• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Faktor Teknis dan Watak Kewirausahaan dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hubungan Faktor Teknis dan Watak Kewirausahaan dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR TEKNIS DAN WATAK

KEWIRAUSAHAAN DENGAN KESUKSESAN PETERNAK

AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PAMIJAHAN,

KABUPATEN BOGOR

RIZKY PRAYOGO RAMADHAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan Faktor Teknis dan Watak Kewirausahaan dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Rizky Prayogo Ramadhan

(4)
(5)

ABSTRAK

RIZKY PRAYOGO RAMADHAN. Analisis Hubungan Faktor Teknis dan Watak Kewirausahaan dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BURHANUDDIN.

Kecamatan Pamijahan merupakan kontributor terbesar persediaan daging ayam di Kabupaten Bogor akibat besarnya jumlah populasi ayam di kecamatan tersebut. Sebagian besar peternak menggunakan pola usaha kemitraan dalam menjalankan usahanya, sehingga diperlukan sinergitas antara perusahaan inti dengan peternak plasma untuk menunjang keberhasilan pengelolaan ayam. Perusahaan inti harus memastikan bahwa watak wirausaha yang dimiliki peternak dapat menunjang keberhasilan usaha ayam ras pedaging yang dilakukan dan berhubungan dengan kesuksesan peternak itu sendiri. Penelitian ini mencoba melihat hubungan antara faktor teknis peternakan dan watak kewirausahaan dengan kesuksesan peternak serta melihat hubungan watak wirausaha peternak dengan kinerja usahaternak ayam ras pedaging. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa faktor teknis peternakan dan watak kewirausahaan peternak memiliki hubungan dengan kesuksesan peternak ayam ras pedaging. Selain itu, watak wirausaha kepemimpinan, pengambil risiko, pengambil keputusan, dan perencana bisnis yang dimiliki peternak memengaruhi kinerja usaha ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan.

Kata kunci: kewirausahaan, kinerja usaha, peternakan ayam ras pedaging

ABSTRACT

RIZKY PRAYOGO RAMADHAN. The Relationship between Technical Factors and Entrepreneurial Characters of Broiler Farmers influencing the Success Rate in Pamijahan, Bogor. Supervised by BURHANUDDIN.

The contribution of District Pamijahan for chicken supply in Bogor is the biggest one due to the large number of chicken population. Majority of the breeders run their business using a business partnership pattern to create better value than competing individually. In this pattern, both the company and the breeders should be working cooperatively. The company should ensure that the broiler farmers have an entrepreneurial characteritics to support the successful rate of this business. This study tried to look at the relationships between technical factors and entrepreneurial characters of broiler farmers influencing the success rate. And also tried to look at the relationship between entrepreneurial characters of broiler farmers influencing the business performance of broiler poultry. The results of Rank Spearman correlation analysis show that both the technical factors and entrepreneurial characters of broiler farmers had a significant correlation with the success rate. Then, the entrepreneurial characteristics such as leadership, risk takers, decision makers, and business planners could give an impact to business performance of broiler poultry in District Pamijahan.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR TEKNIS DAN WATAK

KEWIRAUSAHAAN DENGAN KESUKSESAN PETERNAK

AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PAMIJAHAN,

KABUPATEN BOGOR

RIZKY PRAYOGO RAMADHAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Hubungan Faktor Teknis dan Watak Kewirausahaan dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

Nama : Rizky Prayogo Ramadhan NIM : H34110048

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin, MM Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah kewirausahaan, dengan judul Analisis Hubungan Faktor Teknis dan Watak Kewirausahaan dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan dan arahan selama masa penyusunan tugas akhir. Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama dan Yanti N. Muflikh, SP, M.Agribus selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si sebagai Ketua Departemen Agribisnis yang selalu memberikan semangat kepada seluruh mahasiswa, Tim Penelitian Unggulan Departemen Dr Ir Nunung Kusnadi, MS, Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribus, Ach. Firman Wahyudi, S.E., M.Si serta tim enumerator yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk terlibat dalam penelitian dan melakukan studi lapang terlebih dahulu, Camat Kecamatan Pamijahan yang telah memberikan informasi selama proses pengumpulan data. Rekan-rekan di Departemen Agribisnis Angkatan 48, Mahasiswa Sinergi Departemen Agribisnis tahun 2015, dan Forkom Alims atas keceriaan dan dukungan moril yang diberikan selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi dunia pendidikan.

Bogor, Juli 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Usahaternak Ayam Ras Pedaging 7

Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging 9

Kemitraan pada Usahaternak Ayam Ras Pedaging 16

Wirausaha Peternak 17

KERANGKA PEMIKIRAN 18

Kerangka Pemikiran Teoritis 18

Wirausaha 18

Watak Wirausaha 19

Kesuksesan Usaha 21

Kerangka Pemikiran Operasional 22

METODE PENELITIAN 24

Lokasi dan Waktu Penelitian 24

Data dan Sumber Data 24

Metode Penentuan Responden 24

Metode Pengumpulan Data 25

Metode Pengolahan Data 26

Analisis Deskriptif 27

Analisis Korelasi Rank Spearman 27

GAMBARAN UMUM 28

Deskripsi Lokasi Penelitian 28

Letak Geografis 28

Kondisi Demografi 29

(14)

Karakteristik Responden 30

Usia Responden 30

Tahun Memulai Usahaternak dan Skala Usaha 31

Pendidikan 32

Sebaran Lokasi Peternakan 32

Kepemilikan Kandang 33

Latar Belakang Usaha Peternakan 33

Watak Kewirausahaan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan

Pamijahan 34

Kinerja Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan 36 Hubungan Faktor Teknis Peternakan dengan Kesuksesan Peternak Ayam

Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan 40

Hubungan Watak Wirausaha dengan Kesuksesan Peternak Ayam Ras

Pedaging di Kecamatan Pamijahan 47

Hubungan Watak Wirausaha dengan Kinerja Usaha Peternakan Ayam

Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan 54

SIMPULAN DAN SARAN 57

Simpulan 57

Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN 62

(15)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Bogor tahun 2010-2013 3 2 Produksi daging ternak di Kabupaten Bogor tahun 2011-2013 4 3 Usia ayam, berat hidup ayam, konsumsi ransum, dan konversi ransum

ayam setiap minggunya. 11

4 Vitamin yang dibutuhkan ayam beserta kegunaan dan takarannya. 13 5 Variabel, indikator penilaian, dan landasan teori yang digunakan

dalam penelitian 25

6 Rentang skala dan kategori penilaian responden 26 7 Luas lahan Kecamatan Pamijahan berdasarkan penggunaannya tahun

2013 29

8 Sektor pekerjaan penduduk Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

tahun 2013 30

9 Jumlah responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan tahun 2015 berdasarkan usia peternak 31 10 Jumlah responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan

Pamijahan tahun 2015 berdasarkan tahun memulai usaha 31 11 Jumlah responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan

Pamijahan tahun 2015 berdasarkan skala usaha 32

12 Jumlah responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan tahun 2015 berdasarkan skala pendidikan 32 13 Desa, jumlah, dan presentase sebaran wilayah peternakan responden

di Kecamatan Pamijahan 33

14 Status kepemilikan kandang peternak ayam ras pedaging di

Kecamatan Pamijahan tahun 2015 33

15 Sumber, jumlah, dan presentase latar belakang pengetahuan terhadap usaha peternakan para peternak responden di Kecamatan Pamijahan 34 16 Nilai watak kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di Kecamatan

Pamijahan 34

17 Sebaran usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan berdasarkan tingkat mortalitas pada periode produksi terkahir 37 18 Sebaran responden usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan

Pamijahan berdasarkan nilai FCR pada periode produksi terkahir 37 19 Sebaran usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan

berdasarkan tenaga kerja yang digunakan 38

20 Sebaran responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan berdasarkan omzet per periode produksi (juta rupiah) 38 21 Sebaran responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan

Pamijahan berdasarkan pertumbuhan jumlah kandang 39 22 Sebaran responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan

Pamijahan berdasarkan pertumbuhan populasi ayam yang dimiliki 39 23 Sebaran responden peternak ayam ras pedaging di Kecamatan

(16)

26 Hubungan watak kewirausahaan dengan kinerja usaha peternakan

ayam ras pedaging 55

DAFTAR GAMBAR

1 Jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2008-2013 1

2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil korelasi Rank Spearman watak kewirausahaan dengan kinerja 62 2 Hasil korelasi Rank Spearman watak kewirausahaan dengan kinerja

usaha peternakan (indikator nilai FCR) 62

3 Hasil korelasi Rank Spearman watak kewirausahaan dengan kinerja usaha peternakan (indikator efektivitas tenaga kerja) 63 4 Hasil korelasi Rank Spearman watak kewirausahaan dengan kinerja

usaha peternakan (indikator hari ayam dipanen) 63 5 Hasil korelasi Rank Spearman faktor teknis peternakan dengan

kesuksesan peternak 64

6 Hasil korelasi Rank Spearman tingkat mortalitas dengan kesuksesan

peternak 64

7 Hasil korelasi Rank Spearman nilai Food Convertion Ratio (FCR)

dengan kesuksesan peternak 64

8 Hasil korelasi Rank Spearman pemberian jumlah vaksin dengan

kesuksesan peternak 65

9 Hasil Korelasi Rank Spearman efektivitas tenaga kerja dengan

kesuksesan peternak 65

10 Hasil korelasi Rank Spearman umur ayam dipanen dengan kesuksesan

peternak 65

11 Hasil korelasi Rank Spearman watak wirausaha dengan kesuksesan

peternak 66

12 Hasil korelasi Rank Spearman watak kepemimpinan dengan

kesuksesan peternak 66

13 Hasil korelasi Rank Spearman watak pengambil risiko dengan

kesuksesan peternak 66

14 Hasil korelasi Rank Spearman watak pengambil keputusan dengan

kesuksesan peternak 67

15 Hasil korelasi Rank Spearman watak perencana bisnis dengan

kesuksesan peternak 67

16 Hasil korelasi Rank Spearman watak menggunakan waktu secara

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah administrasi II di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbesar. Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor selalu meningkat selama enam tahun terakhir terhitung sejak tahun 2008 hingga 2013. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2014), pada tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebesar 4 029 263 jiwa. Setahun kemudian jumlah penduduk Kabupaten Bogor bertambah menjadi 4 086 428 jiwa. Pada tahun 2010, jumlah penduduk di Kabupaten Bogor meningkat sebesar 16.75 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 4 771 932 jiwa. Pada tahun 2011 dan 2012, berturut-turut jumlah penduduk Kabupaten Bogor bertambah menjadi 4 857 612 jiwa dan 4 989 939 jiwa. Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Bogor berjumlah 5 202 097 jiwa. Secara lebih mendetail, data tersebut disajikan pada Gambar 1.

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2014)

Gambar 1 Jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2008-2013

Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor dari tahun 2008 hingga 2013 perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah. Salah satu bentuk keseriusan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan penduduk di wilayah Kabupaten Bogor. Pemenuhan kebutuhan pangan penduduk harus dijadikan prioritas utama oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah penduduk menunjukkan bahwa tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk menjadi semakin besar.

(18)

2

kesejahteraan penduduk karena tidak diimbangi dengan jumlah ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan para penduduk. Padahal seharusnya pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan adanya pertumbuhan secara berimbang baik di sektor pertanian maupun industri serta menaikkan permintaan secara efektif (Malthus 1798). Sehingga pertumbuhan di sektor pertanian dan industri dapat secara bersamaan meningkatkan kesejahteraan penduduk karena kebutuhan pangan penduduk dapat dipenuhi dan terciptanya lapangan pekerjaan yang secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Pertumbuhan di sektor pertanian dan industri merupakan ciri utama adanya pembangunan dalam suatu wilayah. Kegiatan pembangunan di suatu wilayah dapat dioptimalkan peranannya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk apabila dalam unsur-unsur pembangunan tersebut dilakukan suatu kombinasi baru. Menurut Schumpeter (1934) dalam Jinghan (2013), kombinasi baru dalam unsur pembangunan ini dapat dilakukan melalui suatu inovasi. Inovasi ini dapat dilakukan melalui pengenalan suatu produk baru dan perbaikan secara terus menerus sehingga proses pembangunan suatu wilayah menjadi lebih efektif.

Inovasi dalam proses pembangunan hanya dapat dilakukan oleh seorang inovator yang memiliki kemampuan untuk merancang suatu konsep baru serta dapat mengaplikasikan konsep tersebut. Kemampuan tersebut hanya akan dimiliki oleh seorang wirausaha. Wirausaha dianggap sebagai seorang pencipta kekayaan melalui inovasi yang dilakukan, menjadi pusat pertumbuhan pekerjaan dan ekonomi, serta mampu melakukan pembagian kekayaan yang bergantung pada kerja keras dan pengambilan risiko (Bygrave 1997). Alma (2007) menjelaskan bahwa wirausaha merupakan potensi pembangunan yang dapat membuka lapangan pekerjaan, sebagai generator pembangunan lingkungan, dan sebagai pejuang bangsa dalam bidang ekonomi, serta dianggap sebagai seorang pendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang atau jasa baru dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Keunggulan yang dimiliki wirausaha inilah yang seharusnya dapat dioptimalkan peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan melihat sumber daya potensial yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan sumberdaya potensial di Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai suatu keunggulan yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor. Saragih (2010) menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi suatu wilayah harus digerakkan melalui transformasi perekonomian secara gradual dari factor driven ke capital driven dan selanjutnya kepada innovation driven, sehingga keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah dapat didayagunakan menjadi keunggulan bersaing.

(19)

3 dan memiliki pertumbuhan yang positif setiap tahunnya. Pada tahun 2010, jumlah ayam ras pedaging sebesar 15 771 780. Pada tahun selanjutnya, populasi ayam ras pedaging meningkat sebesar 8.90 persen menjadi 17 175 302. Di tahun 2012, populasi ayam ras pedaging kembali meningkat sebesar 2.97 persen menjadi 17 684 762. Dan pada tahun 2013, jumlah populasi ayam ras pedaging adalah sebesar 19 783 144 atau meningkat 11.87 persen dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, pertumbuhan populasi ayam ras pedaging dari tahun 2010 hingga 2013 adalah sebesar 25.43 persen.

Tabel 1 Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Bogor tahun 2010-2013

Jenis Ternak

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2014), diolah

(20)

4

Tabel 2 Produksi daging ternak di Kabupaten Bogor tahun 2011-2013

Jenis Produksi

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2014), diolah

Besarnya populasi dan jumlah produksi daging ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor tidak terlepas dari adanya sentra-sentra produksi di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor. Menurut data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2014), terdapat lima sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Gunung Sindur, Kecamatan Parung, Kecamatan Parung Panjang, dan Kecamatan Nanggung. Pada tahun 2013, Kecamatan Pamijahan menjadi produsen daging terbesar yaitu sebanyak 16 198 116 kg, Kecamatan Gunung Sindur sebanyak 12 689 884 kg, Kecamatan Parung Panjang sebanyak 6 860 832 kg, Kecamatan Parung sebanyak 4 694 177 kg, dan Kecamatan Nanggung sebanyak 3 868 854 kg. Total produksi kelima kecamatan tersebut menyumbang 46.49 persen dari total produksi daging ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor dan menjadikan Kabupaten Bogor sebagai salah satu produsen ayam ras pedaging terbesar di Jawa Barat.

Sebagai salah satu komoditi peternakan unggulan, agribisnis ayam ras pedaging memiliki pola usaha peternakan tersendiri. Kusnadi et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat dua pola usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, yaitu pola usaha kemitraan dan pola usaha mandiri. Pola usaha kemitraan memiliki variasi mekanisme kemitraan meskipun terdapat kesamaan pola, yakni lebih cenderung mengadopsi pola inti plasma. Variasi mekanisme kemitraan ini pun akan memengaruhi skala usaha peternakan ayam ras pedaging. Subkhie (2009) menjelaskan bahwa perbedaan skala usaha peternakan antar peternak plasma tersebut kemudian akan berdampak pada perbedaan pelaksanaan manajemen pemeliharaan. Padahal, untuk mengoptimalkan hasil usahaternak ayam ras pedaging, manajemen pemeliharaan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti. Sehingga kinerja usahaternak tersebut dapat optimal dan menghasilkan ayam dengan kualitas baik.

(21)

5 tersebut. Sehingga keberhasilan usaha peternakan ayam ras pedaging tidak akan lepas dari pengaruh watak peternak itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas, agar usahaternak ayam ras pedaging dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Bogor, perusahaan inti harus dapat menilai terlebih dahulu watak peternak plasma seperti apa yang mampu menghasilkan kinerja usaha peternakan yang baik dalam pola kemitraan. Sehingga dinilai perlu untuk melakukan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara watak wirausaha seorang peternak dengan kinerja usahaternak ayam ras pedaging yang dihasilkan selama satu siklus produksi dan bagaimana hubungannya dengan kesuksesan peternak tersebut. Sehingga perusahaan inti dapat melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap watak peternak plasma sebelum melakukan pola kemitraan dengan peternak plasma tersebut. Penelitian ini dapat juga dijadikan pertimbangan bagi stakeholders terkait untuk mengembangkan peternakan ayam ras pedaging di wilayah Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah

Besarnya jumlah produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 ditunjang oleh adanya sentra-sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Gunung Sindur, Kecamatan Parung, Kecamatan Parung Panjang, dan Kecamatan Nanggung. Pada tahun 2013, Kecamatan Pamijahan menjadi produsen terbesar daging ayam ras pedaging dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu memproduksi sebesar 16 198 116 kg daging ayam dengan jumlah populasi ayam ras pedaging sebesar 3 362 000 ekor atau berkontribusi sebesar 16.99 persen terhadap produksi daging ayam di Kabupaten Bogor pada tahun tersebut.

Sebagai kontributor daging ayam di Kabupaten Bogor, pola usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan terdiri atas dua pola usaha peternakan, yaitu pola usaha kemitraan dan pola usaha mandiri. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan dan informasi dari pihak Kecamatan Pamijahan, sebagian besar peternak di Kecamatan Pamijahan menggunakan pola usaha kemitraan dalam menjalankan usahaternak ayam ras pedaging. Adapun variasi pola kemitraan yang digunakan oleh para peternak adalah sistem kontrak, sistem bagi hasil, dan sistem maklun.

Adanya variasi pola kemitraan ini akan memengaruhi skala usaha peternakan ayam ras pedaging. Perbedaan skala usaha tersebut akan menyebabkan peternak melakukan perbedaan perilaku dalam manajemen pemeliharaan ayam di kandang yang disebabkan oleh perbedaan watak wirausaha setiap petrnak dalam menjalankan usahaternak ayam ras pedaging. Perbedaan dalam manajemen pemeliharaan ini mengindikasikan bahwa tidak semua peternak menerapkan

(22)

6

pedaging. Sehingga terdapat kesamaan tolak ukur diantara para peternak ayam ras pedaging dalam menjalankan usahanya.

Perbedaan pelaksanaan manajemen pemeliharaan di kandang membuat perusahaan inti tidak dapat memastikan kualitas hasil panen para peternak plasma. Sehingga dalam mengevaluasi kegiatan usahaternak peternak plasma, perusahaan inti memerlukan beberapa indikator yang mampu menjelaskan kinerja usahaternak tersebut selama satu periode produksi. Tamalluddin (2014) menjelaskan bahwa salah satu bentuk evaluasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan inti terhadap kinerja usahaternak yang dijalankan para peternak plasma adalah melalui indeks performa (IP). Indeks performa dijadikan sebagai parameter pengukuran performa usaha dan terdiri atas tingkat mortalitas selama satu periode, tingkat Feed Convertion Ratio (FCR), dan rata-rata umur ayam saat dipanen. Rasyaf (1993) menambahkan bahwa terdapat dua variabel lagi yang biasanya dijadikan untuk melihat performa ayam selama masa perawatan di kandang, yaitu jumlah vaksin yang diberikan dan jumlah tenaga kerja dalam merawat ayam selama pemeliharaan.

Sebagai seorang yang menjalankan usaha, para peternak memikirkan tingkat keuntungan yang akan dicapai selama melakukan usahaternak ayam ras pedaging. Hal ini akan membuat para peternak berusaha sebaik mungkin selama masa pemeliharaan ayam di kandang, terutama terkait dengan manajemen peternakan ayam ras pedaging. Sikap kepemimpinan peternak di kandang, keberanian dalam mengambil risiko dan membuat keputusan, perencana bisnis peternakan, dan seberapa efektif peternak dalam menggunakan waktu menjadi variabel-variabel yang diduga dijadikan pertimbangan oleh peternak dalam melakukan pengelolaan peternakan ayam ras pedaging yang dimilikinya. Sehingga kelima watak ini diindikasikan memiliki hubungan dengan capaian kinerja usaha peternakan dan keberhasilan usaha yang dijalankannya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini:

1. Bagaimana karakteristik peternak dan kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan?

2. Bagaimana hubungan faktor teknis peternakan ayam ras pedaging dengan kesuksesan para peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan?

3. Bagaimana hubungan watak wirausaha peternak dengan kinerja usaha peternakan dan kesuksesan para peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik peternak dan kinerja usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan.

2. Menganalisis hubungan faktor teknis peternakan dengan kesuksesan peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan.

(23)

7 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis

Melatih kemampuan analisis penulis terutama terkait dengan pengaplikasian konsep-konsep ilmu pengetahuan yang sudah diterima selama kuliah dengan mengamati secara langsung fenomena yang terjadi di lapangan.

2. Bagi Perusahaan Inti

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dalam menentukan peternak yang akan dijadikan mitra perusahaan inti. Karena melalui penelitian ini dapat diketahui seberapa besar hubungan watak wirausaha peternak terhadap kinerja usahaternak yang dijalankannya.

3. Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi akademik dan bahan kajian untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji hubungan faktor teknis peternakan dan watak kewirausahaan dengan kesuksesan peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan desain penelitian dengan menggunakan tiga metode pengumpulan data, yaitu metode observasi, wawancara, dan diskusi. Responden dalam penelitian ini adalah para peternak ayam ras pedaging yang melakukan pola kemitraan dengan perusahaan inti. Faktor-faktor teknis peternakan yang dijadikan variabel dalam penelitian ini meliputi tingkat mortalitas selama satu periode, Feed Convertion Ratio (FCR), jumlah vaksin yang diberikan, penggunaan tenaga kerja, dan umur ayam saat dipanen. Sedangkan faktor watak wirausaha peternak yang dijadikan variabel dalam penelitian ini meliputi kepemimpinan, pengambil risiko, pengambil keputusan, perencana bisnis, dan menggunakan waktu secara efektif. Parameter kesuksesan usaha peternakan diukur melalui variabel keuntungan usaha peternakan, pertumbuhan jumlah populasi ternak, tingkat kesejahteraan keluarga, dan daya serap tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan korelasi Rank Spearman.

TINJAUAN PUSTAKA

Usahaternak Ayam Ras Pedaging

(24)

8

suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkan1. Salah satu jenis usaha peternakan yang dikembangkan di Indonesia adalah usahaternak ayam ras pedaging.

Gordon dan Charles (2002) dalam Andisuro (2011) menyebutkan bahwa ayam ras pedaging adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betinda dan dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus. Menurut Mughniza (2003) dalam Gustriyeni (2007), ayam ras pedaging termasuk jenis unggas disamping itik dan burung. Sedangkan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2000) dalam Gustriyeni (2007), ayam ras pedaging merupakan jenis ras unggulan yang merupakan hasil persilangan dari berbagai jenis ayam yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam ras pedaging memiliki produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan sudah dapat dipanen pada umur 5-6 minggu (Saragih 2000) dengan bobot rata-rata ayam antara 1.3–1.8 kg (Rasyaf 1993). Bahkan (Sahrei dan Shariatmadari 2007 dalam Banong dan Hakim 2011) menyebutkan bahwa pada usia 35 hari bobot badan ayam sudah dapat mencapai 2 kg. Definisi ini menunjukkan bahwa ayam ras pedaging merupakan ayam ras yang dihasilkan dari jenis ayam unggulan dan memiliki waktu pertumbuhan yang cepat sehingga mudah untuk dikembangbiakan. Sehingga menarik untuk diusahakan karena perputaran modal yang relatif cepat.

Selain berbagai keunggulan tersebut, ayam ras pedaging merupakan unggas yang memiliki kelemahan terkait dengan tingginya tingkat sensitivitas terhadap penyakit (Tamalluddin 2014). Hal ini disebabkan tingkat stress yang lebih tinggi dapat dialami oleh ayam ras pedaging sebagai kompensasi atas cepatnya tingkat pertumbuhan ayam ras pedaging. Selain itu, pelaksanaan manajemen pemeliharaan yang masih konvensional dan tidak mengikuti perkembangan yang ada menyebabkan risiko yang dihadapi untuk usaha di bidang peternakan ayam ras pedaging menjadi semakin besar. Kelemahan lainnya adalah adanya peningkatan lemak pada komponen daging ayam dan adanya tingkat kematian yang tinggi akibat adanya kelainan metabolisme (Rincon dan Lesson 2002).

Keberhasilan usahaternak ayam ras pedaging sangat dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan di kandang. Rasyaf (1993) menjelaskan bahwa faktor teknis yang memengaruhi keberhasilan usaha peternakan ayam ras pedaging adalah tingkat mortalitas ayam per periode, pakan atau ransum, obat-obatan, manajemen peternakan, tenaga kerja, dan kondisi kandang. Sedangkan Simanjuntak (2013) menjelaskan bahwa selama masa perawatan ayam, risiko produksi diindikasikan dengan adanya mortalitas pada setiap periode produksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rasyaf (1993) dan Simanjuntak (2013) keberhasilan usahaternak ayam ras pedaging terutama dapat dilihat dari keberhasilan peternak dalam meminimalisir besarnya tingkat mortalitas ayam setiap periode produksi.

1 Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan

(25)

9 Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging

Keberhasilan usahaternak ayam ras pedaging tentunya akan dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi yang dijadikan sebagai penunjang dalam kegiatan produksi ternak. Menurut Aziz (2009), faktor-faktor produksi yang digunakan dalam produksi ayam ras pedaging meliputi faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Faktor produksi tetap meliputi lahan, kandang, dan peralatan. Sedangkan faktor produksi variabel meliputi DOC, obat-obatan, vaksin, vitamin, sekam, air, listrik, bahan bakar untuk pemanas, dan tenaga kerja.

Sedangkan menurut Rasyaf (1993), faktor produksi ini juga dapat dinyatakan sebagai faktor teknis dalam budidaya ayam ras pedaging. Faktor teknis yang memengaruhi kesuksesan peternakan ayam ras pedaging adalah tingkat mortalitas ayam per periode, pakan atau ransum, obat-obatan, manajemen peternakan, tenaga kerja, dan kondisi kandang (Rasyaf 1993). Tamalluddin (2014) menjelaskan bahwa keberhasilan usaha ayam ras pedaging sangat bergantung pada faktor budidaya dan manajemen peternakan ayam ras pedaging. Selain itu aspek lain yang memengaruhi keberhasilan usaha ayam ras pedaging adalah kondisi industri pakan, obat ternak, perusahaan mitra, poultry shop, dan industri pengolahan daging ayam.

Sedangkan menurut Nugraha (2011) faktor produksi yang memengaruhi produksi ayam ras pedaging adalah DOC, pakan, Protect Enro, Neocamp, Doxerin Plus, vaksin, pemanas, dan tenaga kerja. Pembagian faktor produksi yang dilakukan Nugraha (2011) berbeda dengan yang dilakukan oleh Aziz (2009), dimana Nugraha (2011) memisahkan jenis obat yang digunakan dalam kegiatan produksi ayam ras pedaging sedangkan Aziz (2009) menjadikan jenis obat sebagai satu kesatuan variabel yang memengaruhi aktivitas produksi ayam ras pedaging.

Murjoko (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging meliputi bibit DOC, pakan, tenaga kerja, OVK (obat, vitamin, vaksin), pemanas gasolec, dan mortalitas. Sedangkan yang berpengaruh nyata dan positif hanya bibit DOC, OVK, pakan, dan tenaga kerja. Berbeda dengan Murjoko (2004), Ritonga (2008) menyebutkan bahwa faktor produksi yang memengaruhi keberhasilan produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah DOC, penggunaan tenaga kerja, vaksin, kandang, dan lahan.

(26)

10

Day Old Chick (DOC) dan Mortalitas Ayam

Day Old Chick (DOC) merupakan anak ayam berusia satu hari yang dihasilkan dari persilangan dari jenis-jenis ayam berkualitas tinggi. DOC merupakan bibit ayam broiler yang sangat memengaruhi kualitas dari pertumbuhan ayam broiler. Menurut Rasyaf (1993), terdapat beberapa pedoman yang sebaiknya digunakan dalam pemilihan DOC, yaitu:

1. DOC harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit bawaan. Kesehatan ini akan sangat terlihat pada masa awal DOC hidup. Apabila dalam waktu kurang dari tiga hari tingkat mortalitas sudah begitu tinggi sedangkan faktor teknis lainnya berjalan dengan baik, maka penyebab utamanya adalah karena induk yang tidak sehat.

2. DOC harus memiliki bobot yang baik yaitu tidak kurang dari 37 gram. Apabila bobot DOC relatif lebih kecil, maka penyebab utamanya adalah pada kondisi telur tetas ayam.

3. DOC yang baik memperlihatkan mata yang cerah dan bercahaya. Selain itu kondisi anak ayam yang aktif dan lincah juga merupakan ciri dari anak ayam yang berkualitas baik.

4. DOC yang baik tidak memperlihatkan cacat fisik, kaki bengkok, mata buta, atau kelainan fisik lainnya serta memiliki bulu yang halus dan kering. 5. DOC yang baik tidak memiliki lekatan tinja pada duburnya.

Apabila kualitas DOC kurang baik, maka akan menyebabkan tingginya biaya pengobatan dan vaksinasi, terjadinya inefisiensi dalam pemakaian pakan, keterlambatan pertumbuhan, dan pada akhirnya akan memengaruhi performa ayam yang di panen (Tamalluddin 2014). Indikator keberhasilan yang digunakan untuk melihat kualitas DOC yang diterima oleh para peternak adalah dengan melihat tingkat deplesi pada minggu pertama yang kurang dari 1.25% dan menurun pada minggu kedua.

Nilai deplesi pada ayam selama satu siklus produksi sangat menentukan keberhasilan dari populasi panen ayam di akhir periode. Nilai deplesi ini diperoleh berdasarkan kematian ayam (mortalitas) dan apkir ayam. Nilai mortalitas menggambarkan besarnya tingkat kematian ayam yang disebabkan oleh penyakit ataupun faktor lain. Batas maksimal kematian yang dapat ditoleransi dalam satu siklus produksi adalah sebesar 5 persen dari total populasi (Rasyaf 1993). Sedangkan pengapkiran ayam dilakukan akibat penyakit yang dialami ayam di usia muda sehingga tidak dapat dipanen serta adanya cacat yang dialami oleh ayam (Tamalluddin 2014). Sebagai salah satu indikator dalam pengukuran performa pengelolaan ayam ras pedaging di kandang, tingkat deplesi akan menentukan jumlah ayam yang dipanen serta bobot panen yang dihasilkan.

Pakan dan Feed Convertion Ratio (FCR)

(27)

11 pakan oleh ternak nantinya akan dikonversi oleh para peternak menjadi lama waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ayam.

Ransum merupakan bahan makanan yang diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis pakan yang telah dihitung nilai gizinya, seperti kebutuhan protein dan asam amino. Kedua zat ini dibutuhkan ayam ras pedaging untuk membentuk dan membangun jaringan tubuh, membentuk enzim dan bagiannya, kebutuhan reproduksi ayam, dan merupakan cadangan energi bagi ayam. Adapun bahan pakan yang biasa digunakan sebagai pembentuk ransum ayam dan mengandung asam amino serta protein adalah bekatul, dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang, bungkil kacang kedelai, tepung ikan, jagung kuning, lemak, dan minyak.

Jenis pakan dalam peternakan ayam ras pedaging dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pakan starter yang diberikan pada usia ayam 1-14 hari, kemudian pakan grower yang diberikan pada usia ayam 15-28 hari, dan pakan finisher

yang diberikan pada usia ayam diatas 28 hari. Setiap pakan yang diberikan disetiap minggunya akan sangat berpengaruh pada berat badan ayam dan pertambahan berat badan pada ayam (Rasyaf 1993). Pada Tabel 3 akan ditunjukkan tolak ukur yang menjadi pegangan dalam memberikan pakan pada ayam dan pengaruhnya terhadap berat badan dan pertambahan berat badan pada ayam.

Pada Tabel 3, diketahui bahwa setiap minggunya selalu ada penambahan jumlah pakan untuk menunjang berat badan pada ayam. Sehingga apabila saat DOC berat badan ayam sebesar 37 gram, maka dalam waktu delapan minggu beratnya berada pada kisaran 1.96 kg dan sudah siap untuk dipasarkan.

Tabel 3 Usia ayam, berat hidup ayam, konsumsi ransum, dan konversi ransum ayam setiap minggunya.

Umur (Minggu)

Berat Hidup Ayam (kg) Konsumsi

Ransum Selama

Sumber: North (1978) dalam Rasyaf (1993)

Konversi jumlah pakan yang diberikan kepada ayam ras pedaging menjadi satu kilogram daging dikenal dengan istilah Feed Convertion Ratio

(28)

12

pakan dan biaya pakan yang dibutuhkan selama periode produksi berhasil dihemat oleh peternak tersebut. Sedangkan apabila nilai FCR lebih besar dibandingkan standar yang telah ditetapkan, maka diindikasikan terjadi pemborosan pemberian pakan akibat inefisiensi dalam konversi jumlah pakan terhadap bobot ayam.

Tamalluddin (2014) menjelaskan bahwa faktor yang memengaruhi besarnya nilai FCR melebihi standar yang telah ditetapkan adalah akibat tingginya tingkat stress dan tingginya tingkat deplesi yang dialami oleh ayam ras pedaging selama masa perawatan di kandang. Nilai FCR dijadikan sebagai salah satu parameter dalam menentukan kesuksesan peternak dalam pengelolaan ayam ras pedaging di kandang. Hal ini disebabkan nilai FCR mampu menunjukkan kualitas ayam yang dihasilkan saat panen dan berkaitan dengan efisiensi dalam pemberian pakan selama periode produksi.

Manajemen Peternakan

Manajemen peternakan adalah proses yang terkait dengan kemampuan peternak dalam mengelola peternakan yang dimiliki, mulai dari tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh peternak tersebut. Kemampuan mengelola ini harus dilakukan dengan baik karena berhadapan dengan dua makhluk dalam waktu yang bersamaan, yaitu ternak (dalam hal ini ayam) sebagai alat produksi yang dapat memberikan manfaat kepada peternak, serta manusia sebagai pemelihara ternak tersebut (Rasyaf 1993).

Untuk mencapai tujuan dan memberikan manfaat tersebut, baik ternak maupun manusianya harus dikelola dalam suatu sistem yang terintegrasi dengan memadukan unsur teknis dan non teknis peternakan. Sehingga diperlukan aturan main yang jelas terutama dalam melakukan pengelolaan produksi, pakan, penanggulangan penyakit, tenaga kerja, dan organisasi peternak (perusahaan mitra).

Hal terpenting dalam manajemen peternakan terletak pada saat aktivitas pemeliharaan ayam ras pedaging. Tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap penyakit, membuat pemeliharaan ayam ras pedaging tidak mudah. Tamalluddin (2014) menjelaskan bahwa titik krusial dalam aktivitas pemeliharaan ayam ras pedaging berada pada periode brooding atau 14 hari awal masa perawatan di kandang. Pada periode brooding, hampir keseluruhan ransum dialokasikan pada proses pertumbuhan sehingga ayam akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Selain itu terjadi aktivasi organ yang berhubungan dengan produktivitas ayam, perkembangan sistem kekebalan tubuh pada ayam, dan gastrointestinal.

Obat-Obatan, Vaksin, dan Vitamin

(29)

13 Seorang peternak harus memiliki pengetahuan mengenai obat yang bisa diberikan karena tidak hanya berguna untuk menanggulangi penyakit tetapi juga untuk melakukan pencegahan sejak dini serta untuk mempercepat pertumbuhan ayam. Beberapa jenis obat yang biasa digunakan oleh peternak ayam adalah untuk menangani penyakit yang disebabkan oleh Salmonella

(meliputi pengobatan untuk pullorum, tipoid, dan paratipoid), obat untuk membasmi Coccidiosis atau penyakit bercak darah (diberikan dalam campuran ransum, air minum, dan suntikan), obat jenis furaxolide yang sering digunakan oleh peternak di Indonesia, serta obat yang termasuk kelompok antibiotika (biasa digunakan untuk membasmi hampir semua penyakit dan digunakan seminggu sebelum ayam dijual).

Sedangkan vitamin merupakan komponen organik yang mempunyai peranan penting dalam metabolisme tubuh. Vitamin dapat meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap serangan penyakit dan mampu mengurangi risiko kematian ayam. Beberapa vitamin yang dibutuhkan dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 4 Vitamin yang dibutuhkan ayam beserta kegunaan dan takarannya.

Jenis Vitamin Kegunaan Takaran Pemberian Cara Memperoleh

Vitamin A Membangun daya

tahan tubuh ayam

Vaksin digunakan untuk mencegah penyakit asal virus, seperti penyakit

(30)

14

dingin dan tidak boleh terkena sinar matahari. Apabila vaksin akan langsung digunakan, maka vaksin diusahakan untuk berada di dalam termos yang telah diisi es dan segera digunakan setelah tiba di peternakan. Cara penggunaan vaksin ini harus mengikuti spesifikasi yang telah ditentukan oleh pabrik. Tetapi secara umum vaksin dapat diberikan melalui air minum, suntikan, ataupun sprayer.

Tamalluddin (2014) menjelaskan bahwa terdapat beberapa mekanisme pemberian vaksin pada peternakan ayam ras pedaging, yaitu melalui tetes mata, tetes hidung, air minum, injeksi intra muscular (daging) dan subkutan (bawah kulit), tusuk sayap, dan sprayer. Pemberian vaksin ini disesuaikan dengan kondisi peternak dan ayam ras pedaging di kandang. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan saat dilakukannya vaksinasi adalah ayam harus dalam kondisi sehat, kondisi vaksin harus baik, dilakukan saat udara sejuk (pagi atau sore menjelang malam), lakukan dengan cepat (apabila menggunakan air minum, maka ayam dipuasakan terlebih dahulu), botol vaksin bekas harus dimusnahkan, transportasi dan tempat penyimpanan vaksin harus baik, dosis yang diberikan sesuai aturan, strain vaksin disesuaikan dengan kondisi virus di kandang, pemberian vaksin harus benar, vaksinator harus terampil dalam memberikan vaksin, perlu diperhatikan reaksi pascavaksin pada ayam, serta perlunya pemberian vitamin saat sebelum dan sesudah vaksin (Tamalluddin 2014 dan Rasyaf 1993).

Banyaknya jumlah vaksin yang diberikan kepada ayam selama masa perawatan di kandang berbeda-beda antar peternak. Vaksinasi bisa saja hanya dilakukan saat breeding dengan menggunakan sprayer. Tetapi ada juga yang melakukan vaksinasi beberapa kali selama masa pemeliharaan di kandang, yaitu saat umur empat hari dengan memberikan vaksin ND tetes, antara umur 9-12 hari dilakukan pemberian vaksin gumboro atau vaksin melalui air minum, dan saat turun sekam di umur 17-19 hari diberikan vitamin dan vaksin melalui air minum (Tamalluddin 2014).

Biaya vaksin yang dibutuhkan selama masa periode disesuaikan dengan banyaknya jumlah vaksin yang diberikan, harga pelarut, harga vaksin, dan jumlah pelarut yang dibutuhkan. Sehingga para peternak dapat mengestimasi biaya per ekor yang dibutuhkan. Untuk kasus peternak dengan sistem usaha kemitraan, biaya vaksin ditetapkan oleh perusahaan inti dan dihitung dalam bagian biaya kebutuhan sapronak lainnya. Sehingga pada kasus sistem usaha kemitraan, peternak tidak memiliki kewenangan dalam penentuan biaya total yang dibutuhkan dalam vaksinasi ayam selama perawatan.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usaha peternakan ayam ras pedaging memiliki peranan sangat penting. Hal ini disebabkan para pekerja tersebut bertanggung jawab atas aktivitas peternakan selama masa perawatan. Tenaga kerja pada usaha peternakan ayam ras pedaging dikenal dengan sebutan anak kandang. Anak kandang wajib untuk tinggal di kandang selama perawatan ayam dan tidak menangani urusan lain yang tidak berhubungan dengan ayam yang dipelihara.

(31)

15 instruksi yang diberikan. Kriteria ini diperlukan karena kegiatan pemeliharaan ayam di kandang memerlukan waktu, tanggung jawab, dan kedisiplinan. Selain itu, anak kandang juga harus memerhatikan kenyamanan ayam selama masa pemeliharaan. Apabila ayam merasa nyaman selama perawatan, maka performa produksi ayam selama perawatan akan optimal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penambahan bobot ayam yang cepat, rendahnya mortalitas, dan efisiensi dalam penggunaan pakan. Sehingga akan berimplikasi terhadap keuntungan yang akan diperoleh peternak.

Besarnya tanggung jawab yang dimiliki pekerja usaha peternakan ayam ras pedaging menyebabkan para pekerja harus mampu fokus dan menjalankan tugas yang ada dengan sebaik-baiknya. Sehingga akan muncul keterbatasan dalam pengelolaan ayam yang dilakukan oleh para pekerja. Rasyaf (1993) mengatakan bahwa untuk mengoptimalkan peran tenaga kerja selama masa perawatan ayam, peternakan yang dikelola tanpa bantuan peralatan otomatis (untuk pakan dan minum) membutuhkan seorang pekerja dewasa dalam mengelola 2 000 ekor ayam ras pedaging. Sedangkan, apabila pengelolaan peternakan menggunakan peralatan otomatis, maka satu orang tenaga kerja dewasa dapat bertanggung jawab terhadap 6 000 ekor ayam ras pedaging. Selain itu, Rasyaf (1993) menambahkan perlunya sirkulasi tenaga kerja agar para pekerja dapat secara optimal merawat seluruh ayam yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi apabila peternakan yang dikelola merupakan peternakan skala kecil, maka Rasyaf (1993) dan Tamalluddin (2014) menyarankan agar pengelolaan peternakan dilakukan oleh peternak ayam ras pedaging agar pengelolaan tersebut menjadi lebih efektif dan mengurangi biaya.

Umur Panen

Umur panen ayam ras pedaging adalah pada usia 30-40 hari dengan bobot rata-rata 1.8 kg/ekor (Rasyaf 1993). Semakin cepat usia panen dengan bobot telah mencapai 1.8 kg/ekor maka hal tersebut mengindikasikan telah berhasilnya dilakukan efisiensi dalam pemberian pakan selama masa perawatan. Umur panen ayam memiliki korelasi dengan bobot ayam yang dihasilkan (Tamalluddin 2014). Pencapaian bobot badan pada umur tertentu harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Pada sistem usaha peternakan kemitraan, harga dan umur panen ditentukan terlebih dahulu secara bersama-sama antara perusahaan inti dan peternak plasma (Tamalluddin 2014). Sehingga peternak tidak memiliki kewenangan dalam menentukan umur panen ayam. Perusahaan inti biasanya dapat menunda atau mempercepat waktu pemanenan ayam berdasarkan pertimbangan keuntungan yang akan diperoleh, harga ayam di pasar, dan performa ayam selama perawatan.

(32)

16

pertumbuhan lambat, dapat segera dipanen apabila telah mancapai bobot ekonomis. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi pembekakan pada nilai FCR dan biaya perawatan lainnya (Tamalluddin 2014).

Kemitraan pada Usahaternak Ayam Ras Pedaging

Wesna (2005) membandingkan sistem usaha mandiri dan plasma dan hubungannya dengan tingkat pendapatan peternak di Parung, Kabupaten Bogor dengan menggunakan analisis profitabilitas, rentabilitas, dan SWOT. Variabel yang memengaruhi tingkat pendapatan peternak adalah pakan dan DOC, dimana sistem inti plasma memiliki mekanisme yang lebih baik dibandingkan dengan mandiri karena dapat menekan biaya pembelian pakan dan DOC melalui sistem kemitraan tersebut. Melalui analisis rentabilitas dan profitabilitas diketahui bahwa peternakan inti plasma memiliki nilai yang lebih baik dikarenakan peternakan inti plasma dalam pengelolaan biayanya memiliki tingkat efisiensi yang lebih baik.

Sedangkan Kusnadi et al. (2013) melakukan penelitian terkait pola usaha peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menunjukkan bahwa 84 persen usaha budidaya ayam broiler di Kabupaten Bogor dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan perusahaan penyedia sarana produksi peternakan dan penyedia pasar. Sedangkan sisanya melakukan usaha budidaya ayam broiler melalui pola usaha mandiri. Perbedaan antara kedua pola usaha ini menunjukkan bahwa peternak mandiri lebih efisien dalam kegiatan usaha budidaya ayam broiler dibandingkan dengan peternak mitra yang dibuktikan dari nilai efisiensi pendapatan yang lebih tinggi. Kesuksesan peternak dengan pola usaha kemitraan hanya akan tercapai ketika populasi ayam yang dimiliki lebih dari 5 000 ekor. Karena nilai total penerimaan penjualan hanya akan bisa menutupi seluruh komponen biaya yang digunakan ketika populasi ayam yang dibudidayakan lebih dari 5 000 ekor.

Bahari et al. (2012) melakukan penelitian terkait dengan pelaksanaan sistem kemitraan pada peternak ayam ras pedaging. Para peternak memilih untuk ikut serta dalam sistem kemitraan karena adanya motivasi keamanan usaha ayam ras pedaging yang dilakukan, rendahnya risiko yang akan dihadapi peternak, adanya kesempatan untuk ikut serta dalam percontohan budidaya ayam ras pedaging, tersedianya sarana produksi yang diperlukan oleh peternak, adanya informasi yang rutin diterima oleh peternak, serta adanya jaminan pemasaran. Sedangkan Murthy dan Madhuri (2013) menyatakan bahwa sistem kontrak dalam pertanian (kemitraan dalam peternakan ayam ras pedaging) memberikan dampak negatif bagi petani kecil, yaitu penentuan kontrak yang hanya menguntungkan perusahaan inti dan merugikan peternak, adanya manipulasi input, manipulasi penimbangan, dan pemberian indeks performa yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(33)

17 Sehingga kesuksesan peternakan dengan sistem kemitraan sebenarnya hanya akan tercapai apabila jumlah populasi yang dibudidayakan lebih dari 5 000 ekor. Sedangkan Bahari et al. (2012) mengatakan bahwa keuntungan dalam bermitra pada usaha ayam ras pedaging dapat membantu peternak dalam hal modal dan keterjaminan pemasaran produk, tetapi pelaksanaan itu harus diimbangi dengan

bargaining position para peternak agar tidak mudah tertipu oleh perusahaan inti dan mengalami kerugian (Murthy dan Madhuri 2013).

Wirausaha Peternak

Salah satu komponen penting dalam usaha peternakan adalah peran peternak sebagai pengelola kandang sekaligus sebagai penanggung jawab dalam usahaternak yang dijalani. Artinya peternak selalu memerhatikan berbagai kebutuhan ternak selama masa perawatan dan mampu mengandalkan kemampuannya dalam mengelola peternakan tersebut agar usahanya menghasilkan performa terbaik. Sehingga dengan adanya peran tersebut, maka peternak dapat disebut juga sebagai seorang wirausaha apabila melihat definisi wirausaha yang disampaikan oleh Pambudy (2005), yaitu wirausaha sebagai kata yang mencerminkan karakter yang tekun, giat, dan reaktif dalam berusaha dan bekerja, serta memiliki inisiatif untuk mengambil peluang dengan memperhatikan sumberdaya yang ada, mampu berdiri sendiri tanpa mengandalkan kemampuan orang lain, berani mengambil risiko tanpa putus asa, serta mampu bertindak sebagai motivator dan inovator.

Pambudy et al. (2002) melakukan penelitian mengenai hubungan perilaku wirausaha peternak dengan produktivitas kelompok peternak domba garut membagi kelompok penelitian menjadi kelompok peternak pemula, lanjutan, dan madya. Pada kelompok ini dilakukan penelitian terkait variabel pengetahuan anggota kelompok peternak domba garut, sikap mental anggota kelompok, dan keterampilan anggota kelompok terhadap produktivitas kelompok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku wirausaha peternak yang meliputi pengetahuan beternak umumnya sudah berada dalam kategori sedang kecuali kelompok pemula yang masih mempunyai pengetahuan wirausaha kategori kurang. Sikap mental wirausaha anggota kelompok menunjukkan kategori sedang dan keterampilan wirausaha masih kurang pada kelompok pemula sedangkan kelompok lainnya dapat dikategorikan berketerampilan sedang. Produktivitas kelompok kelas pemula secara keseluruhan tergolong kategori sedang, kelompok lanjutan dan madya termasuk dalam kategori baik. Untuk hubungan antara pengetahuan wirausaha peternak dengan produktivitas kelompok hanya terlihat signifikan pada kelompok kelas lanjutan, untuk sikap mental wirausaha hanya terlihat signifikan dengan produktivitas kelompok pada kelompok pemula dan madya, sedangkan hubungan keterampilan wirausaha dengan produktivitas kelompok terlihat signifikan pada kelompok pemula dan madya.

(34)

18

kategori kuat. Hal ini menunjukkan bahwa watak wirausaha peternak memiliki hubungan dengan tingkat kesuksesan yang berhasil dicapai oleh peternak.

Muatip (2008) melakukan penelitian terkait dengan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah dengan salah satu unsur yang diteliti adalah terkait dengan faktor apa saja yang berperan dalam meningkatkan produktivitas peternak. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa karakteristik peternak yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas peternak adalah kemampuan peternak mengakses informasi dan motivasi peternak dalam mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang dimiliki. Kemudian produktivitas peternak juga sangat dipengaruhi oleh kompetensi kewirausahaan yang dimiliki oleh peternak.

Ketiga penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik wirausaha, watak wirausaha, dan kompetensi wirausaha yang dimiliki oleh seorang peternak dengan kesuksesan usaha peternakan yang dijalankan. Terdapat persamaan definisi antara frasa karakteristik wirausaha dan watak wirausaha, yaitu keduanya menggambarkan sifat wirausaha yang sudah terinternalisasi pada diri wirausahawan, dalam konteks ini adalah peternak. Sedangkan kompetensi kewirausahaan lebih menjelaskan mengenai kemampuan manajerial yang dimiliki oleh peternak itu sendiri.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Wirausaha

Alma (2007) berpendapat bahwa wirausaha adalah seorang inovator, seorang individu yang bergerak dengan naluri dalam melihat peluang-peluang yang ada serta mempunya semangat, kemampuan, dan pikiran untuk menaklukan cara berpikir lamban dan malas. Seorang wirausaha juga mempunya peran untuk menemukan kombinasi-kombinasi baru yang merupakan gabungan dari pengenalan barang dan jasa baru, metode produksi baru, sumber bahan mentah baru, pasar-pasar baru, dan organisasi industri baru. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Schumpeter (1934) dalam Jinghan (2013) yang menyatakan bahwa entrepreneur adalah seorang inovator dan mampu untuk mengembangkan suatu teknologi.

Davidsson (2003) dan Kirzner (1973) dalam Burhanuddin (2014) berpendapat bahwa wirausaha memiliki perilaku kompetitif yang mendorong pasar, bukan hanya menciptakan pasar baru tetapi menciptakan inovasi baru ke dalam pasar. Sehingga mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi.

(35)

19 Pambudy (2005) mendefinisikan wirausaha sebagai kata yang mencerminkan karakter yang tekun, giat, dan reaktif dalam berusaha dan bekerja, serta memiliki inisiatif untuk mengambil peluang dengan memperhatikan sumberdaya yang ada, mampu berdiri sendiri tanpa mengandalkan kemampuan orang lain, berani mengambil risiko tanpa putus asa, serta mampu bertindak sebagai motivator dan inovator.

Watak Wirausaha

Menurut Meredith et al. (1989), ciri wirausaha yang penting adalah kondisi dimana seorang individu menawarkan produk atau jasa yang berguna kepada orang lain. Semakin besar kebutuhan seseorang akan produk atau jasa yang disediakan, maka akan semakin besar keuntungan yang akan diterima. Seorang wirausaha akan berusaha untuk memyediakan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan bekerja untuk meningkatkan tingkat hidup orang lain serta memperbaiki kehidupan mereka.

Meredith et al. (1989) menjelaskan bahwa seorang wirausaha memiliki lima watak yang melekat pada diri mereka, yaitu memiliki sikap kepemimpinan, berani mengambil risiko, pengambil keputusan, perencana bisnis, dan menggunakan waktu secara efektif.

1. Kepemimpinan

Wirausaha merupakan orang yang mampu untuk menggerakan orang lain, mengatur sumberdaya, serta mampu menentukan langkah strategis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Melalui hal tersebutlah seorang wirausaha dapat dikatakan memiliki jiwa kepemimpinan. Perilaku memimpin yang dimiliki seorang wirausaha meliputi kepemimpinan yang berorientasi tugas yang terdiri dari kemampuan menetapkan, merencanakan, dan mencapai sasaran. Ataupun kepemimpinan yang berorientasi pada orang lain yang terdiri dari kemampuan memotivasi dan membina hubungan dengan orang lain.

Sebagai seorang pemimpin, seorang wirausaha pun bertindak sekaligus sebagai motivator bagi karyawannya. Hal ini tercermin dari beberapa hal berikut, yaitu kemampuan membangun harga diri dan mengapresiasi kinerja karyawan, mampu berkomunikasi dengan baik, serta mampu mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab dalam mengambil keputusan, menerapkan tindakan, dan mencapai sasaran. Perilaku kepemimpinan ini pun harus terlihat dari kemampuan seorang wirausaha membina kontak pribadi dengan kolega, berperilaku objektif terhadap suatu permasalahan, serta menerapkan prinsip pengukuhan dengan memberi imbalan karena berperilaku baik sehingga perilaku baik tersebut dapat dilakukan lagi di kemudian hari.

2. Berani Mengambil Risiko

Wirausaha merupakan seseorang yang berani mengambil risiko dan bergairah dalam menghadapi tantangan. Hal ini disebabkan karena para wirausaha mampu memperhitungkan dengan baik berbagai risiko yang akan dihadapi. Sehingga mampu memperhitungkan upaya-upaya strategis secara sistematis yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut.

(36)

20

perilaku yang dapat membuat tantangan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Perilaku tersebut meliputi:

a. Mampu mengembangkan ide kreatif dan berinovasi dalam menjalankan ide-ide bisnis sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki kualitas lebih baik.

b. Memiliki rasa percaya diri sendiri yang cukup baik sehingga memiliki keyakinan atas kesanggupan diri sendiri dalam menyelesaikan masalah. c. Mampu menilai suatu risiko secara realistis.

d. Memiliki kesediaan untuk menggunakan seluruh kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan.

e. Bertanggung jawab atas segala langkah yang telah diputuskan.

f. Mampu mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada para staff. Sehingga seorang wirausaha memiliki waktu lebih banyak dalam menangani kegiatan yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap keberhasilan masa depan organisasi atau perusahaan.

3. Pengambil Keputusan

Kemampuan untuk membuat keputusan yang cepat dan tepat merupakan salah satu watak seorang wirausaha. Seorang wirausaha harus memiliki keyakinan untuk dapat membuat keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Keyakinan tersebut tentunya harus dipadukan dengan kreativitas dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Semakin berpengalaman dalam pengambilan keputusan, maka seorang wirausaha semakin memiliki rasa percaya diri yang besar dalam pengambilan keputusan.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan, seorang wirausaha harus terampil dalam menyelesaikannya. Berikut langkah-langkah dalam menyelesaikan permasalahan dan pedoman untuk mengambil keputusan yang tepat:

a. Kenali permasalahan secara umum

b. Temukan fakta dan identifikasi permasalahan tersebut c. Carilah penyebab permasalahan tersebut

d. Rumuskan beberapa alternatif solusi untuk masalah tersebut e. Pilihlah alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah

f. Laksanakan alternatif terbaik dan lakukan evaluasi atas pelaksanaan alternatif tersebut

4. Perencana Bisnis

Seorang wirausaha merupakan seorang perencana bisnis yang baik, karena pertumbuhan bisnis yang dilakukan akan sangat tergantung terhadap bagaimana proses perencanaan tersebut dilakukan. Perencanaan bertujuan untuk memperoleh informasi yang tepat di waktu yang tepat sehingga dapat mengambil keputusan secara tepat. Sehingga keputusan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan sasaran perusahaan.

(37)

21 dilakukan secara rutin, meliputi penyiapan laporan bulanan, monitoring

anggaran, manajemen produksi, dan pemasaran produk.

Selain itu, indikator yang digunakan dalam mengukur variabel perencana bisnis adalah kemampuan wirausaha dalam menetapkan aturan untuk setiap aktivitas bisnisnya, memiliki business plan yang baik, serta memiliki perencanaan pengembangan usaha.

5. Menggunakan Waktu Secara Efektif

Penggunaan waktu secara efektif berkaitan dengan kemampuan seorang wirausaha dalam memprioritaskan aktivitasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mendahulukan permasalahan yang dianggap penting mendahulukan penyelesaian masalah jangka pendek daripada permasalahan jangka panjang, serta mendahulukan untuk mengerjakan hal yang paling mudah diselesaikan.

Tujuan utama dalam menggunakan waktu secara efektif adalah agar seorang wirausaha memiliki kemampuan untuk meningkatkan produktivitasnya. Dengan waktu yang sedikit, seorang wirausaha dapat menyelesaikan banyak permasalahan. Hal ini dapat dilakukan melalui:

a. Mengidentifikasi tujuan-tujuan setiap harinya

h. Mempersiapkan diri untuk berbagai pekerjaan yang akan dihadapi Kesuksesan Usaha

Meredith et al. (1989) menjelaskan bahwa kesuksesan seorang wirausaha dapat terlihat dari kemampuan dalam menetapkan tujuan dari usaha yang dijalankan. Tujuan dari suatu usaha tentunya dapat ditinjau dari sisi keuangan dan non-keuangan. Kesuksesan di sisi keuangan dapat dilihat dari sejauh mana seorang wirausaha dapat mengkuantifikasi pertumbuhan usaha dan keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankannya. Dari sisi non-keuangan dapat diketahui bahwa kesuksesan usaha dapat diketahui melalui meningkatnya kesejahteraan keluarga dan orang lain, meningkatnya tingkat hidup bagi para pemakai produk, menyediakan lapangan usaha, serta mampu meningkatkan kapasitas diri dan orang lain. Hal serupa disampaikan oleh Griffin dan Ebbert (2006) yang menyatakan bahwa seorang wirausaha memiliki ciri kesuksesan yang ditandai dengan adanya pertumbuhan usaha yang dijalankan serta keinginan untuk melakukan ekspansi dan memperluas usahanya.

(38)

22

Tamalluddin (2014) menjelaskan bahwa kesuksesan usaha peternakan ayam ras pedaging dapat dilihat dari performa ayam yang dihasilkan selama masa perawatan. Kesuksesan ini secara keseluruhan dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh peternak selama satu siklus produksi. Adapun beberapa indikator dalam menentukan kesuksesan ini adalah bobot bada rata-rata ayam yang dihasilkan, nilai FCR yang dihasilkan, tingkat mortalitas, harga kontrak yang ditetapkan, serta seluruh biaya yang dibutuhkan selama satu siklus periode produksi.

Kesuksesan usaha peternakan ayam ras pedaging dapat juga dilihat melalui skala usaha yang dijalankan oleh para peternak. Kusnadi et al. (2013) menjelaskan bahwa penerimaan penjualan hanya akan bisa menutupi keseluruhan komponen biaya selama masa produksi apabila jumlah ayam yang dibudidayakan berjumlah lebih dari 5 000 ekor.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Bogor merupakan produsen ayam ras pedaging terbesar di provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 dengan populasi ayam ras pedaging sebanyak 19 783 144 ekor dengan daging yang dihasilkan pada tahun tersebut adalah sebesar 97 926 337 kg dengan pertumbuhan daging sebesar 15.08 persen. Besarnya produksi daging ayam tersebut ditunjang dengan adanya sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, dengan sentra produksi terbesar berada di Kecamatan Pamijahan menjadi produsen daging terbesar yaitu sebanyak 16 198 116 kg.

Kusnadi et al. (2013) menyatakan bahwa terdapat dua pola usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, yaitu pola usaha kemitraan dan pola usaha mandiri. Pola usaha kemitraan memiliki variasi mekanisme kemitraan meskipun terdapat kesamaan pola, yakni lebih cenderung mengadopsi pola inti plasma. Begitupula di Kecamatan Pamijahan, sebagian besar pola usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan mengikuti pola usaha kemitraan.

(39)

23 Sebagai seorang yang menjalankan usaha, para peternak memikirkan tingkat keuntungan yang akan dicapai selama melakukan usahaternak ayam ras pedaging. Hal ini akan membuat para peternak berusaha sebaik mungkin selama masa pemeliharaan ayam di kandang, terutama terkait dengan manajemen peternakan ayam ras pedaging. Sikap kepemimpinan peternak di kandang, keberanian dalam mengambil risiko dan membuat keputusan, perencana bisnis peternakan, dan seberapa efektif peternak dalam menggunakan waktu menjadi variabel-variabel yang diduga dijadikan pertimbangan oleh peternak dalam melakukan pengelolaan peternakan ayam ras pedaging yang dimilikinya. Sehingga kelima watak ini diindikasikan memiliki hubungan dengan capaian kinerja usaha peternakan dan keberhasilan usaha yang dijalankannya.

(40)

24

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan ayam yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain karena Kecamatan Pamijahan merupakan kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki produksi ayam ras pedaging terbesar selama beberapa tahun terakhir serta jumlah peternak ayam ras pedaging yang selalu tumbuh pada beberapa tahun terakhir. Kegiatan penelitian yang dilakukan di lokasi peternakan antara lain meliputi kegiatan turun lapang sebagai bentuk observasi penelitian serta kegiatan pengumpulan data untuk digunakan dalam pengolahan data. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Februari hingga Maret 2015.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui mekanisme wawancara dan observasi selama proses penelitian. Proses wawancara dilakukan kepada peternak ayam ras pedaging dengan menjadikan kuesioner sebagai panduan utama dalam menjalankan proses wawancara tersebut. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kesuksesan peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang memiliki relefansi dengan objek penelitian. Pada penelitian ini, data sekunder terdiri atas data historis mengenai ayam ras pedaging, data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, BP3K Kecamatan Pamijahan, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, jurnal peternakan, serta literatur lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Metode Penentuan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah peternak ayam ras pedaging yang berada di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling melalui pemilihan sampel secara

purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria peternak ayam ras pedaging yang ditetapkan sebagai responden adalah sebagai berikut:

Gambar

Gambar 1 Jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2008-2013
Tabel 1  Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Bogor tahun 2010-2013
Tabel 2 Produksi daging ternak di Kabupaten Bogor tahun 2011-2013
Tabel 3 Usia ayam, berat hidup ayam, konsumsi ransum, dan konversi ransum ayam setiap minggunya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) merupakan proses pengolahan limbah yang meniru/ aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/ rawa

bahwa dalam rangka membantu menyelesaikan tunggakan biaya pendidikan bagi mahasiswa reguler Program Pendidikan Pascasarjana (S2/S3), Sekolah Pascasarjana IPB yang

The  Bacillus ­specific study with the most diversity covered is by Xu

Hasil analisis dengan Anova pengaruh pemberian suplemen telur puyuh organik terhadap konsumsi pakan pada tikus putih periode laktasi menunjukkan hasil yang tidak

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta analisis data yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, dapat disimpulkan bahwa, hasil penelitian pengembangan buku ajar

1. Kebiasaan belajar siswa berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi di kelas X di SMA Negeri 12 Bandung,

Sehingga diperlukan wadah untuk mengembangkan cita-citanya (2) Peran Nyai Ahmad Dahlan terbukti dalam perjuangannya untuk mendirikan organisasi Aisyiyah yang

(3) Dalam hal tingkat prestasi kerja tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengusaha dapat mengambil tindakan kepada pekerja yang bersangkutan sesuai