• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKRANISASI CERPEN FILOSOFI KOPI DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI KE DALAM FILM FILOSOFI KOPI SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKRANISASI CERPEN FILOSOFI KOPI DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI KE DALAM FILM FILOSOFI KOPI SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

d c x c

EKRANISASI CERPEN “FILOSOFI KOPI” DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI KE DALAM FILM “FILOSOFI KOPI” SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO EFFORT CEREMINATION OF "COFFEE PHILOSOPHY" IN THE

COLLECTION OF PHILLOSOPHY CYLINDER COFFEE DEWI LESTARI WORKS TO THE "COFFEE PHILOSOPHY" SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO

Oleh: Dimas Estyaji.Universitas Negeri Yogyakarta. Dimas.Estyaji@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan transformasi dalam bentuk kategorisasi aspek penciutan, penambahan, perubahan bervariasi dan juga perubahan alur dalam ekranisasi Cerpen ke bentuk Film “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari dan Angga Dwimas Sasongko.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Cerpen “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari dan Film “Filosofi Kopi” karya sutradara Angga Dwimas Sasongko. Objek penelitian berupa transformasi alur, tokoh, dan latar. Instrumen penelitian ini adalah human instrument. Data diperoleh dengan teknik membaca, teknik menonton, dan teknik mencatat. Validitas data diperoleh dengan menggunakan validitas semantis dan validitas referensial, reliabilitas data diperoleh dengan menggunakan reliabilitas intrarater dan reliabilitas interrater.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, aspek penambahan merupakan data paling dominan dalam transformasi alur. Penambahan alur dalam film secara keseluruhan masih relevan dangan cerita yang ada dalam cerpen, hanya saja pada visualisasi dalam film dibuat lebih panjang dan menarik dengan banyaknya konflik serta penceritaan masa lalu yang dimunculkan sehingga alur dalam film tidak monoton seperti dalam cerpen. Kemunculan konflik tersebut untuk menambah esensi film sehingga penonton akan terbawa masuk dalam alur cerita. Kedua, aspek penciutan tidak terlalu dominan dalam penelitian ini. Penciutan atau pengurangan tokoh dilakukan karena alur dalam film memunculkan banyak cerita tambahan sehingga diharuskan memunculkan tokoh-tokoh tambahan. Ketiga, perubahan bervariasi yang dilakukan dalam visualisasi penggambaran tokoh dalam film secara keselurhan masih wajar dilakukan karena tidak jauh melenceng dari penggambaran dalam cerpen, hanya saja sudut pandang dari salah satu tokoh figuranlah yang sedikt berbeda. Keempat, perubahan jalan cerita atau alur dalam cerpen tidak menampilkan semua latar yang ada dalam film, begitu sebaliknya sehingga film hanya menampilkan latar-latar yang dianggap penting dan secara keseluruhan latar yang ditampilkan dalam film sudah mewakili cerita pada setiap bagian dalam film. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi adanya alur flashback dalam film yang dimaksudkan agar jalan cerita tidak membosankan.

(2)

d c x

EKRANISASI CERPEN “FILOSOFI KOPI” DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI KE DALAM FILM “FILOSOFI KOPI” SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO EFFORT CEREMINATION OF "COFFEE PHILOSOPHY" IN THE

COLLECTION OF PHILLOSOPHY CYLINDER COFFEE DEWI LESTARI WORKS TO THE "COFFEE PHILOSOPHY" SUTRADARA ANGGA DWIMAS SASONGKO

Oleh: Dimas Estyaji.Universitas Negeri Yogyakarta. Dimas.Estyaji@yahoo.com

ABSTRAK

This reseach aims to describe the transformation in the forms of categorization of reduction aspect, addition aspect, varied change and also plot change in the short story transformation to the form of the film “Filosofi Kopi” by Dewi Lestari and Angga Dwimas Sasongko.

The method of the research used in this research is descriptif qualitative. The subjects of the research are “Filosofi Kopi” short story by Dewi Lestari and the film “Filosofi Kopi” by director Angga Dwimas Sasongko. The object of this research are plot transformtion, character transformation, and setting/background transformation. The instrument of this research is human instrument. The data is obtained by reading technique, watching technique, and taking note technique. The data validity is obtained by using semantic validity and referential validity, while data reliability is obtained by using intrarater reliability and intrarater reliability.

The result of the research is described as follow. First, addition aspect is the most dominant data in the plot transformation. Plot addition in the whole film is still relevant with the story in te short story, only the visualization in the film is made longer and more interesting by numbers of conflicts also the past story that raised so the plot in the film is not monotone like the plot in the short story. The rise of the conflict adds the film essence so the audience will be brought into the plot of the story. Second, reduction aspect is not too dominant in this research. Reduction or character reduction is done because the plot in the film raises a lot of addition story, so it has to raise addition characters. Third, varied change done in the visualization of character illustration in the whole film is still normally done because it is not too far deviated from the illustration in the short story, only the point of view of an extra character that is slightly different. Fourth, the plot change in the short story does not show all of the backgrounds that exists in the film, and vice versa, so the film only shows the backgrounds that are considered as important background and all of the backgrounds showed in the film has reprensented the story of every part in the film. That causes the existence of flashback plot in the film in order to make the plot not boring.

.

(3)

69 2 A. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini begitu banyak karya sastra Indonesia yang menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah karya yang baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa segala sesuatu yang terlahir sebagai sebuah karya sastra berasal dari sebuah karya yang lain yang menjadi motivasi dan inspirasi lahirnya karya sastra, baik mempengaruhi secara langsung ataupun secara tidak langsung, misalnya cerpen dan film yang merupakan dua buah media yang berbeda. Cerpen merupakan bentuk karya sastra yang bersifat kreatif imajinatif yang mengemas persoalan kehidupan manusia secara kompleks dengan berbagai konflik dan jalan cerita yang terstruktur rapi yang dikemas melalui kata-kata yang menarik, sehingga pembaca

memperoleh pengalaman-

pengalaman baru didunia fiksi. Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Imajinasi yang dibayangkan masyarakat atau penikmat karya sastra ini mungkin berbeda dengan imajinasi sutradara atau orang- orang yang secara

langsung turun tangan dalam suatu perfilman. Transformasi dari karya sastra ke bentuk film dikenal dengan istilah ekranisasi. Eneste (1991:60- 61) mendefinisikan bahwasanya ekranisasi adalah pelayar putihan atau pemindahan atau pengangkatan novel ke film (ecran dalam bahasa Prancis yang memiliki arti layar). Namun dalam penelitian kali ini cerpen merupakan salah satu karya yang akan di analisis, bukan novel.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosiologi karya sastra. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bawasanya karya sastra sangat berpengaruh dan tidak lepas dari realita masyarakat, sebagaimana para penikmat film “Filosofi Kopi” ini terpesona dengan sebuah rutinitas peracik kopi di dalam, sedangkan ekranisasi sendiri dipilih oleh penulis dikarenakan masih sedikit para peneliti yang memfokuskan pada sebuah cerpen, kebanyakan dari sebuah penelitian menggunakan novel dalam sebuah penelitian mereka.

Hal yang melatarbelakangi pemilihan sosiologi sastra dipilih

(4)

69 sebagai pendekatan antara lain dapat dibuktikan seperti sebelum dan setelah film “Filosofi Kopi” yang di sutradarai Angga Dwimas Sasongko rilis. Adapun beberapa contoh lain misalnya dari seorang sutradara film “Filosofi Kopi” yang begitu antusias meracik naskah setelah kesuksesannya film “Filosofi Kopi” ini, kemudian sang sutradara membuat film keduanya yang masih meneruskan film pertamanya yang bertema kopi tersebut dengan judul “Filosofi Kopi 2” yang akan tanyang pada bulan Juli ini.

B. METODE PENELITIAN Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Menurut Sutrisno Hadi (1987: 66) data kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka-angka melainkan diuraikan dalam bentuk kalimat.

Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif komparatif yakni merupakan metode gabungan antara deskripsi, analisis dan juga bandingan. Dengan langkah kerja mendeskripsikan, menganalisis, dan membandingkan aspek tekstual

(5)

69 4 dengan aspek sinematografis dalam film kemudian dimunculkan ikon- ikon yang merupakan gagasan dalam cerita (melalui Ratna, 2008: 53)

Subjek penelitian ini adalah cerpen “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari yang diterbitkan oleh Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka) pada tahun 2012 dan film “Filosofi Kopi” sutradara Angga Dwimas Sasongko yang rilis tanggal 9 April 2015. Selanjutnya objek yang difokuskan yaitu mengenai proses alih wahana atau ekranisasi dari cerpen ke film yang diteliti menggunakan dampak pendekatan sosiologi karya sastra. Penelitian yang dilakukan memfokuskan pada bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah proses alih wahana karya tersebut terhadap kehidupan serta gaya hidup masyarakat. Selain itu penulis

juga mencoba untuk

membandingkan kedua karya tersebut dari segi pembaca dan juga sebagai penikmat film.

Pada penelitian ini yang menjadi sumber data yang didapatkan dalam kajian ini yaitu cerpen “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari dan film “Filosofi Kopi”. Maka

(6)

69 datanya yang terdapat cerpen berupa kata-kata, halaman, dan kutipan cerpen, sedangkan dalam film terdapat durasi dan kutipan film berupa dialog dan beberapa scene gambar yang dibutuhkan untuk melengkapi penelitian ini.

Pada tahap pengumpulan data ini yang pertama dilakukan adalah peneliti mencari sumber data yakni cerpen “Filosofi Kopi” yang berada di dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari. Dengan menggunakan teknik baca penulis memahami inti dan makna cerita pendek tersebut, kemudian penulis juga mencari film “Filosofi Kopi” yang dirilis pada tahun 2015 oleh sutradara Angga Dwimas Sasongko. Untuk objek kali ini yaitu film, penulis menggunakan teknik melihat serta mendengarkan film secara berulang-ulang. Teknik catat juga dilakukan pada objek ini bertujuan untuk memudahkan penulis memahami makna cerita dan serta unsur- unsur yang ada di dalamnya baik intrinsik maupun ekstrinsik.

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneleti sendiri (human instrument). Hal tersebut berati

(7)

69 6 penelitilah yang melekukan seluruh kegiatan mulai dari awal perencanaan yaitu mengamati kehidupan masyarakat khususnya daerah Yogyakarta, hingga laporan hasil penelitian. Data- data yang diperoleh melalui teknik membaca dan melihat berulang- ulang pada media cerpen dan melihat dan mencatat pada media film. Kemudian peneliti mulai membandingkan kedua media tersebut.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Moleong (2010:6) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif juga menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

(8)

69 diamati. Metode deskriptif, yaitu metode yang bersifat memaparkan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu.

Validitas data pada penelitian ini dicapai dengan meliputi beberapa langkah antara lain, membaca dan mencermati secara berulang-ulang untuk objek yang berupa cerpen (karya tulis), serta melihat, mendengarkan, dan mencatat untuk objek yang berupa film.Langkah- langkah tersebut bertujuan agar mencapai keabsahan data yag sah. Selain itu penulis juga berkonsultasi pada dosen pembimbing agar tercapai suatu kebenaran dalam penelitian ini. Reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas intrarater yaitu dengan cara pengamatan dan pembacaan subjek penelitian dalam cerpen “Filosofi Kopi” dan film “Filosofi Kopi” secara berulang- ulang hingga ditemukan data yang akurat dan konsisten. Menurut Endaswara (2008:165) reliabilitas selalu berdasarkan pada ketekunan pengamatan dan pencatatan. Reliabilitas intrarater dilakukan

dengan melakukan sharing dan berdiskusi dengan pihak yang sudah dipercaya yaitu alumni UNY jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu Muhamad Nur Hanif, Devi Shyviana, dan Sri Handayani.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bagian pertama akan disajikan proses ekranisasi cerpen “Filosofi Kopi” ke film “Filosofi Kopi”. Ekranisasi merupakan suatu proses pelayarputihan atau pemindahan dari satu media suatu karya menjadi karya dengan media yang berbeda. Dalam hal ini Eneste (1991:60-61) membagi perubahan yang dilakukan oleh penulis scenario dan sutradara dalam proses ekranisasi ke dalam tiga aspek, yaitu penambahan, penciutan, dan perubahan variasi.

Pertama aspek penambahan mengacu pada bagian-bagian yang semula tidak terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi”, kemudian ditambahkan oleh sutradara ke dalam film “Filosofi Kopi”.

Kedua aspek penciutan mengacu pada semua bagian-bagian yang

(9)

69 8 terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi” namun tidak ditampilkan pada film “Filosofi Kopi”.

Ketiga adalah aspek perubahan variasi yaitu adanya perubahan dari bagian-bagian yang terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi” diubah ke dalam film “Filosofi Kopi” baik dari alur/jalan cerita, tokoh, latar, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan agar penikmat film dapat mencerna makna yang terdapat pada jalan cerita didalam film tersebut.

Pada bagian berikutnya akan dibahas bagaimana jalan cerita dari kedua karya yaitu cerpen “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari dan film “Filosofi Kopi” sutradara Angga Dwimas Sasongko. Dari kedua karya tersebut akan dianalisis pada setiap bagian-bagiannya. Jalan cerita atau sering disebut alur ini kemudian dianalisis lagi menggunakanan alisis alur awal, alur tengah, dan alur akhir. 2. Pembahasan

a. Proses Penambahan dalam Cerpen dan Film “Filosofi Kopi”

Dalam hasil penelitian untuk kategori aspek penambahan terdapat

(10)

69 9 deskripsi bagian pada cerpen yang dianalisis. Kategori

aspek penambahan ini dilihat dari tidak ditampilkannya bagian-bagian dalam cerpen tersebut ke dalam film. Hal tersebut dilatar belakangi oleh media yang dianalisis yaitu cerpen dengan 15 halaman, sedangkan film dengan durasi kurang lebih 100 menit. Penulis melihat dari unsur perluasan cerita yang memungkinkan sangat signifikan terjadi, sedangkan untuk penambahan cerita

pada kenyataannya tidak sedikit yang dilakukan pada cerpen “Filosofi Kopi” ini.

Secara keseluruhan, jalan cerita dari kedua karya yaitu cerpen “Filosofi Kopi” dan film “Filosofi Kopi” tidak begitu berbeda namun tidak sedikit pula perubahan yang dilakukan dalam proses ekranisasi ini. Proses penambahan begitu terasa apabila pembaca maupun penikmat film “Filosofi Kopi” mencermati kedua karya ini.

Salah satu penambahan yang dilakukan pada cerpen Filosofi Kopi yang adalah pada pembukaan diceritakan bahwa Ben berkeliling

(11)

70 0 dunia dan berkonsultasi pada pakar- pakar ahli kopi Roma, Paris, Amsterdam, London, New York, dan Moskwa, namun kenyataan di dalam film “Filosofi Kopi” tak ada satupun adegan yang memerankan tokoh Ben berkeliling dunia dengan begitu detail. Memang, pada film “Filosofi Kopi” diceritakan bahwa Ben sempat belajar kopi diluar negeri namun tidak disebutkan negara-negara yang telah ia kunjungi. Hal tersebut terlihat dari kutipan berikut. Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponden dimana-mana demi medapatkan kopi-kopi terbaik dari selruh

nnegeri. Dia

berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma, Paris, Amsterdam, London, Newyork, bahkan Moskwa (Lestari, 2012:4). b. Proses Penciutan/Pengurangan dalam Cerpen “Filosofi Kopi” ke Film “Filosofi Kopi”

Pada kategori kedua yaitu aspek penciutan/pengurangan berjumlah 7 deskripsi adegan. Pengelompokan adegan tersebut berdasarkan topik cerita yang sama pada setiap scenenya. Kategori aspek penciutan ini dilihat dari penambahan cerita dalam film, artinya cerita tersebut merupakan cerita tambahan dimana dalam cerpen tidak terdapat cerita tersebut.

Pembahasan untuk aspek penciutan/pengurangan akan dibahas satu persatu sesuai dengan urutan data hasil penelitian dalam tabel. Salah satu contoh yang menunjukkan penciutan/pengurangan di dalam cerpen sebagai berikut.

Munculnya tokoh Cici (Tante Jody) dan Makelar penagih hutang di dalam cerita. Adegan tersebut terdapat pada bagian pembukaan film ketika Jody bersama Cicinya bertempat disebuah rumah (rumah Jody). Mereka membahas masalah hutang Ayah Jody senilai 800 juta

(12)

70 kepada Makelar. Kerumitan masalah membuat Cici merencanakan untuk menggadai/menjual perabotan rumah Jody dan kedai Filosofi Kopi, namun Jody menolak rencana Cici dengan alasan bahwa kedai Filosofi Kopi merupakan lapangan pekerjaan sekaligus rumah kedua Jody dan juga Ben. Kala itu krisis keuangan melanda kedai Filosofi Kopi. Tagihan-tagihan hutang sebesar 800 juta begitu menghantui Jody (Sasongko, 2015:03’.47”).

c. Proses Perubahan Variasi dalam Cerpen dan Film “Filosofi Kopi”

Dalam penelitian yang telah disajikan, untuk kategori aspek perubahan bervariasi berjumlah 18 variasi, baik dari sudut pandang film ataupun cerpen. Dalam cerpen maupun film “Filosofi Kopi” terdapat 9 bagian pada masing-masing karya yang mengalami perubahan bervariasi saat divisualisasikan. Kategori aspek perubahan bervariasi ini dilihat dari adanya perubahan penggambaran cerita dalam visualisasinya di dalam masing- masing karya yaitu cerpen dan film “Filosofi Kopi”. Pembahasan untuk

(13)

70 2 kategori aspek perubahan bervariasi akan dibahas satu persatu sesuai dengan urutan hasil penelitian dalam tabel.

Salah satu contoh perubahan pada pembukaan cerita (intro) di dalam cerpen maupun di dalam film “Filosofi Kopi”. Pada cerpen “Filosofi Kopi”, disajikan pembukaan cerita megenai pengalaman Ben ketika dia mencari ilmu tentang kopi di negara-negara yang mayoritas penduduknya merupakan penggila serta pakar-pakar kopi. “Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponden dimana-mana demi medapatkan kopi-kopi terbaik dari selruh nnegeri.

D ia berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma, Paris, Amsterdam, London, Newyork, bahkan Moskwa (Lestari, 2012:1).

Diceritakan juga mengenai bagaimana kedai Filosofi Kopi

(14)

70 terbentuk. Awalnya kedai kopi tersebut merupakan warung kopi biasa yang dipegang oleh Ben. Selanjutnya Jody datang untuk memberikan saham-sahamnya agar kedai kopi tersebut semakin layak untuk kebutuhan penikmat kopi. Sebelumnya, kedai Filosofi Kopi bernama kedai kopi Idealis namun seiring berjalannya waktu Ben dan Jody melalukan berbagai trobosan gar kedai kopi mereka semakin maju, dan pada akhirnya mereka merubah nama kedai tersebut menjadi kedai Filosofi Kopi (Lestari, 2012:6-7).

Berbeda halnya dengan cerita yang ada pada pembukaan di dalam film “Filosofi Kopi”. Perubahan terlihat dari visualisasi yang dipertontonkan yaitu keadaan dimana kedai Filosofi Kopi sudah bernama kedai Filosofi Kopi, ditambah dengan adanya semacam perbandingan antara kedai Filosofi Kopi tersebut denga warung kopi pak Seno (pemilik kopi Tiwus).

Di dalam pembukaan cerita pada film “Filosofi Kopi” disajikan bagaimana hiruk pikuk atmosfer kedai Filosofi Kopi yang begitu ramai

dengan nuansa perkotaan diselingi oleh nuansa sejuk dan damai pada warung kopi pak Seno dikampung halamannya secara bergantian. Kedua warung kopi tersebut sama-sama menunjukkan aktifitas jual beli antar pemilik dan konsumen namun menunjukkan perbedaan suasana yang begitu kontras sesuai keadaan antara sebuah desa dan perkotaan.

d. Perbedaan Jalan Cerita pada Cerpen “Filosofi Kopi” dengan Film “Filosofi Kopi”

Jalan cerita atau sering disebut alur merupakan suatu tahapan sebuah di dalam cerita yang disusun sedemikian rupa hingga memunculkan imajinasi bagi penikmat karya sastra. Alur sendiri tidak selalu berjalan lurus, ada kalanya penulis membuat sebuah cerita dengan membolak-balikkan waktu agar penikmat karya tidak bosan menikmatinya.

Nurgiyantoro (2013:201-204) mengatakan bahwa secara teoretis- kronologis, tahap-tahap pengembangan plot, yaitu tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir. Tahap awal pada sebuah cerita berisi

(15)

70 4 sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Tahap tengah merupakan tahap yang menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, menjadi semakin menegangkan. Adapun tahap akhir merupakan tahap peleraian dengan menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Sapardi Djoko Damono (1984: 129), sosiologi sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari hubungannya dengan kenyataan sosial. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah pendekatan dalam menganalisis karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakat untuk mengetahui makna totalitas. Sosiologi sastra berusaha untuk menemukan keterjalinan antara pengarang, pembaca, kondisi sosial budaya, dan karya sastra itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan diawal penelitian ini bahwa cerpen dan film “Filosofi Kopi” sama-sama memiliki persamaan atas kekaguman sang

(16)

70 pencipta karya dengan dunia perkopian di Indonesia. Dewi Lestari yang melanjutkan ketertarikannya terhadap kopi hingga merilis album musiknya yang berjudul Dongeng Secangkir Kopi, sedangkan sutradara Angga Dwimas Sasongko melanjutkan film keduanya meneruskan kesuksesan film “Filosofi Kopi” pertamanya yang berjudul “Filosofi Kopi 2” yang tayang bulan Juli ini di layar lebar.

Secara keseluruhan, cerpen dan film “Filosofi Kopi” tidak mengalami perubahan, namun perubahan variasi yang diterapkan pencipta film “Filosofi Kopi” membuat sedikit perbedaan jika dilihat dari sudut pandang film. Penambahan tokoh-tokoh figuran adalah kunci dari cerita di dalam film. Urutan alur baik dalam cerpen maupun film “Filosofi Kopi”

sebenarnya sama-sama

menggunakan teknik alur maju, namun seiring bertambahnya tokoh-tokoh figuran berperan penting dalam pelebaran jalan cerita hingga terdapatlah perbedaan alur antar kedua karya tersebut. Penelitian ini ditinjau dari segi penyusunan alur yang sama-

(17)

70 6 sama dimulai dari tahap awal, tahap tengah konflik dan klimaks, kemudian berakhir pada tahap akhir/penyelesaian.

Dewi Lestari sebagai penulis meracik cerpen “Filosofi Kopi” dengan teknik alur maju, sedangkan sutradara Angga Dwimas Sasongko meracik kembali cerita yang telah diciptakan oleh Dewi Lestari dengan kemasan yang berbeda yaitu menambahkan beberapa figuran untuk melengkapi dan memvariasikan kemudian mengaplikasikannya ke dalam bentuk audiovisual sehingga terdapatlah alur mundur atau flashback di dalam film..

Penggambaran alur pada cerpen “Filosofi Kopi” terbagi dalam empat bagian yaitu bagian pertama tentang perkenalan Ben, Jody, serta awal mula terbentuknya kedai Filosofi Kopi. Bagian kedua tentang keberhasilan Ben dalam meracik kopi. Bagian ketiga merupakan awal mula terjadinya problematika kedai Filosofi Kopi, dan yang ke empat merupakan ending atau penutup cerita. Adapun penggambaran alur dalam film “Filosofi Kopi” juga mengikuti urutan alur dalam cerpen

(18)

70 namun terjadi sedikit perubahan yaitu terdapatnya alur mundur atau flashback.

Di dalam cerpen dan film “Filosofi Kopi” pada dasarnya sama- sama menggambarkan tentang perjalanan dua orang sahabat yang mengembangkan usaha dibidang kopi. Ben dan Jody merupakan tokoh utama di dalam kedua karya tersebut. Dijelaskan dalam film bahwa Ben mengalami ketidak harmonisan pada keluarganya hingga Ben memutuskan untuk melarikan diri dari rumah dan pergi ke Jakarta. Ben kemudian diasuh serta dianggap sebagai keluarga oleh Jody dan ayahnya. Sejak kecil Ben hidup di Jakarta, hal ini hanya di Jelaskan di dalam film “Filosofi Kopi” yang tidak dicantumkan dalam cerpen “Filosofi Kopi”. Hal tersebut salah satu bagian yang membuat perbedaan alur pada cerpen dan film “Filosofi Kopi”.

Perbedaan alur atau jalan cerita pada cerpen dan film “Filosofi Kopi” dilatar belakangi oleh keterbatasan cerita yang ada di dalam cerpen. Dewi Lestari atau sering akrab dengan nama Dee meracik

(19)

70 8 sebuah cerita hanya dalam kurang lebih 15 halaman saja yang kemudian oleh sutradara Dwimas Angga Sasongko diubah menjadi sebuah film dengan durasi kurang lebih 107 menit. Hal tersebut cukup masuk akal apabila sutradara Dwimas Angga Sasongko memberikan perubahan variasi cerita hingga perubahan alur dalam artian mengembangkan gagasan cerita yang ada di dalam cerpen “Filosofi Kopi” kemudian diterapkan ke dalam film. Pada perkembangan titik klimaks inilah baik pembaca cerpen maupun penonton film disuguhi pergumulan konflik dengan ketegangan yang kemudian berakhir menuju tahap akhir sebuah cerita. Baik dalam cerpen dan film sama-sama menceritakan bahwa Ben dan Jody memegang penuh peranan di dalam

cerita. Mereka berdua

mengembangkan usaha yang telah mereka dirikan mulai dari nol hingga ayah Jody bersedia untuk memberikan saham sepenuhnya kepada mereka berdua untuk mengembangkan bisnisnya

Film “Filosofi Kopi” merupakan sebuah karya adaptasi

(20)

70 cerpen “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari. Secara singkatnya memang seperti itu, namun dibalik suksesnya film tersebut tidak banyak orang atau penikmat film tersebut yang mengetahui bahwa film tersebut merupakan sebuah promosi besar- besaran dari sebuah warung kopi di Jakarta yang bernama kedai Filosofi Kopi. Kesuksesan promosi melalui film tersebut membuat pemilik kedai Filosofi Kopi membangun warung kopi bernama Filosofi Kopi juga di daerah Yogyakarta. Dengan tangan dinginnya Angga Dwimas Sasongko meracik sebuah cerita, kemudian merealisasikannya ke dalam film bertema kopi keduanya dengan judul “Filosofi Kopi 2 Ben dan Jody”.

Seperti film pertamanya, “Filosofi Kopi 2 Ben dan Jody” merupakan sebuah film promosi warung kopi di Yogyakarta yang bernama kedai Filosofi Kopi yang rilis pada bulan Juli 2017 ini. Hal yang menarik adalah ketika bekas tiket nonton film “Filosofi Kopi 2” dapat ditukarkan satu cangkir kopi da berlaku kelipatannya di kedai Filosofi Kopi baik di daerah Jakarta maupun

(21)

71 0 di Yogyakarta. Satu hal yang membuat penulis yakin bahwa sebuah karya mempengaruhi sosial masyarakat adalah tersedianya kopi bernama kopi Lestari di kedai Filosofi Kopi Yogyakarta. Baik sengaja maupun tidak ataupun hanya faktor kebetulan, hal tersebut berhubungan langsung dengan nama penulis cerpen “Filosofi Kopi” yaitu Dewi Lestari dimana sang penulis cantik tersebut tidak lagi menjadi pusat inspirasi seperti film “Filosofi Kopi” yang pertama, atau secara tegasnya Dewi Lestari tidak menciptakan cerpen maupun kumpulan cerpen berjudul “Filosofi Kopi 2”. Dalam kata lain kopi Lestari tersebut bisa saja merupakan salah satu cara menghormati dan rasa terima kasih untul seorang inspirator yang membuat kedai Filosofi Kopi sukses berkat rilisnya film “Filosofi Kopi” sutradara Angga Dwimas Sasongko. D. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Pertama aspek penambahan dalam proses ekranisasi pada cerpen “Filosofi Kopi” ke film “Filosofi Kopi” berjumlah 9 bagian.

(22)

71 Penambahan yang dilakukan rata-rata lebih cenderung pada penambahan konflik yang menimbulkan munculnya tokoh-tokoh baru di dalamnya.

Kedua, aspek

pengurangan/penciutan dalam proses ekranisasi pada cerpen “Filosofi Kopi” ke film “Filosofi Kopi” berjumlah 7 bagian. Proses pengurangan sendiri sama sekali tidak merubah makna antar kedua sumber yaitu cerpen dan film “Filosofi Kopi”, namun lebih ke meminimalisir cerita menjadi lebih singkat, padat dan jelas jika dilihat dari sudut pandang film “Filosofi Kopi” ke cerpen “Filosofi Kopi”. Berbeda apabila kita melihat dari sudut pandang cerpen ke film. Pengurangan yang terjadi pada cerpen yang tidak terdapat pada film merupakan bentuk variasi cerita saja, misalnya pada adegan ketika tidak adanya tokoh perempuan berbahasa Jawa yang bertemu Ben dan Jody ketika mencari kopi Tiwus di daerah Klaten.

Ketiga, aspek perubahan variasi dalam proses ekranisasi pada cerpen “Filosofi Kopi” ke film

(23)

71 2 “Filosofi Kopi” berjumlah 18 bagian yaitu 9 bagian pada cerpen dan 9 bagian dalam film “Filosofi Kopi”. Sedikit sudah dibahas pada bagian pengurangan dan juga penambahan, pada aspek perubahan variasi ini dilihat dari perubahan-perubahan cerita yang terjadi baik dari sudut pandang film maupun cerpen “Filosofi Kopi”. Perubahan- perubahan yang terjadi memanglah sangat terlihat jelas apabila kedua karya tersebut diselaraskan. Perbedaan yang cukup merubah alur pada cerita adalah perubahan dari sosok konsumen yang mengatakan bahwa racikan kopi Ben yaitu Ben’s Perfecto bukanlah kopi terbaik di dalam cerpen maupun film “Filosofi Kopi”. Pada film cerpen digambarkan bahwa konsumen tersebut adalah seorang pria setengah baya tanpa adanya identitas yang detail yang muncul sekali saja kemudian menghilang, sedangkan pada film “Filosofi Kopi” diceritakan bahwa konsumen tersebut adalah seorang gadis blesteran Indonesia dan Prancis yang bernama El.

Keempat, perubahan wahana atau ekranisasi dalam bentuk cerpen ke bentuk film “Filosofi Kopi” untuk kategori aspek penambahan sebanyak 9 penambahan, kategori aspek penciutan/pengurangan sebanyak 7 bagian, dan untuk kategori aspek perubahan bervariasi alur sebanyak 18 perubahan bervariasi yaitu 8 bagian pada cerpen dan 8 bagian pada film. Data yang paling dominan dari transformasi dalam cerpen dan film “Filosofi Kopi” adalah kategori aspek penambahan. Penambahan yang dimasukkan ke dalam film secara keseluruhan masih relevan dangan cerita yang ada dalam cerpen, hanya saja pada visualisasi cerita dalam film dibuat lebih spesifik dan detail. Banyaknya penambahan konflik yang dimunculkan membuat alur dalam film dapat berjalan dengan halus serta mencakup inti cerita seperti dalam cerpen. Konflik yang dimunculkan tersebut menambah esensi film sehingga penonton akan terbawa masuk dalam alur cerita.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, dikemukakan

(24)

71 beberapa saran maka penulis berharap agar hasil penelitian mengenai transformasi karya sastra ke dalam film dengan kajian ekranisasi dapat dijadikan alternatif untuk menambah apresiasi sastra serta dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam upaya memperbandingkan film adaptasi dengan karya aslinya. Pembaca dan penonton dapat memperhatikan perbedaan-perbedaan yang muncul di antara keduanya secara objektif. Baik film maupun karya sastra tulis pasti memiliki kekurangan dan kelebihan pada masing-masing medianya

DAFTAR PUSTAKA

Bluestone, George. 1956. Novels into Film. Los Angeles: University of California Press.

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Politik, Idologi, dan Sastra

Hibrida. Jakarta: Pustaka

Firdaus.

Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Jakarta: Editum.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress. Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan

Film. Yogyakarta: Nusa Indah. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi

Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Hanif, Muhammad Nur. 2011.

Intertekstualitas Dalam

Ekranisasi Kumpulan Cerpen Rectoverso Karya Dewi Lestari. Yogyakarta: Skripsi S1 Sastra Indonesia UNY.

Iskandar, Eddy. D. 1987. Mengenal Perfilman Nasional. Bandung: CV Rosda Bandung.

Karkono. 2009. Ayat-Ayat Cinta: Kajian Ekranisasi. Yogyakarta: Tesis S2 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya UGM. Lestari, Dewi. 2012. Filosofi Kopi:

(25)

71 4

Dekade. Yogyakarta: PT

Bentang Pustaka. (cetakan III) Mariati. 2010. Simbol Ketidakadilan

Gender Kajian Ekranisasi

Terhadap Perempuan Berkalung

Sorban Novel dan Film.

Yogyakarta: Tesis S2 Ilmu Sastra UGM.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitan Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori

Pengkajian Fiksi Edisi Revisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita. Pratista, Himawan. 2008. Memahami

Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Ratna, Nyoman Khuta.

2003. Paradigma Sosiologi

Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar (cetakan IV).

Sapardi Djoko Damono. 1984.

Sosiologi Sastra Sebuah

Pengantar Ringkas. Jakarta:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sasongko, Angga Dwimas. 2015. Filosofi Kopi . Jakarta: Visinema Pictures. (Film)

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar

Teori Sastra. Jakarta: PT

Grasindo.

Suseno. 2010. Transformasi Politis

Filmisasi Sastra Indonesia,

Kajian Ekranisasi Cerpen Lintah Dan Melukis Jendela Ke Dalam

Film Mereka Bilang, Saya

Monyet Karya Djenar Maesa

Ayu Dalam Perspektif

Posmodernisme Hutcheon.

Yogyakarta: Tesis S2 Sastra UGM.

(26)

71 Sutri. 2009. Dimensi Sosial dalam

Novel Laskar Pelangi Karya

Andrea Hirata: Tinjauan

Sosiologi Sastra. FKIP :

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: PT Gramedia.

Wiyatmi. 2005. Pengantar Kajian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. 2008. Organisasi Orang Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia.

Yanti, Devi Shyviana Arry. 2011. Ekranisasi Novel Ke Bentuk Film 99 Cahaya DiLangit Eropa. Yogyakarta: Skripsi S1 Sastra Indonesia UNY.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal tanggung jawab profesi, tugas dosen adalah: (1) Tanggung jawab untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam disiplin akademiknya, dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan sistem penataan arsip sudah berjalan dengan baik ,bidang Catatan Sipil Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Tebing Tinggi menggunakan

The analyst(s) named in this report certifies that all of the views expressed by the analyst(s) in this report reflect the personal views of the analyst(s) with regard to any and

Untuk menemukan kembali dokumen atau arsip dalam waktu yang cepat. dan tepat sudah tentu menghendaki suatu cara

Ketiga , permintaan masyarakat yang terus meningkat akan tersedianya pendidikan tinggi merupakan pertanda perubahan yang signifikan, patut diimbangi dengan

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa peran organisasi ekstra kampus dalam meningkatkan partisipasi politik mahasiswa pada pemilihan umum raya Universitas Islam

[r]

Karena unit usaha peternakan ayam potong ini akan didirikan diatas sebidang tanah.. demi kelancaran usaha maka kami selaku pengusaha juga melakukan perizinan