• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS INFUSA BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L.) SEBAGAI LARVASIDA Aedes aegypti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS INFUSA BIJI BUAH PINANG (Areca catechu L.) SEBAGAI LARVASIDA Aedes aegypti"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

iii

Muhammad A. Perdana , Muhammad I. Kahtan , Muhammad I. Ilmiawan Intisari

Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Biji buah pinang (Areca catechu L.) memiliki kandungan metabolit sekunder berupa alkaloid yang diketahui memiliki aktivitas larvasida. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas infusa biji buah pinang sebagai larvasida Aedes aegypti. Metodologi: Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan desain posttest only control group. Terdapat 7 kelompok uji yaitu kelompok kontrol positif adalah temefos, kontrol negatif adalah akuades dan kelompok perlakuan berupa konsentrasi infusa biji buah pinang 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Masing-masing kelompok berisi 25 larva Aedes aegypti instar III/IV dalam 100 ml akuades dan direplikasi 4 kali. Hasil: Persentase mortalitas larva Aedes aegypti pada konsentrasi 6,25% adalah 0%, 12,5% adalah 12%, 25% adalah 45%, 50% adalah 92% dan 100% sebesar 100%. Infusa biji buah pinang pada konsentrasi 100% memiliki aktivitas larvasida terhadap Aedes aegypti yang serupa dengan temefos. Kesimpulan: Infusa biji buah pinang mempunyai aktivitas sebagai larvasida Aedes aegypti.

Kata kunci: Infusa biji buah pinang, larvasida, Aedes aegypti

1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat.

2) Departemen Parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat 3) Departemen Biologi Kedokteran dan Patobiologi, Fakultas Kedokteran,

(3)

iv

Muhammad A. Perdana , Muhammad I. Kahtan , Muhammad I. Ilmiawan Abstract

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious diseases caused by dengue virus from female’s Aedes aegypti bite. Pinang fruit seeds (Areca catechu L.) contain secondary metabolites such as alkaloid

known to have larvacidal activity. Objective: The purpose of this research

was to know larvicidal property of pinang fruit seeds infusion to Aedes

aegypti. Methods: This research was pure experimental with posttest only control group design. There were 7 groups: positive control group used temephos, negative control group used distilled water and experimental groups were the concentration of pinang fruit seeds 6,25%, 12,5%, 25%, 50% and 100%. Each groups consisted of 25 instars III/IV Aedes aegypti’s larvae in 100 ml of distilled water and replicated 4 times. Results: The results of this research showed the percentage mortality of Aedes aegypti’s larvae at concentration of 6,25% was 0%, 12,5% was 12%, 25% was 45%, 50% was 92% and 100% was 100%. The concentration of pinang fruit seeds infusion at 100% performed the same activities as temephos. Conclusion: Pinang fruit seeds infusion has larvicidal activities against Aedes aegypti.

Keywords: Pinang fruit seeds infusion, larvacide, Aedes aegypti

1) Medical School, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Borneo.

2) Parasitology Department, Medical School, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Borneo

3) Medical Biology and Pathobiology Department, Medical School, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Borneo

(4)

LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang merupakan salah satu dari empat virus RNA untai tunggal (DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4) dan termasuk dalam genus flavivirus yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti.1,2 Virus dengue merupakan penyebab serius kematian di hampir seluruh area tropis dan subtropis terutama Asia Tenggara, Asia Selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan di Karibia.3

Jumlah penderita penyakit DBD di daerah dengan iklim tropis dan subtropis cenderung terus meningkat dan jarang menurun setiap tahunnya. Penyakit ini lebih banyak menyebabkan kematian pada 90% anak dibawah umur 15 tahun.4 Penyakit DBD ini dilaporkan telah tersebar luas di seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 1980 dan diketahui masuk ke Indonesia pertama kali di pelabuhan Kota Surabaya pada tahun 1968.5 Sebanyak 90.245 kasus DBD dengan presentase angka kematian 0,90% dilaporkan terjadi di Indonesia pada tahun 2012 dan terdapat peningkatan jumlah kasus dibanding tahun 2011 dengan jumlah 65.725 kasus.6 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa telah terjadi 112.511 kasus DBD pada tahun 2013 dengan presentase kematian 0,77% di Indonesia.7 Kota Pontianak pada tahun 2012 tercatat 134 kasus penyakit DBD dengan persentase angka kematian sebesar 2,2%, di mana terjadi peningkatan kasus DBD dari tahun 2011 yang dilaporkan sebanyak 160 kasus dengan persentase kematian 1,8%.8

Pencegahan dan pengontrolan vektor saat ini masih menggunakan bahan kimia berupa insektisida sintetis. Penggunaan bahan kimia dalam program kesehatan masyarakat awalnya banyak dipertimbangkan untuk mengurangi populasi nyamuk. Namun hal tersebut mengakibatkan kegagalan pada program pengendalian nyamuk karena terganggunya sistem pengendalian biologis di alam dan ledakan seranggga lainnya akibat penggunaan insektisida kimia secara terus menerus. Organofosfat temefos adalah insektisida sintetis utama yang digunakan secara massal sebagai

(5)

larvasida nyamuk. Butiran pasir temefos 1% atau lebih dikenal dengan sebutan abate diaplikasikan pada wadah penampungan air sebagai pengontrol larva. Pemakaian jangka panjang dari abate ini dapat memicu terjadinya resistensi pada Aedes aegypti.9 Resistensi penggunaan organofosfat terhadap Aedes aegypti dilaporkan terjadi di New Caledonia, Malaysia dan Thailand. Di dalam negeri sudah dilaporkan terjadi resistensi penggunaan organofosfat terhadap Aedes aegypti di Provinsi DKI Jakarta.10

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beragam jenis flora yang berpotensi digunakan sebagai insektisida alami. Salah satu jenis flora yang banyak tersebar di Provinsi Kalimantan Barat yaitu tumbuhan suku Arecaceae adalah tumbuhan pinang. Hasil identifikasi fitokimia pada biji buah pinang terdapat kandungan biokimia utama polifenol (20%) seperti tanin dan flavonoid.11 Kandungan lain seperti alkaloid (0,5%) yaitu arekolin (7,5 mg/g), arekaidin (1,5 mg/g), guvakolin (2 mg/g) dan guvasin (2,9 mg/g), lemak (15%) dan mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B6 dan vitamin C juga terkandung pada biji buah pinang.12,13 Alkaloid dalam tanaman diketahui dapat merusak sistem saraf larva dan memiliki aktivitas inhibisi enzim kolinesterase yang akan menyebabkan menurunnya koordinasi otot serta menghambat sistem pernapasan yang mengakibatkan kematian larva.14 Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti bermaksud untuk menguji aktivitas infusa biji buah pinang (Areca catechu L.) sebagai larvasida Aedes aegypti. Pemilihan untuk menggunakan biji buah pinang karena masih belum dimanfaatkan secara maksimal senyawa kimia yang terdapat didalamnya. Pemakaian infusa karena cara pembuatannya lebih mudah, murah dan cepat dibandingkan dengan ekstrak.

METODE

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni dengan posttest only control group design. Metode ini akan membagi sampel

(6)

penelitian secara acak menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberikan perlakuan sedangkan kelompok eksperimen adalah kelompok akan menerima perlakuan. Dengan metode ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi eksperimen serta dapat mengukur pengaruh perlakuan pada kelompok eksperimen dengan membandingkan pada kelompok kontrol.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian yaitu gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, kertas label, pengaduk kaca, gelas Erlenmeyer, timbangan digital, termometer, saringan, spidol, gunting, bulb, gelas beker, sendok plastik, kertas lakmus, panci infus, kain flanel, waterbath, saringan, cawan perselin, wadah plastik, tabung reaksi, pisau, oven, plastik transparan, spuit dan kain kasa.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu larva nyamuk Aedes aegypti instar III dan IV, biji pinang (Areca catechu L.) yang sudah dikeringkan, akuades, temefos 1%, makanan ikan, HCl, Kloroform, pereaksi Mayer, Magnesium (Mg) dan feri klorida (FeCl3) 5%.

Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah biji buah pinang (Areca catechu L.) yang diambil dari perkebunan pinang di Kota Singkawang. Buah pinang yang diambil adalah yang bebas penyakit atau hama dan buah yang sudah matang ditandai dengan warna kuning kemerahan pada kulit buah pinang.

(7)

Pengolahan Sampel

Buah pinang yan telah dikumpulkan disortasi basah terhadap kotoran, sampah, daun-daun dan kotoran yang masih menempel pada buah. Buah dicuci dengan air, kemudian dikupas untuk memisahkan bagian kulit dengan bijinya. Biji buah pinang diiris tipis lalu dilanjutkan dengan pengeringan dengan dikeringanginkan selama 7-8 hari. Tahap selanjutnya adalah pengecilan ukuran simplisia. Pengecilan ukuran dilakukan hingga sampel berbetuk bubuk dengan menggunakan blender. Simplisia kemudiaan disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup.15

Pembuatan Infusa

Infusa dibuat dengan menimbang sebanyak 10 g simplisia biji pinang dimasukkan ke dalam panci infus, kemudian ditambahkan 100 ml akuades. Panaskan campuran tersebut hingga suhu 90ºC selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Saring hasil pemanasan tersebut dengan kain flanel. Volume cairan yang berkurang akibat penguapan diganti dengan menuangkan air panas pada ampas infusa hingga mencapai volume 100 ml.16

Skrining Fitokimia Pemeriksaan Flavonoid

Sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,05 mg serbuk Mg dan HCl pekat sebanyak 1 ml kemudian dikocok kuat-kuat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga.17

Pemeriksaan Tanin

Sampel dimasukkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes feri klorida (FeCl3) 5%. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi biru tua.18

(8)

Pemeriksaan Alkaloid

Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi Mayer dan 5 tetes kloroform. Endapan putih yang muncul menunjukkan sampel mengandung alkaloid.18 Pemeriksaan Saponin

Sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml air panas kemudian didinginkan. Kocok larutan selama 10 detik. Hasil positif akan ditunjukkan dengan terbentuk buih yang stabil setinggi 1-10 cm selama 10 menit.19

Hewan Uji

Hewan uji didapat dari Laboratorium Entomologi Dinas Kesehatan Surabaya masih berupa telur nyamuk Aedes aegypti. Telur akan diletakkan di wadah plastik berisi akuades untuk ditetaskan. Setelah menetas menjadi larva nyamuk Aedes aegypti instar III dan IV dilakukan penyortiran untuk dijadikan sampel penelitian.

Uji Aktivitas Larvasida

Pengujian aktivitas infusa biji buah pinang sebagai larvasida Aedes aegypti menggunakan tujuh tabung uji sebagai wadah. Kelompok uji terdiri dari dua bagian yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol terdiri atas kontrol positif yaitu temefos 10 mg dan kontrol negatif menggunakan akuades 100 ml. Kelompok perlakuan terdiri atas 5 konsentrasi infusa yang berbeda yaitu 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Sebanyak 25 ekor larva Aedes aegypti dimasukkan ke setiap tabung, dengan melakukan pengulangan sebanyak empat kali pada setiap kelompok. Setelah 24 jam pajanan, stimulus diberikan pada setiap tabung dan pergerakkan larva diamati. Larva Aedes aegypti yang hidup akan aktif bergerak saat merespon stimulus. Larva Aedes aegypti yang mati tidak memberi respon terhadap stimulus yang diberikan pada bagian leher atau sifonnya. Larva Aedes aegypti yang hampir mati tidak dapat mencapai

(9)

permukaan atau tidak menunjukkan reaksi menyelam saat diberi stimulus. Larva Aedes aegypti yang hampir mati dihitung sebagai larva yang mati akibat pajanan. Kemudian hitung dan catat jumlah larva yang hidup dan yang sudah mati setiap tabung.20

HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Fitokimia

Sampel pada skrining ini adalah infusa biji buah pinang dengan konsentrasi 100%. Senyawa metabolit sekunder yang diperiksa yaitu flavonoid, tanin, alkaloid dan saponin. Hasil skrining fitokimia infusa biji buah pinang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil skrining fitokimia infusa biji buah pinang

No. Senyawa Pereaksi Hasil Keterangan

1. Flavonoid Serbuk Magnesium

HCl pekat

+ Perubahan warna merah

kekuningan

2. Tanin FeCl3 5% + Perubahan warna biru

muda

3. Alkaloid Mayer (KI+HgCl2)

Kloroform

– Tidak terbentuk endapan

putih

4. Saponin Air + Terbentuk busa konsisten

selama 10 menit Keterangan:

(+): Hasil positif (terdeteksi senyawa metabolit sekunder); (–): Hasil negatif (tidak terdeteksi senyawa metabolit sekunder).

Infusa biji buah pinang mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, tanin dan saponin. Struktur glikon (glikosida) dan aglikon (non glikosida) yang dimiliki flavonoid mempunyai perbedaan keelektronegatifan yang besar sehingga bersifat larut dalam air (polar).18 Tanin merupakan senyawa golongan polifenol yang memiliki banyak gugus hidroksil (-OH) sehingga tanin bersifat polar.21 Sifat tanin yang polar menyebabkan senyawa ini dapat tersari. Sifat kelarutan yang cenderung nonpolar, sukar larut dalam air dapat menjadi alasan mengapa golongan

(10)

alkaloid tidak terdeteksi pada sediaan infusa yang bersifat polar. Saponin tergolong senyawa polar yang dihidrolisis akan terpecah menjadi senyawa glikon dan aglikon bereaksi membentuk buih yang konsisten selama 10 menit.22

Uji Aktivitas Larvasida

Sebelum menguji aktivitas infusa biji buah pinang sebagai larvasida Aedes aegypti dilakukan pengamatan terhadap suhu dan pH media uji. Suhu dan pH diukur pada semua kelompok yang dilakukan pada waktu sebelum dan sesudah perlakuan. Pengukuran suhu medium menggunakan termometer sedangkan pengukuran pH menggunakan indikator pH. Hasil pengukuran suhu dan pH medium dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran suhu dan pH

Kelompok Perlakuan Suhu (ºC) pH

Awal Akhir Awal Akhir

KP 26 26 7 7 KN 26 26 7 7 K 6,25% 26 26 7 7 K 12,5% 26 26 7 7 K 25% 26 26 7 7 K 50% 26 26 7 7 K 100% 26 26 7 7 Keterangan:

KP: Kontrol positif (temefos 10 mg); KN: Kontrol negatif (akuades); K: Konsentrasi infusa biji buah pinang.

Hasil pengukuran suhu dan pH medium semua kelompok pada waktu sebelum dan sesudah perlakuan tidak terdapat perubahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor eksternal berupa suhu dan pH medium tidak mempengaruhi mortalitas larva Aedes aegypti saat pengujian.

Pengujian aktivitas infusa biji buah pinang sebagai larvasida memakai 7 kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 kelompok uji dan 2 kelompok kontrol

(11)

yaitu kontrol negatif dan kontrol positif. Masing-masing kelompok dilakukan 4 kali replikasi. Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 700 ekor larva Aedes aegypti. Pengamatan mortalitas larva dilakukan setelah 24 jam semenjak perlakuan dimulai. Hasil pengujian infusa biji buah pinang terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Aktivitas infusa biji buah pinang sebagai larvasida Aedes aegypti

Kelompok Perlakuan

Jumlah Larva (Ekor)

Jumlah Kematian Larva Pada

Replikasi Ke- Rata-Rata

(%)

1 2 3 4

(Ekor) (Ekor) (Ekor) (Ekor)

KP 25 25 25 25 25 100 KN 25 0 0 0 0 0 K 6,25% 25 0 0 0 0 0 K 12,5% 25 3 2 4 3 12 K 25% 25 11 10 11 13 45 K 50% 25 23 22 23 23 92 K 100% 25 25 25 25 25 100 Keterangan:

KP: Kontrol positif (temefos 10 mg); KN: Kontrol negatif (akuades); K: Konsentrasi infusa biji buah pinang.

Hasil pengamatan pada kelompok uji yang menggunakan infusa biji buah pinang didapatkan jumlah kematian terendah terjadi pada konsentrasi 6,25% dengan persentase kematian 0%, sedangkan jumlah kematian larva tertinggi terdapat pada konsentrasi 100% dengan persentase kematian 100%. Hasil tersebut menandakan bahwa semakin besar konsentrasi infusa biji buah pinang yang dipakai maka semakin besar mortalitas larva Aedes aegypti.

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah larva instar III/IV karena morfologi organ tubuhnya sudah lebih matang dan ukurannya lebih besar sehingga sistem pertahanannya lebih kuat dibanding instar I dan II. Selain itu, larva instar III/IV lebih memiliki ketahanan terhadap faktor mekanis saat pemindahan larva dari tempat penetasan ke wadah uji.23

(12)

Berdasarkan asumsi tersebut konsentrasi infusa biji buah pinang yang mampu membunuh larva instar III/IV juga dapat membunuh larva instar I dan II.

Suhu dan pH merupakan faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi kehidupan larva Aedes aegypti. Larva dapat hidup pada suhu optimal dalam rentang 25-28ºC.20 Suhu medium uji sebelum dan sesudah perlakuan adalah 26ºC yang diukur menggunakan termometer. Hal tersebut menandakan bahwa suhu medium uji masih dalam batasan normal sehingga suhu medium tidak memberikan pengaruh terhadap kematian larva Aedes aegypti. Larva Aedes aegypti dapat hidup pada pH optimum dengan rentang pH 6,5-7,3. Namun larva Aedes aegypti akan mati jika berada dalam lingkunngan yang memiliki pH < 4 dan pH > 11.24 Hasil pengukuran menggunakan indikator pH menunjukkan medium uji masih dalam rentang optimum karena memiliki pH 7. Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik (pH) yang telah diukur tidak memiliki pengaruh terhadap kematian larva Aedes aegypti dan kematian larva Aedes aegypti hanya disebabkan oleh pemberian infusa biji buah pinang saja.

Kontrol negatif pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh dari luar atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian larva. Hasil pada kontrol negatif yang memakai akuades tidak ditemukan adanya kematian larva (mortalitas 0%) pada keempat kelompok replikasi. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh faktor eksternal yang signifikan terhadap kematian larva Aedes aegypti. Persentase kematian 0% larva pada kelompok kontrol negatif menandakan bahwa pada hasil penelitian ini tidak dibutuhkan koreksi. Koreksi dilakukan menggunakan rumus Abbott apabila persentase mortalitas kelompok kontrol negatif adalah 5-20%. Jika persentase kematian larva pada kelompok kontrol negatif lebih dari 20% maka uji tersebut dinyatakan gagal dan harus mengulang kembali percobaan.20

Kelompok kontrol positif yang menggunakan temefos mendapatkan hasil mortalitas larva 100%, menandakan bahwa larva yang digunakan pada

(13)

penelitian ini tidak resisten terhadap temefos. Sementara pada kelompok uji yang menggunakan infusa biji buah pinang dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi infusa biji buah pinang, maka semakin tinggi aktivitas larvasidanya yang ditandai dengan semakin banyak jumlah kematian larva. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Asiah dan Gama, Lailatul dkk. serta Lestari dkk. yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larvasida yang diberikan maka semakin tinggi tingkat kematian larva Aedes aegypti. 18,25 ,26

Menurut penelitian Cania dan Setyaningrum flavonoid memiliki mekanisme kerja dengan menghambat sistem pernapasan larva. Flavonoid menimbulkan kelemahan pada saraf serta kerusakan pada organ pernapasan sehingga menyebabkan larva tidak bisa bernafas. Flavonoid yang masuk melalui sifon larva akan menyebabkan kerusakan pada sifon sehingga posisi larva akan sejajar dengan permukaan air untuk mempermudah mendapatkan oksigen.27

Flavonoid diketahui juga mempunyai aktivitas sebagai penghambat daya makan (anti feedant) larva. Hal ini terjadi karena flavonoid dapat menghambat reseptor perasa pada bagian mulut larva yang mengakibatkan larva tidak mendapatkan stimulus rasa. Kegagalan larva untuk mengenali makanan di sekitarnya akan mengakibatkan larva kekurangan energi untuk pertumbuhan sehingga proses perkembangan juga terhambat.28

Tanin memiliki efek menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan sehingga bersifat sebagai racun perut.25 Menurut Hopkins dan Hüner, tanin menekan konsumsi makan, tingkat pertumbuhan dan kemampuan bertahan larva. Tanin juga mengurangi kemampuan mencerna protein dengan cara mendenaturasi protein. Terjadinya denaturasi protein dan penurunan aktivitas enzim pencernaan dapat menyebabkan kematian pada larva.29

Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder potensial yang dapat dijadikan insektisida.25 Saponin dapat mengikat sterol bebas dalam pencernaan makanan dimana sterol merupakan prekursor dari hormon

(14)

ekdison. Hormon ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan mengatur proses pembentukan kutikula baru di epidermis yang memulai tahapan pengelupasan kulit (moulting). Terhambatnya proses moulting akan menyebabkan larva sulit untuk berkembang ke tahap instar berikutnya.30

Menurut Ahdiyah dan Purwani saponin dapat menembus dan merusak membran mukosa saluran pencernaan bagian tengah larva, karena saponin memiliki komponen lipofilik. Saluran pencernaan bagian tengah adalah organ pencernaan utama pada larva yang sangat rentan terhadap paparan senyawa kimia yang bersifat racun perut karena tidak dilapisi oleh kutikula. Kerusakan pada saluran pencernaan bagian tengah larva menyebabkan aktivitas enzim akan terganggu dan proses pencernaan makanan serta penyerapan nutrisi tidak optimum, dengan demikian metabolisme larva akan kacau.31

KESIMPULAN

1. Infusa biji buah pinang (Areca catechu Linn.) memiliki aktivitas sebagai larvasida Aedes aegypti.

2. Konsentrasi infusa biji buah pinang (Areca catechu Linn.) yang memiliki aktivitas paling efektif sebagai larvasida Aedes aegypti adalah 100%. 3. Aktivitas larvasida infusa biji buah pinang (Areca catechu Linn.) pada

konsentrasi 100% dibandingkan dengan aktivitas larvasida temefos tidak memiliki perbedaan signifikan.

4. Infusa biji buah pinang (Areca catechu Linn.) mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, tanin dan saponin.

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan metode ekstraksi yang dapat menggunakan pelarut polar, semi polar dan non polar untuk mengetahui aktivitas larvasida biji buah pinang.

(15)

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai kadar senyawa fitokimia yang terkandung di dalam infusa biji buah pinang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Simmons CP, Farrar JJ, van Vinh Chau N, Wills B. Dengue. N Engl J Med. 2012;366(15):1423–1432.

2. World Health Organization. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control: New Edition [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2009. (WHO Guidelines Approved by the Guidelines Review Committee). Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK143157/ (Diakses pada 28 oktober 2014)

3. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Special Emphasis on Immunopathogenesis. Comp Immunol Microbiol Infect Dis. 2007;30(5-6):329–40.

4. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. ASPIRATOR-J Vector-Borne Dis Stud [Internet]. 2010;2(2). Tersedia dari: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ index.php/aspirator/article/view/2951 (Diakses pada 29 Oktober 2014) 5. Gandahusada S, Pribadi W, Ilahude H. Parasitologi Kedokteran. 3rd

ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.

6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013. 7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014. 8. Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Profil Dinas Kesehatan Tahun 2012.

Pontianak: Dinas Kesehatan Kota Pontianak; 2013.

9. Mulyatno KC, Yamanaka A, Ngadino null, Konishi E. Resistance of Aedes aegypti (L.) Larvae to Temephos in Surabaya, Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2012;43(1):29–33.

10. Zulhasril, Lesmana SD. Resistensi Larva Aedes aegypti terhadap Insektisida Organofosfat di Tanjung Priok dan Mampang Prapatan, Jakarta. Maj Kedokt FK UKI. 2010;27(3):96–107.

(16)

11. Wang CK, Lee WH. Separation, Characteristics, and Biological Activities of Phenolics in Areca Fruit. J Agric Food Chem. 1996;44(8):2014–2019.

12. Amudhan MS, Begum VH, Hebbar KB. A Review on Phytochemical and Pharmacological Potential of Areca catechu L. Seed. Int J Pharm Sci Res. 2012;3(11):4151–4157.

13. Raghavan V, Baruah HK. Arecanut: India’s Popular Masticatory, History, Chemistry and Utilization. Econ Bot. 1958;12(4):315–345. 14. Wardani R., Mifbakhuddin, Yokorinanti K. Pengaruh Konsentrasi

Ekstrak Daun Temblekan (Lantana camara) Terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. J Kesehat Masy Indones. 2010;6(2):30–38.

15. Gunawan D, Mulyani S. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jilid I. Jakarta: Penerbit Swadaya; 2004.

16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1989. 17. Harborne JB. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan, K. Padmawinata dan I. Soediro (alih bahasa). Bandung: Penerbit ITB; 2006.

18. Lailatul L, Kadarohman A, Eko R. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti, Culex sp. dan Anopheles sundaicus. J Sains Dan Teknol Kim. 2010;1(1):59–65.

19. Mustikasari K, Ariyani D. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Biji Kalangka (Litsea angulata). Sains Dan Terap Kim. 2010;4(2):131–136. 20. World Health Organization. Guidelines for Laboratory and Field Testing

of Mosquito Larvicides. 2005. Tersedia dari: http://apps.who.int/iris/ bitstream/10665/69101/1/WHO_CDS_WHOPES_GCDPP_2005.13.p df (Diakses pada 9 November 2015)

21. Saxena M, Saxena J, Nema R, Singh D, Gupta A. Phytochemistry of Medicinal Plants. J Pharmacogn Phytochem. 2013;1(6):168–182. 22. Marliana SD, Suryanti V, Suyono. The Phytochemical Screenings a

Thin Layer Chromatography Analysis of Chemical Compounds in Ethanol Extract of Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.). J Biofarmasi. 2005;3(1):26–31.

23. Andriani A. Uji Potensi Larvasida Fraksi Ekstrak Daun Clinacanthus nutans L. Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti [Skripsi].

(17)

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; 2008.

24. Qoniatun S, Sayono, Mifbakhuddin. Pertumbuhan Larva Aedes aegypti Pada Air Tercemar. J Kesehat Masy. 2011;7(1):15–22.

25. Asiah S, Gama A, Ambarwati. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III. J Kesehat. 2009;2(2):103–114. 26. Lestari MA, Mukarlina, Yanti AH. Uji Aktivitas Ekstrak Metanol dan

n-Heksan Daun Buas-Buas (Premna serratifolia Linn.) pada Larva Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn.). J Protobiont. 2014;3(2):247–251.

27. Cania E, Setyaningrum E. Uji Efektivitas Larvasida Ekstra Daun Legundi (Vitex trifolia) Terhadap Larva Aedes aegypti. Med J Lampung Univ. 2013;2(4):52–59.

28. Tjokropranoto R, Evacuasiany E, Saputro AN. Efektivitas Infusa Herba Beluntas (Pluchea indica L.) Sebagai Larvasida Terhadap Aedes sp. J Med Planta. 2010;1(2):75–80.

29. Hopkins WG, Hüner NPA. Introduction to plant physiology. 4th ed. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons; 2008. 503 p.

30. Sudrajat, Susanto D, Rahmat A. Daya Racun Ekstrak Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Bioprospek. 2010;7(1):90–94.

31. Ahdiyah I, Purwani KI. Pengaruh Ekstrak Daun Mangkokan (Nothopanax schutellarium) Sebagai Larvasida Nyamuk Culex sp. J Sains Dan Seni ITS. 2015;4(2):32–36.

Gambar

Tabel 1. Hasil skrining fitokimia infusa biji buah pinang
Tabel 2. Hasil pengukuran suhu dan pH
Tabel 3. Aktivitas infusa biji buah pinang sebagai larvasida Aedes aegypti

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan masalah kejahatan yang berbasis teknologi, ternyata pernah terjadi kekosongan hukum ( rechtsvacuum ) karena kesulitan dalam merumuskan delik (salah satu

Setelah itu dilakukan observasi lanjutan yang di lima industri tahu bakso skala rumah tangga di kota Semarang dengan cara pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah PT.TELKOM Surakarta, diharapkan mampu meningkatkan kualitas lingkungan fisik tempat kerja karyawan supaya karyawan merasa

Karena itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberikan informasi skala prioritas dari beberapa daerah penerima bantuan dengan penentuan beberapa parameter atau

This study is aimed to see how one’s characters develop as a result of other people’s influence as seen in Lily, the main character of Sue Monk Kidd’s The Secret Life of

[r]

Penulisan ilmiah ini membahas tentang pembuatan sistem pakar yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit seputar masalah pada masa kehamilan dan persalinan, dalam suatu

Penginputan DAPODIK PAUD,DIMAS dan LKP Pengembangan aplikasi E- monitoring PAUD- DIKMAS Bimtek Pengelolaan DAPODIK TOT Tim DAPODIK pusat, provinsi dan kab/kota Pengolahan