Latar belakang Pengendara ojek online berisiko terhadap gangguan fungsi pernapasan akibat pajanan polutan, khususnya PM2,5, di jalan raya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kejadian
PPOK pada pengendara ojek online di Kota Bogor dan Kota Depok dan hubungannya dengan perilaku kerja, status gizi dan juga derajat berat merokok. Metode. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 100 pengendara ojek online. Desain studi dalam penelitian ini yaitu cross sectional. Data dianalisis secara bivariat dengan uji chi-square dan multivariat dengan uji regresi logistik. Hasil. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa hanya derajat berat merokok yang berhubungan signifikan dengan kejadian PPOK (OR= 3,482 95%; CI: 1,231 – 9,846). Sementara itu, penggunaan APD, lama kerja, dan status gizi tidak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian PPOK. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor dominan terhadap kejadian PPOK pada pengendara ojek online di Kota Bogor dan Kota Depok. Simpulan. Untuk mencegah terjadinya PPOK pada pengendara ojek online, upaya harus difokuskan terhadap pencegahan dan pengehentian pajanan terhadap rokok dan polutan lainnya, serta menjaga status gizi. Kata Kunci: ojek online, PM2,5, PPOK, polutan
Artikel dikirim: Agustus, 2018 Artikel diterima: Desember, 2018 Artikel dipublikasi: Februari, 2020
Abstrak
Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Pada Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota
Depok Tahun 2018 (Studi Kasus Pencemaran Udara)
Muhammad Aziz Hakim Ramad han1, B udi Har to no1 , * )
1Dep a rte me n K es eh a tan Li n g ku n g an , Fa ku lt as K es eh atan M a s yar a ka t Un i v ers it as In d o n esi a, Dep o k, 1 6 4 2 4
* )Co r re sp o n d in g Au th o r: b u to n iv7 3 @g ma il. co m
Background. Taxibike online drivers are the population at risk of lung function impairment caused by exposure of traffic-air pollutions, particularly PM2,5. This study aims to know the
incidences of COPD, and its relationship with working hours behaviour, the use of PPE, the loacation of work, nutritional status and the degree of smoking among taxiboke online drivers in Bogor and Depok City . Methods. This study used primary and secondary data with the number of research subjects as many as 100 taxibike online drivers. The design study in this research was cross sectional. Data were analyzed bivariately with chi-square test and multivariately with logistic regression test. Results. The bivariate analysis shows that only degree of smoking is significantly related to the incidence of COPD (OR = 3,482 95%; CI: 1,231 - 9,846). Meanwhile, the use of PPE, length of work, and nutritional status have no significant association with COPD occurrence. The multivariate analyis shows that the degree of smoking is the major cause of COPD among taxibike online drivers in Bogor and Depok City. Conclusions. To prevent COPD among taxibike online drivers, the efforts must focus on prevention and cessation of smoking and exposure to the traffic-air pollution, and also maintaining nutritional status.
Keywords: COPD, PM2,5, taxibike online drivers, traffic-air pollution
Dalam beberapa tahun terakhir, pola penyakit di dunia sedang mengalami transisi penyebab kematian, dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). PTM telah menjadi pandemi yang muncul secara global dengan tingkat yang lebih tinggi di negara berkembang (Islam et al., 2014). Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia adalah adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). PPOK merupakan istilah untuk menggambarkan sekumpulan penyakit kronik paru yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara.
Menurut World Health Statistics, PPOK akan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia pada
tahun 2030 (WHO, 2008). World Health Organization
(WHO) memperkirakan pada tahun 2014, penyakit pernapasan kronis, salah satunya adalah PPOK, menyumbang 5% dari total kematian akibat penyakit
tidak menular di Indonesia(WHO, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes-RI)
(2013), PPOK memiliki prevalensi 3,7% (pada kelompok umur ≥30 tahun) per satu juta penduduk di Indonesia.
Menurut studi systematic review yang dilakukan
oleh Eisner et al. (2010), rokok merupakan
penyebab utama PPOK. Namun, hasil penelitiannya juga mengindikasikan adanya faktor risiko lain, selain rokok, yang berpengaruh terhadap kejadian PPOK, seperti status gizi, pajanan polusi luar-ruang dan juga riwayat penyakit pernapasan. Pajanan
terhadap partikulat dapat menyebabkan
berkembangnya penyakit PPOK. Partikulat yang masuk ke jalan napas dapat mengendap di saluran
pernapasan dan menyebabkan inefektivitas
pembersihan jalan napas sehingga meningkatkan resistensi atau biasa disebut gangguan pernapasan obstruktif (Ling, Van Eeden dan Hogg, 2009).
Sudah banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara pajanan partikulat terhadap gangguan pernapasan, salah satunya yaitu PPOK. Penelitian di China membuktikan bahwa prevalensi PPOK berhubungan secara signifikan dengan kenaikan konsentrasi PM2,5 (S. Liu et al., 2017). Pada tahun 2008, Aviandari, Budiningsih dan Ikhsan, menemukan hubungan bermakna antara lokasi kerja dengan kejadian bronkitis kronis di mana pekerja yang bekerja di tempat dengan kadar debu lebih tinggi memiliki risiko 3,8 kali lebih besar terhadap
Pendahuluan
bronkitis kronik (Aviandari, Budiningsih dan Ikhsan, 2009). Studi kohort yang dilakukan di Taiwan juga menunjukkan hasil yang serupa di mana semakin tingginya konsentrasi PM2,5 meningkatkan nilaiHazards Ratio terjadinya PPOK (Guo et al., 2018).
Depok dan Bogor merupakan dua kota besar di Jawa Barat yang dianggap sebagai kota penyangga Ibu Kota. Akibatnya, aktivitas transportasi di kedua kota tersebut dapat dikatakan padat. Hal ini menyebabkan keduanya memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami pencemaran udara.
Pencemaran udara di kota besar umumnya, sebesar 70%, berasal dari sumber bergerak, yaitu emisi kendaraan bermotor (Hidayat dan Syafitri, 2016). Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor
sejak tahun 1963-2016 selalu mengalami
peningkatan dengan rata-rata peningkatan setiap tahunnya mencapai 11,5% (BPS-RI, no date). Di ketahui jumlah kendaraan bermotor di Jawa Barat
sejak tahun 2009 - 2012 pada setiap moda
kendaraan selalu mengalami peningkatan dengan total presentase peningkatan mencapai 10% setiap tahunnya (Dinas Perhubungan Darat, 2013). Lebih dari 70% parameter pencemar udara (NOx, PM10, CO dan THC) di Jakarta disebabkan oleh kendaraan bermotor (Syahril, Resosudarmo dan Tomo, 2002).
Ojek online merupakan bisnis start up yang kian populer di Indonesia. Kebebasan memilih jam kerja dan tingginya bonus bagi pengendara membuat pengendara ojek online berlomba-lomba bekerja lebih lama untuk mendapatkan penghasilan yang lebih. Akibatnya, pengendara menjadi populasi berisiko terhadap gangguan fungsi pernapasan karena seringnya terpajan oleh polutan, khususnya PM2,5, di jalan raya.
Atas dasar tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait kejadian PPOK pada pengendara ojek online. Sejauh ini, tidak ditemukan penelitian serupa pada pengendara ojek online.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain studi cross
sectional, dengan variabel independen lama kerja,
penggunaan APD, status gizi, serta derajat berat merokok, dan variabel independen yaitu kejadian PPOK pada pengendara ojek online di Kota Bogor dan Kota Depok.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data kualitas udara Kota Depok dan Kota Bogor. Sementara data lainnya merupakan
penelitian ini berumur rata-rata 32 tahun (Tabel 2) dengan mayoritas (58%) responden berstatus gizi normal berdasarkan pengelompokan status gizi dalam pedoman praktis memantau status gizi pada orang dewasa (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes-RI), no date) (Tabel 3). Masa kerja responden berkisar antara 2 – 3 Tahun 4 Bulan (Tabel 4).
Sementara itu berdasarkan perilaku kerja responden, 81 responden bekerja lebih dari 8 jam/ hari dengan rata-rata jam kerja 11,56 jam/hari dan data primer yang dikumpulkan melalui metode
wawancara menggunakan kuesioner maupun
pengukuran langsung.
Data dikumpulkan selama bulan Mei – Juni
2018 yang melibatkan 100 pengendara ojek online
yang terdiri dari 50 pengendara ojek online di Kota Bogor dan 50 pengendara ojek online di Kota Depok. Pengendara ojek online yang diikutsertakan harus memenuhi kriteria inklusi dari penelitian ini, yaitu berumur ≤40 tahun, bekerja sebagai ojek online ≥2
tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Selain itu, penelitian ini juga mengeksklusi responden yang sedang mengalami atau didiagnosis penyakit pernapasan. Identifikasi penyakit PPOK pada penelitian ini menggunakan panduan yang diperoleh dari penelitian Thorat, Salvi dan Kodgule, (2017)
dengan menggunakan kuesioner dan peak flow
meter untuk mengukur nilai arus puncak respirasi
(APE). Peak flow meter yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko alat kesehatan PT.
Tekno Medicalogy Indonesia. Sementara itu,
wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data perilaku kerja responden yang meliputi lama kerja dan penggunaan APD, status gizi, derajat berat merokok serta gejala gangguan pernapasan yang dialami responden.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat untuk melihat kejadian PPOK dan mendeskripsikan hubungannya terhadap variabel independen yang diteliti. Uji bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi
square dan uji multivariat menggunakan uji regresi
logistik berganda.
Penelitian ini telah melalui prosedur kaji etik dan dinyatakan layak untuk dilaksanakan oleh Komisi Etik Riset dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, yang dinyatakan dalam Surat Keterangan Lolos Kaji Etik dengan nomor surat: 509/UN2.F10/ PPM.00.02/2018.
Hasil
Berdasarkan analisis univariat, diketahui bahwa konsentrasi PM2,5 di Kota Bogor dan Kota Depok masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah dalam PP RI No. 41 tahun 1999, yaitu 65μg/m3. Rata – rata PM
2,5 di Kota Bogor dan Kota Depok secara berurutan, yaitu 14,5 μg/m3 dan 2,02
μg/m3(Tabel 1) .
Dari hasil analisis univariat, diketahui juga bahwa karakteristik responden yang dilibatkan dalam
Variabel N Mean Median SD Min-Maks
Kualitas
Udara
Bogor 6 14,500 8,00 12,8647 5,00 –
37,00
Depok 12 2,0183 1,22 2,5436 0,05 – 7,80
Tabel 1. Distribusi Numerik Kualitas Udara Pada 18 Titik Sampel di Kota Bogor dan Kota Depok Tahun 2017
Variabel
(n=100) Mean Median SD Min-Maks
Umur 31,7 32 5,684 21 – 39
Status Gizi
(IMT) 22,24 22,13 3,729 14,9– 30,8
Tabel 2. Distribusi Numerik Varianel Umur dan Status Gizi (dalam IMT) pada Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota depok Tahun
2018
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Kategori IMT pada Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota depok Tahun 2018
Kategori Frekuensi(n=100) Presentase
Kurus 19 19%
Normal 58 58%
Gemuk 23 23%
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden
Masa Kerja Frekuensi(n=100) Presentase
2 Tahun 2 Tahun 1 Bulan 2 Tahun 2 Bulan 2 Tahun 3 Bulan 2 Tahun 4 bulan 2 Tahun 5 Bulan 2 Tahun 6 bulan 2 Tahun 7 Bulan 2 Tahun 8 bulan 2 Tahun 9 Bulan 3 Tahun 3 Tahun 1 Bulan 3 Tahun 2 Bulan 3 Tahun 4 Bulan 24 9 8 14 8 8 10 4 4 2 3 4 1 1 24 % 9 % 8 % 14 % 8 % 8 % 10 % 4 % 4 % 2 % 3 % 4 % 1 % 1 %
Dari seluruh responden yang diwawancarai, diketahui sebanyak 70 responden merupakan perokok aktif, 25 responden bersatus bukan perokok, sementara 5 lainnya merupakan bekas perokok. Berdasarkan klasifikasi indeks brinkman, terdapat 23 responden yang tergolong perokok berat dan 77 lainnya tergolong perokok ringan (Tabel 8).
Berdasarkan hasil pengukuran fungsi paru dan wawancara mengenai gejala penyakit pernapasan,
diketahui bahwa sebanyak 45 responden
teridentifikasi gejala obstruksi di mana 21 responden diantaranya teridentifikasi gejala PPOK (Tabel 9).
Ditemukan hubungan signifikan antara derajat berat merokok dengan kejadian PPOK. Responden yang tergolong kategori berat memiliki risiko sebesar 3,5 kali lebih besar untuk mengalami PPOK dibandingkan dengan responden dengan kategori ringan. Sementara itu, penggunaan APD (OR= 2,085; 95% CI: 0,748 – 5,816), lama kerja (OR= 1,524; 95% CI: 0,399 – 5,818), dan status gizi (OR= 2,133; 95% CI: 0,734 – 6,203) tidak menunjukan hubungan yang signifikan dengan kejadian PPOK (Tabel 10). Hasil uji regresi logistik berganda juga menunjukkan hasil yang sama di mana derajat berat merokok merupakan faktor utama penyebab terjadinya PPOK pada responden (Tabel 11).
sebanyak 74 responden selalu menggunakan atau lepas-pakai masker ketika bekerja (Tabel 5) (Tabel 6). Jenis masker yang banyak digunakan oleh responden yaitu masker tipe buff (Tabel 7).
Variabel Frekuensi(n=100) Presentase
Penggunaan APD
Selalu atau lepas
pakai 74 74%
Tidak pakai 26 26%
Lama Kerja
≤ 8jam/hari 19 19%
> 8jam/hari 81 81%
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Faktor Perilaku Kerja (Lama Kerja dan Penggunaan APD) Pada Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan
Kota Depok Tahun 2018
Tabel 6. Distribusi Numerik Variabel Lama Kerja Pada Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota Depok Tahun 2018
Variabel
(n=100) Mean Median SD Min-Maks
Lama Kerja
(jam/hari) 11,56 12 2,89 5 – 17
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Masker
Variabel Frekuensi(n=74) Presentase
Jenis APD/masker Masker Klinik 10 13,5% Masker Motor 15 20,3% Buff 49 66,2%
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Status Merokok dan Indeks Brinkman Pada Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota Depok Tahun 2018
Variabel Frekuensi(n=100) Presentase
Status Merokok Ya 70 70% Tidak 25 25% Pernah 5 5% Indeks Brinkman Ringan (<199) 77 77% Berat (≥200) 23 23%
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kejadian OAD dan PPOK Pada Pengen-dara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota Depok Tahun 2018
Variabel Frekuensi(n=100) Presentase
OAD Ya 45 45% Tidak 55 55% PPOK Ya 21 21% Tidak 79 79%
dan Susanti, 2015).
Sementara itu, hasil analisis statistik pada penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada variabel independen lainnya. Berdasarkan hasil
uji chi square tidak ditemukan hubungan yang
signifikan antara lama kerja dengan kejadian PPOK. Namun, berdasarkan nilai OR, diketahui bahwa pengendara ojek online yang bekerja lebih dari 8 jam/hari menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami PPOK yaitu sebesar 1,5 kali lebih besar. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa durasi pajanan berpengaruh terhadap jenis dan tingkat keparahan dampak yang ditimbulkan (UNL Environmental Health and Safety, 2003). Tetapi, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pinugroho, 2016), yang justru menemukan hubungan yang berbanding terbalik antara lama kerja dengan kejadian PPOK. Hal ini menujukkan bahwa lama kerja tidak selamanya menentukan besar pajanan yang diterima oleh pekerja. Oleh karena itu, pengukuran pajanan pada tingkat personal sangat diperlukan untuk mengetahui hubungan yang lebih akurat dengan kejadian COPD.
Hasil yang tidak signifikan ini kemungkinan disebabkan karena tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kualitas udara di kedua lokasi di mana konsentrasi PM2,5 di Kota Bogor dan Kota Depok masih memenuhi kriteria baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang Hasil uji statistik menunjukan hubungan yang
signifikan antara derajat berat merokok dengan kejadian PPOK, di mana pengendara ojek online
dengan IB ≥ 200 atau status derajat berat merokok kategori berat memiliki risiko sebesar 3,5 kali lebih besar untuk mengalami PPOK dibandingkan pengendara ojek online dengan IB di bawahnya atau status derajat berat merokok kategori ringan (p=0,032; 95% CI: 1,231 – 9,846). Pengendara ojek
online yang tidak pernah merokok sama sekali
dalam penelitian ini dikategorikan dalam kelompok derajat berat merokok rendah, dengan angka IB=0.
Hasil ini sejalan dengan penelitian lainnya yang juga menemukan bahwa perilaku merokok dapat meningkatkan risiko atau tingkat keparahan PPOK (Naser, Medison dan Erly, 2016). Di dalam rokok terdapat berbagai kandungan berbahaya yang dapat menyebabkan produksi mukus berlebih dan kuman
berkembang secara pesat sehingga terjadi
peradangan saluran pernapasan yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Hal ini dapat terjadi apabila pajanan terjadi terus menerus (Fitriana dan Susanti, 2015).
Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa rokok merupakan faktor utama penyebab PPOK. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang juga menyatakan bahwa rokok merupakan penyebab utama kejadian PPOK (Eisner et al., 2010; Fitriana
Tabel 10. Hasil Analisis Bivariat
Variabel PPOK p-value OR (95% CI) Ya (n=21) (n=79)Tidak Penggunaan APD 0,254 2,085 (0,748– 5,816) Tidak Pernah 8 (30,8%) 18 (69,2%)
Selalu atau lepas pakai 13 (17,6%) 61 (82,4%)
Lama Kerja
> 8jam/hari 18 (22,2%) 63 (77,8, %) 0,756 1,524 (0,399–5,818)
≤ 8jam/hari 3 (15,8%) 16 (84,2%)
Status Gizi
Gemuk 7 (31,8%) 15 (68,2%) 0,234 2,133 (0,734–6,203)
Kurus atau Normal 14 (17,9) 64 (82,1)
Derajat Berat Merokok
Berat 9 (39,1%) 14 (60,9%) 0,032 3,482 (1,231–9,846)
Ringan 12 (15,6%) 65 (84,4%)
Tabel 11. Pemodelan Multavariat Akhir
Variabel Dependen Variabel Independen B Sig. Exp(B) Lower 95% CI Upper
PPOK Derajat Berat Merokok 1,248 0,019 3,482 1,231 9,846
punggung bagian bawah. HAV dan WBV pada praktiknya terjadi secara bersamaan (Shivakumara dan Sridhar, 2010).
Perilaku penggunaan APD berupa masker dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua kategori yaitu selalu atau lepas-pakai dan tidak pakai sama sekali. Hal ini disebabkan karena berdasarkan observasi di lapangan, peneliti tidak menemukan
pengendara ojek online yang selalu memakai
masker ketika bekerja atau berada di sekitar jalan raya.
Dari hasil chi-square, tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara penggunaan APD dengan kejadian PPOK. Namun, hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa pengendara ojek online yang tidak menggunakan APD memiliki risiko 2,085 kali atau 2,1 kali lebih besar untuk mengalami PPOK
dibandingkan pengendara ojek online yang
menggunakan APD (selalu atau lepas-pakai). Hal ini dianggap sejalan dengan penelitian lainnya yang mengatakan bahwa penggunaan APD dapat menurunkan risiko kejadian gangguan fungsi paru (Wulandari, Setiani dan Astorina, 2015; Zikri, 2017)
Status gizi juga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian PPOK. Namun, hasil analisis menunjukan bahwa status gizi gemuk berisiko 2,1 kali lebih besar untuk mengalami PPOK dibandingkan dengan status gizi kurus dan normal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Guerra et al.
(2002) yang menemukan bahwa status gizi berkorelasi negatif dengan nilai FEV1 dan FVC yang merupakan salah satu indikator penurunan fungsi paru pada penderita PPOK. Dalam penelitiannya disebutkan juga bahwa status gizi gemuk meningkatkan seseorang untuk mengalami bronkitis kronik 1,8 kali lebih besar. Namun, beberapa penelitian terdahulu justru menemukan bahwa status gizi kurus juga berisiko terhadap kejadian PPOK (Guerra et al., 2002; Harikh-Khan, Fleg dan Wise dalam Liu et al., 2015). Penemuan ini menunjukan bahwa seseorang dengan abnormalitas status gizi berisiko terhadap kejadian PPOK.
Namun, menurut O’Donnell, Ciavaglia dan
Neder (2014), penelitian yang secara eksklusif bergantung pada nilai BMI untuk menggambarkan status gizi seringkali menghasilkan kesimpulan yang tidak pasti. Menurutnya, perbedaan distribusi lemak mungkin memiliki efek yang berbeda pada mekanisme pernapasan. Oleh karena itu, diperlukan
teknik pencitraan seperti magnetic resonance
imaging (MRI) atau computed tomography (CT)
untuk menggambarkan secara akurat pola distribusi menyebabkan kejadian PPOK pada pengendara
ojek online.
Meskipun kualitas udara di kedua lokasi menunjukan hasil yang baik pada parameter PM2,5, namun kemungkinan risiko akibat pajanan kronik terhadap PM2,5 pada pengendara ojek online tetap harus diperhatikan. PM2,5 yang masuk ke dalam tubuh membawa zat-zat berbahaya (Xing et al., 2016; K. Liu et al., 2017) yang dapat meningkatkan produksi radikal bebas dan menyebabkan stress oksidatif serta menimbulkan efek karsinogenik (Xing
et al., 2016).
Kemungkinan lain yang menyebabkan tidak bermaknanya hubungan antara lama kerja dan kejadian PPOK pada penelitian ini yaitu sampel yang homogen sehingga sebaran data tidak bervariasi. Selain itu, hal ini juga mungkin disebabkan karena masa kerja pengendara ojek online yang dapat dikatakan belum lama hanya sekitar 2 – 3 tahun. Menurut Wen dan Gao (2018), salah satu persayaratan untuk mempelajari hubungan pajanan PM2,5 dan penyakit kronik yang ditimbulkan yaitu tingginya pajanan yang melebihi baku mutu dan bertahan setidaknya selama 5 – 10 tahun.
Meskipun lama kerja tidak berhubungan secara signifikan terhadap kejadian PPOK, kebiasaan lama kerja yang berlebih ini perlu dijadikan perhatian. Menurut penelitian Bietenbeck dan Berniell (2017), setiap penambahan jam kerja dapat menurunkan tingkat kesehatan pekerja sebanyak 0,04 – 0,08
dari skala 0 – 10. Selain itu, lama kerja juga berhubungan dengan kelelahan pada pekerja (Hastuti, 2015). Kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya pekerja dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kesalahan ketika bekerja dan menyebabkan kecelakaan kerja (Budiono, 2008 dalam Verawati, 2016).
Selain itu, getaran yang ditimbulkan ketika berkendara juga perlu diperhatikan karena dapat
mempengaruhi fenomena bioelektri . Hand Arm
Vibration (HAV) dan Whole Body Vibration (WBV)
yang diterima pengendara selama bekerja memiliki
efek buruk bagi kesehatan. Getaran ini
ditransmisikan ke pantat dan punggung melalui dasar dan belakang kursi. Di sisi lain, pedal dan pegangan kemudi juga mengirimkan getaran tambahan ke kaki dan tangan pengendara (Shivakumara dan Sridhar, 2010). Pajanan terhadap HAV dapat menyebabkan kekakuan dan mati rasa pada jari dan bahu. Lebih parah lagi dapat menyebabkan penyakit white finger. Sementara itu pajanan WBV dapat menyebabkan kelainan pada
Kualitas Udara Kota Bogor Tahun 2017.
DLH Kota Depok (2017) Laporan Pemantauan
Kualitas Udara Kota Depok.
Eisner, M. D. et al. (2010) ‘An official American Thoracic Society public policy statement: Novel risk factors and the global burden of chronic obstructive pulmonary disease’, American Journal
of Respiratory and Critical Care Medicine, 182(5),
pp. 693–718. doi: 10.1164/rccm.200811-1757ST.
Fitriana, P. dan Susanti, E. (2015) ‘Influence of Smoking on Chronic Obstructive Pulmonary Disease ( Copd )’, J Majority, 4(5), pp. 67–75.
Furutate, R., Ishii, T. dan Wakabayashi, R. et al
(2011) ‘Excessive visceral fat accumulation in
advanced chronic obstructive pulmonary
disease.’, Int J Chron Obstruct Pulmon Dis, 6, p.
423–430. doi: 10.2147/COPD.S22885.
Fuzzi, S. et al. (2015) ‘Particulate matter, air quality and climate: Lessons learned and future needs’,
Atmospheric Chemistry and Physics, 15(14), pp.
8217–8299. doi: 10.5194/acp-15-8217-2015.
Gertrudis, T. (2010) Hubungan Antara Kadar
Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal dengan Kejadian ISPA pada Balita di Sekitar Pabrik
Semen PT. Indocement, Citeureup, Tahun 2010.
Universitas Indonesia.
Guerra, S. et al. (2002) ‘The Relation of Body Mass Index to Asthma, Chronic Bronchitis, and Emphysema’, Chest Journal, 122(4), pp. 1256–
1263. doi: https://doi.org/10.1378/
chest.122.4.1256.
Guo, C. et al. (2018) ‘Effect of long-term exposure to fine particulate matter on lung function decline and risk of chronic obstructive pulmonary disease in Taiwan: a longitudinal, cohort study’, The Lancet
Planetary Health. The Author(s). Published by
Elsevier Ltd. This is an Open Access article under the CC BY 4.0 license, 2(3), pp. e114–e125. doi: 10.1016/S2542-5196(18)30028-7.
Hastuti, D. D. (2015) Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Kelelahan Pada Pekerja Konstruksi Di
Pt . Nusa Raya Cipta Semarang. Universitas
Negeri Semarang.
Hidayat, A. dan Syafitri, S. D. (2016) ‘Estimasi nilai pajak emisi dan kebijakan kendaraan umum berbahan bakar bensin di kota bogor’, Risalah
Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 3(1), pp. 1–
10. doi: http://dx.doi.org/10.20957/
jkebijakan.v3i1.15240.
Islam, S. M. S. et al. (2014) ‘Non Communicable Diseases (NCDs) in developing countries: A symposium report’, Globalization and Health, 10 (81), pp. 1–7. doi: 10.1186/s12992-014-0081-9. Kelly, F. J. dan Fussell, J. C. (2012) ‘Size, source lemak. (Furutate, Ishii dan Wakabayashi (2011)
dalam penelitiannya juga menarik kesimpulan yang sama di mana pasien PPOK cenderung memiliki akumulasi lemak visceral (VFA) secara berlebih meskipun tidak mengalami obesitas.
Kesimpulan
Dari seluruh variabel independen yang diteliti, hanya ditemukan hubungan yang signifikan antara derajat berat merokok dan kejadian PPOK. Hasil yang tidak signifikan ini kemungkinan disebabkan karena besarnya sampel yang kurang sehingga data cenderung tidak bervariasi. Namun, variabel lainnya diketahui dapat meningkatkan risiko kejadian PPOK meskipun tidak bermakna secara statistik. Hasil uji multivariat juga menunjukka bahwa derajat berat merokok merupakan faktor utama penyebab PPOK pada pengendara ojek online di Kota Bogor dan Kota Depok.
Daftar Pustaka
Ariestianita, N. (2013) Faktor-faktor yang
berhubungan dengan gangguan fungsi faal paru pada pekerjabagian finishmill dan packer tonasa
2&3 pada pt.semen tonasa. Universitas Islam
negeri Alauddin. Available at: http://repositori.uin
-alauddin.ac.id/3176/1/nining ariestianita.pdf.
Aviandari, G., Budiningsih, S. dan Ikhsan, M. (2009)
‘Prevalensi Gangguan Obstruksi Paru dan Faktor
-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Dermaga & Silo Gandum di PT X Jakarta’, Respirologi
Indonesia, (941), pp. 1–12.
Azhar, K., Dharmayanti, I. dan Mufida, I. (2015)
‘Kadar Debu Partikulat ( PM 2 , 5 ) dalam Rumah dan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Kayuringin Jaya , Kota Bekasi Tahun 2014’,
Media Litbangkes, 26(1), pp. 45–52.
Bietenbeck, J. dan Berniell, I. (2017) ‘The Effect of Working Hours on Health’, IZA Discussion Paper
Series, (10524).
BPS-RI (no date) Perkembangan Jumlah Kendaraan
Bermotor Menurut Jenis, 1949-2016. Available at:
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/ id/1133 (Accessed: 9 April 2017).
Corwin, E. J. (2009) Buku Saku: Patofisiologi. 3rd edn. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dinas Perhubungan Darat (2013) Profil dan Kinerja
Perhubungan Darat Propinsi Jawa Barat, Profil
dan Kinerja Perhubungan Darat. Available at:
http://hubdat.dephub.go.id/data-a-informasi/profil
-hubdat-per-provinsi/pulau-jawa/tahun-2013/1571
-profil-kinerja-prov/download.
Know About Your Health. Available at: http:// www.mass.gov/eea/docs/dep/air/aq/health-and
-env-effects-air-pollutions.pdf (Accessed: 11 March 2018).
Sari, R. A. (2013) Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pedagang Kaki Lima
Terminal Induk Kabupaten Pemalang Skripsi,
Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat UNNES.
Universitas Negeri Semarang. Available at: http:// lib.unnes.ac.id/20212/1/6450408007.pdf.
Sherwood, L. (1996) Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. 2nd edn. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Shivakumara, B. S. dan Sridhar, V. (2010) ‘Study of Vibration and Its Effect on Health of The Motorcycle Rider’, Online Journal of Health and
Allied Sciences, 9(2), pp. 1–4.
Syahril, S., Resosudarmo, B. P. dan Tomo, H. S. (2002) Study on Air Quality in Jakarta, Indonesia,
Health San Francisco. Available at: http://
www.adb.org/Documents/Studies/ Air_Quality_INO/air_quality.pdf.
Thorat, Y. T., Salvi, S. S. dan Kodgule, R. R. (2017)
‘Peak flow meter with a questionnaire and mini
-spirometer to help detect asthma and COPD in real-life clinical practice: A cross-sectional study’,
npj Primary Care Respiratory Medicine. Springer
US, 27(1), pp. 1–6. doi: 10.1038/s41533-017-0036
-8.
UNL Environmental Health and Safety (2003)
‘Toxicology and Exposure Guidelines’, University
of Nebrasha, Lincoln. Available at: http://
ehs.unl.edu/documents/ tox_exposure_guidelines.pdf.
US EPA (2012) Overview of Particle Air Pollution Air
Quality. Available at: https://www.epa.gov/sites/
production/files/2014-05/documents/huff
-particle.pdf (Accessed: 16 March 2018).
Verawati, L. (2016) ‘Hubungan tingkat kelelahan subjektif dengan produktivitas pada tenaga kerja bagian pengemasan di cv sumber barokah’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 5(1), pp. 51–60.
Wen, C. P. dan Gao, W. (2018) ‘PM2·5: an important
cause for chronic obstructive pulmonary
disease?’, The Lancet Planetary Health. The Author(s). Published by Elsevier Ltd. This is an Open Access article under the CC BY 4.0 license, 2(3), pp. e105–e106. doi: 10.1016/S2542-5196 (18)30025-1.
West, J. B. dan Luks, A. M. (2017) Pulmonary
Pathophysiology: The Essentials. 9th edn, Shock.
9th edn. Edited by C. Taylor et al. Philadelphia:
Wolters Kluwer. doi: 10.1097/00024382
-and chemical composition as determinants of toxicity attributable to ambient particulate matter’,
Atmospheric Environment. Elsevier Ltd, 60, pp.
504–526. doi: 10.1016/j.atmosenv.2012.06.039.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes-RI) (2013) Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes-RI) (no date) Pedoman Praktis
Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Available
at: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/
uploads/2011/10/ped-praktis-stat-gizi-dewasa.doc (Accessed: 11 March 2018).
Ling, S. H., Van Eeden, S. F. dan Hogg, J. (2009)
‘Particulate matter air pollution exposure: role in the development and exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease’, International
Journal of COPD, 4, pp. 233–243. doi: 10.2147/
COPD.S5098.
Liu, K. et al. (2017) ‘Characteristics and sources of heavy metals in PM2.5during a typical haze episode in rural and urban areas in Taiyuan,
China’, Atmosphere, 9(1). doi: 10.3390/
atmos9010002.
Liu, S. et al. (2017) ‘Association between exposure to ambient particulate matter and chronic obstructive pulmonary disease: Results from a cross-sectional study in China’, Thorax, 72(9), pp.
788–795. doi: 10.1136/thoraxjnl-2016-208910.
Liu, Y. et al. (2015) ‘Body mass index, respiratory conditions, asthma, and chronic obstructive pulmonary disease’, Respiratory Medicine, 109(7),
pp. 851–859. doi: 10.1016/j.rmed.2015.05.006.
Mengkidi, D. (2006) Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT.Semen Tonasa Pangkep Sulawasi
Selatan. Universitas Diponegoro. Available at:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/ viewFile/9602/7681.
Naser, F., Medison, I. dan Erly (2016) ‘Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita PPOK di Bagian’, Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), pp. 306– 311.
O’Donnell, D. E., Ciavaglia, C. E. dan Neder, J. A.
(2014) ‘When obesity and chronic obstructive
pulmonary disease collide: Physiological and clinical consequences’, Annals of the American
Thoracic Society, 11(4), pp. 635–644. doi:
10.1513/AnnalsATS.201312-438FR.
Pinugroho, B. S. (2016) Hubungan Usia, Lama
Paparan Debu, Penggunaan APD, Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru Tenaga
Kerja Mebel di Kec. Kalijambe Sragen. Universitas
Muhamadiyah Surakarta.
199902000-00018.
WHO (2008) World Health Statistics, World Health
Organisation. Geneva. doi: 10.1061/(ASCE)
HY.1943-7900.0000746.
WHO (2014) Noncommunicable Disease (NCD)
Country Profiles: Indonesia. Available at: http://
www.who.int/nmh/countries/idn_en.pdf (Accessed: 7 February 2018).
Wulandari, R., Setiani, O. dan Astorina, N. (2015)
‘Hubungan Masa Kerja terhadap Gangguan
Fungsi Paru Pada Petugas Penyapu Jalan Di Protokol 3, 4, Dan 6 Kota Semarang’, Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 3(3), pp. 797–
806.
Xing, Y. F. et al. (2016) ‘The impact of PM2.5 on the human respiratory system’, Journal of Thoracic
Disease, 8(1), pp. E69–E74. doi: 10.3978/
j.issn.2072-1439.2016.01.19.
Zikri, R. B. (2017) Analisis Konsentrasi PM2,5 Terhadap Penurunan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Semen di Pabrik Bogor PT. X, Kabupaten