PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA
DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA
TESIS
Tesis ini Telah Disetujui untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Konsentrasi
Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan
Oleh: Naning Marliani
1007035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KIMIA SEKOLAH LANJUTAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
Lembar Pengesahan
Tesis ini Telah Disetujui untuk Memenuhi Sebagaian dari Syarat Memperoleh
Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA
Konsentrasi Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan
Pembimbing I
Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si NIP. 195807121983032002
Pembimbing II
Dr. Ijang Rohman, M.Si NIP. 196310291987031001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pembelajaran Inkuiri
Reflektif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Termokimia dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA” ini beserta seluruh isinya adalah
benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung
risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain
terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 28 Februari 2013 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif yang teruji melalui implementasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode mix methode dengan desain embedded dimana metode kualitatif dan kuantitatif dipergunakan untuk menganalisis data yang ada. Metode kualitatif menghasilkan data kualitatif yang diperoleh selama penelitian berlangsung, sedangkan Metode kuantitatif menggunakan eksperimen semu dengan the one group pretest posttest desain. Implementasi pembelajaran inkuiri reflektif menggunakan subjek sebanyak 38 siswa kelas XI IPA di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk mengetahui keberhasilan implementasi pembelajaran inkuiri reflektif dihitung dengan nilai rata-rata % N-Gain. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri reflektif mampu meningkatkan pemahaman konsep pada sub pokok bahasan sistem dan lingkungan, proses ekoterm dan endoterm serta penentuan perubahan entalpi dengan kalorimeter, dengan % N-Gain berturut-turut adalah 96%, 88% dan 25%. Pembelajaran inkuiri reflektif juga mampu meningkatkan keterampilan berpikir kreatif pada tiga indikator yang diukur yaitu (1) dapat menyelesaikan masalah dari sudut pandang yang berbeda, (2) menghasilkan banyak gagasan, dan (3) dapat memerinci gagasan secara detail. Rata-rata perolehan % N-Gain dari ketiga indikator berturut-turut adalah 51%, 95,5% dan 87,5%.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ………...ii
UCAPAN TERIMA KASIH ……….iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. TujuanPenelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Definisi Operasional ... 11
BAB II INKUIRI REFLEKTIF, PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF, DAN TERMOKIMIA A. Pembelajaran Inkuiri Reflektif ... 13
B. Pemahaman Konsep ... 30
C. Keterampilan Berpikir Kreatif... 34
D. Konsep Termokimia ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 49
B. Alur Peneltian ... 49
C. Subjek Penelitian ... 51
D. Prosedur Penelitian ... 51
E. Instrumen Penelitian ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengembangandan Karakteristik Web ... 75
B. Dampak Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap
Pemahaman Konsep Termokimia... 100
C. Dampak Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap
Keterampilan Berpikir Kreatif ... 114
D. Dampak Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap Pemahaman
Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif ... 120
E. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Inkuiri Reflektif ……...……. 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 125
B. Saran ... 126
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia
mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek
ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Pada awalnya kimia diperoleh
dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan
selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).
Dalam kimia dibahas tentang bagaimana mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,
struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata
pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang
meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat
yang melibatkan keterampilan dan penalaran.
Agar pendidikan kimia lebih terarah, maka Departemen Pendidikan
Nasional melalui Permen Diknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi secara
khusus menuliskan salah tujuan pembelajaran kimia yaitu setelah mempelajari
kimia siswa harus memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah,
melalui percobaan dan eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,
pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan
sehari-hari dan teknologi. Dengan demikian setelah proses pembelajaran kimia,
siswa harus mempunyai berbagai keterampilan berpikir agar dapat menyelesaikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari secara kreatif sesuai dengan kemampuannya
sendiri.
Keterampilan berpikir tersebut dapat dimiliki oleh siswa apabila
menerapkan pembelajaran inkuiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2011)
yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri mampu mengembangkan
kemampuan bepikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Sejalan dengan hal
tersebut Depdiknas (2006) menyatakan proses inkuiri ilmiah bertujuan
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Selama proses
pembelajaran siswa harus mampu menuangkan dan mengembangkan
gagasan-gagasan yang kreatif, tidak hanya terbatas menghafalkan konsep-konsep yang
telah diberikan oleh guru.
Dengan pembelajaran inkuiri menurut Schmidt (Ibrahim, 2007) siswa
belajar berdasarkan penemuan untuk mencari informasi dengan merumuskan
suatu hipotesis, melakukan observasi atau eksperimen dalam mencari jawaban
atau kesimpulan dan memecahkan masalah terhadap pertanyaan dengan
menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Sehingga menurut Bruner
(Dahar, 1996) pembelajaran inkuiri (penemuan) merupakan pembelajaran yang
sesuai dengan hakikat manusia untuk mencari pengetahuan secara aktif. Lebih
terbiasa melakukan eksperimen dan menemukan sendiri konsep yang
dipelajarinya.
Namun kenyataannya, berdasarkan hasil studi pendahuluan di beberapa
sekolah menengah atas di Kabupaten Tasikmalaya, proses pembelajaran yang
dilaksanakan hanya berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir tingkat
rendah, serta mengabaikan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan
berinkuiri dan keterampilan berpikir kreatif. Kenyataan lain menunjukkan bahwa
pembelajaran kimia yang dilaksanakan bersifat teacher centered, dimana sebagian
besar kegiatan pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa hanya sebagai
objek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang bersifat teacher centered
juga terjadi pada pelaksanaan kegiatan eksperimen/ praktikum, pada umumnya
praktikum yang dilakukan sangat tergantung pada peran guru, salah satu contoh
guru mendemonstrasikan pembuatan bahan dan pemilihan alat praktikum. Siswa
hanya membaca lembar kegiatan siswa (LKS) yang sudah dirancang oleh guru
lengkap dengan prosedur praktikum yang harus dilakukan oleh siswa, sehingga
praktikum adalah merupakan proses untuk pembuktian konsep yang telah
dipelajari oleh siswa sebelumnya. Sementara itu dibeberapa sekolah yang lain,
tidak melaksanakan praktikum dengan berbagai alasan, seperti keterbatasan sarana
dan prasarana, serta keterbatasan waktu dalam melaksanakan praktikum, hal ini di
karenakan guru harus menyelesaikan seluruh materi sesuai dengan target kurikum.
Sehingga proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) lebih
Dengan pembelajaran yang dilakukan tersebut, tentunya memiliki dampak
seperti rendahnya kemampuan berpikir siswa karena mereka kurang terlatih untuk
mengasah keterampilan berpikirnya, terutama keterampilan berpikir kreatif. Oleh
karena itu model pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru (teacher
centered) apabila terus dipertahankan akan menghilangkan kreativitas siswa. Hal
tersebut mengakibatkan siswa terhambat dan tidak berdaya menghadapi
masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah-masalah secara kreatif.
Sehingga siswa kurang siap menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Dampak lain adalah rendahnya pemahaman konsep
yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase ketuntasan pembelajaran kimia
khususnya pada konsep termokimia. Berikut ini hasil penilaian terhadap
pemahaman konsep termokimia di beberapa sekolah menengah atas di Kabupaten
Tasikmalaya.
Tabel 1.1.
Nilai Pemahaman Konsep Termokimia di Beberapa SMA di Kabupaten Tasikmalaya (Arsip guru bidang studi kimia 2011)
Konsep termokimia merupakan salah satu konsep yang dapat
analisis konsep, temokimia merupakan konsep yang bersifat abstrak dan
berdasarkan prinsip. Termokimia mempunyai kompleksitas yang sangat tinggi,
sehingga siswa menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit untuk dipahami.
Data di atas menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan pemahaman konsep
termokimia masih sangat rendah. Rendahnya pemahaman konsep ini disebabkan
oleh banyak faktor seperti metode pembelajaran yang kurang sesuai dengan
karakteristik materi termokimia, strategi pembelajaran klasikal yang hanya
berpusat pada guru, dan masih banyak faktor lainnya. Menurut penelitian Liliasari
(1996), rendahnya penguasaan konsep kimia disebabkan oleh pola pikir rasional
yang rendah, pada pembentukan sistem konseptual kimia. Hal ini dikarenakan
guru pada pengajarannya kurang variatif, hanya menggunakan kecenderungan
pada salah satu metode saja, sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar
mengajar, siswa lebih banyak mendengar dan menulis keterangan guru, yang
menyebabkan isi pembelajaran kimia hanya sebagai hafalan. Akibat lebih lanjut
siswa tidak memahami konsep dengan benar, tidak memiliki keberanian untuk
bertanya, yang mengakibatkan semakin sulit memahami konsep yang diberikan
oleh guru.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan pengembangan
pembelajaran sebagai salah satu alternatif untuk menciptakan proses pembelajaran
yang berpusat pada siswa dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kreatifnya, yaitu pembelajaran inkuiri reflektif. Dengan pengembangan
pembelajaran inkuiri reflektif ini siswa dapat menjadi subjek selama proses
belajar yang nyata. Sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator
untuk keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lie (2010), bahwa perlu adanya
perubahan-perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar dan interaksi
antara siswa dan guru. Seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga
mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah botol kosong yang bisa diisi dengan
muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Oleh karena itu
perlu adanya pembelajaran yang mampu membelajarkan siswa untuk menemukan
fakta dan informasi, mengolah dan mengembangkannya agar menjadi sesuatu
yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya. Proses pembelajaran hendaknya
merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman.
Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk
menggunakan haknya dalam membangun dan mengembangkan gagasannya
(Ansari dan Yamin, 2008).
Apabila proses pembelajaran lebih banyak mengaktifkan siswa (student
centered), maka siswa mampu memahami konsep dengan baik dan benar serta
dapat berpikir lebih kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
antara lain, Iriani (2009) membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri laboratorium
berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
dan peningkatan penguasaan konsep. Hasil penelitian Pullaila (2007)
membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing mampu meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif, serta hasil penelitian Ridwan (2006) tentang model
pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan
proses sains dan keterampilan berpikir kritis siswa. Beberapa hasil penelitian di
atas menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri mampu mengaktifkan siswa,
dengan menggunakan proses pembelajaran inkuiri siswa dapat belajar berdasarkan
pengalaman, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan
berpikir siswa.
Proses pembelajaran inkuiri juga mampu mengeksplorasi ide-ide kreatif
siswa. Dengan demikian pembelajaran inkuiri juga mampu meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif. Dengan membiasakan siswa berpikir kreatif, maka
diharapkan mereka juga mampu berkreativitas dan siap menghadapi
masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Berpikir kreatif akan lebih mudah
diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberikan peluang
bagi siswa untuk berpikit terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut atau malu.
Sebagai contoh, situasi belajar yang dibentuk harus memfasilitasi terjadinya
diskusi dan mendorong seseorang untuk mengungkapkan ide atau gagasan.
Menurut National Science Education Standards (NRC, 1996), salah satu
strategi yang dapat digunakan adalah pembelajaran inkuiri. National Science
Education Standards (NRC, 1996) menyatakan bahwa inkuiri merupakan inti dari
Ilmu Pengetahuan Alam dan pembelajaran IPA, serta merupakan strategi utama
dalam proses pembelajaran IPA. Menurut Windschitl (NSTA, 2007), pengalaman
melakukan inkuiri akan memotivasi siswa untuk memperoleh pengetahuan lebih
kemampuan penalaran dan mempraktekkan IPA. Martinello dan Cook (McBride
et al, 2004), menyatakan bahwa inkuiri merupakan proses dimana siswa secara
aktif melakukan penyelidikan terhadap fenomena alam yang terjadi disekitarnya
dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan mencari jawaban sendiri atas
pertanyaan yang mereka ajukan tersebut, lebih lanjut McBride et al (2004)
menuliskan, pengertian inkuiri menurut Pugliese, inkuiri merupakan jalan untuk
mempelajari segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar berdasarkan
permasalahan Ilmu Pengetahuan Alam yang berhubungan dengan kehidupan
nyata, sehingga membentuk pengetahuan IPA yang riil.
Dengan pembelajaran inkuiri siswa tidak harus menghafalkan
konsep-konsep, tetapi siswa harus mampu merefleksikan konsep-konsep yang dimiliki.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rusche dan Jason (2011) bahwa dengan
menggunakan pembelajaran inkuiri merupakan langkah awal untuk melakukan
refleksi. Siswa dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berdasarkan pada
proses yang terjadi di lingkungan sekitar untuk memunculkan ide barunya sendiri
atau untuk mengembangkan suatu analisis dari fenomena yang ada. Siswa juga
dapat menggunakan pertanyaan untuk proses yang lebih dalam yang diperoleh
dari hasil refleksinya. Lebih jauh Rusche dan Jason (2011), menyatakan bahwa
inkuiri dan refleksi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Sedangkan
proses refleksi diri tidak hanya meningkatkan keterampilan berpikir kritis tetapi
membantu siswa membangun pengetahuaan/konsepnya secara mandiri. Oleh
inkuiri reflektif diharapkan siswa mampu meningkatkan pemahaman konsep
termokimia dan keterampilan berpikir kreatif.
Menurut Richards (1990) refleksi atau refleksi kritis merupakan suatu
aktivitas atau proses dimana suatu pengalaman dipanggil ulang, dipertimbangkan
dan dievaluasi, biasanya berhubungan dengan tujuan yang luas. Towndrow et al
(2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pengenalan pembelajaran inkuiri
melalui penulisan jurnal sains secara reflektif dapat memfasilitasi rasa ingin tahu
siswa terhadap sains dan dikaitkan dengan kerja di laboratorium. Penelitian ini
menunjukkan bahwa menuliskan jurnal secara reflektif merupakan suatu alat serta
sumber pembelajaran kreativitas siswa dan dapat meningkatkan pemahaman
konsep mereka. Chin (Towndrow et al, 2008) melaporkan bahwa karakteristik
pembelajaran inkuiri adalah kemampuan menggunakan teknik bertanya sehingga
mereka dapat merefleksikan dalam aktivitasnya. Inkuiri reflektif merupakan suatu
strategi pembelajaran yang sangat berguna. Dewey mengidentifikasi tiga sikap
yang diperlukan dalam pembelajaran inkuiri reflektif yaitu; berpikiran terbuka,
fokus dalam berpikir, dan bertanggung jawab (Lyons, 2010).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah disebutkan diatas menyatakan
bahwa inkuiri reflektif dapat meningkatkan kreativitas siswa dan dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis, sehingga dilakukan penelitian untuk
mengetahui dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif dalam
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan meningkatkan pemahaman
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah “ Bagaimana penerapan pembelajaran inkuiri reflektif untuk
meningkatkan pemahaman konsep pada termokimia dan keterampilan berpikir
kreatif siswa?”
Untuk mempermudah tahapan-tahapan penyelesaian masalah, maka
rumusan masalah tersebut dirinci menjadi beberapa pertanyaan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri reflektif pada materi
termokimia?
2. Bagaimana dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap
pemahaman konsep termokimia pada siswa SMA?
3. Bagaimana dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap
peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
Mendapatkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman
konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif dan yang teruji melalui
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
a. Dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa sehingga dapat belajar
tuntas.
b. Dapat memotivasi siswa agar berperan aktif sebagai subjek dalam proses
pembelajaran sehingga mampu memunculkan ide-ide dan gagasan baru
yang lebih kreatif.
2. Bagi guru
a. Dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu alternatif strategi
pembelajaran, sehingga guru mampu mengembangkan wawasan
berpikirnya untuk meningkatkan kompetensi professional guru dan
meningkatkan mutu pembelajaran kimia.
b. Sebagai salah satu contoh kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan
siswa, sehingga proses pembelajaran kimia menjadi lebih bervariatif dan
menarik agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran kimia.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional
sebagai berikut:
1. Inkuiri Reflektif
Inkuiri reflektif merupakan strategi pembelajaran yang digunakan agar siswa
yang dilakukan siswa selama pembelajaran. Tahapan pembelajaran inkuiri
reflektif adalah (1) melakukan observasi, (2) mengajukan pertanyaan dan
merumuskan hipotesis, (3) melakukan investigasi, (4) melakukan refleksi, (5)
mengkomunikasikan (6) menarik kesimpulan.
2. Pemahaman konsep
Pemahaman konsep identik dengan penguasaan konsep, yaitu sekelompok
perubahan tingkah laku (kemampuan) siswa yang dipengaruhi oleh
kemampuan berpikir yang meliputi jenjang: ingatan (C1), pemahaman (C2),
aplikasi (C3), analisa (C4), evaluasi (C5) dan kreatif (mencipta) (C6).
Pemahaman konsep diuji dengan menggunakan tes tertulis.
3. Keterampilan berpikir kreatif
Keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau
menemukan ide atau hasil asli, estetis dan konstruktif, yang berhubungan
dengan pandangan dan konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif
dan rasional; khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan untuk
memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Indikator
keterampilan berpikir kreatif adalah melihat suatu masalah dari sudut pandang
yang berbeda, mampu memerinci secara detail permasalahan dan menghasilkan
berbagai gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi untuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan mix methode dengan desain
“embedded” di mana metode kualitatif dan kuantitatif dipergunakan untuk
mendapatkan data lengkap. Metode kualitatif menghasilkan data kualitatif yang
diperoleh selama penelitian berlangsung berupa data hasil observasi, angket dan
wawancara, sedangkan metode kuantitatif menggunakan eksperimen semu dengan
the one group pretest posttest desain. Berikut ini desain embedded yang divariasi
dengan metode eksperimen semu.
Gambar 3.1.
Desain Embedded : Model Eksperimen Embedded
(Creswell, 2007)
B. Alur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan,
pelaksanaan penelitian, analisis data hasil temuan, dan laporan hasil. Berikut
T
C.
D.
Gambar 3.2. Tahap Penyelesaian
Tahap Pelaksanaan Tahap Persiapan
Studi Pendahuluan
Analisis Konsep
Penyusunan dan Validasi Instrumen Perumusan Masalah
Pembuatan Rancangan Pembelajaran Inkuiri Reflektif
Pengkajian dan Penentuan Indikator Keterampilan berpikir kreatif dan Pemahaman konsep
Pembelajaran Inkuiri Reflektif Instrumen Hasil Uji Coba dan Revisi
Pre tes
Temuan dan Pembahasan
observasi
Analisis Data
kesimpulan
Alur Penelitian
C. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA dari suatu SMA
Negeri C di Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 38 orang yang terdiri dari 14
orang siswa laki-laki dan 24 orang siswa perempuan, seluruh siswa belum
mempelajari materi termokimia. Sekolah ini mempunyai fasilitas laboratorium
kimia yang cukup memadai sehingga siswa sudah terbiasa melaksanakan
pembelajaran kimia dengan metode praktikum.
D. Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu: persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian.
1. Tahap Persiapan
Tujuan tahap ini adalah untuk menganalisis dan menemukan kendala yang
dihadapi dalam pembelajaran, serta menentukan rancangan pembelajaran yang
sesuai untuk mengatasi kendala yang ada. Adapun tahap-tahap dalam penelitian
ini, yaitu:
1) Studi pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk melihat keadaan di lapangan. Tujuannya
untuk memperoleh gambaran tentang kegiatan pembelajaran kimia di dalam
kelas sehingga dapat diketahui kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa
dilakukan studi mengenai keterampilan berpikir kreatif pada pokok bahasan
termokimia.
Instrumen: Pedoman wawancara
wawancara yang dilakukan bersifat semi struktur. Wawancara pada tahap ini
bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa dan guru mengenai
kendala-kendala yang ada pada pembelajaran materi termokimia
2) Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama pada pokok
bahasan termokimia, dimana pembelajarannya akan menggunakan strategi
pembelajaran inkuiri reflektif. Pada tahap ini konsep-konsep utama disusun
secara sistematis dalam bentuk tabel analisis konsep yang meliputi label
konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut konsep, posisi konsep, contoh
dan non contoh. Tabel analisis lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.
3) Peta Konsep
Pembuatan peta konsep temokimia berdasarkan pada hasil analisis konsep.
Tujuan penyusunan peta konsep ini untuk mengetahui hubungan hierarki
antar konsep yang tercakup dalam materi termokimia, peta konsep secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.
4) Perumusan Indikator
Perumusan indikator pembelajaran bertujuan untuk merumuskan indikator
pemahaman konsep yang relevan dengan materi pokok termokimia serta
penentuan indikator keterampilan berpikir kreatif yang sesuai dengan strategi
reflektif, indikator berpikir kreatif dan pemahaman konsep dapat dilihat pada
lampiran 3.
5) Pembuatan Rancangan Pembelajaran inkuiri reflektif
Tujuan dari kegiatan ini adalah mendesain strategi pembelajaran inkuiri
reflektif yang bisa meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan
berpikir kreatif siswa. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a) Merancang desain strategi pembelajaran inkuiri reflektif.
Desain strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang digunakan merupakan
hasil studi literatur dan mendapat pertimbangan dari ahli. Strategi
pembelajaran inkuiri reflektif yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan hasil modifikasi antara strategi pembelajaran inkuiri menurut
National Science Education Standar (NRC) (Towndrow et al, 2008)
dengan strategi pembelajaran refleksi menurut Richards (1990). Hasil
modifikasi tersebut merupakan strategi pembelajaran inkuiri reflektif
yang terdiri dari enam tahap yaitu (1) melakukan observasi, (2)
mengajukan pertanyaan dan merumuskan hipotesis, (3) melakukan
investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan (6) menarik
kesimpulan. Strategi pembelajaran secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 4.
b)Membuat instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat
yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati
(Sugiyono, 2011). Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini
berpikir kreatif pada materi termokimia. Sedangkan instrumen non tes
yang digunakan untuk menggali informasi pendukung berupa angket,
pedoman wawancara dan lembar observasi.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini bertujuan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran
inkuiri reflektif yang berorientasi pada upaya untuk meningkatkan pemahaman
konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi termokimia.
Desain yang digunakan untuk implementasi pembelajaran inkuiri reflektif
adalah The One-Group Pretest-Postest Design (Frankel & Wallen, 2008). Gambar
desain The One-Group Pretest-Postest dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3.
The One-Group Pretest-Postes Design
Keterangan: O1 = Pretes
O2 = Postes
X = strategi pembelajaran inkuiri reflektif
Pada tahap ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Melaksanakan pretes sebelum dilakukan pembelajaran inkuiri reflektif
Pretes diberikan untuk mengukur kemampuan awal siswa. Pretes berupa soal
essay yang terdapat pada lampiran 12 yang bertujuan untuk mengukur
pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.
2) Melaksanakan pembelajaran inkuiri reflektif
Untuk menggambarkan pembelajaran inkuiri reflektif yang
dikembangkan dalam penelitian ini, pertama-tama guru membagi seluruh
siswa menjadi sembilan kelompok, setiap kelompok beranggotakan empat
atau lima orang. Pembagian kelompok ini dilakukan secara acak. Pembagian
kelompok ini bersifat tetap, selama pelaksanaan pembelajaran inkuiri
reflektif tidak diperkenankan melakukan pergantian kelompok.
Setelah dilakukan pembagian kelompok, maka dilaksanakan
pembelajaran termokimia dengan strategi inkuiri reflektif. Pembelajaran
termokimia dengan strategi inkuiri reflektif dibagi dalam tiga sub pokok
bahasan yaitu sistem dan lingkungan, proses eksoterm dan endoterm, serta
penentuan besarnya perubahan entalpi dengan kalorimeter.
Proses pembelajaran termokimia dengan inkuiri reflektif dilaksanakan
dalam tiga kali tatap muka. Dalam pelaksanaannnnya guru mengacu pada
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan
pembelajaran dengan strategi inkuiri reflektif dapat dilihat pada lampiran 6.
Selama proses pembelajaran siswa diberi lembar kegiatan (LKS) sebagai
panduan selama pembelajaran berlangsung. Lembar kegiatan siswa terdiri
dari tiga kegiatan sesuai dengan sub pokok bahasan yang dipelajari yaitu
sistem dan lingkungan (LKS 1), proses eksoterm dan proses endoterm (LKS
2), serta penentuan entalpi reaksi dengan kalorimeter (LKS 3). Lembar
lampiran 8 untuk LKS 2 dan lampiran 9 untuk LKS 3. Pada tahap
pelaksanaan diperoleh data kualitatif seperti aktivitas siswa selama
pembelajaran berdasarkan lembar observasi kegiatan, angket danwawancara.
Sedangkan data kuantitatif diperoleh di awal pembelajaran berupa hasil
pretes siswa dan di akhir proses pembelajaran yaitu hasil postes siswa.
Pada tahap ini peneliti dibantu oleh tiga orang observer untuk
mengamati kegiatan peneliti dan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Pelaksanaan tahap ini dilakukan pada tanggal 10 September
2012 – 1 Oktober 2012. Jadwal pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1.
Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif pada Konsep Temokimia
Pertemuan
ke Hari/Tanggal Kegiatan
1 Senin,
Data hasil penelitian berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
diperoleh selama penelitian dalam bentuk hasil observasi, angket dan
wawancara dengan siswa. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil
pretes dan postes siswa yang berupa tes tertulis untuk mengetahui
peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.
4) Menganalisis data hasil penelitian dan membahasnya
Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu analisis hasil
uji coba dan analisis hasil implementasi pembelajaran inkuiri reflektif. Dari
hasil uji coba analisis yang dilakukan meliputi analisis validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya pembeda. Sedangkan hasil implementasi
pembelajaran inkuiri reflektif berupa uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
untuk data hasil pretes dan postes, uji homogenitas dari hasil pretes dan
postes, perhitungan gain dan penentuan kriteria N-Gain, serta pengujian
perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan menggunakan t-test.
5) Menyimpulkan hasil penelitian
Kesimpulan hasil penelitian berdasarkan pada hasil analisis data, temuan dan
pembahasan.
6) Menuliskan laporan hasil penelitian dalam draft tesis
Laporan hasil penelitian dikomunikasikan dalam bentuk tulisan yang berupa
tesis.
E. Instrumen Penelitian
Alat ukur tes yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan
keterampilan berpikir kreatif berbentuk tes essay dengan 6 butir soal. Pembuatan
tes tertulis diawali dengan penyusunan analisis hubungan indikator soal dengan
indikator pemahaman konsep serta keterampilan berpikir kreatif. Hasil analisis
kesesuaian indikator soal dengan indikator pemahaman konsep serta indikator
keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada lampiran 10. Selanjutnya
dilakukan pembuatan pedoman penskoran. Kriteria penskoran tes essay yang
digunakan peneliti ditunjukkan pada lampiran 11. Penyusunan kisi-kisi soal tes
tertulis ditunjukkan pada Tabel 3.2 sebagai berikut.
Perubahan entalpi
Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda
C4 6
2. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai
implementasi strategi pembelajaran inkuiri reflektif. Angket ini berupa skala sikap
yang penilaiannya menerapkan skala Likert yang terdiri dari 20 butir soal dengan
10 butir pernyataan positif dan 10 butir pernyataan negatif. Secara terperinci
angket siswa dapat dilihat pada lampiran 16. Kisi-kisi angket ditunjukkan dalam
Untuk penskoran data angket siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4.
Penskoran Data Angket Siswa
Skala Skor untuk Pernyataan Positif (+) Negatif (-)
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang
keunggulan dan kelemahan dari strategi pembelajaran inkuiri reflektif.
Wawancara dilakukan secara terstruktur. Lembar wawancara terdiri dari 10 butir
soal beralasan. Kisi-kisi pedoman wawancara dapat dilihat di lampiran 17.
4. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk menjaring informasi secara langsung
mengenai kegiatan selama proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan dari
awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Format lembar observasi dapat inkuiri reflektif pembelajaran inkuiri
reflektif dengan keterampilan berpikir kreatif
dilihat di lampiran 13 untuk mengobservasi guru dan lampiran 14 untuk
mengobservasi siswa.
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5.
2 Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba. Soal tes
yang diuji cobakan berjumlah 6 butir soal. Uji coba dilakukan pada 31 siswa di
dapat dilihat pada lampiran 19. Adapun secara terperinci uji coba instrumen
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Validitas
Sudjana (2011) mengemukakan bahawa validitas berkenaan dengan
ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai
apa yang seharusnya dinilai. Ada empat jenis validitas yang sering digunakan,
yakni validitas isi, valididtas bangun pengertian, validitas ramalan, dan validitas
kesamaan. Pada penelitian ini, Uji validitas isi menggunakan judgement dengan
pertimbangan ahli dengan tujuan untuk melihat kesesuain standar isi dan indikator
yang ada dalam instrumen sedangkan uji validitas kriteria dihitung dengan
menggunakan bantuan program Anates Versi 4 dan dengan perhitungan statistik
Rumus yang digunakan adalah:
M = rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
t
M = rata-rata skor total
t
S = standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal
q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal
2
= (n-2) dan n adalah jumlah siswa (Sudjana, 2002).
Berdasarkan hasil perhitungan validitas pokok uji diperoleh bahwa semua
soal yang diujikan valid dengan koefisien korelasi yang berbeda-beda. Seperti
yang terlihat pada Tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6.
Menurut Sudjana (2011) reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau
keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun
penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes hasil
belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan
hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang sama. Untuk
Prosedur ini dilakukan dengan menghubungkan setiap butir dalam tes
dengan butir-butir lainnya dalam tes itu sendiri secara keseluruhan. Salah satu
cara yang sering digunakan adalah menggunakan rumus Kuder-Richardson atau
KR 21. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Jika rxx > rtabel maka tes tersebut dikatakan reliabel.
Keterangan :
xx
r = reliabilitas insrumen
k = banyaknya butir soal
2
x
= variasi skor
X= skor rata-rata( mean skor)
Harga rxx yang dihasilkan dikonsultasikan dengan aturan penetapan
reliabilitas sesuai dengan Tabel 3.7 berikut:
Pada penelitian ini uji coba reliabilitas soal dengan Anates Versi 4 diperoleh hasil
koefisien reliabilitas tes keseluruhan soal sebesar 0,88, hal ini menunjukkan setiap
item soal memiliki reliabilitas yang sangat kuat. Berikut ini koefisien korelasi
untuk masing-masing item soal dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8.
Reliabilitas dan Koefisien Korelasi Butir Soal
No Item Pernyataan
Koefisien
Validitas Keterangan
1 0,857 Sangat signifikan
2 0,683 Signifikan
3 0,929 Sangat signifikan
4 0,880 Sangat signifikan
5 0,758 Sangat signifikan
6 0,691 Signifikan
3) Tingkat Kesukaran
Sudjana (2011) menyatakan menganalisis tingkat kesukaran soal artinya
mengkaji soal-soal dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana
yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Asumsi yang disunakan untuk
memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan
reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut.
Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah,
sedang, dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari
pandang guru sebagai pembuat soal.
Lebih jauh Sudjana mengemukakan ada beberapa pertimbangan dalam
menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar.
Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama
untuk ketiga kategori tersebut. Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk
ketiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Artinya, sebagian besar
soal berada dalam kategori sedang, saebagian lagi termasuk ke dalam kategori
mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan antara soal
mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3. Artinya, 30% soal kategori mudah, 40%
soal kategori sedang, dan 30% lagi soal kategori sukar.
Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
N B I
(Sudjana, 2011)
Keterangan:
I = indeks kesulitan untuk setiap butir soal
B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
N = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin
sulit soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah
soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut:
0 – 0,30 = soal kategori sukar,
0,71 – 1,00 = soal kategori mudah.
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap item soal dengan
menggunakan Anates Versi 4 dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9. Tingkat Kesukaran Soal
No soal Tingkat
Kesukaran
1 Sedang
2 Mudah
3 Sedang
4 Sedang
5 Mudah
6 Sukar
4) Daya Pembeda
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk
mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu
(tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya.
Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya
menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah,
hasilnya rendah.
Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan
menggunkan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam analisis
(Sudjana, 2011)
Keterangan:
SR adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah
ST adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi
Untuk menghitung daya pembeda dapat ditempuh dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.
2) Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya
3) Menentukan jumlah sample sebanyak 27% dari jumlah peserta tes untuk
kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa
kurang (peringkat bawah).
4) Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang
menjawab salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun
pada kelompok kurang.
5) Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok
kurang dan kelompok pandai (SR – ST).
6) Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross &
Stanley.
7) Menentukan ada-tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan
kriteria “ memiliki daya pembeda” bila nilai selisih jumlah siswa yang
menjawab salah dalam kelompok kurang dengan kelompok pandai sama atau
lebih besar dari nilai Tabel.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka daya pembeda tiap soal dapat dilihat
pada Tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10. Daya Pembeda Soal
No Soal Daya Pembeda
1 1,72
2 1,41
3 1,73
4 2,25
5 0,99
6 1,85
2. Teknik Pengumpulan Data Selama Penelitian
Setelah penelitian, ada beberapa teknik analisis data yang dilakukan dapat
dilihat pada Gambar 3.4 berikut:
Data Pretes Data Postes
Data Gain Diuji Normalitas
(Kolmogorov-smirnov)
Diuji Homogenitas Penentuan Kategori N-Gain
Uji t test Pengujian Perbedaan
Gambar 3.4.
Teknik Analisis Data Setelah Penelitian
Berikut ini uraian tahap-tahap analisis data setelah penelitian secara
terperinci:
1) Menghitung nilai hasil tes pemahaman konsep, tahapannya adalah:
menghitung skor pretes dan postes dari kelompok eksperimen
menghitung N-Gain dari hasil pretes dan postes.
postes pretes maksimum pretes
skor skor
N Gain
skor skor
(Hake, 1999)
Kriteria peningkatan gain menurut Hake dapat dilihat pada Tabel 3.11
berikut:
Tabel 3.11.
Kriteria Peningkatan Gain
Gain ternormalisasi Kriteria peningkatan
G < 0,3 Peningkatan rendah
0,3 ≤ G ≤ 0,7 Peningkatan sedang
G > 0,7 Peningkatan tinggi
Menilai tingkat pemahaman konsep siswa berdasarkan kriteria berikut ini:
Tabel 3.12.
Kriteria Pemahaman Konsep Siswa
Nilai (%) Kriteria Kemampuan
81-100 Sangat baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang
0-20 Sangat kurang
2) Uji normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis.
Uji statistik yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini
menggunakan kecocokan kumulatif sample X dengan distribusi probabilitas
normal. Distribusi probabilitas pada variabel tertentu dikumulasikan dan
dibandingkan dengan kumulasi sampel, sedangkan rumusan hipotesisnya sebagai
berikut :
H0: Distribusi probabilitas X adalah distribusi probabilitas normal
H1: Distribusi probabilitas X bukan distribusi probabilitas normal
Perbandingan kumulasi tampak pada harga mutlak dari a1 atau a2 yang
terbesar dengan Tabel Kolmogorov-Smirnov. Harga a1 dan a2 adalah harga
mutlak. Untuk menentukan H0 diterima atau ditolak berdasarkan perbandingan
Tabel nilai kritis khusus untuk pengujian hipotesis Kolmogorov-Smirnov
(Susetyo, 2010). Perhitungan uji normalitas pretes dapat dilihat pada lampiran 24,
3) Uji homogenitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan
kontrol mempunyai tingkat varians yang sama atau tidak, sehingga dapat
digunakan untuk menentukan uji hipotesis yang digunakan.
terkecil ian
terbesar ian
F
var var
(Sudjana,2002)
Dengan kriteria jika harga F hitung < F tabel maka kedua kelompok mempunyai
varians yang sama atau tingkat homogenitas sama. Hasil pengujian homogenitas
dapat dilihat pada lampiran 27.
4) Uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan
Uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan untuk skor pretes dan
postes bertujuan untuk mengetahui apakah ada perubahan pemahaman konsep
termokimia dan keterampilan berpikir kreatif yang terjadi sebelum dan sesudah
implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada siswa. Hipotesis yang diajukan
adalah :
a) H0, µ1 = µ2; tidak ada pengaruh implementasi pembelajaran inkuiri reflektif
pada pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.
b) H1,1 2; ada pengaruh implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada
pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.
Pengajuan hipotesis
t hitung =
S
D Ddengan
S
D=n SD
dk = n1 + n2 -2
S
D= simpangan baku rata-rata D (Susetyo, 2010)Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut :
a) H0 diterima jika –t(1-1/2α)<thitung< t1-1/2α). Hal ini berarti tidak ada pengaruh
implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pemahaman konsep
temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.
b) H0 ditolak jika selain –t(1-1/2α)<thitung< t1-1/2α). Hal ini berarti ada pengaruh
implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pemahaman konsep
temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.
Hasil perhitungan uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan dapat dilihat
pada lampiran 26.
Mengolah data kualitatif
Analisis data kualitatif yang dilakukan adalah analisis data hasil observasi,
wawancara dan angket. Data hasil observasi diperoleh ketika siswa mengikuti
pembelajaran, yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk tulisan. Data kualitatif
tanggapan siswa diolah berdasarkan tes Skala Likert. Setelah skoring kemudian
data diubah dalam bentuk persentasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Persentase yang diperoleh kemudian ditafsirkan dalam bentuk kalimat
seperti yang terdapat pada Tabel 3.13 berikut ini.
Tabel 3.13.
Tafsiran Persentase Data Kualitatif
Persentase (%) Kategori
80-100 Baik sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
0-39 Kurang sekali
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat
dibuat beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia
mampu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran inkuiri reflektif yang terdiri dari enam tahap yaitu (1)
melakukan observasi, (2) merumuskan hipotesis, (3) melakukan
investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan dan (6)
menyimpulkan.
2. Dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pokok bahasan
termokimia secara keseluruhan mampu meningkatkan pemahaman konsep
termokimia siswa dengan kategori N-Gain tinggi dan sedang. Pemahaman
konsep siswa tentang materi termokimia pada masing-masing sub pokok
bahasan yaitu sistem dan lingkungan dapat dikategorikan tinggi, pada sub
pokok proses eksoterm dan endoterm juga dapat dikategorikan tinggi,
sedangkan pada sub pokok bahasan penentuan perubahan entalpi dengan
kalorimeter dikategorikan rendah.
3. Pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia mampu
meningkatkan 3 indikator berpikir kreatif yaitu (1) dapat menyelesaikan
gagasan, dan (3) dapat memerinci gagasan secara detail. Secara
keseluruhan dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap
ketiga indikator berpikir kreatif dapat dikategorikan tinggi. Sedangkan
perolehan rata-rata kategori N-Gain dari ketiga indikator dapat
dikategorikan sedang dan tinggi, sehingga dapat disimpulkan
pembelajaran inkuiri reflektif dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kreatif dengan baik.
B. Saran
Berdasarkan temuan di lapangan dan kesimpulan yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai
berikut:
1. Proses pembelajaran kimia dengan strategi pembelajaran inkuiri reflektif
harus terus dikembangkan karena dengan mengimplementasikan
pembelajaran inkuiri reflektif mampu meningkatkan pemahaman konsep
dan keterampilan berpikir siswa.
2. Guru kimia lebih sering menerapkan pembelajaran inkuiri reflektif karena
siswa umumnya tidak dapat memperoleh pengalaman belajar secara nyata
jika hanya dijelaskan secara verbal.
3. Implementasi langkah-langkah pembelajaran inkuiri reflektif belum
maksimal terhadap pemahaman konsep siswa terutama pada materi kimia
yang berbasis operasi matematik sehingga diperlukan penyempurnaan dan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dan mengarahkan siswa untuk
berlatih secara mandiri.
4. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, implementasi pembelajaran
inkuiri reflektif dapat dilaksanakan secara optimal pada siswa yang telah
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. dan Kratwohl, D.R. (Eds). (2001). Abridged Education a
Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing (A Revision of Bloom’s
Taxonomy of Educational Objective). New York: longman, Inc.
Ansari, I.B dan Yamin,M. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
Arends R.I. (2008). Learning to Teach edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brady, J.E. (2003). Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid Satu. Tangerang: Bina Rupa Aksara.
Chang. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga.
Creswell, J.W and Clark, P.V. (2007). Designing and Conducting Mixed Methods
Research. London: Sage Publication.
Costa,A. (1988). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thingking. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Dahar R.W.,(1996). Teori- teori Belajar. Bandung: Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permen Diknas No. 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.
Getliffe K.A. (1996). An Examanition of The Use of Reflective Practice within the Contect of Clinical Supervision. Dalam Journal of Advance Nursing. Vol 27. 4 halaman.
Guthrie, L. (2010). Reflective Pedagogy: Making Meaning in Experiential Based Online Courses. Florida State University Holly McCracken, University of Illinois at Springfiel . Dalam The Journal of Educators Online, Vol 7 (2). 21 halaman.
Hake,R,R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University.
Hake, R. (1999). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A six-thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Dalam Journal American Association of Physics Teacher. Vol 66 (1). 10 halaman.
Hamruni. (2011). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Hofstein, Avi and Lunetta. Vincent N. (1982). The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research. Dalam Review of Educational
Research. Vol 52 (2). 7 halaman.
Iriani. (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi
Informasi pada Konsep Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMU, Tesis UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Ibrahim,M. (2007). Pembelajaran Inkuiri (online). Tersedia :
http://org/index.php?option=com_frontpage&itemid=28 [14februari 2012]
Jauhar,M. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis (CTL).
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Kim et al. (2010). Application of Critical Reflective Inquiry in Nursing Education. Dalam Handbook of Reflection and Reflective Inquiry:
Mapping a Way of 159 Knowing for Professional Reflective Inquiry,
Springer Science-Business Media, LLC.
Lie, Anita. (2010). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Liliasari. (1996). Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan
Kimia oleh Siswa SMA . Disertasi IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Loo dan Thorpe. (2002). Using Reflective Learning Journal to Improve Individual and Team Performance. Dalam An internatioanal Journal. Vol 8 (5). 6 halaman.
Tersedia:
http://www.emeraldinsight.com/researchregisters [12 oktober 2012]
Matlin, W.M. (2003). Cognition Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons. Inc.
McBride, J.W. et al. (2004). Using an inquiry approach to teach science to secondary school science teachers. IOP Publishing LTD.Dalam Physics
Education [Online], Vol 39 (5), 6 halaman.
Tersedia:
www.iop.org/journals/physed [14 september 2012]
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Grains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in
Diagnostice Pretest Scores. Dalam American Journal Physics,Vol 70 (12), 27 halaman.
National Research Council. (1996). The National Science Education Standards. Washington, D.C.: National Academy Press.
National Science Teacher Assosiation. (2007). Science as Inquiry in the
Secondary Setting. Arlington Virginia: NSTA Press.
Puskur. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Pullaila, A. (2007) Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Richards. C.J. (1990). Towords Reflective Teaching The Teacher Trainer. Back articles. Dalam Teacher trainer. 5 halaman.
Tersedia:
Ridwan Iwan. (2006). Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis siswa SMA pada topic Hukum-Hukum Dasar Kimia. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Roestiyah, N.K. (2008). Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ross. L.W. (1985). The Evolution of the Relationship Between Reflective Inquiry
and Social Studies Education: Implication for the Future. Chicago: Ohio
State University.
Rusche, S.N and Jason K. (2011). “You have to absorb Yourself in it”: Using Inquiry and Reflection to Promote Student Learning and Self Knowladge. Dalam Amerian Sociology Asociation. Vol 39 (4).
Tersedia:
http://ts.sagepub.com [25 April 2012]
Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Bandung: Mulia Mandiri Pers.
Rutherford, F. James and Ahlgen, Andrew. (1990). Science for All Americans, USA. Oxford University Press.
Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan edisi kedua. Jakarta: Prenada Media Group.
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.
Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Suparno paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &
Torrance, E.P. (1990) Thingking Creatively with Words Manual. Bensevile IL: Scholastic Testing Service, Inc.
Tapilouw, S. Fransiska. (1997). Kreativitas Berpikir Anak Usia Sekolah Dasar
dalam Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi Doktor pada FPS
IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Towndrow, P.A. et al. ( 2008). Promoting Inquiry Through Science Reflective Journal Writing. Dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science &
Technologi Education.Vol 4(3). 5 halaman.
Tersedia: