BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN
Sebagai orang Bali yang sudah tidak menganut agama mayoritas Bali (Hindu) Jemaat GKPB Pniel Blimbingsari masih memegang adat dan budaya Bali. Ini dapat dilihat dari cara mereka mengemas upacara gerejawi dalam adat dan budaya Bali misalnya perayaan Paskah yang sudah dibahas sebelumnya. Tentunya ini memiliki makna tersendiri bagi warga jemaat GKPB Pniel Blimbingsari. Identitas mereka sebagai orang Bali tidak hilang melainkan tetap ada walaupun mereka sudah tidak menjadi penganut agama lokal. Penggunaan adat dan tradisi lokal yang dilakukan oleh Jemaat GKPB Pniel Blimbingsari memberi warna baru bagi kehidupan gereja. Tradisi memunjung yang adalah tradisi penyembahan kepada orang yang sudah meninggal yang dilakukan dengan membawa sesajen pada agama Hindu, oleh warga jemaat GKPB Pniel Blimbingsari diadopsi dan dijadikan tradisi dalam kekristenan mereka. Mereka melakukan tradisi memunjung untuk menjaga identitas sebagai orang Bali dan diakui oleh masyarakat. Tradisi memunjung ini dijadikan ajang solidaritas keluarga dan jemaat. Memunjung pada Paskah menjadi kesempatan bagi warga diaspora untuk pulang ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga untuk merayakan Paskah. Memunjung yang dilakukan saat Paskah menjadi cara untuk memberitakan kabar suka cita kepada anggota keluarga yang sudah meninggal. Tradisi memunjung yang dilakukan oleh Jemaat GKPB Pniel Blimbingsari menunjukan bahwa adanya hubungan antara orang yang sudah meninggal dengan orang yang masih hidup. Kematian tidak menjadi pemutus persekutuan anata yang hidup dan yang mati.
Kita dapat belajar dari apa yang telah dilakukan oleh jemaat GKPB Pniel Blimbingsari bahwa perayaan Paskah bisa dikemas dalam setiap budaya tanpa mengurangi maksud dan nilai dari Paskah tersebut. Pemahaman kita yang lama diganti dengan pemahaman baru tentang doktrin-doktrin Barat di mana antara gereja dan budaya memiliki jurang pemisah.
2. Saran