matematika akan memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki siswa. semakin luas pengetahuan tentang ide atau gagasan matematika yang dimiliki semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang siswanya pasif jelas tidak menghasilkan hasil belajar yang baik. Adapun usaha yang dapat dilakukan guru adalah mempertinggi aktivitas siswa, sehingga siswa belajar secara aktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarmo (2000), agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan.
menurut Van de Henvel-Panhuizen (dalam Zainurie, 2007), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalamana mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.
Karena pada dasarnya secara individual manusia itu berbeda-beda, demikian pula dalam memahami konsep abstrak akan dicapai melalui tingkat-tingkat belajar yang berbeda-beda. Namun suatu keyakinan bahwa anak belajar melalui dunia nyata dan dengan memanipulasikan benda-benda nyata sebagai perantaranya. Bahkan tidak sedikit pula orang dewasa yang umumnya sudah memahami konsep abstrak, tetapi pada situasi-situasi tertentu masih memerlukan benda-benda perantara (Karso dalam Ruseffendi. dkk., 1992).
Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan suatu hasil yang cukup mengembirakan, misalnya hasil studi Hastuti (2004) yang menyebutkan bahwa secara umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik dapat melatih dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SLTP. selain itu juga diungkapkan bahwa sebagian besar siswa yang menjadi subjek penelitian memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik.
bentuk, ukuran, dan perbandingan. Berdasarkan hasil analisis tindakan, eksplorasi reaksi siswa dan guru, ditunjang dengan hasil wawancara mengenai manfaat yang dirasakan, implementasi matematika realistik dipandang mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap berbagai konsep matematika. Demikian juga dengan Fauzan (2002) dengan mengembangkan dan menerapkan model yang sama dalam pembelajaran goemetri (luas dan keliling bangun) di kelas IV SD di kota Padang dan Surabaya.
Dari penelitian-penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran dengan PMR dapat diterapkan di dalam kelas dan dapat memperbaiki hasil belajar, sikap dan minat siswa. Namun demikian, generalisasi dari penelitian-penelitian tersebut masih dipertanyakan, artinya keberlakuan hasil penelitian-penelitian tersebut hanya berlaku pada subjek penelitian yang sesuai dengan ciri atau sifat dan karakteristiknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan dan batasan masalah pada penelitian ini secara umum adalah sebagai berikut: Apakah pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematik siswa kelas IV Sekolah Dasar?
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematik antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika realistik?
C. Tujuan Penelitian
1. Menelaah perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematik antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
2. Menelaah perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika realistik.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagi guru, menambah pengetahuan tentang alternatif pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika dan berpikir kritis siswa.
2. Bagi siswa, dapat berpotensi untuk berpikir kritis, kreatif dan membantu siswa mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematika.
3. Sumbangan pemikiran dalam upaya perbaikkan mutu pendidikan belajar mengajar matematika khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika dan berpikir kritis.
5. Memberikan gambaran tingkat kemampuan pemahaman matematik dan berpikir kritis siswa.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Implementasi pembelajaran matematika realistik. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (Kamisa, 1997) implementasi adalah penerapan, pelaksanaan. Sedangkan Pembelajaran matematika realistik adalah salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pemahaman konsep matematik adalah kemampuan siswa untuk dapat memberikan jawaban disertai alasan dari jawaban pada setiap butir soal yang dikerjakannya. Kemampuan pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan merumuskan cara mengerjakan atau menyelesaiakan suatu butir soal secara algoritmik, penerapan suatu perhitungan sederhana, penggunaan simbol untuk mempresentasikan konsep, dan mengubah suatu bentuk ke bentuk lain.
menginterpretasikan suatu argumen sesuai dengan penalarannya, sehingga dapat menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Suryati, 2000).
4. Pecahan, menurut Suparmin (1994) adalah setiap bentuk yang ditulis sebagai pembagi, bilangan yang dibagi disebut pembilang dan yang membagi disebut
penyebut. Bentuk umumnya: b a
dimana a dan b ∈ bilangan bulat dengan b ≠ 0.
5. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa digunakan guru yang didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab, dimana guru cendrung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Guru lebih banyak berperan dalam hal menerangkan materi pelajaran, memberi contoh-contoh, serta menjawab semua permasalahan yang diajukan siswa.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka hipotesis penelitiannya adalah:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan pemahaman matematik antara siswa yang belajar menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran
matematika melalui pembelajaran matematika realistik dan kelompok kontrol melakukan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pretes dan
postes, dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Menurut Sudjana (2004) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang
terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas yaitu implementasi pembelajaran
matematika realistik, sedangkan variabel tidak bebasnya yaitu kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan dan berpikir kritis siswa sekolah dasar.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang sikap
siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika realistik. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh
gambaran tentang kemampuan pemahaman konsep dasar dan berpikir kritis siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain ”Pretest-Postest Control Group Desingn”. Menurut Moehnilabib, dkk (1997), metode rancangan
Tabel 3.1
Rancangan Pra-Tes dan Pasca-Tes dengan Pemilihan Kelompok yang Diacak.
Subjek Pra Tes Perlakuan Pasca Tes
R O x O
R O - O
Keterangan : R = Random (acak) X = Perlakuan
O = Observasi (pengukuran).
Berdasarkan pola rancangan penelitian di atas, maka untuk rancangan penelitian ini dapat dibuat pola sebagai berikut:
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian:
Kelas Pre Test Perlakuan Post-Test
Eksperimen T1 PMR (X1) T2
Kontrol T1 Konvensional (X2) T2
Keterangan :
T1 = Pre-Test untutk kelas eksperimen dan kontrol
T2 = Post-Test untutk kelas eksperimen dan kontrol
X1 = Perlakuan dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik
X2= Perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional
Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah:
1) Secara acak dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia,
sampel yang terpilih masing-masing sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
2) Memberi pelatihan kepada guru tentang pembelajaran matematika
oleh guru yang bersangkutan, peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
telah direncanakan.
3) Setiap kelompok diberikan pretest kemudian menentukan nilai rata-rata
dan standar deviasi dari tiap-tiap kelompok untuk mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap konsep pemahaman matematik dan berpikir kritis siswa.
4) Memberi perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, kelompok eksperimen perlakuan yang diberikan yaitu pembelajaran dengan pembelajaran
matematika realistik, sedangkan kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD level menengah di Dinas Pendidikan Cabang Tiga Mutiara Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposif, yaitu memilih salah satu sekolah dasar yang dikatagorikan menengah ditinjau dari kriteria rangking sekolah berdasarkan UASBN tahun Pelajaran 2007/2008 Dinas
Pendidikan Cabang Tiga Mutiara. Dari pemilihan secara acak tersebut maka terpilih siswa kelas IV SDN 1 Beureunuen dan SDN 3 Beureunuen, kemudian
Alasan dipilihnya sekolah dengan level menengah dikarenakan pada level ini kamampuan akademik siswanya heterogen, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi terwakili. Sedangkan pada sekolah level tinggi, siswanya cendrung dominan memiliki kemampuan akademik yang tinggi dan pada level sekolah rendah siswanya cendrung dominan memiliki kemampuan akademik yang rendah. Seperti yang dikamukakan oleh Darhim (2004) bahwa sekolah yang berasal dari level tinggi (baik) cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik tetapi baiknya itu bisa terjadi bukan akibat baiknya pembelajaran yang dilakukan, demikian juga dengan sekolah yang berasal dari level rendah (kurang) cenderung hasil belajarnya akan kurang (jelek) dan kurangnya itu bisa terjadi bukan akibat kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, sekolah dengan level baik dan level rendah tidak dipilih sebagai subjek penelitian, karena pada sekolah level sedang peluang memiliki siswa dengan kemampuan heterogen lebih besar.
Penentuan level sekolah dilakukan dengan ditetapkan proporsi 50% sekolah yang berada pada level menengah, setelah 100% dikurangi 25% untuk sekolah yang berada pada level tinggi, dan bawah. Alasan penetapan 50% sekolah level
menengah adalah agar peluang memperoleh sekolah yang memiliki siswa dengan kemampuan yang lebih heterogen dapat terpenuhi. Karena penelitian ini
menggunakan 2 kelas yaitu, kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan pengambilan sampel secara acak dari subjek yang tersedia.
1. Dipilih siswa SD di Dinas Pendidikan Cabang Tiga Mutiara Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dimaksudkan agar hasil penelitian ini
dapat bermanfaat secara nyata ditempat daerah peneliti.
2. Kabupaten Pidie merupakan kabupaten yang dekat dengan ibu kota propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga sangat membutuhkan inovasi-inovasi dalam pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.
3. Dipilih siswa kelas IV, dengan asumsi bahwa mereka sudah dapat beradaptasi
dengan model pembelajaran baru dan tidak mengganggu program sekolah untuk menghadapi ujian akhir sekolah.
C. Waktu dan Materi Pembelajaran
Waktu Penelitian dilakukan mulai bulan November 2008 sampai dengan april 2009. Adapun jadwal perencanaan kegiatan penelitian seperti pada Tabel 3.3
di bawah ini:
Tabel 3.3
Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan
Nov Des Jan Feb Mrt Apr
1. Pembuatan proposal
2. Seminar proposal
3. Menyusun instrumen penelitian
4. Melakukan KBM di kelas eksperimen
5. Pengumpulan data
6. Pengolahan data
Waktu KBM direncanakan selama satu bulan, 5 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan 2 x 35 menit. Materi tersebut merujuk pada kurikulum
2006, secara lengkap analisis materi pelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.4
Analisis Materi Pelajaran
No. Materi Alokasi Waktu
1. Menjelaskan arti pecahan dan urutannya 2 jam pelajaran 2. Menyederhanakan dan mengenal berbagai bentuk
pecahan
2 jam pelajaran
3. Menjumlahkan pecahan 2 jam pelajaran
4. Mengurangkan pecahan 2 jam pelajaran
5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
2 jam pelajaran
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan tiga macam
instrumen, yang terdiri dari: (a) soal tes kemampuan pemahaman konsep dan tes berpikir kritis matematik, (b) lembar observasi selama pembelajaran, dan (c) angket skala sikap, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
matematika realistik. Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pembuatan instrumen, tahap penyaringan dan tahap uji coba intrumen
(untuk tes kemampuan pemahaman konsep dan tes berpikir kritis matematik). Uji coba instrumen dilakukan untuk melihat validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran butir tes. Selanjutnya data hasil uji coba
Uji coba instrument dilakukan di SDN Gegerkalong Bandung terhadap siswa kelas V. adapun alasan dilakukan di SD tersebut adalah karena ada
karakteristik siswa yang sama yaitu ditinjau dari segi usia dan level sekolah.
a. Tes Pemahaman Konsep Matematika
Tes pemahaman konsep matematik digunakan untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep matematik siswa secara menyeluruh terhadap materi yang disampaikan setelah kedua kelompok mendapat pembelajaran. Tes kemampuan
pemahaman terdiri dari 7 soal dalam bentuk uraian.
Adapun level skor yang diberikan yaitu 0 sampai 4, siswa yang mendapat
level skor yang tinggi harus mampu mengkomunikasikan pemikiran dan alasan matematika dengan jelas (Cai, Lane, and Jacabcsin, 1996). Rubrik penyekoran yang digunakan Cai dan kawan-kawan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5
Rubrik penskoran menurut Cai, Lane, Jacabcsin
Score Level Criteria
Level 4 Shows understanding of the problem’s mathematical
concepts and principles; uses appropiate mathematical therminology and notation; and executes algorithms completely and correctly.
Level 3 Shows nearly complete understanding of the problem’s
mathematical concepts and principles; uses nearly correct mathematical terminology and notation; and executes algorithms completely. Computations are generally correct but may contain minor errors.
Level 2 Shows understanding of some of the problem’s
mathematical concepts and principles. Response may contain serious computational errors.
Level 1 Shows very limited understanding of the problem’s
mathematical concepts and principles; may miuse of fail to use mathematical terms. Response may contain major computational errors.
Level 0 Shows no understanding of the problem’s mathematical
Kriteria penilaiannya yang digunakan dalam penelitian ini untuk pemahaman matematik yang diadaptasi dari Tabel 3.5 dapat dilihat pada Tabel
3.6.
Tabel 3.6.
Kriteria Skor Kemampuan Pemahaman Matematik
Respon siswa Skor
Jawaban benar dan lengkap sesuai dengan yang diharapkan 4
Jawaban benar, ada alasan tetapi salah 3
Jawaban benar tetapi tidak ada alasan 2
Jawaban ada tetapi salah 1
Tidak ada jawaban 0
Diadaptasi dari Lane, Cai dan Jakabesin ( dalam Elliott, 1996)
b. Tes Berpikir Kritis Matematika
Tes berpikir kritis matematika akan diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa tersebut
merupakan kemampuan secara menyeluruh terhadap materi yang telah disampaikan setelah kedua kelompok mendapat perlakuan. Kemampuan berpikir
kritis pada aspek membaca dan menulis diukur melalui kemampuan siswa merumuskan komponen unsur yang diketahui, dan yang ditanyakan, sedangkan aspek representasi diukur melalui kemampuan siswa merumuskan unsur
pemodelan, starategi penyelesaian dan jawaban akhir. Tes keterampilan berpikir kritis matematika terdiri dari 6 soal dalam bentuk uraian yang diberikan sebelum
Kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan berpikir kritis matematik dapat dilihat pada Tabel 3.6 dibawah ini.
Tabel 3.7.
Kriteria Skor Kemampuan Berpikir Kritis
Respon Siswa Sk
or Jawaban benar, ada unsur diketahui, ditanya dan penyelesaian 4 Jawaban benar, unsur diketahui dan ditanya salah. 3 Jawaban benar tetapi tidak ada unsur diketahui dan ditanya. 2
Jawaban ada tetapi salah 1
Tidak ada jawaban 0
Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabesin (dalam Elliott, 1996b)
Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus dinilai
Validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Untuk mendapatkan validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka soal tersebut
diujicobakan pada kelas lain di sekolah pada tingkat yang sama. Pengukuran validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes tersebut diuraikan berikut ini.
1. Validitas butir soal
Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki
oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut (Sudijono, 2001). Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan
( )( )
Koefisien korelasi hasil perhitungan, kemudian diinterpretasikan, dengan klasifikasi menurut Arikunto (2001) adalah sebagai berikut:
0,00 < rxy ≤ 0,20 validitas sangat rendah (SR)
0,20 < rxy ≤ 0,40 validitas rendah (RD)
0,40 < rxy ≤ 0,60 validitas sedang (SD)
0,60 < rxy ≤ 0,80 validitas tinggi (TG)
0,80 < rxy ≤ 1,00 validitas sangat tinggi (ST)
Kemudian untuk mengetahui signifikasi korelasi diuji dengan Uji-t dengan rumus sebagai berikut: (TDK). Jika harga r lebih besar dari harga kitis dalam tabel, maka korelasi tersebut signifikan (SIG).
soal. Adapun nomor soal yang tidak valid yaitu 3 dan 6. Disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.8
Uji Validitas Tes Pemahaman
No. soal
Korelasi Validitas Keterangan
1 0,710 Valid Dipakai
2 0,514 Valid Dipakai
3 0,121 Tidak Valid Tidak dipakai
4 0,733 Valid Dipakai
5 0,440 Valid Dipakai
6 0,294 Tidak Valid Tidak dipakai
7 0,361 Valid Dipakai
Adapun hasil ujicoba soal kemampuan berpikir kritis berdasarkan Anates
versi 4 adalah semuanya valid dan sebagian besar memiliki kriteria tinggi, sehingga keenam soal tersebut dapat dipakai.
Tabel 3.9
Uji Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis
No. soal
Korelasi Validitas Keterangan
1 0,754 Valid Dipakai
2 0,762 Valid Dipakai
3 0,650 Valid Dipakai
4 0,762 Valid Dipakai
5 0,669 Valid Dipakai
6 0,533 Valid Dipakai
2. Reliabilitas butir soal
Suatu alat ukur (instrumen) memiliki reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapapun (dalam level
Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan rumus K-R.21 (Arikunto,
Sedangkan untuk menghitung varians tiap-tiap butir soal digunakan rumus:
(
)
N = Banyaknya siswa peserta tes X = Skor butir soalHasil perhitungan koefislien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman dan
Sukjaya, 1990), yaitu:
Berdasarkan hasil ujicoba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk tes kemampuan pemahaman konsep dasar diperoleh 0,58 untuk tes kemampuan
Tabel 3.10 Uji Reliabilitas
Jenis Tes Reliabilitas interpretasi Pemahaman Konsep Dasar
Pecahan
0,58 Sedang
Kemampuan Berpikir kritis 0,73 Tinggi
3. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah soal adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang kemampuannya rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik
bila memang siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, dan siswa yang kurang tidak dapat mengerjakan dengan baik. Discriminatory power (daya
pembeda) dihitung dengan membagi testee kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) – kelompok testee yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) – kelompok testee yang tergolong rendah.
Pembagiannya 50% untuk kelompok pandai dan 50% kelompok kurang mampu (Sudijono, 2001). Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Arikunto,
2001)
Keterangan: DP = Daya pembeda
A
B = Jumlah siswa pada kelompok atas
B
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut:
Negatif – 9% = sangat buruk, harus dibuang 10% - 19% = buruk, sebaiknya dibuang
20% – 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi 30% - 49% = baik
50% ke atas = sangat baik
Daya pembeda untuk tes kemampuan pemahaman diperoleh hasil minimum 6,25 (Sangat Buruk) dan maksimum 93,75 (sangat baik). Dengan 2 soal
dikategorikan sangat baik, 2 soal kategori baik, dan masing-masing 1 soal kategori agak bai, buruk dan sangat buruk. Secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.11
Daya Pembeda Tes Pemahaman Konsep Pecahan
No Soal DP(%) Interprestasi 1 75,00 Sangat Baik
2 25,00 Agak Baik
3 6,25 Sangat Buruk
4 93,75 Sangat Baik
5 31,25 Baik
6 12,50 Buruk
7 31,25 Baik
Sedangkan untuk tes kemampuan berpikir kritis diperoleh hasil minimum 31,25 (baik) dan maksimum 59,38 (sangat baik). Uji Daya pembeda dari keenam soal berpikir kritis diperoleh sebanyak 3 soal (soal nomor 1, 3 dan 5) yang
Tabel 3.12
Daya Pembeda Tes Kemampuan Berpikir Kritis
No Soal DP(%) Interpretasi
Bermutu atau tidak butir-butir soal pada instrumen dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir soal tersebut. Soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yang
baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak meransang siswa untuk berusaha
memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya (Arikunto, 2001).
Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: TK = tingkat kesukaran.
A
B = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
B
B = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria indeks kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh
Suherman dan Sukjaya (1990) yaitu:
TK = 0,00 terlalu sukar (TS) 0,00 < TK ≤ 0,30 sukar (SK)
0,30 < TK ≤ 0,70 sedang (SD)
0,70 < TK < 1,00 mudah (MD)
TK = 1,00 terlalu mudah (TM)
Tingkat kesukaran untuk tes kemampuan pemahaman konsep dasar
diperoleh hasil minimum 46,88 dan maksimum 96,88, dengan 3 soal dikategorikan sedang, 2 kategori mudah dan 2 kategori sangat mudah. Secara rinci
bisa dilihat dalam Lampiran C.1, dan disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 3.13
Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep Pecahan
No Soal Tkt. Kesukaran (%)
Interpretasi
1 56,25 Sedang
2 62,50 Sedang
3 96,88 Sangat Mudah
4 46,88 Sedang
5 84,38 Mudah
6 93,75 Sangat Mudah
7 78,13 Mudah
Untuk tes kemampuan berpikir kritis diperoleh hasil minimum 25,00 dan maksimum 54,69, dengan 5 soal dikategorikan sedang dan 1 soal kategori sukar.
Tabel 3.14
Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Berpikir Kritis
No Soal Tkt. Kesukaran (%)
Interpretasi
1 35,94 Sedang
2 48,44 Sedang
3 48,44 Sedang
4 54,69 Sedang
5 51,56 Sedang
6 25,00 Sukar
c. Lembar Observasi
Lembar observasi (Lampiran B.6) digunakan untuk mengukur aktivitas
siswa selama proses pembelajaran berlangsung, aktivitas siswa diamati oleh peneliti sebagai observer.
d. Angket skala Sikap
Angket skala sikap adalah lembaran yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan tentang cara-cara yang sering dilakukan dalam pelajaran
matematika, harapan siswa dalam belajar matematika dan tanggapan terhadap model pembelajaran yang sering diterima. Pernyataan berhubungan dengan
perasaan selama mengikuti pembelajaran, pendapat tentang model pembelajaran yang dilaksanakan, serta pengaruh model pembelajaran yang dilaksanakan terhadap kondisi belajar.
Angket skala sikap yang dipakai dalam penelitian ini adalah model skala Likert (Ruseffendi, 1993) dengan modifikasi seperlunya. Setiap pertanyaan
setiap pilihan jawaban positif berturut-turut 4, 3, 2, 1, dan sebaliknya 1, 2, 3, 4, untuk pernyataaan negative (Lampiran B.5).
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan menggunakan tehnik sebagai
berikut:
1) Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman matematika dan berpikir kritis siswa dikumpulkan dengan melalui test (pretest dan
posttest).
2) Data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam belajar matematika sebagai
akibat pembelajaran matematika realistik, dikumpulkan melalui angket skala sikap.
F. Teknik Pengolahan Data
a. Data Hasil Tes Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematik
Data hasil tes yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya
diolah melalui tahap sebagai berikut.
1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.
2) Membuat tabel skor tes hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3) Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran
dihitung dengan rumus g faktor (N-Gains) dengan rumus:
g =
(Hake dalam Meltzer, 2002)
Keterangan:
SPre = Skor pretest
SMaks = Skor maksimum
4) Menguji normalitas data untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak menggunakan rumus dari Ruseffendi (1998)
Uji Normalitas: =
∑
−5) Menguji homogenitas varians mengunakan rumus dari Ruseffendi (1998)
Uji homogenitas varians: F = 2
6) Uji dua sampel t tes untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan, dengan rumus:
t =
Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney atau uji Wilcoxon (Ruseffendi, 1998).
7) One Way anova digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata
Fhitung =
Untuk kecepatan dan ketepatan hasil yang diperoleh maka setelah penelitian peneliti akan mengolah data dengan menggunakan program SPSS Versi 12.
b. Data Hasil Observasi dan Angket Skala Sikap
Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan hasil angket skala sikap siswa dianalisis untuk mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran yang diberikan dan soal-soal pemahaman dan berpikir kritis matematik yang diberikan.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis. Hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0: µ1 = µ2
H1: µ1≠µ2
Uji hipotesis menggunakan One Way anova, setelah sebelumnya dilakukan uji Normalitas, uji Homogenitas Varians dan uji t dengan menggunakan program SPSS versi 12.
H. Prosedur penelitian
Bagan. 3.1. Prosedur Penelitian Pelaksanaan Pembelajaran dengan
Pembelajaran Matematika Realistik
Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional
Postest
Kesimpulan Studi Kepustakaan
Rancangan Pembelajaran Konvesional
Penyusunan Rancangan Pembelajaran dengan Pembelajaran Matematika Realistik
Penyusunan, ujicoba, revisi, dan pengesahan instrumen
Analisis Data Observasi dan
angket sikap siswa
Pretest
Pengumpulan Data
Temuan
Penentuan subjek penelitian
Kelas eksperimen Kelas Kontrol
Berdasarkan Bagan 3.1 di atas, langkah-langkah atau prosedur penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini adalah tahap penyusunan proposal yang diawali dengan
kegiatan pengkajian teoritis berupa kajian pustaka terhadap Pembelajaran Matematika Realistik dan penggungkapan kemampuan pamahaman matematik dan berpikir kritis siswa. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan instrumen
penelitian dan rancangan pembelajaran, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Instrumen penelitian terdiri dari soal tes pemahaman
matematik dan soal tes berpikir kritis matematik, lembar obsevasi, dan angket skala sikap.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini diawali dengan penentuan sekolah yang mempunyai kemampuan homogen dari siswanya, yang digunakan sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Pada kelas eksperimen guru yang akan menerapkan pembelajaran matematika realistik tersebut dilatih dan diberi arahan tentang pembelajaran matematika realistik. Dilanjutkan dengan pemberian pretes
kemampuan pemahaman matematik dan berpikir kritis matematik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan tujuan untuk melihat kesetaraan
Pada setiap pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dalam setiap kelompok. Hasil observasi digunakan untuk analisis data secara
kualitatif, disamping juga terhadap jawaban-jawaban siswa pada tes yang diberikan pada akhir penelitian.
c. Tahap Analisis Data
Data-data yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan akan dianalisis, hingga sampai diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisis data statistik yang
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada bab terdahulu, dapat diambil
beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan dan kemampuan berpikir kritis siswa sebagai
berikut.
1. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan bagi siswa yang belajar melalui pembelajaran matematika realistik lebih baik secara signifikan
dari pada siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan konvensional. Dengan rinci dapat dikatakan kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan
siswa yang belajar melalui pembelajaran matematika realistik tergolong kualifikasi cukup, sedangkan kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional tergolong kualifikasi
kurang.
2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar melalui
pembelajaran matematika realistik lebih baik secara signifikan dari pada siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan konvensional. Dengan rinci dapat dikatakan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar melalui
pembelajaran matematika realistik tergolong kualifikasi cukup. Sedangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran konvensional
realistik, dan terhadap bentuk-bentuk soal pemahaman konsep dasar pecahan
dan berpikir kritis siswa adalah cenderung positif. Hal ini dapat dilihat dari siswa menunjukkan rasa senang, antusias atau bersemangat dalam mengikuti
pembelajaran. Selain itu juga siswa menjadi lebih aktif, saling bertukar pendapat dengan teman sekelompok atau dengan teman kelompok lainnya, bekerja sama dan membagi tugas dan bertanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
B. Saran
Berdasarkan hasil anlasis data, pembahasan, dan kesimpulan penelitian,
maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan dan berpikir
kritis siswa, dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika dan dapat
membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, hendaknya
guru menjadikan pembelajaran matematika realistik sebagai alternatif
pembelajaran matematika terutama dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan belajar mengajar matematika khususnya dalam usaha
meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika dan
berpikir kritis.
2. Keberhasilan implementasi pembelajaran matematika realistik sangat
pembelajaran matematika realistik yang digunakan sebagai stimulus awal
dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, hendaknya pembelajaran ini
diterapkan dengan bahan ajar yang menarik agar siswa berpotensi untuk
berpikir kritis, kreatif dan dapat mengembangkan kemampuan pemahaman
konsep matematika.
3. Pembelajaran matematika realistik membutuhkan waktu yang sangat lama
jika guru tidak melakukan persiapan yang baik. Maka guru hendaknya
membagikan waktu pada setiap tahapan pembelajaran seefektif mungkin agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
4. Dalam penelitian ini, populasinya terbatas pada siswa dari level sekolah
menengah. Oleh karena itu hendaknya dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap
peningkatan kemampuan pemahaman konsep dasar pecahan dan kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, M., Sudja, WA., Ismail, AK., Mulyono., dan Wahyu, W. (2000). Common Textbook (edisi revisi) Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Arikunto, S. (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.(Edisi revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Asmin. (2003). “Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan Kendala yang Muncul di Lapangan”. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 044, Tahun Ke-9, September 2003. Hal. 618-640.
Baharuddin. (1982). Peranan Kemampuan Dasar Intelektual Sikap dan Pemahaman Dalam Fisika Terhadap Kemampuan Siswa di Sulawesi Selatan Membangun Model Menta. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan
Bisri, A.M. 2008. Sekitar Pembelajaran Efektif.
http://pendis.depag.go.id/madrasah/Insidex.php?i_367=at02100015. (2008-03-26).
BSNP. (2006). Panduan Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: CV. Laksana Mandiri.
Cai, Lane, and Jacabcsin. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and Communication. In P.C. Elliott and M.J. Kenney (Eds.). Communication in Mathematics, K-12 and Beyond . U.S.A: The National Council of Teachers of mathematics (NCTM).
Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Fauzan, A. (2002). Applying Realistic Mathematics Education in Teaching Geometry in Indonesian Primary Schools. Thesis Universityof Twente. Enschede: Print PartnersIpskamp Press.
Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freundenthal Intitute
Guntur, M. (2004). Efektifitas Model Pembelajaran Latihan Inkuiri dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Konsep Ekologi siswa Kelas I SMU. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip Banjarmasin.
Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Handayanti, E. (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMU Kelas III. Tesis PPS UPI, Bandung.
Hastuti, N.S. (2004). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SLTP pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Realistik. Skripsi. Bandung: UPI.
Heryanto, R.D. (2005). Model Representasi Matematika (Pecahan) melalui Multimedia Pembelajaran Interaktif. Tugas Akhir. Bandung: UPI.
Hudojo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Hudojo, H. (1988). Mengajar dan Belajar Matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi P2LPTK. JICA. (2001). Proceeding of the Seminar on Quality Improvement of Mathematics
and Science Education in Indonesia. Bandung: JICA-IMSTEP FPMIPA UPI.
Kurniati, T. (2001). Pembelajaran Pendekatan Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Berpikir Kritis Siswa. Tesis PPS UPI, Bandung.
Liliasari. (2000). Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Proceeding Makalah Seminar Nasional Permasalahan dan Alternatif Pemecahan Masalah Pendidikan MIPA. Malang: UNM.
Listiana, A dan Saripah, I. (2008). “Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik di TK Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Sejak Dini”. Dalam International Seminar on Educational Research 9 April 2008. Bandung: UPI.
NCTM. (1989). Curiculum and Evaluation Standart for School Mathematics. Reston, VA: NTCM
Negoro, S.T. dan Harahap, B. (1998). Ensiklopedia Matematika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noerhodijah, S. (2002). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Analisis dalam Pembelajaran Bryoptyta. Skripsi Biologi. Bandung: UPI.
Nurul Hana. (2005). Alternatif Pengajaran Sistem Periodik Unsur Menggunakan Media Komputer untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Maesaroh, (2004). Pengaruh Pendekatan Realistik dengan Menggunakan Modul Terhadap Hasil Belajar Matematika SMP Kelas I. Skripsi. Bandung: UPI. Marzano, R.J, and Others. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for
Curriculum and Instruction. U.S.A: The Association for Supervision and Curriculum Development.
Ma, X. (1997). “Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievment in Mathematics: A Meta-Analisis". Journal for research in Mathematics Education, 28 (1), 26-47.
Meltzer, D.E. (2002). The Relantionship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics.American Journal of Physics. Vol.70, No. 7.
Osarizalsyam. (2006). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray pada Konsep Komponen Ekosistem, Peran, dan Interaksinya untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Tesis PPs UPI Bamdung: Tidak diterbitkan.
Penner, K. (1995). Teaching Critically Thinking. New York: Reagent College. http://Web.Ucs.Ubc.ca/k.Penner/C.think.
Purwanto, N. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Puskur. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Putra, T.G. (2007). Model Pembelajaran Redoks Berbasis Komputer Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK. Tesis PPS UPI, Bandung.
Rahayu, S. (2002). Efektifitas Pembelajaran Kooperatif dalam Memahami Operasi Hitung Pecahan di Kelas V SDN 7 Banda Aceh, Laporan Penelitian. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Ratini, (2005). Pembelajaran Pecahan dengan PMRI Lebih Bermakna. Buletin PMRI Edisi ke-6 – Februari 2005. Bandung: IP-PMRI ITB.
Ramli, M. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Pupuk untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pemetaan Konsep. Tesis PPS UPI, Bandung.
Roestiyah. N. K. (1982). Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara. Ruseffendi, ET. (986). A Comparison of Participation in Mathematics of Male and
Female Students in the Transition from Junior to Senior Hight School in west Java. Disertasi The Ohio State University. Ohio: Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T., dkk. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan. Simanjuntak, L. (1993). Metode Pengajaran Matematika Jilid I. Bandung: Rineka
Cipta.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS.
Subino. (1987). Konstruksi dan analisis Tes suatu Pengantar kepada Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Sudijono, A (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudjana. (2000). Metode Statistika Edisi VI. Bandung: Tarsito. Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Jakarta: Tarsito.
Sudjana, N. dan Ibrahim. (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.
Sudjana, N dan Ibrahim. (2007). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suherman, E. dan Sukjaya K, Y (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumarmo, U. (2000). Pembelajaran Ketrampilan Membaca Matematika. Makalah disampaikan pada pelatihan Nasional Training of Trainer bagi Guru Bahasa Indonesia dan Matematika SLTP. Bandung.
Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Suparno, P. (2005). Proses Berfikir Siswa yang Terabaikan. [online]. Tersedia: http//www.balipost.co.id/baliposcetak/2005/5/8/kell.html [27 Nopeber 2005]. Suparmin, S.dkk. (1994). Buku Pelajaran Matematika Untuk SLTP. Jakarta:
Erlangga.
Suryati. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Penggunaan Radiostop untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah melalui Aktivitas Bertanya Siswa. Tesis PPs UPI, Bandung.
Suzana, Y. (2003). Mengikatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum ( SMU) Melalui Pembelajaran denganPendekatan Metakognif. Tesis. PPS. UPI Bandung.
Wahyudin. (1997). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMU dalam Pembelajaran Matematika Melalui Metode Pemecahan Masalah di Jawa Barat. Skripsi Pendidikan Matematika UPI, Bandung.
Wijayanati, H. (2001). Hubungan Antara Hasil Belajar dengan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMU Negeri 3 Bandung pada Sistem Koordinasi. Skripsi Biologo. Bandung: UPi
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo Zainurie. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik (RME).
http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/pembelajaran-matematika-realistik-rme/
Zulkardi. (1999). Bagaimana Mendesain Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Realistik. University of Twente, The Netherlands.