• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecukupan Nutrien Kambing Peranakan Etawah Periode Laktasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kecukupan Nutrien Kambing Peranakan Etawah Periode Laktasi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

(Nutrient Adequacy of Ettawa Crossbreed Goats in Lactation Period)

Rantan Krisnan1, Praharani L1, Supriyati1, Pangestuti AK2

1Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 2Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275 ran_tania@yahoo.com

ABSTRACT

An experiment was carried out to evaluate the nutrient adequacy of Ettawa crossbreed goats during lactation. Twelve goats were divided into two groups, early lactation group (K-1) and late lactation group (K-2). The experimental design was a randomized block design and each group consisted of six animals. Feed requirements were calculated based on Kearl, LC. recommendation including the requirement of 4% FCM. The same restricted amount of feeds were offered during the trial. Feeds consisted of 2 kg fresh chopped king grass, 1 kg Leucaena leucephala and 1 kg concentrate. Parameters observed were nutrient requirement, nutrient consumption of feed and milk production. Results showed that the nutrients consumption of feed were still lower than requirement so that there was still an opportunity to increase milk production. Excessive CP intake occurred at the late lactation group, but not in the group of early lactation. It was recommended that the addition of the high protein forage or legume, 1.2kg. Leucaena leucephala, to the feed of early lactation goats. For goats that mated in lactation period, required the same nutritional intake at the early and late lactation period.

Key Words: Ettawa Crossbreed Goats, Lactation, Nutrient Adequacy ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengevaluasi kecukupan nutrien kambing Peranakan Etawah (PE) pada status fisiologis laktasi. Penelitian menggunakan kambing PE sebanyak 12 ekor dengan rancangan acak kelompok. Ternak dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok laktasi akhir menjelang kering (K-1) dan kelompok laktasi awal (K-2) dan diulang enam kali. Kebutuhan pakan dihitung berdasarkan Kearl, L.C. yang juga memperhitungkan kebutuhan 4% FCM. Pemberian pakan dibatasi dalam jumlah yang sama baik untuk ternak K-1 maupun K-2 yaitu 2 kg rumput Raja segar, 1 kg Leucaena leucephala segar dan 1 kg konsentrat. Parameter yang diamati adalah kebutuhan nutrien, konsumsi nutrien dan produksi susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dan tingkat konsumsi nutrien pakan masih lebih rendah dibandingkan standar kebutuhan sehingga peluang untuk meningkatkan puncak produksi susu kambing PE masih cukup terbuka. Asupan protein dinilai berlebih pada kambing laktasi akhir, namun sebaliknya pada kambing laktasi awal. Substitusi hijauan berprotein tinggi atau leguminosa seperti lamtoro disarankan ditingkatkan penggunaannya pada kambing laktasi awal menjadi 1,2 kg. Manajemen perkawinan yang dilakukan pada ternak masih laktasi memerlukan asupan nutrien yang cukup dan sama baiknya antara periode laktasi akhir dengan laktasi awal.

Kata Kunci: Kecukupan Nutrien, Kambing Peranakan Etawah, Laktasi PENDAHULUAN

Peranan pakan sangat penting untuk proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi ternak. Oleh karena itu, seharusnya pakan yang diberikan mengandung cukup nutrien baik secara kualitas maupun kuantitasnya, serta sesuai dengan fase fisiologisnya. Pakan harus

(2)

mengandung zat-zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa bahan kering (BK), energi kasar (EK), protein kasar (PK), kalsium (Ca) dan fosfor (P) (Setiawan & Arsa 2005).

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan kambing Kacang. Kambing ini tersebar hampir di seluruh Indonesia. Penampilannya mirip kambing Etawah, tetapi lebih kecil dan termasuk pada tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu (perah). Pada dasarnya, kambing mengkonsumsi hijauan sebagai pakan utamanya. Namun, terkadang kondisi hijauan tidak mencukupi kebutuhan ternak baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Kondisi iklim yang tidak menentu mempunyai andil besar terhadap fluktuatifnya hijauan yang dihasilkan (Jelantik 2001). Belum lagi diperparah dengan banyaknya alih fungsi lahan pertanian yang menyebabkan areal tumbuh hijauan menjadi sempit. Oleh karena itu, pemberian pakan tambahan seperti konsentrat menjadi lazim dilakukan guna melengkapi kebutuhan nutrien ternak.

Pemeliharaan ternak secara intensif adalah merupakan model pemeliharaan yang sepenuhnya di dalam kandang, sehingga mengharuskan manusia sebagai pemelihara ternak berperan penting terhadap kebutuhan nutrien ternak. Kekurangan maupun kelebihan asupan nutrien pada ternak dapat terjadi sekalipun ternak tersebut dipelihara secara intensif. Berbagai standar pemberian pakan dapat digunakan sebagai acuan, namun pada kenyataannya sering kali jumlah pakan untuk ternak ruminansia yang diberikan tidak terukur dengan tepat atau dengan kata lain tidak seakurat pemberian pakan unggas.

Banyak faktor yang dapat menentukan jumlah pakan yang diberikan seperti status fisiologis, bobot badan, tipe atau jenis ternak, ragam bahan pakan dan lainnya. Ternak dengan kondisi laktasi tentunya membutuhkan asupan nutrien yang lebih banyak dikarenakan selain untuk hidup pokok juga diperlukan untuk menghasilkan produksi susu. Kebutuhan BK, PK dan TDN kambing PE yang sedang laktasi secara berurutan adalah 1,867; 0,344; dan 1,105 kg/hari (Marwah et al. 2010). Kebutuhan Ca dan P pada kambing dengan bobot 35 kg adalah sebesar 4,5 dan 2,3 g (Siregar 1994).

Estimasi kebutuhan nutrien tersebut akan tergambar pada suatu formulasi pakan. Disinilah ragam bahan pakan akan menentukan banyaknya pakan yang diberikan, mengingat setiap bahan pakan mempunyai kandungan nutrien yang berbeda. Namun kenyataannya, sistem pemberian pakan kambing atau ternak ruminansia lainnya baik yang dipelihara secara intensif ataupun tidak intensif pada umumnya digeneralisasi dalam jumlah tertentu. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat pemberian pakan yang optimal pada kambing laktasi, maka diperlukan suatu evaluasi terhadap kecukupan nutrein.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di kandang percobaan Balitnak Ciawi Bogor menggunakan induk kambing PE laktasi kedua sebanyak 12 ekor. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Ternak dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok laktasi akhir menjelang kering (K-1) dan kelompok laktasi awal (K-2) dengan ulangan sebanyak enam ekor. Rata-rata bobot badan K-1 adalah 38,52 kg sedangkan kambing K-2 adalah 43,83 kg. Kebutuhan pakan dihitung berdasarkan Kearl (1982) yang juga memperhitungkan kebutuhan 4% FCM. Pemberian pakan terbatas dalam jumlah yang sama, baik untuk ternak K-1 maupun K-2 dengan pertimbangan supaya mendekati sistem manajemen pakan yang umumnya dilakukan di tingkat peternak kambing baik intensif maupun tidak. Jenis pakan yang diberikan adalah rumput raja segar sebanyak 2 kg, lamtoro segar 1 kg dan konsentrat 1 kg. Hasil analisis proksimat menunjukkan kandungan nutrien pakan yang terdiri dari BK, TDN, PK, Ca dan P secara berurutan dalam satuan persen (%) adalah: 23,26; 55; 8,30; 0,53; dan 0,29 untuk rumput raja, 35,36; 71; 26; 0,06; dan 0,02 untuk

(3)

lamtoro serta 87,17; 68; 14; 0,60; dan 0,60 untuk konsentrat. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum.

Parameter yang diamati meliputi kandungan nutrien pakan (BK, TDN, PK, Ca dan P), evaluasi kebutuhan dengan pemberian, evaluasi kebutuhan dengan tingkat konsumsi, evaluasi pemberian dengan tingkat konsumsi dan produksi susu minggu ke-1, 3 dan 5 untuk K-2 dan produksi susu minggu ke-8, 10 dan 12 untuk K-1. Koleksi susu dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Prosedur analisis kimia pakan mengikuti AOAC (2005), sedangkan evaluasi nutrien pakan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara kebutuhan, pemberian dan tingkat konsumsi. Data diuji secara statistik menggunakan

analysis of varian menurut Steel & Torrie (1993), sedangkan proses pengolahannya menggunakan software SPSS versi 13.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan, pemberian dan konsumsi nutrien pakan

Pada Gambar 1 ditampilkan kebutuhan, pemberian dan konsumsi nutrien kambing laktasi periode awal (K2) dan akhir atau menjelang kering (K1).

Gambar 1. Kebutuhan, pemberian dan konsumsi nutrien kambing laktasi

Telah dijelaskan pada materi dan metode bahwa kebutuhan untuk kambing laktasi menggunakan acuan Kearl (1982). Perbedaan rata-rata bobot badan antara kelompok kambing laktasi akhir menjelang kering (K-1) dengan kambing laktasi awal (K-2) menunjukkan perbedaan kebutuhan nutrien pakan. Sejalan dengan bobot badan yang lebih

1,85 1,69 1,57 1,28 1,10 1,03 2,21 1,69 1,60 1,51 1,10 1,05 211,56 252,59 241,44 7,18 7,91 7,26 5,03 6,65 6,29 255,44 252,59 244,62 9,14 7,91 7,46 6,39 6,65 6,40

(4)

besar, memberikan gambaran bahwa pada laktasi awal diperlukan asupan nutrien yang lebih besar dibandingkan dengan laktasi akhir.

Data yang menarik terlihat pada tingkat konsumsi nutrien pakan yaitu dengan jumlah pemberian pakan yang sama baik K-1 maupun K-2, ternyata secara numerik menghasilkan tingkat konsumsi nutrien pakan yang berbeda pada semua parameter nutrien seperti terlihat pada Gambar 1. Konsumsi BK, TDN, PK, Ca dan P pada K-2 lebih tinggi dibandingkan dengan K-1. Namun, apabila dilihat dari persentase terhadap bobot badan justru tingkat konsumsi K-1 lebih tinggi dibandingkan dengan K-2. Kelompok kambing laktasi awal (K-2) menghasilkan tingkat konsumsi 3,66% dari bobot badan (43,83 kg), sedangkan kambing laktasi akhir (K-1) 4,06% dari bobot badan (38,52 kg).

Evaluasi kecukupan nutrien

Terlihat di Gambar 1 terjadi perbedaan antara jumlah kebutuhan, pemberian dan tingkat konsumsi nutrien pakan pada kambing laktasi. Perbedaan tersebut akan lebih jelas dengan mengetahui hasil evaluasi ketiga parameter tersebut seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Evaluasi kebutuhan, pemberian, dan konsumsi nutrien pakan

Parameter K-1 K-2 BK TDN PK Ca P BK TDN PK Ca P kg g kg g Kebutuhan (A) 1,85 1,28 211,56 7,18 5,03 2,21 1,51 255,44 9,14 6,39 Pemberian (B) 1,69 1,10 252,59 7,91 6,65 1,69 1,10 252,59 7,91 6,65 Konsumsi (C) 1,57 1,03 241,44 7,26 6,29 1,60 1,05 244,62 7,46 6,40 Evaluasi B-A (0,16) (0,18) 41,02 0,73 1,62 (0,52) (0,41) (2,86) (1,23) 0,26 Evaluasi C-A (0,28) (0,25) 29,87 0,08 1,26 (0,61) (0,46) (10,83) (1,67) 0,01 Evaluasi C-B (0,13) (0,07) (11,15) (0,65) (0,36) (0,09) (0,05) (7,97) (0,45) (0,25)

Tabel 1 menunjukkan jumlah pemberian dari beberapa nutrien lebih sedikit dibandingkan dengan standar kebutuhan yang direkomendasikan oleh Kearl (1982), kecuali jumlah pemberian PK, Ca dan P pada kambing laktasi akhir (K-1) dan P pada kambing laktasi awal (K-2) yang menunjukkan jumlah pemberiannya lebih besar dibandingkan dengan standar kebutuhan. Secara umum, apabila dilihat dari standar kebutuhan maka pakan kambing laktasi yang diberikan masih kekurangan dan mengandung TDN yang masih rendah.

Hasil evaluasi kebutuhan dengan pemberian nutrien pakan (evaluasi B-A) membawa implikasi yang serupa tehadap hasil evaluasi kebutuhan dengan tingkat konsumsi (evaluasi C-A). Apabila ketersedian BK dan TDN masih rendah dibandingkan dengan standar kebutuhan, maka sudah pasti tingkat konsumsi BK dan TDN akan lebih rendah juga bila dibandingkan dengan kebutuhan. Data pada Tabel 1 memperlihatkan tingkat konsumsi bahan kering K-1 lebih rendah 0,28 kg BK (15,3%) dari standar kebutuhan bahan kering, sedangkan K-2 kekurangannya sedikit lebih besar yaitu 0,61 kg BK (27,4%).

Adanya substitusi lamtoro sebagai sumber hijauan mempunyai andil dalam kecukupan protein bagi kambing laktasi akhir atau mendekati kering (K-1) yang biasanya membutuhkan protein lebih rendah dikarenakan produksi susu cenderung terus menurun. Namun sebaliknya, bagi kambing laktasi awal (K-2) menunjukkan pemberian atau tingkat konsumsi protein dan kandungan Ca dan P dinilai masih kurang sehingga perlu

(5)

digunakan sebagai bypass protein di rumen (Pamungkas et al. 2008) dan dikenal sebagai hijauan sumber protein murah sehingga disarankan pada kambing laktasi awal perlu ditingkatkan penggunaannya. Terlihat dari Tabel 1 bahwa kekurangan protein untuk K-2 sebesar 10,83 g/ekor/hari. Hal ini bisa dicukupi dengan penambahan lamtoro sebanyak 0,12 kg (BK 35,4%, PK 26,0%).

Kondisi ini kemungkinan besar terjadi di peternak kambing manapun dikarenakan banyak asumsi yang mengemukakan bahwa acuan atau standar pemberian pakan seperti NRC, Kearl atau yang lainnya merupakan hasil penelitian di luar negeri dengan materi ternak terkondisikan dengan baik secara bibit. Pengaruh iklim dan lingkungan juga akan menghasilkan suatu standar menjadi terkoreksi bila diaplikasikan di daerah tropis seperti Indonesia.

Asumsi ini diperjelas dengan melihat hasil evaluasi antara pemberian dengan tingkat konsumsi (evaluasi C-B) pada Tabel 1 yang memperlihatkan bahwa sisa pakan yang tidak terkonsumsi masih cukup besar walaupun tingkat pemberian pakan itu sendiri masih dibawah standar kebutuhan. Besarnya sisa pakan tersebut adalah 0,13 kg BK untuk K-1 dan 0,09 kg BK untuk K-2. Sudah bisa dipastikan sisa pakan tersebut berasal dari rumput, dikarenakan lamtoro dan konsentrat selalu habis. Diduga ada beberapa bagian rumput yang memiliki palatabilitas rendah. Oleh karena itu, seharusnya untuk kambing laktasi perlu diprioritaskan hijauan berkualitas baik.

Produksi susu kambing PE

Rata-rata produksi harian susu per minggu kambing PE periode laktasi kedua ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Produksi susu kambing (PE) laktasi kedua

Data pada Gambar 2 menunjukkan produksi susu tertinggi terjadi di minggu ketiga sebesar 1,26 liter (K-2) dan setelah itu terus menurun sampai 0,53 liter di minggu ke-12 (K-1). Sutama (2008); Supriyati et al. (2008) menyampaikan bahwa produksi susu kambing PE yang telah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia sangat bervariasi yaitu berkisar antara 0,5-1,2 liter/hari. Kisaran produksi susu PE tersebut hampir sama dengan produksi susu kambing PE yang dipelihara intensif (Praharani 2014) dan di tingkat peternak (Diwyanto 2014).

Kaitannya dengan hasil evaluasi kecukupan pakan yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan tingkat pemberian dan konsumsi nutrien pakan masih lebih rendah dari standar kebutuhan. Artinya apabila pakan diberikan dalam jumlah optimal maka peluang untuk meningkatkan puncak produksi susu pada kambing PE masih terbuka. Pada umumnya kambing diperah selama 4-5 bulan, namun pada manajemen tertentu biasanya

0,74 1,26 0,72 0,38 0,53 1,10

(6)

dengan pertimbangan untuk mengejar populasi maka pada 2,5-3 bulan postpartus sudah dikawinkan kembali sehingga produksi susu pada bulan ketiga langsung menurun.

Menurunnya produksi susu tersebut seharusnya diikuti dengan menurunnya standar pemberian pakan dikarenakan asupan pakan yang besar menjadi tidak efisien pada masa laktasi akhir. Namun, mengingat pada kambing K-1 kondisi ternaknya sudah dikawinkan lagi maka asupan nutriennya pun tidak semestinya berkurang secara drastis agar menjaga dalam proses perkawinan dan persiapan kebuntingan selanjutnya. Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi tingkat konsumsi nutrien pakan (Tabel 1) yang telah dibahas sebelumnya. Walaupun kelompok kambing laktasi awal (K-2) menunjukkan tingkat konsumsi nutrien yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kambing laktasi akhir (K-1), tetapi apabila dilihat dari persentase terhadap bobot badan justru tingkat konsumsi K-1 lebih tinggi dibandingkan dengan K-2.

KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa pemberian dan tingkat konsumsi nutrien pakan masih lebih rendah dibandingkan dengan standar kebutuhan, sehingga peluang untuk meningkatkan puncak produksi susu kambing PE masih cukup terbuka. Asupan protein dinilai berlebih pada kambing laktasi akhir, namun sebaliknya pada kambing laktasi awal. Substitusi hijauan berprotein tinggi atau leguminosa seperti lamtoro disarankan ditingkatkan penggunaannya pada kambing laktasi awal menjadi 0,12 kg. Manajemen perkawinan yang dilakukan pada ternak masih laktasi memerlukan asupan nutrien yang cukup dan sama baiknya antara periode laktasi akhir dengan laktasi awal.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Official methods of analysis. 18th ed. Maryland (US): Association of Official Analytical Chemists.

Diwyanto K. 2014. Bangun Karso’s Dairy goat farming practices in Bogor-Indonesia. In: Wiryawan KG, Liang JB, Takahashi J, Orskov ER, Devendra C, Toharmat T, Sutama IK, Kustantinah, Purnomoadi A, Manalu W, editors. The Role of Dairy Goat Industry on Food Security, Sustainable Agricultural Production and Economic Communities. Proceeding The 2nd Asian-Australasian Dairy Goat Conference. Bogor, 25-27 April 2014. Bogor (Indonesia): Bogor Agricultural University. p. 86-92.

Jelantik IGN. 2001. Supplementasi protein sebagai alternatif peningkatan produktivitas sapi Bali di Nusa Tenggara Timur. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan Pasca IAEUP.

Kearl LC. 1982. Nutrient requirements of ruminants in developing countries. Utah (US): Utah State University.

Marwah MP, Suranindyah YY, Murti TW. 2010. Produksi dan komposisi susu kambing Peranakan Ettawa yang diberi suplemen daun katuk (Sauropus androginus (L) merr) pada awal masa laktasi. Buletin Peternakan. 34:94-102.

Pamungkas D, Anggraeni YN, Kusmartono, Krishna NH. 2008. Produksi asam lemak terbang dan amonia rumen sapi Bali pada imbangan daun lamtoro (l. leucocephala) dan pakan lengkap yang berbeda. Dalam: Sani Y, Martindah E, Nurhayati, Puastuti W, Sartika T, Parede L, Anggraeni A, Natalia L, penyunting. Inovasi Teknologi Mendukung Pengembangan Agribisnis Peternakan Ramah Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11-12 November 2008. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 197-204.

(7)

Praharani L. 2014. Milk yield of Anglo Nubian, Saanen × Etawah grade and Etawah Grade raised in the same environment. In: Subandriyo, Kusmartono, Santosa KA, Kurnianto E, Purnomoadi A, Sodiq A, Wiryawan KG, Darodjah S, Inounu I, Darmono, et al., editors. Sustainable Livestock Production in the Perspective of Food Security, Policy, Genetic Resources and Climate Change. Proceedings of the 16th AAAP Animal Science Congress. Yogyakarta, 10-14 November 2010-14. Yogyakarta (Indonesia): Ministry of Agriculture, ISPI and UGM Yogjakarta. p. 1527-1530.

Setiawan T, Arsa. 2005. Beternak kambing perah Peranakan Etawa. Jakarta (Indonesia): Penebar Swadaya.

Siregar SB. 1994. Ransum ternak ruminansia. Jakarta (Indonesia): Penebar Swadaya.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika: Suatu pendekatan biometrik. Sumantri B, penyunting. Jakarta (Indonesia): Gramedia.

Supriyati, Puastuti W, Sutama IK, Budiarsana IGM, Mathius IW, Lubis D. 2008. The effect of giving Ca-mackarel oil on productivity, milk production and quality of PE goat. In: Yulistiani D, Sutama IK, Wina E, Puastuti W, Praharani L, editors. Improved Dairy and Meat Goat Production. Proceedings of Internartional Seminar on Production Increase in Meat and Dairy Goats by Incremental Improvements in Technology and Infrastructure for Small-scale Farmers in Asia. Bogor, 4-8 August 2008. Bogor (Indonesia): The FFTC-Asian and Pacific Region, IRIAP Indonesia, LRI /COA-Taiwan ROC. p. 21-24.

Sutama IK. 2008. Pemanfaatan sumberdaya ternak lokal sebagai ternak perah mendukung peningkatan produksi susu nasional. Wartazoa. 18:207-217.

Gambar

Gambar 1. Kebutuhan, pemberian dan konsumsi nutrien kambing laktasi
Tabel 1. Evaluasi kebutuhan, pemberian, dan konsumsi nutrien pakan
Gambar 2. Produksi susu kambing (PE) laktasi kedua

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu digunakan sebagai komunikasi darurat dalam meninggalkan kapal adalah isyarat bunyi (suara) dari lonceng atau sirine tau juga dapat dengan mulut. Sebagai

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila yang menggunakan rGH dengan

Untuk kepentingan penciptaan gagasan, penyebar luasan gagasan maka kerapkali intelektual dijadikan rujukanserta menjalankan roda kebudayan khususnya kebudayaan Bali yang

Bagitu pula dengan siswa SMA Negeri 42 Jakarta yang telah menggunakan internet selama 3 s/d 4 tahun, mereka memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk menderita

Assertive self- presentation ini terdiri dari ingratiation (tindakan yang dilakukan untuk menarik simpati, memuji diri sendiri, melakukan bantuan, memberikan hadiah,

Perlu dilakukan penelitian atau kajian lanjutan untuk mengetahui perilaku imago parasitoid secara detail ketika berada di dalam habitat yang mengandung

Kegagalan material SA-210C ini dianalisa akibat tekanan internal maksimum fluida yang melewati pipa pada lokasi 1 melebihi perhitungan yang diizinkan, dengan penyebab

behavior dalam penelitian ini adalah keterampilan otomotif pada anak difabel di SMALB Kota Bandung. Intervensi atau perlakuan adalah variabel yang menjadi