• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Minimarket di Kabupaten Badung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Minimarket di Kabupaten Badung."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

ANALISIS FAKTOR KETAHANAN PEDAGANG

WARUNG TRADISIONAL MENGHADAPI PESAING

MINI MARKET

DI KABUPATEN BADUNG

I GUSTI AGUNG AYU RAI YUDHI ASTITI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

ANALISIS FAKTOR KETAHANAN PEDAGANG

WARUNG TRADISIONAL MENGHADAPI PESAING

MINI MARKET

DI KABUPATEN BADUNG

I GUSTI AGUNG AYU RAI YUDHI ASTITI NIM. 1391461017

PROGRAM MAGISTER PROGRAM

STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS

UDAYANA DENPASAR

2016

(3)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 25 JANUARI 2016

Pembimbing I,

Prof. Dr.Drs.I Ketut Sudibia,SU NIP. 19481231 197302 1 001

Pembimbing II,

Dr.Drs. I Ketut Djayastra, SU NIP. 19521030 198003 1 003

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas

Udayana,

Prof. Dr.Nyoman Djinar Setiawina,SE,MS NIP. 19530730 198303 1 001

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001

(4)

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 13 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: 3114/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 25 September 2015

Ketua : Prof. Dr.Drs. I Ketut Sudibia, SU

Anggota :

1. Dr. Drs. I Ketut Djayastra, SU

2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,ME

3. Dr. Ida Bagus Putu Purbadharmaja, SE, ME

4. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP

(5)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawahini:

Nama : I Gusti Agung Ayu Rai Yudhi Astiti

NIM : 1391461017

Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

JudulTesis : Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Minimarket di Kabupaten Badung

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.

Denpasar, 25 Januari 2016

Yang membuat pernyataan

(I Gusti Agung Ayu Rai Yudhi Astiti) NIM. 1391461017

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukut penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas tuntunan dan petunjuk-Nya, tesis yang berjudul“Analisis Faktor Ketahanan

Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Mini Market di

Kabupaten Badung, dapat diselesaikan.Tesis ini merupakan syarat kelengkapan

untuk menyelesaikan pendidikan Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister

Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Tesis ini diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak, untuk itu

melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Rektor

Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD. KEMD atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan

terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang

diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana

Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada :Bapak

Dr. I Nyoman Mahaendra,SE.,MSi. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana; Bapak Prof. Dr.Drs. I Ketut Sudibia, SU selaku Pembimbing I dan

Bapak Dr.Drs. I Ketut Djayastra, SU. Selaku Pembimbing II yang telah banyak

mengorbankan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis;

Bapak Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE, MS, Dr. Ni Nyoman Yuliarmi,

(7)

Pembahas Seminar dan Penguji Tesis yang telah banyak memberikan masukan

bagi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

Bapak dan Ibu semua Dosen dan staf sekretariat MIE UNUD yang telah banyak

membantu dan memfasilitasi selama proses perkuliahan, rekan-rekan angkatan

XXIV MIE UNUD yang telah ikut memberikan masukan-masukan dalam

penyusunan tesis ini. Keluarga tercinta, suami dan anak-anak tercinta yang selalu

memberikan motivasi dan dukungan dalam penyelesaian studi ini. Pemerintah

Kabupaten Badung maupun rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari

sempurna .Dalam kesederhanaan, penulis berharap dapat member sumbangan

pemikiran dan kajian penulis dalam mengembangan kegiatan perekonomian

warung tradiaional dan mini market.

Denpasar,25 Januari 2016

Penulis

(8)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR KETAHANAN PEDAGANG WARUNG

TRADISIONAL MENGHADAPI PESAING MINI MARKET DI

KABUPATEN BADUNG

Pertumbuhan ritel minimarket yang tidak terkendali dapat menyebabkan banyak pemilik warung kehilangan pelanggan sehingga dapat mengurangi omset penjualan.Keberadaan tempat yang sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan yang tidak seimbang di wilayah tersebut. Peneliti termotivasi melakukan penelitian di Kabupaten Badung karena perkembangan jumlah

minimarket yang cukup tinggi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan

permasalahan yang lebih kompleks antara minimarket dan warung tradisional. Hal ini juga akan berdampak kepada kelangsungan usaha warung tradisional di Kabupaten Badung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) dan eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya saing, keberadaan mini market) berpengaruh tidak langsung terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui pendapatan pedagang tradisional. Untuk melakukan analisis terhadap tujuan yang telah ditetapkan, data dikumpulkan dari 160 responden pedagang warung trradisional di delapan desa pada Kabupaten Badung dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakanan alisis deskriptif dan inferensial dengan teknik

Structural Equation Modeling (SEM).

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan teknik SEM menunjukkan bahwa Faktor eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya saing, keberadaan mini market) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Hasil regresi menunjukkan faktor eksternal pedagang berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang sebesar 0.037. Faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Hasil pengujuanhipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor internal pedagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang tradisional di Kabupaten Badung dengan probabilitas sebesar 0.010. Secara tidak langsung, faktor internal dan eksternal berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui pendapatan pedagang warung tradisional. Hal ini dibuktikan dengan nilai Z hitung yang lebih kecil dari nilai Z tabel. Dimana nilai Z hitung sebesar 0.296 sedangkan Z tabel sebesar 0.05

Kata kunci :faktor internal, faktor eksternal, pedagang warung tradisional,

minimarket, ketahanan usaha dagang.

(9)

ABSTRACT

FACTOR ANALYSIS OF RESISTANCE OF TRADITIONAL SHOP TREDERS DEALING IN THE DISTRICT OF COMPETITORS

MINIMARKET BADUNG

Minimarket retail growth can be lethal uncontrolled traditional stalls are lacated in residential areas. Many shop owners lose customers who can reduce turnover. Its existence that were located very close together would bring unbalanced competition in the region. A large number of minimarket located in Badung become one of the background of the region as a case study in this study and certainly more complex causes problem between minimarket and a traditional tavern. This will also affect the sustainability of traditional stalls in the District Badung. Purpose of this study was to analyze the internal factors (price of goods, labor circumference, adequate venture capital, diversification of products) and external (business strategic location, competitiveness, the existence of mini market) indirect effect on merchant resilience of traditional stalls in Badungthrough the income trader traditional stalls. To conduct an analysis with engineering Structural Equation Modeling (SEM).

Results of hypothesis testing was done by using SEM showed that external factors (the strategic location of the business, competitiveness, where minimarket) positif and significant impact on the income of traditional stall traders. Indirectly, the internal and the external factors significantly influence the resilience of traditional trader stall in Badung through the income traditional trader stalls. The regression results indicate a positive influence of external factors on the income trader trader at 0.037. Internal factors ( price of goods , labor circumference , adequate working capital , product diversification ) positive and significant impact on the income of traditional trader stall . The test results show that the hypothesis that internal factors trader positive and significant impact on the income of traditional seller in Badung with probability equal to 0.010 . Indirectly , the internal and external factors significantly influence the resilience of traditional seller in Badung through the income traditional seller stalls . This is evidenced by the Z count value is smaller than the value of the Z table . Where the value Z count equal to 0.296 while the Z table 0.05

Keywords : internal factors, external factors, traders traditional stall, mini, endurance trading business

(10)

DAFTAR ISI

2.1.2 Pasar Tradisional... 12

2.1.3 Teori Waktu Usaha... 15

2.1.4 Keuntungan... 16

2.1.5 Konsep Pendapatan... 19

2.1.6 Jarak... 20

2.1.7 Jangkauan Pelayanan... 21

2.1.8 Diversifikasi Produk... 24

2.1.9 Hubungan Antar Variabel... 26

(11)

BAB IV METODE PENELITIAN... 39

4.1 Rancangan Penelitian... 39

4.2 Lokasi, Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian... 39

4.3Identifikasi Variabel... 41

4.4Definisi Operasional Variabel... 42

4.4.1 Variabel Dependen... 42

4.4.2 Variabel Independen... 43

4.5Jenis dan SumberData... 45

4.6 Populasi dan Sampel... 46

4.6.1 Populasi... 46

4.7 Instrumen Penelitian... 47

4.7.1 Uji Validitas... 47

4.7.2 Uji Reliabilitas... 48

4.8 Metode Pengumpulan Data... 49

4.9 Analisis Data... 50

4.9.1 Analisis Deskriptif... 50

4.9.2 Analisis Jalur ... 50

4.9.3 Persamaan Struktural... 50

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DATA ....…... 59

5.1 Deskripsi Umum Daerah Penelitian……… 59

5.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Badung……… 62

5.3 Karakteristik Responden………. 66

5.5.1 Pemenuhan Asumsi Analisis Jalur……… 71

5.5.2 Analisis Ketepatan Model………. 71

5.5.3 Koefisien Jalur……….. 75

5.5.4 Pengaruh Tidak Langsung Variabel Penelitian………. 77

5.5.5 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Total Variabel Penelitian……… 79

5.5.6 Koefisien Determinasi Total……… 79

5.6 Pembahasan………. 80

5.6.1 Pengaruh Faktor Eksternal Pedagang Terhadap Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung………… 80

5.6.2 Pengaruh Faktor Internal Pedagang Terhadap Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung………… 82 5.6.3 Pengaruh Faktor Eksternal Pedagang terhadap Ketahanan

Pedagang Warung Tradisional dan Pengaruhnya melalui

Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung 83 5.6.4 Pengaruh Faktor Internal Pedagang terhadap Ketahanan

Pedagang Warung Tradisional dan Pengaruhnya melalui

(12)

5.6.5 Pengaruh Pendapatan Pedagang terhadap Ketahanan Pedagang

Warung Tradisional di Kabupaten Badung……… 89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….. 92

6.1 KESIMPULAN………. 92

6.2 SARAN……….. 92

DAFTAR PUSTAKA……… 94

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR TABEL

(15)

1.1

4.1

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

5.6

5.7

5.8

5.9

5.10

(16)

1

Rekapitulasi Minimarket MenurutKabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2013 (unit) ……….………..……….. 4

Variabel Penelitian……… 42

Luas Daerah Kabupaten Badung Per KecamatanTahun 2014……….………..…… 60

PDRB Kabupaten Badung AtasDasar Harga Konstan 2000 MenurutLapangan Usaha Tahun 2009-2013 (DalamMiliyar Rupiah) ………. 65

Distribusi Responden Pedagang Warung Tradisional Menurut Umur di Kabupaten Badung……….. 67

Distribusi Responden Pedagang Warung Tradisional Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Badung……… 67

Distribusi Responden Pedagang Warung Tradisional Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Badung……… 68

Diskripsi Variabel Penelitian………. 70

Ringkasan Model Linier AntarVariabel Penelitian………. 71

Klasifikasi Variabel dan Persamaan Jalur……… 73

Hasil Regresi Model 1………. 73

Hasil Regresi Model 2………. 74

Ringkasan Koefisien Jalur………. 76

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ritel minimarket yang tidak terkendali dapat menyebabkan

banyak pemilik warung kehilangan pelanggan sehingga dapat mengurangi omset

penjualan.Keberadaan tempat yang sangat berdekatan tentu akan memunculkan

persaingan yang tidak seimbang di wilayah tersebut. Peneliti termotivasi

melakukan penelitian di Kabupaten Badung karena perkembangan jumlah

minimarket yang cukup tinggi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan

permasalahan yang lebih kompleks antara minimarket dan warung tradisional.

Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai

keadaan tersebut. Selama ini pembangunan diprioritaskan pada sektor ekonomi,

sedangkan sektor lain hanya bersifat menunjang dan melengkapi sektor ekonomi.

Selain memberikan dampak positif, adanya pembangunan juga memberikan

dampak negatif terutama ditunjukkan oleh berbagai masalah. Adanya krisis

ekonomi sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun

menyebabkan timbulnya masalah baru yaitu tenaga kerja dan kesempatan kerja.

Hal ini menjadi masalah yang sangat serius bagi bangsa Indonesia, ketika

banyaknya industri – industri besar harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya

(18)

2

Berbeda dengan sektor industri yang terpuruk akibat adanya krisis ekonomi,

sektor informal justru mampu bertahan. Sektor informal memiliki karakteristik

yang tidak dimiliki oleh sektor perekonomian yang lain, yaitu penggunaan bahan

baku domestik dengan tujuan pasar dalam negeri dan dinilai dapat menjadi

penopang perekonomian Indonesia. Salah satu contoh sektor perekonomian di

bidang informal adalah warung tradisional atau biasa disebut warung rumah

tangga atau warung kelontong. Selain mudah untuk mendirikan sebuah warung

tradisional dengan modal yang yang tidak besar, bidang informal ini berpotensi

untuk menjadi salah satu bidang usaha yang menghasilkan keuntungan secara

langsung. Usaha tradisional secara umum merupakan bisnis keluarga yang tidak

menutup kemungkinan dapat menyerap tenaga kerja. Seiring berkembangnya

zaman, warung tradisional semakin lama semakin mengalami kemunduran. Hal

ini karena munculnya pasar modern yang dinilai cukup potensial oleh para

pebisnis ritel.

Salah satu ritel modern yang mengalami pertumbuhan cukup pesat di

Indonesia saat ini adalah minimarket dengan konsep waralaba atau franchise.

Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah permukiman, berdampak buruk bagi

warung tradisional yang telah berada di wilayah tersebut. Keberadaan minimarket

ini mematikan warung – warung tradisional yang berada di wilayah permukiman.

Banyak pemilik warung kehilangan pelanggan sehingga dapat mengurangi omset

penjualan. Keberadaan minimarket yang jaraknya sangat berdekatan tentu akan

memunculkan persaingan dan monopoli di wilayah tersebut. Minimarket sering

(19)

3

konsumen beralih ke minimarket tersebut dengan kualitas pelayanan yang lebih

baik dari warung tradisional. Hal ini tentu saja membuat harapan pemilik warung

tradisional untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari – hari

dari keuntungan yang diperoleh mulai sedikit tersendat. Sebagai konsumen,

masyarakat menuntut hal yang berbeda di dalam aktifitas berbelanja. Kondisi ini

bertambah dengan meningkatnya tingkat pengetahuan, jumlah pendapatan dan

jumlah pendapatan keluarga yang berpendapatan ganda (suami – istri bekerja),

dengan waktu berbelanja yang terbatas. Konsumen menuntut peritel untuk

member nilai lebih dari setiap sen uang yang dibelanjakan. Sehingga peritel harus

mampu mengakomodasikan tuntutan tersebut jika tidak ingin ditinggalkan para

pelanggannya( Hutabarat,2009).

Persebaran minimarket hampir merata di seluruh Provinsi di Indonesia.

Sebaran minimarket terbanyak mayoritas di Provinsi Bali sebanyak 649 unit.

Kabupaten Badung sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang menjadi

pusat perekonomian Indonesia di provinsi tersebut tidak mengharankan bila

terdapat banyak minimarket. Hampir di setiap kabupaten/kota muncul minimarket,

supermarket dan hypermarket yang jumlahnya semakin banyak. Tabel 1.1

memperlihatkan jumlah minimarket, supermarket dan hypermarket yang terdapat

(20)

4

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, 2014

Tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Badung berada pada posisi

pertama dengan jumlah minimarket terbanyak di Provinsi Bali dengan jumlah 162

gerai.Banyaknya jumlah minimarket, supermarket dan hypermarket yang terdapat

di Kabupaten Badung menjadi salah satu latar belakang wilayah tersebut menjadi

studi kasus dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara

warung tradisional dan minimarket. Pada warung tradisional masih terdapat proses

tawar-menawar harga sehingga terjalin kedekatan personal dan emosional antara

penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di

minimarket. Sedangkan di minimarket harga sudah pasti ditandai dengan label

harga. Minimarket dan warung kelontong menjual barang – barang kebutuhan

(21)

5

permodalan, tata letak penyajian barang, kenyamanan serta fasilitas lainnya

dibandingkan dengan pedagang warung tradisional.

Pemerintah seharusnya serius dalam menata dan mempertahankan

eksistensi warung tradisional. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan warung

tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh

masyarakat luas. Perhatian pemerintah tersebut dibuktikan dengan melakukan

revitalisasi warung tradisional di berbagai tempat. Target yang dipasang sangat

sederhana dan menyentuh hal yang sangat mendasar. Selama ini warung

tradisional identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau, dan

karenanya hanya didatangi oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Gambaran pasar seperti ini harus diubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman

bagi pengunjung. Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik

untuk datang dan melakukan transaksi di warung tradisional.

Suryadarma (2010) mengatakan warung tradisional sebenarnya terganggu

dengan masalah internal dan mengalami persaingan yang semakin sengit dari

pedagang kaki lima. Tetapi aturan yang dibuat pemerintah tidak boleh

diskriminatif dan tidak membuat dunia usaha stagnan. Pedagang kecil, menengah,

besar, bahkan perantara ataupun pedagang toko harus mempunyai kesempatan

yang sama dalam berusaha. Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern

adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di

kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan

yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat ekonomi menengah

(22)

6

Salah satu contoh sektor perekonomian di bidang informal adalah warung

tradisional atau biasa disebut warung rumah tangga, warung kelontong atau ritel

tradisional. Selain mudah untuk mendirikan sebuah warung tradisional dengan

modal yang tidak besar, bidang informal ini berpotensi untuk menjadi salah satu

bidang usaha yang menghasilkan keuntungan secara langsung (Wijayanti, 2011).

Industri ritel modern telah berkembang pada tahun 1960-an tepatnya pada tahun

1964 yang ditandai dengan berdirinya Sarinah building (Wijayanti, 2011). Industri

ini mulai menampakkan pertumbuhannya dari tahun 1970-1977 dengan adanya

perubahan jenis gerai misalnya supermarket, department store dan sebagainya.

Pada awalnya bisnis ritel modern ini didominasi oleh peritel dalam negeri seperti

Matahari, Ramayana, Hero, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, pada tahun

1998 terjadi kesepakatan antara IMF dengan pemerintah Indonesia mengenai

perjanjian peritel asing untuk dapat berinvestasi atau membuka gerai tanpa harus

bekerjasama dengan peritel lokal. Hal tersebut merupakan peluang yang sangat

menjanjikan bagi peritel lokal maupun asing karena Indonesia memiliki potensi

market share yang sangat besar dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di

dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat, sehingga banyak peritel baik lokal

maupun asing mengincar pasar ritel di Indonesia untuk memperoleh keuntungan

yang sangat besar (Cipto dalam Pandin, 2009).

Perbedaan jumlah yang signifikan antara minimarket, supermarket dan

hypermarket di Bali bukanlah tanpa alasan. Hal ini tentu saja terkait dengan

kemampuan retail modern tersebut dalam menjaring konsumennya. Kemampuan

(23)

7

mereka menawarkan pilihan barang yang lebih banyak dibanding minimarket,

sementara harga yang ditawarkan hypermarket dan supermarket relatif sama,

bahkan pada beberapa barang bisa lebih murah daripada minimarket (Wijayanti,

2011). Namun, format hypermarket dan supermarket tidak terlalu favourable. Hal

ini disebabkan karena kedekatan lokasi dengan konsumen. Hypermarket dan

supermarket kalah bersaing dengan minimarket yang umumnya berlokasi di

perumahan penduduk, walaupun untuk range pilihan barang, minimarket disaingi

oleh supermarket dan hypermarket yang menawarkan pilihan barang yang jauh

lebih banyak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian

dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimanakah faktor eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya

saing, keberadaan minimarket) berpengaruh terhadap pendapatan pedagang

warung tradisional di Kabupaten Badung?

2) Bagaimanakah faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal

usaha memadai, diversifikasi produk) berpengaruh terhadap pendapatan

pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung?

3) Apakah faktor internal dan eksternal berpengaruh tidak langsung terhadap

ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui

(24)

8

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk menganalisis pengaruh faktor eksternal (lokasi strategis usaha,

kemampuan daya saing keberadaan minimarket) terhadap pendapatan

pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung

2) Untuk menganalisis pengaruh faktor internal (harga barang, tenaga kerja

keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) terhadap pendapatan

pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung

3) Untuk menganalisis faktor internal dan eksternal berpengaruh tidak langsung

terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung

melalui pendapatan pedagang warung tradisional.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai pengaruh keberadaan

minimarket terhadap eksistensi warung tradisional terutama di Kabupaten

Badung, serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian lain untuk meneliti

lebih lanjut.

2) Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai bahan

pemikiran kritis terkait fenomena usaha atau bisnis minimarket yang semakin

berkembang. Disamping itu, penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat

(25)

9

khususnya usaha minimarket serta upaya perlindungan terhadap usaha

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Definisi

Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk

menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi

sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yng

diajukan, serta membantu dalam penyusunan instrumen penelitian. Teori-teori

yang digunakan tersebut, bukan sekedar pendapat dari pengarang saja, melainkan

teori yang sudah teruji kebenarannya (Ridwan, 2004). Peneliti mengutip beberapa

teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian, dan teori-teori ini

merupakan landasan dalam penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain mengenai pasar modern, pasar tradisional, struktur pasar, teori

waktu usaha, keuntungan, jarak, teori lokasi, dan diversifikasi produk.

2.1.1 Pasar Modern

Pasar menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun

2007 adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu

baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,

plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Ada lima fungsi pasar yaitu :

a. Menetapkan nilai (sets value)

b. Pendistribusi barang

c. Pengorganisir produksi

d. Penyelenggara penjatahan (rationing)

(27)

11

Selanjutnya Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar

yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan

perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang

baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).

Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping centre,

waralaba, toko mini, swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya.

Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis yang beragam. Selain

menyediakan barang barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor.

Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui

penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang rijek/tidak

memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern

umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga,

pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan

setelah dikenakan pajak).

Adanya penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik

kepada konsumen menyebabkan banyak orang mulai beralih ke pasar modern

untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Macam-macam pasar modern diantaranya

(Kotler, 2000) :

a. Minimarket: gerai yang menjual produk-produk eceran seperti warung

kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang

minimarket adalah antara 50 m2 sampai 200 m2.

b. Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual,

(28)

12

Convenience store ada yang dengan luas ruangan antara 200 m2 hingga 450 m2

dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari

harga minimarket.

c. Special store: merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga

konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang

bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.

d. Factory outlet: merupakan toko yang dimiliki perusahaan/pabrik yang menjual

produk perusahaan tersebut.

e. Distro (Disribution Store): jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan

aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri.

f. Supermarket: pasar modern yang mempunyai luas 300-1100 m2 untuk yang

kecil, sedangkan yang besar berukuran 1100-2300 m2

g. Perkulakan atau gudang rabat: menjual produk dalam kuantitas besar kepada

pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian

bisnis.

h. Super store: adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap

dan luas serta lebih besar dari supermarket.

i. Hipermarket: pasar modern yang mempunyai luas ruangan di atas 5000 m2

2.1.2 Pasar Tradisional

Pasar Tradisional menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

112 Tahun 2007 adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik

Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko,

(29)

13

swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan

dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar. Usaha-usaha

pasar tradisional dapat digolongkan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut :

a. Pasar Induk adalah pasar yang merupakan pusat distribusi yang menampung

hasil produksi petani yang dibeli oleh para pedagang tingkat grosir kemudian

dijual kepada para pedagang tingkat eceran untuk selanjutnya diperdagangkan

dipasar-pasar eceran diberbagai tempat mendekati para konsumen;

b. Pasar Iingkungan adalah pasar yang dikelola pemerintah daerah, badan usaha

dan kelompok masyarakat yang ruang lingkup pelayanannya meliputi satu

lingkungan pemukiman di sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang

diperdagangkan meliputi kebutuhan pokok sehari- hari;

c. Pasar Desa adalah pasar yang dikelola oleh pemerintahan desa atau kelurahan

yang ruang Iingkup pelayanannya meliputi Iingkungan desa atau kelurahan di

sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang diperdagangkan meliputi

kebutuhan pokok sehari-hari dan/atau kebutuhan sembilan bahan bahan

pokok;

d. Pasar tradisional kota adalah pasar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah,

Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi yang ruang Iingkup pelayanannya

meliputi satu wilayah Kabupaten/Kota dengan jenis perdagangan barang-

barang kebutuhan sehari-hari, sandang serta jasa yang lebih lengkap dari pasar

(30)

14

e. Pasar Khusus adalah pasar dimana barang yang diperjual belikan bersifat

khusus atau spesifik, seperti pasar hewan, pasar kramik, pasar burung, dan

sejenisnya.

f. Pasar tradisional yang berupa sektor informal lainnya yaitu unit usaha berskala

kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa tanpa melalui

izin operasional dengan tujuan utama untuk menciptakan kesempatan kerja

dan penghasilan bagi dirinya sendiri dengan atau tidak memiliki tempat

berjualan yang menetap berupa toko, warung ataupun kios.

Warung tradisional sebagai salah satu bentuk dari pasar tradisional adalah

outlet yang menjual produk-produk fast moving consumer goods (barang

kebutuhan sehari-hari) yang dijual kepada konsumen akhir dan usaha yang

dijalankan saat ini masih menggunakan sistem tradisional yaitu outlet tidak

menggunakan mesin kasir dalam setiap transaksi penjualannya (Mardian, 2011).

Barang yang dijual disini hampir sama seperti barang barang yang dijual di

pasar/toko modern dengan variasi jenis yang beragam. Karena barang yang dijual

dalam pasar tradisional cenderung sama dengan pasar modern, maka barang yang

dijual pun mempunyai kualitas yang relatif sama terjaminnya dengan barang-

barang di pasar modern.

Secara kuantitas, warung tradisional umumnya mempunyai persediaan

barang yang jumlahnya sedikit sesuai dengan modal yang dimiliki pemilik atau

permintaan dari konsumen. Dari segi harga, warung ataupun pasar tradisional

tidak memiliki label harga yang pasti karena harga disesuaikan dengan sistem

(31)

15

usaha. Selain itu, harga pasar selalu berubah-ubah, sehingga bila menggunakan

label harga lebih repot karena harus mengganti-ganti label harga sesuai dengan

perubahan harga yang ada dipasar.

2.1.3 Teori Waktu Usaha

Becker (1965) mengemukakan pendekatan teori alokasi waktu dengan

perbedaan kegiatan. Tanggapan Becker terhadap teori Gronau yaitu bahwa total

waktu dibedakan atas waktu produktif yang benar-benar digunakan untuk bekerja

(productive working time) dan waktu produktif (productive time) yang digunakan

untuk santai (leisure) seperti nonton TV dan aktivitas lain (work at home or not

work). Becker membedakan kegunaan waktu berdasarkan berapa biaya per jam

(cost/hour) setiap aktivitas yang dilakukan.

Selanjutnya Becker juga menjelaskan alokasi waktu kerja adalah jumlah

jam kerja riil yang dicurahkan oleh tenaga kerja dalam keluarga untuk mencari

nafkah, dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Seluruh anggota

keluarga memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi

waktunya untuk mencari nafkah. Keikutsertaan anggota keluarga dalam beberapa

jenis pekerjaan mencari nafkah banyak tergantung pada faktor-faktor di dalam dan

di luar keluarga. Keputusan mereka untuk terlibat dalam kegiatan keluarga, tidak

hanya tergantung pada keadaan pasaran kerja, atau penghasilan keluarga saja,

tetapi juga pada tersedianya waktu setiap anggota keluarga dan komposisi

keluarga.

Teori alokasi waktu yang dijelaskan Becker merupakan teori alokasi waktu

(32)

16

produsen dan sebagai konsumen. Rumah tangga memproduksi komoditas dengan

mengkombinasikan input barang dan waktu berdasarkan aturan minimisasi biaya

teori tradisional perusahaan. Kuantitas komoditas yang diproduksi ditentukan oleh

maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala harga dan batasan sumberdaya.

Sumberdaya diukur melalui pendapatan penuh yaitu jumlah pendapatan uang dan

kehilangan waktu dan barang yang digunakan untuk mendapat kepuasan. Harga

komoditas diukur dari jumlah biaya input barang dan waktu.

2.1.4 Keuntungan

Menurut teori laba, tingkat keuntungan pada setiap perusahaan biasanya

berbeda pada setiap jenis industri, baik perusahaan yang bergerak di bidang

tekstil, baja, farmasi, komputer, alat perkantoran, dan lain-lain. Terdapat beberapa

teori yang menerangkan perbedaan ini sebagai berikut (Sitio, 2001) :

a. Teori Laba Menanggung Resiko (Risk-Bearing Theory of Profit).

Menurut teori ini, keuntungan ekonomi diatas normal akan diperoleh

perusahaan dengan resiko di atas rata-rata.

b. Teori Laba Friksional (Frictional Theory of Profit).

Teori ini menekankan bahwa keuntungan meningkat sebagai suatu hasil dari

friksi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium).

c. Teori Laba Inovasi (Innovation Theory of Profit).

Menurut teori ini, laba diperoleh karena keberhasilan perusahaan dalam

melakukan inovasi.

(33)

17

Teori ini menekankan bahwa perusahaan yang dikelola secara efisien akan

memperoleh laba diatas rata-rata laba normal.

Keuntungan yang tinggi merupakan insentif bagi perusahaan untuk

meningkatkan outputnya dalam jangka panjang. Sebaliknya, laba yang rendah

atau rugi adalah pertanda bahwa konsumen menginginkan kurang dari

produk/komoditi yang ditangani dan metode produksinya tidak efisien.

Keuntungan diperoleh dari hasil mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan

dari hasil penjualan yang diperoleh (π=TR-TC). Keuntungan yang diperoleh

seorang pemilik usaha setiap hari, minggu, bulan bahkan tahun selalu mengalami

perubahan. Perubahan pada keuntungan tersebut bisa perubahan keuntungan yang

meningkat atau perubahan keuntungan yang menurun. Pada penelitian ini

perubahan keuntungan yang terjadi di warung tradisional adalah tingkat

perubahan keuntungan akibat dari keberadaan minimarket di sekitar mereka.

Tingkat perubahan keuntungan warung tradisional dipengaruhi oleh beberapa hal

seperti jarak warung tradisional dengan minimarket terdekat, selisih waktu usaha

warung tradisional dengan minimarket terdekat, lokasi usaha dan juga

diversifikasi produk dari warung tradisional. Pendapatan merupakan unsur yang

sangat penting dalam sebuah usaha, karena dalam melakukan suatu usaha

tentu ingin mengetahui nilai atau jumlah pendapatan yang diperoleh selama

melakukan usaha tersebut.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007), pengertian pendapatan

adalah : arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal

(34)

18

tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan hanya terdiri dari arus

masuk bruto manfaat ekonomi yang diterima oleh perusahaan untuk dirinya

sendiri. Jumlah yang ditagih untuk dan atau atas nama pihak ketiga bukan

merupakan pendapatan karena tidak menghasilkan manfaat ekonomi bagi

perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas.

Menurut Skousen dan Stice (Akbar, 2009), pengertian pendapatan adalah

merupakan arus masuk atau peningkatan aktiva lainnya sebuah entitas atau

pembentukan utang (atau sebuah kombinasi dari keduanya) dari pengantaran

barang atau penghasilan barang, memberikan pelayanan atau melakukan aktifitas

lain yang membentuk operasi pokok atau betuk entitas yang terus berlangsung.

Dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah peningkatan asset atau pengurangan

liabilities karena aktivitas bisnis perusahaan yang menyebabkan terjadinya

perubahan ekuitas.

Menurut Munandar (2006), pengertian pendapatan adalah suatu

pertambahan asset yang mengakibatkan bertambahnya owners equity, tetapi bukan

karena pertambahan modal baru dari pemiliknya dan bukan pula merupakan

pertambahan asset yang disebabkan karena bertambahnya liabilities. Pendapatan

sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan, semakin besar

pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemapuan perusahaan untuk

membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh

(35)

19

2.1.5 Konsep Pendapatan

Dalam penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan

rumah tangga. Menurut Dewi (2006) menyatakan bahwa pendapatan merupakan

balas jasa yang diterima atas keikutsertaan seseorang dalam proses produksi

barang dan jasa, pendapatan ini dikenal dengan nama pendapatan dari kerja

(Labour Income). Selain pendapatan dari kerja, pekerja sering kali mendapatkan

pendapatan lain yang bukan merupakan balas jasa dari kerja, pendapatan bukan

dari kerja ini disebut Nonlabour income. Pemanfaatan pekerja dapat dilihat dari

pendapatan yang diterimna seseorang. Apabila seseorang mempunyai ketrampilan

tertentu, misalnya dipeeroleh dari pendidikan atau latihan dan bekerja di suatu

lapangan usaha dan dalam lingkungan usaha tertentu, maka diharapkan akan

diperoleh pendapatan sebesar tertentu yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pendapatan sesorang

tergantung pada ketrampilan di bidang tertentu yang dapat diperoleh dari

pendidikan, latihan ketrampilan, dan pengalaman bekerja pada bidang tertentu.

Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga

pendekatan yaitu (Sukirno,2004:37) :

1) Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung

semua nilai produksi barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan dalam

periode tertentu.

2) Pendekatan pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung

nilai keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik faktor

(36)

20

3) Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang

diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.

Pada penelitian ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan pedagang

warung tradisional yaitu menggunakan pendekatan pendapatan, dimana

menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik

faktor produksi dalam suatu periode tertentu.

2.1.6 Jarak

Alfred Marshall (dalam Iskandar, 2007) menerangkan bahwa jarak adalah

angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi melalui suatu

lintasan tertentu. Jarak antar pedagang dapat menimbulkan persaingan antar

pedagang. Hal ini akan menyebabkan peluang pendapatan pedagang akan

terpengaruh. Menurut Lloyd dan Dicken (1990), lokasi apabila dilihat dari sisi

perbedaan harga, maka akan dipengaruhi oleh faktor jarak. Apabila antara satu

pedagang dengan pedagang lainnya terdapat jarak dimana untuk mencapainya

dibutuhkan waktu dan biaya, maka salah satu pedagang dapat menaikkan sedikit

harga tanpa kehilangan seluruh pembelinya. Pelanggan yang terjauh darinya akan

beralih ke pedagang lain yang tidak menaikkan harga, tetapi pelanggan yang dekat

dengannya tidak akan beralih karena waktu dan biaya untuk menempuh jarak

tersebut masih lebih besar daripada perbedaan harga jual diantara pedagang.

Pada penelitian ini, minimarket yang merupakan pesaing warung

tradisional memberikan dampak negatif pada tingkat perubahan keuntungan usaha

karena jarak yang dekat diantara keduanya. Kedekatan jarak diantara keduanya

(37)

21

tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya

semakin besar, sehingga terjadi perubahan keuntungan usaha warung tradisional.

2.1.7 Jangkauan Pelayanan

Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang

(spatial order) kegiatan ekonomi, atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang

alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau

pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity).

Secara umum, pemilihan lokasi atau jangkauan pelayanan oleh suatu unit aktivitas

ditentukan oleh beberapa faktor seperti bahan baku lokal (local input), permintaan

lokal (local demand), bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input), dan

permintaan luar (outside demand) (Hoover dan Giarratani, 2007).

Von Thunen (dalam Fajar, 2010) mengidentifikasi tentang perbedaan

lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan

(pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling

mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von

Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan

menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga

jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan

yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk

membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke

pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin.

Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat

(38)

22

Weber (dalam Pigawati, 2007) menganalisis tentang lokasi kegiatan

industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip

minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung

pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya

harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang

minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut

Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya

transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.

Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber

menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh

lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat

ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material (IM),

sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup

(closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).

Teori Lokasi dari August Losch (dalam Pigawati, 2007) melihat persoalan

dari sisi permintaan (pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari

sisi penawaran (produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat

berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari

tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk

mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar

lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Hal ini mempunyai tujuan

(39)

23

spasial antar lokasi. Menurut pendapat Losch, dalam lokasi industri yang tampak

tidak teratur dapat ditemukan pola keberaturan.

Teori Losch berasumsi bahwa suatu daerah yang homogen yang

mempunyai distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang merata

serta selera konsumen yang sama. Sehingga pada akhirnya luas daerah pasar

masing-masing petani penjual akan menyempit dan dalam keseimbangannya akan

terbentuk segi enam beraturan. Bentuk ini menggambarkan daerah penjualan

terbesar yang masih dapat dikuasai setiap penjual dan berjarak minimum dari

tempat lokasi kegiatan produksi yang bersangkutan.

Keseimbangan yang dicapai dalam teori ini berasumsi bahwa harga hanya

dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, oleh karena apabila penjual

menaikkan harga jualnya maka keseimbangannya akan terganggu. Ini akan

berakibat bukan hanya pada pasar yang semakin menyempit karena konsumen

tidak mampu membeli tetapi sebagian pasar akan hilang dan direbut oleh penjual

yang berdekatan. Salah satu cara untuk memperluas jangkauan pasar dapat

dilakukan dengan menjual barang yang berbeda dan lebih bervariasi dari yang

sudah ditawarkan.

Variasi konsumsi akan terjadi apabila dalam suatu wilayah tersebut

terdapat variasi distribusi barang dan jasa. Variasi konsumsi biasanya terjadi pada

masyarakat yang tinggal di daerah sekitar pasar atau di daerah yang terdapat

banyak fasilitas yang menyediakan kebutuhan masyarakat. Daerah – daerah

seperti ini akan banyak dikunjungi oleh masyarakat, oleh karena itu kegiatan

(40)

24

tersebut. Karena tata letak kegiatan produksi merupakan satu keputusan penting

yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam jangka panjang. Tata letak

memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing

industri dalam kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan

kerja, kontak pelanggan, dan citra industri, diferensiasi, biaya rendah, atau respon

cepat. Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah

konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan

membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin

mahal. produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi usaha

warung tradisional maupun minimarket berpengaruh terhadap jumlah konsumen

yang berbelanja. Kedekatan lokasi sebuah minimarket maupun warung tradisional

dengan kawasan pemukiman maupun pasar, berbanding terbalik dengan jumlah

konsumen yang akan terjaring.

2.1.8 Diversifikasi Produk

Menurut Fandy Tjiptono (1997), diversifikasi dalam bidang pemasaran

adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau

keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan,

profitabilitas, dan fleksibilitas. Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara,

yaitu :

1) Diversifikasi konsentris, dimana produk-produk baru yang diperkenalkan

memiliki kaitan atau hubungan dalam pemasaran atau teknologi dengan

(41)

25

2) Diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk-produk baru

yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada

pelanggan yang sama.

3) Diversifikasi konglomerat, dimana produk-produk yang dihasilkan sama

sekali baru, tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi

dengan produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.

Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan berbagai

tujuan diantaranya :

1) Meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap

kedewasaan dalam Product Life Cycle (PLC).

2) Menjaga stabilitas dengan jalan menyebarkan resiko fluktuasi laba.

3) Meningkatkan kredibilitas di pasar modal.

Untuk mengurangi resiko yang melekat dalam strategi diversifikasi, unit

bisnis seharusnya memperhatikan hal-hal berikut :

1) Mendiversifikasi kegiatan-kegiatannya hanya bila peluang produk/pasar yang

ada terbatas.

2) Memiliki pemahaman yang baik dalam bidang-bidang yang didiversifikasi.

3) Memberikan dukungan yang memadai pada produk yang diperkenalkan.

4) Memprediksi pengaruh diversifikasi terhadap lini produk yang ada.

Dalam menentukan strategi bisnis, perusahaan akan mempertimbangkan

biaya (cost) dam manfaat (benefit) dari strategi yang dipilih. Manfaat yang didapat

harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Diversifikasi pun memiliki biaya

(42)

26

Pada penelitian ini, diversifikasi yang dimaksud adalah diversifikasi

dengan cara diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk-

produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual

kepada pelanggan yang sama. Diversifikasi produk yang dijual warung tradisional

merupakan salah satu inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan besarnya

keuntungan warung tradisional ditengah-tengah pesatnya perkembangan

minimarket. Adanya kebiasaan khusus seseorang dan karakteristik daerah yang

berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada diversifikasi produk

untuk memenuhi konsumen dengan segmen pasar yang berbeda. Diversifikasi

produk dalam penelitian ini seperti adanya produk sayuran, bensin, minyak tanah

elpiji atau sarana upacara yang dijual di warung tradisional.

Mempunyai produk yang berbeda dan memiliki keunggulan yang lebih

dari minimarket, akan meningkatkan omset penjualan dari warung tradisional.

Dimana peningkatan omset tersebut juga dapat meningkatkan tingkat keuntungan

usaha warung tradisional. Dengan kata lain, bila warung tradisional memiliki

diversifikasi produk dengan minimarket, maka keuntungan yang diperoleh warung

lebih besar daripada warung yang tidak memiliki diversifikasi produk.

2.1.9 Hubungan Antar Variabel

1) Hubungan Keberadaan Mini Market dengan Pendapatan Warung

Tradisional

Kuncoro, dalam Bisnis Indonesia (2008), mengemukakan bahwa turunnya

omset penjualan pedagang kecil makin besar dan signifikan, jika keberadaan

minimarket lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan warung tradisional.

(43)

27

dengan warung tradisional, kedekatan lokasi antara keduanya berpengaruh positif

terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Apalagi dengan kondisi yang

sekarang ini, dimana pertumbuhan minimarket sangat pesat sampai memasuki

wilayah pemukiman. Bila lokasi minimarket lebih jauh dari warung, maka

pendapatan pedagang yang diperoleh lebih besar daripada warung yang lokasinya

lebih dekat dari minimarket yang disebabkan karena adanya persaingan usaha

yang lebih ketat antara keduanya.

2) Hubungan Daya Saing dengan Pendapatan Warung Tradisional

Kemampuan daya saing pasar dalam penelitian ini termasuk dalam

variabel independen yang mempengaruhi pendapatan pedagang warung

tradisional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mangung Jaya (2011),

disebutkan bahwa pengaruh kemampuan daya saing bersifat positif terhadap

pendapatan pedagang. Semakin meningkat persaingan pasar, maka pendapatan

pedagang pendapatan pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan

pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga

pedagang tersebut.

3) Hubungan Lokasi Usaha Strategis dengan Pendapatan Warung Tradisional

Teori Lokasi atau jangkauan pelayanan dari August Losch (dalam

Pigawati, 2007) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap

jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat berjualan,

konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi

(44)

28

produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Di samping itu, tata letak kegiatan

produksi merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah

operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak strategis

karena tata letak menentukan daya saing industri dalam kapasitas, proses,

fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan

citra industri, diferensiasi, biaya rendah, atau respon cepat.

Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah

konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar ataupun pemukiman,

konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat

penjualan) semakin mahal. produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan

penjualan terbesar. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi

usaha warung tradisional maupun minimarket berpengaruh terhadap jumlah

konsumen yang berbelanja. Keberadaan lokasi sebuah warung tradisional maupun

minimarket dalam kawasan pemukiman maupun pasar, berpengaruh positif

dengan jumlah konsumen yang akan terjaring dan tentu saja berpengaruh terhadap

keuntungan usaha.

4) Hubungan Diversifikasi Produk dengan Keuntungan Warung

Tradisional

Handoko (dalam Apriantini, 2011) berpendapat bahwa penjualan akan

turun bila perusahaan tidak menjual produk sebanyak yang dijual pesaingnya,

sehingga diversifikasi produk para pedagang dapat mempengaruhi banyak

sedikitnya transaksi penjualan. Diversifikasi produk yang dilakukan warung

(45)

29

meningkatkan besarnya keuntungan warung tradisional ditengah-tengah pesatnya

perkembangan minimarket. Adanya kebiasaan khusus seseorang dan karakteristik

daerah yang berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada

diversifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan segmen pasar

yang berbeda. Mempunyai produk yang berbeda dengan minimarket dan memiliki

keunggulan yang lebih, akan meningkatkan omset penjualan dari warung

tradisional. Dimana peningkatan omset tersebut juga dapat meningkatkan tingkat

keuntungan usaha warung tradisional. Dengan kata lain, bila warung tradisional

memiliki diversifikasi produk untuk mengantisipasi persaingan dengan

minimarket, maka keuntungan yang diperoleh warung lebih besar daripada

warung yang tidak memiliki diversifikasi produk.

2.2 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai analisis pengaruh keberadaan minimarket terhadap

perubahan keuntungan usaha warung tradisional di Kabupaten Badung belum

pernah dilakukan, namun penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai dasar

atau referensi dan berhubungan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementrian

Koperasi dan UKM dengan PT Solusi Dinamika Manajemen pada tahun 2005.

Judul penelitiannya yaitu “Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern

(Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan

Pasar Tradisional‘. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi posisi pedagang

warung tradisional dan pasar modern (supermarket dan hypermarket) dari aspek

(46)

30

penelitian tersebut dapat diketahui dampak kehadiran pasar modern (supermarket

dan hypermarket) terhadap usaha ritel yang dikelola oleh koperasi/waserda, dan

pasar tradisional. Penelitian ini juga menyusun suatu konsep pemberdayaan usaha

perdagangan ritel yang dapat diterapkan koperasi/waserda, dan pasar dan warung

tradisional. Penelitian dilakukan di 10 wilayah provinsi di Indonesia, yaitu

Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah,

Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Objek kajiannya terdiri

dari pasar tradisional, koperasi/waserda, UKM sektor ritel, pasar modern, dan

instansi terkait. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis

diskriptif dan metode statistika dengan analisis multivarian Mann Whitney U dan

t-test serta analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini diketahui bahwa dampak

pasar modern terhadap pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omset

penjualan. Dengan menggunakan uji beda pada taraf signifikansi α=0,05, hasil

analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah

hadirnya pasar modern dimana omset setelah ada pasar modern lebih rendah

dibandingkan sebelum hadirnya pasar modern. Sedangkan variabel lainnya, yaitu

jumlah tenaga kerja dan harga jual barang tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Marthin Rapael Hutabarat (2009) yang

berjudul “Dampak Kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermarket Terhadap Pasar

Tradisional Sei Sikambing di Kota Medan” bertujuan untuk mengetahui

perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan serta untuk

(47)

31

pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota Medan

sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern. Metode penentuan sampelnya

adalah simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian yaitu 15 orang

pedagang buah-buahan dan 15 orang pedagang sayuran.

Penelitian ini menggunakan metode analisis uji-t berpasangan (paired

test). Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang

nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang, rata-rata margin laba

pedagang buah-buahan, dan rata-rata margin laba pedagang sayur-sayuran di

pasar tradisional Sei Sikambing sebelum dan setelah berdirinya pasar modern

Brastagi Supermarket. Selain itu, terdapat perbedaan yang nyata antara

pendapatan bersih pedagang buah-buahan dan pedagang sayur-sayuran di pasar

tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan setelah berdirinya pasar modern

Brastagi Supermarket.

Selain penelitian di atas, ada juga penelitian yang dilakukan oleh

Daniel,dkk (2007) dengan judul “Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan

Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia”. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis dampak supermarket pada pasar tradisional dan

pengusaha ritel di pusat-pusat perkotaan di Indonesia. Fokus penelitian ini adalah

wilayah perkotaan dengan tingkat kepadatan supermarket tertinggi Jabodetabek

dan Bandung. Jabodetabek meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan

Bekasi. Terdapat 98 pasar tradisional di Jabodetabek dan 20 pasar tradisional di

(48)

32

80 di Bandung. Hanya pasar yang telah beroperasi sejak tiga tahun lalu yang

dimasukkan dalam kerangka sampel.

Penelitian ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi dampak

kuantitatif menggunakan metode difference-in-difference dan model ekonometrik.

Evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan

informan kunci. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan

metode tersebut adalah melalui metode kuantitatif secara statistik tidak menemukan

dampak signifikan pada pendapatan dan keuntungan, tetapi terdapat dampak signifikan

supermarket pada jumlah pegawai pasar tradisional. Temuan-temuan kualitatif

menunjukkan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel independen yaitu modal, jumlah tenaga kerja, pendidikan, dan pengalaman usaha terhadap variabel dependen yaitu

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel modal, pengalaman berdagang dan waktu usaha mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap besarnya laba yang diperoleh pedagang

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Laba Usaha Mikro di Pasar Tradisional Kota Binjai yaitu: Modal, Jumlah Waktu Bekerja,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel umur, lama usaha, modal, jam kerja dan jenis dagangan terhadap pendapatan

Pertelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel modal jumlah tenaga kerja jumlah produksi, lama usaha terhadap pendapatan usaha handmade sepatu di

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu Faktor internal (umur, lama usaha tani, luas lahan, modal) dan faktor eksternal (harga

Implikasi Penelitian berdasarkan hasil regresi linier berganda dapat di ketahui hubungan antara umur, jam kerja, modal usaha, dan tenaga kerja terhadap pendapatan

Pengalaman usaha ini dapat dimasukkan ke dalam pendidikan informal, yaitu pengalaman sehari-hari yang dilakukan secara sadar atau tidak dalam lingkungan