• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata ex. Poir) Beserta Analisis Finansialnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata ex. Poir) Beserta Analisis Finansialnya."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata ex. Poir) BESERTA

ANALISIS FINANSIALNYA

SKRIPSI

Oleh :

I GUSTI AYU DHARMAPADNI GRIA MAS ARUM NIM. 1011205033

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

(2)

ii

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata ex. Poir) BESERTA

ANALISIS FINANSIALNYA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

Oleh :

I GUSTI AYU DHARMAPADNI GRIA MAS ARUM NIM. 1011205033

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

(3)

iii

I Gst Ayu Dharmapadni Gria Mas Arum. 1011205033. 2015. Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Tepung Labu Kuning ( Cucurbita moschata ex. Poir ) Beserta Analisis Finansialnya. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H., MP dan I Wayan Gede Sedana Yoga, S.TP., M.Agb.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik tepung labu kuning 2) Mengetahui suhu terbaik untuk menghasilkan karakteristik tepung labu kuning terbaik 3) Mengetahui kelayakan secara finansial dari tepung labu kuning. Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium yang dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan suhu pengeringan yaitu (50, 60, 70, dan 80)˚C dan pengelompokkan 3 waktu proses. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati maka dilanjutkan dengan uji BNT. Perlakuan terbaik ditentukan dengan uji efektifitas, dilanjutkan dengan analisis finansialnya. Perlakuan suhu pengeringan terhadap tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar beta karoten. Perlakuan tepung labu kuning terbaik adalah perlakuan suhu 60˚C dengan karakteristik yaitu : rendemen 22,00%, kadar air 14,51%, kadar abu 5,79%, kadar protein 1,07%, kadar lemak 1,19%, kadar karbohidrat 82,02% dan kadar beta karoten 2295,81 µg/100g. Biaya produksi tepung labu kuning dengan perlakuan terbaik Rp.166.780.400 per tahun dan harga jual adalah Rp.41.063/kg, analisis Break Event Point sebesar 2.241,77 kg per tahun, Return On Investment sebesar 35,06%, dan Pay Out Time sebesar 2,85 tahun sehingga perusahaan ini layak untuk dijalankan.

(4)

iv

I Gst Ayu Dharmapadni Gria Mas Arum. 1011205033. 2015. The Influence of Drying Temperature on the Characteristics Flour Pumpkin ( Cucurbita moschata ex. Poir ) with Financial Analysis. Supervised by Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H., MP dan I Wayan Gede Sedana Yoga, S.TP., M.Agb.

ABSTRACT

This study aims to 1) Determine the effect of drying temperature on the characteristics of pumpkin flour 2) Determine the best temperature to produce the best characteristics pumpkin flour 3) Determine the financial feasibility of flour pumpkin. This research is designed using a laboratory scale randomized block design with treatments that drying temperature (50, 60, 70, and 80) ˚C and 3 grouping processing time. The best treatment is determined by the effectiveness of the test, followed by analysis of financial. The resut showeds that drying temperature of the flour pumpkin had very significant effect on yield, water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content and levels of beta carotene. Pumpkin flour best treatment is temperature 60˚C with characteristics: yield of 22.00%, 14.51% water content, ash content of 5.79%, 1.07% protein content, fat content 1.19%, carbohydrate content 82.02% and beta carotene levels of 2295.81 g / 100g. Pumpkin flour production costs with the best treatment Rp.166.780.400 a year and price was Rp.41.063/ kg, Break Event Point analysis of 2.241,77 kg a year, Return On Investment of 35.06%, and Pay Back Period of 2,85 years so it is feasible to run the bussines.

(5)

v

RINGKASAN

Produk olahan labu kuning yang masih banyak ditemui adalah produk olahan labu kuning basah, yang cenderung umur simpannya pendek, mengingat potensi gizi dan ketersediaan labu kuning di Indonesia, maka perlu dilakukan upaya pengolahan labu kuning sehingga memiliki umur simpan lebih lama. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Pengolahan labu kuning menjadi tepung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan buah segarnya, yaitu sebagai bahan baku fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, daya simpan yang lama karena kadar air yang rendah, tidak membutuhkan tempat yang besar dalam penyimpanannya, dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti sumber kabohidrat, protein dan vitamin.

(6)

vi

pada pengeringan labu kuning yang saat ini belum di dapat informasinya. Menurut Mohamed dan Hussein (1994) mengatakan bahwa suhu pengeringan 40oC – 60oC pada pengeringan wortel dapat mempertahankan kandungan asam askorbat, sifat rehidrasi wortel yang dikeringkan dan juga mempertahankan kandungan karoten dan warna wortel kering. Merujuk dari refrensi diatas, maka penelitian ini menggunakan suhu 50oC – 80oC dalam pengeringan labu kuning untuk mencari suhu pengeringan terbaik. Proses pengolahan atau pembuatan tepung labu kuning perlu dikaji secara finansial untuk mengetahui kelayakannya dalam produksi secara komersial. Sampai saat ini kajian kelayakan komersialiasi produksi tepung labu kuning belum diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan kajian produksi labu kuning, khususnya analisis secara finansial.

(7)

vii

Perlakuan suhu pengeringan terhadap tepung labu kuning berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar beta karoten, dan kadar abu. Perlakuan tepung labu kuning terbaik adalah perlakuan suhu 60˚C dengan karakteristik yaitu : rendemen 22,00%, kadar

(8)

viii

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita Moschata ex. Poir) BESERTA

ANALISIS FINANSIALNYA

Skripsi ini telah mendapat persetujuan pembimbing :

Pembimbing I

Prof. Dr.Ir. Bambang Admadi H., MP. NIP. 19650221 199002 1 004

Pembimbing II

I Wayan Gd Sedana Yoga, S.TP., M.Agb NIP. 19800516 200502 1 006

Dekan

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

I Gusti Ayu Dharmapadni Gria Mas Arum dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 22 April 1992. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan I Gusti Bagus Sumertana, SE dan Dra.Oktoviani Tri Ganefianti.

Penulis mulai memasuki dunia pendidikan di TK Negeri Denpasar pada tahun 1996 dan tamat tahun 1998. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SD Saraswati 5 Denpasar pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004, lalu melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Denpasar dan berhasil lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Denpasar. Pada tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana di Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Tepung Labu Kuning (Cucurbitae Moschata Ex Poir) beserta Analisis Finansialnya”. Penulisan

skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Keberhasilan penulis tidak hanya didasarkan atas kerja keras penulis tetapi juga berkat dukungan serta bantuan yang penulis terima dari awal dimulainya penelitian ini hingga akhir penulisan skripsi. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H.,MP selaku pembimbing I dan Bapak I Wayan Gede Sedana Yoga, S.TP.,M.Agb sebagai pembimbing II yang telah banyak membantu, membimbing dan mengarahkan selama penelitian hingga penyelesaian dari skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. I Dewa Gde Mayun Permana, MS. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP., selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

4. Bapak/ibu dosen dan staf pegawai Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Kepala Laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

(11)

xi

6. Ayah, Ibu, adik-adik tercinta dan tentunya I Gusti Ngurah Pungki Wiraguna S.TP yang senantiasa memberikan dukungan serta bantuan moril dan materi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

7. Rekan-rekan FTP Unud angkatan 2010 (Andri, Wahyu, Sumi, Panji, Lia, Ninik, Tia) dan teman-teman lainnya yang telah turut serta membantu lancarnya penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat dipergunakan sebagai mana mestinya sehingga dapat bermanfaat bagi banyak orang. Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga penulis berharap kritikan serta saran-saran dari para pembaca yang bersifat membangun.

Denpasar, Desember 2015

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RINGKASAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Labu (Cucurbita) ... 5

2.2 Labu Kuning (Cucurbita moschata) ... 6

2.3 Kandungan Gizi Labu Kuning ... 8

(13)

xiii

2.5 Tepung ... 10

2.6 Beta Karoten ... 11

2.7 Pengeringan ... 12

2.8 Pengaruh Pengeringan terhadap Bahan ... 14

2.9 Uji Efektivitas ... 15

2.10 Analisis Finansial ... 16

2.10.1 Biaya Tetap dan Biaya Variabel ... 17

2.10.2 Break Event Point ... 17

3.5.7.1 Pembuatan Kurva Standar beta karoten ... 25

3.5.7.2 Analisis kadar total karoten dengan spektrofotometer ... 25

3.5.8 Uji Efektivitas ... 26

3.5.9 Analisis Usaha ... 27

3.5.9.1 Asumsi ... 28

(14)

xiv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Rendemen ... 31

4.2 Kadar Air ... 32

4.3 Kadar Abu ... 33

4.4 Kadar Protein ... 34

4.5 Kadar Lemak ... 34

4.6 Kadar Karbohidrat ... 35

4.7 Total Karoten ... 36

4.8 Uji Efektifitas ... 37

4.9 Analisis Finansial ... 37

4.9.1 Kebutuhan Modal Awal ... 38

4.9.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel ... 38

4.9.3 Harga Jual... 38

4.9.4 Break Event Point ... 40

4.9.5 Return On Investment ... 40

4.9.6 Pay out time... 41

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1. Komposisi zat gizi labu kuning segar per 100 gram ... 8

2. Syarat mutu tepung tapioka (SNI No. 01-3451-2011) ... 11

3. Komponen Biaya Tetap... 29

4. Komponen Biaya Variabel ... 29

5. Rendemen ... 31

6. Kadar Air ... 32

7. Kadar Abu ... 33

8. Kadar Protein ... 34

9. Kadar Lemak ... 35

10. Kadar Karbohidrat ... 35

11. Kadar Total Karoten ... 36

12 Uji Efektifitas ... 38

13. Besarnya Investasi untuk Usaha Tepung Labu Kuning ... 38

14. Biaya Tetap (FC), Biaya Variabel (VC), dan Total Biaya Produksi (TC) ... 39

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Analisis Statistik Kadar Abu ... 46

2. Analisis Statistik Kadar Air ... 49

3. Analisis Statistik Kadar Lemak ... 50

4. Analisis Statistik Kadar Protein ... 51

5. Analisis Statistik Beta Karoten ... 52

6. Analisis Statistik Kadar Karbohidrat ... 53

7. Analisis Statistik Rendemen ... 54

8. Uji Efektivitas ... 55

9. Kebutuhan Modal Awal Usaha Pembuatan Tepung Labu Kuning ... 56

10. Penyusutan Alat ... 57

11. Kebutuhan Bahan Baku,Bahan Pembantu, dan Bahan Pengemas ... 58

12. Dana Modal Tetap dan Dana Modal Kerja ... 59

13. Besarnya Investasi untuk Usaha Tepung Labu Kuning ... 60

14. Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Usaha Tepung Labu Kuning ... 61

15. Harga Jual (P) Tepung Labu Kuning ... 62

16. Analisis Break Event Point (BEP) ... 63

17. Analisis Return on Investment (ROI) ... 64

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memungkinkan dikembangkannya banyak produk pertanian. Hasil pertanian di Indonesia ada yang sudah di manfaatkan dengan optimal, ada juga yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu produk pertanian yang kurang di maanfaatkan dengan optimal adalah labu kuning. Di Indonesia penyebaran buah labu kuning juga telah merata, Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah yang menghasilkan labu kuning dalam jumlah yang besar, yaitu setiap 1 hektar lahan dapat menghasilkan 20-40 ton buah buah labu kuning. Data Badan Pusat Statistik dalam Hidayati (2006), menunjukkan hasil rata-rata produksi labu kuning seluruh Indonesia berkisar antara 20-21 ton per hektar. Sedangkan konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, yakni kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Pemanfaatan labu kuning akan meningkat pada bulan-bulan tertentu, seperti pada bulan Ramadhan. Biasanya pada bulan tersebut labu kuning dimanfaatkan sebagai kolak, puding, sup maupun kue basah. Labu kuning banyak dimaanfaatkan sebagai produk pangan karena nilai gizinya cukup lengkap.

Komposisi gizi labu kuning per 100g terdiri dari energi 32 kkal; protein 1,1gram; lemak 0,1 gram; karbohidrat 6,6 gram; kalsium 45 mg; karoten total 180 µg; vitamin C 52 mg (PERSAGI, 2009). Penelitian Kandlakunta, et al.(2008), menyatakan bahwa kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar 1,18 mg/100 g. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid, selain sebagai

(19)

2

provitamin-A, beta karoten juga berperan sebagai antioksidan yang efektif pada konsentrasi rendah oksigen.

Produk olahan labu kuning yang masih banyak ditemui adalah produk olahan labu kuning basah, yang cenderung umur simpannya pendek, mengingat potensi gizi dan ketersediaan labu kuning di Indonesia, maka perlu dilakukan upaya pengolahan labu kuning sehingga memiliki umur simpan lebih lama. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Pengolahan labu kuning menjadi tepung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan buah segarnya, yaitu sebagai bahan baku fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, daya simpan yang lama karena kadar air yang rendah, tidak membutuhkan tempat yang besar dalam penyimpanannya, dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti sumber kabohidrat, protein dan vitamin.

(20)

3

dicari, khususnya pada pengeringan labu kuning yang saat ini belum di dapat informasinya. Menurut Mohamed dan Hussein (1994) mengatakan bahwa suhu pengeringan 40oC – 60oC pada pengeringan wortel dapat mempertahankan kandungan asam askorbat, sifat rehidrasi wortel yang dikeringkan dan juga mempertahankan kandungan karoten dan warna wortel kering. Merujuk dari refrensi diatas, maka penelitian ini menggunakan suhu 50oC – 80oC dalam pengeringan labu kuning untuk mencari suhu pengeringan terbaik.

Proses pengolahan atau pembuatan tepung labu kuning perlu dikaji secara finansial untuk mengetahui kelayakannya dalam produksi secara komersial. Sampai saat ini kajian kelayakan komersialiasi produksi tepung labu kuning belum diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan kajian produksi labu kuning, khususnya analisis secara finansial.

1.2. Perumusan Masalah

1) Bagaimana pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik tepung labu kuning?

2) Berapa suhu terbaik yang menghasilkan karakteristik tepung labu kuning terbaik?

3) Bagaimana kelayakan finansial dari produksi tepung labu kuning?

1.3. Tujuan

(21)

4

2) Mengetahui suhu terbaik untuk menghasilkan karakteristik tepung labu kuning terbaik.

3) Mengetahui kelayakan secara finansial dari tepung labu kuning.

1.4. Manfaat

1) Memberikan informasi ilmiah tentang suhu pengeringan terbaik yang dapat digunakan dalam pembuatan tepung labu kuning.

2) Memberikan informasi baru tentang cara pengolahan labu kuning yang

memberikan umur simpan lebih panjang sehingga labu kuning dapat dijumpai sepanjang waktu.

3) Memberikan informasi baru tentang produksi tepung labu kuning ditinjau dari kelayakan secara finansial.

1.5. Hipotesis

(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Labu (Cucurbita)

Tanaman Labu termasuk dalam keluarga buah labu-labuan atau Cucurbitaceae, dan masih sekerabat dengan melon (Cucumis melo) dan mentimun (Cucumis sativus). Labu ini tergolong jenis tanaman semusim sebab setelah selesai berbuah akan mati. Oleh karena itu tanaman labu di daerah pedesaan sering dijadikan tanaman tumpangsari. Tanaman labu memerlukan suhu sekitar 25-30˚C, labu tidak memerlukan ketinggian tempat yang khusus. Keistimewaan lain dari tanaman labu adalah dapat ditanam di lahan-lahan yag kering atau tegalan yang masih tersedia luas di Negara kita. Di Indonesia penyebaran labu juga telah merata, hampir di semua kepulauan nusantara terdapat tanaman labu, karena disamping cara penanaman dan pemeliharaannya mudah labu memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat diandalkan (Anon., 2010a).

Labu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, protein dan vitamin-vitamin. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap ini, labu dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkannya. Labu dapat dijadikan juga bahan pangan yang memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Dengan adanya perkembangan teknologi pengolahan pangan yang canggih, labu dapat menjadi bahan untuk pembuatan berbagai jenis makanan seperti roti, dodol, tepung, dan lain sebagainya (Sudarto, 1993).

Labu mempunyai banyak varietas, dari lebin 40 jenis, tetapi baru beberapa jenis yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Di sisi lain, buah

(23)

6

dari tanaman merambat ini sangat kaya akan kandungan serat, vitamin, mineral, dan air. Banyak pakar gizi dan kesehatan berkomentar kalau labu bermanfaat untuk kesehatan (Anon., 2010a).

2.2. Labu Kuning (Cucurbita moschata)

Labu kuning (Cucurbita moshata, ex. Poir) termasuk jenis tanaman menjalar dari famili curcubitacea. Labu kuning tergolong tanaman semusim sebab setelah selesai berbuah akan mati. Pada daging buah inilah terkandung beberapa vitamin antara lain : vitamin C, vitamin A, dan vitamin B. Pada bagian tengah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Bentuk buah labu kuning ini bermacam-macam tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih, beralur), oval, panjang dan piala. Berat buah labu kuning rata-rata 2-5kg/buah, dan ada yang mencapai 30 kg/buah untuk labu kuning jenis tertentu. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat, lunak, dan mumpur (Sudarto, 1993).

Adapun taksonomi tumbuhan diklasifikasi labu kuning dikutip dari Rukmana (1997) adalan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Familia : Cucurbitaceae Genus : Cucubita

(24)

7

Buah jenis lokal, dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis hibrida, seperti labu kuning Taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara monokultur, tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim. Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari. Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar tiga cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Biji labu tua dapat dikonsumsi sebagai kuaci setelah digarami dan dipanggang (Anon., 2010b).

(25)

8

2.3. Kandungan Gizi Labu Kuning

Labu Kuning merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antiokisidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sayang, sejauh ini pemanfaatannya belum optimal. Buah labu dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dan cita rasanya enak.

Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat cacing pita (Anon., 2010).

Tabel 1 Komposisi Zat Gizi labu Kuning segar per 100gram bahan

No Kandungan Gizi Satuan Kadar

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan Gizi Depkes RI (1972)

(26)

9

2.4. Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar air ±13%. Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Sifat ini akan sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung labu kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan akan berkualitas baik. Karena sifatnya yang higroskopis dalam penyimpanannya, tepung labu kuning harus dilakukan sedemikian rupa, diusahakan agar udara dan sinar tidak menembus wadah. Jenis kemasan yang cocok untuk tepung labu kuning yaitu plastik yang dilapisi aluminium foil. Dengan penyimpanan ditempat yang kering, tepung labu kuning akan dapat tahan selama dua bulan (Hendrasty, 2003).

(27)

10

tepung hanya membutuhkan air relative sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati (Hendrasty, 2003).

2.5. Tepung

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Syarat mutu tepung, sebagai contoh tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu terigu untuk bahan makanan (SNI No. 01-3751-2000)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

3 Serangan dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak *)

- tidak boleh ada

4 Kehalusan, lolos ayakan 212 milimikron - min. 95%

5 Air %, b/b maks. 14,5%

17.1 Angka lempeng total Koloni/g maks. 106

17.2 B. coli AMP/g maks. 10

17.3 Kapang Koloni/g maks. 104

(28)

11

2.6. Beta Karoten

Beta Karoten sama dengan Karotenoid yang lain, yaitu pigmen alami yang larut lemak yang secara umum ditemukan pada tanaman, Alga dan sintesis mikroorganisme. Beta karoten memiliki peran bagi kesehatan salah satunya mempunyai aktivitas sebagian antioksidan, meningkatkan komunikasi interselular, immunodulator dan antikarsinogenik. Kemampuan beta karoten sebagai antioksidan ditunjukkan oleh mengikat oksigen (O2), menangkal radikal peroksil dan menghambat oksidasi lipid. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa rendahnya betakaroten plasma dan konsentrasi karotenoid berhubungan dengan meningkatnya resiko kanker esophagus, lambung dan kanker kulit seperti halnya penyakit kardiovaskuler (Kritchevsky,1999).

2.7. Pengeringan

(29)

12

Kebanyakan jenis pengeringan, kalor atau panas diberikan pada bahan pangan, dan air dalam bentuk uap air di buang. Metode pemberian kalor serta pemindahan uap air dari produk adalah dasar dari berbagai teknik pengeringan. Jika kalor diberikan pada bahan pangan maka suhu bahan akan naik dan air menguap (Harris dan Karmas,1980).

Proses pengeringan mempunyai dua periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan periode pengeringan dengan laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar air kritis. Kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan laju pengambilan uap air maksimum dari bahan. Pada periode pengeringan dengan laju tetap, bahan mengandung air yang cukup banyak, sehingga pada permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air bebas. Periode ini berakhir pada saat laju difusi air dari dalam bahan telah turun, sehingga lebih lambat dari laju penguapan. Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air selama pengeringan. Jumlah air terikat makin lama makin berkurang. Pada laju pengeringan menurun ini kadar air bahan lebih kecil dari pada kadar air kritis.

(30)

13

sepanjang hari, kenaikan suhu tiak dapat diatur, selain itu kebersihan bahan yang dijemur sukar diawasi.

Menurut Muchtadi (1989) umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau diiris-iris untuk mempercepat pengeringan. Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluar permukaan bahan sehingga permukaan yang dapat berhubungan dengan medium pemanas lebih luas dan mempermudah keluarnya air dari pusat bahan ke permukaan bahan.

2.8. Pengaruh Pengeringan terhadap Bahan

Winarno (1993) menyatakan pengaruh paling nyata pada bahan yang dikeringkan adalah menurunnya kandungan air pada bahan, karena air pada bahan telah mengalami penguapan, yang kemudian menyebabkan penurunan berat bahan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi lebih tinggi, tetapi warna dan vitamin pada umumnya akan rusak dan berkurang.

Lebih lanjut dinyatakan proses pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi maka dapat terjadi case hardening, yaitu suatu keadaan bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalam masih basah. Terjadinya case hardening dapat mengakibatkan proses pengeringan selanjutnya menjadi lambat. Mikroorganisme yang terdapat di bagian dalam bahan yang masih basah dapat berkembang biak sehingga menyebabkan kebusukan.

(31)

14

yang terdapat pada bahan pangan mengalami penurunan sehingga mikroorganisme penyebab kerusakan bahan tidak dapat hidup.

Pengaruh pengeringan terhadap pertumbuhan mikroorganisme cukup besar, karena pengeringan akan menurunkan nilai aw bahan yang dikeringkan. Umumnya bahan pangan yang dikeringkan memiliki nilai aw berkisar 0,2-0,6 (Harris dan Karmas, 1989). Kisaran nilai ini sudah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak yang umumnya tumbuh optimal pada aw antara 0,8-1,0 yaitu pada daerah dimana air dalam bahan pangan dinyatakan sebagai air bebas.

2.9. Uji Efektivitas

(32)

15

Metode tersebut di atas merupakan metode (De Garmo et. al., 1984). Metode tersebut kiranya dapat diadopsi untuk mengambil keputusan dalam memilih perlakuan terbaik dalam penelitian pangan. Namun demikian sebaiknya dilakukan modifikasi dalam penerapannya, yaitu pada saat mengurutkan (meranking) pentingnya peran variabel terhdap mutu produk. Pada tahapan tersebut kiranya diperlukan bantuan pendapat responden (dianggap sebagai calon konsumen) untuk meranking, agar didapatkan hasil objektif karena menggambarkan pendapat umum. Jadi bukan didasarkan pada pendapat peneliti, karena konsumen adalah penentu dapat diterima atau tidaknya suatu produk pangan. Contoh yang dikemukakan (De Garmo et. al., 1984) adalah dalam bidang keteknikan, dengan demikian langkah-langkah untuk memilih perlakuan terbaik dalam penelitian pangan dilakukan dengan memodifikasi metode (De Garmo et. al., 1984), tersebut menjadi sebagai berikut :

1) Variabel diurutkan menurut prioritas dengan menggunakan hasil kuisioner dari pakar dan kontribusi terhadap hasil.

2) Masing-masing variabel ditentukan bobotnya (BV) sesuai kontribusinya, yang dikuantifikasikan antara 0-1.

3) Ditentukan bobot normal (BN) masing-masing variabel dengan membagi bobot tiap variabel (BV) dengan jumlah semua bobot variabel.

(33)

16

variabel dengan rata-rata semakin kecil semakin baik, maka rata-rata terendah sebagai nilai terendah sebagai nilai terbaik dan tertinggi sebagai nilai terjelek.. 5) Ditentukan nilai hasil (Nh) masing-masing variabel yang diperoleh dari

perkalian antara BN dengan Ne-nya.

6) Nh semua variabel untuk masing-masing alternatif perlakuan dijumlahkan. 7) Dipilih perlakuan terbaik, yaitu perlakuan dengan jumlah Nh tertinggi.

2.10. Analisis Finansial

Analisis finansial diperlukan agar diperoleh gambaran perhitungan biaya yang diperlukan dalam memulai suatu finansial. Selain itu dapat diperhitungkan gambaran keuntungan yang akan diperoleh, berapa lama modal akan kembali dan keuntungan yang akan diraih sejak waktu tertentu (Susanto dan Saneto,1994).

2.10.1. Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Perhitungan analisis finansial perlu dibedakan antara biaya tetap dan biaya variable, kedua biaya ini tergolong biaya produksi (Susanto dan Saneto,1994). Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak terpengaruh oleh perubahan kegiatan perusahaan di dalam interval waktu dan kapasitas tertentu. Sedangkan biaya variable (variable cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai tingkat kegiatan yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan (Ahyari,1987).

(34)

17

2.10.2. Break Event Point

Menurut kadiriah (1994) analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk menentukan berapa jumlah produk yang harus dihasilkan agar perusahaan minimal tidak mendapatkan rugi. Analisis ini juga berguna untuk menjelaskan hubungan antara biaya, penghasilan dan volume penjualan atau produksi. Untuk menentukan BEP perlu ditentukan dahulu biaya-biaya tetap dan biaya variable untuk berbagai volume penjualan, dengan demikian jumlah kuantitas produk yang dihasilkan untuk mencapai BEP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Q BEP =

Q BEP = Jumlah yang dijual untuk mencapai BEP (unit pertahun) TFC = Biaya tetap total

AVC = Biaya variable per unit 2.10.3. Return On Invesment

Return on investment (ROI) adalah suatu cara menyatakan besarnya keuntungan dengan membandingkan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal dan dinyatakan dalam persen per tahun. ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba kotor dikurangi pajak pendapatan.

(35)

18

2.10.4. Pay out time

Gambar

Tabel Judul
Tabel 1 Komposisi Zat Gizi labu Kuning segar per 100gram bahan
Tabel 2. Syarat mutu terigu untuk bahan makanan (SNI No. 01-3751-2000)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan memberikan dua perlakuan yang berbeda terhadap dua kelas yaitu pada kelas VIII 1 sebagai kelas eksperimen (mengajar dengan

Untuk mengetahui berapa koordinat dari titik lokasi sumber air yang telah kita simpan sebelumnya, dilakukan dengan mengaktifkan menu trip database. Tombol untuk mengaktifkan menu

Penelitianinibermaksuduntukmengetahui faktor – faktor yang mempengaruhiperilakumerokok remaja di SMANegeri 1 Padang Bolak Julu.Saya sangat mengharapkan siswa memberikanjawaban

Selama belajar di luar negeri, biaya yang diberikan kepada Perguruan Tinggi. KS yang

Dari beberapa hasil wawancara dan pengamatan di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan faktor penghambat partisipasi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan

[r]

Kesimpulan: Ekstrak daun Kemangi dapat diformulasikan dalam sediaan krim yang baik secara fisik, dan sediaan krim ekstrak daun Kemangi tidak dapat

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan