Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu x
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Halaman Pernyataan... iii
Kata Pengantar ... iv
Ucapan Terima Kasih ... v
Abstrak ... ix
Daftar Isi... xi
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...
A. Latar Belakang Penelitian... B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Konsep ... F. Sistematika Penulisan Tesis ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...
A. Konsep Ketunanetraan... B. Konsep Ketrampilan Sosial ... C. Konsep Bimbingan dan Konseling ... 1. Bimbingan dan Konseling ... 2. Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling ... D. Konsep Pendidikan Inklusif ... 1. Pendidikan Inklusif ... 2. Manajemen Pendidikan Inklusif ... a. Manajemen Pesertadidik ... b. Manajemen Kurikulum ... c. Manajmen Proses Pembelajaran ... d. Manajemen Tenaga Pendidikan ... e. Manajemen Sarana Prasarana ... f. Manajemen Pembiayaan ... g. Manajemen Lingkungan ...
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xi
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... B. Metode Penelitian ... C. Instrumen Penelitian ... D. Langkah-Langkah Penelitian ... E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Teknik Keabsahan Data ... G. Teknik Analisis Interpretasi Data ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
A. Hasil Penelitian ... 1. Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota
Bandung ... 2. Kendala yang dihadapi Siswa Tunanetra dalam
Mengembangkan Keterampilan Sosial di SMPN 47 Kota Bandung ... 3. Persepsi Teman Sebaya terhadap Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung ... 4. Upaya yang dilakukan Guru Bimbingan dan Konseling
untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung
B. Pembahasan ... 1. Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota
Bandung ... 2. Kendala yang dihadapi Siswa Tunanetra dalam
Mengembangkan Keterampilan Sosial di SMPN 47 Kota Bandung ... 3. Persepsi Teman Sebaya terhadap Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung ... 4. Upaya yang dilakukan Guru Bimbingan dan Konseling
untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung
BAB V PENUTUP ...
A. Kesimpulan ... B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xii
1
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang layak
sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD
1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni
aturan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Salah satu pesan
perundang-undangan tersebut selaras dengan dokumen Jomtien yaitu pendidikan
bagi penyandang cacat harus merupakan bagian integral dari pendidikan umum,
dan bahwa Negara seyogyanya bertanggung jawab atas pendidikan penyandang
cacat. Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi
juga oleh pernyataan Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini
merupakan transformasi dari tujuan Education Fol All dengan mempertimbangkan
perubahan kebijakan mendasar yang diperlukan untuk mengimplementasikan
pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah sebuah kebijakan strategis dalam
memberikan akses seluas-luasnya bagi setiap warga Negara demi memperoleh
layanan pendidikan yang layak. Salah satu filisofi pendidikan inklusif ialah
bersifat akomudatif terhadap semua perbedaan termasuk perbedaan keterampilan
sosial. Filosofi ini diakui dunia internasional karena selaras dengan gerakan Hak
Azasi Manusia (HAM). Hal tersebut terlihat dari lahirnya konsep pendidikan
2
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
oleh UNESCO yang dilandasi kesepakatan global melalui World Education
Forum (WEF) di Dakkar, Sinegal, tahun 2000. Penuntasan EFA diharapkan akan
tercapai pada tahun 2015.
Melalui pendidikan inklusif ini, diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat
melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan
khusus. Gerakan pendidikan inklusif terus berkembang di berbagai negara sebagai
gerakan pembaharuan pendidikan. Pemerintah Indonesia, melalui Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 memprakarsai
pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani
Wajib Belajar bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan telah mencanangkan tiga pilar pembangunan pendidikan
nasional yang salah satunya berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif,
yaitu “pemerataan dan peningkatan aksesibilitas pendidikan”. Pilar inilah yang
menggambarkan adanya jaminan pemerataan dan kesempatan layanan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus.
Salah satu populasi anak berkebutuhan khusus yang memiliki perspektif
lebih luas dalam mengikuti pendidikan inklusif adalah siswa tunanetra.
Keterbatasan penglihatan yang dimiliki siswa tunanetra, bukanlah hambatan
utama untuk mengikuti proses pendidikan, baik di Sekolah Luar Biasa maupun
dalam setting pendidikan inklusif atau bersama dengan siswa melihat di sekolah
umum. Beberapa bukti empiris dalam dunia pendidikan misalnya mahasiswa
3
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
keterampilan sosial yang memadai, mereka dapat mengenyam pendidikan hingga
jenjang perguruan tinggi.
Keterampilan sosial tunanetra untuk mengikuti segala aktifitas di sekolah
inklusif bukanlah suatu kebetulan, akan tetapi secara konsep telah diakui oleh ahli
pendidikan tunanetra. Misalnya, Hardman, L. et al. (1990: 25) dalam salah satu
penelitiannya menemukan bahwa “kondisi ketunanetraan tidak berakibat fatal
terhadap perkembangan intelegensi dan ketarampilan sosialnya untuk meraih
pendidikan dan karir”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengembangan keterampilan
sosial siswa tunanetra dalam pendidikan inklusif tidak cukup menggunakan
intervensi pendidikan melalui pembelajaran di kelas akan tetapi memerlukan
intervensi lainnya seperti latihan Orientasi dan Mobilitas (OM).
Berdasarkan penelusuran awal, di SMPN 47 Jalan Budi di Kota Bandung,
ditemukan bahwa ada siswa tunanetra yang memiliki hambatan dalam
mengembangkan keterampilan sosial dan memerlukan layanan khusus untuk
mengatasinya. Siswa tunanetra tersebut sedikit berkesulitan dalambersosialisasi,
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebayanya. Ia pun menyatakan
bahwa dirinya sulit mempunyai teman akrab, yaitu teman yang dapat diajak
bermain, berdiskusi, dan sekaligus dijadikan pihak yang dapat dimintai pendapat
ketika dirinya dihadapkan pada masalah atau persoalan tertentu. Hasil studi awal
tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan keterampilan sosial siswa
tunanetra merupakan salah satu syarat dalam mendukung keberhasilan program
4
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Bukti awal ini mengindikasikan perlunya upaya guru dalam mengembangkan
keterampilan sosial siswa tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Peneliti berasumsi bahwa guru bimbingan konseling memiliki peran
penting dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif. Berdasarkan paparan di atas, peneliti
memandang perlu untuk mengetahui dan menganalisis secara ilmiah upaya guru
bimbingan konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra
di SMPN 47 Kota Bandung”.
B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1. Idientifikasi Masalah
Identifikasi masalah pada penelitian ini berfokus pada keterampilan sosial
siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung dalam berinteraksi, berkomunikasi
dan bersosialisasi dengan teman sebaya (peer relationships). Keterampilan sosial
berkontribusi besar terhadap perkembangan sosial maupun kognitif anak (Piaget,
1932 dalam Oden, 1987; Hartup, 1992) yang dikutip Tarsidi, D(2007: 1). Lebih
jauh, Hartup berpendapat bahwa interaksi antarteman sebaya berkontribusi
terhadap kedewasaan seseorang (Tarsidi, D. 2007: 1).
Berangkat dari paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah upaya apa yang dilakukan guru bimbingan dan konseling dalam
5
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, kemudian dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimanakah tingkat keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota
Bandung?
b. Kendala apa saja yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengembangkan
keterampilan sosial di SMPN 47 Kota Bandung?
c. Bagaimanakah persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra di SMPN 47
Kota Bandung?
d. Upaya apa saja yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota
Bandung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis temuan
lapangan terkait dengan upaya yang dilakukan Guru Bimbingan Konseling dalam
mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data
lapangan terkait dengan aspek-aspek berikut:
a. Tingkat keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung.
6
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu keterampilan sosial di SMPN 47 Kota Bandung.
c. Persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung.
d. Upaya yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Diharapkan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan diskusi untuk
mengkaji konsep-konsep yang berkaitan dengan perkembangan keterampilan
sosial siswa tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat melahirkan manfaat praktis, sebagai
berikut:
a. Sebagai bahan masukkan bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif,
khususnya SMPN 47 Kota Bandung, seperti kepala sekolah dan guru BK
dalam upaya mengembangkan keterampilan siswa tunanetra.
b. Sebagai bahan masukan bagi siswa awas dalam mengembangkan sikap dan
periaku yang wajar terhadap keberadaan siswa tunanetra di sekolah
7
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
E. Definisi Konsep
Untuk mempermudah memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan
penelitian ini, maka diuraikan define konsep sebagai berikut:
1. Upaya adalah cara yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam
mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota
Bandung.
2. Guru Bimbingan dan Konseling adalah guru BK yang bertugas di SMPN 47
Kota Bandung.
3. Siswa Tunanetra adalah siswa tunanetra yang bersekolah di SMPN 47 Kota
Bandung.
4. Keterampilan Sosial adalah keterampilan sosial siswa tunanetra dalam
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebaya di SMPN 47 Kota
Bandung (peer relationships).
5. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif adalah sekolah yang menerima
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sekolah ini pun memberikan layanan
kepada anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan siswa reguler
lainnya.
F. Sistematika Penulisan Tesis
Sistimatika penulisan tesis yang akan dilalui dalam penelitian
Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X. Y dan Z Kota Jayapura
adalah sebagai berikut.
8
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Halaman Pengesahan
Halaman Pernyataan
Kata Pengantar
Ucapan Terima Kasih
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Penelitian
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Definisi Konsep
F. Sistematika Penulisan Tesis
Bab II Kajian Teori
A. Konsep Ketunanetraan
B. Konsep Ketrampilan Sosial
C. Konsep Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan dan Konseling
2. Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
9
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1. Pendidikan Inklusif
2. Manajemen Pendidikan Inklusif
a. Manajemen Peserta Didik
b. Manajemen Kurikulum
c. Manajemen Proses Pembelajaran
d. Manajemen Tenaga Pendidikan
e. Manajemen Sarana Prasarana
f. Manajemen Pembiayaan
g. Manajemen Lingkungan
Bab III Metode Penelitian
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
B. Metode Penelitian
C. Instrumen Penelitian
D. Langkah-Langkah Penelitian
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Teknik Keabsaan Data
G. Analisis dan Interpretasi Data
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
Bab V Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
10
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
Riwayat Hidup
39
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Nasution (1992: 43) berpendapat bahwa lokasi penelitian menggambarkan
kondisi sosial yang ditandai oleh adanya tiga unsur, yaitu: tempat, pelaku dan
kegiatan. Peneliti memilih lokasi penelitian adalah SMPN 47 Jalan Budi Kota
Bandung.
Pada penelitian kualitatif, menurut Licoln dan Guba yang dikutip oleh
Lexy J. Moleong (1988:165), dijelaskan bahwa peneliti mengartikan dengan
asumsi sendiri. Selain itu dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya
dengan faktor-faktor kontekstual. Dalam hal ini sampling diharapkan mampu
menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber.
Tujuannya adalah merinci kekhususan unik serta untuk menggali informasi
sebagai landasan rancangan yang lebih spesifik. Sampel diambil secara purpossive
(bertujuan), yaitu pengambilan subyek sebagai sampel penelitian dengan tujuan
tertentu. Teknik sampling tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J.
Moleong, 1988:165-166):
a. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
b. Pemilihan sampel dilaksanakan secara berurutan, teknik “Snowball
40
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Penyesuaian ini berkelanjutan dari sampel yang ada. Pada mulanya, setiap sampel memiliki fungsi yang sama, ketika semakin banyak diperoleh informasi yang mendorong pengenbangan hipotesis maka sampel dipilih berdasarkan fokus penelitian.
d. Pemilihan berakhir, jika sudah tidak ada informasi yang dapat dijaring maka penarikan sampel dihentikan.
Subyek penelitian ini adalah subyek yang memiliki berbagai faktor yang
berkaitan dengan kesulitan siswa tunanetra dalam mengembangkan keterampilan
sosialnya serta upaya guru untuk mengatasi kesulitan dimaksud.
Dengan demikian, yang dimaksud subyek penelitian ini adalah siswa
tunanetra, sedangkan yang menjadi informannya adalah guru mata pelajaran, guru
BK, kepala sekolah, dan siswa reguler di SMPN 47 Kota Bandung.
Jumlah siswa tunanetra yang menjadi subyek penelitian ini sebanyak dua
orang, yang berstatus sebagai siswa kelas VIII di SMPN 47 Kota Bandung.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan
pengertian tentang perilaku manusia ditinjau dari manusia itu sendiri.
Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan metode kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
41
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sejalan dengan pendapat di atas, Nasution (1992: 5) mengemukakan
bahwa “penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, dengan berinteraksi bersama mereka, berusaha memahami
bahasa mereka tentang dunia sekitarnya”.
Ciri-ciri penelitian kualitatif, dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982:
27-29), yaitu:
1) sumber data dalam penelitian kualitatif ialah situasi yang natural. Setting dan peneliti adalah merupakan instrumen kunci; 2) penelitian kualitatif bersifat deskriptif; 3) penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil atau produk semata; 4) peneliti kualitatif cenderung menganalisis data secara induktif; 5) Makna adalah merupakan soal esensial bagi pendekatan kualitatif.
Di samping ciri-ciri di atas, dapat pula ditambahkan aspek lain sesuai
dengan pendapat Nasution (1988:9-12) sebagai berikut:
1) mengutamakan data langsung atau first hand; 2) menonjolkan rincian kontekstual; 3) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti; 4) mengutamakan perspektif emic; 5) verifikasi, termasuk kasus negatif; 6) sampling yang purposif; 7) menggunakan penelaahan secara berulang; 8) partisipasi tanpa mengganggu; 9) mengadakan analisis sejak awal penelitian; 10) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, peneliti dapat berkomunikasi secara
langsung dengan subyek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal
hingga akhir proses penelitian. Dari fakta atau data itulah peneliti
mengartikan/menyimpulkan apa-apa yang ditemukan sesuai dengan teori-teori
terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pandangan
Bogdan dan Biklen (1982:31) yang antara lain mengemukakan bahwa
42
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam situasi tertentu”. Dalam
upaya menemukan fakta dan data secara alamiah itulah, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif untuk permasalahan yang diteliti.
C. Instrumen Penelitian
Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai instrumen
utama yaitu peneliti sendiri, karena instrumen manusia dalam penelitian kualitatif
dipandang lebih cermat dan teliti. Sebagai instrumen utama dalam menjaring data,
peneliti juga menggunakan instrumen pengumpulan data berupa pedoman
wawancara dan pedoman onservasi.
Landasan penyusunan kisi-kisi penelitian ini adalah teori yang
[image:17.595.113.520.230.758.2]dikemukakan oleh Schneider, dkk (dalam Rubbin, et.all, 1998),
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Penelitian
FOKUS PENELITIAN RUANG LINGKUP INDIKATOR TEKNIK PENGUM-PULAN DATA
INSTRUMEN INFORMAN
Upaya yang dilakukan Guru Bimbingan Konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung Bagaimanakah tingkat keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung?
Guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, siswa tunanetra dan teman sebaya dapat menjelaskan ketrampilan sosial siswa tunanetra.
Wawancara Pedoman wawancara Guru bidang studi, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, anak tunanetra dan teman
Kendala apa saja yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengembangkan keterampilan sosial di SMPN 47 Kota Bandung?
Guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, siswa tunanetra dan teman sebaya dapat menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengembangkan keterampilan
Wawancara Pedoman wawancara Guru bidang studi, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, anak tunanetra dan teman
43
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu persepsi teman
sebaya terhadap siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung?
guru bimbingan konseling, kepala sekolah, siswa tunanetra dan teman sebaya dapat menjelaskan persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra
wawancara studi, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, anak tunanetra dan teman
Upaya apa saja yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung?
Guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, siswa tunanetra dan teman sebaya dapat menjelaskan upaya apa saja yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa
Observasi Pedoman Observasi
D. Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap pendahuluan (pra survey), artinya dalam tahap
ini peneliti melaksanakan penjajagan dan merancang strategi untuk tahap
selanjutnya. Tahapan ini berfungsi untuk memahami latar penelitian.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahapan sebelumnya; jika tahapan
orientasi lebih merupakan perencanaan, maka tahap eksplorasi lebih merupakan
langkah implementasi dari perencanaan. Artinya, peneliti terjun lengsung dalam
kancah penelitian dan melakukan penelitian secara intensif.
44
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pada tahap ini peneliti melakukan triangulasi, artinya peneliti mengadakan
bermacam data yang terhimpun sehingga ditemukan akurasi data. Apabila masih
terdapat data yang kurang lengkap, meragukan, belum memadai, maka perlu
diadakan member-cheek.
4. Tahap Analisis dan Interpretasi Data
Tahapan ini dapat dilakukan di lokasi penelitian, dapat pula dilaksanakan
di luar lokasi. Data yang langsung dianalisis di lokasi seperti rekaman manual
(non elektronik), baik melalui observasi, wawancara, maupun hasil dokumentasi,
peneliti langsung mengadakan langkah-langkah modifikasi, klasifikasi, simplikasi
kasus per kasus, kemudian data tersebut dianalisis ulang secara meksimal di luar
lokasi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan pendekatan penelitian kualitatif, maka peneliti sendiri
merupakan instrumen utama dalam penelitian. Lincoln dan Guba (1985: 39)
dalam Lexy Moleong (1988: 119), mengemukakan bahwa “seorang peneliti
natural menggunakan diri sendiri sebagai human instrument pengumpul data
primer. Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat menangkap situasi
sesungguhnya secara utuh serta mengartikan apa-apa yang diamatinya”.
Pendapat di atas, diperkuat pernyataan Nasution (1982: 55-56) tentang
ciri-ciri manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:
45
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menyesuaikan diri terhadap segala keadaan serta dapat mengumpulkan aneka data sekaligus; 3) tiap situasi merupakan suatusistem. Tidak ada instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia; 4) Situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak mungkin dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya, kita harus merasakannya dan menyelaminya berdasarkan penghayatan kita; 5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis dan mengolah data yang diperoleh; 6) hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan, seraya segera menggunakannya sebagai feed-back untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan dan penolakan.
Sebagai instrumen utama penelitian, peneliti dapat menggunakan
berbagai teknik pengumpulan data,yakni:
1. Observasi, yaitu melaksanakan pengamatan langsung terhadap obyek yang
diteliti yakni siswa tunanetra baik aktifitas bernainnya maupun kegiatan
ekstrakurikuler yang diikutinya, siswa reguler, guru Bimbingan Konseling di
SMPN 47 Kota Bandung. Pedoman observasi terlampir.
2. Wawancara, yaitu melaksanakan tanya jawab, tatap muka atau
mengkonfirmasi subyek penelitian dengan menggunakan pedoman
wawancara. Pedoman wawancara terlampir.
Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data, yaitu pedoman
observasi, pedoman wawancara, dan studi dokumentasiyang bertujuan mengambil
data secara cermat serta lengkap.
F. Teknik Keabsahan Data
Untuk melakukan pengujian keabsahan data hasil penelitian, peneliti
46
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
member cheking dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik kehadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan/deskripsi/ tema tersebut sudah akurat (2010: 287).
Adapun uraian teknik pengujian keabsahan data dapat dilihat pada tabel
[image:21.595.118.508.238.609.2]sebagai berikut.
Tabel 3.2 Teknik Keabsahan Data
NO DATA TEKNIK KEABSAHAN DATA
1 Tingkat keterampilan sosial siswa
tunanetra
Wawancara
2 Kendala apa saja yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam
mengembangkan keterampilan sosial
Wawancara
3 Persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra
Wawancara
4 Upaya apa saja yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa
Observasi
G. Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Analisis dan interpretasi data adalah proses penyederhanaan sejumlah data
47
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Untuk memperoleh kesimpulan demikian, seluruh kegiatan dalam proses
analisis dan interpretasi data kualitatif harus berlandaskan teoritis seperti yang
diajukan oleh Guba (1978) dan Bogdan (1982).
Langkah-langkah dan teknik yang ditempuh dalam proses analisis dan
interpretasi, yaitu:
1. Proses Analisis
Proses analisis data bersifat holistic, berkesinambungan, serta tidak
terpisah dalam tahap pengumpulan data. Proses ini mencakup banyak komponen
yang bersifat sejalan, harmonis dan utuh.Tahapannya adalah:
a. Teorisasi
Teorisasi (teorizing) merupakan proses untuk mengabstrakan kondisi real,
membuat kategorisasi data dan menunjukkan korelasinya (Le Compte & Goetz,
1984) dalam Lexy Moleong (1988: 89).Secara sederhana, teorisasi dapat diartikan
kegiatan untuk merumuskan apa yang akan diteliti. Kegiatan tersebut telah
dimulai dari perekaman data, terutama data yang direkam secara manual. Secara
lebih spesifik , teorisasi merupakan proses pencatatan data, dalam lembaran yang
telah dipersiapkan peneliti. Sebagaimana dapat dipahami bahwa, kecuali human
orally data, banyak dijumpai data yang tidak berbicara (silent data). Oleh sebab
48
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Analisa Induksi
Analisis induktif ialah proses untuk mereduksi dan memodifikasi data-data
yang telah teorisasi sehingga sesuai dengan kebutuhan penelitian serta relefan
dengan tujuan penelitian. Dengan demikian, akan terdeskripsikan bahwa analisis
induksi dimaksudkan untuk penyederhanaan, memilah-milah (kategorisasi) data,
sehingga dapat ditarik kesimpulan (tentative) yang lebih singkat, padat, dan jelas.
Proses analisis ini, dilakukan setelah diperoleh data-data secara keseluruhan.
c. Analisis Tipologi
Analisis tipologi merupakan kegiatan untuk membandingkan, menarik
implikasi dan membentuk kategorisasi baru setelah analisis induksi.
Perolehan data dari berbagai sumber yang telah dianalisis secara induktif, masih
bersifat terpisahpisah, sehingga belum tergambarkan korelasinya sesuai dengan
fakta dalam fokus penelitian. Singkatnya, analisis tipologi adalah
pengelompokkan baru yang disesuaikan dengan keperluan penelitian.
2. Proses Interpretasi
Proses interpretasi yakni menganalisis, menghubungkan, atau
mengkomunikasikan hasil penelitian secara multidisipliner dengan landasan teori
(konsep) sebagai kerangka acuan (frame of reference) peneliti dan keterkaitannya
76
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung
Keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung adalah
keterampilan siswa tunanetra dalam mengembangkan relasi,interaksi dan
komunikasi dengan teman sebaya, guru serta kepala sekolah.,. Aspek yang
menunjukkan keterampilan sosial siswa tunanetra dalam berainteraksi sosial di
kelas ialah seperti berkomentar, mengajukan pertanyaan, memberikan saran dan
menerima pendapat orang lain. Sedangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di
luar kelas adalah aktivitas bermain di waktu istirahat, aktivitas dalam mengerjakan
tugas-tugas sekolah, dan keterampilan berkomunikasi dengan reader.
2. Kendala yang dihadapi Siswa Tunanetra dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial di SMPN 47 Kota Bandung
Kendala yang dihadapi siswa tunanetra dalam mengembangkan
keterampilan sosial di SMPN 47 Kota Bandung lebih banyak bersumber dari
faktor eksternal.
Hal ini menggambarkan bahwa pada dasarnya secara pribadi, siswa
tunanetra tidak mengalami kendala berarti apabila lingkungan sekolah
memberikan suasana nyaman dan akomodatif. Namun demikian, kendala yang
dihadapi tersebut dapat diatasi oleh siswa tunanetra dengan cara bertanya kepada
77
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menggambarkan kendala siswa tunanetra dalam mengembangkan keterampilan
sosial, adalah aspek aksesibilitas lingkungan sekolah yang belum cukup
memberikan kemudahan dalam mengeksplorasi lingkungan.
3. Persepsi Teman Sebaya terhadap Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung
Persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra di SMPN 47 Kota
Bandung menggambarkan penilaian obyektif terhadap keberadaan siswa tunanetra
dalam mengikuti aktivitas di sekolah. Teman sebaya siswa tunanetra di SMPN 47
Kota Bandung memiliki persepsi positif terhadap kehadiran siswa tunanetra.
Hal ini nampak dalam persepsi teman sebaya, yakni dalam mengikuti
kegiatan sewaktu istirahat, keluwesan dalam bergaul, sikap terbuka dalam
bergaul, dan sikap mau menerima perlakuan teman sebaya.
4. Upaya yang dilakukan Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung
Upaya yang dilakukan Guru Bimbingan dan Konseling dalam membantu
mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung
dibagi ke dalam beberapa aspek.
Pertama, koordinasi dengan guru mata pelajaran, yaitu melakukan
koordinasi dan komunikasi tentang berbagai kendala dan cara yang tepat dalam
memberikan layanan pembelajaran siswa tunanetra.
Kedua, penyiapan program bimbingan konseling yang mendorog
78
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tentang lingkungan sekolah, personil sekolah, program pengembangan diri, dan
kegiatan ekstrakurikuler.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan penelitian sebagaimana dinyatakan dalam Bab
IV, dirumuskan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Guru BK agar mempertimbangkan adanya kendala dalam pengembangan
keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung, khususnya
layanan pembelajaran yang bersifat visual, perlu dirumuskan program kerjasama
kemitraan antara guru Bimbingan dan Konseling dengan guru mata pelajaran
untuk merancang program yang adaptif bagi siswa tunanetra.
2. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah agar memperhatikan aksesibelitas lingkungan sekolah
untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra, di antaranya:
memasang tulisan braille pada lokasi atau ruangan, menyediakan buku-buku
tulisan Braille. Hal ini sangat bermanfaat dalam upaya mempermudah
orientasi-mobilitas siswa tunanetra untuk mengenali lingkungan sekolah, termasuk
berinteraksi, berkomunikasi, bersosialisasi dengan teman sebaya, para guru dan
kepala sekolah.
3. Bagi Guru/Pembina Ekstrakurikuler
Guru/Pembina ekstrakurikuler agar mendorong pengembangan
79
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
merumuskan program ekstrakurikuler yang memungkinkan siswa tunanetra
terlibat aktif dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini sangat positif bagi
80
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Abeson, A. (1995). Prologue Commentary on the ARC’s 1995 Report Card on Inclusion in Education. Arlington, TX: ARC
Allen, K.E., & J.S Schwartz (1996). Exceptional Child: Inclusion in Early Childhood Education. Alabany, NY:Delmar
Baker, E.T.,M.C Wang, & H.J Walberg (1994). The effects on Inclusion on Teaming.Educational Leadership, 52 (4).
Departemen Pendidikan Nasional, (2007). Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif. Jakarta : Direktorat PLB
Departemen Pendidikan Nasional, (2007). Menjadikan Lingkungan Inklusif, Ramah terhadap Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Hardman, L.M. (1991). Human Exceptionality; Society, School, and Family. Boston: Allyn and Bacon
Iskandar. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan
Kuantitatif). Cetakan Kedua. Jakarta: Gaung Persada Prees.
J. David Smith, (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Terjemahan. Bandung: Penerbit Nuansa
Neely, Margery. (1982). Counseling and Guidance Practices with Special Education Students. Los Angles: University of California.
School, T.G. (1991). Foundations of Education for Blind and Visually Handicapped Chlidren and Youth; Theory and Practice. New York: American Foundation for The Blind.
Smith, R & Neisworth, J. (1975). The Exceptional Child: A Functional Approach. New York: Mc.Graw Hill Book Company.
Sunardi, (2002). Pendidikan Inklusif:Pra-Kondisi dan Implikasi Manajerialnya. Makalah pada Temu Ilmiah Pendidikan Luar Biasa Tingkat Nasional. Bandung
81
Agus Rusmana, 2012
Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Di SMPN 47 Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sosial Anak Tunanetra dengan Teman Sebayanya yang Awas di lingkungan Sekitar Rumahnya. www.google.com, blog Didi Tarsidi.