• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI DI KELAS X SMA NEGERI 1 SIBOLGA T.P 2011/2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI DI KELAS X SMA NEGERI 1 SIBOLGA T.P 2011/2012."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENGARUH PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREA TIF SISWA P ADA

POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI DI KELAS X SMA NEGERI I SIBOLGA

T.P 2011/2012

Jonatan Pasaribu (NIM. 071244120056)

ABSTRAK

iii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching dan pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada pokok bahasan trigonometri dikelas X SMA Negeri I Sibolga. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri I Sibolga semester genap tahun ajaran 20Il/20I2 yang terdiri dari 8 kelas paralel dengan jumlah siswa sebanyak 350 orang. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas yaitu kelas X-2 sebanyak 40 orang sebagai kelas kontrol dan kelas X-3 sebanyak 40 orang sebagai kelas eksperimen yang ditentukan secara random dengan sistem undi. Kelas kontrol menggunakan pembelajaran metode konvensional dan kelas eksperimen menggunakan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan memberikan perlakuan pada kelompok sampel penelitian kemudian diberikan pretes dan postest, sebagai alat pengumpul data digunakan tes kemampuan berpikir kreatif dalam bentuk uraian pada materi pokok trigonometri sebanyak 10 soal. Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu diuji normalitas tes dengan menggunakan teknik liliefors dan homogenitas tes dengan menggunakan uji F. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh bahwa kedua sampel berdistribusi normal dan homogen. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis inferensial regresi anakova. Hasil penelitian diperoleh persamaan regresi untuk kelas kontrol yaitu y- = 46,32 + l ,0277 X dan kelas eksperimen yaitu y- =

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu ilmu dasar dari semua jenjang pendidikan dan memegang peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baik menyangkut materi maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari serta salah satu sarana yang digunakan untuk dapat membentuk siswa berpikir ilmiah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003:253) yang mengemukakan bahwa:

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.

Meskipun matematika penting untuk dipelajari dan memiliki kegunaan yang begitu besar, namun pada kenyataannya hasil pembelajaran matematika siswa SMP Pahlawan Nasional Medan pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel masih memprihatinkan. Data yang penulis peroleh berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 21 Maret 2011 adalah daftar nilai kelas yang diajar oleh salah seorang guru matematika SMP Pahlawan Nasional yang bernama Ibu Masniar, S.Pd dan hasil wawancara dengan beliau. Berdasarkan daftar nilai tersebut, persentase siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel sekitar 70%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel rendah. Menurut beliau, letak kesulitan siswa adalah dalam mengubah soal cerita menjadi model matematika, mengoperasikan bentuk aljabar dan menyelesaikan soal dengan menggunakan metode penyelesaian SPLDV.

(9)

siswa hanya sekedar mengikuti pelajaran di dalam kelas, yaitu dengan hanya mendengarkan penjelasan materi dan mengerjakan soal yang diberikan oleh guru tanpa adanya respon, kritik, dan pertanyaan dari siswa kepada guru sebagai umpan balik dalam kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan hasil angket yang diberikan pada 40 anak, sekitar ¾ anak menjawab bahwa gurunya dalam mengajar di dalam kelas adalah menjelaskan, memberi catatan, mengerjakan soal dan diakhiri dengan pemberian tugas. Mereka juga tidak menyukai pelajaran matematika dengan alasan banyak rumusnya, sulit dan membosankan. Hanya beberapa siswa yang berminat untuk memahami matematika lebih dalam selain belajar di sekolah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan persentase siswa yang mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah, mengikuti les private, dan lembaga lain yang berada di luar sekolah hanya 10 % yang berarti bahwa sebagian besar pemahaman matematika siswa sangat dipengaruhi oleh pembelajaran matematika yang diadakan guru di sekolah.

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa diantaranya adalah kurang minat siswa dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan yang kuat pada diri siswa bahwa mata pelajaran matematika sulit dipelajari dan dipahami. Seperti yang diungkapkan Abdurrahman (2003:252) :

“Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar ”.

Selanjutnya Nurhalimah (2009) (http://etd.eprints.ums.ac.id/2030/1/A4100 40120. pdf) menyatakan bahwa :

“Matematika adalah mata pelajaran yang diangap sulit dalam tiap pembelajarannya. Anggapan tersebut tidak terlepas dari persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika yang dianggap sebagai ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan lambang-lambang dan rumus-rumus yang sulit dan membingungkan. Hal ini akan berdampak buruk terhadap prestasi belajar matematika siswa. Maka dari itu seorang guru matematika harus terampil dalam penyelenggaraan pembelajaran agar dapat menepis anggapan negatif tentang belajar matematika”.

(10)

dianggap belum tahu apa-apa, sementara guru mendominasi pembelajaran yang cenderung menggunakan model pembelajaran yang monoton, guru memposisikan diri sebagai sumber pengetahuan sehingga mengurangi keterlibatan siswa dalam proses pengajaran.

Seperti yang diungkapkan oleh Triyanto (2009:3) :

“Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.”

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nurhayati (2009) (http://etd.eprint. ums.ac.id/4805/1/A410050187.pdf) bahwa:

“Guru matematika saat ini cenderung kurang bervariasi dalam mengajar, latihan yang diberikan kurang bermakna dan umpan balik serta korelasi dari guru jarang diterapkan. Padahal guru merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan prestasi belajar

siswa bahkan merupakan center aktivitas di kelas. Guru bertanggung jawab mengatur,

mengelola dan mengorganisir kelas. Oleh karena itu, keberhasilan siswa di kelas yang paling berpengaruh dan dominan adalah guru.”

Pola pembelajaran seperti ini harus diubah dengan cara menggiring siswa untuk mencari ilmunya sendiri. Berlakunya kukurikulum 2004 Berbasis Kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya perubahan paradigma dalam pembelajaran yang menekankan keterlibatan aktif antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Perubahan ini harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa, mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar serta mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuannya.

(11)

Trianto (2009 : 9) mengemukakan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa adalah Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Selanjutnya, Donald (dalam Amir, 2009 : 12) mengatakan bahwa:

“Pembelajaran Berdasarkan Masalah lebih dari sekedar lingkungan yang efektif untuk mepelajari pengetahuan tertentu. Ia dapat membantu pemelajar mengkonstruk kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi.”

Secara garis besar Pembelajaran Berdasarkan Masalah terdiri dari menyajikan masalah autentik dan bermakna kepada siswa. Pembelajaran ini tidak dirancang untuk membangun guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa. Seperti yang diungkapkan Arends (dalam Trianto, 2009 : 92) bahwa:

“Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan rasa percaya diri.”

Pembelajaran Berdasarkan Masalah ditujukan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah sehingga dapat berakibat baik pada hasil belajar matematika siswa. Hal ini diperkuat oleh Ratumanan (dalam Trianto, 2009:92) yang menyatakan bahwa:

“Pembelajaran Berdasarkan Masalah membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.”

Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan model alternatif yang diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam arti siswa harus aktif, saling berinteraksi dengan teman-temannya, saling tukar menukar informasi, dan memecahkan masalah. Sehingga tidak ada siswa yang pasif dalam menyelesaikan masalah pelajaran, yang ada adalah untuk menuntaskan materi belajarnya. Seperti yang dikemukakan oleh Trianto (2009 : 59) bahwa:

(12)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif sederhana dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang anggota yang saling membantu satu sama lain dan merupakan campuran tingkat kemampuan, jenis kelamin dan suku. Model pengajaran ini pada hakikatnya adalah menggali dan mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan pemahaman materi melalui kerjasama kelompok dan ini sangat baik untuk diterapkan pada mata pelajaran yang dirasakan guru sangat sulit dipahami siswa dan salah satunya adalah mata pelajaran matematika.

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pernah dilakukan oleh:

1. Nasution (2008). Berdasarkan analisis inferensial anakova diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran berdasakan masalah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa SMU N.1 P.Sidempuan

2. Nasution (2010). Berdasarkan tindakan dan analisa yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan siswa menerapakan konsep matematika dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

Meskipun berdasarkan teori dan penelitian yang relevan kedua model tersebut (model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD) dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa, namun berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP Pahlawan Nasional ternyata kedua model ini belum pernah diterapkan dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, peneliti melanjutkan penelitian untuk mengetahui perbedaaan pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa SMP Pahlawan Nasional Medan.

(13)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa SMP Pahlawan Nasional Medan pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel rendah yaitu persentase siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel sekitar 70%.

2. Adanya anggapan yang kuat pada diri siswa bahwa mata pelajaran matematika sulit dipelajari dan dipahami sehingga hasil belajar siswa rendah.

3. Model pembelajaran yang diterapkan guru tidak tepat yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

4. Guru menerapkan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dalam pembelajaran matematika.

5. Guru belum pernah menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika.

1.3. Batasan masalah

(14)

terhadap hasil belajar matematika siswa SMP Pahlawan Nasional Medan pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel T.A 2011/2012.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa SMP Pahlawan Nasional Medan pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel T.A 2011/2012?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa SMP Pahlawan Nasional Medan pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel T.A 2011/2012.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok

bahasan sistem persamaan linier dua variabel.

2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan dalam pembelajaran matematika.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa yang akan datang.

(15)

1.7. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul: “Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Pahlawan Nasional Medan”. Istilah-istilah yang memerlukan penjelasan adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar adalah nilai siswa dalam mata pelajaran matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel yang diperoleh melalui tes yang diberikan pada sampel penelitian.

2. Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Model pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 tahapan yaitu orientasi siswa, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari analisis data diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki nilai rata-rata 81,51.

2. Hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki nilai rata-rata 77,86.

3. Persamaan regresi linier yang diperoleh dari nilai pretes dan postes pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah :

Y� = 48,404 + 1,163 X

Persamaan regresi linier yang diperoleh dari nilai pretes dan postes pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah :

Y� = 46,305 + 1,072 X Dimana:

Y� = taksiran nilai postest X = nilai pretest

4. Secara statistik dengan menggunakan uji inferensial análisis kovarians disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa di kelas VIII SMP Pahlawan Nasional Medan pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel pada T.A 2011/2012. Hal ini dibuktikan dari hasil pengujian hipótesis dimana

Fhitung (8,283) > Ftabel (3,978).

5.2. Saran

(17)

1. Kepada guru matematika dapat menjadikan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai alternatif dalam memilih model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Kepada guru matematika yang ingin menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebaiknya dapat mengkondusifkan siswa selama pembelajaran berlangsung dan memanfaatkan waktu dengan sebaik – baiknya agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Penerbit: Rineka Cipta, Jakarta.

Amir, M.Taufiq, (2009), Inovasi Pendidikan Melalui Problem Basad Learning, Penerbit: Kencana, Jakarta.

Anchoto, (2009), http://aanchoto.sman1ampekangkek.com/2011/02/26/defenisi-karakteristik-matematika/ (diakses Februari 2011)

Arikunto, Suharsimi, (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.

Astuty,(2009),http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/teori-pembelajaran-vygotsky-dalam-cooperative-learning/ (diakses Januari 2011)

Daryanto, (2010), Belajar dan Mengajar, Yrama Widya, Bandung.

Dasna, I Wayan, (2005), Penggunaan Model Pembelajaran Problem-based Learning dan Kooperatif learning untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kuliah metodologi penelitian. Malang: Lembaga Penelitian UM.

Dimyati dan Mudjiono, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah, S dan Aswan, Z, (2006), Strategi Belajar Mengajar, Penerbit: Rineka Cipta, Jakarta. Gultom, Syawal dkk., (2010), Kompetensi Guru, Penerbit UNIMED, Medan.

Hamalik, Oemar, (2009), Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Bandung.

Manullang,M dan Sihombing,W.L, 2004, Diktat Kuliah Metode StatisTika, UNIMED, Medan. Manullang,M , 2008, Cuplikan Perkuliahan Metode StatisTika 2, UNIMED, Medan.

Nasution, Nunung S., (2011), Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Pemecahan Masalah, Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Nasution, Parimpunan, (2008), Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Leaarning) Dalam Pembelajaran Matematika di SMU, Dinamika Vol VI No.1 Edisi Januari-April 2008.

Nurhalimah, Titi, (2009), http://etd.eprints.ums.ac.id/2030/1/A410040120.pdf. (diakses Februari 2011)

Nurhayati, Siti, (2009), http://etd.eprints.ums.ac.id/4805/1/A410050187.pdf (diakses Februari 2011)

(19)

Slameto., (2003), Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi, Penerbit: PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Sudjana, (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.

Sudjana, Nana, (2009), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kencana, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Proses bertemunya dua budaya atau lebih yang bercampur menjadi satu dalam bentuk budaya baru, sementara budaya aslinya tidak tampak disebut

Jenis kelamin adalah perbedaan fisik dan karakter antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Secara tegas jenis kelamin manusia dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki

Hasil adsorpsi logam Cd pada variasi konsentrasi dan waktu oleh arang aktif serta parameter-parameter untuk isoterm Langmuir dan Freundlich dapat terlihat pada Tabel

Faktor pendukung dalam pemanfaatan permainan tradisional untuk kegiatan kelompok B2 di TK Bumi Warta Yogyakarta, yaitu: halaman sekolah yang luas, antusiasme dari

Animasi dapat dibuat, tetapi jika ingin mendapatkan hasil animasi yang lebih baik, maka rancangan yang akan dibuat diberi efek yang kita inginkan dengan

Desain secara ergonomi belum memenuhi standar dengan belum adanya grab bar belakang kloset dan jaraknya ke as kloset yang terlalu jauh, tetapi dengan dimensi yang ada memungkinkan

Mania Kantones (1953) dan AGA Lampes (1965) pula mengelompokkan masyarakat rumpun Dusun atau masyarakat Kadazandusun berdasarkan nama tempat seperti Dusun Ranau, Dusun Tambunan,

Perawat adalah tenaga kesehatan professional yang menduduki porsi terbanyak dalam pelayanan, dan mempunyai konstribusi tinggi dalam sistim pelayanan kesehatan di