• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Ditjen KPI/BK/13/III/2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Ditjen KPI/BK/13/III/2011"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Diterbitkan Oleh:

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

Ditjen KPI/BK/13/III/2011

(3)

Sambutan Menteri Perdagangan R.I.

Indonesia memegang peranan yang penting sejak berdirinya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Peranan Indonesia menjadi semakin penting karena kepemimpinan Indonesia di ASEAN pada tahun 2011. Untuk mendukung kesuksesan Indonesia sebagai Ketua ASEAN, khususnya di bidang perdagangan dan investasi, maka prakarsa penerbitan serangkaian booklet mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN dilakukan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Harapan kami agar para pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan manfaat atas rencana-rencana ASEAN ke depan dan Indonesia sebagai Ketua. Semoga seluruh stakeholders yang ada di Indonesia mampu memaksimalkan kesempatan yang ada melalui peningkatan kerja sama perdagangan dan investasi dalam kerangka kerja ASEAN menuju suatu Masyarakat Ekonomi ASEAN yang kuat dan mandiri serta mengacu pada semboyan ASEAN Community in a Global Community of Nations.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada Sekretariat ASEAN yang telah bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan sehingga terjemahan publikasi ini dapat diterbitkan.

Mari Elka Pangestu

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

(4)

Kata Pengantar

Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

Sehubungan dengan kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN, Kementerian Perdagangan mengambil prakarsa untuk menerbitkan serangkaian publikasi terkait dengan Perdagangan dan Investasi dalam rangka turut mendukung kesuksesan serangkaian pertemuan penting ASEAN pada umumnya dan pertemuan di bidang ekonomi pada khususnya yang akan dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2011. Publikasi tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN ini bertujuan untuk memberikan informasi singkat dan padat kepada masyarakat tentang perkembangan penting, karakteristik dan pola integrasi ekonomi ASEAN dalam rangka mendukung terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Publikasi ini merupakan terjemahan dari buku “ASEAN Economic Community” yang diterbitkan oleh Sekretariat ASEAN yang membahas mengenai isu-isu kerja sama ekonomi ASEAN antara lain perdagangan barang, fasilitasi perdagangan, jasa, investasi, pertanian, kebijakan persaingan usaha, pelindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, pariwisata, usaha kecil dan menengah, perdagangan bebas ASEAN, dan isu terkait lainnya. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada Sekretariat ASEAN yang telah bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan sehingga terjemahan publikasi ini dapat diterbitkan.

Semoga pembaca dapat memperoleh pemahaman umum tentang isu-isu ekonomi yang dibahas dalam kerangka kerja ASEAN sehingga dapat mendukung peranan dan posisi Indonesia di ASEAN.

Gusmardi Bustami

Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan

(5)

Daftar Isi

Halaman

Sambutan Menteri Perdagangan RI ……….

i

Kata Pengantar Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ………

ii

Daftar Isi ……….

iii

Perdagangan Barang ………..

1

Inisiatif Standar dan Kesesuaian di ASEAN ………

3

Jasa ………..………..………..………..………..………...

4

Investasi...

6

Pertanian, Industri, dan Sumber Daya Alam ……….

8

Kebijakan Persaingan Usaha ……….….………. 10

Perlindungan Konsumen ………..………..……….…..………..

12

Hak Kekayaan Intelektual ……….………..

14

Pariwisata ...

17

Usaha Kecil dan Menengah ……….………..…………..

19

Keterlibatan Sektor Pemerintah dan Swasta ……….……..

21

Prakarsa Untuk Integrasi ASEAN dan Mempersempit Kesenjangan dalam Pembangunan …

23

Hubungan Ekonomi Eksternal ASEAN ……….. 26

(6)

Perdagangan Barang

Tanya (T): Apa yang ASEAN lakukan untuk mendorong perdagangan intra ASEAN, meskipun tarif untuk perdagangan intra ASEAN sebagian besar telah dihilangkan?

Jawab (J): Tarif Intra ASEAN telah dikurangi secara bertahap sejak 1993 ketika skema CEPT dilaksanakan. ASEAN Free Trade Area akhirnya direalisasikan oleh 6 Negara ASEAN pada tanggal 1 Januari 2010. Rata-rata tarif intra ASEAN untuk negara pelopor seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand telah berkurang dari 12,76% tahun 1993 menjadi 0,05% pada 1 Januari 2010. Rata-rata tarif intra ASEAN sebesar 4,43% pada tahun 2000 – tahun ketika sepuluh negara anggota ASEAN melaksanakan CEPT-AFTA dan tarif ini turun menjadi 1,06% pada tahun 2010.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa upaya ASEAN untuk meningkatkan perdagangan intra ASEAN sudah selesai. Meskipun upaya ASEAN terhadap penghapusan tarif yang hampir terselesaikan, fokus berikutnya ditujukan kepada prosedur fasilitasi perdagangan yang mencakup penghapusan hambatan non tarif terhadap produk pertanian, produk makanan dan makanan olahan, dan teknik kepabeanan yang

modern sehingga barang-barang dapat dikeluarkan dengan cepat.

T: Apakah yang dimaksud dengan kesepakatan perdagangan barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods Agreement – ATIGA) dan bagaimana hubungannya dengan ASEAN Free Trade Area?

J: Kesepakatan perdagangan Barang ASEAN (ATIGA) berlaku pada tanggal 17 Mei 2010. Tidak hanya menggantikan kesepakatan CEPT-AFTA, cakupannya lebih luas dari pada pendahulunya, apalagi ATIGA juga berisi ketentuan wilayah seperti fasilitasi perdagangan, kepabeanan, prosedur sanitary dan phytosanitary, dan hambatan teknis perdagangan.

ATIGA menyatukan semua dokumen terkait persetujuan perdagangan barang selama beberapa tahun ini menjadi satu dokumen. Hal ini membuat ATIGA sebagai acuan untuk persetujuan perdagangan barang.

(7)

Di dalam Annex terdapat jadwal tarif tunggal bagi masing - masing negara anggota ASEAN untuk setiap tahun hingga tahun 2015. Hal ini meningkatkan transparansi dan memberikan tingkat kepastian usaha yang lebih tinggi dalam membuat keputusan investasi.

T: ASEAN telah memposisikan dirinya sebagai

gerbang untuk ASEAN. Bagaimana liberalisasi dan

prosedur fasilitasi perdagangan barang

berkontribusi terhadap pencapaian hal ini?

J: Memposisikan ASEAN sebagai gerbang Asia berarti berupaya meningkatkan investasi dalam rangka mendirikan basis manufaktur untuk ekspor ke negara lain dalam kawasan. Upaya liberalisasi dan fasilitasi perdagangan telah dilakukan untuk mendukung hal tersebut dengan beragam cara.

Upaya dimulai pada usaha manufaktur, khususnya industri yang berteknologi tinggi, yang membutuhkan suku cadang dan komponen yang bersumber dari dalam dan luar ASEAN. Dengan membuat komponen dan suku cadang yang lebih murah dan lebih cepat diproduksi dapat menciptakan ASEAN sebagai tempat yang lebih kondusif

untuk basis produksi sehingga dapat menarik investasi sektor manufaktur.

Upaya pengaturan ketentuan asal barang (rules of origin) bertujuan untuk mendorong basis produksi suku cadang dan komponen di ASEAN, sehingga membentuk jejaring kerja produksi di ASEAN. Selain penetapan kriteria 40% kandungan lokal regional, ASEAN telah memperkenalkan metode alternatif dalam pencapaian ASEAN perihal ketentuan asal barang untuk barang yang diproduksi di kawasan. Hal ini memberikan produsen pilihan yang lebih luas dan sama dalam memastikan keberhasilan produk tersebut untuk dapat menikmati tarif preferensi intra ASEAN.

(8)

Inisiatif Standar dan Kesesuaian di ASEAN

T: Kenapa harmonisasi standar merupakan hal yang

penting bagi ASEAN?

J: Standar memainkan peranan penting dalam memastikan keamanan dan kesesuaian tujuan produk tersebut. Perbedaaan standar nasional di antara negara-negara anggota dapat menjadi hambatan teknis perdagangan. ASEAN menangani hambatan perdagangan tersebut melalui harmonisasi standar nasional antara negara-negara anggota dengan mengacu pada standar internasional. Harmonisasi standar di ASEAN berarti setiap negara anggota ASEAN memiliki persyaratan dan perlakuan yang sama ketika menempatkan produknya di kawasan ASEAN. Dengan demikian, harmonisasi standar memiliki peran yang penting dalam fasilitasi perdagangan di ASEAN dan pada saat bersamaan memastikan bahwa kualitas dan keamanan produk tidak berkurang.

T: Apakah arti Mutual Recognition Arrangements

(MRA) untuk pengujian kelayakan di ASEAN? J: Mutual Recognition Arrangements (MRAs) merupakan suatu

kesepakatan pengakuan oleh dua pihak atau lebih untuk secara bersama-sama mengakui atau menerima sebagian atau seluruh aspek dari hasil penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh negara lain. Dengan demikian, MRAs di ASEAN akan mengurangi kebutuhan akan produk untuk menjalani beberapa tes untuk barang tersebut dapat dijual atau digunakan di negara ASEAN lainnya sehingga dapat mengurangi biaya pengujian dan meningkatkan kepastian akses pasar untuk produk tersebut. Konsumen di ASEAN juga terjamin kualitas produknya karena telah diuji sesuai dengan ketentuan MRAs.

(9)

Jasa

T: Apa yang dilakukan ASEAN di bidang jasa menuju integrasi ASEAN?

J: ASEAN sedang membahas pengurangan hambatan progresif di bidang penyediaan dan perdagangan jasa. Pada tahun 2015, ASEAN berharap dapat mencapai liberalisasi substansial dalam bidang jasa yang memungkinkan banyak jasa penting di ASEAN yang akan dipasok baik melalui lintas batas atau melalui pembentukan perusahaan lintas batas negara untuk menyediakan jasa tersebut. ASEAN juga bekerja memfasilitasi mobilitas yang lebih besar dari profesional ASEAN agar dapat menyediakan jasa mereka di daerah melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs).

T: Bagaimana penghapusan hambatan di sektor jasa dilaksanakan di ASEAN dan sejauh mana penghapusan hambatan tersebut dilakukan? J: Penghapusan hambatan jasa di ASEAN dilakukan melalui

beberapa putaran negosiasi, di mana setiap putaran menghasilkan kemajuan dengan makin banyaknya sektor yang semakin diliberalisasi dan mengurangi pembatasan untuk penyediaan jasa lintas batas nasional. Saat ini,

ASEAN melakukan Negosiasi Putaran ke-6, yang menghasilkan paket 8 komitmen. ASEAN berharap dapat tercapainya liberalisasi secara substansial yang mengarah ke pergerakan jasa yang bebas hambatan pada tahun 2015, sebagaimana diamanatkan dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

T: Apa pentingnya jasa bagi ASEAN?

J: Jasa merupakan komponen yang sangat penting dalam perekonomian ASEAN dengan kontribusi antara 40 - 70% dari GDP / Pendapatan Nasional Bruto. Perdagangan Jasa ASEAN memiliki pangsa 5% dari perdagangan dunia dalam layanan komersial senilai US$ 343 miliar pada 2009. Selanjutnya PMA di sektor jasa telah mencapai lebih dari 50% dari total PMA ASEAN.

(10)

T: Mengapa pemerintah ASEAN membuka pasar jasa mereka untuk kompetisi asing?

J: Dengan membuka pasar jasa untuk persaingan luar negeri, negara-negara ASEAN (sama halnya dengan negara lain di dunia yang memulai upaya penghapusan hambatan) berharap untuk mendorong persaingan di pasar dalam negeri dan memastikan kuantitas yang lebih tinggi serta kualitas penyediaan di berbagai sektor jasa. Sektor jasa yang sehat seperti jasa keuangan, telekomunikasi dan transportasi merupakan masukan strategis untuk semua sektor lain dalam perekonomian, baik barang dan jasa. Liberalisasi juga memungkinkan untuk kebijakan yang lebih transparan dan dapat diprediksi. Oleh karena itu akan mendorong tingkat PMA yang lebih tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi.

(11)

Investasi

T: Langkah apa yang ditempuh oleh ASEAN untuk membuat sebuah wilayah lebih menarik sebagai tempat investasi?

J: ASEAN adalah wilayah yang dinamis dan berkembang. Perkembangan PDB untuk tahun 2010 diprediksi dapat melampaui 6%, salah satu wilayah dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di dunia. Populasinya yang mendekati 600 juta orang menarik perhatian yang besar bagi investor dan bisnis. Namun, mengingat lingkungan global yang tidak menentu, ASEAN telah melakukan langkah-langkah untuk membuat wilayahnya menjadi tempat yang lebih menarik bagi investasi.

Langkah-langkah ini termasuk tinjauan terhadap dua perjanjian investasi, Perjanjian untuk Promosi dan Perlindungan Investasi 1987 (dikenal sebagai Perjanjian Jaminan Investasi atau "ASEAN IGA"), dan Kerangka Perjanjian tentang ASEAN Investment Area 1998 (AIA) atau "Perjanjian AIA", serta dua Protokol terkait. Kedua perjanjian ini kemudian digabungkan menjadi satu perjanjian yang dikenal sebagai ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). ACIA dirampungkan pada tahun 2008 dan ditandatangani pada Februari 2009.

Berdasarkan ACIA, ASEAN akan memulai program peninjauan dan mengurangi pembatasan yang ada, mengadopsi praktik terbaik dan meningkatkan kegiatan promosi.

Selain itu, ASEAN telah menyelesaikan sejumlah perjanjian investasi dengan mitra dialog seperti, Cina, Australia/Selandia Baru dan Korea. Saat ini sedang dilaksanakan negosiasi perjanjian serupa dengan India dan Jepang.

Sebagai tambahan, langkah-langkah menuju integrasi ASEAN pada tahun 2015, mengarah pada terciptanya pasar tunggal dan berbasis produksi, dan diharapkan dapat meningkatkan ASEAN sebagai tujuan utama investasi.

(12)

T: Bagaimana kawasan ASEAN diposisikan dalam hal arus PMA dan sumber-sumber utama untuk investasi?

J: Kawasan ASEAN biasanya menarik banyak penanam modal asing karena dinamis dan pertumbuhan perekonomian yang cepat di kawasan ini. ASEAN menyumbang lebih dari 10% pada PMA yang mengalir ke negara-negara berkembang selama dekade ini dan sekitar 4% dari arus PMA global. Para investor tertinggi adalah Uni Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, namun investor ASEAN meningkat dengan pesat, terhitung lebih dari 10% dari total PMA ASEAN dalam beberapa tahun terakhir.

T: Apa saja tantangan bagi ASEAN dalam rangka

mempertahankan statusnya sebagai tujuan

investasi utama?

J: ASEAN berhadapan dengan persaingan dari kawasan lain untuk arus modal yang semakin langka pada saat kondisi ekonomi global sedang tidak menentu. Selain itu, munculnya Brazil, Rusia, India dan China (BRICs) bisa menggeser pusat investasi ke kawasan tersebut dan kebijakan investasi ASEAN akan perlu proaktif agar dapat bersaing untuk memperoleh arus modal tersebut.

ASEAN perlu terus mendesain ulang untuk menarik investasi bernilai tambah yang lebih tinggi, seperti teknologi intensif termasuk teknologi hijau untuk dapat terus bersaing.

Komitmen terhadap upaya integrasi ekonomi ASEAN juga perlu dipertahankan sebagai pasar tunggal yang terintegrasi, karena akan memberikan dorongan lebih besar untuk arus masuk PMA.

(13)

Pertanian, Industri, dan Sumber Daya Alam

T: Bagaimana upaya ASEAN untuk mencapai

ketahanan pangan di kawasan ini?

J: Ketahanan pangan telah menjadi agenda terdepan ASEAN. Berdasarkan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosio-Budaya ASEAN, Pemimpin ASEAN mengadopsi Kerangka Ketahanan Pangan Terintegrasi ASEAN/ASEAN Integrated Food Security (AIFS) dan

Rencana Aksi Strategis untuk Ketahanan Pangan atau Strategic Plan of Action for Food Security di ASEAN (SPA-FS) ( tahun 2009-2013). Tujuan dari kerangka AIFS dan SPA-FS adalah untuk mencapai ketahanan pangan dalam jangka panjang dan penghidupan yang berkelanjutan bagi petani di ASEAN. Ketahanan pangan terjadi saat semua orang, dapat mengakses makanan yang aman dan bergizi yang memenuhi kebutuhan makanan mereka dan preferensi makanan untuk kehidupan yang aktif dan sehat serta cukup secara fisik dan ekonomi. Hal ini dapat dicapai dengan memperkuat kebijakan ketahanan pangan nasional, inisiatif, dan cadangan ketahanan pangan regional, mempromosikan perdagangan makanan pasar yang kondusif, meningkatkan sistem informasi ketahanan pangan sebagai dasar bagi kebijakan nasional dan regional dan pengambilan keputusan, mempromosikan inovasi

pertanian, investasi lebih besar terhadap produktivitas yang lebih tinggi, kemitraan publik-swasta, dan isu-isu yang muncul yang secara langsung berhubungan dengan ketahanan pangan (contoh: pengembangan bio-energi, adaptasi dan imitasi terhadap perubahan iklim).

T: Bagaimana ASEAN menanggulangi dampak

perubahan iklim dalam konteks ketahanan pangan? J: Dengan keprihatinan yang semakin besar atas dampak

perubahan iklim (contoh, iklim yang ekstrem, kenaikan air laut, hilangnya keanekaragaman hayati, munculnya dan kemunculan kembali penyakit dan hama, dan hal lainnya), ASEAN sedang mengembangkan Prakarsa Perubahan Iklim ASEAN atau ASEAN Climate Change Initiative (ACCI). Di bidang pertanian dan kehutanan, Kerangka Kerja Multi-sektoral ASEAN tentang Perubahan Iklim: Pertanian dan Kehutanan terhadap Keamanan Pangan/Agriculture and Forestry towards Food Security (AFCC) telah

dikembangkan sejak 2009. Melalui kerja sama dan koordinasi di pertanian (tanaman, perikanan, peternakan), kehutanan, lingkungan, energi dan sektor kesehatan publik,

(14)

AFCC dipersiapkan untuk berkontribusi pada ketahanan pangan melalui pemanfaatan efisiensi sumber daya air tanah dengan meminimalkan dampak dan kontribusi terhadap perubahan iklim. Hal ini akan dicapai melalui penguatan informasi regional, komunikasi dan sistem pengetahuan dan jaringan pada perubahan iklim dan ketahanan pangan; kompilasi, pengembangan dan pelaksanaan tindakan mitigasi dan adaptasi; mengintegrasikan mitigasi perubahan iklim dan strategi adaptasi ke dalam kerangka pembangunan ekonomi dan sosial kebijakan, dan pengembangan kerangka strategis multi-sektoral yang lebih komprehensif dan pelaksanaan roadmap, termasuk tendensi AFCC dalam ACCI secara keseluruhan. Selain kerja sama multi-sektoral, AFCC berupaya menyediakan landasan regional untuk pemangku kepentingan yang relevan (yaitu, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, petani, dan lain sebagainya) untuk terlibat dalam pelaksanaan kerangka kerja tersebut.

T: Dengan meningkatnya permintaan akan produk-produk hewani, bagaimana ASEAN memastikan keamanan produk dan pengendalian perubahan penyakit hewan lintas batas, khususnya zoonosis alam yang dapat mengancam kesehatan publik?

J: Pada saat memperluas pengembangan sektor peternakan, ASEAN juga berupaya untuk memastikan produk hewan yang aman dan berkualitas melalui peningkatan kesehatan hewan dan pengawasan yang lebih baik, juga pemberantasan penyakit hewan lintas batas khususnya yang bersifat zoonosis, yang dapat mengancam kesehatan publik. Dalam memajukan usaha tersebut, ASEAN mengadopsi empat pendekatan khusus tetapi saling berkaitan, yaitu: i) meningkatkan kesehatan hewan dalam negeri, terutama layanan kesehatan hewan melalui pengaturan yang baik dengan dukungan hukum dan kelembagaan; ii) memperkuat koordinasi regional pada kesehatan hewan dan zoonosis; iii) penguatan kerja sama multi-sektoral mengenai isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan sesuai dengan konsep "One World, One Health"; dan iv) meningkatkan pengaturan kemitraan dan kerja sama dengan mitra pembangunan dan lembaga donor, berdasar keunggulan komparatif mereka. Harus ditekankan bahwa menjaga kesehatan dan pengendalian penyakit hewan pada sumbernya sangat penting. Belajar dari pengalaman masa lalu, telah dikembangkan dan diimplementasikan roadmap untuk pengendalian dan pemberantasan penyakit zoonosis (yaitu avian influenza yang sangat patogen, rabies, dll).

(15)

Kebijakan Persaingan Usaha

T: Negara-negara mana saja di ASEAN yang memiliki

hukum persaingan usaha dan otoritas yang berwenang di bidang persaingan usaha?

J: Saat ini baru Indonesia, Singapura, Thailand dan Vietnam yang memiliki undang-undang persaingan usaha dan otoritas yang berwenang di bidang persaingan usaha. Kamboja dan Filipina sedang dalam proses penyusunan undang-undang persaingan usaha. Negara-negara lainnya Brunei Darussalam, Laos dan Myanmar masih pada tahap awal rancangan kebijakan tentang persaingan dan hukum pembangunan. Saat ini, Malaysia’s Competition Bill disahkan oleh Parlemen pada bulan Mei 2010 dan sedang menunggu persetujuan Kerajaan untuk dapat berlaku sebagai hukum.

T: Apa tanggung jawab badan sektoral ASEAN atas kebijakan persaingan usaha dan apa fokus utama dari kegiatan-kegiatannya?

J. Pada Agustus 2007, Menteri Ekonomi ASEAN menyetujui pembentukan Kelompok Ahli ASEAN di Bidang Persaingan Usaha atau the ASEAN Experts Group on Competition (AEGC) sebagai forum regional untuk membahas dan bekerja sama dalam kebijakan persaingan usaha dan hukum. AEGC pertama kali diadakan pada tahun 2008 dan untuk tiga sampai lima tahun ke depan, telah sepakat untuk fokus pada kemampuan pembangunan kebijakan persaingan usaha yang berhubungan dan praktik terbaik di Negara Anggota ASEAN; mengembangkan Pedoman ASEAN Regional untuk Kebijakan Persaingan Usaha dan menyusun Buku Panduan tentang Kebijakan dan Hukum Persaingan Usaha di ASEAN untuk Bisnis. Pedoman dan Buku Pegangan Cetak Biru MEA ditargetkan selesai pada tahun 2010.

(16)

T: Apa tantangan di tahun 2015 dan selanjutnya dalam kebijakan persaingan usaha dan hukum di ASEAN?

J: Tantangannya antara lain: (i) cara yang efisien dan sarana pengalokasian sumber daya untuk mencapai tingkat kompetisi minimum yang komprehensif pada Negara Anggota ASEAN atau ASEAN Member States karena tingkat kemampuan yang beragam dan implementasi kebijakan dan hukum persaingan usaha di antara negara anggota ASEAN; (ii) mendefinisikan dan mengadopsi komponen konvergensi dalam perkembangan kebijakan dan hukum persaingan usaha atau suatu rezim yang komprehensif di antara kebijakan dan hukum persaingan usaha negara anggota ASEAN; dan (iii) merancang mekanisme kerja sama antar otoritas persaingan di ASEAN.

(17)

Perlindungan Konsumen

T: Negara mana saja di ASEAN yang memiliki undang-undang perlindungan konsumen?

J: Saat ini, enam negara anggota ASEAN - yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam telah memiliki perangkat hukum perlindungan konsumen. Negara-negara lainnya seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Laos dan Myanmar belum memiliki perangkat peraturan tersebut. Negara-negara ini, kecuali Myanmar, dalam proses penyusunan undang-undang perlindungan konsumen mereka. Sementara itu untuk beberapa negara, unsur perlindungan konsumen telah tercakup dalam legislasi terpisah di berbagai sektor dan industri untuk mencapai tujuan perlindungan konsumen.

T: Badan sektoral ASEAN manakah yang bertanggung

jawab atas perlindungan konsumen dan apa yang menjadi fokus utama kegiatannya?

J: Perlindungan konsumen merupakan wilayah baru pada kerja sama regional. Ketika memulai Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, kerja sama antar pemerintah dalam Komite Koordinasi ASEAN di Bidang Perlindungan Konsumen atau ASEAN Coordinating Committee on

Consumer Protection, kemudian berganti nama menjadi Komite ASEAN di Bidang Perlindungan Konsumen atau ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP), dilakukan mulai bulan Agustus 2007. Komite ASEAN di Bidang Perlindungan Konsumen, dan tiga Kelompok Kerja (Rapid Alert System & Information Exchange, Cross Border Consumer Redress, and Training & Education), menjadi titik fokus untuk pelaksanaan dan pemantauan terhadap pengaturan dan mekanisme regional, dan untuk mendorong pembangunan yang berlanjut pada perlindungan konsumen di ASEAN.

Dalam rangka mengarahkan pelaksanaan inisiatif dan komitmen Cetak Biru MEA, pendekatan strategis terhadap perlindungan konsumen telah diadopsi oleh Komite ASEAN di Bidang Perlindungan Konsumen. Pendekatan ini berisi langkah-langkah kebijakan dan rincian prioritas kegiatan pelaksanaan dengan jangka waktu spesifik, termasuk pengembangan pada: (i) pemberitahuan dan mekanisme pertukaran informasi pada tahun 2010; (ii) mekanisme ganti rugi untuk konsumen lintas batas pada tahun 2015; dan (iii) strategi roadmap untuk capacity building pada tahun 2010.

(18)

T: Apa tantangan pada tahun 2015 dan kedepannya untuk perlindungan konsumen dan hukum di ASEAN?

J: Area utama dari peningkatan kapasitas di tingkat regional dan nasional harus diidentifikasi, diprioritaskan dan ditangani. bantuan teknis dan keuangan substansial dari Mitra ASEAN Dialog dan organisasi akan diperlukan dalam proses mengembangkan dan mempromosikan kebijakan nasional, hukum dan pengaturan kelembagaan tentang perlindungan konsumen. Selain itu, globalisasi dan integrasi regional menimbulkan tambahan kompleksitas dan kesulitan dalam perlindungan konsumen yang harus dikelola oleh semua Negara Anggota ASEAN. Khususnya, peningkatan volume dan nilai perdagangan dalam negeri dan lintas batas, serta kemajuan dan cepatnya perkembangan dalam teknologi komunikasi, produksi dan e-commerce.

Dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN, Komite ASEAN di Bidang Perlindungan Konsumen perlu bekerja sama dengan mitra dialog, organisasi internasional dan sektor swasta untuk berkolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan dan program. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan dan mendiversifikasi keahlian teknis negara anggota ASEAN, kapasitas kelembagaan dan pengalaman kebijakan. Terkait dengan hal tersebut, pelajaran dan pengetahuan yang diperoleh oleh pemrakarsa sebelumnya menjadi relevan untuk pertimbangan kebijakan di eegara anggota ASEAN, terutama terkait dengan desain dan pelaksanaan kegiatan penegakan hukum serta jangkauan masalah lain yang bersifat legislatif dan operasional.

(19)

Hak Kekayaan Intelektual

T: Apakah tanggung jawab badan sektoral ASEAN

bagi Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dan apa sajakah fokus-fokus dalam setiap kegiatannya? J: Kelompok Kerja ASEAN untuk Bidang Kerja Sama

Kekayaan Intelektual atau ASEAN Working Group on Intellectual Property Cooperation (AWGIPC) telah bertindak sebagai badan koordinasi untuk pengembangan sistem Kekayaan Intelektual (KI) di dalam ASEAN dan juga pengembangan profil umum secara regional dalam lingkup HKI. Kegiatan kerja sama terus menerus dilanjutkan agar tercipta simplifikasi, harmonisasi, pendaftaran, dan perlindungan terhadap HKI di berbagai daerah.

AWGIPC juga menyediakan suatu landasan untuk pertukaran informasi dan pandangan terhadap pengembangan KI baik secara regional maupun internasional, serta bertindak sebagai focal point dalam mempersatukan pengembangan secara eksternal dan mitra dialog dalam kegiatan kerja sama kekayaan intelektual. Kegiatan AWGIPC berpedoman pada Rencana Aksi HKI ASEAN atau ASEAN Intellectual Property Right Action Plan 2004 – 2010, Rencana Kerja untuk Kerja Sama ASEAN atau Work Plan for ASEAN Cooperation untuk hak

cipta tahun 2005, dan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2007.

T: Apa sajakah program-program dan aktivitas yang telah diimplementasikan oleh AWGIPC dalam kerangka kerja sama regional di lingkup HKI (sesuai dengan yang dimaksud dalam Cetak Biru MEA)?

J: Yang termasuk dalam kegiatan untuk memastikan gambaran umum regional dan pengertian mengenai HKI dalam konteks Cetak Biru MEA adalah: Pertama, peraturan suatu negara dan kajian regional mengenai kontribusi secara ekonomi pada industri hak cipta dalam Negara Anggota ASEAN. Pertemuan-pertemuan tentang aksesi yang telah disesuaikan dengan sistem Madrid untuk pendataan merek dagang secara pendataan internasional; dan menyediakan proyek percontohan untuk ASEAN Patent Examination Co-Operation (ASPEC) dan ASEAN “IP Direct”. Kedua, upaya-upaya yang sudah berjalan tersebut dibuat dengan maksud untuk bertukar pengalaman tentang kebijakan-kebijakan di antara anggota-anggota yang sudah ada dan melanjutkan aksesi yang sudah disetujui ke dalam perjanjian umum kekayaan intelektual

(20)

untuk membangun suatu simplifikasi dan harmonisasi dari berbagai prosedur dan regulasi menyangkut HKI; dan memonitor pelaksanaan TRIPs pada sektor hukum dan regulasi di dalam Negara Anggota ASEAN secara rutin. Ketiga, adanya suatu program aktif di bidang pembangunan kapasitas regional dengan fokus, antara lain, fleksibilitas sesuai dengan perjanjian TRIPs, arbitrasi, dan mediasi dalam mengatasi sengketa mengenai kekayaan intelektual, Protokol Madrid, penguatan, dan manajemen hak cipta serta hak-hak terkait lainnya dalam lingkungan digital. Sekitar 3000 pakar profesional ASEAN telah berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ini dalam kurun beberapa tahun terakhir.

T: Apakah yang menjadi tantangan dan kesempatan bagi kekayaan intelektual di ASEAN?

J: Adanya keterbatasan sumber daya manusia yang terampil dan berpengalaman serta adanya keterbatasan kemampuan masing-masing institusi di Sekretariat ASEAN (ASEC) dan di negara anggota ASEAN. Untuk peningkatan kapasitas dan tujuan-tujuan lainnya, ASEC dan ASEAN sangat perlu untuk mengeksplorasi secara lebih intensif dan dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-sumber dan modalitas serta keahlian baru yang dapat

diperoleh dari mitra dialog dan donor-donor lainnya. Berbagai upaya telah dibuat untuk mengimplementasikan pendekatan “ASEAN – helps - ASEAN” di mana pun memungkinkan, termasuk pertukaran informasi dari pembelajaran suatu kebijakan dan peningkatan wawasan yang didapat oleh negara anggota ASEAN dalam aksesi perjanjian internasional dan implementasi hak kekayaan intelektual-kegiatan dan program yang terkait dengan hal itu.

Sebagai tambahan, kekayaan intelektual atau intellectual property (KI) dan hak kekayaan intelektual atau intellectual property rights (HKI) serta hal-hal lain terkait dengannya saat ini secara teknis menjadi sangat kompleks dan mencakup area yang luas. KI dan HKI juga mencakup wilayah yang lebih luas lagi seperti indikasi geografi, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan kebebasan kesenian tradisional. Infrastruktur dan keahlian di bidang KI sangat bervariasi dalam ASEAN, terutama disebabkan adanya perbedaan yang signifikan antara ASEAN-6 dan ASEAN-4. Beberapa perbedaan berimplikasi pada keadaan sebenarnya sehingga intensitas pola kerja sama regional, dan bantuan teknik tersebut diperlukan oleh negara ASEAN serta sedapat mungkin sesuai dengan subgroup dalam negara anggota ASEAN.

(21)

Secara umum, pembangunan kapasitas dan peningkatannya membutuhkan upaya-upaya berkelanjutan dari kedua belah pihak baik, pihak donor atau penerima bantuan untuk jangka waktu panjang. ASEAN perlu bermitra lebih dekat kepada mitra dialog, organisasi-organisasi internasional, dan sektor swasta untuk memprioritaskan kegiatan bersama yang saling menguntungkan dan menjadi perhatian bersama.

(22)

Pariwisata

T: Bagaimana upaya ASEAN untuk mensukseskan promosi dan pemasaran pariwisata pada satu kawasan tersebut?

J: Promosi dan pemasaran pariwisata telah menjadi agenda paling depan dalam kerja sama pariwisata ASEAN. Kampanye “Visit ASEAN” telah menjadi fokus utama pada pemasaran regional melalui kegiatan bersama-sama dan juga promosi bersama di pasar utama, seperti China, ROK dan Australia sebagai implementasi oleh ASEAN Promotional Chapter for Tourism (APCT), melalui perwakilan Operator Nasional Pariwisata ASEAN. Sesuai ketentuan Roadmap for Integration of Tourism Sector (RITS) 2004-2010, pemasaran wilayah ASEAN sebagai tujuan utama wisatawan dengan berbagai macam atraksi dan dilengkapi dengan fasilitas berstandar dunia telah diimplementasikan sebagai strategi pemasaran yang secara aktif melibatkan pihak swasta yang diwakili oleh ASEANTA (ASEAN Tourism Association). Dengan moto baru “Southeast Asia feel the Warmth” dan website pemasaran yang baru yaitu www.southeastasia.org yang menyoroti betapa beragamnya daerah tujuan wisata di negara anggota ASEAN telah diluncurkan di ITB Berlin pada bulan Maret 2010. Hal ini akan menjadi sebuah

co-brand bersamaan dengan kampanye pemasaran ASEAN lainnya yang sudah ada.

T: Dengan melihat pertumbuhan permintaan

pengelolaan pariwisata yang profesional, bagaimana cara ASEAN memastikan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia di wilayah ini?

J: Untuk memastikan kualitas dari pemberian pelayanan pariwisata di wilayah ini, The ASEAN Tourism Ministers telah menyepakati sebuah Mutual Recognition Arrangement (MRA) di bidang tenaga profesional kepariwisataan pada bulan Januari 2009. MRA direncanakan guna memfasilitasi mobilitas dari profesionalitas pariwisata dalam satu wilayah dan juga untuk meningkatkan kesetaraan sumber daya manusia bidang pariwisata di satu wilayah, dengan menggunakan standar kompetensi minimum untuk pariwisata di lingkungan ASEAN. MRA akan meningkatkan kepercayaan diri wilayah ini melalui pelatihan pariwisata dan kualifikasi yang akan menstimulasi investasi antar wilayah dan juga untuk melihat perputaran sumber daya manusia pada sektor ini. Dalam rangka melihat implementasi yang telah ditentukan oleh MRA, Komite Pengawasan Profesional Pariwisata ASEAN atau ASEAN Tourism Professional

(23)

Monitoring Committee telah melakukan pertemuan pada bulan Juni 2010

T: Bagaimana komitmen ASEAN dalam rangka

meningkatkan pariwisata pelayaran di kawasan tersebut?

J: Untuk pariwisata pelayaran, Kelompok Kerja Pelayaran ASEAN (ASEAN Cruise Working Group) telah menetapkan untuk meningkatkan fasilitasi pariwisata pelayaran di ASEAN, melalui konsultasi rutin antara petugas pariwisata pelayaran dan Kelompok Kerja Transportasi Maritim. Negara-negara anggota ASEAN telah membuat komitmen yang kuat untuk mengembangkan industri pelayaran dan membentuk suatu wadah yang menyediakan informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat memenuhi nilai penjualan dan mitra industri. Data yang informatif dan terpadu tentang informasi pelabuhan seperti operasional pelabuhan, pelayanan pelabuhan, pabean dan imigrasi, serta informasi bagi wisatawan yang membantu para wisatawan membuat keputusan untuk menentukan tujuan berlayar dapat dilihat

pada www.cruiseasean.com. Kelompok Kerja Pelayaran ASEAN telah sukses mempromosikan pariwisata pelayaran ASEAN dalam beberapa kegiatan internasional seperti pada peluncuran website ASEAN Cruise saat Seatrade pada bulan Maret 2007 di Miami dan mempromosikan pariwisata pelayaran ASEAN pada kegiatan China International Travel Mart di Kunming. Data statistik mengenai pariwisata pelayaran menunjukkan hasil yang baik, dan diperkirakan akan terus tumbuh.

(24)

Usaha Kecil Dan Menengah

T: Badan sektoral ASEAN manakah yang bertanggung

jawab terhadap Usaha Kecil dan Menengah atau Small and Medium Enterprises (UKM) dan apakah fokus utama dari setiap kegiatannya?

J: Beranggotakan perwakilan dari Badan UKM ASEAN atau ASEAN SME Agencies, kelompok kerja UKM ASEAN telah menetapkan untuk mempertahankan gambaran menyeluruh kerja sama dan pengembangan UKM di wilayah ASEAN. Kelompok kerja UKM memformulasikan beberapa kebijakan, program, dan kegiatan serta pelayanan sebagai suatu forum konsultasi dan koordinasi bagi kerja sama UKM negara anggota ASEAN. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan status UKM di seluruh negara anggota melalui pendekatan yang beragam meliputi peningkatan kapasitas, fasilitasi perdagangan, dan perdagangan lintas batas demi memastikan pengembangan UKM sesuai dengan proses yang telah berlangsung dari integrasi ASEAN melalui pendirian Masyarakat Ekonomi ASEAN.

T: Apa sajakah program dan kegiatan kerja sama sektor UKM di lingkup regional yang telah diimplementasikan oleh kelompok kerja UKM (sesuai dengan Cetak Biru MEA)?

J: Kerja sama regional di sektor UKM berpedoman pada Cetak Biru Kebijakan ASEAN untuk pengembangan UKM 2004-2014. Rencana aksi strategis untuk pengembangan UKM di wilayan ASEAN tahun 2010-2015, diadopsi pada tahun 2010 yang dibangun berdasarkan hasil yang telah direalisasikan sesuai dengan ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) dan menggabungkan seluruh SME yang terkait dengan komitmen regional.

Secara khusus, lima hal penting yang ditujukan untuk sektor UKM sesuai dengan Cetak Biru MEA adalah pembentukan: (a) sebuah kurikulum bersama bagi para pelaku usaha di wilayah ASEAN, di mana Indonesia dan Singapura sebagai Negara pemimpin (2008-2009); (b) pusat pelayanan UKM yang komprehensif dengan menghubungkan regional dan sub-regional di antara negara-negara anggota, di mana Thailand dan Vietnam sebagai Negara pemimpin (2010-2011); (c) fasilitas keuangan UKM di masing-masing Negara anggota, di mana Malaysia dan Brunei Darussalam sebagai negara

(25)

pemimpin (2010-2011); (d) sebuah program regional dengan skema magang untuk pertukaran dan kunjungan para staf dalam rangka pelatihan, di mana Myanmar dan Filipina sebagai negara pemimpin (2012-2013); dan (e) sebuah pengembangan pendanaan untuk UKM agar dapat digunakan sebagai sumber pendanaan bagi UKM yang merupakan unit bisnis di ASEAN, dimana Laos dan Thailand sebagai Negara pemimpin (2014-2015).

T: Apa sajakah tantangan UKM di wilayah ASEAN untuk tahun 2015 dan seterusnya?

J: UKM tetap menjadi sumber utama lapangan kerja dan pendapatan di banyak negara ASEAN. Program terbaru yang diimplementasikan di negara anggota ada kaitannya dengan: (a) pembentukan kurikulum bersama bagi para pelaku usaha di ASEAN; (b) identifikasi praktek terbaik dalam pembentukan fasilitas keuangan SME; dan (c) sistem nasional e-commerce dan penggunaannya untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Kerja sama ASEAN untuk pengembangan UKM, yang dimulai sejak 1995, telah memberikan dorongan yang besar melalui pengembangan jaringan produksi secara global dan regional.

Namun, pendanaan kegiatan UKM tetap menghadapi berbagai tantangan. Sampai saat ini, beberapa prakarsa dari UKM telah diimplementasikan berdasarkan pengembangan sendiri atau melalui pendekatan ASEAN-helps-ASEAN di mana masing-masing Negara anggota memobilisasi sumber daya mereka masing-masing guna mengimplementasikan proyek pengembangan UKM atau memfasilitasi partisipasi dari negara anggota lainnya dalam proyek tersebut.

(26)

Keterlibatan Sektor Pemerintah dan Swasta

T: Mengapa keterlibatan sektor pemerintah dan

swasta sangat penting?

J: Kita hidup pada zaman pemerintahan yang lebih “efisien dan kejam”. Dengan demikian, masyarakat bisnis seharusnya lebih penting sebagai kekuatan pendorong dalam integrasi regional dan pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Keterlibatan sektor pemerintah dan swasta akan membawa sinergi yang baik dan eksternalitas yang positif. Untuk memastikan dan mengembangkan perpaduan, praktek, dan transparansi dari kinerja pemerintahan yang sama baiknya seperti prakarsa bisnis melalui industri-industri, perekonomian masing-masing individu, dan AEC itu sendiri.

T: Apakah peran utama sektor swasta dalam pembangunan AEC dan integrasi East Asian? J: Sektor swasta adalah salah satu pemangku kepentingan

utama dan telah memainkan peran yang sangat krusial dalam pengembangan, pengintegrasian, dan pengglobalisasian di banyak aspek. Kebijakan, masukan dan kemitraan sektor swasta merupakan hal yang sangat

penting dalam pembuatan prakarsa dan strategi regional yang berprinsip pada efektifitas biaya. Selain itu juga membantu dalam mengidentifikasi masalah yang muncul dalam pengimplementasian integrasi regional dan pembentukan MEA. Industri-industri dan usaha-usaha di wilayah ASEAN adalah kunci dan pemain utama dalam rantai pasokan dan jaringan produksi untuk berbagai produk baik secara regional maupun secara global. Sebagai contoh, entitas sektor bisnis tidak tidak hanya memastikan realisasi penuh perdagangan dan kesempatan investasi seperti yang telah dibuka oleh ASEAN FTAs, khususnya negara-negara yang termasuk dalam ASEAN Plus Three. Mereka juga menjadi pedoman dalam arsitektur perkonomian baru yang saling tergantung di Asia Timur, sama halnya seperti Asia Timur dan ekonomi global secara umum.

(27)

T: Bagaimana keterlibatan sektor pemerintah dan swasta dioperasionalisasikan di dalam ASEAN? J: Sekitar 35% dari sekitar 100 (seratus) badan sektoral

ASEAN yang terkait dengan MEA, telah terkait dengan asosiasi sektor swasta dan menjadi perwakilan dalam lingkup rutin atau ad-hoc. Secara khusus, perwakilan sektor swasta juga telah berpartisipasi secara aktif dalam diskusi mengenai MRA, dan dalam pertemuan pada Dewan Pembuat Peraturan Telekomunikasi ASEAN atau ASEAN Telecommunication Regulators Council. Sektor swasta juga telah membantu kelompok kerja ASEAN di bidang kerja sama kekayaan intelektual.

Pada tingkat regional, yang termasuk dalam alat utama bagi Public Private Engagement (PPE) adalah Consultative Meeting on Priority Sectors (COPS), Coordinating Conference on AEC (ECOM), dan ASEAN Business Advisory Council (ABAC). ABAC secara aktif menyelenggarakan KTT Bisnis dan Investasi secara tahunan dan selalu memberi masukan untuk pemimpin-pemimpin ASEAN dan Menteri-menteri bidang ekonomi di negara ASEAN. Pemangku kepentingan lainnya dalam PPE adalah ASEAN Chamber of Commerce and Industry (ASEAN CCI), dengan catatan

banyak anggota ASEAN CCI yang juga sebagai anggota ABAC.

Baru-baru ini, PPE telah ditingkatkan perannya melalui dialog rutin antara Menteri bidang Ekonomi di ASEAN dan ASEAN BAC plus perwakilan dari asosiasi industri. Yang termasuk dalam asosiasi ini adalah ASEAN Federation of Textile Industries dan ASEAN Automotive Federation. Beberapa rekomendasi penting telah muncul pada konsultasi-konsultasi dan berada dibawah pertimbangan dari badan sektoral ASEAN yang bersangkutan.

(28)

Prakarsa Untuk Integrasi ASEAN dan Mempersempit Kesenjangan

dalam Pembangunan

T: Apakah yang ASEAN lakukan untuk membantu negara-negara anggota yang baru berintegrasi dengan negara anggota ASEAN lainnya?

J: Pemimpin ASEAN menyadari bahwa dalam memajukan pembangunan suatu masyarakat, maka kesenjangan pembangunan yang ada di antara anggota ASEAN perlu dijembatani, terutama dalam hal pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia. Banyak upaya dalam menjembatani kesenjangan pembangunan yang telah dilakukan oleh ASEAN dengan dukungan dari banyaknya Mitra Dialog dan organisasi internasional. Mitra Dialog memahami sepenuhnya, bahwa jika kesenjangan tidak ditangani dengan benar maka akan sulit bagi negara-negara anggota untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015.

Dalam menuju pelaksanaan Cetak Biru MEA, terdapat banyak isu yang berkaitan dengan realisasi MEA yang perlu dipertimbangkan. Salah satu tantangan utama adalah menemukan keseimbangan dalam hal keterpaduan dan dukungan di antara negara Anggota ASEAN menuju integrasi ekonomi. Hal ini bertujuan untuk mempersempit

kesenjangan pembangunan dan meningkatkan daya saing ASEAN. Para pemimpin ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada tahun 2000 meluncurkan Prakarsa untuk Integrasi ASEAN (IAI) dengan tujuan mempersempit kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi ekonomi di ASEAN, khususnya bagi anggota-anggota baru ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV).

Upaya untuk mempersempit kesenjangan pembangunan terutama didorong oleh Rencana Kerja IAI. Rencana kerja IAI yang pertama didukung oleh para Pemimpin pada KTT ASEAN ke-8 di Phnom Penh, November 2002. Saat ini IAI sudah dalam Rencana Kerja Tahap Dua (2009-2015) yang didasarkan pada wilayah program kunci dalam tiga Cetak Biru Komunitas: (i) Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN; (ii) Cetak Biru Masyarakat Sosial Budaya ASEAN; dan (iii) Cetak Biru Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN.

Rencana Kerja II IAI ini disahkan oleh para Pemimpin pada Maret 2009.

(29)

T: Apakah kemajuan yang telah dicapai?

J: Pengembangan Sumber Daya Manusia tetap menjadi wilayah kunci kemajuan di bawah IAI, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pembangunan kapasitas sektor publik, tenaga kerja dan kesempatan kerja produktif, pendidikan tinggi, dan pelatihan keterampilan berbagai bidang transportasi, energi, ICT, investasi, perdagangan dan jasa, kebiasaan dan standar. Selain itu pelajaran bahasa Inggris juga menjadi prioritas.

Rencana Kerja IAI juga khusus ditujukan untuk infrastruktur lunak. Sedangkan, pembangunan fisik transportasi dan infrastruktur jaringan komunikasi, penyelesaian fisik jalan, rel, udara dan jaringan laut dalam ASEAN seperti Singapura Rail Link-Kunming; yang merupakan upaya dalam membangun infrastruktur fisik menjadi kegiatan utama dalam Rencana Kerja.

T: Isu atau perkembangan apa yang menghadapi tantangan terbesar?

J: IAI disusun untuk mempercepat pembangunan sosial ekonomi di negara-negara melalui strategi fokus untuk memajukan pembangunan yang adil, mengurangi kemiskinan dan mengarahkan perbedaan pembangunan. Dengan demikian pelaksanaan proyek IAI akan lebih efektif, jika proyek-proyek IAI selaras atau menjadi bagian dari kebijakan dan prioritas kerja sama pembangunan nasional, guna menciptakan sinergi dalam proyek-proyek dan kegiatan bilateral negara dengan donor mereka yang sejalan dengan agenda ASEAN di bawah IAI dan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Hal ini akan membantu mempertajam fokus proyek-proyek terhadap manusia sebagai individu dan pada masyarakat tertentu, serta di negara tertentu secara keseluruhan, sebagai subjek utama dari IAI.

Sementara IAI dimaksudkan untuk membantu terutama negara-negara CLMV, upaya yang sama dari tujuan Perkembangan Nasional sedang dilakukan untuk wilayah

(30)

yang ditentukan di kawasan ASEAN lainnya. Termasuk di dalamnya adalah Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippina East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT), dan sepanjang wilayah antar negara West East Corridor (WEC) dari Mekong Basin di Vietnam, Laos, Kamboja dan Thailand Utara-Timur dalam skema kerja sama pembangunan ASEAN-Mekong Basin. Kerja sama di antara program-program ekonomi sub-regional ini memainkan peran penting dan sebagai fasilitator dalam melaksanakan mandat regional yang akan membantu mengidentifikasi kebutuhan yang tepat dari negara-negara anggota dalam hal bantuan eksternal dan memastikan efektivitas dalam membangun kapasitas untuk berpartisipasi dalam program-program ASEAN. Secara keseluruhan, hal tersebut akan membantu negara-negara yang bersangkutan untuk memenuhi target dan komitmen ASEAN secara luas.

(31)

Hubungan Ekonomi Eksternal ASEAN

T: Bagaimana gambaran ASEAN dalam perekonomian

regional dan global?

J: ASEAN telah meningkat menjadi pemain penting dalam ekonomi regional dan global, yang dapat dikaitkan dengan langkah berani wilayah ini untuk mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Semakin ASEAN bergerak lebih dekat untuk menjadi "satu pasar tunggal dan basis produksi", semakin menjadi menarik bagi mitra dagang yang ingin menjalin perdagangan bebas (FTA) atau kemitraan ekonomi komprehensif (CEP) dengan ASEAN. Hal ini menghasilkan dua cabang pendekatan ASEAN untuk integrasi ekonomi: (i) Integrasi internal, di mana tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015; dan (ii) Integrasi ke dalam ekonomi global, di mana strateginya adalah negosiasi FTA dan CEPs dengan perdagangan utama/mitra dialog.

ASEAN sekarang adalah pusat untuk empat (4) FTA dan satu (1) CEP:

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dilaksanakan pada tahun 2004 (Early Harvest Program) dan direalisasikan pada tanggal 1 Januari 2010.

ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) dilaksanakan pada tahun 2007 dan direalisasikan pada tanggal 1 Januari 2010.

ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) dilaksanakan di 2009.

ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2010.

ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) dilaksanakan pada 1 Oktober 2010 (Perjanjian Perdagangan Barang).

T: Apa yang mendorong ASEAN untuk melakukan FTA dan CEP?

J: Ada tiga (3) alasan utama yang mendorong ASEAN untuk melakukan FTA dan CEP dengan mitra dagang penting yaitu: (i) untuk memasuki pasar potensial, (ii) untuk meningkatkan akses pasar, dan (iii) agar negara/blok vis-à-vis tetap kompetitif bersaing secara langsung dengan ASEAN.

(32)

T: Apakah prinsip-prinsip utama yang ASEAN ikuti dalam melaksanakan FTA dan CEPs?

J: FTA dan CEP ASEAN secara umum berpedoman pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut:

(i). WTO konsisten, misalnya liberalisasi tarif secara substansial harus mencakup semua perdagangan dan liberalisasi perdagangan jasa harus GATS Plus; (ii). Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA),

Kerangka Kerja Perjanjian Perdagagan Jasa ASEAN (AFAS) dan Perjanjian Komprehensif Investasi ASEAN (ACIA) harus dijadikan sebagai dasar untuk FTA / CEP;

(iii). Kerja sama ekonomi harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari FTA/CEP; dan

(iv). Perlakuan khusus dan berbeda sebagai upaya pengakuan atas tingkat perkembangan yang berbeda, tidak hanya di antara negara-negara anggota ASEAN tetapi juga di antara ASEAN dan mitra potensial FTA.

T: Bagaimana FTA/CEP ASEAN dinegosiasikan? J: Negosiasi untuk lima (5) FTA/CEP ASEAN menggunakan

dua (2) pendekatan yang berbeda:

(i) Pendekatan sekuensial: pendekatan yang digunakan untuk ACFTA, AKFTA dan AIFTA. Dalam pendekatan sekuensial, ASEAN dan mitra potensial FTA, pertama menegosiasikan kerangka kerja perjanjian yang menjadi dasar bagi perundingan selanjutnya, untuk setidaknya empat (4) perjanjian: perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi dan penyelesaian sengketa. Perjanjian perdagangan barang dan perjanjian penyelesaian sengketa adalah dua perjanjian pertama yang akan dinegosiasikan, diikuti dengan perdagangan jasa dan investasi. (ii) Single-undertaking: pendekatan ini digunakan

untuk AJCEP dan AANZFTA. Dalam pendekatan ini, perundingan antara lain untuk perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, aktivitas kegiatan yang terkait dengan perdagangan, penyelesaian sengketa, antara lain, yang dinegosiasikan secara bersamaan dapat memberikan fleksibilitas lebih dan pengaruh bagi negosiator untuk berkompromi di seluruh sektor.

(33)

Tanggung jawab utama dari negosiasi FTA/CEP ini diberikan kepada Komite Negosiasi Perdagangan (TNC) yang didukung oleh para ahli teknis terutama antara lain di bidang aturan-aturan asal; sanitary dan phytosanitary (SPS); standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian kesesuaian; prosedur kepabeanan, perdagangan jasa, investasi, dan hukum dan masalah kelembagaan.

T: Bagaimana sektor bisnis, terutama

eksportir/produsen mengambil manfaat dari FTA/CEP ASEAN?

J: Eksportir/produsen di wilayah ASEAN akan memiliki akses pasar lebih besar yang diwujudkan oleh liberalisasi tarif untuk perdagangan barang dan liberalisasi di sektor jasa. FTA/CEP ASEAN diharapkan dapat menarik penanaman modal asing yang pada gilirannya membuka kesempatan kerja dan alih teknologi, peningkatan kegiatan komersial dan peningkatan kerja sama antara operator ekonomi di ASEAN dan mitra FTA. FTA/CEP juga menciptakan lingkungan bisnis yang mempromosikan kepastian, dapat diprediksi dan transparan, yang semuanya diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan komersial tidak perlu terputus atau terganggu.

T: Mengingat perbedaan tingkat ambisi FTAs/CEPs

ASEAN, bagaimana pihak-pihak menjamin

kelancaran implementasi dari ketentuan dan komitmen yang sudah diatur di dalamnya, terutama untuk Anggota ASEAN yang kurang berkembang?

J: Implementasi FTAs/CEPs ASEAN, terutama bagi negara-negara yang kurang berkembang, didukung oleh ketentuan-ketentuan kerja sama ekonomi di berbagai macam perjanjian. Ketentuan-ketentuan kerja sama ekonomi secara efektif memberikan dimensi pembangunan FTAs/CEPs dimana mereka tidak hanya dirancang untuk memastikan kelancaran pelaksanaan dari komitmen spesifik yang dibuat, tetapi juga berkontribusi untuk mempersempit kesenjangan pembangunan di pihak yang terlibat FTAs/CEPs. Program-program kerja sama ekonomi mencakup bantuan teknis dan kegiatan peningkatan kapasitas.

(34)

T: Mengingat perdebatan saat ini dalam mengembangkan arsitektur wilayah di kawasan Asia Timur/Asia Pasifik, bagaimana FTAs/CEPs ASEAN diharapkan dapat berkontribusi pada integrasi ekonomi regional yang lebih luas? J: FTAs/CEPs ASEAN sebenarnya dirancang untuk

membangun blok untuk integrasi ekonomi regional di kawasan Asia Timur/Pasifik atau bentuk lainnya. ASEAN memiliki FTA atau CEP dengan pemain utama di wilayah ini (yaitu Australia, RRT, India, Jepang, Korea dan Selandia Baru). Negara-negara tersebut sudah mencapai lebih dari 50% perdagangan global. Konsolidasi dari FTAs/CEP ke dalam suatu pengaturan yang koheren tidak hanya akan baik bagi wilayah ASEAN, tetapi juga sistem perdagangan global.

(35)

Kantor Pengawasan Ekonomi Makro dan Keuangan

T: Apa itu Macroeconomic and Financial Surveillance Office (MFSO)?

J: Macroeconomic and Financial Surveillance Officer (MFSO) adalah unit yang baru dibuat di bawah Kantor Wakil Sekretaris Jenderal/Deputy Secretary-General (DSG) untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC). Tugas utama MFSO adalah untuk memantau perekonomian negara-negara anggota ASEAN dan integrasi ekonomi ASEAN. MFSO dipimpin oleh seorang direktur, yang juga menjabat sebagai kepala ekonomi untuk Departemen AEC dari Sekretariat ASEAN. Direktur dibantu oleh tiga Asisten Direktur, yang bertindak sebagai ekonom senior yang bertanggung jawab atas tiga bidang utama: (i) bidang moneter, fiskal, dan analisis eksternal; (ii) perdagangan dan analisis investasi; serta (iii) produksi dan analisis tenaga kerja.

T: Apa alasan MFSO didirikan?

J: Sejak Pemimpin ASEAN menegaskan kembali komitmen mereka untuk integrasi ekonomi yang lebih dalam melalui Bali Concord pada tahun 2005, ASEAN telah berada di garis depan berdiri Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun

2015. Ini berarti bahwa sebagai sebuah komunitas yang terintegrasi, pendekatan untuk integrasi telah menjadi lebih strategis, yang membutuhkan input lebih analitis dan saran yang tidak hanya dari Negara Anggota, tetapi juga dari Sekretariat ASEAN sebagai koordinator berbagai inisiatif integrasi. Secara khusus, ada kebutuhan bagi ASEC untuk lebih proaktif dan berwawasan ke depan dalam menganalisis isu-isu regional dan merumuskan saran kebijakan untuk memastikan AEC berfungsi dengan baik pada 2015.

Aspek penting lain dari membangun suatu masyarakat adalah kebutuhan untuk pemantauan sistematis dan komprehensif ekonomi di kawasan itu, guna memastikan bahwa negara anggota mematuhi berbagai inisiatif di wilayah ini, dan mematuhi elemen dasar stabilitas ekonomi makro yang akan memperkuat integrasi ekonomi ASEAN. Para pemimpin ASEAN pada bulan Oktober 2008 telah menyetujui untuk memperkuat kapasitas analisis dan pemantauan Sekretariat ASEAN dengan mendirikan makroekonomi tingkat tinggi baru dan Kantor Pengawasan Keuangan (MFSO).

(36)

T: Apa fungsi dari MFSO?

J: MFSO memiliki dua fungsi utama: (i) untuk meningkatkan proses evaluasi di bawah Proses Pengawasan ASEAN, dan (ii) memanfaatkan pengawasan untuk menilai peningkatan kemajuan integrasi ekonomi di ASEAN. Fungsi pertama yang bertujuan untuk membuat isi dan format dari proses pengawasan berjalan lebih efektif, dapat dipercaya dan relevan dengan kondisi daerah. Fungsi kedua bertujuan untuk memastikan relevansi, efektivitas, dan pelaksanaan tepat waktu dari berbagai inisiatif yang berkaitan dengan integrasi regional. Untuk menjalankan fungsi-fungsi ini, MFSO diharapkan untuk melakukan lebih dari sekedar berbagi informasi dan penyebaran informasi. Sebagai kantor pengawasan khusus berfokus pada ASEAN, MFSO akan memimpin dalam menghasilkan output kualitas dari pengawasan; memfasilitasi diskusi regional mengenai pengawasan dan pemantauan integrasi ekonomi melalui AEC Scorecard.

(37)

Informasi Lebih Lanjut:

Subdit Masyarakat Ekonomi ASEAN I; Subdit Masyarakat Ekonomi ASEAN II. Direktorat Kerja Sama ASEAN

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

Jalan M.I.Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat 10110 Gedung 2 Lantai 7

Telp : (62 21) 3858203 Fax : (62 21) 3858203

Website : http://ditjenkpi.depdag.go.id

E-mail :dirkr-kpi@depdag.go.id

The ASEAN Secretariat

Public Outreach and Civil Society Division 70A Jalan Sisingamangaraja

Jakarta 12110

Telp : (62 21) 724-3372, 726-2991 Fax : (62 21) 739-8234, 724-3504 Website : www.asean.org

E-mail : public.div@asean.org

Kementerian Perdagangan Mengucapkan Terima Kasih Kepada Sekretariat ASEAN.

(38)

Referensi

Dokumen terkait

Public Relations memiliki peran penting dalam membentuk citra organisasi sehingga Public Relations harus mengetahui apa yang akan dilakukan untuk organisasinya serta apa yang

Bagaimana perbandingan hasil analisis dari regresi logistik ordinal dan regresi probit ordinal pada studi kasus faktor-faktor yang mempengaruhi masa studi lulusan mahasiswa

Dari hasil uji t di atas, dapat disimpulakan bahwa biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan, biaya deteksi atau penilaian, biaya kegagalan internal, dan

Melalui langkah sosialisasi yang terpadu, kini masyarakat luas sudah mengenal Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta sebagai rumah rakit yang melayani pasien umum dan merupakan salah

Allah  mengawalinya dengan wanita, karena ia adalah fitnah paling besar bagi laki-laki, lalu anak-anak yang dijadikan sebagai kebanggaan, kemudian harta yang dikumpulkan serta

 perencanaan struktur abutment uktur abutment jembatan dari jembatan dari beton bertulang beton bertulang yang meliputi yang meliputi perhitungan dan perhitungan dan gambar

 Peralatan Fisik : Ketika perangkat lunak Navigasi dijalankan, maka sistem akan mencari direktori peralatan dan direktori sistem navigasi untuk DLL peralatan dan membangun

Populasi yang diteliti adalah semua anak usia 2 – 4 tahun di Posyandu Ngronggo Wilayah Kerja Puskesmas Wilayah Selatan Kota Kediri dengan menggunakan metode purposive sampling