• Tidak ada hasil yang ditemukan

WORKING PAPER PERANCANGAN VISUAL BUKU INTERPRETASI PUISI AFRIZAL MALNA PADA BANTAL BERASAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WORKING PAPER PERANCANGAN VISUAL BUKU INTERPRETASI PUISI AFRIZAL MALNA PADA BANTAL BERASAP"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

WORKING PAPER PERANCANGAN VISUAL

BUKU INTERPRETASI PUISI AFRIZAL

MALNA “PADA BANTAL BERASAP”

Ellena Ekarahendy

School of Design Universitas Bina Nusantara ellenaekarahendy@gmail.com

ABSTRAK

The purpose of this research is to create a visual communication design experimentation that collaborate typographic-based graphics with poetries of Afrizal Malna. The methods used in this research are:

data-collecting from reference books (literature studies and theoretical design books), online researches, and interviews. A book that features graphic compositions as visual interpretations of Afrizal Malna’s poetries is designed as the result of this research. This thesis shows the synthesis between structures of

both visual and Afrizal Malna’s poetries; which by this research, the correspondence between visual compositions that represent the poetries also happens coherently – which develops the communication

purposes of both entities.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksperimentasi desain komunikasi visual berbasis tipografi pada khususnya yang dikolaborasikan dengan puisi karya Afrizal Malna. Dengan metode penelitian antara lain: dengan mengumpulkan data dari buku referensi, pencarian data melalui jaringan internet, dan interaksi dengan narasumber. Hasil yang dicapai melalui penelitian ini adalah penciptaan sebuah buku berisi interpretasi puisi Afrizal Malna yang dihadirkan dalam struktur visual. Simpulan dari tugas akhir ini ialah terbentuknya sintesis antara struktur visual dengan struktur puisi Afrizal Malna; di mana

melalui perancangan ini, visual tidak hanya hadir sebagai representasi dari verbal (puisi) dalam hubungan korespondensi, melainkan koherensi; yakni visual dan verbal saling memadatkan unsur

komunikasi keduanya.

Kata Kunci : Puisi, Interpretasi, Grafis, Tipografi, Sintesis, Eksperimentasi

PENDAHULUAN

Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra tertua yang memiliki bentuk paling pendek dibandingkan bentuk karya sastra lainnya. Puisi memiliki struktur dan tatanan bahasanya yang khas. Secara garis besar, Herman J. Waluyo dalam Teori dan Apresiasi Puisi mendefinisikan puisi sebagai “Karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata betul terpilih agar memiliki kekuatan pengucapkan. Walaupun singkat atau padat, namun berkekuatan.”

(2)

Dalam perkembangannya, lahir beragam puisi yang dipengaruhi oleh faktor tertentu, antara lain: faktor eksternal puisi seperti kondisi sosial politik, aliran filsafat yang berkembang di masa itu, lingkup daerah dan budaya, maupun media dan teknologi; yang juga mempengaruhi faktor internal puisi seperti tema yang diangkat, penggunaan pilihan kata (diksi), perwajahan, atau secara garis besar unsur fisik dan batin puisi. Perkembangan puisi biasanya ditandai dengan kemunculan penyair yang secara signifikan menghadirkan pendekatan puisi yang baru.

Secara garis besar, sebagaimana yang dijabarkan oleh Herman J. Waluyo dalam Teori dan Apresiasi Puisi, perkembangan puisi di Indonesia dapat dilihat melalui periodisasi: Angkatan Pujangga Lama, Angkatan Sastra Melayu Lama, Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 1945, Angkatan 1950 - 1960-an, Angkatan 1966 - 1970-an, Angkatan 1980 - 1990-an, Angkatan Reformasi, dan ditambah dengan Angkatan 2000.

Para penyair di setiap angkatannya menghadirkan puisi dengan pendekatan yang beragam, seperti melalui pengungkapan isi, bagaimana puisi tersebut dibacakan/dideklamasikan, orientasi/tujuan puisi, struktur bahasa, dan perwajahan/penyajiannya. Perkembangan ini bisa dilihat, misalnya: pada transisi dari angkatan lama (Pujangga Lama dan Sastra Melayu Lama) masih sangat terikat dengan bentuk-bentuk sastra Melayu Klasik, seperti: gurindam dan hikayat ke periode Balai Pustaka yang mulai meninggalkan ikatan puisi lama. Syair pada angkatan Balai Pustaka banyak berbicara mengenai kecintaan pada negerinya dan kerinduan penyair akan kemerdekaan dengan bentuknya. Sementara pada angkatan Pujangga Baru, marak puisi-puisi yang menunjukkan relasi dengan Tuhan (Engkau, -Mu, Kau).

Lain lagi dengan Angkatan 45 yang selain menyuarakan patriotisme juga dipengaruhi oleh filsafat eksistensialisme yang meneropong batin manusia, kritik sosial, dan eksistensi sang penyair. Masalah kemasyarakatan juga menjadi pembahasaan dalam puisi angkatan 50-an, untuk mengisi kemerdekaan dengan berpaling pada diri dan masyarakat sendiri. Sementara di angkatan 60-an diwarnai dengan latar belakang warna politik bersamaan dengan lahirnya kelompok Lekra, LKN, Lesbumi, dan sebagainya; juga turut dipengaruhi oleh munculnya Manifesto Kebudayaan (1966).

Perkembangan puisi mutakhir juga terjadi pada 1970-1980-an dengan kemunculan bentuk puisi yang beragam, seperti mantra, puisi konkret dan eksperimental, puisi-puisi lugu, penggunaan kata-kata yang dianggap tabu, juga puisi pamflet. Pada angkatan Reformasi, situasi politik Indonesia mempengaruhi tema-tema dalam puisi yang muncul. Memasuki angkatan 2000, tidak hanya budaya dan kondisi sosial politik yang mempengaruhi puisi, melainkan juga perkembangan media dan teknologi, termasuk dalam pendekatan tema dan penyajiannya.

Adalah Afrizal Malna, seorang penggiat budaya, pemerhati teater, kurator seni, penyair, dan penulis yang memulai kegiatannya dalam kebudayaan sejak 1980-an, disebut oleh Korrie Layun Rampan sebagai pemimpin angkatan 2000. Afrizal Malna menjadi penyair yang menarik dalam perkembangan puisi dan budaya Indonesia secara luas. Ia bergiat dalam teater, menulis cerpen, novel, puisi, dan esai kritik dan penelitian teater serta puisi untuk perkembangan sastra dan budaya Indonesia. Sejak 1984, ada delapan belas karya tulisnya yang diterbitkan berbentuk kumpulan puisi, novel, prosa, dan kumpulan esai. Afrizal Malna juga beberapa kali menerima penghargaan dari dalam dan luar negeri seperti dari Radio Nederland Wereldomroep, Dewan Kesenian Jakarta, Harian Republika, Majalah Sastra Horison, Kompas, juga Karya Pusat Bahasa. Selain itu, beliau juga pernah diundang ke beberapa universitas di Swiss dan Hamburg untuk memberikan diskusi teater dan sastra dalam rangka pertunjukan Teater SAE yang mementaskan naskahnya. Afrizal juga pernah membaca dan lokakarya puisi di Den Haag pada 1995 dalam forum penyair Indonesia-Belanda; juga memberikan diskusi dan baca puisi di beberapa universitas di Köln, Bonn, dan Hamburg pada 1995. Pada 1996 Afrizal Malna juga mengikuti Poetry International Rotterdam mengikuti Persidangan Kesusasteraan Asia Pasifik di Kuala Lumpur pada tahun 1997. Afrizal Malna hadir dengan pendekatan puisinya yang baru yang oleh Sitok Srengenge sebagai puisi dengan “logika sungsang”. Afrizal hadir dengan puisi-puisinya yang melawan tradisi puisi dengan tanggung jawab makna, pesan, dan nilai tertentu yang diendapkan si penyair untuk direnungkan oleh pembaca. Geger Riyanto (2003) menyebut Afrizal Malna menyajikan sebuah jukstaposisi visualisasi tata bahasa atas benda-benda, atau yang disebut Asarpin sebagai sebuah pengalaman skizofernia dalam puisi. Afrizal Malna berpuisi dengan menyinestesikan inderanya. Geger Riyanto menyebut bahwa eksperimen bentuk dan kejernihan visual serta pengalaman ragawi nampak jelas dalam puisi-puisi Afrizal Malna.

(3)

Puisi-puisi Afrizal Malna lekat dengan penggambaran modern dan kehidupan urban, termasuk material dari lingkungan tersebut. Korespondensi objek-objek itulah yang menciptakan nuansa dan gaya puitiknya. Hasif Amini dalam situs Jurnal Puisi Internasional menyebutkan bahwa imaji-imaji dalam kehidupan sehari-hari, secara berdampingan ditampilkan (jukstaposisi) secara gaduh, hiruk-pikuk, hampir-hampir chaotic, kacau balau, dan semrawut. Afrizal tertarik pada menemukan hubungan antara objek dalam puisi-puisinya, mencari—dalam kata-katanya sendiri—suatu “visualisasi tata bahasa atas benda-benda” (“visual grammar of things”). Intimasi hubungan rahasia antar objek-objek tersebut memberikan banyak informasi tentang puitika Afrizal.

Puisi-puisi Afrizal Malna bisa dikatakan sebagai sebuah pendekatan puisi yang ekperimental. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Afrizal Malna berpendapat bahwa puisi bukanlah produk bahasa. Baginya, sistem bahasa yang berlaku telah menghilangkan keserentakan benda-benda dan realita yang dialaminya. Keserentakan yang dimaksud di sini berkaitan dengan bagaimana benda-benda ditangkap secara visual secara serempak oleh mata dan otak, tanpa harus melinearkannya. Hal ini didasari pandangannya terhadap puisi yang selalu berasosiasi paling dasar dengan tubuhnya, termasuk system indera dan pemahaman yang menangkap realita yang dihadapinya. Dalam Blending, kata pengantar yang ditulis Afrizal Malna untuk Tugas Akhir penulis, beliau menyatakan bahwa, “Ruang dalam puisi-puisi saya, sudah hampir merupakan ruang grafis. Memainkan cukup banyak layer-layer visual sebagai cara mengatasi dan bisa keluar dari hukum linieritas bahasa, maupun perangkap gramatika bahasa.”

Tubuh sebagai realitas utama dalam puisinya mempengaruhi juga konten yang diangkat oleh penyair yang lahir dan hidup dalam kondisi urban ini dalam puisi-puisinya. Puisi-puisi Afrizal Malna selalu berbicara mengenai urban, kota, dan resiko modernisasi. “Asosiasi-asosiasi nyaris liar ini sepintas tampak tanpa arti. Namun bacalah dengan pikiran sedang menonton film dan tiba di bagian di mana periode sekian tahun diceritakan dengan kilasan-kilasan adegan. Kejapan-kejapan puisi Afrizal, dibaca demikian, akan menyajikan sensasi terkejar-kejar dan ketidakberartian diri yang mendarah daging. Sebuah sensasi yang merangkum modernitas.” (Riyanto, 2003). M. Zamzam Fauzanafi dalam pengantarnya di buku kumpulan puisi Afrizal ‘Untuk Teman-Temanku di Atas Bahasa’ menyebut pengalaman menyelami montase-montase kasar dalam puisi Afrizal sebagai sebuah upaya untuk mengalami keber-ada-an melalui pengalamat melihat.

Oleh karena itu, puisi-puisi Afrizal Malna menjadi sebuah karya sastra yang menarik untuk dapat diolah dalam penyajiannya sebagai teks (tertulis, dilihat – puisi hadir dalam visual) untuk dapat memberikan pengalaman membaca dan menerima pesan yang lebih eksploratif dan ‘liar’.

Salah satu eksplorasi tipografi dalam teks puisi juga dikenal sebagai puisi konkret. Herman J. Waluyo (1995: 138) mencatat bahwa puisi konkret terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun 1970-an. X.J Kennedy sebagaimana dikutip oleh Waluyo menyebut puisi konkret sebagai puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut penglihatan (poems for the eyes). Darinya kita mengenal adanya bentuk grafis dari puisi, kaligrafi, dan ideogramatik yang menunjukkan pengimajian kata (word imagery) lewat bentuk grafis, yang berpotensi dibentuk oleh huruf, tanda baca, spasi, dan sebagainya. Puisi Sutardji Calzoum Bachri dikategorikan sebagai pionir penulisan puisi konkret, yang kemudian diikuti oleh penyair yang lebih muda, seperti: Hamid Jabbar, Ibrahim Sattah, Husni Jamaluddin, dan sebagainya. (Waluyo, 1995: 139).

Di periode-periode setelahnya, puisi konkret atau puisi rupa dihadirkan oleh Gendut Riyanto, seorang yang berbasis seni rupa, Danarto, dan Made Wiyanta. Baik Gendut dan Made Wiyanta melakukan apa yang dibahas Afrizal Malna dalam Sesuatu Indonesia sebagai mobilisasi media dan kepercayaan otoritas kata (verbal) yang digoyahkan hingga sejajar dengan otoritas visual dalam puisi. Hal tersebut juga menjadi sebuah gambaran akan pergeseran penalaran utama puisi arus utama di Indonesia yang didominasi oleh otoritas teks.

Menengok sejarah desain grafis Barat, ekplorasi puisi visual yang menjadi salah satu sejarah perkembangan desain grafis dunia, pada khususnya lingkup tipografi kontemporer eksperimental, dilakukan oleh penyair Futuris bernama Filippo Marinetti dengan berangkat bersama Manifesto Futuris (The Futurist Manifesto)-nya yang mengusung ‘liberation of the words’. Puisi visual / konkret menghadirkan interaksi yang simultan antara huruf sebagai teks (type as text) dengan huruf sebagai gambar (type as image). Eksperimentasi tipografi dalam puisi visual yang dilakukan oleh para tokoh tersebut mencoba menegasi tradisi menulis Barat dan mengembangkan bahasa itu sendiri. Teal Triggs

(4)

dalam Type Design: Radical Innovations and Experimentation mengatakan bahwa inovasi tipografi dalam puisi visual menghasilkan sebuah sensibilitas estetik yang baru dan sekaligus membuktikan bahwa teks dapat dibaca dan dilihat sebagai gambar (text as image) dan teks (text as text) secara simultan.

Permainan tipografi hadir bersintesis dengan kata-kata yang ia luapkan dalam sajaknya dan mendobrak bahasa tulisan sekaligus melahirkan titik baru dalam sejarah desain grafis Barat. Visual hadir sebagai puisi dan puisi hadir dalam wujud visual yang simultan sehingga memadatkan komunikasi keduanya. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Triztan Tzara dan Kurt Schwitters pada Dadaisme, puisi-puisi konkret Avant-Garde, pendekatan eksperimental Herbert Bayer (1900-85) lewat simbol fonetik per suku kata untuk menjarakkan pengejaan dengan pelafalan, atau typeface Microphone Tobias Frere-Jones yang berangkat dari hasil rekaman percakapan di jalanan Boston. (Triggs, 2003: 12).

Eksplorasi demikian dimungkinkan oleh keberadaan arsip puisi sebagai sebuah teks tertulis dalam sebuah buku dan peran tipografi yang mengikutinya yang merupakan “representasi visual dari sebuah bentuk komunikasi verbal dan merupakan properti visual yang pokok dan efektif.” (Sihombing, 2003: 58). Dalam kaitannya dengan disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual, lingkup dari tugas akhir ini adalah merancang visual yang merupakan interpretasi dari puisi-puisi Afrizal Malna yang terangkum dalam buku Pada Bantal Berasap dengan melakukan pendekatan eksplorasi tipografi. Puisi visual / puisi grafis berarti muatan puisi yang hadir dalam bentuk visual sekaligus sebuah kumpulan visual/grafis yang berpuisi, di mana transformasi form dari puisi ke dalam visual menghasilkan sintesis yang berelasi secara koheren sehingga saling melengkapi unsur komunikasi satu dengan yang lainnya.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian tugas akhir ini, adapun metode yang dilakukan yakni pengumpulan data melalui studi literasi yang bersumber dari antara lain: kajian desain yang disajikan secara online; buku kajian desain dan tipografi, seperti: Introduction to Two Dimentional Design: Understanding Form and Function (John Bowers), Type Design: Radical Innovations and Experimentation (Teal Triggs), Tipografi dalam Desain Grafis (Danton Sihombing); buku kritik sastra dan kajian puisi Indonesia, seperti: Teori dan Apresiasi Puisi (Herman J. Waluyo), Politik Sastra (Saut Situmorang), dan Sesuatu Indonesia (Afrizal Malna); arsip kritik dan kajian terhadap puisi-puisi Afrizal Malna; juga wawancara dengan narasumber seperti Afrizal Malna selaku penyair dan wawancara dengan Gunawan Maryanto, sastrawan dan penggiat budaya yang turut terlibat dalam penerbitan dan penyusunan buku Pada Bantal Berasap terbitan Omahsore. Pengumpulan data berperan dalam memahami lingkup isu yang diangkat di dalam penelitian tugas akhir ini, seperti: kepenyairan Afrizal Malna, riwayat publikasi karya-karya Afrizal Malna dan perannya dalam sastra Indonesia secara garis besar, pemahaman mengenai unsur-unsur yang membentuk puisi yang turut mempengaruhi perkembangannya dalam sastra Indonesia, dan relasinya dengan pendekatan puisi visual dari sudut desain grafis, serta pengaplikasian teori-teori desain grafis yang melandasi perancangan visual puisi-puisi Afrizal. Korespondensi dengan Afrizal Malna juga menjadi salah satu poin penting yang membantu selama proses pembacaan puisi-puisinya. Selain itu, dilakukan juga survei dengan menyebarkan kuisioner yang diikuti oleh +/- responden agar dapat memiliki gambaran mengenai faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat tugas akhir ini. Dari sana, dilakukan analisa dan strategi komunikasi dan strategi kreatif yang diterapkan dalam penyusunan buku puisi grafis sebagai hasil dari penelitian ini.

Dengan berangkat dari studi literasi yang dilakukan, ada pun strategi kreatif yang dilakukan penulis adalah dengan menentukan keywords, tone and manner, dan visual approach yang membantu penulis dalam merancang visual secara menyeluruh sintaktik. Kata kunci dalam Tugas Akhir ini adalah: tipografis, digital, puisi, eksperimental,. Tone and Manner yang menjadi pegangan adalah destruktif, puitis, eksperimental, mature but playful; dengan pendekatan visual yang menggunakan elemen-elemen huruf sebagai elemen utamanya. Hal ini diterapkan dengan penggabungan beberapa font sebagai namestyle buku dan penggunaan tanda-tanda baca serta huruf-huruf yang berdiri sendiri sebagai elemen pendukung yang mengikat mood buku.

(5)

Selain itu, dalam upaya transformasi puisi ke dalam komposisi visual, penulis juga menentukan strategi transformasi secara garis besar, yakni:

1) Pembacaan ulang puisi yang akan ditransformasikan ke dalam komposisi grafis; 2) Melakukan break down dan pencatatan kata-kata kunci di masing-masing puisi;

3) Dari kata-kata kunci atau kata-kata pokok di masing-masing puisi tersebut, melakukan brainstorming terutama untuk menangkap konteks dari konten tersebut;

4) Dari kata-kata kunci tersebut, dilakukan pendekatan melalui sketsa terkait grafis-grafis yang terkait; di mana pendekatan grafis dilakukan dengan lingkup transformasi: terjemahan harafiah maupun terjemahan dengan pendekatan majas (personifikasi, alegori, eufemis, dan lainnya) yang merangkum keseluruhan konteks maupun konten yang diangkat melalui puisi tersebut.

5) Dari alternatif-alternatif yang dibuat, dikaji lagi dengan: membaca kembali karya dan pemahaman konteks dan konten dari puisi; juga melakukan korespondensi dengan penyair.

HASIL DAN BAHASAN

Format Buku

Hasil dari penelitian ini ialah sebuah buku yang berisikan komposisi grafis yang merupakan interpretasi dari puisi-puisi Afrizal Malna. Buku tersebut hadir dalam ukuran 19 x 24 cm dengan orientasi kertas vertikal. Sampul buku menggunakan hard cover untuk menjaga ketahanan buku dan menggunakan kertas Coronado 210 gram untuk bagian isinya dengan kombinasi kertas Coronado 270 gram dan kalkir pada halaman separator sebagai materialnya.

Sistem Buku

Dalam upaya menghasilkan suatu sintesis visual antara struktur puisi dengan struktur desain komunikasi visual merupakan salah satu tujuan utama tugas akhir ini. Oleh karena itu, dilakukan penyesuaian isi buku untuk membentuk alur agar memudahkan pembaca dalam membaca dan menyusuri visual di tiap halamannya. Adapun isi buku disusun ulang menjadi tiga bagian kumpulan puisi pilihan berdasarkan tema yang diangkat, yakni:

a. Bagian 1: “Perjalanan di Kebun Belakang”, bertema hubungan personal. Berisikan puisi: Apa Kamu Masih Sekolah Jilan, 50 Tahun Usia Kuping, Ingatkan Aku Berjalan di Punggungmu, dan 4 Meter Kurang 10 Menit;

b. Bagian 2: “Pakaian Kotor di Dasar Jurang”, berisikan permainan kata yang dilakukan oleh Afrizal Malna. Berisikan puisi: Black Box, Migrasi dari Kamar Mandi, Guru & Murid Dilarang Masuk ke Dalam Sekolah yang Terbakar, dan Warisan Kita; dan

c. Bagian 3: “Pidato-Pidato dari Bantal Berasap”, yang mengangkat isu politik. Berisikan puisi: Mesin Tik Merah, Chavez untuk Rambut yang Tak Mau Disisir, Mayat Politik Ditutupi Koran Pagi, dan Babi di Jendela Mobil.

Transformasi puisi-puisi dari buku ini ke dalam visual, terutama tipografi, dilakukan dengan pendekatan yang terbagi menjadi tiga, yakni sesuai dengan pembagian isi buku: Bagian 1, Bagian 2, dan Bagian 3. Dalam eksekusi visualnya, penulis berangkat dari personaliti dan kata kunci di masing-masing babnya; di mana masing-masing puisi menghadirkan tidak hanya pendekatan konteks yang berbeda namun juga penyampaian pesan yang berlainan. Oleh karena itu, pendekatan visual yang berbeda dilakukan untuk mendukung hal tersebut berdasarkan pembagian isi buku tersebut di atas, yaitu:

(6)

- Mengangkat tema hubungan personal.

- Personaliti dan kata kunci: personal, humanis, seperti bertutur / bercerita, menunjukkan relasi manusia terutama emosi dan ketubuhan diri, cenderung lambat dan mengalun. - Pendekatan visual: mengutamakan legibility, menggunakan elemen dasar garis dan geometri

digunakan sebagai bentuk transformasi relasi dasar sebagai manusia (personal). b. Bagian 2: “Pakaian Kotor di Dasar Jurang”

- Berisi permainan kata-kata dan hampir sangat sulit untuk memahami puisinya secara harafiah.

- Personaliti dan kata kunci: playful, dinamis, meletup-letup, berpola, adanya repetisi, beritme, dan seperti berketukan (staccato)

- Pendekatan visual: mengutamakan readability dalam komposisinya untuk menghadirkan keserentakan yang dianggap telah ‘hilang’ oleh Afrizal Malna melalui kelinieran bahasa. c. Bagian 3: “Pidato-Pidato dari Bantal Berasap”

- Mengangkat tema politik.

- Personaliti dan kata kunci: adanya kecemasan, ketergesaan atau seperti degupan jantung dan helaan nafas, kekecewaan, amarah yang ditekan.

- Pendekatan visual: komposisi timpang tindih, chaos, dekonstruktif. Transformasi Puisi ke Dalam Komposisi Visual

Dalam upaya transformasi puisi ke dalam komposisi visual, secara garis besar prosesnya dapat Pembacaan  Pencatatan Kata Kunci  Pencatatan Konten dan Konteks Puisi  Studi Literasi akan Konteks dan Konten yang dimuat dalam Puisi  Sketsa Alternatif Visual dengan pivot dasar: 1). Berbasis konten / diksi dalam puisi, dengan pendekatan visual Harafiah dan Majas; dan 2). Berbasis

form, dengan melakukan analisa struktur puisi yang ‘dicerminkan’ ke dalam komposisi visual yang lebih

abstrak  Pengkajian kembali sketsa-sketsa alternatif yang dibuat dengan melakukan: 1). Pembacaan kembali puisi, 2). Pemahaman konteks dan konten melalui literasi, maupun 3). Korespondensi dengan Afrizal Malna terkait puisi yang ditransformasikan  Eksekusi komposisi visual dari sketsa terpilih. Sebagai contoh, adalah proses transformasi pada puisi berjudul Mesin Tik Merah (teks dalam lampiran). Dalam Mesin Tik Merah, penulis mencatat beberapa kata yang menjadi kunci / pokok / petunjuk mengenai puisi tersebut yang sering muncul dan mendapat penekanan. Kata-kata tersebut antara lain: ‘tuan’, ‘mesin tik’, ‘(warna) merah’, ‘hidung dan lendir’, dan ‘pasar (yang bangkrut)’. Dalam proses transformasi puisi ini, penulis melakukan pendekatan sketsa dengan berangkat dari penggunaan kata tersebut. Sehingga, pada sketsa alternatif, hadir beberapa pendekatan: visual mesin tik (yang akan diwarnai merah), visualisasi bunyi mesin tik yang beritme, komposisi bekas jentikan jari yang menekan tuts mesin tik, maupun secarik kertas berisikan puisi yang muncul dari mesin tik berwarna merah.

(7)

Kemudian, penulis melakukan pembacaan kembali teks puisi Mesin Tik Merah dan melakukan studi literasi berdasarkan kata-kata kunci yang telah penulis catat tersebut di atas. Selama studi literasi, penulis menemukan beberapa kata lain yang juga menjadi petunjuk mengenai konteks puisi, yakni: ‘lelaki berjanggut’, ‘buruh’, dan ‘massa’; yang kemudian membawa penulis pada pemahaman bahwa puisi Mesin Tik Merah erat berkaitan dengan maupun berbicara tentang Marxisme. Sehingga, memunculkan poin kunci baru yang menjadi dasar komposisi visual final, yakni: kritik satire terhadap kapitalisme (yang diwakili oleh si ‘Tuan’) dengan berlandaskan paham-paham Marxisme (buruh yang mengecat mesin tik merah; dengan ‘mesin tik merah’ yang mengarah pada penyampaian gagasan dan kritik dengan semangat ‘merah’ / pemikiran Kiri).

Dari sana, transformasi puisi Mesin Tik Merah pun dilakukan dengan ‘merangkum’ gagasan besar dari puisi tersebut. Di mana, dengan gagasan besar tersebut, hadir visual yang menggambarkan sifat memberontak, mencitrakan Marxisme atau bahkan sosok Marx (si ‘lelaki berjanggut’) itu sendiri, dan terkesan meneror. Hal tersebut dihadirkan antara lain dengan:

a) Font seperti mesin tik yang tumpang tindih; b) Gambar / ilustrasi yang ‘rusak’;

c) Penggunaan warna merah yang identik dengan simbol Marxisme, warna kuning yang bersama warna merah identik dengan bendera Komunisme, dan warna hitam sebagai kontras dalam komposisi visual;

d) Sublimasi elemen grafis yang menyimbolkan Marxisme (dan turunannya), seperti: bintang kuning di atas latar merah (seperti pada bendera negara komunis Cina), palu dan arit sebagai lambang Komunisme yang dimodifikasi menjadi huruf ‘R’ pada kata ‘BURUH’, maupun ilustrasi wajah Marx yang telah di’rusak’.

Gambar 2: Komposisi Final Visual Puisi Mesin Tik Merah

Pendekatan dan proses transformasi yang hampir serupa (berbasis konten dan penekanan konteks) juga terjadi pada puisi berjudul Chaves untuk Rambut yang Tak Mau Disisir. Ketegangan antara Hugo Chavez selaku Presiden Venezuela dengan George Bush selaku Presiden Amerika Serikat yang disampaikan dengan gaya menyindir yang kental menjadi gagasan besar puisi tersebut. Elemen utama merah, biru, dan kuning diadaptasi dari warna bendera untuk mewakili kedua negara tersebut (merah dan biru pada bendera Amerika Serikat dan kuning-merah-biru pada bendera Venezuela).

Proses transformasi dan pendekatan sintesis yang lain terjadi pada puisi Black Box yang memberikan penekanan pada permainan kata, dengan puisinya yang berbunyi:

nabi. kalau n diganti dengan b, dia menjadi babi. tidak nabi. kalau b diganti dengan n, dia menjadi nani. tidak babi. black box. kalau b diganti dengan p, dia menjadi napi. tidak nani. kalau n diganti dengan r, dia menjadi rabi. black box. tidak napi. kalau b diganti dengan s, dia menjadi nasi. kalau s diganti dengan r, dia menjadi nari. black box. tidak rabi atau nasi.

(8)

black box, sayangku. pohon kamboja itu ada 5 meter di depan kita. black box. tapi setiap kata yang kita tanam, jaraknya tak terukur. lebih jauh jarak dari musim semi dengan seekor keong yang berjalan di atas lidah kita. black box: nabi, babi, nani, napi, rabi, nasi, nari ...

aku tak tahu bagaimana kata-kata menciptakan kembali manusia seperti speaker dalam kobaran api. black box.

Pengotak-atikan konsonan pada susunan kata awal ‘nabi’ di mana huruf vocal ‘a’ dan ‘i’ tetap posisinya membangun suatu sistem tertentu dari kemisteriuan teks dan bahasa yang menjadi gagasan utama si puisi. Adapun penulis catat sistem pengotak-atikan tersebut adalah: Nabi  Babi / Nabi  Nani / Babi  Napi / Nani Rabi / Napi  Nasi  Nari / Rabi / Nasi. Dari sistem pengotak-atikan kata dan bahasa yang dilakukan Afrizal Malna di atas, brainstorming komposisi visual yang dilakukan penulis berangkat dari pendekatan untuk mencoba ‘memetakan’ secara visual pergerakan dari ‘nabi’ hingga ‘nari’.

Dalam seluruh proses transformasi yang penulis lakukan hingga tersusun buku publikasi yang menjadi Tugas Akhir penulis ini, proses transformasi di atas mengalami anomali. Penyesuaian alur proses terjadi terkait dengan puisi-puisi pilihan di masing-masing bagiannya (Bagian 1, Bagian 2, dan Bagian 3) menuntut pendekatan yang berbeda pula. Penyesuaian tersebut disebabkan oleh faktor pembacaan dan pemahaman konten dan konteks yang mempengaruhi pemilihan komposisi untuk dieksekusi.

Sistem Tipografi

Dalam buku ini, penulis mencoba melakukan juga eksperimentasi sistem tipografi dengan menggunakan lebih dari 3 jenis font dalam satu sistem komposisi. Font-font utama yang digunakan dalam buku ini adalah : Arnhem Fine Normal Italic, Arnhem SmallCaps Blond dan Blond Italic, Letter Gothic Medium dan Slanted, Lekton Italic, Mission Gothic Italic, dan Albertsthal Typewriter Regular, serta beberapa font pendukung di puisi yang berbeda, sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh puisi tersebut secara khusus. Misalnya, penggunaan Frusciante Hand dalam puisi ‘Apakah Kamu Masih Sekolah Jilan’ yang menampilkan dialog antara dua orang berbeda kepribadian, yakni Ayah (Arnhem Fine Blond Italic) dan si anak, Jilan (Frusciante Hand).

Gambar 2: Font Utama yang Digunakan

Untuk menjaga kesatuan rancangan buku, sekelompok font-font tersebut di atas penulis aplikasikan dan modifikasi sebagai namestyle buku. Selain digunakan sebagai namestyle buku, modifikasi font tersebut digunakan dalam separator di tiap bagian buku. Sistem font dalam buku ini juga dilakukan pada setiap judul puisi, yakni menggunakan Arnhem Normal Italic 14 pt.

(9)

Gambar 3: Namestyle Buku Sistem Grid

Di setiap halamannya, buku ini terbagi ke dalam dua jenis jumlah pembagian kolom, yakni Halaman dengan 5 kolom dan Halaman dengan 10 Kolom. Pembagian halaman ke dalam 5 kolom dilakukan pada halaman judul setiap puisi dan halaman teks puisi sebelum ditransformasikan ke dalam komposisi puisi grafis; di mana judul puisi selalu berada di halaman ganjil (sebelah kanan) dengan paragraf rata tengah di kolom ketiga baris keempat. Sementara, teks puisi berada di halaman genap (sebelah kiri). Pembagian halaman ke dalam 10 kolom dilakukan pada judul bagian buku pada halaman separator dan halaman isi setiap puisi. Judul halaman bagian dan halaman pertama dari setiap puisi selalu berada di halaman ganjil (sebelah kanan).

(10)

Gambar 3: Halaman dengan Grid 10 Kolom

Item Pendukung

Sebagai pendukung dari buku yang dirancang sebagai tugas akhir ini, penulis juga merancang beberapa item yang dapat mengikat mood buku secara menyeluruh sekaligus berfungsi sebagai souvenir untuk keperluan kegiatan tertentu, seperti: peluncuran buku, forum diskusi atau bedah buku, festival pembaca Indonesia, dan sejenisnya. Visual dalam item pendukung menggunakan namestyle buku, kutipan / pratinjau dari isi buku, dan kutipan dari hasil wawancara dengan Afrizal Malna tentang puisi dan kepenyairannya. Item pendukung tersebut antara lain: pembatas buku, infografik mini dalam format brosur berisi informasi mengenai Afrizal Malna, seri kartu pos, dan buku catatan (notes).

(11)

SIMPULAN DAN SARAN

Puisi-puisi Afrizal Malna yang berisikan ruang-ruang visual sebagai salah satu upayanya untuk meloloskan diri dari linieritas bahasa dan mendengarkan tubuhnya dalam mengalami realitas dihadirkan sebagai sebuah sajian tertulis yang dapat dilihat dan dibaca dengan eksplorasi visual yang telah dikembangkan, melalui upaya perancangan buku puisi grafis Pada Bantal Berasap dalam Tugas Akhir ini.

Adapun perancangan puisi grafis ini dilakukan dengan melakukan interpretasi puisi-puisi Afrizal Malna yang ditransformasikan ke dalam komposisi grafis sehingga terjadi relasi yang koheren dan simultan antara puisi dan grafis. Di mana, penelitian Tugas Akhir ini menghasilkan sebuah buku yang berisi karya kumpulan puisi Afrizal Malna yang tersaji dalam visual (komposisi grafis) sekaligus kumpulan komposisi grafis yang puitis.

Sebuah upaya transformasi media dari teks puisi ke dalam komposisi grafis sebagaimana yang dilakukan oleh penulis dalam Tugas Akhir ini menuntut sebuah upaya interpretasi yang bukan tidak mungkin memiliki resiko interpretasi yang terlalu subyektif. Oleh karena itu, pendekatan dari bidang puisi yang lebih dalam, korespondensi dengan penyair, serta eksplorasi komposisi grafis dengan dasar teori desain komunikasi visual yang lebih dalam sekiranya dapat mendukung penelitian sejenis. Sehingga, penelitian sejenis ini dapat menjadi sebuah diskursus yang sekiranya dapat berkontribusi bagi ilmu Desain Komunikasi Visual itu sendiri, sekaligus membangun sebuah ruang interaksi multi-disiplin, yang dalam lingkup penelitian tugas akhir ini, dengan Puisi (sastra).

REFERENSI

Bowers, J. (2008). Introduction to Two-Dimensional Design: Understanding Form and Function. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Acep Iwan Saidi. Imaji Visual Sajak-Sajak Afrizal Malna. Ada Sebagai Narasi. Diperoleh 21-02-2013 dari http://acepiwansaidi.com/?p=668.

Hasif Amini. 14 Februari 2011. Diperoleh 07-03-2013dari Situs Jurnal Puisi Internasional http://www.poetryinternationalweb.net/pi/site/home.

Malna, A. (2008). Teman-Temanku dari Atap Bahasa. Yogyakarta: Lafadl Pustaka. Malna, A. (2000). Sesuatu Indonesia. Jakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Museum of Modern Art. Word in Freedom : Futurism 101. MoMa.org. Diperoleh 07-03-2013 dari http://www.moma.org/interactives/exhibitions/2009/futurism.

Sihombing, D. (2001). Tipografi dalam Desain Grafis. Jakarta : Gramedia. Situmorang, S. (2009). Politik Sastra. Yogyakarta: Sic.

Triggs, T. (2003). The Typographic Experiment: Radical Innovation In Contemporary Type Design. London: Thames & Hudson Ltd.

Waluyo, H. (1987). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

RIWAYAT PENULIS

Ellena Ekarahendy lahir di Jakarta pada 9 November 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Desain Komunikasi Visual pada 2013. Saat ini bekerja sebagai desainer grafis dan ilustrator lepas yang sesekali menulis.

Gambar

Gambar 2: Komposisi Final Visual Puisi  Mesin Tik Merah
Gambar 2: Halaman dengan Grid 5 Kolom
Gambar 3: Halaman dengan Grid 10 Kolom

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya dalam Program Studi DIII Desain Komunikasi Visual, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

Adapun Tugas Akhir ini disusun guna mencapai gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi D III Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa Dan Dessain Universitas

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat menempuh ujian. akhir untuk mendapatkan gelar Ahli Madya dalam program studi

Tugas Akhir ini disusun guna mencapai gelar Ahli Madya Diploma III Program. Studi D III Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain

Pengantar Tugas Akhir ini berjudul Perancangan Kampanye Sosialisasi Limbah Elektronik Melalui Desain Komunikasi Visual.. Adapun permasalahan yang dikaji adalah: (1)

Saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul: PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI PASAR MALAM UNTUK ANAK telah dibuat untuk melengkapi persaratan menjadi Sarjana Desain Program Studi

Dengan demikian, maka dapat dirumuskan bahwa masalah yang melandasi pembuatan skripsi ini adalah bagaimana merancang desain publikasi buku informative mengenai Tari

SIMPULAN dari Tugas Akhir ini adalah melalui karya desain buku ilustrasi yang lebih menarik diharapkan masyarakat, khususnya kaum muda akan lebih tertarik dengan