• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI

SAAT KONDISI DARURAT PADA KM.SINAR BINTAN

(EVACUATION SYSTEM AND OPTIMUM ACCESS

DESIGN ON EMERGENCY SITUATION AT MV. SINAR

BINTAN)

Nuke Maya Ardiana

6508.040.502

PROGRAM STUDI

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2010

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui Oleh Tim Penguji Tugas Akhir Tanggal Ujian : 14 Juli 2010 Periode Wisuda : Oktober 2010

Mengetahui / Menyetujui,

Dosen Penguji Tanda Tangan

1. Projek Priyonggo S.L., ST., MT (...) 2. Ir. Eko Julianto, M.Sc. (...) 3. Binti Mualifatul R, S.Si., M.Si. (...) 4. Wiediartini SE., MT. (...)

Dosen Pembimbing Tanda Tangan

1. Ir. Eko Julianto, M.Sc. (...) 2. Wibowo Arnin P, ST., M.Kom.. (...)

Program Studi D4 Teknik Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Mengetahui / Menyetujui,

Ketua Program Studi

Projek Priyonggo S.L., ST., MT NIP. 19610616 198803 1002

(3)

iii ABSTRAK

Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan bisa terjadi kapan saja yang dapat membawa dampak kerusakan bahkan korban jiwa. Namun risiko dan dampak kecelakaan dapat diminimalisir dengan tindakan-tindakan preventif. Berdasarkan data kecelakaan KNKT, telah terjadi kecelakan 6 kapal kontainer sepanjang tahun 2007 dan 2008. Penelitian pada KM. Sinar Bintan milik pemerintah Singapura dengan radius pelayaran Surabaya-Singapura yaitu 752 mil dan memiliki kapasitas 241 TEU’s serta memiliki karakteristik yang berbeda dengan kapal lain yaitu ruang akomodasi berada didepan kapal sedangkan kamar mesin berada di buritan kapal. sehingga penelitian ini bertujuan untuk menegatahui desain akses optimum dan sistem evakuasi sehingga seluruh ABK dapat meninggalkan kapal dengan cepat dan aman saat kondisi darurat tidak dapat ditanggulangi lagi.

Penelitian desain akses optimum dan sistem evakuasi ini menghitung waktu penyelamatan diri dari masing-masing rute, yaitu rute dalam dek dengan rute luar dek. Dengan menggunakan IMO Interim Guidelines. Kemudian disimulasikan sehingga mengetahui perbandingan antara perhitungan menggunakan IMO Interim Guidelines dengan software arena 5.0.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rute evakuasi optimum dan perbandingan antara hasil perhitungan IMO Interim Guidelines lebih besar dari pada perhitungan menggunakan software arena 5.0. Yaitu untuk hasil waktu evakuasi menggunakan perhitungan IMO Interim Guidelines dengan rute dalam pada siang hari adalah 37.10 menit, Sedangkan rute luar pada malam hari adalah 42.40 menit. Untuk hasil waktu evakuasi pada kamar mesin 43.8 menit. Sedangkan untuk hasil waktu evakuasi menggunakan simulasi software Arena 5.0 dengan rute dalam pada siang hari adalah 36.60 menit, Sedangkan rute luar pada malam hari adalah 41.76 menit. Sehingga solusi agar akses evakuasi lebih optimum maka sebaiknya ditambahkan rakit penolong pada buritan kapal agar risiko penyelamatan diri lebih minimal.

(4)

iv

ABSTRACT

An accident is unwanted event and can be happened any time that make destroyed impact or victim event cause. But the risk and the accident impact can be minimized by prevention action. Based on accident data of KNKT, there were 6 containers ship’s accidents already in 2007 until 2008. Research on KM. Sinar Bintan is Singaporean govermet ship with sea going distance Surabaya-Singapore has 752 miles and has 241 TEU’s capacity and has and the different characteristic with other ship. The accommodation deck is at fore ship part and engine room is on after ship. This research is intended to know is the optimum acces and escape route design when emergency condition on KM. Sinar Bintan uncontrolled.

Research of this optimum acces and escape route system design calculated the evacuation time escape route on each station to musterstation. The research of thisoptimum access route systemcalculated the evacuation time of escape route in the deck and outside deck by using IMO interim guidelines then the result is simulated in order to find the comparison of IMO interm guidelines with Arena 5.0 software.

From the research’s result, it canbe found that the optimum of evacuation route and the comparison of the evacuation time calculation IMO interim Guidelines is longer than calculation evacuation time with arena 5.0. there are for result evacuation time using IMO interim Guidelines calculation inside deck route on the day is 37,10 minute, For outside deck route on night by is 42,40 minute. And for evacuation time on engine room is 43,80 minute.The results with using Arena 5.0 simulations are inside deck route on the day is 36,60 minute. For outside deck route on night is 41,76 minute . To makes succesfull in escape route solution, so better if put on liferaft at after ship part therefore escape route risk can be minimized.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat ALLAH SWT. Atas rahmat dan hidayahnya yang dilimpahkan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan Rasulullah SAW. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Suprapto, SH dan Ibunda Sumiati yang selalu mendukung sepenuhnya dan mencurahkan seluruh kasih sayang yang tak ternilai serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul :

“Desain Akses Optimum dan Sistem Evakuasi saat Kondisi Darurat Pada KM. Sinar Bintan”

Tugas Akhir ini sebagai syarat menyelesaikan studi Diploma Empat Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja PPNS-ITS dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST).

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, yaitu :

1. Bapak Ir. Muhammad Mahfud, M.MT selaku Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

2. Bapak Projek Priyonggo SL., ST., MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja PPNS – ITS Surabaya.

3. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc dan Bapak Wibowo Arnin P, ST., M.Kom selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan bersedia meluangkan waktu dan pikiran sehingga memberikan inspirasi dalam membimbing penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Ibu Dewi Kurniasih, S.KM., M.Kes. sebagai koordinator Tugas Akhir atas bantuan serta masukan yang diberikan.

5. Keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung agar penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik dan cepat mendapat kerja.

6. Kakak (Phriska Sangga Christiant), adik tersayang (Andi Azriel Syaifullah Almeizar) dan pembimbing pribadi (Teguh Imani Wahyutrisna) yang mendampngi saat pengerjaan Tugas Akhir dan hari-hari indah lainnya.

(6)

vi

7. Seluruh civitas LJ K3 `08 tanpa terkecuali yang telah bersama menjalin cinta,

persaudaraan dan kekeluargaan selama dua tahun kuliah. You’ll be in my

heart, dude.

Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun atas ketidaksempurnaan penyusunan Tugas Akhir ini sangat penulis harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.

Surabaya, Juli 2010

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN……… ii ABSTRAK………. iii ABSTRACT ……… iv KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL……….. ix DAFTAR GAMBAR………. x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1 1.2 Rumusan Masalah………... 2 1.3 Tujuan Penelitian.………. 2 1.4 Manfaat Penelitian………..………. 3 1.5 Batasan Masalah..……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ship Evacuation Plan (Prosedur Evakuasi)……… 4

2.1.1 Definisi–definesi………..…. 6

2.1.2 Jenis-jenis prosedur keadaan darurat……… 6

2.2 Jenis-jenis Keadaan Darurat……….. 7

2.3 Pola Penanggulangan Keadaan Darurat………. 10

2.4 Pengenalan Isyarat Bahaya……… 13

2.5 Tindakan Dalam Keadaan Darurat……… 16

2.6 Lintas-lintas Penyelamatan Diri……… 19

2.6.1 Means Escape………... 19

2.6.2 Mengetagui lintas penyelamatan diri (Escape routes). 22 2.6.3Komunikasi intern dan sistem alarm………. 23

2.7 Simulasi………. 25

2.7.1 Simulasi dengan menggunakan software arena 5.0…. 26 2.7.2 Tampilan program arena 5.0……… 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Menentukan Topik / Tema Penelitian……….. 33

(8)

viii

3.3 Pengumpulan Data……….. 33.

3.4 Pengumpulan Literatur……… 33

3.5 Menentukan Musterstation………. 34

3.6 Membuat Lay Out Rute Evakuasi……….. 34

3.7 Menghitung Waktu yang Dibutuhkan ABK di Tiap Deck Untuk Menuju Musterstation………. 34

3.8 Membuat Prosedur Tiap Jenis Keadaan Darurat………… 34

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Kapal………. 36

4.2 Deskripsi Sistem……… 36

4.3 Asumsi……….. 37

4.4 Prosedur Saat Kondisi Darurat………. 38

4.5 Skenario Kerja….……….. 40

4.6 Gambar Tangga Pada Kapal………. 42

4.7 Lay Out Rute Penyelamatan Diri……….. 43

4.8 Waktu Penyelamatan Diri………. 50

4.8.1 Waktu penyelamatan diri dengan skenario kerja siang hari………... 50

4.8.2 Waktu penyelamatan diri dengan skenario kerja malam Hari……….. 54

4.8.3 Waktu penyelamatan diri dengan skenario kebakaran di engine room……… 57

4.9 Hasil Simulasi ……… 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. 60

5.2 Saran……… 61

DAFTAR PUSTAKA ……… 62 LAMPIRAN

(9)

ix

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Jarak tubuh dari escape route element……….…… 20 2. Tabel 2.2 Karakteristik setiap variable terhadap kondisi dan jenis fasilitas 22 3. Tabel 4.1 Peran Saat Kondisi Darurat dan Kebakaran………... 39 4. Tabel 4.2 Peran Saat Meninggalkan Kapal Dalam “Boat Station”…………. 39 5. Tabel 4.3 Skenario Kerja Siang Hari……….. 40 6. Tabel 4.4 Skenario Kerja Malam Hari………... 41 7. Tabel 4.5 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Rute Dalam Pada Siang Hari .. 51 8. Tabel 4.6 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Rute Dalam……….. 51 9. Tabel 4.7 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Rute Luar Pada Siang Hari….. 52 10. Tabel 4.8 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Rute Dalam Pada Malam Hari.. 54 11. Tabel 4.9 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Rute Luar Malam Hari ……. 55 12. Tabel 4.10 Perhitungan Waktu Evakuasi

Pada Tangga Rute Dalam (Starboard)……… 56 13. Tabel 4.11 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Tangga Rute Dalam

(Portside)……… 56 14. Tabel 4.12 Perhitungan Waktu Evakuasi Pada Tangga Dek……….. 56 15. Tabel 4.13 Waktu penyelamatan diri dengan skenario kebakaran

pada Engine Room……… 57 16. Tabel 4.14 Waktu penyelamatan diri dengan skenario kebakaran dari

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Level Deck Departement ……… 5

2. Gambar 2.2 Modul Create……… 26

3. Gambar 2.3 Modul Dispose……….. 26

4. Gambar 2.4 Modul Process………. 27

5. Gambar 2.5 Modul Decide……….. 27

6. Gambar 2.6 Modul Batch ……… 28

7. Gambar 2.7 Modul Separate ……….. 28

8. Gambar 2.8 Modul Assign ………... 29

9. Gambar 2.9 Modul Record ……….. 29

10. Gambar 2.10 Modul Hold ……… 29

11. Gambar 2.11 Modul Enter ……… 30

12. Gambar 2.12 Modul Leave ……… 30

13. Gambar 2.13 Modul Station ………. 31

14. Gambar 2.14 Modul Route ……… 31

15. Gambar 2.15 Modul Pick Station ………. 31

16. Gambar 2.16 Tampilan Program Arena……… 32

17. Gambar 3 Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir ……… 35

18. Gambar 4.1 Tangga Pada Kapal ………. 42

19. Gambar 4.2 Rute Penyelamatan Diri Pada Wheel House ……….. 43

20. Gambar 4.3 Rute Penyelamatan Diri Pada Bridge Deck ………... 44

21. Gambar 4.4 Rute Penyelamatan Diri Pada Boat Deck ……….. 45

22. Gambar 4.5 Rute Penyelamatan Diri Pada Poop Deck ………. 46

23. Gambar 4.6 Rute Penyelamatan Diri Pada Main Deck ……… 47

24. Gambar 4.7 Rute Penyelamatan Diri Pada Engine Room ………...….. 48

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Simuasi dan Report Arena 5.0 (Kondisi Siang) Lampiran 2 Simuasi dan Report Arena 5.0 (Kondisi Malam) Lampiran 3 IMO Regulation (Interim Guidelines)

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan dapat terjadi pada kapal-kapal baik dalam pelayaran berlabuh atau sedang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan meskipun sudah dilakukan usaha untuk menghindarinya. Manajemen harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Health and Safety Work Act, 1974 untuk melindungi pelaut, pelayar dan mencegah risiko-risiko dalam melakukan suatu aktifitas diatas kapal terutama yang menyangkut keselamatan kerja, baik dalam keadaan normal maupun darurat.

Kondisi darurat adalah kondisi dimana kebutuhan-kebutuhan pelayaran untuk beroperasi normal dan kondisi sebagaimana lazimnya tidak bekerja dengan baik dan akibat kegagalan pasokan dari sumber listrik utama. Dan yang dimaksud dengan operasi normal dan kondisi sebagaimana lazimnya adalah suatu kondisi dimana kapal secara menyeluruh, permesinan, layanan, usaha dan bantuan propulsi mampu mengendalikan berlayar dengan aman. Aman atas kebocoran, kebakaran, komunikasi internal dan eksternal dan tanda-tanda, jalan penyelamatan dan winch sekoci telah sesuai dengan rancangan berada dalam kondisi memuaskan. Secara keseluruhan bekerja dengan baik dan berfungsi normal. (SOLAS, 2004 chapter II).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), sedikitnya ada 6 kecelakaan kapal container sepanjang tahun 2007 dan 2008 dengan sebab yang bervariatif.

Pada KM. Sinar Bintan yang berjenis kapal container dengan panjang kapal 86 meter memiliki keunikan desain. Yaitu ruang akomodasi terletak pada bagian depn kapal dan kamaar mesin pada bagin belakang. Sedangkan kegiatan di kamar mesin harus selalu terdapat awak kapal sedangkan sekoci hanya terletak pada ruang akomodasi. Sehingga perlu dilakukan desain akses optimum

(13)

2 dan sistem evakuasi saat kondisi darurat pada kapal tersebut. Optimum yang dimaksud disini adalah anak buah kapal (ABK) semaksimal mungkin dapat memanfaatkan waktu yang terbatas dengan jarak terjauh antara lokasi pekerjaan ke muster station. Sehingga peluang risiko hambatan saat proses pelarian diri dalam keadaan darurat dapat diminimalisir.

1.2 Rumusan Masalah

Agar proses penelitian dapat berjalan dengan lancar, maka perlu diketahui masalah-masalah yang timbul saat proses pengerjaan penilitian, yaitu :

1. Bagaimana rute evakuasi (penyelamatan diri) optimum ? 2. Dimana muster station ditentukan ?

3. Berapa waktu yang dibutuhkan ABK untuk mencapai muster station berdasarkan perhitungan teoritis (menggunakan IMO Interim Guideline) dengan hasil simulasi arena 5.0 dari masing-masing letak ruangan ?

4. Bagaimana sijil darurat untuk masing-masing ABK ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan permasalahan diatas maka dapat ditentukan tujuan dari Tugas Akhir ini, yaitu :

1. Dapat membuat rute evakuasi (penyelamatan diri) optimum. 2. Dapat menentukan muster station.

3. Dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan ABK untuk mencapai muster

station berdasarkan perhiungan teoritis (menggunakan IMO Interim Guideline) dengan hasil simulasi arena 5.0 dari masing-masing letak

ruangan.

(14)

3 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah:

1. Untuk Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya: dapat menambah wawasan kampus dalam penerapan ilmu perkapalan dan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Untuk Mahasiswa: dapat digunakan sebagai referensi untuk mahasiswa selanjutnya yang ingin melakukan penelitian atau tugas akhir di bidang K3 Maritim.

3. Untuk KM. Sinar Bintan: Dapat sebagai masukan agar sitem evakuasi lebih baik.

1.5 Batasan Masalah

Agar dalam penelitian yang akan dikerjakan dapat terfokus dan terarah, maka diperlukan batasan masalah diantaranya :

1. Penelitian membahas keadaan darurat dimana seluruh ABK harus meninggalkan kapal.

2. Perhitungan secara teoritis menggunakan IMO Interim Guidelines dimana asumsi kondisi kapal even level.

3. Penelitian tidak membahas tentang kondisi darurat dengan jenis orang jatuh dari kapal dan tenggelam serta pencemaran lingkungan.

4. Asumsi melakukan penyelamatan diri secara serentak dari masng-masing station setelah awarness.

(15)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ship Evacuation Plan (Prosedur Evakuasi)

Prosedur evakuasi merupakan suatu tata cara yang harus dilakukan ketika menemui keadaan bahaya dan melakukan proses pengungsian dari tempat terjadinya bahaya ke tempat perlindungan yang aman. Selain kelengkapan sarana penagnggulangan kebakaran, aplikasi prosedur evakuasi yang tepat juga sangat diperlukan guna mengantisipasi terjadinya peristiwa kebakaran dan tenggelam demi keselamatan semua kru yang berada didalam kapal tersebut.

Menurut International Maritim Organization (IMO), bagian terpenting dari Ship Evacuation Plan (SEP) adalah arahan operasi dalam bentuk format komputer maupun cetakan dimana misi dan tugas kru, tahapan operasi dasar dan criteria operasi ditunjukkan. Alat penghubung utama antara evakuasi kru dengan SEP adalah informasi mengenai rute keluar dan instruksi evakuasi kapal. Ship

Evacuation Plan yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Dapat dengan mudah diatur dengan definisi kelompok evakuasi yang jelas dan jadwal perjalanan.

2. Menghitung dengan tingkat reabilitas yang memadai waktu tiba hingga tempat berkumpul untuk kru.

3. Menghitung dan meminimalkan waktu antara evakuasi kapal dan saat kru terakhir keluar dari kapal.

Oleh karena itu, dalam melakukan prosedur evakuasi seharusnya memenuhi prinsip dasar sebagai berikut.

1) Kebijakan prosedur evakuasi

Agar dapat berjalan efektif, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu penentuan rute evakuasi, pemilihan kordinator yang bertanggung jawab terhadap operasi di tiap dek, latihan penyelamat

(16)

5 oleh seluruh ABK saat kondisi darurat, memasang petunjuk arah jalan keluar dan informasi yang berkenan dengan keadaan darurat pada lokasi-lokasi strategis di tiap dek.

2) Koordinasi gerakan perpindahan dalam proses evakuasi

Koordinasi antar tim pengevakuasi sangat diperlukan dalam mengatur pergerakan ABK/penumpang kapal menuju tempat pembagian alat keselamatan dan tempat berkumpul keadaan darurat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam koordinasi antar tim pengevakuasi yaitu prioritas evakuasi, penggunaan lifeboat, lifecraft dan beberapa alat keselamatan yang lain.

Gambar 2.1 Level Deck Departement

Sumber: Social Order On Board Of Ships Refer To Suhardjito Gaguk, Tentang Rencana Umum

3) Komunikasi dalam proses evakuasi

Kesempurnaan dan keakuratan komunikasi sangat diperukan untuk memastikan apakah para ABK/penumpang menuju pada titik tempat berkumpul yang aman yang telah ditentukan.

(17)

6 4) Program pelatihan

Program pelatihan harus diberikan kepada tim pengevakuasi yaitu awak kapal tentang bagaimana melakukan penyelamatan untuk penumpang, melakukan komunikasi antar tim, pengendalian terhadap kerumunan orang, pembagian alat-alat keselamatan, dan teknik dalam

fire fighting.

5) Inspeksi dan evaluasi

Inspeksi yang lengkap mengenai kondisi kapal harus dilakukan untuk memastikan mengenai kebutuhan yang menyangkut kapal dan penumpangnya. Inspeksi dan evaluasi harus dilakukan secara rutin agar setiap ada perubahan pada kondisi alat-alat keselamatan dapat terdeteksi secara dini.

2.1.1 Definisi–definisi : 1. Prosedur

Suatu tata cara ataupun pedoman kerja yang harus diikuti dalam melaksanakan suatu kegiatan agar mendapat hasil yang baik.

2. Prosedur keadaan darurat

Tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu kedaan darurat dengan maksud untuk mencegah atau mngurangi kerugian lebih lanjut atau semakin besar.

2.1.2 Jenis-jenis prosedur keadaan darurat 1. Prosedur intern (lokal)

Merupakan pedoman pelaksana untuk masing-masing depatemen, dengan pengertian keadaan darurat yang terjadi masih dapat diatasi oleh departemen yang bersangkutan, tanpa melibatkan kapal-kapal atau penguasa pelabuhan setempat.

2. Prosedur umum (utama)

Merupakan prosedur secara keselruhan dan telah menyangkut keadaan darurat yang cukup besar atau paling tidak dapat membahayakan

(18)

7 kapal-kapal lain atau dermaga. Dari segi penanggulangan diperlukan pengerahan tenaga yang banyak atau melibatkan kapal-kapal/penguasa pelabuhan setempat.

2.2 Jenis–Jenis Keadaan Darurat

Kapal laut yang melakukan aktivitasnya dapat mengalami masalah yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti cuaca, keadaan alur pelyaran, kapal, manusia, dan lain-lain yang tidak dapat diduga sebelumnya sehingga pada akhirnya menimbulkan gangguan pelayaran pada kapal. Gangguan pelayaran kadang dapat diatasi, atau perlu mendapat bantuan dari pihak lain, bahkan dapat pula mengakibatkan nahkoda dan ABK harus meninggalkan kapalnya. Keadaan gangguan pelayaran sesuai situasi dapat dikelompokkan berdasarkan kejadiannya sendiri, sebagai berikut :

a. Tubrukan.

b. Kebakaran / ledakan. c. Kandas.

d. Orang jatuh ketengah laut. e. Pencemaran.

Keadaan darurat dapat menyebabkan kerugian bagi semua pihak, sehingga perlu dipahami kondisinya guna memiliki kemampuan dasar mengidentifikasi tanda-tanda keadaan agar situasinya mampu diatasi oleh nahkoda beserta anak buahnya maupun kerja sama dengan pihak terkait.

a. Tubrukan

Keadaan darurat karena tubrukan kapal dengan kapal atau dengan dermaga maupun dengan benda tertentu akan memungkinkan terdapat situasi keusakan pada kapal, korban manusia, tumpahan minyak ke laut, pencemaran dan kebakaran. Situasi lainnya adalah kepanikan petugas di kapal yang justru memperlambat tindakan pengamanan penyelamatan dan penanggulangan keadaan darurat tersebut.

(19)

8 b. Kebakaran / ledakan

Keakaran di kapal dapat terjadi di berbagai lokasi rawan misalnya di kamar mesin, ruang muatan, gudang penyimpanan perlengkapan kapal, instalasi listrik, dan ruang akomodasi nahkoda maupun ABK.

c. Kandas

Kapal kandas pada umumnya didahului dengan tanda-tanda putaran baling-baling terasa berat, asap di cerobong mendadak menghiram, badan kapal bergetar dan kecepatan kapal berubah dan mendadak berhenti. Pada saat kandas, kapal tidak bergerak dan posisi kapal akan sangat bergantung pada permukaan dasar perairan dan situasi di dalam akan sangat tergantung pada keadaan kapal tersebut.

d. Kebocoran / tenggelam

Kebocoran pada kapal dapat terjadi karena kapal kandas, tetapi dapat juga terjadi karena tubrukan maupun kebakaran serta kerusakan pelat kulit kapal karena korosi. Air yang masuk dengan cepat sementara kemampuan mengatasi kebocoran terbatas, bahkan kapal menjadi miring membuat situasi sulit diatasi. Keadaan darurat ini akan menjadi rumit apabila pengambilan keputusan da pelaksanaannya tidak didukung sepenuhnya oleh seluruh anak buah kapal.

e. Orang jatuh ke laut

Orang jatuh ke laut merupakan salah satu bentuk kecelakaan yang membuat situasi menjadi darurat dalam upaya melakukan penyelamatan. Pertolongan yang diberikan tidak dengan mudah dilakukan karena akan sangat tergantung pada keadaan cuaca saat itu serta kemampuan yang akan memberi pertolongan, maupun fasilitas yang tersedia.

f. Pencemaran

Pencemaran laut dapat terjadi karena buangan sampah dan tumpahan minyak saat bunkering, buangan limbah muatan kapal tangki, buangan tangki yang tertumpah akibat tubrukan atau kebocoran. Upaya untuk

(20)

9 mengatasi pencemaran yang terjadi memerlukan peralatan, tenaga manusia yang terlatih dan kemungkinan-kemungkinan risiko yang harus ditanggung oleh pihak yang melanggar ketentuan tentang pencegahan pencemaran.

Organisasi keadaan darurat

Suatu organisasi keadaan darurat harus disusun untuk opersi keadaan darurat. Maksud dan tujuan organisasi bagi setiap situasi ini adalah :

1. Menghidupkan tanda bahaya.

2. Menemukan dan menaksir besarnya kejadian dan kemungkinan bahayanya.

3. Mengorganisasi tenaga dan peralatan.

Ada empat petunjuk perencanaan yang perlu diikuti, yaitu : 1) Pusat komando (Command Center)

Kelompok yang mengontrol kegiatan di bawah pimpinan nahkoda atau perwira senior serta dilengkapi peralatan komunikasi intern dan extern. 2) Satuan keadaan darurat (Emergency Party)

Kelompok di bawah perwira senior yang dapat menaksir keadaan, melapor ke pusat komando, menyarankan tindakan apa yang harus dilakukan dan dari mana bantuan didatangkan.

3) Satuan pendukung (Support Party)

Kelompok pendukung ini di bawah seorang perwira harus selalu siap membantu kelompok induk dengan perintah pusat komando dan menyediakan bantuan pendukung seperti peralatan, bantuan medis, perbekalan dan lain-lain.

4) Kelompok ahli mesin (Engine Party)

Kelompok ini di bawah satuan pendukung engineer atau senior engineer menyediakan bantuan atas perintah komando pusat. Tanggung jawab utamanya di ruang kamar mesin, dan bisa memeberi bantuan bila diperlukan.

(21)

10 2.3 Pola Penangulangan Keadaan Darurat

Pola penaggulangan keadaan darurat didasarkan pada suatu pola terpadu yang mampu mengintegrasikan aktivitas atau upaya penaggulangan keadaan darurat tersebut secara cepat, tepat dan terkendali atas dukungan dari instansi terkait dan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia.

Dengan memahami pola penaggulangan keadaan darurat ini dapat diperoleh manfaat :

1) Mencegah (menghilangkan) kemungkinan kerusakan akibat meluasnya kejadian darurat itu.

2) Memperkecil kerusakan-kerusakan materi dan lingkungan. 3) Dapat menguasai keadaan (under control).

Untuk menanggulangi keadaan darurat diperlukan beberapa langkah antisipasi yang terdiri dari :

a. Pendataan

Dalam menghadapi setiap keadaan darurat selalu diputuskan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi peristiwa tersebut, maka untuk itu perlu dilakukan pendataan sejauh mana keadaan darurat tersebut dapat membahayakan manusia, kapal dan lingkungan serta bagaimana cara mengatasinya yang disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Langkah-langkah pendataan :

1) Tingkat kerusakan kapal.

2) Gangguan keselamatan kapal (stabilitas). 3) Keselamatan manusia.

4) Kondisi muatan.

5) Pengaruh kerusakan terhadap lingkungan.

(22)

11 b. Peralatan

1) Sarana penyelamat jiwa

Penyelamatan jiwa dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya yang harus dilakukan agar penumpang kapal dapat dengan aman meninggalkan kapal apabila terjadi suatu bahaya pada kapal.

Dalam menghadapi keadaan darurat diperlukan sarana-sarana penunjang untuk menanggulanginya. Sarana-sarana tersebut meliputi:

a. Jumlah Emergency exit yang sesuai pada kapal ataupun akses untuk keluar menuju top deck.

b. Tempat berkumpul sementara yang benar-benar aman dari bahaya bila terjadi keadaan darurat.

c. Fire alarm sistem, fire extinguisher dan hydrant. d. Petugas kesehatan.

e. Radio komunikasi. f. Utilities (listrik dan air) g. Satuan pengamanan.

Faktor dasar yang mempengaruhi sarana penyelamat diri adalah: a. Konstruksi kapal.

b. Lamanya waktu untuk keuar dari kapal. c. Jumlah dan sifat kegiatan penumpang. d. Tempat keluar.

e. Jarak tempuh (travel distance).

f. Control dari manajemen pemilik kapal. 2) Jumlah alat penolong yan harus tersedia di kapal

Menurut Safety of Life At Sea (SOLAS), chapter III, jumlah alat-alat penolong yang harus ada di kapal yaitu :

(23)

12 Untuk kapal barang adalah 100% dari jumlah pelayar. Untk kapal penumpang sejumlah yang cukup untuk 50% dari jumlah pelayar pada setiap sisi kapal.

b. Life raft (Rakit penolong)

Untuk kapal barang adalah cukup sejumlah 50% dari jumlah pelayar dan untuk kapal penumpang yang cukup untuk 25% dari jumlah pelayar pada tiap sisi.

c. Life buoy (Pelampung penolong)

Untuk kapal barang minimal 8 buah dan untuk kapal penumpang tergantung dari panjang (p) kapal.

1. P < 200 ft minimal 12 buah. 2. P 200 ft – 400 ft minimal 12 buah. 3. P 400 ft – 600 ft minimal 18 buah. 4. P 600 ft - 800 ft minimal 32 buah. 5. P > 800 ft minimal 36 buah. d. Life jacket (Rompi penolong)

Satu buah untuk tiap penumpang. e. Bouyant apparatus (Alat apung lainnya)

Untuk kapal penumpang adalah sejumlah yang dapat menampung 3% dari jumlah pelayar.

Sarana dan prasarana yang akan digunakan disesuaikan dengan keadaan darurat yang dialami dengan memperhatikan kemampuan kapal dan SDM untuk melepaskan diri dari keadaan tersebut hingga kondisi normal kembali. Petugas yang terlibat dalam operasi mengatasi keadaan darurat ini seharusnya mampu bekerja sama dengan pihak lain bila mana diperlukan (kapal lain / tim SAR). Secara keseluruhan peralatan yang digunakan dalam keadaan darurat adalah breathing apparatus, fireman out

fit, sarana komunikasi, alarm, tandu, dan lain-lain disesuaikan dengan

(24)

13 3) Mekanisme kerja

Setiap kapal harus mempunyai tim-tim yang bertugas dalam perencanaan dan penerapan dalam mengatasi keadaan darurat. Keadaan darurat ini meliputi semua aspek dari tindakan-tindakan yang harus diambil pada saat keadaan darurat serta dibicarakan dengan penguasa pelabuhan, pemadam kebakaran, alat Negara dan instansi lain yang berkaitan dengan pengarahan tenaga, penyiapan prosedur dan tanggung jawab, organisasi, sistem komunikasi, pusat pengawasan, inventaris dan detail lokasinya.

Tata cara dan tindakan yang diambil antar lain :

1) Persiapan, yaitu langkah-langkah persiapan yang diperlukan dalam menangani keadaan tersebut berdasarkan jenis kejadiannya.

2) Prosedur praktis dari penanganan kejadian yang harus diikuti dari beberapa kegiatan/bagian secara terpadu.

3) Organisasi yang solid dengan garis-garis komando dan tanggung jawabnya.

4) Pelaksanaan berdasarkan teknik yang efektif dan terpadu.

2.4 Pengenalan Isyarat Bahaya

Tanda untuk mengingatkan ABK tentang adanya suatu keadaan atau bahaya adalah dengan kode bahaya.

1) Sesuai dengan peraturan internasional isyarat-isyarat bahaya yang dapat digunakan secara umum umtuk kapal laut adalah sebagai berikut.

a. Suatu isyarat letusan yang diperdengarkan dengan selang kira-kira 1 menit.

b. Bunyi yang diperdengarkan secara terus menerus oleh pesawat pemberi isyarat kabut (smoke signal).

c. Cerawat-cerawat atau peluru-peluru cahaya yang memancarkan bintang-bintang merah yang ditembakkan satu demi satu dengan selang waktu yang pendek

(25)

14 d. Isyarat yang dibuat oleh radio telegraf atau sistem isyarat lain yang

terdiri atas kelompok SOS dari kode morse.

e. Isyarat yang dipancarkan dengan menggunakan pesawat radio telepon yang terdiri atas kata yang diucapkan “May Day”

f. Kode isyarat bahaya internasional yang ditujukan dengan NC.

g. Isyrat yang terdiri atas sehelai bendera segi empat yang di atas atau sesuatu yang menyerupai bola.

h. Nyala api di kapal (misalnya yang berasal dari sebuah tong minyak dan sebagainya, yang sedang menyala).

i. Cerawat payung atau tangan yang memancarkan cahaya merah. j. Isyarat asap yang menyebarkan sejumlah asap jingga (oranye).

k. Menaikturunkan lengan-lengan yang terentang ke samping secara perlahan-lahan dan berulang-ulang.

l. Isyarat alarm radio telegrafi. m. Isyarat alarm radio telephoni.

n. Isyarat yang dipancarkan oleh rambu-rambu radio petunjuk posisi darurat.

2) Sesuai dengan kemungkinan terjadinya situasi darurat di kapal, isyarat bahaya yang umumnya dapat terjadi ialah:

a. Isyarat kebakaran

Apabila terjadi kebakaran di atas kapal maka setiap orang di atas kapal yang pertama kali melihat adanya kebakaran wajib melaporkan kejadian tersebut pada mualim jaga di anjungan. Mualim jaga akan terus memantau perkembangan pemadaman kebakaran dan apabila kebakaran tersebut tidak dapat diatasi dengan alat pemadaman

portable dan dipandang perlu menggunakan peralatan pemadam

kebakaran tetap serta membutuhkan peran seluruh ABK, maka atas keputusan dan perintah nahkoda isyarat kebakaran wajib dibunyikan dengan kode suling atau bel satu pendek dan satu panjang secara terus menerus seperti berikut:

(26)

15 Setiap ABK yang mendengar isyarat kebakaran wajib melaksanakan tugasnya sesuai dengan perannya pada sijil kebakaran dan segera menuju ke tempat tugasnya untuk menunggu perintah lebih lanjut dari komandan regu pemadam.

b. Isyarat sekoci / meninggalkan kapal

Dalam keadaan darurat yang menghendaki nahkoda dan seluruh ABK harus meninggalkan kapal maka kode isyarat yang dibunyikan adalah melalui bel atau suling kapal sebanyak 7 (tujuh) tiup pendekdan diikuti satu tiup panjang secara terus menerus:

c. Isyarat orang jatuh ke laut

Dalam pelayaran sebuah kapal dapat saja terjadi orang jatuh ke laut, bila awak kapal melihat orang jatuh ke laut, maka tindakan yang harus dilakukan adalah:

1. Berteriak “Orang jatuh ke laut”.

2. Melempar pelampung penolong (lifebuoy) kearah korban. 3. Melapor ke mualim jaga.

Selanjutnya mualim jaga yang menerima laporan adanya orang jatuh ke laut dapat melakukan olah gerak kapal berputar mengikuti ketentuan “Williemson Turn” atau “Carnoevan Turn” untuk melakukan pertolongan.

Bila ternyata korban tidak dapat ditolong maka kapal yang bersangkutan wajib menaikkan bendera internasional huruf “O”. d. Isyarat bahaya lainnya

Sebuah kapal didesain dengan memperhitungkan dapat beroperasi pada kondisi normal dan kondisi darurat. Oleh sebab itu pada kapal dilengkapi juga mesin atau pesawat yang mampu beroperasi pada

(27)

16 kondisi darurat. Adapun mesin-mesin maupun pesawat yang dapat beroperasi pada kondisi darurat:

1. Emergency steering gear. 2. Emergency generator.

3. Emergency radio communication. 4. Emergency fire pump.

5. Emergency ladder. 6. Emergency buoy.

7. Emergency escape trunk.

8. Emergency alarm di kamar pendingin, cargo space, engine room

space, accommodation space.

Setiap mesin atau pesawat tersebut di atas telah ditetapkan berdasarkan ketentuan SOLAS 1974 tentang penataan dan kapasitas atau kemampuan operasi. Sebagai contoh emergency fire pump berdasarkan ketentuan wajib dipasang di luar kamar mesin dan mempunyai tekanan kerja antara 3-5 kg/cm2 dan digerakkan oleh tenaga penggerak sendiri. Sehingga dalam keadaan darurat bila pompa pemadam utama tidak beroperasi, maka alternatif lain hanya dapat menggunakan pompa pemadam darurat dengan aman di luar kamar mesin.

2.5 Tindakan dalam Keadaan Darurat

Menurut SOLAS rules [4], jalur untuk keluar, termasuk tangga dan jalan keluar, harus dilengkapi dengan cahaya atau indikator yang bisa menyala dalam gelap yang ditempatkan tidak lebih dari 0.3 meter di atas dek pada setiap titik jalur keluar termasuk sudut dan persimpangan jalan. Tanda evakuasi harus memungkinkan untuk dapat dibaca kru untuk mengidentifikasi rute keluar. 2.5.1 Sijil bahaya atau darurat

Dalam keadaan darurat atau bahaya setiap awak kapal wajib bertindak sesuai ketentuan sijil darurat, oleh sebab itu sijil darurat senantiasa dibuat dan diinformasikan pada seluruh awak kapal. Sijil

(28)

17 darurat di kapal perlu digantungkan di tempat yang strategis, sesuai, mudah dicapai, mudah dilihat dan mudah dibaca oleh seluruh pelayar dan memberikan perincian prosedur dalam keadaan darurat, seperti:

1) Tugas-tugas khusus yang harus ditanggulangi dalam keadaan darurat oleh setiap ABK.

2) Sijil darurat selain menunjukkan tugas-tugas khusus, juga tempat berkumpul (kemana setiap awak harus pergi).

3) Sijil darurat bagi setiap penumpang harus dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh pemerintah.

4) Sebelum kapal berangkat, sijil darurat harus sudah dibuat dan salinannya digantungkan di beberapa tempat yang strategis, terutama di ruang ABK.

5) Di dalam sijil darurat juga diberikan pembagian tugas yang berlainan bagi setiap ABK, misalnya:

a. Menutup pintu kedap air, katup-katup, bagian mekanis dari lubang-lubang pembuangan air di kapal dan lain-lain.

b. Perlengkapan sekoci penolong termasuk perangkat radio jinjing maupun perlengkapan lainnya.

c. Menurunkan sekoci penolong.

d. Persiapan umum alat-alat penolong / penyelamat lainnya. e. Tempat berkumpul dalam keadaan darurat bagi penumpang. f. Alat-alat pemadam kebakaran termasuk panel control kebakaran. 6) Selain itu di alam sijil darurat disebutkan tugas-tugas khusus yang

dikerjakan oleh anak buah kapal bagian CD (koki, pelayanan dll), seperti:

a. Memberikan peringatan kepada penumpang.

b. Memperhatikan apakah mereka memakai rompi renang mereka secara semestinya atau tidak.

(29)

18 d. Mengawasi gerakan dari para penumpang dan memberikan

petunjuk di gang-gang atau di tangga.

e. Memastikan bahwa persediaan selimut telah dibawa sekoci / rakit penolong.

7) Dalam hal yang menyangkut pemadaman kebakaran, sijil darurat memberikan petunjuk cara-cara yang biasanya dikerjakan dalam terjadi kebakaran, serta tugas-tugas khusus yang harus dilaksanakan dalam hubunganengan operasi pemadaman, peralatan-peralatan dan instalasi pemadam kebakaran di kapal.

8) Sijil darurat harus membedakan secara khusus semboyan-semboyan panggilan bagi ABK untuk berkumpul di sekoci penolong mereka masing-masing, di rakit penolong atau di tempat berkumpul untuk memadamkan kebakaran. Semboyan-semboyan tersebut diberikan dengan menggunakan suling kapal atau sirine, kecuali di kapal penumpang untuk pelayaran internasional jarak pendek dan di kapal barang yang panjangnya kurang dari 150 kaki (45.7 m), yang harus dilengkapi dengan semboyan-semboyan yang dijalankan secara elektronis, semua semboyan ini dibunyikan dari anjungan.

Semboyan untuk berkumpul dalam keadaan darurat terdiri dari 7 atau lebih tiup pendek yang diikuti dengan 1 tiup panjang dengan menggunakan suling kapal atau sirine dan sebagai tambahan semboyan ini, boleh dilengkapi dengan bunyi bel atau gong secara terus-menerus.

Jika semboyan ini berbunyi, itu bearti semua orang diatas kapal harus mengenakan pakaian hangat dan baju renang dan menuju ke tempat darurat mereka. ABK melakukan tugas tempat darurat mereka, sesuai dengan apa yang tertera dalam sijil darurat dan selanjutnya menunggu perintah. Setiap juru mudi dan anak buah sekoci menuju sekoci dan mengerjakan:

a. Membuka tutup sekoci, lipat dan masukan ke dalam sekoci (sekoci-sekoci kapal modern sudah tidak memakai tutup lagi tapi dibiarkan terbuka).

(30)

19 b. Dua orang di dalam sekoci masing-masing seorang di depan untuk memasang talo penahan sekoci yang berpasak (cakil) dan yang seorang di belakang untuk memasang pro sekoci.

c. Tali penahan yang berpasak tersebut dipasang sejauh mungkin ke depan tetapi sebelah dalam dari lopor sekoci dan di sebelah luar tali-tali lainnnya lalu dikencangkan.

d. Memeriksa apakah semua awak kapal dan penumpang telah memakai rompi renang dengan benar.

e. Selanjutnya siap menunggu perintah.

Untuk mampu bertindak dalam situasi darurat maka setiap awak kapal harus mengetahui dan terampil menggunakan perlengkapan keselamatan jiwa di laut dan mampu menggunakan sekoci dan peralatannya maupun cakap menggunakan peralatan pemadam kebakaran.

2.6 Lintas-lintas Penyelamatan Diri 2.6.1 Means escape

Menurut SOLAS Chapter II Yang dimaksud dengan Means Eccape adalah ketika seluruh orang yang ada di kapal dapat melarikan diri dengan selamat dan cepat ke dek embarkasi lifeboat dan liferaft, berikut adalah ketentuan-ketentuannya:

1. Harus terdapat rute untuk melarikan diri yang aman.

2. Rute melarikan diri harus dipelihara agar kondisi aman, bebas rintangan. 3. Harus ada bantuan tambahan yang tidak kalah penting yaitu Akses,

penandaan yang jelas dan desain yang memenuhi saat situasi darurat. Parameter-parameter yang diperhatikan:

a. Effective width (We)

Saat mengakomodasikan sisi tubuh dan keseimbangan, perpindahan orang saat melewati rute evakuasi jarak tubuh dari dinding dan atau

(31)

20 Tabel 2.1 Jarak tubuh dari escape route element.

Escape route element Clearence (m)

Stairways 0.15

Handrails 0.05

Public space fixed seats 0

Walls 0.20

Doors 0.15

Sumber: IMO’s Interim Guidelines

b. Clear width

Yang dimaksud dengan jarak panjang (clear width) adalah: 1. Mengukur handrail (s) untuk koridor dan tangga.

2. Lebar laluan yang actual pada pintu pada saat posisi terbuka. 3. Lebar ruang antara fixed seats dengan ruang kosong lain.

4. Jarak antara bangku yang paling mengganggu pada baris tempat duduk di tempat umum.

Berikut adalah penjelasan tentang variabel-variabel yang digunakan dalam oerhitungan.

1. Menghitung densitas (D)

Adalah kepadatan orang dalam area escape route. Satuan dari densitas adalah p/m2.

2. Kecepatan orang (V)

Ditentukan orang saat evakuasi ditentukan dari densitas dan tipe fasilitas. Dimana nilai kecepatan dan type fasilitas ada pada table 2.4. satuan dari kecepatan adalah m/s.

3. Aliran orang specific (Fs)

Jumlah orang yang dievakuasi yang melewati satu titik pada pintu exit per unit waktu per unit dari lebar efektif dari rute yang ada. Sehingga satuan dari Fs (p/ms). Nilai dari Fs

(32)

21 juga dapat dilihat pada table 2.4 berdasarkan karakteristik yang didapat dari densitas yang telah dihitung.

4. Menghitung aliran orang (Fc)

Perhitungan ini (p/s) didapat dari prediksi jumlah orang yang melalui titik tertentu pada rute penyelamatan diri per unit waktu. Fc didapatkan dari:

Fc = Fs . We ………..(2.1)

5. Menghitung aliran waktu (tF)

Total waktu yang dibutuhkan oleh N orang untuk brgerak dan melewati titik dalam sistem ….. yang didapat dengan:

tF = N/ Fc…….………(2.2)

6. tdeck dan

t

stair

(s)

Adalah waktu yang dibutuhkan orang untuk melewati dek dan tangga.

7. Waktu keseluruhan (tI)

Adalah waktu jumlah keseluruhan dari

t

F

, t

deck

dan

t

stair

.

Sehingga dapat dituliskan:

tI = tF + tdeck + tstair……….(2.3)

8. Travel time

Adalah waktu akhir yang dihitung dimana telah memasukkan safety factor, counterflow dan time over all (tI).

dan persamaanya adalah:

T = ( * + () tI...(2.4)

Dimana:

( = Safety factor = 2.0 * = Counterflow factor = 0.3 tI = Time over all

(33)

22 Tabel 2.2 Karakteristik setiap variable terhadap kondisi dan jenis fasilitas.

Type of Facility Condition Density D (p/m2) Speed of person S (m/s) Spesific Flow Fs (p/ms)

Stairs (down) Low < 1.9 1.0 0.54

Optimum 1.9 to 2.7 0.50 0.94

Moderate 2.7 to 3.2 0.28 0.77

Crush > 3.2 0.3 0.42

Stairs (up) Low < 1.9 0.8 0.43

Optimum 1.9 to 2.7 0.40 0.75 Moderate 2.7 to 3.2 0.22 0.62 Crush > 3.2 0.10 0.32 Corridors, doorways Low < 1.9 1.4 0.76 Optimum 1.9 to 2.7 0.70 1.30 Moderate 2.7 to 3.2 0.39 1.10 Crush > 3.2 0.18 0.55

Sumber: IMO’s Interim Guidelines

2.6.2 Mengetahui lintas penyelamatan diri (Escape Route)

Didalam keadaan darurat dimana kepanikan sering terjadi, maka terkadang untuk mencapai suatu tempat misalnya sekoci mengalami kesulitan. Untuk itu para pelayar atau anak buah kapal harus mengenal atau mengetahui dengan lintas penyelamatan diri (escape route), komunikasi di dalam kapal itu sendiri dan sistem alarm kamar mesin

Pada ruangan akomodasi , khusunya pada ruangan rekreasi ataupun ruang makan awak kapal atau daerah tempat berkumpulnya awak kapal dalam ruangan tertentu selalu dilengkapi dengan pintu darurat atau jendela darurat yang bertuliskan “Emergency Exit”. Setiap awak kapal wajib mengetahui dan terampil menggunakan jalan-jalan atau lintasan darurat tersebut sehinggga dalam kondisi yang tidak memungkinkan digunakannya lalu lintas dapat dimanfaatkan. Disamping itu semua awak kapal demi keselamatannya wajib memperhatikan tangga-tangga gambar yang menuntun setiap orang untuk menuju atau memasuki maupun melewati

(34)

23 laluan ataupun lorong darurat pada saat keadaan darurat, atau keteledoran hanya akan menyebabkan kerugian bagi diri sendiri. Bahkan melibatkan orang lain.

Tanda (sign) jalan menuju pintu darurat (Emergency Exit) ditandai dengan panah berwarna putih dengan papan dasar berwarna hijau. Bila ruang tersebut berada diatas sekat deck dan zona tengah utama (main

vertical zone) harus tersedia minimal 2 lintas penyelamatan diri. Dari

kamar mesin akan tersedia 2 lintas penyelamatan diri yang terbuat dari tangga baja yang terpisah 1 dengan yang lain.

2.6.3 Komunikasi intern dan sistem alarm

Dalam keadaan darurat sangatlah diperlukan komunikasi dan sistem alarm yang efisien. Untuk itu digunakan sebagai komunikasi darurat dalam meninggalkan kapal adalah isyarat bunyi (suara) dari lonceng atau sirine tau juga dapat dengan mulut. Sebagai isyarat yang digunakan adalah 7 bunyi pendek atau lebih disusul dengan 1 bunyi panjang dari suling atau sirine atau bel listrik alarm keadaan darurat lainnya seperti kebakaran, orang jatuh ke laut dan yang lainnya tidak diatur secara nasional, untuk itu biasanya tiap-tiap perusahaan menciptakan sendiri. Adapun perlengkapan keselamatan jiwa dilaut meliputi:

a) Live saving appliance

- Life boat - Life jacket - Life raft

- Bouyant apparatus - Life buoy

- Llife throwing apparatus - Life line

- Emergency signal (parachute signal, red hand flare, orange smoke

(35)

24

b) Fire fighting equipment

- Emergency fire pump, fire hydrants - Hose & nozzle

- Fire extinguishers (fixed and portable) - Smoke detector and fire detector sistem - CO2 Installation

- Sprinkler sistem - Access and crow bars

- Fireman outfits and breathing apparatus - Sand in boxes

Sedangkan latihan sekoci dan pemadam kebakaran secara individual dimaksudkan untuk menguasai bahkan memiliki segala aspek yang menyangkut karakteristik daripada penggunaan pesawat penyelamat dan pemadam kebakaran yang meliputi pengetahuan dan keterampilan tentang: 1. Boat Drill

- Alarm signal meninggalkan kapal (abandon ship).

- Lokasi penempatan life jacket dan cara pemakaian oleh awak kapal dan penumpang.

- Kesiapan kelengkapan sekoci.

- Pembagian tugas awak kapal disetiap sekoci komandan dan wakil komandan, juru motor, juru kemudi. Membuka lashing dan menutup sekoci, memasang tali air/ keliti tiller/ tali monyet/ prop, membawa selimut/ sekoci/ logbook/ kotak P3K/ mengarea sekoci/ melepas ganco/ tangga darurat/ menolong penumpang.

2. Fire Drill

- Alarm signal kebakaran di kapal.

- Pembagian tugas awak kapal terdiri dari:

- Pemimpin pemadam, membawa selang, botol api, kapak, linggis, pasir, fireman outfit, sedangkan perwira jaga, juru mudi ada di

(36)

25 anjungan, menutup pintu dan jendela kedap air, membawa logbook, instalasi CO2 , menjalankan pompa pemadam kebakaran dan alat P3K.

2.7 Simulasi

Menurut Kelton (1998), simulasi merupakan sekumpulan metode dan aplikasi yang menirukan tingkah laku dari sistem nyata dan biasanya menggunakan komputer dengan menggunakan software yang sesuai. Pada kenyataannya, simulasi dapat bersifat umum semenjak ada ide menerapkan simulasi di segala bidang, industri dan beberapa aplikasi lain. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa simulasi adalah upaya melakukan pendekatan terhadap sistem nyata menggunakan model. Dari model tersebut, dilakukan percobaan beberapa kali untuk mengetahui perilaku sistem yang sebenarnya sebagaimana dikemukakan oleh Foyd Jerome Gould dalam bukunya yang menyatakan bahwa “The basic

idea of simulation is to build and experimental device, or simulator, that will ‘actlike’ (simulate) the sistem of interest in certain important aspect in a quick cost effective manner”. (Foyd Jerome Gould, introductory Science, 1993:551)

“Ide dasar ari simulasi adalah dengan membangun alat peraga sebagai percobaan yang hampir menyerupai (simulator) dari sistem dalam mempelajari respon tiap-tiap variable dalam waktu yang lebih cepat dan dengan biaya yang lebih murah”. Peranan simulasi adalah membantu merespon adanya perubahan yang terjadi dalam suatu sistim akibat pengaruh internal maupun eksternal. Tujuan penggunaan simulasi adalah (Law, 1991) :

a. Memahami perilaku sistem.

b. Membuat teori-teori atau hipotesis dari sistem yang diamati.

c. Menggunakan teori-teori atau hipotesa tersebut untuk memperkirakan perilaku sistem yang akan datang yaitu hasil atau efek yang dihasilkan apabila terjadi perubahan-perubahan dalam sistem atau dalam teknik operasi sistem.

(37)

26 2.7.1 Simulasi dengan menggunakan software arena 5.0

Salah satu program yang cukup familiar untuk digunakan sebagai pendukung simulasi adalah arena. Software arena merupakan suatu proses merancang suatu model sistem nyata di lapangan dengan tujuan memahami perilaku sistem dan mengevaluasinya untuk meningkatkan perfomansi suatu sistem. Software ini dilengkapi dengan input analyser yang berguna untuk mengetahui distribusi dari se kelompok data. Hasil dari aplikasi ini dapat langsung digunakan dalam software.

a. Basic process arena

Merupakan modul-modul dasar yang digunakan untuk simulasi.

Template dari basic process ini dari beberpa modul, yaitu:

1. Create

Modul ini digunakan untuk mengenerate kedtangan entity kedalam simulasi.

Gambar 2.2 Modul Create (Sumber : Software Arena ) 2. Dispose

Modul ini digunakan untuk mengeluarkan entity dari sistem.

Gambar 2.3 Modul Dispose (Sumber : Software Arena )

(38)

27 Record entity statistik: digunakan ubtuk mencatat output standart dari Arena.

3. Process

Modul ini digunakan untuk memproses entity dalam simulasi.

Gambar 2.4 Modul Process (Sumber : Software Arena )

Allocation: jenis aktivitas yawajtu transfer ng terjadi pada modul ini,

terdiri dari beberapa jenis antara lain:

Value added : pada prose yang dilakukan terjadi penambahan nilai

dari material input menjadi output.

Non value added : tidak terjadi proses penambahan nilai dari

material input menjadi output (misalkan kegiatan inspeksi) Transfer : waktu transfer dari satu tempat ke tempat lain.

Wait : waktu tunggu sebelum entity melakukan aktivitas berikutnya. Other

4. Decide

Modul ini digunakan untuk menetukan keputusan dalam proses, didalamnya termasuk beberapa pilihan untuk membuat keputusan berdasarkan 1 atau beberapa pilihan.

Gambar 2.5 Modul Decide (Sumber : Software Arena )

(39)

28

Type : mengidentifikasikan apakah keputusan berdasarkan pada

kondisi dan dapat dispesifikan menjadi beberapa jenis, yaitu: 2-way : digunakan jika hanya untuk 1 kondisi benar atau salah. 2-way by chance : mendefinisikan satu atau lebih presentase. 2-way by condition : mendefinisikan satu atau lebih kondisi. N-way : digunakan untuk berapapun jumlah kondisi.

5. Batch

Modul ini digunakan untuk menggabungkan beberapa

entity/assembly.

Gambar 2.6 Modul Batch (Sumber : Software Arena ) 6. Separate

Modul ini digunakan untuk men-disassembly hasil dari modul batch, atau juga bisa diasumsikan sebagai aliran entity yang terpisah. Misal pada sistem rumah sakit pasien membawa resep dokter, maka aliran antara entity pasien dengan resep akan berbeda pada titik-titik tertentu.

Gambar 2.7 Modul Separate (Sumber : Software Arena )

(40)

29 7. Assign

Modul ini digunakan untuk memasukkan nilai baru pada variable,

entity atribute, entity type atau variable lain pada sistem.

Gambar 2.8 Modul Assign (Sumber : Software Arena ) 8. Record

Moodul ini digunakan untuk memunculkan data statistic pada model simulasi, type data statistik yang dapat dimunculkan seperti waktu antar kedatangan.

Gambar 2.9 Modul Record (Sumber : Software Arena ) 9. Hold

Modul ini digunakan untuk menahan entity hingga saat yang ditentukan. Misal pada saat penumpang kapal menunggu alarm berbunyi. Untuk menahan penumpang hingga alarm berbunyi menggunakan modul hold.

Gambar 2.10 Modul Hold (Sumber : Software Arena )

(41)

30 b. Modul pergerakan secara umum

Modul ini berfungsi dalam hal-hal yang berkaitan dengan stasiun kerja dimana entity akan diproses. Dibagi beberapa jenis, yaitu :

1. Enter

Adalah modul yang menggambarkan bahwa entity telah selesai berada dalam sistem dan baru masuk kedalam akhir sistem. Enter bukan berarti baru masuk kedalam sistem dan kemudian mengawalinya dari awal, tetapi diartikan sebagai sesuatu yang termasuk kedalam akhir sistem. Biasanya dalam menggunakan modul enter didahului oleh station, leave baru enter.

Gambar 2.11 Modul Enter (Sumber : Software Arena )

2. Leave

Adalah arah dimana entity meninggalkan proses transfer dari entity. Dalam modul ini dijelaskan bahwa leave ini adalah suatu tempat pusat entity yang mana entity akan bergerak menuju dan meninggalkannya.

Gambar 2.12 Modul Leave (Sumber : Software Arena )

(42)

31

3. Station

Modul ini menggaambarkan tempat dari seluruh aktivitas baik proses maupun pergerakan entity dalam sistem.

Gambar 2.13 Modul Station (Sumber : Software Arena )

4. Route

Modul ini digunakan untuk menentukan arah pergerakan dari entity dalam station tanpa menggunakan alat bantu seperti forklift,

conveyor dan sebagainya.

Gambar 2.14 Modul Route (Sumber : Software Arena )

5. Pick station

Modul ini digunakan untuk memilih alternative station.

Gambar 2.15 Modul Pick Station (Sumber : Software Arena )

(43)

32 2.7.2 Tampilan program arena

Setelah klik icon pada program panel, maka akan terlihat windows sambutan tiap mengawali pekerjaan dengan program arena 5.0. pada windows dari program tersebut akan terlihat panel-panel yang sebaiknya kita ketahui dan familiar terhadap icon-icon tersebut.

Gambar 2.16 Tampilan Program Arena (Sumber : Software Arena )

(44)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Menentukan Topik/ Tema Penelitian

Dalam melakukan penelitian atau dalam hal ini disebut tugas akhir, maka pada tahap awal yang harus dilakukan adalah penentuan judul. Hal ini dimasukkan dalam metode penelitian proposal agar dapat mengetahui komponen-komponen apa saja yang termasuk dalam penelitian. Sehingga dalam proses pengerjaan tugas akhir nantinya dapat mengetahui gambaran secara umum dan langkah-langkah apa yang harus diambil dalam pengerjaan tugas akhir.

3.2 Menentukan Objek Kapal

Setelah menentukan judul sebagai topik yang akan diangkat, langkah selanjutnya adalah mencari objek kapal untuk melakukan penelitian. Dalam tugas akhir ini kapal yang akan dijadikan objek penelitian adalah KM. Sinar Bintan yang berjenis kapal container.

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dimaksud disini adalah pengumpulan tentang dimensi kapal, jumlah ABK, radius pelayaran serta waktu satandar yang dibutuhkan tiap 1 langkah (feet/sec) sebagai acuan dasar menghitung salah satu output dari tugas akhir ini yaitu menghitung waktu yang dibutuhkan ABK untuk mencapai muster

station.

3.4 Pengumpulan Literatur

Dari gambaran umum yang didapat saat penentuan judul tugas akhir, maka dapat ditentukan point-point apa saja yang akan dibahas lebih lanjut. Tentu saja pembahasan tersebut tidak lepas dari literatur-literatur yang berhubungan dengan pembahasan. Sehingga dalam pemahaman bahasan akan lebih ilmiah dan mendasar.

(45)

34 3.5 Menentukan Musterstation

Berdasarkan literatur yang didapat, maka dapat menentukan muster

station yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

3.6 Membuat Lay out Rute Evakuasi

Setelah diperoleh muster station, langkah selanjutnya adalah membuat layout rute evakuasi menuju muster station.

3.7 Menghitung Waktu yang Dibutuhkan ABK ditiap Dek untuk Menuju

Musterstation

Perhitungan waktu ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai musterstaion. Jika sudah memperoleh hasil, langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan standar waktu yang diperkenankan oleh SOLAS untuk mencapai muster station. Jika memenuhi maka ke langkah selanjutnya. Jika tidak memenuhi maka kembali ke perancangan layout rute evakuasi.

3.8 Membuat Prosedur Tiap Jenis Keadaan Darurat

Prosedur dibuat berdasarkan tiap jenis keadaan darurat dengan batasan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.

(46)

35 Flowchart Ya Tidak >60 menit < 60 menit

Gambar 3. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir Mulai

Menentukan Topik / Tema

Menentukan Objek Kapal

Mengumpulkan Literatur Megumpulkan Data

Menentukan Muster station

Membuat Rute Evakuasi

Menghitung Waktu Yang Dibutuhkan ABK di tiap Dek Untuk Mencapai Musterstation

Apakah memenuhi Standar IMO?

Selesai Membuat Prosedur

(47)

36

BAB IV

ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Kapal

KM. Sinar Bintan adalah kapal container dengan kapasitas 241 Teu’s, 16 awak kapal dan rute pelayaran ke seluruh Indonesia. Adapun dimensi utama kapal adalah panjang 86 m, lebar 20 m, tinggi dek 5.7 m dan tinggi sarat kapal 4 m. Ruang akomodasi kapal terletak pada bagian depan dan kamar mesin terletak di bagian buritan kapal.

4.2 Deskripsi Sistem

Adalah salah satu tahapan yang dilakukan untuk analisa penyelamatan diri. Deskripsi sistem ini dilakukan dengan beberapa langkah. Yaitu:

1. Mengidentifikasi muster station.

muster station adalah tempat berkumpulnya para awak kapal saat kondisi

darurat . Adapun syarat-syarat pada muster station sebagai berikut: a. Di tempat terbuka (geladak cuaca).

b. Dekat dengan embarkation station. c. Mudah diakses.

d. Luasnya cukup untuk seluruh ABK berkmpul.

Sehingga pada KM. Sinar Bintan untuk muster station ditentukan di poop

deck. Yaitu di sisi starboard maupun di sisi portside dekat dengan embarkation deck dengan rincian luas masing-masing sebagai berikut:

Muster Station I : 1.9 m x 1.24 m = 2.34 m2 Muster Station II : 1.9 m x 1.24 m = 2.34 m2

. Untuk lebih jelasnya, letak muster station akan ditampilkan pada layout rute

penyelamatan diri.

2. Mengidentifikasi embarkation station

embarkation station adalah tempat pemberangkatan untuk meninggalkan

(48)

37 telah ada koordinasi. Jika semua perlengkapan ABK yang diperlukan telah siap, maka lifeboat siap di launching untuk meninggalkan kapal.

3. Mengidentifikasi escape route

Escape route telah ditentukan dengan memilih jarak terdekat dari masing-station ke muster masing-station terdekat.

4. Mengidentifikasi life saving appliance

Sesuai dengan ketentuan SOLAS, tiap kapal harus mempunyai life saving

appliance sesuai dengan kebutuhan dan jumlah yang telah ditetapkan. Untuk

perawatannya harus selalu diperhatikan. Yang berdasarkan SOLAS dengan cara inspeksi secara visual dan kelayakan tiap kapal akan melakukan perjalanan, tiap minggu juga tiap dilakukan abandon ship and fire drill. yang dilakukan tiap bulan. Dan setiap 12 bulan harus diganti. Namun jika masih bagus dan bias dipakai, maka maksimal tiap 17 bulan harus diganti. Tetapi sebaiknya sebelum 12 bulan life saving appliance diganti lebih baik.

4.3 Asumsi

Berdasarkan IMO Interim Guidelines, terdapat 9 asumsi pokok yang dilakukan agar dalam pemahaman studi kasus lebih jelas dan meminimalisir kerancuan. Dan berikut adalah beberapa asumsi yang telah ditentukan.

1. Penyelamatan diri dimulai pada saat yang sama oleh semua ABK. yaitu saat

alarm dibunyikan, terjadi Awarness..

2. Semua penyelamatan diri ABK melewati rute penyelamatan diri utama. 3. Kecepatan jalan diambil berdasarkan perhitungan densitas.

4. Semua ABK telah mengikuti BST (Basic Safety Training) dan dalam kondisi sehat.

5. Counterflow dihitung dari factor Counterflow 6. Jumlah ABK adalah 100%. Yaitu 16 orang.

7. Ketersediaan rancangan pelarian diri telah diperhatikan. 8. Semua ABK dapat bergerak tanpa ada halangan.

9. Efek dari pergerakan kapal, kemampuan melihat saat ada asap dan lain-lain telah dihitung dalam safety factor.

(49)

38 4.4 Sijil Darurat

Dibuat untuk menentukan job description masing-masing ABK agar terjadi koordinasi yang baik saat kodisi darurat terjadi. Berikut adalah sijil darurat berdasarkan buku diklat Basic Safety Training oleh Pertamina yang telah disesuaikan dengan jumlah ABK.

Tabel 4.1 Peran Saat Kondisi Darurat dan Kebakaran

No Deck Departement Engine Departement

ABK Tugas No. Urut Tugas

1 Captain Pemimpin umum di anjungan. Chief Eng Bertugas di kamar mesin.

2 Chief Off Bertugas di tempat

kejadian. 2nd Eng

Membantu Chief Eng.

3 2nd Off

Membantu Chief Off mengawasi keadaan darurat. 3rd Eng Berjaga di generator darurat/ berjaga menhidupkan CO2. 4 Markonis 1

Berjaga diruang radio kelompok selang pemadam.

Oiler 1

Berjaga pada mesin induk didalam ruang pengonrol mesin. 5 Markonis 2 Pemimpin dari kelompok selang pemadam (sebagai serang).

Oiler 2 Berjaga dipompa pemadam darurat. 6 Quarter

Master 1 Berjaga di anjungan.

Steward 1

Kelompok selang pemadam dan nozzle 7 Quarter

Master 2 Membantu 2nd Off. Steward 2

Kelompok selang pemadam dan nozzle. 8 Boatswain Kelompok selang

pemdam dan nozzle. 9 Cook

Menutup semua pintu dan lubang-lubang di

(50)

39 Tabel 4.2 Peran Saat Meninggalkan Kapal Dalam “Boat Station”

No ABK Tugas

1 Nahkoda Pemimpin Umum

2 Chief Off Bertugas memimpin sekoci

3 Chief Eng Pembantu umum, membawa surat-surat penting 4 2nd Eng Membuka tutup sekoci

5 3rd Eng Melayani mesin sekoci 6 2nd Off Membawa surat-surat penting

7 Markonis 1 Melayani perlengkapan radio dan membawa surat-surat penting

8 Markonis 2 Membuka tutup sekocidan melayani winch sekoci 9 Boatswain Melayani winch sekoci

10 Quarter Master 1 Membuka tutup sekoci dan melepas pengait sekoci, melayani painter depan

11 Quarter Master 2 Membuka tutup sekoci dan melepas pengait sekoci, melayani painter belakang

12 Oiler 1 Membuka tutup sekoci 13 Oiler 2 Membuka tutup sekoci

14 Cook Membawa surat-surat dan perbekalan 15 Steward 1 Membawa selimut dan kotak P3K 16 Steward 2 Membawa selimut dan perbekalan

4.5 Skenario Kerja

Skenario yang dimaksud adalah asumsi aktivitas kerja saat terjadi kondisi darurat yang harus meninggalkan kapal. Sedangkan aktivitas kerja dalam skenario dibagi menjadi 2. Yaitu kondisi siang dan kondisi malam. Berdasarkan IMO

Interim Guidelines, yang membedakan kondisi malam dan kondisi siang adalah

pada awarness. Jika kondisi malam, maka awarness adalah 10 menit. Sedangkan untuk siang hari, awareness adalah 5 menit. Berikut adalah skenario aktivitas kerja saat terjadi keadaan darurat. Dengan asumsi ABK berada pada tempat kerja masing-masing untuk yang bekerja dan berada pada kamar masing-masing untuk yang beristirahat.

(51)

40 Tabel 4.3 Skenario Kerja Siang Hari

Deck

Station Crew Jumlah

Wheel House Wheel House

Captain 3 Quarter Master Markonis/ Seaman Bridge - - - Boat

Quarter Master Room Quarter Master

4 Markonis/ Seaman

Room Markonis/ Seaman 2nd Eng Room 2nd Eng

2nd Off Room 2nd Officer Poop

Office Chief Officer

4 Boatswain

Steward Room Steward

Oiler Room Oiler

Main Galley Cook 2

Steward 1st Deck Eng. Room

Chief Eng.

3 3rd Eng

Oiler

Gambar

Gambar 2.1 Level Deck Departement
Gambar 2.2 Modul Create  (Sumber : Software Arena )  2.  Dispose
Gambar 2.4 Modul Process  (Sumber : Software Arena )
Gambar 2.6 Modul Batch                   (Sumber : Software Arena )  6.  Separate
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anugrah Guna Mustika Jambi, dengan menggunakan sistem berjalan saat ini, yaitu : sulitnya melakukan pencarian data dikarenakan penyimpanan data angkutan masih dalam agenda ataupun

Maka, dapat disimpulkan untuk melakukan eksperimen guna mendapatkan karakteristik nata yang tangguh maka digunakan takaran faktor dalam satu liter media nata yakni gula pasir pada

b Citra sidik jari utuh melalui proses prepocessing ini dimana terdapat beberapa penting dilakukan diantaranya : proses Grayscale dan Thresholding, pada proses grayscale ini

Pembuatan Pemetaan Location Based Service (LBS) Wisata Bengkulu Berbasis Android ini dil- akukan dengan menggunakan Eclipse Android De- veloper Tools, dimana

Perkembangan Ilmu dalam bidang Kontruksi pada masa sekarang di indonesia begitu pesat .salah satu teknologi beton yang berkembang dalam usaha pembuatan rumah tahan

Tujuan dalam penelitian ini adalah menguji aktivitas kitinolitik bakteri yang telah diisolasi dari pasir dan akar Ipomea pes caprae serta kemampuan filtrat ekstraseluler

[r]

Pakar ekonomi dan pejabat pemerintah bersikukuh bahwa sudah saatnya agroforest karet disingkirkan dan diganti dengan perkebunan monokultur menggunakan bibit unggul dengan hasil