PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN GREEN’S
MOTIVATIONAL STRATEGIES UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA SMP
TINGKAT RENDAH
Shofwan Hendryawan, Yusfita Yusuf, Tuti Yuliawati W, Indra Siregar, Widya Dwiyanti
STKIP Sebelas April Sumedang, Jln. Angkrek Situ no 19, Sumedang;
[email protected]; 2)[email protected]
SMP Negeri 7 Sumedang, Jln. Pangeran Kornel Km 3,6 Sumedang; [email protected]
Abstrak
Berpikir kritis menjadi hal yang penting dalam belajar matematika. Namun, Upaya Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis belum berjalan dengan baik. Siswa masih kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah non-rutin. Salah satu pembelajaran inovatif yang digunakan adalah pembelajaran berbasis masalah. Penerapan pembelajaran berbasis masalah di Indonesia hanya mungkin diterapkan untuk siswa dengan kemampuan cenderung tinggi. Pada siswa sekolah berlevel sedang dan rendah, dibutuhkan alat atau cara yang dapat menjembatani antara kondisi siswa disekolah level sedang dan rendah dengan pembelajaran berbasis masalah. Peneliti mencoba mengajukan solusi yaitu menyertakan pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran berbasis masalah dengan Green’s motivational strategies lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah biasa untuk siswa SMP berkemampuan rendah pada materi kesebangunan dan kongruensi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan pretest-posttest control group design. Dengan kelas kontrol yaitu kelas dengan pembelajaran berbasis masalah sedangkan kelas eksperimen yaitu kelas dengan pembelajaran berbasis masalah dengan Green’s motivational strategies. Adapun populasi yang digunakan adalah kelas 9 dari SMP yang termasuk pada kategori rendah, kemudian diambil dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis matematis dan pedoman observasi untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies lebih baik dari siswa yang pembelajaran berbasis masalah.
Kata Kunci : green’s motivational strategies, kemampuan berpikir kritis, pembelajaran berbasis masalah,
A. PENDAHULUAN
Berpikir ilmiah secara kritis, dan mandiri merupakan salah satu tujuan dalam belajar matematika (Mendiknas, 2006). Maka dari itu, berpikir kritis menjadi hal yang penting dalam belajar matematika. Pentingnya berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dipertegas oleh pemerintah dengan menetapkan penguasaan kemampuan kritis sebagai salah satu standar kelulusan matematika (Mendiknas, 2006). Dengan demikian, siswa yang berhasil belajar matematika diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Upaya Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis belum berjalan dengan baik.
Penelitian-penelitian terkait upaya peningkatan kemampuan berpikir kritis menggunakan pembelajaran-pembelajaran inovatif sudah banyak dilakukan di Indonesia. Salah satu pembelajaran inovatif yang digunakan adalah pembelajaran berbasis masalah (Noer, 2010). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik. Masalah tidak terstruktur dan kemandirian belajar yang diberikan kepada siswa dalam pembelajaran berbasis masalah mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Namun, walaupun berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis, ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penelitian yang dilakukan oleh Noer (2010) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Noer
(2010), peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMP tingkat tinggi berada pada level sedang (0,51) dengan rata-rata pretes dan postes berturut-turut 31 dan 65,51. Sedangkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMP tingkat sedang berada pada level rendah (0,29), dengan rata-rata pretes dan postes berturut-turut 16,46 dan 40,26.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, namun tingkat peningkatan yang terjadi antara siswa yang belajar di sekolah dengan tingkat sekolah yang tinggi berbeda dengan siswa yang belajar di sekolah dengan tingkat sekolah yang sedang cenderung rendah. Kesempatan bereksplorasi yang diberikan dalam pembelajaran berbasis masalah nampaknya belum cukup untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan peningkatan yang tinggi pada siswa sekolah berlevel sedang yang menjadi tempat penelitian Noer (2010) dan Setiawati (2014), atau sekolah berlevel sedang yang setara dengan sekolah yang menjadi tempat penelitian Noer (2010) .
Pembelajaran berbasis masalah adalah perdekatan pembelajaran yang dibuat di Amerika dan tentunya untuk anak-anak di Amerika. Hal ini tentu tidak bisa di abaikan. Karakteristik siswa Indonesia sangat berbeda dengan siswa Amerika dalam hal mengemukakan gagasan, termasuk mengemukakan gagasan untuk menyelesaikan masalah. akibatnya penerapan pembelajaran berbasis masalah di Indonesia hanya mungkin
diterapkan untuk siswa dengan kemampuan cenderung tinggi.
Selain hanya mungkin diterapkan untuk siswa dengan kemampuan cenderung tinggi, penerapan pembelajaran berbasis masalah di Indonesia juga memiliki masalah lain. Menghadapi masalah dalam pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang banyak (Barrows dan Tamblyn, 1980). Sedangkan waktu pembelajaran siswa dalam satu pertemuan hanya 80 menit. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk melatih kemampuan berpikir kritis matematika melalui soal tidak terstruktur dan melakukan belajar mandiri dalam pembelajaran berbasis masalah bergantung pada kemampuan siswa.
Jika dilihat dari level sekolah, perbedaan waktu yang dibutuhkan siswa dalam menghadapi masalah yang tidak biasa tentu berdampak pada level sekolah. Siswa-siswa di sekolah dengan tingkat sekolah sedang membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada anak-anak di sekolah dengan tingkat sekolah tinggi. Namun, perbedaan waktu yang diperlukan tidak dapat diwujudkan di Indonesia, karena walaupun tingkat sekolah berbeda, tetapi waktu belajar dan beban belajar yang diberikan sama. Hal ini membuat penerapan pembelajaran berbasis masalah di sekolah dengan tingkat sekolah sedang dan rendah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik menjadi tidak maksimal.
Upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematika
melalui pembelajaran berbasis masalah, pada siswa yang berkemampuan sedang dan rendah atau pada siswa sekolah berlevel sedang dan rendah, dibutuhkan alat atau cara yang dapat menjembatani antara kondisi siswa disekolah level sedang dan rendah dengan pembelajaran berbasis masalah. Peneliti mencoba mengajukan solusi yaitu menyertakan pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies.
Green’s motivational strategies adalah strategi motivasi yang dikemukakan oleh Rudhumbu (2014) dengan didasari kategori pernyataan motivasi yang dikembangkan oleh Green pada tahun 2002. Strategi ini memiliki empat prinsip utama, yaitu conveying confidence (menyampaikan keyakinan), conveying high aspirations (menyampaikan aspirasi tinggi), giving comments (memberikan komentar) dan valuing learner’s tasks (memaknai tugas siswa) (Rudhumbu, 2014). Semua prinsip ini membangun motivasi siswa selama kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa untuk berani berargumentasi, serta bekerja dan berfikir lebih cepat dan bersemangat.
Menurut Barrows dan Tamblyn (1980), faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan penerapan pembelajaran berbasis masalah, selain kemampuan siswa, adalah kemampuan guru dalam mengarahkan dan membimbing siswa. Diharapkan Green’s Motivational Strategies dapat memaksimalkan kemampuan guru dalam membimbing dan mengarahkan siswa saat menerapkan pembelajaran
berbasis masalah di sekolah dengan tingkat sekolah sedang dan rendah.
Materi kesebangunan dan kongruensi merupakan materi yang sering muncul dalam soal UN dan juga merupakan materi yang memerlukan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikannya. Selain itu, materi kesebangunan dan kongruensi juga merupakan materi yang banyak aplikasi dan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran berbasis masalah dengan Green’s motivational strategies lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah biasa untuk siswa SMP berkemampuan rendah pada materi kesebangunan dan kongruensi. Penelitian ini juga terbatas pada siswa SMP berkemampuan rendah yang cenderung ada di sekolah tingkat rendah dan materi kesebangunan dan kongruensi. Hipotesis penelitian ini adalah ‘pembelajaran berbasis masalah dengan Green’s motivational strategies lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah biasa untuk siswa SMP berkemampuan rendah pada materi kesebangunan dan kongruensi’.
B. LANDASAN/KAJIAN TEORI 1. Kemampuan Berpikir Kritis
Fisher (2001) mengungkapkan bahwa berpikir kritis dimulai oleh Socrates sejak 2000 tahun yang lalu, namun John Dewey lah yang diberi gelar sebagai bapak tradisi berpikir kritis moderen. Fisher (2001) juga
mengungkapkan bahwa Dewey menganggap berpikir kritis sebagai berpikir reflektif dengan pengertian sebagai pertimbangan yang aktif, gigih dan hati-hati tentang keyakinan atau perkiraan berdasarkan pengetahuan yang mendukung dan kesimpulan lebih lanjut yang mungkin.
Menurut Ennis, (1991) berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang masuk akal yang difokuskan dalam memutuskan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Ennies (Innabi, 2003) memberikan indikator-indikator berpikir kritis berdasarkan konten, yaitu
a. Konsep
1. Mengidentifikasi karakteristik konsep ini
2. Membandingkan konsep dengan konsep lain
3. Mengidentifikasi contoh dari konsep dengan memberikan pembenaran
4. Mengidentifikasi tandingan dari konsep dengan memberikan pembenaran
b. Generalisasi
1. Menentukan konsep yang terkandung dalam generalisasi dan hubungan di antara mereka 2. Menentukan kondisi
menerapkan generalisasi
3. Menentukan formula yang berbeda dari generalisasi (situasi khusus)
4. Memberikan bukti dukungan untuk generalisasi
c. Algoritma dan keterampilan
1. Menjelaskan dasar konseptual keterampilan
2. Bandingkan kinerja siswa dengan contoh
d. Pemecahan Masalah
1. Menetapkan bentuk umum untuk solusi sasaran
2. Menentukan informasi yang diberikan
3. Menentukan relevansi dan tidak relevan informasi
4. Memilih dan membenarkan strategi untuk memecahkan masalah
5. Menentukan dan menyimpulkan dengan sub tujuan yang mengarah ke tujuan
6. Menunjukkan metode alternatif untuk memecahkan masalah 7. Menentukan persamaan dan
perbedaan antara yang diberikan masalah dan masalah lainnya
Dalam penelitian ini, aspek yang dipilih untuk menjadi indikator soal berpikir kritis matematik adalah aspek pemecahan masalah dalam kemampuan berpikir kritis terhadap konten. Kemampuan berpikir kritis terhadap konten dipilih karena kemampuan berpikir kritis yang diukur adalah kemampuan berpikir kritis matematika. Aspek pemecahan dipilih karena aktivitas utama dalam matematika adalah aktipitas pemecahan masalah.
2. Pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies.
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pembelajaran yang didasari oleh pandangan konstruktivisme (Noer, 2011: 105). Model ini didominasi oleh aktivitas peserta didik, sedangkan peranan guru
lebih sebagai fasilitator. Peserta didik dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan melalui proses pembelajaran tersebut. Pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan yang sudah dimiliki diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Menurut Arends sebagaimana dikutip oleh Trianto (2011: 68), PBM merupakan suatu model pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan ketrampilan lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Padmavathy dan Mareesh (2013) menyatakan bahwa PBM efektif diterapkan pada pembelajaran matematika. Pembelajaran PBM mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik mencapai keterampilan mengarahkan diri.
Menurut Arends (2012) ada lima pase yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran berbasis masalah, sebagai berikut. Fase 1, mengorientasi siswa terhadap masalah. Fase ini mengharuskan guru menjelaskan tujuan dari pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang diperlukan, serta memotivasi siswa agar aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. Fase 2: mengorganisasikan siswa dalam belajar Fase ini mengharuskan guru menolong siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berkaitan dengan masalah. Fase 3: membantu investigasi masing masing individu dan kelompok. Fase ini
mengharuskan guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang tepat, melakukan percobaan, serta mencari penjelasan dan solusi. Fase 4:
mengembangkan dan
mempresentasikan karya dan memamerkannya. Fase ini mengharuskan guru membantu siswa merencanakan dan mempersiapkan karya yang akan di tunjukkan. Fase 5: menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Fase ini mengharuskan guru membantu siswa untuk merefleksikan hasil investigasi mereka dan proses pemecahan masalah yang mereka gunakan.
Menurut Joice dengan menggunakan satu atau dua strategi kita bisa membuat pengajaran yang baik. Sedangkan dengan mengombinasi model-model, kita dapat merancang sekolah, kurikulum, unit dan pelajaran. Atas dasar ini peneliti mencoba untuk memadukan pembelajaran berbasis masalah dengan Green’s motivational strategies.
Telah diutarakan sebelumnya bahwa peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai fasilitator. Guru diharapkan dapat mengarahkan dan membimbing siswa dalam menghadapi masalah. selain itu menurut Polya (1957), pembelajaran berbasis masalah memeiliki tiga kekurangan, yaitu tidak dapat digunakan untuk menerapkan konsep dasar, lebih menitik beratkan pada pemecahan masalah dan bukan menambah pengetahuan atau fakta, dan terkadang memerlukan waktu dan sumberdaya yang besar.
Green’s motivational strategies dapat digunakan oleh guru dalam mengarahkan dan membimbing siswa. Prinsip-prinsip yang ada pada Green’s motivational strategies menjadi acuan dalam membimbing sekaligus memberikan motivasi. Selain itu prinsip-prinsip yang ada pada green’s motivational strategies dapat digunakan untuk menyokong siswa dalam menghadapi soal-soal non-rutin serta mempercapat pembelajaran sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yang telah dipengaruhi Green’s motivational strategies sebagai berikut.
Fase 1: Memberi latihan soal matematika mudah yang berkaitan dengan konsep dan masalah yang akan diberikan.
Fase 2: Mengorientasi siswa terhadap masalah. Pada fase ini guru menjelaskan tujuan dari pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang diperlukan, serta memotivasi siswa agar aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. Fase 3: Mengorganisasikan siswa dalam belajar. Pada Fase ini guru menolong siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berkaitan dengan masalah.
Fase 4: Membantu investigasi masing masing individu dan kelompok. Pada fase ini guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang tepat, melakukan percobaan, serta mencari penjelasan dan solusi.
Fase 5: Mengembangkan dan mempresentasikan karya dan memamerkannya. Pada fase ini guru membantu siswa merencanakan dan
mempersiapkan karya yang akan di tunjukkan.
Fase 6: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada fase ini guru membantu siswa untuk merefleksikan hasil investigasi mereka dan proses pemecahan masalah yang mereka gunakan.
Fase 7: Memberi hadiah.
C. METODE PENELITIAN
Metode penelitain kuantitatif dengan pretest-posttest control group design yang digunakan dalam penelitian ini. Disain penelitian eksperimen yang digunakan berbentuk kuasi eksperimen dengan disain kelompok sebanyak 2 kelompok. Disain penelitian yang lebih jelas adalah berikut: Kelompok experiment : O X1 O Kelompok kontrol: O X2 O Keterangan: X1 = Pembelajaran berbasis masalah dengan Green’s motivational strategies, X2 = Pembelajaran berbasis
masalah
O = Tes kemampuan berpikir kritis matematik
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas sembilan di SMP dengan kategori rendah. Kategori rendah mengacu pada data ujian nasional (UN) dari Dinas Pendidikan Nasional sumedang dan wawancara Dari populasi tersebut lalu dipilih dua kelas dari kelas sembilan berdasarkan pertimbangan sekolah dan guru mata pelajaran matematika. Adapun
instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis matematis dan pedoman observasi. Pada penelitian ini, untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis digunakan dengan menghitung indeks gain. Indeks gain (N-gains) dianalisis sesuai dengan prosedur statistik.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi untuk mengetahui keterlaksanaan dari pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies. Dalam penelitian ini yang mengajar adalah guru matematika pada kelas tersebut yang telah diberi arahan oleh peneliti tentang pelaksanaan pembelajaran. Peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Pada pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies, peran guru sangat besar dalam membangun motivasi siswa dalam belajar. Motivasi yang diberikan tidak hanya dalam lembar kerja siswa yang telah disusun, tetapi juga dalam bentuk verbal yang dilakukan oleh guru.
Gambar 1. Salah satu kegiatan guru dalam membangun motivasi
Hasil skor tes awal diperlukan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis matematik, selain itu dengan tes awal ini dapat ketahui bahwa kemampuan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sama. Sedangkan data skor tes akhir diperoleh untuk mengetahui
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik sesudah diberikan perlakuan pembelajaran. Data yang diperoleh dari hasil skor tes awal dan tes akhir ini kemudian dihitung indeks
gain untuk mengetahui
peningkatannya. Statistika deskriptif indeks gain dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Statistika Deskriptif Indeks Gain Data Kelas eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2 Jumlah siswa 32 30 Rata-rata 0,82 0,63 Deviasi standar 0,20 0,16 Skor tertinggi 1,00 1,00 Skor terendah 0,38 0,41
Tabel 1. Menunjukkan bahwa rata-rata skor indeks gain kelas eksperimen 1 (0,82) lebih besar dari rata-rata skor indeks gain kelas eksperimen 2 (0,63).
Namun, untuk mengetahui perbedaan tersebut secara signifikan harus dilakukan uji statistik. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Kelas Subjek Jumlah
Rank Eksperimen 32 752,5
0,0006 0,0500 Kontrol 30 423,5
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan dengan green’s motivational strategies lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah. Siswa yang memperoleh pembelajaran
berbasis masalah merasa kesulitan dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah karena merasa tidak menguasai konsep sebelumnya dan penguasaan terhadap konsepnya tidak utuh, kecuali beberapa siswa yang kemampuan matematikanya tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Noer (2010) dan T. Jumaisyaroh1 , E.E. Napitupulu, dan Hasratuddin (2014), dimana peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan kemampuan rendah sangat kecil, sedangkan siswa dengan kemampuan tinggi sangat signifikan.
Selain itu, siswa pada kelas eksperimen 2 yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah, tidak memiliki percaya diri dan motivasi dalam mengerjakan soal latihan. Terlebih dengan kemampuan awal siswa yang kurang, ini sangat mempengaruhi terhadap motivasi siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Krisna Adhi (2016) yang bahwa pembelajaran berbasis pemecahan masalah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Berbeda dengan hasil penelitian Pradnyana, P.B., Marhaeni, A.A.I.N., Candiasa, I Made (2013) dan Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, Sariyasa (2013) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari pembelajaran berbasis pemecahan masalah terhadap motivasi belajar. Setelah ditelaah ternyata sampel yang digunakan pada penelitian Pradnyana, P.B., Marhaeni, A.A.I.N., Candiasa, I Made (2013) dan Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, Sariyasa (2013) berbeda dengan yang peneliti
gunakan. Dimana Pradyana dkk menggunakan sampel siswa SD, sedangkan Zalia dkk menggunakan sampel smp namun materi yang digunakannya adalah IPS bukan matematika. Berarti dalam hal ini karakteristik dari sampel dan materi yang digunakan pada pembelaran berbasis masalah sangat mempengaruhi hasil pembelajaran khususnya motivasi.
Berbeda dengan siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan dengan green’s motivational strategies, walaupun siswa pada kelas ini memiliki kemampuan matematika yang tidak sama namun hasil akhirnya relatif sama. Siswa pada kelas eksperimen merasa percaya diri dan memiliki motivasi ketika mengerjakan soal latihan. Hal ini terjadi karena pada pembelajaran berbasis masalah dengan dengan green’s motivational strategies siswa diberikan soal pemanasan terlebih dahulu sebelum menuju soal tantangan. Dimana soal pemanasan disajikan dari materi yang mudah hingga materi yang sukar. Selain itu, pada soal pemanasan juga disajikan dengan memperhatikan keterkaitan antara konsep dan juga siswa dituntut untuk menjelaskan keterkaitan tersebut. Soal pemanasan ini memberikan pengaruh yang luar biasa kepada siswa baik dari segi rasa percaya diri maupun dari segi penguasaan konsep. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Rudhumbu (2014) dan Green (2002), bahwa green’s motivational strategies membangun motivasi siswa selama kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa untuk berani
berargumentasi, serta bekerja dan berfikir lebih cepat dan bersemangat.
E. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan dengan green’s motivational strategies lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah. Green’s motivational strategies dapat mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh pembelajaran berbasis masalah. Selain itu pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies dapat membuat siswa lebih percaya diri dan pemahaman konsep siswa menjadi lebih utuh.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah adalah kemampuan siswa. Selain itu dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan green’s motivational strategies diperlukan kemampuan yang mumpuni dalam merancang instrumen dan dibutuhkan kecakapan guru yang cukup dalam memberikan motivasi baik secara verbal atau tindakan lain.
UCAPAN TERIMAKASIH
Paper ini merupakan bagian dari hasil Penelitian Dosen Pemula tahun 2017 dengan kontrak penelitian pelaksanaan hibah Nomor: 150/ SK / D-STKIP/ UN/V/2017. Terima kasih penulis sampaikan kepada STKIP Sebelas
April Sumedang maupun DIKTI yang telah mensupport penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. (2012). Learning to Teach, Ninth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.
(1980). Problem-Based Learning: An approach to Medical Education. New York: Springer Ennis, Robert H. (1991). Critical
thinking: A streamlined conception. Teaching Philosophy, 14 (1), 5-25
Fisher, A. (2001). Critical thinking an introduction. United Kingdom: Cambridge University Press.
Green, S. K. (2002). Using an expectancy-value approach to examine teachers’ motivational strategies. Teaching and Teacher Education 18, hlm 989–1005 Innabi, H. (2003). Aspects of Critical
Thinking in Classroom Instruction of Secondary School Mathematics
Teachers in Jordan, The
Mathematics Education into the 21st Century Project Proceedings of the International Conference
The Decidable and the
Undecidable in Mathematics
Education. Brno, Czech Republic.
Krisna Adhi Atmaja, Novisita Ratu , Wahyudi. (2016). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2014/2015. Portal Garuda.
Mendiknas. (2006). Peraturan Menteri pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar isi Untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Mendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional. Noer, S. H. (2010). Peningkatan
kemampuan berpikir Kritis, Kreatif dan Reflektif (K2R) matematis siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Noer, S. H. (2011). Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Matematika Berbasis Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 5, No.1, Hal. 104-111.
Padmavathy, R.D dan Mareesh, K. (2013). Efectiveness of Problem Based Learning In Mathematics. Internasional Multidiciplinary e-Journal. Vol. II, Issue. 1, Hal. 45-51.
Pradnyana, P.B., Marhaeni, A.A.I.N., Candiasa, I Made. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Motivasi Belajar Dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD. Jurnal. E- Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.3
Polya, G. (1957). How to solve it: a new aspect of mathematical method. New Jersey: Princeton University Press.
Rudhumbu, N. (2014). Motivational strategies in the teaching of primary school mathematics in zimbabwe. International Journal of Education Learning and
Development UK, 2 (2), hlm 76-103.
Setiawati, Euis. (2014). Mengembangkan kemampuan berpikir logis, kreatif dan habits of mind mathematics melalui pembelajaran berbasis masalah. (Disertasi Program Doktor Sekolah Pascasarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Trianto. (2011). Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana.
T. Jumaisyaroh1 , E.E. Napitupulu, dan Hasratuddin. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Kreano. Vol 5 No. 2. Hal. 157-169
Zalia Muspita, I. W. Lasmawan, Sariyasa. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis, Motivasi Belajar, dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VII SMPN 1 Aikmel. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.