• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA

DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA

TESIS

Tesis ini Telah Disetujui untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Konsentrasi

Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

Oleh: Naning Marliani

1007035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KIMIA SEKOLAH LANJUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

Lembar Pengesahan

Tesis ini Telah Disetujui untuk Memenuhi Sebagaian dari Syarat Memperoleh

Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA

Konsentrasi Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si NIP. 195807121983032002

Pembimbing II

Dr. Ijang Rohman, M.Si NIP. 196310291987031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pembelajaran Inkuiri

Reflektif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Termokimia dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA” ini beserta seluruh isinya adalah

benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung

risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain

terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 28 Februari 2013 Yang membuat pernyataan,

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif yang teruji melalui implementasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode mix methode dengan desain embedded dimana metode kualitatif dan kuantitatif dipergunakan untuk menganalisis data yang ada. Metode kualitatif menghasilkan data kualitatif yang diperoleh selama penelitian berlangsung, sedangkan Metode kuantitatif menggunakan eksperimen semu dengan the one group pretest posttest desain. Implementasi pembelajaran inkuiri reflektif menggunakan subjek sebanyak 38 siswa kelas XI IPA di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk mengetahui keberhasilan implementasi pembelajaran inkuiri reflektif dihitung dengan nilai rata-rata % N-Gain. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri reflektif mampu meningkatkan pemahaman konsep pada sub pokok bahasan sistem dan lingkungan, proses ekoterm dan endoterm serta penentuan perubahan entalpi dengan kalorimeter, dengan % N-Gain berturut-turut adalah 96%, 88% dan 25%. Pembelajaran inkuiri reflektif juga mampu meningkatkan keterampilan berpikir kreatif pada tiga indikator yang diukur yaitu (1) dapat menyelesaikan masalah dari sudut pandang yang berbeda, (2) menghasilkan banyak gagasan, dan (3) dapat memerinci gagasan secara detail. Rata-rata perolehan % N-Gain dari ketiga indikator berturut-turut adalah 51%, 95,5% dan 87,5%.

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ………...ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. TujuanPenelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 11

BAB II INKUIRI REFLEKTIF, PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF, DAN TERMOKIMIA A. Pembelajaran Inkuiri Reflektif ... 13

B. Pemahaman Konsep ... 30

C. Keterampilan Berpikir Kreatif... 34

D. Konsep Termokimia ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 49

B. Alur Peneltian ... 49

C. Subjek Penelitian ... 51

D. Prosedur Penelitian ... 51

E. Instrumen Penelitian ... 57

(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangandan Karakteristik Web ... 75

B. Dampak Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap

Pemahaman Konsep Termokimia... 100

C. Dampak Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap

Keterampilan Berpikir Kreatif ... 114

D. Dampak Pembelajaran Inkuiri Reflektif terhadap Pemahaman

Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif ... 120

E. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Inkuiri Reflektif ……...……. 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 126

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek

ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Pada awalnya kimia diperoleh

dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan

selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).

Dalam kimia dibahas tentang bagaimana mencari jawaban atas pertanyaan apa,

mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,

struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata

pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang

meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat

yang melibatkan keterampilan dan penalaran.

Agar pendidikan kimia lebih terarah, maka Departemen Pendidikan

Nasional melalui Permen Diknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi secara

khusus menuliskan salah tujuan pembelajaran kimia yaitu setelah mempelajari

kimia siswa harus memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah,

melalui percobaan dan eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis

dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,

pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan

(8)

sehari-hari dan teknologi. Dengan demikian setelah proses pembelajaran kimia,

siswa harus mempunyai berbagai keterampilan berpikir agar dapat menyelesaikan

masalah dalam kehidupan sehari-hari secara kreatif sesuai dengan kemampuannya

sendiri.

Keterampilan berpikir tersebut dapat dimiliki oleh siswa apabila

menerapkan pembelajaran inkuiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2011)

yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri mampu mengembangkan

kemampuan bepikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan

kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Sejalan dengan hal

tersebut Depdiknas (2006) menyatakan proses inkuiri ilmiah bertujuan

menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta

berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Selama proses

pembelajaran siswa harus mampu menuangkan dan mengembangkan

gagasan-gagasan yang kreatif, tidak hanya terbatas menghafalkan konsep-konsep yang

telah diberikan oleh guru.

Dengan pembelajaran inkuiri menurut Schmidt (Ibrahim, 2007) siswa

belajar berdasarkan penemuan untuk mencari informasi dengan merumuskan

suatu hipotesis, melakukan observasi atau eksperimen dalam mencari jawaban

atau kesimpulan dan memecahkan masalah terhadap pertanyaan dengan

menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Sehingga menurut Bruner

(Dahar, 1996) pembelajaran inkuiri (penemuan) merupakan pembelajaran yang

sesuai dengan hakikat manusia untuk mencari pengetahuan secara aktif. Lebih

(9)

terbiasa melakukan eksperimen dan menemukan sendiri konsep yang

dipelajarinya.

Namun kenyataannya, berdasarkan hasil studi pendahuluan di beberapa

sekolah menengah atas di Kabupaten Tasikmalaya, proses pembelajaran yang

dilaksanakan hanya berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir tingkat

rendah, serta mengabaikan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan

berinkuiri dan keterampilan berpikir kreatif. Kenyataan lain menunjukkan bahwa

pembelajaran kimia yang dilaksanakan bersifat teacher centered, dimana sebagian

besar kegiatan pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa hanya sebagai

objek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang bersifat teacher centered

juga terjadi pada pelaksanaan kegiatan eksperimen/ praktikum, pada umumnya

praktikum yang dilakukan sangat tergantung pada peran guru, salah satu contoh

guru mendemonstrasikan pembuatan bahan dan pemilihan alat praktikum. Siswa

hanya membaca lembar kegiatan siswa (LKS) yang sudah dirancang oleh guru

lengkap dengan prosedur praktikum yang harus dilakukan oleh siswa, sehingga

praktikum adalah merupakan proses untuk pembuktian konsep yang telah

dipelajari oleh siswa sebelumnya. Sementara itu dibeberapa sekolah yang lain,

tidak melaksanakan praktikum dengan berbagai alasan, seperti keterbatasan sarana

dan prasarana, serta keterbatasan waktu dalam melaksanakan praktikum, hal ini di

karenakan guru harus menyelesaikan seluruh materi sesuai dengan target kurikum.

Sehingga proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) lebih

(10)

Dengan pembelajaran yang dilakukan tersebut, tentunya memiliki dampak

seperti rendahnya kemampuan berpikir siswa karena mereka kurang terlatih untuk

mengasah keterampilan berpikirnya, terutama keterampilan berpikir kreatif. Oleh

karena itu model pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru (teacher

centered) apabila terus dipertahankan akan menghilangkan kreativitas siswa. Hal

tersebut mengakibatkan siswa terhambat dan tidak berdaya menghadapi

masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah-masalah secara kreatif.

Sehingga siswa kurang siap menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari. Dampak lain adalah rendahnya pemahaman konsep

yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase ketuntasan pembelajaran kimia

khususnya pada konsep termokimia. Berikut ini hasil penilaian terhadap

pemahaman konsep termokimia di beberapa sekolah menengah atas di Kabupaten

Tasikmalaya.

Tabel 1.1.

Nilai Pemahaman Konsep Termokimia di Beberapa SMA di Kabupaten Tasikmalaya (Arsip guru bidang studi kimia 2011)

Konsep termokimia merupakan salah satu konsep yang dapat

(11)

analisis konsep, temokimia merupakan konsep yang bersifat abstrak dan

berdasarkan prinsip. Termokimia mempunyai kompleksitas yang sangat tinggi,

sehingga siswa menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit untuk dipahami.

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan pemahaman konsep

termokimia masih sangat rendah. Rendahnya pemahaman konsep ini disebabkan

oleh banyak faktor seperti metode pembelajaran yang kurang sesuai dengan

karakteristik materi termokimia, strategi pembelajaran klasikal yang hanya

berpusat pada guru, dan masih banyak faktor lainnya. Menurut penelitian Liliasari

(1996), rendahnya penguasaan konsep kimia disebabkan oleh pola pikir rasional

yang rendah, pada pembentukan sistem konseptual kimia. Hal ini dikarenakan

guru pada pengajarannya kurang variatif, hanya menggunakan kecenderungan

pada salah satu metode saja, sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar

mengajar, siswa lebih banyak mendengar dan menulis keterangan guru, yang

menyebabkan isi pembelajaran kimia hanya sebagai hafalan. Akibat lebih lanjut

siswa tidak memahami konsep dengan benar, tidak memiliki keberanian untuk

bertanya, yang mengakibatkan semakin sulit memahami konsep yang diberikan

oleh guru.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan pengembangan

pembelajaran sebagai salah satu alternatif untuk menciptakan proses pembelajaran

yang berpusat pada siswa dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir

kreatifnya, yaitu pembelajaran inkuiri reflektif. Dengan pengembangan

pembelajaran inkuiri reflektif ini siswa dapat menjadi subjek selama proses

(12)

belajar yang nyata. Sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator

untuk keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lie (2010), bahwa perlu adanya

perubahan-perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar dan interaksi

antara siswa dan guru. Seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga

mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah botol kosong yang bisa diisi dengan

muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Oleh karena itu

perlu adanya pembelajaran yang mampu membelajarkan siswa untuk menemukan

fakta dan informasi, mengolah dan mengembangkannya agar menjadi sesuatu

yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya. Proses pembelajaran hendaknya

merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman.

Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk

menggunakan haknya dalam membangun dan mengembangkan gagasannya

(Ansari dan Yamin, 2008).

Apabila proses pembelajaran lebih banyak mengaktifkan siswa (student

centered), maka siswa mampu memahami konsep dengan baik dan benar serta

dapat berpikir lebih kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

antara lain, Iriani (2009) membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri laboratorium

berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif

dan peningkatan penguasaan konsep. Hasil penelitian Pullaila (2007)

membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing mampu meningkatkan

(13)

keterampilan berpikir kreatif, serta hasil penelitian Ridwan (2006) tentang model

pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan

proses sains dan keterampilan berpikir kritis siswa. Beberapa hasil penelitian di

atas menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri mampu mengaktifkan siswa,

dengan menggunakan proses pembelajaran inkuiri siswa dapat belajar berdasarkan

pengalaman, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan

berpikir siswa.

Proses pembelajaran inkuiri juga mampu mengeksplorasi ide-ide kreatif

siswa. Dengan demikian pembelajaran inkuiri juga mampu meningkatkan

keterampilan berpikir kreatif. Dengan membiasakan siswa berpikir kreatif, maka

diharapkan mereka juga mampu berkreativitas dan siap menghadapi

masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Berpikir kreatif akan lebih mudah

diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberikan peluang

bagi siswa untuk berpikit terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut atau malu.

Sebagai contoh, situasi belajar yang dibentuk harus memfasilitasi terjadinya

diskusi dan mendorong seseorang untuk mengungkapkan ide atau gagasan.

Menurut National Science Education Standards (NRC, 1996), salah satu

strategi yang dapat digunakan adalah pembelajaran inkuiri. National Science

Education Standards (NRC, 1996) menyatakan bahwa inkuiri merupakan inti dari

Ilmu Pengetahuan Alam dan pembelajaran IPA, serta merupakan strategi utama

dalam proses pembelajaran IPA. Menurut Windschitl (NSTA, 2007), pengalaman

melakukan inkuiri akan memotivasi siswa untuk memperoleh pengetahuan lebih

(14)

kemampuan penalaran dan mempraktekkan IPA. Martinello dan Cook (McBride

et al, 2004), menyatakan bahwa inkuiri merupakan proses dimana siswa secara

aktif melakukan penyelidikan terhadap fenomena alam yang terjadi disekitarnya

dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan mencari jawaban sendiri atas

pertanyaan yang mereka ajukan tersebut, lebih lanjut McBride et al (2004)

menuliskan, pengertian inkuiri menurut Pugliese, inkuiri merupakan jalan untuk

mempelajari segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar berdasarkan

permasalahan Ilmu Pengetahuan Alam yang berhubungan dengan kehidupan

nyata, sehingga membentuk pengetahuan IPA yang riil.

Dengan pembelajaran inkuiri siswa tidak harus menghafalkan

konsep-konsep, tetapi siswa harus mampu merefleksikan konsep-konsep yang dimiliki.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rusche dan Jason (2011) bahwa dengan

menggunakan pembelajaran inkuiri merupakan langkah awal untuk melakukan

refleksi. Siswa dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berdasarkan pada

proses yang terjadi di lingkungan sekitar untuk memunculkan ide barunya sendiri

atau untuk mengembangkan suatu analisis dari fenomena yang ada. Siswa juga

dapat menggunakan pertanyaan untuk proses yang lebih dalam yang diperoleh

dari hasil refleksinya. Lebih jauh Rusche dan Jason (2011), menyatakan bahwa

inkuiri dan refleksi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Sedangkan

proses refleksi diri tidak hanya meningkatkan keterampilan berpikir kritis tetapi

membantu siswa membangun pengetahuaan/konsepnya secara mandiri. Oleh

(15)

inkuiri reflektif diharapkan siswa mampu meningkatkan pemahaman konsep

termokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

Menurut Richards (1990) refleksi atau refleksi kritis merupakan suatu

aktivitas atau proses dimana suatu pengalaman dipanggil ulang, dipertimbangkan

dan dievaluasi, biasanya berhubungan dengan tujuan yang luas. Towndrow et al

(2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pengenalan pembelajaran inkuiri

melalui penulisan jurnal sains secara reflektif dapat memfasilitasi rasa ingin tahu

siswa terhadap sains dan dikaitkan dengan kerja di laboratorium. Penelitian ini

menunjukkan bahwa menuliskan jurnal secara reflektif merupakan suatu alat serta

sumber pembelajaran kreativitas siswa dan dapat meningkatkan pemahaman

konsep mereka. Chin (Towndrow et al, 2008) melaporkan bahwa karakteristik

pembelajaran inkuiri adalah kemampuan menggunakan teknik bertanya sehingga

mereka dapat merefleksikan dalam aktivitasnya. Inkuiri reflektif merupakan suatu

strategi pembelajaran yang sangat berguna. Dewey mengidentifikasi tiga sikap

yang diperlukan dalam pembelajaran inkuiri reflektif yaitu; berpikiran terbuka,

fokus dalam berpikir, dan bertanggung jawab (Lyons, 2010).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah disebutkan diatas menyatakan

bahwa inkuiri reflektif dapat meningkatkan kreativitas siswa dan dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis, sehingga dilakukan penelitian untuk

mengetahui dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif dalam

meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan meningkatkan pemahaman

(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah “ Bagaimana penerapan pembelajaran inkuiri reflektif untuk

meningkatkan pemahaman konsep pada termokimia dan keterampilan berpikir

kreatif siswa?”

Untuk mempermudah tahapan-tahapan penyelesaian masalah, maka

rumusan masalah tersebut dirinci menjadi beberapa pertanyaan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri reflektif pada materi

termokimia?

2. Bagaimana dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap

pemahaman konsep termokimia pada siswa SMA?

3. Bagaimana dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap

peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

Mendapatkan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman

konsep termokimia dan keterampilan berpikir kreatif dan yang teruji melalui

(17)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

a. Dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa sehingga dapat belajar

tuntas.

b. Dapat memotivasi siswa agar berperan aktif sebagai subjek dalam proses

pembelajaran sehingga mampu memunculkan ide-ide dan gagasan baru

yang lebih kreatif.

2. Bagi guru

a. Dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu alternatif strategi

pembelajaran, sehingga guru mampu mengembangkan wawasan

berpikirnya untuk meningkatkan kompetensi professional guru dan

meningkatkan mutu pembelajaran kimia.

b. Sebagai salah satu contoh kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan

siswa, sehingga proses pembelajaran kimia menjadi lebih bervariatif dan

menarik agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran kimia.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah

yang terdapat dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional

sebagai berikut:

1. Inkuiri Reflektif

Inkuiri reflektif merupakan strategi pembelajaran yang digunakan agar siswa

(18)

yang dilakukan siswa selama pembelajaran. Tahapan pembelajaran inkuiri

reflektif adalah (1) melakukan observasi, (2) mengajukan pertanyaan dan

merumuskan hipotesis, (3) melakukan investigasi, (4) melakukan refleksi, (5)

mengkomunikasikan (6) menarik kesimpulan.

2. Pemahaman konsep

Pemahaman konsep identik dengan penguasaan konsep, yaitu sekelompok

perubahan tingkah laku (kemampuan) siswa yang dipengaruhi oleh

kemampuan berpikir yang meliputi jenjang: ingatan (C1), pemahaman (C2),

aplikasi (C3), analisa (C4), evaluasi (C5) dan kreatif (mencipta) (C6).

Pemahaman konsep diuji dengan menggunakan tes tertulis.

3. Keterampilan berpikir kreatif

Keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau

menemukan ide atau hasil asli, estetis dan konstruktif, yang berhubungan

dengan pandangan dan konsep serta menekankan pada aspek berpikir intuitif

dan rasional; khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan untuk

memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Indikator

keterampilan berpikir kreatif adalah melihat suatu masalah dari sudut pandang

yang berbeda, mampu memerinci secara detail permasalahan dan menghasilkan

berbagai gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi untuk

(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan mix methode dengan desain

embedded” di mana metode kualitatif dan kuantitatif dipergunakan untuk

mendapatkan data lengkap. Metode kualitatif menghasilkan data kualitatif yang

diperoleh selama penelitian berlangsung berupa data hasil observasi, angket dan

wawancara, sedangkan metode kuantitatif menggunakan eksperimen semu dengan

the one group pretest posttest desain. Berikut ini desain embedded yang divariasi

dengan metode eksperimen semu.

Gambar 3.1.

Desain Embedded : Model Eksperimen Embedded

(Creswell, 2007)

B. Alur Penelitian

Adapun prosedur penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan,

pelaksanaan penelitian, analisis data hasil temuan, dan laporan hasil. Berikut

(20)

T

C.

D.

Gambar 3.2. Tahap Penyelesaian

Tahap Pelaksanaan Tahap Persiapan

Studi Pendahuluan

Analisis Konsep

Penyusunan dan Validasi Instrumen Perumusan Masalah

Pembuatan Rancangan Pembelajaran Inkuiri Reflektif

Pengkajian dan Penentuan Indikator Keterampilan berpikir kreatif dan Pemahaman konsep

Pembelajaran Inkuiri Reflektif Instrumen Hasil Uji Coba dan Revisi

Pre tes

Temuan dan Pembahasan

observasi

Analisis Data

kesimpulan

(21)

Alur Penelitian

C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA dari suatu SMA

Negeri C di Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 38 orang yang terdiri dari 14

orang siswa laki-laki dan 24 orang siswa perempuan, seluruh siswa belum

mempelajari materi termokimia. Sekolah ini mempunyai fasilitas laboratorium

kimia yang cukup memadai sehingga siswa sudah terbiasa melaksanakan

pembelajaran kimia dengan metode praktikum.

D. Prosedur Penelitian

Secara garis besar penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu: persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

Tujuan tahap ini adalah untuk menganalisis dan menemukan kendala yang

dihadapi dalam pembelajaran, serta menentukan rancangan pembelajaran yang

sesuai untuk mengatasi kendala yang ada. Adapun tahap-tahap dalam penelitian

ini, yaitu:

1) Studi pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk melihat keadaan di lapangan. Tujuannya

untuk memperoleh gambaran tentang kegiatan pembelajaran kimia di dalam

kelas sehingga dapat diketahui kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa

(22)

dilakukan studi mengenai keterampilan berpikir kreatif pada pokok bahasan

termokimia.

Instrumen: Pedoman wawancara

wawancara yang dilakukan bersifat semi struktur. Wawancara pada tahap ini

bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa dan guru mengenai

kendala-kendala yang ada pada pembelajaran materi termokimia

2) Analisis Konsep

Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama pada pokok

bahasan termokimia, dimana pembelajarannya akan menggunakan strategi

pembelajaran inkuiri reflektif. Pada tahap ini konsep-konsep utama disusun

secara sistematis dalam bentuk tabel analisis konsep yang meliputi label

konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut konsep, posisi konsep, contoh

dan non contoh. Tabel analisis lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.

3) Peta Konsep

Pembuatan peta konsep temokimia berdasarkan pada hasil analisis konsep.

Tujuan penyusunan peta konsep ini untuk mengetahui hubungan hierarki

antar konsep yang tercakup dalam materi termokimia, peta konsep secara

lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.

4) Perumusan Indikator

Perumusan indikator pembelajaran bertujuan untuk merumuskan indikator

pemahaman konsep yang relevan dengan materi pokok termokimia serta

penentuan indikator keterampilan berpikir kreatif yang sesuai dengan strategi

(23)

reflektif, indikator berpikir kreatif dan pemahaman konsep dapat dilihat pada

lampiran 3.

5) Pembuatan Rancangan Pembelajaran inkuiri reflektif

Tujuan dari kegiatan ini adalah mendesain strategi pembelajaran inkuiri

reflektif yang bisa meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan

berpikir kreatif siswa. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a) Merancang desain strategi pembelajaran inkuiri reflektif.

Desain strategi pembelajaran inkuiri reflektif yang digunakan merupakan

hasil studi literatur dan mendapat pertimbangan dari ahli. Strategi

pembelajaran inkuiri reflektif yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan hasil modifikasi antara strategi pembelajaran inkuiri menurut

National Science Education Standar (NRC) (Towndrow et al, 2008)

dengan strategi pembelajaran refleksi menurut Richards (1990). Hasil

modifikasi tersebut merupakan strategi pembelajaran inkuiri reflektif

yang terdiri dari enam tahap yaitu (1) melakukan observasi, (2)

mengajukan pertanyaan dan merumuskan hipotesis, (3) melakukan

investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan (6) menarik

kesimpulan. Strategi pembelajaran secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran 4.

b)Membuat instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat

yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati

(Sugiyono, 2011). Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini

(24)

berpikir kreatif pada materi termokimia. Sedangkan instrumen non tes

yang digunakan untuk menggali informasi pendukung berupa angket,

pedoman wawancara dan lembar observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini bertujuan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran

inkuiri reflektif yang berorientasi pada upaya untuk meningkatkan pemahaman

konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi termokimia.

Desain yang digunakan untuk implementasi pembelajaran inkuiri reflektif

adalah The One-Group Pretest-Postest Design (Frankel & Wallen, 2008). Gambar

desain The One-Group Pretest-Postest dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3.

The One-Group Pretest-Postes Design

Keterangan: O1 = Pretes

O2 = Postes

X = strategi pembelajaran inkuiri reflektif

Pada tahap ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Melaksanakan pretes sebelum dilakukan pembelajaran inkuiri reflektif

Pretes diberikan untuk mengukur kemampuan awal siswa. Pretes berupa soal

essay yang terdapat pada lampiran 12 yang bertujuan untuk mengukur

pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.

(25)

2) Melaksanakan pembelajaran inkuiri reflektif

Untuk menggambarkan pembelajaran inkuiri reflektif yang

dikembangkan dalam penelitian ini, pertama-tama guru membagi seluruh

siswa menjadi sembilan kelompok, setiap kelompok beranggotakan empat

atau lima orang. Pembagian kelompok ini dilakukan secara acak. Pembagian

kelompok ini bersifat tetap, selama pelaksanaan pembelajaran inkuiri

reflektif tidak diperkenankan melakukan pergantian kelompok.

Setelah dilakukan pembagian kelompok, maka dilaksanakan

pembelajaran termokimia dengan strategi inkuiri reflektif. Pembelajaran

termokimia dengan strategi inkuiri reflektif dibagi dalam tiga sub pokok

bahasan yaitu sistem dan lingkungan, proses eksoterm dan endoterm, serta

penentuan besarnya perubahan entalpi dengan kalorimeter.

Proses pembelajaran termokimia dengan inkuiri reflektif dilaksanakan

dalam tiga kali tatap muka. Dalam pelaksanaannnnya guru mengacu pada

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan

pembelajaran dengan strategi inkuiri reflektif dapat dilihat pada lampiran 6.

Selama proses pembelajaran siswa diberi lembar kegiatan (LKS) sebagai

panduan selama pembelajaran berlangsung. Lembar kegiatan siswa terdiri

dari tiga kegiatan sesuai dengan sub pokok bahasan yang dipelajari yaitu

sistem dan lingkungan (LKS 1), proses eksoterm dan proses endoterm (LKS

2), serta penentuan entalpi reaksi dengan kalorimeter (LKS 3). Lembar

(26)

lampiran 8 untuk LKS 2 dan lampiran 9 untuk LKS 3. Pada tahap

pelaksanaan diperoleh data kualitatif seperti aktivitas siswa selama

pembelajaran berdasarkan lembar observasi kegiatan, angket danwawancara.

Sedangkan data kuantitatif diperoleh di awal pembelajaran berupa hasil

pretes siswa dan di akhir proses pembelajaran yaitu hasil postes siswa.

Pada tahap ini peneliti dibantu oleh tiga orang observer untuk

mengamati kegiatan peneliti dan siswa selama proses pembelajaran

berlangsung. Pelaksanaan tahap ini dilakukan pada tanggal 10 September

2012 – 1 Oktober 2012. Jadwal pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan

dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1.

Implementasi Pembelajaran Inkuiri Reflektif pada Konsep Temokimia

Pertemuan

ke Hari/Tanggal Kegiatan

1 Senin,

(27)

Data hasil penelitian berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif

diperoleh selama penelitian dalam bentuk hasil observasi, angket dan

wawancara dengan siswa. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil

pretes dan postes siswa yang berupa tes tertulis untuk mengetahui

peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.

4) Menganalisis data hasil penelitian dan membahasnya

Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu analisis hasil

uji coba dan analisis hasil implementasi pembelajaran inkuiri reflektif. Dari

hasil uji coba analisis yang dilakukan meliputi analisis validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran dan daya pembeda. Sedangkan hasil implementasi

pembelajaran inkuiri reflektif berupa uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

untuk data hasil pretes dan postes, uji homogenitas dari hasil pretes dan

postes, perhitungan gain dan penentuan kriteria N-Gain, serta pengujian

perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan menggunakan t-test.

5) Menyimpulkan hasil penelitian

Kesimpulan hasil penelitian berdasarkan pada hasil analisis data, temuan dan

pembahasan.

6) Menuliskan laporan hasil penelitian dalam draft tesis

Laporan hasil penelitian dikomunikasikan dalam bentuk tulisan yang berupa

tesis.

E. Instrumen Penelitian

(28)

Alat ukur tes yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan

keterampilan berpikir kreatif berbentuk tes essay dengan 6 butir soal. Pembuatan

tes tertulis diawali dengan penyusunan analisis hubungan indikator soal dengan

indikator pemahaman konsep serta keterampilan berpikir kreatif. Hasil analisis

kesesuaian indikator soal dengan indikator pemahaman konsep serta indikator

keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada lampiran 10. Selanjutnya

dilakukan pembuatan pedoman penskoran. Kriteria penskoran tes essay yang

digunakan peneliti ditunjukkan pada lampiran 11. Penyusunan kisi-kisi soal tes

tertulis ditunjukkan pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

(29)

Perubahan entalpi

Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda

C4 6

2. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai

implementasi strategi pembelajaran inkuiri reflektif. Angket ini berupa skala sikap

yang penilaiannya menerapkan skala Likert yang terdiri dari 20 butir soal dengan

10 butir pernyataan positif dan 10 butir pernyataan negatif. Secara terperinci

angket siswa dapat dilihat pada lampiran 16. Kisi-kisi angket ditunjukkan dalam

(30)

Untuk penskoran data angket siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4.

Penskoran Data Angket Siswa

Skala Skor untuk Pernyataan Positif (+) Negatif (-)

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

3. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang

keunggulan dan kelemahan dari strategi pembelajaran inkuiri reflektif.

Wawancara dilakukan secara terstruktur. Lembar wawancara terdiri dari 10 butir

soal beralasan. Kisi-kisi pedoman wawancara dapat dilihat di lampiran 17.

4. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk menjaring informasi secara langsung

mengenai kegiatan selama proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan dari

awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Format lembar observasi dapat inkuiri reflektif pembelajaran inkuiri

reflektif dengan keterampilan berpikir kreatif

(31)

dilihat di lampiran 13 untuk mengobservasi guru dan lampiran 14 untuk

mengobservasi siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5.

2 Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba. Soal tes

yang diuji cobakan berjumlah 6 butir soal. Uji coba dilakukan pada 31 siswa di

(32)

dapat dilihat pada lampiran 19. Adapun secara terperinci uji coba instrumen

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Validitas

Sudjana (2011) mengemukakan bahawa validitas berkenaan dengan

ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai

apa yang seharusnya dinilai. Ada empat jenis validitas yang sering digunakan,

yakni validitas isi, valididtas bangun pengertian, validitas ramalan, dan validitas

kesamaan. Pada penelitian ini, Uji validitas isi menggunakan judgement dengan

pertimbangan ahli dengan tujuan untuk melihat kesesuain standar isi dan indikator

yang ada dalam instrumen sedangkan uji validitas kriteria dihitung dengan

menggunakan bantuan program Anates Versi 4 dan dengan perhitungan statistik

Rumus yang digunakan adalah:

M = rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal

t

M = rata-rata skor total

t

S = standar deviasi skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal

q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal

(33)

2

= (n-2) dan n adalah jumlah siswa (Sudjana, 2002).

Berdasarkan hasil perhitungan validitas pokok uji diperoleh bahwa semua

soal yang diujikan valid dengan koefisien korelasi yang berbeda-beda. Seperti

yang terlihat pada Tabel 3.6 berikut ini:

Tabel 3.6.

Menurut Sudjana (2011) reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau

keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun

penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes hasil

belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan

hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang sama. Untuk

(34)

Prosedur ini dilakukan dengan menghubungkan setiap butir dalam tes

dengan butir-butir lainnya dalam tes itu sendiri secara keseluruhan. Salah satu

cara yang sering digunakan adalah menggunakan rumus Kuder-Richardson atau

KR 21. Rumusnya adalah sebagai berikut:

 

Jika rxx > rtabel maka tes tersebut dikatakan reliabel.

Keterangan :

xx

r = reliabilitas insrumen

k = banyaknya butir soal

2

x

 = variasi skor

X= skor rata-rata( mean skor)

Harga rxx yang dihasilkan dikonsultasikan dengan aturan penetapan

reliabilitas sesuai dengan Tabel 3.7 berikut:

(35)

Pada penelitian ini uji coba reliabilitas soal dengan Anates Versi 4 diperoleh hasil

koefisien reliabilitas tes keseluruhan soal sebesar 0,88, hal ini menunjukkan setiap

item soal memiliki reliabilitas yang sangat kuat. Berikut ini koefisien korelasi

untuk masing-masing item soal dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8.

Reliabilitas dan Koefisien Korelasi Butir Soal

No Item Pernyataan

Koefisien

Validitas Keterangan

1 0,857 Sangat signifikan

2 0,683 Signifikan

3 0,929 Sangat signifikan

4 0,880 Sangat signifikan

5 0,758 Sangat signifikan

6 0,691 Signifikan

3) Tingkat Kesukaran

Sudjana (2011) menyatakan menganalisis tingkat kesukaran soal artinya

mengkaji soal-soal dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana

yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Asumsi yang disunakan untuk

memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan

reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut.

Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah,

sedang, dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari

(36)

pandang guru sebagai pembuat soal.

Lebih jauh Sudjana mengemukakan ada beberapa pertimbangan dalam

menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar.

Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama

untuk ketiga kategori tersebut. Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk

ketiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Artinya, sebagian besar

soal berada dalam kategori sedang, saebagian lagi termasuk ke dalam kategori

mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan antara soal

mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3. Artinya, 30% soal kategori mudah, 40%

soal kategori sedang, dan 30% lagi soal kategori sukar.

Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N B I

(Sudjana, 2011)

Keterangan:

I = indeks kesulitan untuk setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin

sulit soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah

soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut:

0 – 0,30 = soal kategori sukar,

(37)

0,71 – 1,00 = soal kategori mudah.

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap item soal dengan

menggunakan Anates Versi 4 dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9. Tingkat Kesukaran Soal

No soal Tingkat

Kesukaran

1 Sedang

2 Mudah

3 Sedang

4 Sedang

5 Mudah

6 Sukar

4) Daya Pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk

mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu

(tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya.

Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya

menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah,

hasilnya rendah.

Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan

menggunkan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam analisis

(38)

(Sudjana, 2011)

Keterangan:

SR adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah

ST adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi

Untuk menghitung daya pembeda dapat ditempuh dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.

2) Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya

3) Menentukan jumlah sample sebanyak 27% dari jumlah peserta tes untuk

kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa

kurang (peringkat bawah).

4) Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang

menjawab salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun

pada kelompok kurang.

5) Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok

kurang dan kelompok pandai (SR – ST).

6) Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross &

Stanley.

7) Menentukan ada-tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan

kriteria “ memiliki daya pembeda” bila nilai selisih jumlah siswa yang

menjawab salah dalam kelompok kurang dengan kelompok pandai sama atau

(39)

lebih besar dari nilai Tabel.

Berdasarkan hasil perhitungan, maka daya pembeda tiap soal dapat dilihat

pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10. Daya Pembeda Soal

No Soal Daya Pembeda

1 1,72

2 1,41

3 1,73

4 2,25

5 0,99

6 1,85

2. Teknik Pengumpulan Data Selama Penelitian

Setelah penelitian, ada beberapa teknik analisis data yang dilakukan dapat

dilihat pada Gambar 3.4 berikut:

Data Pretes Data Postes

Data Gain Diuji Normalitas

(Kolmogorov-smirnov)

Diuji Homogenitas Penentuan Kategori N-Gain

Uji t test Pengujian Perbedaan

(40)

Gambar 3.4.

Teknik Analisis Data Setelah Penelitian

Berikut ini uraian tahap-tahap analisis data setelah penelitian secara

terperinci:

1) Menghitung nilai hasil tes pemahaman konsep, tahapannya adalah:

 menghitung skor pretes dan postes dari kelompok eksperimen

 menghitung N-Gain dari hasil pretes dan postes.

postes pretes maksimum pretes

skor skor

N Gain

skor skor

  

(Hake, 1999)

Kriteria peningkatan gain menurut Hake dapat dilihat pada Tabel 3.11

berikut:

Tabel 3.11.

Kriteria Peningkatan Gain

Gain ternormalisasi Kriteria peningkatan

G < 0,3 Peningkatan rendah

0,3 ≤ G ≤ 0,7 Peningkatan sedang

G > 0,7 Peningkatan tinggi

Menilai tingkat pemahaman konsep siswa berdasarkan kriteria berikut ini:

(41)

Tabel 3.12.

Kriteria Pemahaman Konsep Siswa

Nilai (%) Kriteria Kemampuan

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat kurang

2) Uji normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis.

Uji statistik yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini

menggunakan kecocokan kumulatif sample X dengan distribusi probabilitas

normal. Distribusi probabilitas pada variabel tertentu dikumulasikan dan

dibandingkan dengan kumulasi sampel, sedangkan rumusan hipotesisnya sebagai

berikut :

H0: Distribusi probabilitas X adalah distribusi probabilitas normal

H1: Distribusi probabilitas X bukan distribusi probabilitas normal

Perbandingan kumulasi tampak pada harga mutlak dari a1 atau a2 yang

terbesar dengan Tabel Kolmogorov-Smirnov. Harga a1 dan a2 adalah harga

mutlak. Untuk menentukan H0 diterima atau ditolak berdasarkan perbandingan

Tabel nilai kritis khusus untuk pengujian hipotesis Kolmogorov-Smirnov

(Susetyo, 2010). Perhitungan uji normalitas pretes dapat dilihat pada lampiran 24,

(42)

3) Uji homogenitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan

kontrol mempunyai tingkat varians yang sama atau tidak, sehingga dapat

digunakan untuk menentukan uji hipotesis yang digunakan.

terkecil ian

terbesar ian

F

var var

(Sudjana,2002)

Dengan kriteria jika harga F hitung < F tabel maka kedua kelompok mempunyai

varians yang sama atau tingkat homogenitas sama. Hasil pengujian homogenitas

dapat dilihat pada lampiran 27.

4) Uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan

Uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan untuk skor pretes dan

postes bertujuan untuk mengetahui apakah ada perubahan pemahaman konsep

termokimia dan keterampilan berpikir kreatif yang terjadi sebelum dan sesudah

implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada siswa. Hipotesis yang diajukan

adalah :

a) H0, µ1 = µ2; tidak ada pengaruh implementasi pembelajaran inkuiri reflektif

pada pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

b) H1,1 2; ada pengaruh implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada

pemahaman konsep temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

Pengajuan hipotesis

(43)

t hitung =

S

D D

dengan

S

D=

n SD

dk = n1 + n2 -2

S

D= simpangan baku rata-rata D (Susetyo, 2010)

Kriteria pengujian hipotesisnya sebagai berikut :

a) H0 diterima jika –t(1-1/2α)<thitung< t1-1/2α). Hal ini berarti tidak ada pengaruh

implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pemahaman konsep

temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

b) H0 ditolak jika selain –t(1-1/2α)<thitung< t1-1/2α). Hal ini berarti ada pengaruh

implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pemahaman konsep

temokimia dan keterampilan berpikir kreatif.

Hasil perhitungan uji perbedaan dua rata-rata populasi berhubungan dapat dilihat

pada lampiran 26.

Mengolah data kualitatif

Analisis data kualitatif yang dilakukan adalah analisis data hasil observasi,

wawancara dan angket. Data hasil observasi diperoleh ketika siswa mengikuti

pembelajaran, yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk tulisan. Data kualitatif

(44)

tanggapan siswa diolah berdasarkan tes Skala Likert. Setelah skoring kemudian

data diubah dalam bentuk persentasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Persentase yang diperoleh kemudian ditafsirkan dalam bentuk kalimat

seperti yang terdapat pada Tabel 3.13 berikut ini.

Tabel 3.13.

Tafsiran Persentase Data Kualitatif

Persentase (%) Kategori

80-100 Baik sekali

66-79 Baik

56-65 Cukup

40-55 Kurang

0-39 Kurang sekali

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat

dibuat beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia

mampu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan langkah-langkah

pembelajaran inkuiri reflektif yang terdiri dari enam tahap yaitu (1)

melakukan observasi, (2) merumuskan hipotesis, (3) melakukan

investigasi, (4) melakukan refleksi, (5) mengkomunikasikan dan (6)

menyimpulkan.

2. Dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif pada pokok bahasan

termokimia secara keseluruhan mampu meningkatkan pemahaman konsep

termokimia siswa dengan kategori N-Gain tinggi dan sedang. Pemahaman

konsep siswa tentang materi termokimia pada masing-masing sub pokok

bahasan yaitu sistem dan lingkungan dapat dikategorikan tinggi, pada sub

pokok proses eksoterm dan endoterm juga dapat dikategorikan tinggi,

sedangkan pada sub pokok bahasan penentuan perubahan entalpi dengan

kalorimeter dikategorikan rendah.

3. Pembelajaran inkuiri reflektif pada materi termokimia mampu

meningkatkan 3 indikator berpikir kreatif yaitu (1) dapat menyelesaikan

(46)

gagasan, dan (3) dapat memerinci gagasan secara detail. Secara

keseluruhan dampak implementasi pembelajaran inkuiri reflektif terhadap

ketiga indikator berpikir kreatif dapat dikategorikan tinggi. Sedangkan

perolehan rata-rata kategori N-Gain dari ketiga indikator dapat

dikategorikan sedang dan tinggi, sehingga dapat disimpulkan

pembelajaran inkuiri reflektif dapat meningkatkan keterampilan berpikir

kreatif dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan temuan di lapangan dan kesimpulan yang telah

dikemukakan sebelumnya, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai

berikut:

1. Proses pembelajaran kimia dengan strategi pembelajaran inkuiri reflektif

harus terus dikembangkan karena dengan mengimplementasikan

pembelajaran inkuiri reflektif mampu meningkatkan pemahaman konsep

dan keterampilan berpikir siswa.

2. Guru kimia lebih sering menerapkan pembelajaran inkuiri reflektif karena

siswa umumnya tidak dapat memperoleh pengalaman belajar secara nyata

jika hanya dijelaskan secara verbal.

3. Implementasi langkah-langkah pembelajaran inkuiri reflektif belum

maksimal terhadap pemahaman konsep siswa terutama pada materi kimia

yang berbasis operasi matematik sehingga diperlukan penyempurnaan dan

(47)

pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dan mengarahkan siswa untuk

berlatih secara mandiri.

4. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, implementasi pembelajaran

inkuiri reflektif dapat dilaksanakan secara optimal pada siswa yang telah

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Kratwohl, D.R. (Eds). (2001). Abridged Education a

Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing (A Revision of Bloom’s

Taxonomy of Educational Objective). New York: longman, Inc.

Ansari, I.B dan Yamin,M. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.

Arends R.I. (2008). Learning to Teach edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brady, J.E. (2003). Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid Satu. Tangerang: Bina Rupa Aksara.

Chang. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga.

Creswell, J.W and Clark, P.V. (2007). Designing and Conducting Mixed Methods

Research. London: Sage Publication.

Costa,A. (1988). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thingking. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.

Dahar R.W.,(1996). Teori- teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permen Diknas No. 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Getliffe K.A. (1996). An Examanition of The Use of Reflective Practice within the Contect of Clinical Supervision. Dalam Journal of Advance Nursing. Vol 27. 4 halaman.

Guthrie, L. (2010). Reflective Pedagogy: Making Meaning in Experiential Based Online Courses. Florida State University Holly McCracken, University of Illinois at Springfiel . Dalam The Journal of Educators Online, Vol 7 (2). 21 halaman.

(49)

Hake,R,R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University.

Hake, R. (1999). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A six-thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Dalam Journal American Association of Physics Teacher. Vol 66 (1). 10 halaman.

Hamruni. (2011). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Hofstein, Avi and Lunetta. Vincent N. (1982). The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research. Dalam Review of Educational

Research. Vol 52 (2). 7 halaman.

Iriani. (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi

Informasi pada Konsep Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMU, Tesis UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Ibrahim,M. (2007). Pembelajaran Inkuiri (online). Tersedia :

http://org/index.php?option=com_frontpage&itemid=28 [14februari 2012]

Jauhar,M. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis (CTL).

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Kim et al. (2010). Application of Critical Reflective Inquiry in Nursing Education. Dalam Handbook of Reflection and Reflective Inquiry:

Mapping a Way of 159 Knowing for Professional Reflective Inquiry,

Springer Science-Business Media, LLC.

Lie, Anita. (2010). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Liliasari. (1996). Beberapa Pola Berpikir dalam Pembentukan Pengetahuan

Kimia oleh Siswa SMA . Disertasi IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

(50)

Loo dan Thorpe. (2002). Using Reflective Learning Journal to Improve Individual and Team Performance. Dalam An internatioanal Journal. Vol 8 (5). 6 halaman.

Tersedia:

http://www.emeraldinsight.com/researchregisters [12 oktober 2012]

Matlin, W.M. (2003). Cognition Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons. Inc.

McBride, J.W. et al. (2004). Using an inquiry approach to teach science to secondary school science teachers. IOP Publishing LTD.Dalam Physics

Education [Online], Vol 39 (5), 6 halaman.

Tersedia:

www.iop.org/journals/physed [14 september 2012]

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Grains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in

Diagnostice Pretest Scores. Dalam American Journal Physics,Vol 70 (12), 27 halaman.

National Research Council. (1996). The National Science Education Standards. Washington, D.C.: National Academy Press.

National Science Teacher Assosiation. (2007). Science as Inquiry in the

Secondary Setting. Arlington Virginia: NSTA Press.

Puskur. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Pullaila, A. (2007) Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada Materi Suhu dan Kalor. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Richards. C.J. (1990). Towords Reflective Teaching The Teacher Trainer. Back articles. Dalam Teacher trainer. 5 halaman.

Tersedia:

(51)

Ridwan Iwan. (2006). Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan

Keterampilan Berpikir Kritis siswa SMA pada topic Hukum-Hukum Dasar Kimia. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Roestiyah, N.K. (2008). Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ross. L.W. (1985). The Evolution of the Relationship Between Reflective Inquiry

and Social Studies Education: Implication for the Future. Chicago: Ohio

State University.

Rusche, S.N and Jason K. (2011). “You have to absorb Yourself in it”: Using Inquiry and Reflection to Promote Student Learning and Self Knowladge. Dalam Amerian Sociology Asociation. Vol 39 (4).

Tersedia:

http://ts.sagepub.com [25 April 2012]

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Bandung: Mulia Mandiri Pers.

Rutherford, F. James and Ahlgen, Andrew. (1990). Science for All Americans, USA. Oxford University Press.

Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan edisi kedua. Jakarta: Prenada Media Group.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.

Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Suparno paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &

(52)

Torrance, E.P. (1990) Thingking Creatively with Words Manual. Bensevile IL: Scholastic Testing Service, Inc.

Tapilouw, S. Fransiska. (1997). Kreativitas Berpikir Anak Usia Sekolah Dasar

dalam Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi Doktor pada FPS

IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Towndrow, P.A. et al. ( 2008). Promoting Inquiry Through Science Reflective Journal Writing. Dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science &

Technologi Education.Vol 4(3). 5 halaman.

Tersedia:

Gambar

Tabel 1.1.  Nilai Pemahaman Konsep Termokimia di Beberapa SMA di Kabupaten
Gambar 3.1.  Desain Embedded : Model Eksperimen Embedded
Gambar 3.2. kesimpulan
Gambar 3.3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

semakin tinggi adversity quotient seseorang maka akan semakin tinggi pula pprestasi akademik seseorang. Hasil analisis regresi pada penelitian ini menunjukkan bahwa

Namun peran parpol tidak seluruhnya habis, karena parpol biasanya menjadi penyumbang terbesar anggota tim-tim sukses para kandidat, dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Sehubungan dengan Pelelangan Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi yang di laksanakan oleh Panitia Pengadaan barang/Jasa Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan untuk

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi pada program strata satu (S1) di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Abbreau et al (2003) mengamati bahwa pada sistem tenaga listrik terisolasi yang terhubung dengan beban non linear akan menghasilkan arus harmonik yang menyebabkan distorsi

Dengan perencanaan yang tepat, maka retak geser pada balok tidak akan terjadi karena tulangan sengkang pada arah vertikal ini telah direncanakan mampu menahan beban gaya

[r]

[r]