• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI AWAL PENGUKURAN KARAKTERISTIK PETIR DI DAERAH TROPIS DENGAN ROKET BERKAWAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI AWAL PENGUKURAN KARAKTERISTIK PETIR DI DAERAH TROPIS DENGAN ROKET BERKAWAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI AWAL PENGUKURAN KARAKTERISTIK PETIR

DI DAERAH TROPIS DENGAN ROKET BERKAWAT

Rangga Yadi Putra

13204226

Dosen Pembimbing : Dr. Dipl.-Ing Ir. Reynaldo Zoro

Departemen Teknik Elektro

Sekolah Teknik Elektro Dan Informatika

Institut Teknologi Bandung

Abstrak - Karakteristik petir di setiap

daerah berbeda-beda, oleh karena itu karakteristik alat proteksi yang digunakan pun berbeda. Karakteristik petir di Indonesia yang terletak di daerah sabuk khatulistiwa perlu dipelajari guna kepentingan desain sistem proteksi petir.

Pengukuran karakteristik petir pada percobaan di Gunung Mas Puncak menggunakan roket berkawat. Roket ini berfungsi untuk memicu timbulnya petir. Roket diluncurkan melalui sebuah platform peluncuran khusus. Roket tersebut disambungkan ke alat ukur dengan media kawat tembaga. Sampai pada ketinggian tertentu, roket akan disambar oleh petir. Petir akan menjalar pada kawat tembaga dan alat ukur yang ada di daratan akan mengukur parameter-parameter petir yang menyambar.

Sebelum roket diluncurkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar roket disambar oleh petir. Diantaranya medan listrik yang terukur di lokasi peluncuran roket, kerapatan petir di lokasi peluncuran roket, variansi bulanan dan harian kejadian petir di lokasi peluncuran roket. Jika hal-hal tersebut sudah memenuhi, maka roket siap untuk diluncurkan.

I. P

ENDAHULUAN

Karakteristik suatu petir di suatu daerah perlu dipelajari untuk keperluan desain alat proteksi. Kemungkinan suatu petir menyambar suatu titik tertentu di permukaan bumi sangat rendah, bahkan di daerah dengan aktivitas petir yang tinggi. Simulasi petir di laboratorium tegangan tinggi pun sangat terbatas, karena bentuk arus yang dihasilkan berbeda dengan bentuk arus petir alami, selain itu

electric discharge yang terjadi di laboratorium

tegangan tinggi tidak menghasilkan medan listrik dan medan magnetik yang sama dengan petir alami. Salah satu cara yang efektif dan cukup menjanjikan untuk mempelajari sambaran langsung maupun induksi petir adalah dengan memicu

terjadinya petir menggunakan roket berkawat di suatu daerah tertentu

.

II. D

ASAR

T

EORI

A. Metode Pemicuan Petir

Salah satu metoda pemicuan petir yang sangat efektif adalah dengan meluncurkan roket yang dihubungkan dengan kawat konduktor. Kawat konduktor tersebut dihubungkan dengan tanah. Metoda ini sering disebut dengan metoda pemicuan klasik. Muatan awan dirasakan secara tidak langsung dengan mengukur medan listrik di daratan. Medan listrik sebesar 4-10 kV/m merupakan suatu indikator yang menunjukkan keadaan kondusif untuk terjadinya petir. Pada kondisi yang demikian roket diluncurkan. Roket meluncur ke atas dengan kecepatan sekitar 200m/s, saat mencapai ketinggian 200-300m, medan di hulu roket melepaskan leader positif dan leader tersebut merambat ke arah awan dengan kecepatan 105 m/s.

Leader tersebut memanaskan kawat dan menginisiasi timbulnya “initial continuous current” yang memiliki orde beberapa ratus amper. Arus ini menarik muatan negatif dari awan bermuatan dan mengalirkannya ke fasilitas pemicuan melalui kawat. Biasanya setelah itu akan terjadi beberapa pelepasan muatan negatif dari awan ke fasilitas pemicuan dan sebaliknya melalui kawat tersebut.

Gambar 2.1. Metoda pemicuan klasik

Metoda lainnya adalah metoda “altitude”. Metoda ini menggunakan kawat yang tidak dihubungkan dengan tanah. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan beberapa kondisi sambaran pertama

(2)

petir alami yang tidak dapat diamati menggunakan metode pemicuan klasik. Umumnya kawat yang dihubungkan ke roket di bagi menjadi tiga bagian. Bagian bawah panjangnya 50 m dihubungkan ke ground fasilitas peluncur, kawat bagian tengah panjangnya 400 m terisolasi, bagian atas panjangnya 100-200 m konduktor tanpa isolator dihubungkan ke roket. Bagian atas digunakan untuk memicu petir. Bagian kawat yang terhubung dengan tanah digunakan untuk menangkap leader. Ketika roket mencapai ketinggian 600 m, leader positif dari roket yang mengarah ke atas dan leader negatif dari awan yang mengarah ke bawah terinisiasi, merambat dengan kecepatan 105 m/s.

Medan listrik yang dihasilkan oleh leader negatif menginisiasi leader positif yang merambat melewati kawat 50 m yang terhubung ke tanah.

Leader positif tersebut langsung berhubungan

dengan leader negatif. Setelah itu sambaran balik terjadi. Kejadian setelahnya sama dengan metoda pemicuan klasik.

Gambar 2.2 Metoda pemicuan “altitude”

B. Metoda Pengukuran Arus Puncak Petir

Arus puncak petir dapat diukur dengan menggunakan alat yang dinamakan APM. Sebelum digunakan, APM ini dikalibrasi dengan menginjeksikan impuls arus standar 8/20µs ke konduktor yang dilengkapi dengan pita magnetic. Impuls arus yang dapat terukur berkisar dari 2kA sampai 100kA. Setiap arus yang melewati konduktor, akan menghapus isi rekaman yang terdapat dalam pita magnetic. Semakin besar arus petir yang melewati konduktor, maka panjang pita magnetic yang terhapus juga akan semakin panjang, mengikuti persamaan :

Î = (2 π Hp)/γ.( γ + (l/2)2 )

Î arus puncak dalam kA

l panjang pita yang terhapus dalam cm

γ jarak konduktor ke pita dalam cm

Terdapat tiga tipe pita yang dapat digunakan untuk pengukuran :

1. IEC tipe I : Normal 2. IEC tipe II : Chrom 3. IEC tipe IV : Ferro

Ketiga tipe pita di atas memiliki hubungan yang berbeda antara arus puncak dengan panjang pita ter hapus;

IEC type IV; Ferro :

Î = 0,55 + 1,05 l + 0,35 l2 - 0,01 l3

IEC type II; Chrom :

Î = 1,28 + 1,98 l + 0,39 l2 - 0,01 l3

IEC type I; Normal :

Î = 0,86 + 0,88 l + 0,44 l2 - 0,01 l3

Pita tipe IV memiliki sensitivitas yang paling tinggi, pita tersebut masih dapat mendeteksi arus di bawah 2Ka [2]. CONDUCTOR TAPE CARRIER MAGNETIC TAPE HT HP 1/2 γ ERASEMENT 80%Y Y

Gambar 2.3. Prinsip pengukuran APM

0 5 10 15 20 25 0 20 40 60 80 100 I = 1.78767 x L1.32903 ---Parameter Value ---A0 0.86350495 A1 0.88511894 A2 0.43985046 A3 -0.012659493 ---R =0.99871 R^2=0.99743 I=0.8635+0.88512 L+0.43985 L2-0.01266 L3 Data: Normal 315 Hz Model: I = A x LB Chi^2 = 26.83164 A = 1.78767 B = 1.32903 R = 0.99008 R^2 = 0.98025

NORMAL MAGNETIC TAPE - 315 Hz

CURRE NT - i ( k A ) LENGTH of ERASEMENT - L (cm)

Grafik 2.1. Hubungan arus puncak dengan panjang pita yang terhapus

(3)

C. Pengukuran Arus Dengan Kumparan Rogowski Prinsip pengukuran dengan kumparan Rogowski juga menggunakan efek induksi. Susunan kumparan Rogowski dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Susunan kumparan Rogowski Dari hukum induksi, induktansi bersama (M) dapat dihitung dengan menganggap kumparan mempunyai N lilitan dengan luas A yang seragam sepanjang lm sebagai berikut:

m l

NA

M =μ0

Prinsip kumparan Rogowski ini sering digunakan pada transformator arus dengan menggunakan inti besi. Dalam pengukuran arus petir yang mempunyai orde frekuensi sampai beberapa Mhz, tidak dapat menggunakan inti besi. Hal ini disebabkan sifat material besi yang tidak merespon perubahan fluks magnetik yang sangat cepat.

D. Metoda Pengukuran Medan Listrik

Perubahan medan listrik petir secara lambat, yang terjadi selama pengisian dan peluahan muatan di dalam awan dapat diukur dengan field mill. Field mill adalah sebuah pelat elektromekanik yang mengukur medan elektrosastis dengan cara mengubah medan elektrostatis tersebut menjadi arus bolak-balik. Arus bolak-balik yang enjadi keluaran dari field mill ini sebanding dengan medan listrik yang terukur pada pelat elektromekanik.

Gambar 2.5. Prinsip pengukuran dengan Field Mill Bagian-bagian dari sebuah field mill meliputi baling-baling berputar yang diketanahkan, sensor dan penguat. Baling-baling berputar dioperasikan

sedemikian rupa sehingga secara periodik melindungi dan tidak melindungi pelat sensor terhadap medan listrik sekitar. Dengan demikian medan yang terinduksi pada sensor akan berubah terhadap waktu. Muatan akan terinduksi ketika pelat sensor dalam posisi terbuka terhadap medan listrik E, sedangkan pada saat yang lain, ketika sensor terlindungi oleh baling-baling yang diketanahkan, sensor mengosongkan uatan induksinya. Dalam proses ini arus bolak-balik aka mengalir dalam pelat sensor. Frekuensi dari arus yang dihasilkan ditentukan oleh kecepatan putaran dari baling-baling, jumlah keping baling-baling dan jumlah pelat sensornya.

Inti udara

U1

E. Sambaran Tidak Langsung

Gambar 2.6. Sambaran tidak langsung

Sambaran tidak langsung, terjadi karena induksi elektromagnetik akibat sambaran petir di dekat saluran udara atau induksi elektrostatis akibat awan bermuatan di atas saluran udara. Dalam studi kali ini, sambaran petir yang terjadi bukanlah sambaran petir alami, melainkan sambaran petir yang dipicu oleh roket.

Tegangan induksi merupakan fungsi jarak dimana petir tersebut menyambar di dekat saluran. Tegangan lebih induksi tidak begitu berpengaruh pada saluran transmisi tetapi menyebabkan gangguan pada saluran distribusi. Hal ini karena menurut penelitian tegangan yang diinduksikan sedikit lebih kecil dari tegangan transmisi sehingga efeknya akan terasa pada level saluran tegangan yang lebih rendah.

Menurut Rusck, tegangan induksi yang terjadi pada saluran pendek akibat sambaran petir adalah : Vind = U1 + U2 dimana : ind o o o o o o

C

x

t

v

v

v

y

x

t

v

v

v

z

t

I

Z

U

2 2 2 1

)

(

)

(

+

=

U2 = U1(-x) dimana :

(4)

⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = ) y x ( v v 1 ) t v ( v v ) x t v ( v v x 1 C 2 2 2 o 2 o 2 o 2 o 2 o 2 ind dimana : dan

I0(t) = Amplitudo step dari arus sambaran balik

petir (kA)

z = ketinggian saluran udara dari permukaan tanah (m)

x = Jarak sambar petir sepanjang saluran udara (m), x = 0 berarti sambaran petir tepat pada ujung saluran udara

y = jarak sambaran petir yang tegak lurus terhadap saluran udara (m), y = 0 berarti sambaran petir tepat pada saluran udara v = Kecepatan sambaran balik petir (m/s) v0 = kecepatan cahaya 3.108 m/s

Pada titik x = 0, terjadi tegangan maksimum yaitu :

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = 2 2 1 2 1 0 1 1 1 . . o o o maks ind v v v v y h I Z V

Perhitungan induksi petir dengan memasukkan bentuk arus petir dapat didekati dengan persamaan berikut :

Dengan :

Tf = Waktu arus petir untuk mencapai puncak (μs)

Th = wakt arus petir untuk mencapai nilai tengah

atau half value (μs) I = Arus puncak petir (kA)

III. P

ENGOLAHAN

D

ATA

A. Data Statistik Petir Dari JADPEN

Perkebunan Teh Gunung Mas Puncak

Latitude 06˚ 42’ 56” S Longitude 106˚ 58’ 2” E Flash density 7.28

Ground Flash Density 6.41 Keraunic Level 120

Lightning Peak Current Probability Stastistic - PUNCAK Year 2001 - Window 20x20km - Centre 6.715 S, 106.967 E

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200

Peak Current [kA]

P roba bil it y [ % ]

Negative 1st Negative Subsequent Positive 1st Positive Subsequent Grafik 3.1. Probabilitas petir di daerah Gunung

Mas Puncak 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DES

Lightning Monthly Variant at Puncak Site Window 20 x 20 km

Negative Stroke Cloud Stroke Positive Stroke

Grafik 3.2. Lightning monthly variant di Puncak 0 500 1000 1500 2000 2500 J u m lah S am b ar an 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Waktu Sambar (WIB)

Frekuensi sambaran harian

Grafik 3.3. Frekuensi sambaran petir harian di daerah Gunung Mas Puncak

(5)

Peta Sebaran Sambaran Petir Di Daerah Puncak -6.805 -6.785 -6.765 -6.745 -6.725 -6.705 -6.685 -6.665 -6.645 -6.625 106.878 106.898 106.918 106.938 106.958 106.978 106.998 107.018 107.038 107.058 BT LS

Negative Strokes Cloud Strokes Positive Strokes

Grafik 3.4. Peta Sebaran sambaran kejadian petir di daerah Gunung Mas Puncak

Gambar 3.1. Flash density semua sambaran

B. Data Medan Listrik DariEelectric Field Mill

Grafik 3.5. Medan listrik di daerah Gunung Mas Puncak 4-11-2007 pukul 18.29-19.34 Berdasarkan grafik 3.5, medan listrik terbesar adalah 4100 V/m yang terjadi pada pukul 18.50 dan medan listrik terkecil adalah -5500V/m yang terjadi pada pukul 18.49. Grafik tersebut memperlihatkan adanya sambaran petir di awan atau antar awan yang terjadi antara pukul 18.29 sampai 18.49 dan antara pukul 19.03 sampai pukul 19.25. Pada pukul 18.49, setelah sambaran petir di awan terjadi, medan listrik perlahan meningkat sampai nilai maksimumnya, lalu mulai pada pukul 18.57 mulai turun kembali dan terjadi sambaran petir di awan pada pukul 19.03.

Grafik 3.6. Medan listrik di daerah Gunung Mas Puncak 9-3-2008 pukul 14.25-18.32 Berdasarkan grafik 3.6 medan listrik tertinggi terjadi pada pukul 16.50 yaitu 15400 V/m dan medan listrik terendah terjadi pada puku 16.30 yaitu -25000 V/m. Grafik tersebut menunjukkan adanya badai petir dengan sambaran awan mulai pukul 14.38 sampai pukul 16.30 yang dilanjutkan dengan badai petir dengan sambaran petir negatif mulai pukul 16.35 sampai pukul 16.55. Lalu kembali terjadi sambaran petir di awan mulai pukul 16.59 sampai pukul 17.35. Setelah itu terjadi sambaran petir positif sampai pukul 17.55.

Grafik 3.7. Medan listrik di daerah Gunung Mas Puncak 7-4-2008 pukul 19.20-22.19 Berdasarkan grafik 3.7, medan listrik tertinggi terjadi pada pukul 20.05 yaitu 15100 V/m dan medan listrik terendah terjadi pada pukul 19.30 yatitu -17000 V/m. Grafik tersebut menunjukkan adanya sambaran petir negatif yang diikuti oleh sambaran petir di awan lalu sambaran positif. Sambaran negatif terjadi mulai pukul 19.20 sampai pukul 19.40. Sambaran petir di awan terjadi pada pukul 19.40 sampai pukul 20.06, sedangkan sambaran petir positif terjadi mulai pukul 20.08 sampai pukul 20.38. Setelah itu terjadi sambaran-sambaran petir di awan sampai pukul 21.15.

(6)

C. Rencana Lokasi Peluncuran

Gambar 3.2. Area penelitian

Gambar 3.3. Area pengujian

Gambar di atas adalah gambar area pengujian. Ditengah-tengah ketiga tiang tersebut terdapat peluncur roket yang terhubung ke tanah melalui suatu isolator. Setiap tiangnya, terdiri dari tiga bagian : 1. Batang logam yang pada ujung atasnya dihubungkan dengan terminal udara atau sensor medan listrik, 2. Batang kayu yang terhubung dengan tangga yang terbuat dari kayu, dan 3. Blok konkrit yang sebagian besar bagiannnya ditanamkan dalam tanah, berfungsi sebagai penyangga utama.

Jarak antar tiang adalah 8 meter. Tinggi tiang keseluruhan adalah 11 meter dengan tinggi batang logam 5 meter. Seluruh batang logam dan peluncur roket dihubungkan dengan down conductor yang langsung diketanahkan dengan hambatan tanah diusahakan dibawah 10 Ω.

Gambar 3.4. Pos pengamatan tampak samping

Gambar 3.4 merupakan gambar pos pengamat tampak samping. Garis hitam menunjukkan earth belt, yang menghubungkan seluruh system pentanahan yang ada pada pos. Earth belt tersebut dihubungkan dengan batang yang ditancapkan ke dalam tanah. Garis biru menunjukan kabel yang menghubungkan keempat tiang kayu. Kabel tersebut akan melindungi pos dari sambaran langsung petir. Bagian bawah dari bangunan utama merupakan lantai konkrit yang akan membuat pos tetap kokoh dan stabil.

Pos Pengamat peluncu 11m tiang dengan terminal udara 11m tiang dengan sensor 8m 8m 8m 50m Area pengujian

IV. A

NALISIS

D

AN

P

EMBAHASAN

A. Statistik Petir Berdasarkan JADPEN

Perkebunan Teh Gunung Mas Puncak

Area pengujian peluncur 8m <10Ω Batang kayu Tangga Kayu 5m 11m Blok konkrit Down conductor Down conductor launcher Batang kayu Batang Logam 1. Probabilitas Petir

Berdasarkan Grafik Probabilitas petir di daerah Perkebunan Teh Gunung Mas Puncak, 97% petir yang terjadi arus puncaknya lebih besar dari 20 kA, 80 % petir yang terjadi arus puncaknya lebih besar dari 35 kA, 50 % petir yang terjadi arus puncaknya lebih besar dari 45 kA dan 10 % petir yang terjadi arus puncaknya lebih besar dari 60 kA.

Untuk keperluan proteksi biasanya digunakan probabilitas petir 50 %. Jadi fasilitas peluncuran, bangunan untuk pengamatan serta fasilitas lainnya dilindungi dari sambaran langsung petir dengan peralatan proteksi yang tahan terhadap arus puncak petir 45 kA.

2. Variansi Sambaran Bulanan

Berdasarkan Grafik Variansi bulanan petir di daerah Gunung Mas Puncak, kejadian petir terbagi dalam dua siklus. Siklus pertama merupakan siklus dengan kejadian sambaran terbanyak yaitu terjadi sekitar bulan Maret sampai Mei untuk sambaran petir negatif, positif, maupun sambaran petir dari awan ke awan. Siklus kedua terjadi mulai dari bulan Juli sampai bulan Oktober. Sedangkan pada bulan November sampai bulan Februari dan bulan Juni, jumlah sambaran lebih sedikit.

Oleh karena itu, untuk memperbesar kemungkinan tersambarnya roket oleh petir, maka pelaksanaan peluncuran harus diadakan antara bulan Maret sampai Mei dimana siklus pertama petir terjadi atau antara bulan Juli sampai Oktober pada siklus kedua. Kemungkinan roket akan tersambar oleh petir jika diluncurkan diluar waktu-waktu tersebut akan sangat rendah.

Pos Pengamatan

ground

Lantai konkrit

Stuktur 100% metal

Atap metal yang terpisah Batang kayu Kabel katenari

Earth rod Earth belt

3. Waktu Sambaran Petir Harian

Berdasarkan Grafik Waktu sambaran petir harian di daerah Gunung Mas Puncak, sehari-harinya sambaran petir terjadi mulai pukul 05.00 sampai pukul 16.00. Sambaran terbanyak terjadi mulai pukul 09.00 sampai pukul 11.00. Sedangkan

(7)

mulai pukul 17.00 sampai pukul 04.00 hampir tidak terjadi sambaran.

Data-data ini dapat digunakan untuk memperbesar lagi kemungkinan tersambarnya roket oleh petir. Berdasarkan data tersebut, maka roket seharusnya diluncurkan pada saat petir paling banyak terjadi yaitu pada pukul 09.00 sampai pukul 11.00. Kemungkinan roket disambar jika diluncurkan antara pukul 05.00 sampai pukul 16.00 lebih kecil dibandingkan pada pukul 09.00 sampai pukul 11.00. Dan kemungkinan disambar jika diluncurkan antara pukul 17.00 sampai pukul 04.00 sangat kecil karena pada waktu tersebut, hampir tidak pernah terjadi sambaran petir.

4. Peta Sebaran Sambaran Petir

Peta sebaran sambaran petir ini berguna untuk mengetahui lokasi sambaran petir. Berdasarkan peta sebaran sambaran petir, jumlah sambaran terbanyak untuk semua jenis sambaran terdapat pada 6.62-6.72 LS 106-107 BT. Sedangkan letak astronomis lokasi peluncuran petir adalah 6.71576 LS 106.9674 BT. Maka lokasi peluncuran yang sudah direncanakan berada di daerah yang banyak disambar oleh petir. Semakin banyak petir menyambar di suatu daerah, maka kesempatan untuk meluncurkan roket akan semakin besar dan kemungkinan tersambarnya roket oleh petir pada saat diluncurkan di daerah tersebut akan semakin tinggi.

5. Kerapatan Sambaran Petir

Berdasarkan Grafik Kerapatan sambaran petir di daerah Gunung Mas Puncak kerapatan sambaran petir rata-rata adalah 7,28 sambaran per km2 per

tahun untuk luas daerah yang diamati 625 km2.

Sedangkan kerapatan petir disekitar lokasi peluncuran roket berkisar 19-44 sambaran per km2

per tahun. Nilai ini merupakan suatu nilai kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi. Meluncurkan roket di daerah yang memiliki kerapatan sambaran petir yang sangat tinggi ini akan memperbesar peluang disambarnya roket oleh petir saat diluncurkan.

6. Keraunic Level

Keraunic Level untuk daerah Perkebunan Teh Gunung Mas Puncak adalah 120. Nilai ini merupakan nilai yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya (Eropa 30, Jepang 80, Australia 80, Korea 80). Meluncurkan roket di daerah yang memiliki keraunic level yang sangat tinggi akan memperbesar kesempatan untuk meluncurkan roket dan kemungkinan disambarnya roket oleh petir saat diluncurkan akan semakin tinggi.

B. Statistik Petir Berdasarkan Elektric Field Mill (Oktober 2007 - April 2008)

Dari keseluruhan data medan listrik yang diperoleh (Oktober 2007 – April 2008), dapat diolah menjadi data sambar harian dan bulanan.

0 10 20 30 40 50 60 70 ju m lah ke jad ian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 jam

Kurva Harian Kejadian Petir Berdasarkan Electric Field Mill Gunung Mas Puncak

Grafik 4.1. Kejadian Petir Harian Berdasarkan Electric Field Mill Di Gunung Mas

Berdasarkan grafik 4.1., jumlah sambaran petir paling banyak terjadi pada pukul 17.00 dan paling sedikit pada pukul 08.00. Mayoritas sambaran terjadi mulai dari pukul 11.00 sampai dengan pukul 20.00. Sedangkan mulai pukul 21.00 sampai pukul 10.00 sambaran yang terjadi sangat sedikit. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari JADPEN.

Jadi peluncuran roket paling baik dilakukan antara pukul 13.00 sampai pukul 18.00 karena jumlah sambaran yang terjadi banyak sehingga kesempatan untuk meluncurkan roket menjadi lebih besar dan kemungkinan tersambarnya roket oleh petir saat diluncurkan lebih tinggi. 0 10 20 30 40 50 60 70 ju m la h k e ja d ia n

Oktober November Desember Januari Februari Maret April

Kurva Bulanan Kejadian Petir Berdasarkan Electric Field Mill Gunung Mas Puncak

negatif positif cloud

Grafik 4.2. Kejadian Petir Bulanan Berdasarkan Electric Field Mill Di Gunung Mas

Grafik kejadian petir bulanan berdasarkan electric field mill ini sesuai dengan grafik kejadian petir bulanan yang diperoleh dengan mengolah data petir dari JADPEN. Mulai bulan Maret, aktivitas petir meningkat, dan bulan Januari serta Februari aktivitas petir relatif lebih rendah.

Jadi berdasarkan grafik 4.2, peluncuran roket lebih baik dilakukan pada bulan Maret atau April. Karena pada saat itu petir yang terjadi banyak sehingga kesempatan untuk meluncurkan roket menjadi lebih banyak dan kemungkinan roket

(8)

tersambar oleh petir pada saat diluncurkan akan lebih besar. Hal ini bersesuaian dengan data yang diperoleh dari JADPEN.

C. Pelucuran Roket

Saat akan meluncurkan roket, medan listrik yang terukur di lokasi peluncuran harus cukup besar dan stabil dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan data-data medan listrik yang diperoleh, medan listrik yang terjadi cukup tinggi dan bertahan cukup lama serta sering terjadi adalah -8000 v/m dan bertahan dalam waktu 15 menit. Oleh karena itu peluncuran roket akan dilakukan jika pada saat medan listrik berkisar -8000 V/m dan bertahan dalam waktu kurang lebih 15 menit.

V. K

ESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkebunan Teh Gunung Mas Puncak memiliki keraunic level 120 dan kerapatan sambaran petir 7.28 sambaran per kilometer persegi per tahun. Perkebunan Kelapa Sawit Cimulang Bogor memiliki keraunic level 174 dan kerapatan sambaran petir 10.31 sambaran per kilometer persegi per tahun. Kedua lokasi ini memiliki aktivitas petir yang sangat tinggi dan sangat baik untuk dijadikan tempat penelitian.

2. Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah Perkebunan Teh Gunung Mas Puncak. Perkebunan Teh Puncak memiliki aktivitas petir yang tinggi, selain itu akses ke tempat penelitian dan pemasangan fasilitas penelitian lebih mudah untuk dilakukan.

3. Roket akan diluncurkan saat medan listrik pada area peluncuran sudah mencapai nilai -8000V/m.

VI. D

AFTAR

P

USTAKA

1. Rakov, V.A., Uman, M.A., Rambo, K.J., Fernandez, M.L., “New Insight Into Lightning Process Gained From Triggered-Lightning Experiment in Florida and Alabama”, Journal of Geophysical Research. Vol 103, June 27, 1998.

2. Uman, M.A. (1969), Lightning, Dover Publications, Inc., New York.

3. Rakov, V.A., Uman, M.A., Rambo, K.J., Fernandez, M.L., Mata, C.T., “Direct Lightning Strikes To The Lightning Protective System of A Residential Building : Triggered Lightning Experiments”, IEEE Transactions On Power Delivery. Vol 17 No.2 , April, 2002.

4. Rakov, V.A., Uman, M.A., Rambo, K.J., Wang, D., Crawford, D.E., Schnetzer, G.H., “Lighning Properties From Triggered-Lighning Experiments At Camp Blanding Florida (1997-1999)”, ICLP 2000 Rhodes-Greece. 18-22 September, 2000.

5. Rakov, V.A., Uman, M.A., Rambo, K.J., Mata, C.T., Mata, A.G., “Review Of Triggered Lightning Experiments At The ICRLT At Camp Blanding, Florida”, Bologna Power Tech Conference. June 23-26, 2003.

6. Bejleri, M., Rakov, V.A., Uman, M.A., Rambo, K.J., Mata, C.T., Fernandez, M.L., “Triggered Lightning Testing Of An Airport Lighting System”, ICLP 2000 Rhodes-Greece. 18-22 September, 2000.

7. Zoro, R.; Sirait, K.T., “Application of Lightning Peak Current Measurement System at Mt. Tangkuban Perahu”, Proceedings of the first Symposium on Electrical Equipment and System in Tropical Environtments-Electropic 96, Jakarta, 1 – 6, September 1996.

8. S. Hidayat, R. Zoro, “Variations of lightning characteristics on Java Island 1996-2000, observed by LPATS network”, Teknik Elektro, 7, #1, 13-17, 2001, Bandung, Indonesia

9. Zoro, R.; S. Sudirham, “Indonesia lightning detection network – JADPEN”, Proceedings of the first Symposium on Electrical Equipment and System in Tropical Environtments-Electropic 96, 1 – 5, Jakarta, September 1996. 10. Silva, J.P., dkk. (2001), Calculation of

Lightning-Induced Voltages with RUSCK’s Method in EMTP, Part I : Comparison with Measurements and Agrawal Coupling Model,

Proc. in International Conference on Power Systems Transients, Rio de Janeiro.

11. Zoro, R., “Karakteristik Petir dan Kondisi Cuaca di Daerah Tropis – Kasus Gn. Tangkuban Perahu”, Disertasi Doktor, Insitut Teknologi Bandung, September 1999.

12. Zoro, Reynaldo. Diktat Kuliah Proteksi Sistem Tenaga. Penerbit ITB.

13. Zoro, R., Nawawi, Z., “Lightning Protection System for Telecommunication Relay Station Design and Maintenance. A Field Experience in Tropical Country.” International Aerospace and Ground Conference on Lightning and Static Electricity, Williamsburg, Virginia USA, September 26-28, 1995.

Gambar

Gambar 2.1. Metoda pemicuan klasik
Gambar 2.2 Metoda pemicuan “altitude”
Gambar 2.5. Prinsip pengukuran dengan Field Mill  Bagian-bagian dari sebuah field mill meliputi  baling-baling berputar yang diketanahkan, sensor  dan penguat
Grafik 3.3. Frekuensi sambaran petir harian di  daerah Gunung Mas Puncak
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sejarah penelitian dalam suara alat musik telah dimulai sejak abad 19 dengan menggunakan Teori Fourier yang membuktikan bahwa setiap periodik dari sebuah sinyal

Pada awal proses AHP hal yang dilakukan adalah memasukkan prioritas elemen, prioritas elemen didapat dari inputan pengguna dengan mengurutkan 5 kriteria yang

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial atau PMKS yang ada di Kabupaten Bekasi sangat penting untuk diidentifikasi karena adanya keinginan dari Pemda kabupaten

Rokct dengan rasio massa yang makin bcsar berarti memuat jumlah propelan yang lebih besar dan struktur roket lebih ringan schingga dapat meningkatkan kecepatan dan

Pihak kedua (Polri), apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan

Dari analisa data hasil pengujian soot blower, pengoperasian condition based soot blower dapat dilakukan dengan membandingkan nilai aktual parameter operasi dengan desain pada boiler

Dalam ilmu ukur tanah, yang di maksudkan dengan sudut horizontal (mendatar) merupakan sudut pada bidang datar (proyeksi sudut yang terbentuk dari dua titik di

Proses pengerukan top soil ini dilakukan setelah selesai kegiatan pembersihan lahan.Dalam proses pengerukan tanah pucuk atau top soil ini menggunakan alat excavator(PC 300,dan