• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

16

HUBUNGAN PELATIHAN DAN PENEMPATAN TERHADAP STRATEGI KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA

DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU Kurniawaty Fitri dan Charina Dwiki Asputri Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Riau

ABSTRAK

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Kepuasan kerja seseorang dapat dilihat dari pelatihan karena para pegawai dapat menguasai pengetahuan, keahlian dan perilaku yang ditekankan dalam program-program pelatihan dan untuk diterapkan dalam aktivitas sehari-hari para karyawan. Penempatan pegawai merupakan suatu usaha untuk meyalurkan kemampuan peagwai sebaik-baiknya dengan jalan menempatkan pegawai pada posisi atau jabatan yang paling sesuai untuk memperoleh kepuasankerja yang optimal. Masih terdapat sejumlah pegawai yang belum memiliki kualifikasi teknis sesuai bidang dimana mereka ditempat tugaskan. Minimnya keterampilan, kemampuan teknis maupun administrasi serta ketidaksesuaian penempatan kerja yang dituntut organisasi terhadap pegawai tidak jarang menimbulkan berbagai dampak yang berpengaruhi terhadap kepuasan organisasi maupun pegawai yang bersangkutan. Kata Kunci : Pelatihan, penempatan, strategi kepuasan kerja.

PENDAHULUAN

Birokrat pemerintah harus mempunyai kemampuan yang generalis-spesialis artinya, birokrasi pemerintah dituntut untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara meliputi segala aspek kehidupan namun di sisi lain juga harus ahli di bidangnya yakni pemerintahan. Hali ini dikarenakan organisasi birokrasi yang mampu bersaing di masa kini adalah organisasi yang memiliki sumber daya manusia berbasis pengetahuan dan memiliki berbagai keterampilan serta keahlian dan adaptif terhadap perubahan.

Dinas Perhubungan Provinsi Riau merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah dilingkungan Provinsi Riau yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menyelenggarakan pelayanan dibidang transportasi. Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya tersebut diperlukan SDM yang profesional, tanggap maupun cakap dalam melaksanakan tugas-tugas.

(2)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

17

Adanya pembagian tugas pada setiap organisasi, menjadikan perangkat daerah dibebani tanggung jawab untuk mendukung sekaligus mensukseskan segala bentuk kebijakan pemerintah pada tingkat atas dan disisi lain dituntut untuk senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja, tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya. Pelatihan kerja juga dapat berfungsi menciptakan kepuasan kerja serta merupakan alasan pokok individu untuk tetap/meninggalkan perusahaan (Malthis dan Jackson 2009:301). Kepuasan kerja seseorang dapat dilihat dari pelatihan karena para pegawai dapat menguasai pengetahuan, keahlian dan perilaku yang ditekankan dalam program-program pelatihan dan untuk diterapkan dalam aktivitas sehari-hari para karyawan. Menurut Hasibuan (2005:202) “ kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Pegawai yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

Penempatan pegawai merupakan suatu usaha untuk menyalurkan kemampuan pegawai sebaik-baiknya dengan jalan menempatkan pegawai pada posisi atau jabatan yang paling sesuai untuk memperoleh kepuasan kerja yang optimal. Penempatan pegawai yang benar adalah sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki pegawai, penempatan harus didasarkan pada analisa jabatan yang dilakukan selama pegawai menjalani masa percobaan.

Masih terdapat sejumlah pegawai yang belum memiliki kualifikasi teknis sesuai dengan bidang dimana mereka ditempat tugaskan. Minimnya keterampilan, kemampuan teknis maupun administrasi serta ketidak sesuaian penempatan kerja yang dituntut organisasi terhadap pegawai tidak jarang menimbulkan berbagai dampak yang berpengaruh terhadap kepuasan organisasi maupun pegawai yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pelatihan dan penempatan terhadap kepuasan kerja serta merumuskan strategi peningkatan kepuasan kerja pada Pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Riau.

(3)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

18

Pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan organisasi, agar pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. Kegiatan pengembangan ini di harapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan dalam mengatasi pekerjaan (Ghozali, 2004:496). Dengan demikian pengembangan SDM merupakan sebuah upaya yang efektif untuk menghadapi tantangan serta ketinggalan SDM yang ada dalam organisasi.

Sedangkan menurut Rivai (2005:227) pengembangan SDM adalah suatu proses bagaimana manajemen mendapatkan pengalaman, keahlian dan sikap untuk menjadi atau meraih sukses. Oleh karena itu pengembangan di tujukan kepada karyawan untuk menangani jabatan yang di pegangnya dimasa yang akan datang dengan memperhatikan tugas dan kewajibannya dimasa sekarang. Adapun manfaat dari pengembangan karyawan menurut Sikula yang dikutip kembali oleh Khadarisman (2008:57) adalah untuk mencapai produktivitas pegawai dalam organisasi, meningkatkan kualitas produk, meningkatkan semangat dan tanggung jawab karyawan, meningkatkan kompensasi secara tidak langsung, mencegah turunnya kemampuan karyawan dan untuk pertumbuhan kemampuan personal secara individual.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan alat analisa korelasi Spearman untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan pelatihan dan penempatan terhadap kepuasan kerja. Korelasi dapat menghasilkan angka positif atau negatif, jika korelasi menghasilkan angka positif maka kedua variabel bersifat searah. Searah mempunyai makna besar, jika variabel bebas besar maka variabel terikatnya juga besar. Jika korelasi bersifat negatif maka kedua variabel bersifat tidak searah. Tidak searah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil. Angka variabel korelasi berkisar antara 0 s/d 1 dengan ketentuan jika angka mendekati satu maka kedua hubungan variabel semakin kuat dan jika angka variabel mendekati 0 maka kedua hubungan variabel semakin lemah. Dasar dari penggunaan korelasi Spearman adalah rangking (peringkat). Rumus yang digunakan menurut Uyanto (2009 : 131) adalah :

Dimana :

= koefisien korelasi Spearman = Selisih setiap pasangan rank n = jumlah pasangan rank spearman

(4)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

19

Agar penafsiran dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perlu adanya kriteria untuk menunjukkan kuat atau lemahnya korelasi. Adapun kriterianya menurut Sarwono (2006:102) sebagai berikut :

1. Angka korelasi berkisar antara 0 s/d 1.

2. Besar kecilnya angka korelasi menunjukkan kuat lemahnya antara kedua variabel. Patokan angka adalah sebagai berikut :

a. 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah b. > 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup c. > 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat d. > 0.75 – 1,00 : Korelasi sangat kuat

3. Korelasi terdapat positif dan negatif. Korelasi positif menunjukkan hubungan kuat antara variabel. Artinya jika variabel 1 besar maka variabel 2 besar. Sebaliknya korelasi negatif menunjukkan arah yang berlawanan. Artinya jika satu variabel kecil maka variabel 2 menjadi kecil.

4. Signifikasi antara hubungan dua variabel tersebut dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika probabilitas < 0,05 , maka kedua hubungan variabel signifikan b. Jika probabilitas > 0,05 , maka kedua hubungan variabel tidak signifikan

Analytical hirrarcy process (AHP) adalah suatu metode untuk memecah suatu situasi yang kompleks dan tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki dengan memberi nilai subjektif terhadap setiap variabel secara relatif dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut Dermawan (2008:92). Langkah langkah dalam metode AHP menurut Dermawan (2008:95) :

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan lalu menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.

2. Menetapkan prioritas elemen

3. Pengisian matrix berpasangan diisi oleh pengambil keputusan.

4. Sintesis untuk memperoleh prioritas secara keseluruhan maka pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan perlu disintesis.

5. Mengukur konsistensi dalam pembuatan keputusan

6. Hitung consistency indeks (CI) merupakan tingkat konsisten seseorang didalam memberikan penilaian terhadap suatu elemen didalam masalah.

Dengan rumus :

Dimana : γmax : Nilai maksimum dari matriks yang bersangkutan n : Banyaknya elemen

7. Hitung consistency rasio (CR) Dengan rumus

:

(5)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

20 Dimana : CR : consistency rasio

CI : consistency indeks

IR : Index random consistency 8. Memeriksa Consistency Hirrarcy

Jika nilainya lebih dari 100% maka penilaian data judgemen harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1 maka hasil perhitungan bisa dinyatakan dengan benar. Penelitian ini menggunakan perhitungan metode AHP dengan software exspert choice. Exspert choice adalah sebuah perangkat lunak yang mendukung callaborative decision dan sistem perangkat keras yang memfasilitasi pembuatan keputusan yang lebih efesien, analitis, dan yang dapat dibenarkan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terdapat 22 orang (62,86%) laki-laki dan 13 orang ( 37,14 %) perempuan. Tentunya ini sangat berpengaruh terhadap segala aktivitas yang ada karena pegawai laki-laki cenderung memiliki tindakan yang cepat dan lebih cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan di bandingkan pegawai perempuan. Masa kerja merupakan pengalaman kerja bagi setiap individu. Masa kerja menentukan seberapa besar pengalaman yang di peroleh oleh pegawai dalam bekerja. Dengan semakin banyaknya pengalaman maka akan berimbas kepada kepuasan kerja yang baik pula. Sebagian besar pegawai pada Dinas Perhubungan Provinsi Riau sudah memilki pengalaman yang cukup baik karena memiliki masa kerja yang cukup lama. Kemudian dari segi pendidikan terlihat bahwa (60%) berpendidikan SMA sederajat. Disisi lain untuk tercapainya kesuksesan didalam bekerja dituntut pendidikan yang relevan dengan pekerjaan.

Penelitian terhadap variabel kepuasan kerja diukur dengan menggunakan 10 indikator. Pada variabel kepuasan kerja rata-rata 2,62. Indikator yang berada di kriteria kurang baik ialah indikator yang ke 9 yaitu pekerjaan sesuai dengan keahlian. Indikator tersebut dikatakan kurang baik karena berada pada interval 2,60-3,39 menurut pengukuran rentang skala Sudjana (2005).Sedangkan indikator yang berada dalam rentang skala tidak baik terdapat pada indikator 1 pekerjaan menarik dan menyenangkan, 2 pekerjaan tidak membosankan, 3 ditempatkan sesuai keahlian, 4 tugas yang diberikan sesuai kemampuan, 5 kondisi kebersihan diruangan kerja, 6 lengkapnya sarana peralatan kerja, 7 rasa nyaman menyelesaikan pekerjaan, 8 pegawai tertarik menyelesaikan pekerjaan menantang, dan 10 merasa senang dengan hasil kerja. Pernyataan tersebut dikatakan tidak baik berada pada range 1,80 - 2,59 menurut rentang skala Sudjana (2005).

(6)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

21

Penelitian terhadap variabel pelatihan kerja pegawai diukur dengan menggunakan 10 indikator. Pada variabel pelatihan kerja rata-rata 2,40. Terdapat jawaban “Tidak Baik”. Indikator tersebut meliputi : materi pelatihan yang diberikan menunjang pekerjaan, pelatihan yang diikuti meningkatkan pengetahuan pekerjaan, menguasai materi pelatihan selama pelatihan berlangsung, peserta pelatihan tertarik dengan pelatihan yang diberikan, peserta menguasai materi pelatihan yang diberikan pelatih, selama pelatihan materi yang disiapkan lengkap, selama mengikuti pelatihan alat peraga/media pelatihan memadai, matode pelatihan sesuai subjek yang diajarkan, matode yang digunakan pada pelatihan sesuai dengan kebutuhan pegawai, dan hasil kerja lebih baik setelah mengikuti pelatihan. Pernyataan tersebut dikatakan tidak baik berada pada range 1,80-2,59 menurut pengukuran rentang Sudjana (2005).

Penelitian terhadap variabel penempatan kerja pegawai juga diukur dengan menggunakan 10 indikator yaitu : karakteristik pekerjaan sesuai dengan kemampuan, pekerjaan menyenangkan sesuai dengan kepribadian, rasa puas ditempatkan sesuai dengan minat, penempatan disesuaikan dengan jenjang/latar belakang pendidikan, bekerja sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki, latar belakang pendidikan memberi andil besar dalam penyelesaian pekerjaan, penempatan saat ini sesuai dengan pengalaman yang dimiliki, memiliki pengalaman untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, pengalaman yang dimiliki membantu dalam melaksanakan pengerjaan tugas dengan efektif dan efisien, dan pengalaman yang dimiliki cocok dengan jabatan saat ini. Pernyataan tersebut dikatakan tidak baik berada pada range 1,80-2,59 menurut pengukuran rentang Sudjana (2005).

Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman diketahui bahwa nilai korelasi koefisien tingkat pelatihan dengan kepuasan kerja pegawai adalah 0,699. Nilai positif menunjukkan hubungan searah, yaitu semakin tinggi tingkat pelatihan maka semakin tinggi kepuasan pegawai. Bila disesuaikan dengan nilai koefisien korelasi Menurut Sarwono (2006:107) maka hubungan tingkat pelatihan memiliki hubungan yang kuat. Tingkat signifikan hubungan antara tingkat pelatihan dengan kepuasan kerja adalah memiliki hubungan signifikan dilihat dari nilai Sig.(1-tailed) lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000 karena nilai p < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai korelasi koefisien penempatan dengan kepuasan kerja pegawai adalah 0,727. Nilai positif menunjukkan hubungan searah, yaitu semakin tepat penempatan pegawai maka semakin tinggi kepuasan pegawai. Bila disesuaikan dengan nilai koefisien korelasi (Sarwono, 2006:107) maka hubungan tingkat pelatihan dengan kepuasan kerja memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat signifikan yang ditunjukkan dari nilai Sig.(1-tailed) lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000

(7)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

22

Pengujian yang digunakan sebelumnya untuk mengetahui hubungan antara dua variabel adalah dengan menggunakan uji corellation rank spearman. Maka tahap selanjutnya dalam upaya mengolaborasi berbagai pendapat dari perspektif yang berbeda yaitu berasal dari pimpinan dan staf dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja karyawan digunakan matode Analytical Hierarchy Process (AHP) Melalui analisis perbandingan berpasangan atas pendapat responden ditempat lokasi sampel yaitu Dinas Perhubungan Provinsi Riau diperoleh prioritas tujuan perumusan dalam menetapkan kepuasan kerja dengan menggunakan indikator yang ada. Grafik Analytical Hierarchy Process (AHP) Penempatan Kerja menurut Kepala Bidang pada Dinas Perhubungan Provinsi Riau

Sumber: Data Olahan 2015

Hasil jawaban pertanyaan inconsistency yaitu 0,07 sudah memenuhi syarat melihat konsistensi jawaban dari nara sumber dimana nilai yang konsisten adalah dibawah 0,10. Didalam variabel penempatan terdapat 3 indikator didalamnya menurut Benni Yulizar (2014:92-831) ialah kesesuaian dengan minat pegawai, kesesuaian dengan latar belakang pendidikan dan kesesuaian dengan pengalaman kerja .

Indikator kesesuaian dengan pengalaman kerja memiliki bobot yang tertinggi, yaitu sebesar 0,571 dibandingkan dengan indikator lainnya. Hal ini berarti pengalaman kerja memiliki peranan penting dalam meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Pegawai akan mempunyai motivasi yang lebih baik dalam menyelesaikan tugasnya, bekerja dengan penuh semangat dan selalu berusaha agar pekerjaannya menjadi lebih baik lagi, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Indikator berikutnya adalah kesesuaian dengan latar belakang pendidikan yaitu sebesar 0,374.

Goal: Penempatan

>Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian

Kesesuaian dengan Pengalaman Kerja ,571

Kesesuaian dengan Latar Belakang Pendidikan ,374

Kesesuaian dengan Minat Pegawai ,054

Inconsistency = 0,07

(8)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

23

Penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat “ The Right Man On The Right Place”. Namun pada kenyataannya dilapangan masih banyak terlihat kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada penempatan pegawai. Apabila dibiarkan dan tidak mendapat perhatian dari pimpinan akan berdampak pada kepuasan kerja pegawai dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan serta menghambat tercapainya tujuan dari organisasi itu sendiri. Dan indikator terakhir ialah kesesuaian dengan minat pegawai dengan nilai 0,054.

Setelah mengetahui tanggapan responden melalui pimpinan, selanjutnya akan menampilkan tanggapan responden melalui staf pada Dinas Perhubungan Provinsi Riau dalam menetapkan penempatan dengan menggunakan indikator yang ada. Untuk melihat tanggapan responden ahli bagian staf dapat dilihat dari grafik 5.3.2 Grafik Analytical Hierarchy Process (AHP) Penempatan Kerja menurut Staf pada Dinas Perhubungan Provinsi Riau

Sumber : Data Olahan, 2015

Untuk hasil jawaban pertanyaan incosistency yaitu 0,10 memenuhi syarat melihat konsistensi jawaban dari nara sumber dimana nilai yang konsisten adalah 0,10. Nara sumber yang diwawancara merupakan staf yang sudah lama bekerja selama 24 Tahun. Didalam variabel penempatan terdapat 3 indikator didalamnya menurut Benni Yulizar (2014: 92-831) ialah kesesuaian dengan minat pegawai, kesesuaian dengan latar belakang pendidikan dan kesesuaian dengan pengalaman kerja.

Goal: Penempatan

>Staf

Kesesuaian dengan Pengalaman Kerja ,645

Kesesuaian dengan Latar Belakang Pendidikan ,297

Kesesuaian dengan MinatPegawai ,058

Inconsistency =

0,10

W

ith 0 missing judgments.

(9)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

24

Indikator kesesuaian dengan pengalaman kerja memiliki bobot kepentingan tertinggi dengan nilai 0,645 dibandingkan dengan indikator lainnya. Hal ini karena kepuasan kerja pegawai menjadi suatu pertimbangan yang penting oleh seorang pimpinan dalam mengambil sebuah keputusan untuk menempatkan seorang pegawai pada posisi jabatan tertentu karena akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja pegawai tersebut. Jika pegawai ditempatkan sesuai dengan latar belakang pendidikan namun tidak memiliki pengalaman kerja sama sekali maka akan membuat pegawai lambat dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Indikator berikutnya ialah kesesuaian dengan latar belakang pendidikan sebesar 0,297. Tidak adanya kesamaan atas ilmu yang diterima selama pendidikan dengan tugas yang akan dikerjakan akan membuat pegawai kebingungan dan tidak tepat waktu menyelesaikan pekerjaannya. Dan yang terakhir ialah kesesuaian dengan minat pegawai sebesar 0,058.

Pelatihan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kepuasan kerja. Artinya semakin banyak pelatihan yang diikuti pegawai maka semakin banyak pengetahuan yang didapat dan itu akan meningkatkan kepuasan kerja para pegawai. Berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden untuk meningkatkan jumlah pelatihan yang diikuti pegawai, kepala bagian bidang masing-masing akan menunjuk pegawai yang memiliki kompetensi untuk mengikuti pelatihan agar hasil pelatihan yang diikutinya dapat memberi manfaat bagi organisasi . Pelatihan kerja memiliki banyak manfaat bagi karyawan.

Hasil penelitian ini relevan denganh penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Retnoningsih, dkk (2009) dimana menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Manullang (2008:66) Pelatihan kerja mampu mendorong karyawan memberikan jasanya lebih lama diperusahaan. Karyawan yang menjadi lebih terlatih, terdidik dan lebih ahli maka dapat meningkatkan kepercayaan dirinya (Handoko 2009:243). Pelatihan kerja juga dapat berfungsi menciptakan kepuasan kerja serta merupakan alasan pokok individu untuk tetap/meninggalkan perusahaan(Malthis dan Jackson 2009:301).

Penempatan memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan kerja. Artinya semakin pegawai ditempatkan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan yang tepat, maka akan menghasilkan kepuasan yang baik bagi pegawai atau organisasi. Berdasarkan hasil rekapitulasi kuisioner penelitian yang penulis lakukan untuk meningkatkan penempatan berupa menempatkan pegawai sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan sesuai dengan minat akan meningkatkan kepuasan kerja pegawai.

(10)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

25

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Benni Yulizar (2014:92-831) menunjukan bahwa penempatan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Hasibuan (2005:202) menyatakan bahwa “ kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Hasil penelitian yang telah dilakukan melalui metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada variabel penempatan kerja bahwa diantara indikator penempatan kerja yang mempunyai pengaruh paling besar untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Riau menurut pimpinan ialah pengalaman kerja karena pengalaman kerja memiliki peranan penting dalam meningkatkan kepuasan kerja pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Riau. Pegawai akan mempunyai motivasi yang lebih baik dalam menyelesaikan tugasnya, bekerja dengan penuh semangat dan selalu berusaha agar pekerjaannya menjadi lebih baik lagi, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh pendapat Usman (2011:498) Kepuasan kerja merupakan suatu sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan. Sedangkan menurut staf Dinas Perhubungan Provinsi Riau indikator yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan kerja pegawai ialah kesesuaian dengan pengalaman kerja. Proses penempatan yang tepat tidak cukup untuk menunjang kinerja karyawan, melainkan membutuhkan pengalaman untuk menunjang pekerjaan tersebut. Sejalan dengan itu hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soetjipto (2007) yang menyatakan karyawan dengan pengalaman kerja akan lebih mudah melaksanakan pekerjaan, dibandingkan dengan karyawan lama dan baru tidaklah bisa disamakan. Berdasarkan hasil jawaban dari kedua responden, terdapat kesamaan jawaban antara pimpinan dan staf yaitu sama-sama memilih pengalaman kerja sebagai indikator yang paling kuat. Setelah peneliti melakukan wawancara terhadap kedua responden peneliti menyimpulkan bahwa peranan pengalaman kerja sangat berpengaruh terhadap hasil kerja pegawai.

(11)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

26

Banyaknya pengalaman maka kemungkinan untuk mewujudkan kinerja yang baik dan sebaliknya bila tidak cukup berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya seseorang akan besar kemungkinan mengalami kegagalan. Tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerjanya dan dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya. Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki gerakan yang mantap dan lancar, dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap mengahadapinya, dan bekerja tenang serta dipengaruhi faktor lain yaitu : lama/masa kerja seseorang, tingkat keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki dan tingkat penguasaan terhadap pekerjaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian mengenai hubungan variabel Pelatihan dan Penempatan dengan Kepuasan Kerja Pegawai pada Dinas Perhubungan Provinsi Riau dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Variabel pelatihan mempunyai hubungan yang kuat dan signifikan dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan pelatihan memiliki hubungan dalam meningkatkan kepuasan kerja pegawai secara signifikan.

2. Variabel penempatan mempunyai hubungan yang sangat kuat dan signifikan dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Perhubungan Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan penempatan memiliki hubungan dalam meningkatkan kepuasan kerja pegawai secara signifikan.

3. Strategi peningkatan kepuasan kerja pegawai dilakukan melalui beberapa indikator pada variabel penempatan kerja yaitu kesesuaian dengan minat pegawai, kesesuaian dengan latar belakang pendidikan dan kesesuaian dengan pengalaman kerja. Menurut pimpinan dan staf ialah sama, yang paling penting dalam hal penempatan pegawai ialah pegawai memiliki pengalaman kerja, karena pengalaman kerja memiliki peranan penting dalam pegawai menyelesaikan tugasnya. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pegawai maka pegawai akan cepat menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan tepat waktu yang memberikan kepuasan bagi pegawai itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disampaikan diatas, peneliti memberi beberapa saran yaitu :

1. Untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai perlu meningkatkan pemberian pelatihan kerja. Melalui pelatihan, pegawai diharapkan mendapatkan memiliki tambahan kemampuan guna menunjang pelaksanaan pekerjaan sehingga mencapai kinerja yang lebih baik. Pencapaian kinerja yang lebih baik cenderung mengantarkan pegawai untuk merasakan kepuasan dalam bekerja.

(12)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

27

Disamping itu dengan pelatihan dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang ada pada Dinas Perhubungan Provinsi Riau.

2. Dalam penempatan pegawai perlu diperhatikan kesesuaian dengan minat, kesesuaian dengan latar belakang pendidikan, dan kesesuaian dengan pengalaman kerja. Semakin tepat seseorang pegawai ditempatkan sesuai dengan keahliannya maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya dan sebaliknya semakin kurang baik penempatan yang dilakukan maka cenderung akan menurunkan tingkat kepuasan kerja pegawai tersebut.

3. Proses penempatan sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi serta pengalaman kerja yang dimiliki oleh pegawai. Pegawai yang mendapatkan posisi sesuai dengan kemampuannya dapat memberikan hasil yang lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

As`ad, Moh. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.

Andri, Seno, 2011. Pengaruh Program Pendidikan dan Latihan Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Karyawan.

Ardana, Komang, 2012. Pengaruh penempatan dan Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan.

Dermawan, Rizky, 2009. Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis. Alfabeta.

Hartini, Setijeng dan Tedi. 2010. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

Hasibuan, Malayu, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Mathis, Robert L dan John H Jackson. 2006. Human Resource Management, edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.

Nasution, Mulia, 2007. Manajemen Personalia (Aplikasi dalam Perusahaan). Penerbit Djambatan, Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negri Sipil (online) http://www.depdagri.go.id

Retnoningsih, Wiwik. 2009. Implikasi Penerimaan dan Pelatihan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai RSUD RA. BASOENI.

Rivai, Veithzal, 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Robbins, S.P., dan T.A. Judge, 2008. Perilaku Organisasi. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

(13)

JURNAL EKONOMI Volume 25, Nomor 2 Juni 2017

28

Saydam, Gouzali, 2003. Manajemen SDM (Human Resource Manajement). PT Gunung Agung Persada, Jakarta.

Soetjipto. 2007. Pengaruh Faktor Pendidikan, Pelatihan, Motivasi, dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Kepala Desa. Studi pada Kepala Desa di Kecamatan Pakis dan Tumpang Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen.

Sunyoto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Center for Academic Publishing Service. Yogyakarta.

Usman, Husnaini. 2011. Manajemen Teori Praktek dan Riset Pendidikan. Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga.

Yani. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Mitra Wacana Media. Jakarta.

Yulizar, Benni. 2014. Hubungan Penempatan dengan Kepuasan Kerja Pegawai pada Kantor Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Indikator variabel kinerja pegawai menurut Mangkunegara (2015) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

terhadap tugas yang diembannya, hal ini terkait dari kemampuan pegawai untuk mengoperasikan komputer, bahwa masih banyak pegawai yang belum bisa menggunakan

Hasil estimasi menunjukkan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui perubahan BI Rate menunjukkan respon yang cepat terhadap shock variabel

Profesionalitas Amil dapat diukur diukur dari sikap transparansi atau kredibilitas, sosialisasi atau kemampuan komunikasi, serta keteraturan administrasi yakni kehandalan Amil

Penelitian dilakukan di Kecamatan Enok karena terdapat masyarakat yang mayoritasnya adalah petani kelapa yang memungkinkan bahwa rata-rata penduduknya menggunakan

Persentase perekat yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 10% mampu untuk memperbesar kerapatan karena dengan kadar yang demikian masih dapat diserap oleh partikel arang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi yang disintering menggunakan

Telah diketahui bahwa dalam penelitian ini menggunakan 6 variabel bebas dan dalam analisis ini menggunakan skala Guttman, maka hanya memiliki nilai dua kategorik,