v
SELF-CONCEPT IN ADOLESCENCE BOY WITH OBESITY
Stanley
ABSTRACT
This study is a narrative study about Self Concept in Adolescence Boy with Obesity. The purpose of this research is to explore the dynamic of self-concept in adolescence boy with obesity. Researcher especially wants to see the self-concept in adolescence boy. Self-Concept is figured out by narrative analysis
of informant’s story of life. Researcher is using Calhoun & Acocella’s theory of
self-concept to explain more accurately.
The informant in this research is 2 persons. Informant 1 has a negative narrative tone and imagery. He experienced bullying in early and middle of his life. Informant 1 tends to shut himself out from society and choose to be alone. Informant 2 also has a negative narrative tone and imagery. Informant 2 also experienced bullying in his school period because of his obesity. Informant 2 feel that there is no benefit from having a relationship with society.
The result shown that both of informants have a negative self-concept. Both narrative tone are negative, both imagery are negative, the self-concept theory also shown negative result. The conclusion of this research is that adolescence boy with obesity tend to have negative self-concept.
.
vi
KONSEP DIRI PADA REMAJA PUTRA YANG OBESITAS
Stanley
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi naratif mengenai Konsep Diri pada Remaja Putra yang Obesitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dinamika konsep diri pada remaja yang obesitas. Peneliti secara khusus ingin melihat konsep diri pada remaja obesitas yang berjenis kelamin putra. Konsep Diri dilihat dengan melakukan analisis naratif dari kisah hidup subjek, kemudian peneliti menggunakan teori konsep diri dari Calhoun & Acocella untuk menjelaskan konsep diri informan secara lebih rinci.
Informan dalam penelitian ini berjumlah dua orang. Narasi informan 1 memiliki narrative tone dan imagery yang negatif dan mengalami bullying di masa awal dan pertengahannya. Informan 1 cenderung menutup dirinya dari hubungan luar dan lebih suka menyendiri. Narasi informan 2 juga memiliki
narrative tone dan imagery yang negatif. Informan 2 juga mengalami bullying di
masa kecil dan masa sekolahnya terkait dengan kondisi fisiknya yang obesitas. Informan 2 merasa malas untuk menjalin hubungan dengan sesama dan lingkungannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua informan memiliki konsep diri yang negatif. Hasil narrative tone yang negatif dari kedua informan, imagery yang negatif dari kedua informan, serta teori konsep diri semuanya menunjukkan hasil yang negatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah remaja putra yang obesitas cenderung memiliki konsep diri yang negatif.
i
KONSEP DIRI PADA REMAJA PUTRA YANG OBESITAS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Stanley
NIM : 089114059
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Terkadang lurus dan mudah dilalui. Terkadang berliku dan banyak hambatan.
Terkadang menemui jalan buntu Ada titik awal
Ada titik akhir
Untuk sampai ke titik akhir, kita harus terus berjalan Jika jalannya lurus, jangan lengah dan tetap berhati-hati Jika jalannya berliku, jangan gegabah dan selalu lihat sekitar
Jika menemui jalan buntu, putar balik dan carilah jalan lain Selalu ada jalan yang bisa kita lalui untuk mencapai titik akhir
Jika tidak ada jalan, buatlah jalan baru Jika tidak sanggup sendiri, mintalah bantuan
Jika tersesat, bertanyalah
vi
KONSEP DIRI PADA REMAJA PUTRA YANG OBESITAS
Stanley
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi naratif mengenai Konsep Diri pada Remaja Putra yang Obesitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dinamika konsep diri pada remaja yang obesitas. Peneliti secara khusus ingin melihat konsep diri pada remaja obesitas yang berjenis kelamin putra. Konsep Diri dilihat dengan melakukan analisis naratif dari kisah hidup subjek, kemudian peneliti menggunakan teori konsep diri dari Calhoun & Acocella untuk menjelaskan konsep diri informan secara lebih rinci.
Informan dalam penelitian ini berjumlah dua orang. Narasi informan 1 memiliki narrative tone dan imagery yang negatif dan mengalami bullying di masa awal dan pertengahannya. Informan 1 cenderung menutup dirinya dari hubungan luar dan lebih suka menyendiri. Narasi informan 2 juga memiliki
narrative tone dan imagery yang negatif. Informan 2 juga mengalami bullying di
masa kecil dan masa sekolahnya terkait dengan kondisi fisiknya yang obesitas. Informan 2 merasa malas untuk menjalin hubungan dengan sesama dan lingkungannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua informan memiliki konsep diri yang negatif. Hasil narrative tone yang negatif dari kedua informan, imagery yang negatif dari kedua informan, serta teori konsep diri semuanya menunjukkan hasil yang negatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah remaja putra yang obesitas cenderung memiliki konsep diri yang negatif.
vii
SELF-CONCEPT IN ADOLESCENCE BOY WITH OBESITY
Stanley
ABSTRACT
This study is a narrative study about Self Concept in Adolescence Boy with Obesity. The purpose of this research is to explore the dynamic of self-concept in adolescence boy with obesity. Researcher especially wants to see the self-concept in adolescence boy. Self-Concept is figured out by narrative analysis of informant’s story of life. Researcher is using Calhoun & Acocella’s theory of self-concept to explain more accurately.
The informant in this research is 2 persons. Informant 1 has a negative narrative tone and imagery. He experienced bullying in early and middle of his life. Informant 1 tends to shut himself out from society and choose to be alone. Informant 2 also has a negative narrative tone and imagery. Informant 2 also experienced bullying in his school period because of his obesity. Informant 2 feel that there is no benefit from having a relationship with society.
The result shown that both of informants have a negative self-concept. Both narrative tone are negative, both imagery are negative, the self-concept theory also shown negative result. The conclusion of this research is that adolescence boy with obesity tend to have negative self-concept.
.
ix
KATA PENGANTAR
Penelitian ini dibuat karena ketertarikan peneliti untuk melihat konsep diri
pada remaja putra yang obesitas. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini,
lebih banyak remaja, terutama mereka yang mengalami obesitas, dapat terbantu
untuk melalui masa remajanya dengan sukses dan dapat mengembangkan konsep
diri yang positif.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penelitian dan penulisannya.
Terima kasih saya haturkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus
2. Untuk Dila, istri saya yang sudah menemani dengan tanpa lelahnya selama
proses pembuatan skripsi ini. Engkau wanita yang luar biasa, selain
sebagai istri engkau juga berperan sebagai mentor, supervisor, serta
partner dalam pekerjaan dan kehidupan. Terima kasih cinta, atas segalanya
3. Dosen pembimbing saya, Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. yang telah
banyak dan sabar membantu saya. Terima kasih pak. Maaf bila selama ini
ada perkataan atau perilaku yang kurang berkenan. Saya berterima kasih
dari lubuk hati terdalam.
4. Dosen pembimbing awal saya, Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. yang juga
telah memberi masukan terhadap skripsi saya. Semoga sehat selalu pak.
Terima kasih atas bimbingannya. Maaf saya belum maksimal
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PENGESAHAN ………. ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..…….... v
ABSTRAK ………... vi
ABSTRACT ……… vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .... viii
KATA PENGANTAR ……….…... ix
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xv
DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi
BAB I. PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan Penelitian ……… 8
D. Manfaat Penelitian ……….. 9
BAB II. LANDASAN TEORI ………... 10
A. Konsep Diri ………... 10
1. Definisi Konsep Diri ……… 10
2. Aspek-aspek Konsep Diri ……… 11
xii
4. Perkembangan Konsep Diri ………. 17
5. Dampak Konsep Diri Terhadap Perilaku ………. 19
B. Remaja ……..……… 20
1. Definisi dan Batasan Usia Remaja ………...... 20
2. Tugas Perkembangan Remaja ……….. 21
3. Kebutuhan Remaja dalam Perkembangannya ………. 22
4. Konsep Diri pada Remaja ………24
C. Obesitas ……….... 25
1. Definisi Obesitas ……….. 25
2. Penyebab Obesitas ………...… 27
3. Dampak Obesitas ………. 28
D. Konsep Diri pada Remaja Putra yang Obesitas ……….29
E. Psikologi Naratif ………31
BAB III. METODE PENELITIAN ……….. 34
A. Jenis Penelitian ……….. 34
B. Fokus Penelitian ……… 35
C. Partisipan ………... 35
D. Metode Pengumpulan Data ………...… 37
E. Proses Pengumpulan Data ……….…… 40
F. Kepatuhan Terhadap Kode Etik Untuk Menjaga Kesejahteraan Psikologis Subjek Penelitian ………. 42
G. Metode Analisis Data ……… 43
xiii
1. Kredibilitas ……….…….. 44
2. Konfirmabilitas ………...……….…… 45
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...,, 46
A. Analisis Struktur dan Narrative Tone ... 46
1. Informan 1 (R) ... 46
a. Profil ... 46
b. Riwayat hidup ... 47
c. Struktur naratif ... 50
d. Narrative tone ... 53
2. Informan 2 (S) ...54
a. Profil ... 54
b. Riwayat hidup ... 56
c. Struktur naratif ... 57
d. Narrative tone ... 61
B. Imagery ... 62
1. Informan 1 (R) ... 62
2. Informan 2 (S) ... 63
C. Analisis Konsep Diri Informan ………... 63
1. Informan 1 (R) ... 63
2. Informan 2 (S) ... 66
xiv
BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN
SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Keterbatasan Penelitian ... 74
C. Saran ………...… 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) ………..26
Tabel 2. Rumus Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) ……….. 27
Tabel 3. Panduan Wawancara ………...38
Tabel 4. Pelaksanaan Wawancara ……… 42
Tabel 5. Analisis Konsep Diri Subjek 1 (R) ……… 63
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Interview Protocol ... 79
Lampiran 2. Verbatim Subjek 1 ... 80
Lampiran 3. Hasil Observasi Subjek 1 ... 86
Lampiran 4. Verbatim Subjek 2 ...86
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Obesitas adalah sebuah fenomena yang saat ini banyak terjadi di
berbagai belahan dunia. Penelitian dan pembahasan mengenai obesitas di
mengalami peningkatan dalam beberapa dekade ini. Tingginya tingkat
obesitas di dunia membuat WHO (World Health Organization)
menyatakan obesitas sebagai epidemik global (Wadden, Brownell, &
Foster, 2002). Obesitas terjadi karena seseorang mengalami penimbunan
lemak berlebih pada tubuh (Wulandari dkk., 2007). Obesitas memiliki
dampak yang sangat besar terhadap masalah kesehatan. Orang yang
mengalami obesitas lebih rentan terkena penyakit berat seperti diabetes,
jantung, pernapasan, dan berbagai penyakit lainnya (Brownell & Wadden,
1992). Di Indonesia sendiri, terdapat jumlah peningkatan orang yang
terkena obesitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2010 menunjukkan 11,7% atau 27,7 juta orang mengalami obesitas
sedangkan pada tahun 1997, hasil riset Departemen Kesehatan
menunjukkan 4,7% atau 9,8 juta orang terkena obesitas. Dari hasil riset
tersebut terlihat peningkatan yang besar dalam jumlah orang yang terkena
obesitas.
Resiko masalah kesehatan tersebut memberikan tantangan yang
besar bagi penderitanya untuk mencapai status psikologis yang sejahtera
(psychological well-being). Kondisi fisik dan psikologis seorang individu
selalu saling mempengaruhi. Kondisi fisik yang tidak sehat dapat
menyebabkan kondisi psikologis menjadi tidak sehat juga, begitu pun
sebaliknya. Sebuah penelitian yang dilakukan mengenai dampak obesitas
terhadap peningkatan alergi menunjukkan bahwa obesitas yang dialami
remaja adalah salah satu masalah serius karena akan memicu dampak lain
dari segi kesehatan dan psikologis (Irei et al., 2005; Braet et al., 1997). Di
beberapa kasus, ditemui bahwa penyakit berat yg rentan diderita penderita
obesitas seperti diabetes, darah tinggi, kolestrol, dll memiliki kontribusi
yang besar terhadap beberapa masalah psikologis seperti depresi, masalah
kepercayaan diri, kecemasan, gangguan mood, dan penyakit psikologis
lainnya (Stunkard et al, 2003; Fabricatore et al, 2004)
Obesitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan hasil
penelitian, ditemukan bahwa obesitas dipengaruhi oleh faktor genetik,
disfungsi salah satu bagian otak, pola makan yang berlebih, kurang gerak
atau kurang olahraga, gangguan emosi, dan faktor lingkungan (Mu’tadin,
2002). Faktor lain yang menyebabkan obesitas adalah akibat trend gaya
hidup yang tidak sehat. Pada jaman modern ini, perkembangan teknologi,
infrastruktur, life expectation, serta status ekonomi memiliki dampak yg
oleh fasilitas yang lebih baik yang memudahkan dalam melakukan banyak
hal. Hal tersebut membuat manusia modern cenderung kurang dalam
melakukan aktifitas fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Wadden,
Brownell, dan Foster (2002) menyatakan bahwa terjadi peningkatan
jumlah penderita obesitas akibat kondisi lingkungan yang secara implisit
membuat aktivitas fisik berkurang dan secara eksplisit mendorong untuk
mengkonsumsi makanan yang tinggi akan kadar lemak dan gulanya.
Wadden dkk juga menemukan bahwa saat ini banyak makanan yang tidak
sehat dan memiliki kualitas buruk serta minuman soda yang ada di sekolah
membuat remaja lebih rentan terkena obesitas (Wadden et al, 2002).
Trend perubahan terkait gaya hidup yang signifikan dengan
obesitas adalah makanan. Makanan cepat saji kini begitu digemari
berbagai kalangan, khususnya anak muda. Disamping itu, terdapat fasilitas
drive thru dan delivery service yang membuat makanan cepat saji ini
semakin diminati. Akan tetapi, disamping kelezatan rasa pada makanan
cepat saji ini tidak sebanding dengan kandungan gizi yang ada
didalamnya. Makanan cepat saji tidak memiliki kandungan vitamin dan
mineral yang cukup namun mengandung kadar lemak dan karbohidrat
yang sangat tinggi. Itulah mengapa makanan cepat saji sering disebut
dengan istilah junk food atau makanan sampah. Selain itu, cara pengolahan
makanan yang umum dijumpai di Indonesia adalah menggoreng dengan
pengolahan makanan seperti ini dapat menambah jumlah konsumsi lemak
yang tidak diperlukan oleh tubuh. Kadar lemak dan karbohidrat yang
terlampau tinggi dan dikonsumsi secara berlebihan lambat laun
menyebabkan peningkatan berat badan hingga menjadi obesitas.
Remaja adalah suatu masa yang sangat penting dalam
perkembangan kehidupan seseorang. Masa remaja adalah masa dimana
seorang individu mulai melepaskan ketidak mandirian yang dibawa ketika
anak-anak dan belajar menjadi orang dewasa yang mandiri. Erikson (1982)
mencetuskan teori bahwa ada beberapa tahapan perkembangan hidup
manusia. Remaja berada dalam tahapan di antara anak-anak dan dewasa.
Apabila seseorang mengalami kegagalan dalam perkembangan satu tahap
kehidupan, maka ia akan mengalami kesulitan untuk proses perkembangan
di tahap berikutnya. Oleh karena itu, seorang individu harus sukses dalam
perkembangannya di masa remaja agar dapat melanjutkan perkembangan
hidupnya di tahap berikutnya. Untuk dapat menjadi menjadi remaja yang
sukses mengembangkan dirinya, seorang remaja perlu untuk memiliki
konsep diri yang positif. Hurlock (1997) menyebut konsep diri adalah inti
kepribadian individu saat remaja. Konsep diri adalah evaluasi individu
mengenai diri sendiri (Chaplin, 2000).
Obesitas menjadi salah satu masalah yang banyak diperhatikan
oleh remaja. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang memandang
tertarik dengan lawan jenis dan mengembangkan hubungan heteroseksual
(Santrock, 2002). Apabila remaja merasa bentuk tubuhnya kurang ideal, ia
akan cenderung merasa dirinya kurang menarik dan kurang disukai. Hal
tersebut dapat menyebabkan remaja jadi tidak berani untuk
mengembangkan hubungan heteroseksual dengan lawan jenis. Remaja
yang mengalami obesitas rentan mengalami masalah kepercayaan diri
karena bentuk tubuhnya yang kurang ideal.
Salah satu fenomena yang krusial menimpa remaja yang obesitas
adalah bullying atau penyiksaan. Remaja yang obesitas cenderung menjadi
korban penyiksaan di sekolahnya, baik itu secara fisik maupun verbal.
Eisenberg dan Aalsma melakukan studi yang menunjukkan bahwa 30%
remaja di tingkat sekolah menengah menjadi korban bullying. Remaja
yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas menerima penyiksaan
yang lebih dari remaja dengan berat badan normal (Eisenberg & Aalsma,
2005). Penyiksaan yang dialami oleh remaja yang obesitas secara fisik dan
verbal dapat mengganggu kondisi psikologis mereka. Remaja jadi lebih
rentan mengalami masalah psikologis, salah satunya yang banyak terjadi
adalah masalah kepercayaan diri.
Kepercayaan diri adalah salah satu faktor yang membantu
membentuk konsep diri yang merupakan kunci keberhasilan remaja dalam
mengembangkan diri baik dari aspek emosi, fisik, sosial, akademis, dan
dirinya, ia memiliki kecenderungan untuk mengembangkan konsep diri
yang positif. Remaja yang memiliki konsep diri yang positif dapat
mengembangkan dirinya dan melalui tahap remaja dengan baik. Remaja
yang memiliki kepercayaan diri yang kurang, sebaliknya, cenderung
mengembangkan konsep diri yang negatif. Remaja yang memiliki konsep
diri yang negatif rentan mengalami kegagalan dalam tahap remajanya.
Masalah lain terkait dengan isu yang rentan pada remaja obesitas
adalah masalah sosial. Masyarakat umum menyukai seseorang dengan
bentuk tubuh yang ideal seperti ramping dan tinggi. Contoh konkrit yang
dapat kita temui adalah pada iklan – iklan di televisi dimana orang yang
memiliki tubuh ideal sering diceritakan menjadi dambaan, sedangkan
orang yang kegemukan atau obese kurang diperhatikan. Begitu juga yang
terjadi pada remaja pada umumnya. Remaja yang menderita obesitas
cenderung lebih sulit mendapatkan pasangan lawan jenis. Hal tersebut
dapat mengembangkan rasa malu dalam diri remaja dan dapat berkembang
ke situasi sosial pada umumnya. Salah satu alasan yang paling umum
dijumpai adalah seringnya remaja obesitas diejek mengenai bentuk
tubuhnya oleh teman sebayanya. Hal tersebut menyebabkan remaja
mengembangkan perilaku menarik diri atau anti sosial. Dalam sebuah
penelitian, ditemukan bahwa individu yang mengalami obesitas menderita
prasangka yang buruk dan diskriminasi ketika ingin masuk kuliah, mencari
dilakukan oleh Wardle dkk juga menunjukkan bahwa anak-anak dan
remaja yang obesitas sering menghadapi stigmatisasi dan diskriminasi di
berbagai lingkungan hidupnya dan berpengaruh terhadap perkembangan
psychological well-being mereka (Wardle et al, 2005). Mustillo, Hendriz,
dan Schafer (2012) juga melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa
obesitas dapat memberikan efek terhadap pembentukan konsep diri
seseorang.
Banyaknya isu–isu yang terjadi pada remaja yang mengalami
obesitas serta kecenderungan meningkatnya jumlah penderita obesitas
pada usia remaja membuat beberapa peneliti merasa penting untuk
melakukan penelitian. Penelitian terkait dengan obesitas dan kondisi
psikologis sudah banyak dilakukan oleh peneliti lainnya (Irei et al., 2005;
Braet et al., 1997; Stunkard et al, 2003; Fabricatore et al, 2004; Wadden et
al, 2002; Eisenberg and Aalsma, 2005; Mustillo et al, 2012; & Wardle et
al, 2005). Pada penelitian ini, peneliti tertarik ingin melihat secara
mendalam bagaimana konsep diri pada remaja yang mengalami obesitas
khususnya pada Informan dengan jenis kelamin laki-laki. Beberapa
peneliti di Indonesia telah melakukan penelitian dengan judul serupa
sebelumnya, namun jumlahnya masih jarang dan kebanyakan
menggunakan Informan dengan jenis kelamin perempuan (Citra et al.,
2009; Wulandari et al., 2007). Penelitian selama ini banyak memakai
kepada bentuk tubuhnya, sedangkan di era modern ini laki-laki juga mulai
memperhatikan bentuk tubuhnya. Dapat kita lihat saat ini banyak
bermunculan tempat kebugaran, salon, bahkan perawatan tubuh khusus
laki-laki. Selain itu produk makanan dan minuman yang membantu
pembentukan tubuh laki-laki juga banyak dijual. Tidak ketinggalan,
produk fashion serta kecantikan juga banyak yang menyasar segmen
laki-laki. Saat ini laki-laki juga memperhatikan bentuk tubuhnya sama seperti
wanita. Oleh karena itu, peneliti ingin memfokuskan penelitian pada
Informan dengan jenis kelamin laki-laki.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah
konsep diri pada remaja putra yang mengalami obesitas?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat konsep diri pada
remaja putra yang mengalami obesitas dan melihat dinamika pada konsep
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam
teori psikologi. Dalam ilmu psikologi perkembangan, diharapkan
penelitian ini dapat memberi gambaran tentang perkembangan
psikologis pada remaja putra yang memiliki bentuk tubuh yang
kurang ideal. Sedangkan dalam ilmu psikologi kesehatan
diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang
efek-efek obesitas terhadap perkembangan psikologis seseorang.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan dan
arahan untuk para praktisi pendidikan, para pembimbing konseling,
serta orang tua untuk dapat lebih memahami remaja putra yang
mengalami obesitas, terutama mengetahui kecenderungan akan
perkembangan konsep dirinya dan memberikan pengetahuan agar
bisa membantu remaja yang obesitas dalam mengembangkan
konsep diri yang positif sehingga remaja dapat bertumbuh menjadi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP DIRI
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri dalam artian umum cenderung digunakan untuk
menjelaskan bagaimana seseorang mengetahui, menilai, dan merasa
tentang dirinya sendiri. Menyadari dirinya sendiri dapat dikatakan
memiliki konsep terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain jika
seseorang mengetahui siapa dirinya dengan baik, dapat dikatakan
bahwa ia memiliki konsep diri.
Beberapa ahli mengungkapkan teori mereka tentang definisi
serta dimensi konsep diri. Baumeister (1999) menyebutkan bahwa
konsep diri adalah pandangan atau keyakinan seseorang terhadap
dirinya, termasuk segala sifatnya, siapa dirinya, dan apa dirinya.
Sementara Carl Rogers (Calhoun & Acocella, 1990), salah satu pakar
psikologi mempercayai bahwa konsep diri terdiri dari tiga elemen
yaitu pandangan orang terhadap dirinya (self image), seberapa
penilaian orang terhadap dirinya (self esteem), dan harapan yang
diharapkan seseorang terhadap dirinya (ideal self).
Calhoun dan Acocella (1990) mengartikan konsep diri sebagai
gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan tentang diri
sendiri, pengharapan bagi diri sendiri, dan penilaian terhadap diri
sendiri. Centi (Rola, 2006) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah
gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana
individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu
merasa tentang dirinya sendiri, dan bagaimana individu menginginkan
diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan.
Jadi dapat dikatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang
dimiliki seorang individu terhadap dirinya sendiri yang terdiri dari
bagaimana ia mengetahui tentang dirinya sendiri, bagaimana ia menilai
dirinya sendiri, serta bagaimana ia memiliki harapan terhadap dirinya
sendiri. Peneliti akan menggunakan teori dari Calhoun dan Acocella
sebab peneliti merasa teori tersebut mencakup aspek-aspek konsep diri
serta mudah untuk diaplikasikan ke dalam penelitian
2. Aspek-aspek Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki seorang
individu. Menurut Calhoun & Acocella (1990), gambaran mental yang
dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang
dimiliki individu mengenai dirinya, pengharapan yang dimiliki
a. Pengetahuan individu mengenai dirinya
Pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya
adalah hal-hal yang seorang individu ketahui tentang dirinya
sendiri, baik dari segi kualitas (seberapa dalam) maupun kuantitas
(seberapa banyak). Pengetahuan ini bisa diperoleh dengan
membandingkan diri dengan kelompok pembanding dan
lingkungan seperti teman sekolah, teman di komunitas, keluarga,
dan lingkungan sekitar.
Pengetahuan yang dimiliki tidak selalu sesuai dengan
realitas yang ada, namun dapat juga merupakan gambaran diri yang
individu rasa ia miliki. Misalnya seseorang yang mengalami
anorexia akan merasa dirinya gemuk, padahal dalam kenyataan
dirinya sangat kurus. Pengetahuan yang dimiliki individu dapat
berupa hal-hal seperti deskripsi fisik, peran sosial, sifat-sifat,
hingga hal-hal yang bersifat sehari-hari seperti hobi, makanan dan
minuman favorit, dan sebagainya.
Pengetahuan yang dimiliki individu bisa berubah-ubah
seiring perkembangannya dan mendapat pengaruh dari lingkungan
sekitarnya. Semakin banyak dan dalam pengetahuan yang dimiliki
individu terhadap dirinya atau semakin seorang individu
mengetahui dirinya, maka konsep dirinya dapat dikatakan positif.
dimiliki individu terhadap dirinya, maka konsep dirinya dapat
dikatakan negatif.
b. Harapan individu terhadap dirinya
Harapan individu terhadap dirinya adalah apa yang individu
inginkan untuk dirinya dimasa yang akan datang dan bagaimana ia
merasa mampu untuk mencapai harapannya tersebut. Harapan
dapat berupa keinginan untuk menjadi suatu figur di masa
mendatang (misalnya menjadi seorang bapak, menjadi seorang
pebisnis yang sukses) ataupun menjadikan diri lebih baik lagi
dalam suatu prestasi (misalnya saat ini statusnya adalah juara di
tingkat daerah lalu ingin menjadi juara lomba di tingkat nasional).
Individu yang memiliki harapan besar dan bersifat baik
bagi dirinya serta ia merasa mampu mencapainya dapat dikatakan
memiliki konsep diri yang positif
Sedangkan individu yang tidak memiliki harapan atau
kurang memiliki harapan terhadap dirinya atau memiliki harapan
namun merasa tidak mampu mencapainya dapat dikatakan
memiliki konsep diri yang negatif.
c. Penilaian individu mengenai dirinya
Penilaian individu mengenai dirinya adalah pengukuran
apa yang menurut dirinya dapat terjadi dan juga bagaimana indvidu
merasa terhadap dirinya sendiri. Bagaimana seorang individu
menerima tentang kondisi dirinya juga termasuk dalam penilaian
diri. Penilaian diri selalu melibatkan pengukuran terhadap dirinya,
sehingga hasilnya selalu apakah penilaiannya positif atau negatif.
Penilaian diri yang positif cenderung memiliki ciri-ciri
tersebut: kepercayaan terhadap dirinya, menerima kondisi dirinya,
tidak terlalu memperdulikan pandangan orang terhadap dirinya,
serta berpikiran optimis.
Penilaian diri yang negatif cenderung memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: kepercayaan diri yang kurang, ingin mengikuti
atau menjadi seperti orang lain, selalu takut pada penilaian orang
lain terhadap dirinya, dan cenderung berpikiran pesimis.
Individu yang menilai bahwa dirinya dapat melakukan apa
yang ia inginkan atau harapkan serta puas terhadap dirinya dapat
dikatakan memiliki konsep diri yang positif. Sedangkan individu
yang menilai dirinya tidak yakin dapat melakukan apa yang dirinya
harapkan serta merasa tidak puas terhadap dirinya dapat dikatakan
3. Jenis-jenis Konsep Diri
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam
perkembangannya konsep diri terbagi menjadu dua, yaitu konsep diri
positif dan konsep diri negatif.
a. Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan
sebagai sesuatu kebanggan yang besar tentang diri. Konsep diri
yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki
konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya,
dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat
bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap
dirinya sendiri menjadi positif, dapat menerima keberadaan orang
lain, serta memiliki harapan akan dirinya dan mempercayai ia
dapat mencapainya.
Dapat disimpulkan, individu yang memiliki konsep diri
positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga
dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan yang membuat
evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta memiliki
b. Konsep diri negatif
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif
menjadi dua tipe, yaitu:
1. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak
teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri.
Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan
dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya,
tidak memiliki harapan atau tidak merasa dirinya mampu.
2. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal
ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat
keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan
adanya penyimpangan dan seperangkat hukum yang dalam
pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Dapat disimpulkan, individu yang memiliki konsep diri
negatif terdiri dari dua tipe. Tipe pertama adalah individu yang
tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kelebihan dan
kelemahannya serta tidak memiliki harapan akan dirinya,
sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya
4. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri tidak terbentuk secara tiba-tiba, melainkan melalui
proses interaksi dengan pengalaman sepanjang hidup seorang manusia.
Centi (Rola, 2006), mengatakan bahwa konsep diri berasal dan
berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan
individu dengan individu lainnya. Konsep diri juga terbentuk melalui
interaksi dengan orang tua, kawan sebaya, dan masyarakat.
Argy (Hardy & Heyes, 1985), mengatakan bahwa
perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
a. Reaksi dari orang lain
Cooley (Hardy & Heyes, 1998) membuktikan bahwa
dengan mengamati cerminan perilaku diri sendiri terhadap respon
yang diberikan oleh orang lain, maka individu akan mempelajari
dirinya sendiri. Hal tersebut akan membentuk konsep diri
seseorang. Jika seseorang merasa ia diperhatikan, dikagumi,
dibutuhkan, didengarkan, maka ia akan cenderung
mengembangkan konsep diri yang positif. Sebaliknya apabila ia
merasa dijauhi, ditolak, tidak diharapkan, maka ia akan cenderung
b. Perbandingan dengan orang lain
Konsep diri yang dimiliki individu tergantung kepada
bagaimana individu membandingkan dirinya dengan orang lain.
Jika seseorang memandang bahwa dirinya lebih baik dari orang
lain, maka ia akan cenderung mengembangkan konsep diri yang
positif. Sebaliknya jika ia merasa dirinya lebih tidak berhasil dari
orang lain, maka ia cenderung mengembangkan konsep diri yang
negatif.
c. Peranan sosial
Setiap individu memiliki peranan sosial yang berbeda dan
pada setiap peran tersebut individu akan melakukan perbuatan
dengan cara tertentu. Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh peran
yang dimiliki seseorang karena harapan-harapan dan
pengalaman-pengalamannya. Peran yang dianggap baik dan memiliki prestise
seperti dokter, pilot, artis/aktor cenderung membuat seseorang
memiliki konsep diri yang positif. Sebaliknya peran sosial yang
dianggak kurang baik seperti kriminal, pengangguran, pasien
rumah sakit jiwa, cenderung membuat seseorang memiliki konsep
d. Identifikasi terhadap orang lain
Konsep diri juga dapat dipengaruhi melalui identifikasi
terhadap peran atau figur yang diberikan dari lingkungan sekitar.
Seorang individu akan mengikuti dan meniru beberapa nilai,
perbuatan, dan keyakinan yang diberikan dari lingkungan sekitar.
Seseorang yang dapat mengidentifikasi peran yang diharapkan
lingkungan terhadap dirinya, dapat dikatakan memiliki konsep diri
positif. Sebaliknya jika ia tidak dapat mengidentifikasi maka dapat
dikatakan memiliki konsep diri yang negatif.
5. Dampak Konsep Diri Terhadap Perilaku
Konsep diri sangat mempengaruhi bagaimana seseorang akan
berperilaku. Pengetahuan individu terhadap dirinya memiliki dampak
ke perilaku terutama jika seorang individu mengetahui apa peran
sosialnya, apa kemampuan yang dimilikinya, apa respon yang dapat ia
berikan terhadap stimulus dari lingkungan maka ia dapat bereaksi atau
berperilaku dengan tepat.
Penilaian individu terhadap dirinya memiliki dampak ke
perilaku tergantung dari hasil penilaian individu tersebut. Jika ia
menilai bahwa dirinya mampu, ia akan cenderung melakukan banyak
hal dan berani untuk mencoba. Sebaliknya jika ia merasa dirinya tidak
Harapan individu terhadap dirinya berdampak pada perilaku
terkait dengan seberapa besar harapan yang dimiliki seseorang pada
dirinya. Jika ia memiliki harapan yang besar, maka ia akan cenderung
berperilaku lebih aktif untuk mencapai tujuan dan harapannya. Namun
jika ia tidak memiliki harapan yang besar, ia cenderung diam dan
stagnan dalam berperilaku.
Apabila seseorang memandang dirinya positif, memiliki
pengharapan atas dirinya, serta mengetahui kemampuan-kemampuan
yang dimilikinya, maka orang tersebut akan mampu berfungsi secara
baik di dalam lingkungannya dan dapat berkembang. Orang yang
positif cenderung tidak mudah menyerah, lebih gigih dalam berjuang,
dan berpikir optimis.
Sebaliknya orang yang memiliki konsep diri negatif, dimana ia
menganggap dirinya tidak memiliki harapan, tidak mampu, maka
dalam berperilaku pun orang tersebut tidak dapat berfungsi secara
baik. Orang dengan konsep diri negatif cenderung mudah merasa
susah, merasa tidak mampu, dan berpikir pesimis.
B. REMAJA
1. Definisi dan Batasan Usia Remaja
Piaget (Santrock, 2002) mengatakan bahwa remaja adalah usia
dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa.
anak-anak dan mulai belajar bertanggung jawab sebagai seorang
dewasa. Proses transisi ini menyebabkan remaja berada dalam posisi
yang tidak jelas (Ali & Asrori, 2009). Remaja sudah tidak termasuk
anak-anak, tapi belum mendapatkan tempat di golongan orang dewasa.
Menurut Piaget, seorang remaja tidak lagi merasa dibawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam
masyarakat, mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber, termasuk didalamnya juga
perubahan intelektual yang mencolok, transformasi yang khas dari cara
berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam
hubungan sosial orang dewasa. Secara batasan usia, seseorang dapat
dikatakan remaja adalah jika berusia antara 12 hingga 18 tahun
(Hurlock, 1991).
2. Tugas Perkembangan Remaja
Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang bertujuan
untuk meninggalkan sikap dan perilaku anak-anak dan mulai
berperilaku serta bersikap layaknya seorang dewasa. Menurut Hurlock
(1991) tugas-tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:
a. Mampu berusaha meneruma keadaan fisiknya
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis
d. Mencapai kemandirian emosional
e. Mencapai kemandirian ekonomi
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua
h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa
i. Mempersiapkan diri memasuki perkawinan
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab
kehidupan berkeluarga
3. Kebutuhan Remaja dalam Perkembangannya
Fase pertumbuhan remaja adalah fase yang khas dibandingkan
fase lainnya, oleh karena itu remaja memiliki kebutuhan yang khas
pula dalam perkembangannya. Menurut Garrison (Andi Mapiarre,
1982) ada tujuh kebutuhan khas remaja dalam perkembangannya,
yaitu:
a. Kebutuhan akan kasih sayang
b. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
d. Kebutuhan untuk berprestasi
e. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
f. Kebutuhan untuk dihargai
g. Kebutuhan untuk memperoleh falsafah hidup yang utuh
Menurut Melly Sri Sulastri (Ali & Asrori, 2009) kebutuhan-kebutuhan
psikologis remaja yang pokok akan mengarahkan remaja untuk mencapai
rasa aman dalam perkembangannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
adalah:
a. Kebutuhan untuk menerima afeksi dari kelompok atau individu,
meliputi:
Menerima rasa kasih sayang dari keluarga dan atau orang
lain di luar kehidupan keluarga
Menerima pemujaan atau sambutan hangat dari
teman-temannya
Menerima penghargaan dan apresiasi dari guru dan
pendidik lainnya.
b. Kebutuhan untuk memberikan sumbangan kepada kelompoknya,
meliputi:
Menyatakan afeksi kepada kelompoknya
Turut serta memikul tanggung jawab kelompok
Menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok
c. Kebutuhan untuk memahami
d. Kebutuhan untuk mempelajari dan menyelidiki sesuatu
4. Konsep Diri pada Remaja
Remaja berada dalam usia dimana ia sedang mencari jati
dirinya yang kemudian akan dia bawa ketika menjadi orang dewasa.
Salah satu bekal yang akan dibawa dan digunakan oleh remaja dalam
usia dewasanya adalah konsep diri yang merupakan inti kepribadian
seseorang.
Remaja dalam mengembangkan konsep diri banyak mendapat
pengaruh dari teman-teman, keluarga, dan lingkungan sekitarnya. Hal
ini disebabkan karena remaja berada dalam usia dimana ia mulai
mengembangkan hubungan sosial, terutama dengan lawan jenis.
Konsep diri yang dibentuk seorang remaja sangat terpengaruh
oleh bagaimana teman-teman, keluarga, dan lingkungannya merespon
dirinya. Apabila seorang remaja merasa diterima, memiliki tempat,
merasa dibutuhkan dalam kelompoknya, maka ia akan sukses dalam
tugas perkembangannya sebagai remaja. Mengikuti hal tersebut,
remaja akan mudah untuk mengembangkan konsep diri yang positif.
Konsep diri yang positif sangat penting bagi remaja karena hal
tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan remaja dalam usaha
untuk memperbaiki kepribadiannya (Hurlock, 1998). Selain itu, konsep
remaja berubah secara mendadak sehingga dapat mengubah
pengetahuan tentang diri dan juga pada masa ini merupakan saat
dimana individu harus mengambil keputusan mengenai kepribadiannya
dalam rangka mengatasi berbagai kenyataan seperti pemilihan karir
(Hardy & Heyes, 1985).
C. OBESITAS
1. Definisi Obesitas
Mayer (dalam Wulandari dkk) mengatakan bahwa obesitas
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami penimbunan
lemak berlebih pada tubuh. Mu’tadin (2002) mengatakan obesitas
adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih
berat dibandingkan berat idealnya yang disebabkan terjadinya
penumpukan lemak di tubuhnya. Jadi, obesitas adalah kondisi dimana
seseorang mengalami penimbukan lemak berlebih pada tubuh yang
menyebabkan ia memiliki berat badan yang lebih dibandingkan berat
badan normal lainnya.
Obesitas dapat diukur dengan menghitung Indeks Massa Tubuh
(IMT). IMT adalah indeks berat badan terhadap tinggi badan yang
digunakan untuk menentukan batas kegemukan dan obesitas bagi
orang dewasa, baik populasi ataupun individu (Aora, 2008). Seseorang
dikatakan obesitas jika ia memiliki berat badan diatas 20 % dari berat
Rata- rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak
dibandingkan pria. Dikatakan obesitas apabila perbandingan yang
normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar
(25-30%) pada wanita dan (18-23%) pada pria. Wanita dengan lemak
tubuh lebih dari (30%) dan pria dengan lemak tubuh lebih dari (25%)
dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat badan
(20%) lebih tinggi dari berat badan yang normal dianggap mengalami
obesitas (Fathoni, 2009).
WHO mengklasifikasikan IMT menjadi 8 kelompok yang
dapat dilihat pada Tabel berikut (Supariasa, 2001):
Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT (kg/m2) Klasifikasi
<16.0 Kurang Energi Protein III
16.0 - 16.9 Kurang Energi Protein II
17.0 - 18.5 Kurang Energi Protein I (Underweight)
18.5 - 24.9 Normal
25.0 - 29.9 Kelebihan berat badan (Overweight)
30.0 - 34.9 Obesitas I
35.0 - 39.9 Obesitas II
Tabel 2. Rumus Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT = BB/(TB)2
Keterangan:
IMT: Indeks Massa Tubuh
BB : Berat Badan (dalam kg)
TB : Tinggi Badan (dalam meter)
2. Penyebab Obesitas
Obesitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Mu’tadin
(2002) mengatakan obesitas dipengaruhi oleh faktor genetik, disfungsi
salah satu bagian otak, pola makan yang berlebih, kurang gerak atau
kurang olahraga, gangguan emosi, dan faktor lingkungan. Faktor lain
yang menyebabkan obesitas adalah akibat trend gaya hidup yang tidak
sehat. Pada jaman modern ini, perkembangan teknologi, infrastruktur,
life expectation, serta status ekonomi memiliki dampak yg sangat besar
pada gaya hidup. Manusia modern cenderung dimanjakan oleh fasilitas
yang lebih baik yang memudahkan dalam melakukan banyak hal. Hal
tersebut membuat manusia modern cenderung kurang dalam
melakukan aktifitas fisik. Wadden dkk (2002) menemukan bahwa
lingkungan yang secara implisit membuat aktivitas fisik berkurang dan
secara eksplisit mendorong untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
akan kadar lemak dan gulanya. Wadden dkk juga menemukan bahwa
saat ini banyak makanan yang tidak sehat dan memiliki kualitas buruk
serta minuman soda yang ada di sekolah membuat remaja lebih rentan
terkena obesitas (Wadden et al, 2002).
3. Dampak Obesitas
Obesitas memiliki beberapa dampak, baik secara fisik maupun
psikologis. Dampak fisik dari obesitas secara umum terbagi menjadi
dua yaitu dampak secara penampilan dan dampak kepada kesehatan.
Dampak pada penampilan yang ditimbulkan oleh obesitas adalah
penampilan dan bentuk tubuh yang kurang ideal. Dampak pada
kesehatan adalah peningkatan tingkat kerentanan dalam menderita
penyakit-penyakit kronis seperti diabetes, jantung, kolestrol, stroke,
dan sebagainya.
Sedangkan pada dampak psikologis, subjek cenderung merasa
dirinya berbeda atau dibedakan dari kelompoknya sebab ia merasa
memiliki bentuk tubuh yang berbeda dan kurang disukai yang
kemudian akan berpengaruh kepada kondisi psikologisnya. Penelitian
Daniel (dalam Dampak Obesitas, Bethesda Stroke Center, 2011)
memperlihatkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
depresi. Remaja obesitas yang dijauhi oleh teman-temannya memiliki
kecenderungan untuk mengalami rasa putus asa yang besar. Apabila
lingkungannya menjauhinya, maka remaja akan mengembangkan
konsep diri yang negatif karena merasa dirinya kurang disukai oleh
orang lain. Jadi obesitas memberikan dapat memberikan dampak
terhadap kondisi psikologis, termasuk dalam proses pembentukan
konsep diri seseorang.
D. Konsep Diri Pada Remaja Putra yang Mengalami Obesitas
Remaja putra yang mengalami obesitas memiliki tugas
perkembangan yang sama halnya seperti remaja kebanyakan. Seorang
remaja sedang berada dalam proses untuk mencari identitas dirinya,
mencari bagaimana jati dirinya yang akan digunakan untuk beranjak
dewasa. Dalam proses tersebut, remaja mengambil informasi dari
lingkungan dimana ia beraktifitas sehari-hari. Proses pertukaran informasi
tersebut dapat membentuk bagaimana identitas diri seorang remaja, yang
kemudian akan berpengaruh terhadap bagaimana perkembangan konsep
dirinya.
Remaja berada dalam usia dimana ia cenderung memperhatikan
penampilan diri, sebab pada usia ini seorang remaja mulai
mengembangkan ketertarikan dan hubungan social dengan lawan jenis.
Penampilan yang dianggap ideal di kalangan masyarakat dan budaya
langsing dan tidak gemuk. Hal ini menyebabkan remaja yang mengalami
obesitas cenderung untuk memiliki masalah terhadap penampilan yang
kemudian berefek pada perilaku orang serta lingkungan terhadap dirinya.
Perilaku orang sekitar dan lingkungan terhadap seorang remaja
memberi peranan yang sangat besar untuk pembentukan konsep dirinya,
sebab remaja mendapat informasi dan menilai dirinya memalui
interaksinya dengan orang dan lingkungan sekitar.
Remaja yang obesitas cenderung dianggap lebih memungkinkan
untuk membentuk konsep diri yang negatif. Hal tersebut dikarenakan
remaja yang obesitas kebanyakan dijauhi oleh teman-temannya dan
merasa dirinya berbeda, lebih jelek, lebih tidak populer dibandingkan
remaja lainnya yang tidak obesitas. Pengalaman yang buruk membuat
remaja mengembangkan konsep diri yang negatif. Apabila hal tersebut
terjadi, besar kemungkinan remaja membentuk konsep diri yang negatif.
Remaja obesitas juga masih dapat memiliki konsep diri yang
positif. Walaupun ia memiliki bentuk tubuh yang kurang ideal namun
lingkungan menerima dirinya, remaja yang obesitas akan merasa bahwa
dirinya juga berharga sehingga remaja tersebut dapat mengembangkan
dirinya dan dapat berinteraksi dengan lebih baik. Pengalaman yang positif
E. Psikologi Naratif
Psikologi adalah sebuah ilmu yang bertujuan memahami,
menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku manusia tidak dapat
dilepaskan dari konteks budaya yang melingkupi para peneliti dan
orang-orang yang diteliti. Smith (2008) mendefinisikan narasi sebagai
interpretasi terorganisir atas sekuensi peristiwa. Bentuk peristiwa berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah
pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.
Narasi tidak muncul begitu saja, tetapi didorong dan dibentuk oleh
suatu konteks sosial tertentu. Untuk memahami psikologi naratif lebih
jauh, perlu dipahami apa itu naratif. Naratif adalah menyimak,
menyampaikan atau menyampaikan ulang cerita-cerita tentang
orang-orang serta masalah-masalah kehidupannya. Meskipun sang narator
menceritakan kisah, karakter dari kisah tersebut tergantung kepada siapa
kisah tersebut diceritakan, dihubungkan antara narrator dan audien, serta
konteks sosial dan kultural yang lebih luas (Murray, 1997).
Penelitian ini menggunakan pendekatan naratif dalam menganalisis
dan melihat konsep diri dari remaja putra yang obesitas. Naratif dapat
dideskripsikan sebagai interpretasi yang terorganisir terhadap serangkaian
kejadian (Smith, 2008). Menurut Smith (2008), analisis naratif tidak
seperti analisis kualitatif yang lain, yang memilah interview ke dalam
naratif secara penuh, untuk memeriksa struktur dan hubungannya dengan
konteks yang lebih luas.
Ken dan Mary Gergen (Smith, 2008) mendefinisikan bahwa
naratif adalah konstruksi sosial yang dikembangkan dalam interaksi sosial
sehari-hari. Psikologi naratif memiliki tiga struktur yaitu progresif, stabil,
dan regresif. Struktur yang progresif cenderung muncul pada narasi yang
memiliki perubahan yang positif pada tujuan sedangkan pada struktur
regresif, perubahannya cenderung negatif dan cenderung tidak memiliki
tujuan. Struktur yang stabil cenderung tidak memiliki perubahan atau
perubahan yang sangat sedikit.
Dan McAdams (Smith, 2008) mengembangkan sebuah
pendekatan dalam studi naratif yang disebut narrative tone. Narrative tone
dapat bersifat optimistik dan pesimistik. Narrative tone yang bersifat
optimistik memiliki karakteristik komedi dan romansa, sedangkan yang
bersifat pesimistik memiliki karakteristik tragedi dan sindiran. Setelah
narrative tone, pendekatan McAdams berikutnya adalah imagery yang
dideskripsikan sebagai gambaran dalam diri atau sering disebut juga citra
diri. Citra diri ini berkembang dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Pendekatan ketiga McAdams adalah theme, yang sering juga
diartikan dengan pola berulang-ulang yang sering dilakukan manusia.
Theme juga muncul sebagai perilaku atau intensi yang paling terdapat
muncul di dalam nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang mendasari
kisah naratif seseorang.
Smith (2008) mengungkapkan bahwa keempat hal tersebut perlu
untuk dipertimbangkan dalam melakukan investigasi naratif. Dari keempat
istilah yang ditemukan oleh Dan McAdams yaitu narrative tone, imagery,
theme, dan ideology, peneliti akan menggunakan istilah narrative tone dan imagery untuk membantu proses analisis. Narrative tone digunakan untuk
memberikan gambaran kondisi subjek, sedangkan imagery akan digunakan
untuk membantu melihat kecenderungan konsep diri subjek sebab citra
diri sebagai gambaran diri memiliki beberapa kesamaan dengan konsep
diri dalam hal bagaimana subjek memandang dan menilai dirinya.
Studi naratif dapat membantu peneliti untuk melihat gambaran dari
konsep diri seseorang. Calhoun dan Acocella menyebutkan bahwa konsep
diri seseorang terdiri dari pengetahuan seseorang akan dirinya, penilaian
akan dirinya, dan pengharapan akan dirinya.
Stukrur naratif dapat digunakan untuk melihat gambaran secara
keseluruhan subjek yang mencakup ketiga aspek tersebut dalam rentang
hidup subjek selama ini. Sedangkan narrative tone dapat digunakan untuk
melihat bagaimana pengetahuan yang dimiliki subjek akan dirinya dan
bagaimana pengharapan subjek akan dirinya. Imagery dapat digunakan
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan
pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang
berkonteks khusus (Moleong, 2007). Denzin dan Lincoln (dalam Moleong,
2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif ialah penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk
mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial,
untuk mengembangkan teori, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
mendalam, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah
perkembangan.
Penelitian kualitatif ini akan menggunakan pendekatan naratif dalam
memproses dan menganalisis data yang diperoleh. Czarniawska (dalam
Creswell, 2007) mengatakan bahwa naratif dimengerti sebagai tulisan yang,
baik yang diceritakan maupun yang tertulis, yang memberikan cerita tentang
sebuah atau serangkaian kejadian/ tindakan yang terhubung secara
kronologis. Tujuan analisis naratif adalah hendak memperoleh laporan naratif
yang lebih luas (Smith, 2008). Peneliti harus mengurutkan cerita Informan
secara kronologis dan melakukan analisis dari cerita tersebut.
B. FOKUS PENELITIAN
Fokus pada penelitian ini adalah untuk melihat konsep diri pada remaja
putra yang mengalami obesitas. Hal tersebut akan dilihat dari cerita-cerita
Informan mengenai kehidupan dan pengalamannya di berbagai lingkungan
sejak ia kecil hingga saat ini. Konsep diri Informan akan dilihat melalui
dengan pendekatan naratif yaitu dengan menganalisis stuktur narasi, narrative
tone, dan imagery Informan lalu tahap terakhir akan dianalisis menggunakan
teori mengenai konsep diri yang sudah dipilih peneliti.
C. PARTISIPAN
Peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk memilih
partisipan. Creswell (2007) mendefinisikan purposive sampling sebagai
metode sampling dimana peneliti memilih dan menentukan secara sengaja
individu dan kejadian yang ingin diteliti karena mereka dapat memberikan
informasi yang memang diperlukan untuk memahami masalah yang ingin
diteliti. Peneliti membuat kriteria – kriteria dari Informan yang akan
mengikuti penelitian ini. Peneliti lalu memilih Informan yang sesuai dengan
dengan apa yang ingin diukur dalam penelitian ini. Beberapa kriteria yang
digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Usia Informan
Informan yang akan menjadi sampel penelitian ini adalah remaja
yang berusia antara 12 hingga 18 tahun. Batasan usia tersebut sesuai
dengan teori yang dipakai untuk mendefinisikan remaja secara usia.
Batasan usia Informan menjadi hal yang penting karena merupakan salah
satu upaya untuk menjaga kredibilitas dari sebuah penelitian. Hal ini
dikarenakan apabila Informan tidak termasuk dalam kriteria usia di atas,
maka resiko tidak relevannya data hasil wawancara dengan topik yang
akan diteliti akan semakin meningkat.
2. Jenis kelamin Informan
Peneliti tertarik untuk melihat secara khusus konsep diri pada remaja
putra yang mengalami obesitas. Hal ini didukung oleh hasil pencarian
peneliti dimana masih jarang penelitian dengan topik serupa yang
menggunakan Informan berjenis kelamin laki-laki atau putra.
3. Kondisi tubuh
Informan yang akan dipilih untuk mengikuti penelitian ini harus
termasuk dalam kategori obesitas. Obesitas akan diukur dengan melihat
IMT (Indeks Massa Tubuh). Rumus menghitung IMT terdapat pada bab II.
Setelah calon Informan yang memenuhi kriteria di atas terkumpul,
tersebut akan dilakukan dengan membuat undian dan mengambil 3 nama
calon Informan. Setelah mendapatkan 3 nama calon yang akan dipilih,
peneliti akan menghubungi Informan untuk meminta persetujuan dan
kemudian diberikan penjelasan singkat mengenai penelitian ini (informed
consent).
Jumlah Informan (3 orang) ditentukan dengan mempertimbangkan
saran Creswell (2007), dimana jumlah Informan tersebut masih dapat
diterima dalam penelitian naratif. Creswell menyatakan bahwa pada
penelitian naratif penggunaan sampel pada umumnya berjumlah satu
sampai dua individu, kecuali pada penggunaan jumlah partisipan yang
lebih besar untuk mengembangkan sebuah cerita kolektif (collective story).
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam semi terstruktur. Peneliti membuat kerangka pertanyaan dasar
namun dalam prakteknya dapat berkembang sesuai dengan pengalaman
Informan. Hal ini memberikan keleluasaan pada peneliti untuk memberikan
pertanyaan sesuai dengan kondisi saat wawancara berlangsung.
Dalam wawancara semi terstruktur, peneliti mencatat pokok-pokok
penting yang akan dibicarakan sebagai pegangan untuk mencapai tujuan
wawancara, dan responden bebas menjawab menurut isi hati dan pikirannya.
Dengan demikian, peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih luas
karena setiap Informan bebas meninjau berbagai aspek menurut pendirian
mereka masing-masing, sehingga dapat memperkaya pandangan peneliti
(Nasution, 2006). Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi pada
perilaku dan ekspresi Informan yang kemudian hasilnya dicantumkan sebagai
data tambahan.
Tabel 3. Panduan wawancara
No. Panduan Pertanyaan
1. Pengetahuan tentang diri sendiri
Jika saya bertanya siapa anda, bagaimana anda akan
menjawabnya?
Apa hobi atau kegemaran anda?
Apa hal yang anda suka dan tidak sukai?
2. Penilaian terhadap diri sendiri
Bagaimana anda memandang diri sendiri?
Menurut anda, anda orang yang seperti apa?
3. Pengharapan bagi diri sendiri
Apa cita-cita anda ke depan?
Bagaimana anda bisa mewujudkan cita-cita anda?
4. Pengalaman dari lingkungan
Bagaimana pengalamanmu sewaktu kecil?
Bagaimana pengalamanmu sewaktu SD?
Bagaimana pengalamanmu sewaktu SMP?
Bagaimana pengalamanmu sewaktu SMA?
Apa ada pengalaman menarik dengan kegemukanmu?
Apa ada pengalaman buruk dengan kegemukanmu?
Dari keseluruhan kisah hidup anda kejadian – kejadian apa saja
yang paling anda ingat?
Apa hal yang paling mengesankan dalam hidup?
Tahapan proses wawancara:
1. Mencari Informan untuk menjadi partisipan penelitian.
2. Melakukan perkenalan, rapport, menjelaskan tujuan, dan memastikan
kesediaan Informan.
3. Membuat jadwal wawancara dengan mempertimbangkan kesediaan
Informan dan jadwal kegiatan belajar.
4. Melakukan wawancara. Data wawancara direkam dengan menggunakan
alat perekam yang kemudian akan disalin dalam transkrip wawancara
verbatim. Peneliti juga merekam cerita Informan dengan membuat
catatan langsung ketika wawancara berlangsung untuk mengantisipasi
hilangnya data jika terjadi gangguan pada alat perekam. Selain
dan ekspresi Informan ketika proses wawancara berlangsung. Hal-hal
penting yang relevan dengan penelitian akan langsung ditambahkan
dalam catatan yang dibuat peneliti.
E. PROSES PENGUMPULAN DATA
Proses pengumpulan data diawali dengan mengumpulkan data
Informan yang masuk dalam kategori partisipan Informan penelitian. Peneliti
mendata beberapa remaja putra yang diperkirakan mengalami obesitas dan
masih bersekolah di jenjang SMP dan SMA. Pada tahap awal peneliti
memperkirakan Informan yang obesitas dari ciri penampilan fisik. Kondisi
obesitas akan diukur kemudian jika Informan bersedia untuk mengikuti
penelitian. Apabila pada waktu pengukuran Informan ternyata tidak masuk
kategori obesitas menurut skala Indeks Massa Tubuh, maka peneliti akan
mencari Informan lainnya.
Hasil pendataan awal terkumpul 9 Informan. Informan diperoleh
dengan langsung bertanya acak pada beberapa responden. Peneliti tidak
mencari Informan di sekolah atau institusi tertentu. Peneliti kemudian
melakukan random sampling dari 9 Informan tersebut, lalu peneliti mendapat
3 nama yang akan dijadikan Informan penelitian
Peneliti kemudian menghubungi 3 Informan tersebut di waktu dan
tempat yang berbeda secara untuk melakukan perkenalan dan rapport serta
Setelah melakukan perkenalan ketiga Informan bersedia untuk
mengikuti proses wawancara. Peneliti kemudian mengatur jadwal wawancara
degan masing-masing Informan. Pada waktu pelaksanaan wawancara, salah
satu Informan tiba-tiba berhalangan untuk diwawancarai karena sedang
opname di rumah sakit. Akhirnya hanya 2 Informan yang valid menjadi
partisipan dalam penelitian ini. Jumlah Informan sebanyak 2 orang masih
memenuhi syarat dalam penelitian menurut Creswell sehingga penelitian
tetap dilanjutkan tanpa mencari Informan pengganti.
Pada Informan 1, rapport berjalan cukup lama sebab Informan merasa
belum terlalu kenal dengan peneliti. Informan adalah orang yang pemalu
sehingga Informan masih ragu-ragu untuk menceritakan pengalaman
hidupnya pada orang yang baru dikenal. Setelah beberapa kali pendekatan
secara personal, Informan bersedia untuk diwawancara.
Pada Informan 2, proses rapport kurang lebih sama dengan Informan
sebelumnya. Peneliti perlu melakukan pendekatan personal cukup lama
sehingga Informan mau untuk diwawancara. Setelah rapport dilaksanakan
dengan baik dan Informan memahami tugas dan peranannya dalam penelitian
ini, di pertemuan selanjutnya barulah proses wawancara dilakukan.
Peneliti memberi batas waktu maksimal proses wawancara
berlangsung selama 60 menit. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi
Informan dan juga melihat ketersediaan waktu Informan. Akan tetapi pada
wawancara walaupun melebihi 60 menit. Akhirnya peneliti melakukan
wawancara sampai waktu yang dirasa cukup.
Tabel 4. Pelaksanaan Wawancara
No. Informan Tanggal Waktu Tempat
1. R 14 Juni 2015 13.35 – 14.40 Rumah
Informan
2. S 20 Juni 2015 15.15 – 16.25 Rumah
Informan
Proses penegambilan data berjalan dengan lancar. Kedua Informan
bekerja sama dengan baik selama proses wawancara berlangsung. Peneliti
kemudian mengucapkan terima kasih pada Informan dan mengingatkan lagi
kepada Informan bahwa data penelitian akan terjaga serta data pribadi
Informan tidak akan diketahui. Hal ini dilakukan peneliti untuk tetap menjaga
rasa aman Informan walaupun proses wawancara sudah selesai dan peneliti
sudah jarang berkomunikasi dengan Informan.
F. KODE ETIK UNTUK MENJAGA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS
INFORMAN PENELITIAN
Peneliti berusaha untuk mengikuti kode etik Himpunan Psikologi