Fenomena gagal tegangan (voltage
collapse) diketahui sebagai sumber utama dari
ketidakamanan sistem (insecurity) sehingga memerlukan perhatian yang serius pada sistem tenaga yang besar.
Gagal tegangan adalah proses yang mengikuti ketidakstabilan tegangan yang terjadi secara cepat dan tidak terkendali. Faktor utama penyebab ketidakstabilan adalah ketidakmampuan dari sistem tenaga untuk mensuplai daya reaktif yang dibutuhkan pada saat terjadinya kenaikan beban. Faktor-faktor yang memberi konstribusi terhadap terjadinya gagal tegangan antara lain : 1. Kenaikan beban yang biasanya dialami pada
saat menjalankan motor induksi, tetapi umumnya disebabkan oleh aksi pemulihan dari
automatic tap changer terhadap tegangan
sekunder transformator Gardu induk
2. Dibatasi support daya reaktif generator oleh
thermal stresses yang dibolehkan dari mesin.
Pembatasan ini dilakukan oleh adanya sistem proteksi (pembatas arus rotor) atau dengan aksi operator pengatur tegangan
3. Gangguan besar seperti terjadinya kerusakan pada unit pembangkit besar (sumber daya reaktif) yang berada dekat pusat pembangkit besar (sumber daya reaktif) yang berada dekat pusat beban ataukah terjadinya
kerusakan pada salah satu saluran transmisi yang parallel sehingga saluran transmisi lainnya akan menerima beban yang lebih besar
akibatnya rugi-rugi reaktif transmisi I2.X juga
akan besar
4. Panjangnya saluran antara pembangkit dengan pusat-pusat beban apalagi bila saluran tersebut dibebani sampai melampaui SIL (Surge
Impedance Load), maka saluran tersebut akan
menyerap day reaktif dengan cepat.
Meninjau permasalahan di atas utamanya pada sistem yang memiliki pembangkit dan pusat-pusat beban besar pada suatu daerah (zone) yang luas, maka untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya masalah tersebut peneliti dalam studi ini mencoba meneliti pengaruh penjadwalan pembangkit terhadap margin daya reaktif kaitannya dengan sekuriti sistem. Karena pada prinsipnya untuk mengurangi rugi-rugi saluran setiap pusat beban dapat dilayani oleh pembangkit yang berada sekitar pusat beban tersebut.
Berdasarkan kejadian yang dialami bahwa untuk mendeteksi problem gagal tegangan dlakukan dengan pendekatan analisis statis. Konsep dari analisis statis ini adalah bahwa stabilitas ditentukan dengan menghitung kurva V-P dan V-Q pada bus-bus yang dipilih.
PEMILIHAN MARGIN DAYA REAKTIF UNTUK MENCEGAH
TERJADINYA GAGAL TEGANGAN PADA SISTEM KELISTRIKAN
Yunus Tjandi
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang penerapan metode optimisasi untuk menentukan margin daya reaktif yang berkenaan dengan gagal tegangan. Margin ini diarahkan pada penaksiran ketahanan sistem berkenaan dengan gagal tegangan. Titik collapse didapatkan langsung dari solusi problem otimisasi dengan pertambahan beban reaktif sebagai fungsi objektif, persamaan neraca daya reaktif sebagai kendala persamaan dan limit daya reaktif sebagai kendala pertidaksamaan. Penggunaan metode ini dalam beberapa kasus gangguan/pertambahan beban yang sangat besar memberikan gambaran tentang titik-titik lemah (local weaknesses) dari suatu sistem, semua hal ini dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan dan pengoperasian sistem kelistrikan untuk mengatasi terjadinya gagal tegangan. Penyelesaian metode ini memberikan gambaran bahwa penjadwalan pembangkit dengan memberi porsi yang lebih besar terhadap pembangkit-pembangkit dapat lebih meningkatkan ketahanan sistem (memperbesar margin daya reaktif).
Untuk studi yang berkenaan dengan gagal tegangan tidak mudah menggunakan kurva V-P disebabkan karena teknik penambahan variable daya reaktif (misalnya SVC) dapat
mengakibatkan tidak konstannya tan
f
beban,karena seperti yang diketahui bahwa kurva V-P menunjukkan hubungan antar tegangan dan beban pada bus penerima dengan asumsi bahwa factor daya beban konstan.
Sedangkan kurva yang tepat untuk maksud ini adalah kurva V-Q karena kurva ini menunjukkan hubungan karakteristik jaringan sistem transmisi dengan beban dan konpensatornya.
Metode yang digunakan untuk menghitung margin daya reaktif berkenaan dengan ketidakstabilan tegangan adalah didasarkan pada metode load flow, metode sensitivitas, dan metode optimasi.
Metode load flow didasarkan pada kenaikan beban sampai mencapai titik collapse, akan tetapi hal ini dapat menimbulkan masalah konvergensi saat mendekati titik ketidakstabilan. Untuk menghindari masalah tersebut digunakan teknik PV bus fiktif (Fictitious synchronous condenser) sebagai pengganti beban.
Metode sensitivitas tetap
mempertimbangkan gangguan yang sangat kecil dan menggunakan sistem linearisasi melalui matriks Jacobian. Kelemahan dari metode ini adalah besarnya ketidaklinearan akibat pembatasan daya reaktif generator dan analisis yang didasarkan pada sensitivitas selalu menggambarkan konfigurasi yang mempunyai titik collapse diluar suatu kenyataan yang dalam prakteknya dapat berperan terhadap rendahnya kemampuan untuk memprediksi titik collapse tersebut.
Metode optimisasi mengidentifikasi titik
collapse langsung dengan memaksimumkan
beban reaktif yang dapat disuplai dengan tetap memperhitungkan limit daya reaktif generator. Metode ini digunakan untuk mengukur ketahanan sistem yaitu menentukan margin daya reaktif yang berkenaan dengan insiden penyebab terjadinya gagal tegangan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode optimisasi Newton karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu bahwa solusi yang didapatkan mengarah langsung pada titik collapse, sedangkan dengan menggunakan aliran daya berulang (multiple load flow) belum memadai karena disamping beratnya biasanya
algoritma aliran beban tidak mempunyai solusi diluar titik collapse dan kurang dipercaya sifat-sifat konvergensi sekitarnya.
METODE
Solusi problem optimisasi dilakukan dengan mengunakan metode optimisasi Newton. Metode ini memfokuskan bagaimana problem optimisasi dapat diselesaikan secara efisien dan cepat dalam sitem skala besar.
Prosedur penyelesaian yang dilakukan adalah :
1. Mencari hasil optimisasi dengan kendala persamaan (equality constrains)
2. Hasil optimisasi yang diperoleh di atas harus
memenuhi kendala pertidaksamaan (inequality
constrains)
3. Hasil optimisasi yang memenuhi kendala persamaan dan kendala pertidaksama-an merupakan solusi optimisasi yang dicari.
Langkah Penelitian
Perhitungan margin daya reaktif untuk mencegah gagal tegangan dengan menggunakan formulasi optimisasi dilakukan dengan beberapa tahap pekerjaan sebagai berikut :
1. Tahap studi
Melakukan studi literatur untuk memahami teori-teori pendukung
2. Tahap analisis
Melakukan modifikasi model sistem daya dengan mengubah kedalam formula optimisasi kemudian mencari solusi dari problem optimisasi dan pembuatan program
3. Tahap evaluasi
Menentukan margin daya reaktif dari solusi problem optimisasi yang berkenaan dengan gagal tegangan dengan melakukan pengujian data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan metode optimisasi Newton untuk menghitung margin daya reaktif berkenaan dengan gagal tegangan diawali dengan menjalankan program aliran daya untuk mendapatkan nilai tegangan, daya reaktif generator dan aliran daya aktif pada kasus dasar.
Metode optimisasi ini sebelum diterapkan pada kasus jaringan standard IEEE 30- bus, hasilnya diperlihatkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa bus yang terlemah pada saat mencapai titik kritis adalah bus 26 dengan V
23 15 18 19 14 13 1 12 3 2 4 16 20 10 29 30 27 28 26 25 22 11 6 8 9 5 24 21 17 7
+ 0,5358, l = -1,8254. Hal ini memperlihatkan
bahwa bus yang paling lemah adalah bus dengan lambda yang nilainya paling negatip.
Tabel 1 Nilai Tegangan dan Lambda pada Titik Collapse
No. Bus Tegangan Lambda (l)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 24 25 26 27 28 29 30 1,112 0,9363 0,9130 0,9773 0,9013 0,9069 0,9179 0,7887 0,6825 0,8819 0,7376 0,8144 0,6830 0,6646 0,6860 0,6605 0,6276 0,6160 0,6296 0,6273 0,6291 0,6124 0,5898 0,5770 0,6154 0,5358 0,6820 0,8799 0,6211 0,5898 -0,1394 -0,2661 -0,3261 -0,2306 --0,3720 -0,3289 -0,3641 -0,7104 -1,0270 -0,5761 -0,8128 -0,6737 -0,9520 -1,0472 -0,9794 -1,0857 -1,1817 -1,2324 -1,1881 -1,2363 -1,2301 -1,2828 -1,2866 -1,4959 -1,2985 -1,8254 -0,9985 -0,4239 -1,1922 -1,2866
Gambar 1. Sistem jaringan standard IEEE 30 Bus – 41 Saluran
Kasus 1
Kasus 1 adalah sistem jaringan sehat dengan melakukan penjadwalan ulang pembangkit untuk meeliti apakah dengan konstribusi yang lebih besar diberikan oleh generator local yang ada dalam zone tersebut dapat menyehatkan sistem tersebut. Penjadwalan ulang pembangkit yang dilakukan yang diteliti diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Penjadwalan Ulang Pembangkit pada Kasus 1
Kasus MV yang dibangkitkan
G1 G2 G5 G8 G11 G13 0 1A 1B 1C 1,3850 0,9607 0,9646 0,9693 0,5756 0,5756 0,5756 0,5756 0,2456 0,3456 0,2456 0,2456 0,3500 0,3500 0,3500 0,3500 0,1793 0,2793 0,3793 0,1793 0,1691 0,2691 0,3691 0,5691 Ket. :
- G1 adalah slack bus dimana daya P
diperoleh dari hasil aliran daya
- G2, G5, G8, G11, G13 daya P diperoleh
dari hasil penjadwalan pembangkit
Pada kasus 1 ini, nilai kasus dasar dihitung kembali dengan menjalankan program aliran daya. Hasil optimisasi untuk kasus 1A diperlihatkan pada Tabel 3, kasus 1B diperlihatkan pada Tabel 4, dan kasus IC pada Tabel 5.
Tabel 3. Hasil Metode Optimisasi pada Kasus 1A
Optimasi 1 Optimasi 2 Optimasi 3 Optimasi 4 Margin Q (PU) Vi terkecil Jumlah iterasi 3,2133 0,3763 6 1,9714 0,4895 4 1,9245 0,4895 2 1,9036 0,5617 1 Gen Qg max QG r1 Qg max r1 Qg max r1 Qg max r1 2 5 8 11 13 0,6000 0,6250 0,5000 0,4000 0,4500 DL 0,7013 1,9283 1,1638 1,8298 - 0,8565 0,1750 0,1716 0,1924 1,2573 0,9338 LD LD LD 0,5050 0,5960 0,5292 Seluruh generator pada atau di bawah limitnya
Ket : LD = Limit dijalankan DL = Di bawah Limit
Tabel 4. Hasil Metode Optimisasi pada Kasus 1B
Optimasi 1 Optimasi 2 Optimasi 3 Optimasi 4 Margin Q (PU) Vi terkecil Jumlah iterasi 3,1966 0,3780 6 1,9565 0,4905 4 1,9245 0,4895 2 1,9036 0,5617 1 Gen Qgmax QG r1 Qgmax r1 Qgmax r1 Qgmax r1
2 5 8 11 13 0,6000 0,6250 0,5000 0,4000 0,4500 DL 0,7322 1,9167 1,1626 1,8084 - 0,7976 0,1756 0,1659 0,0955 1,2469 0,9666 LD LD LD 0,5109 0,5531 LD 1,0596 0,4931 Seluruh generator pada atau di bawah limitnya
Ket : LD = Limit dijalankan DL = Di bawah Limit
Tabel 5. Hasil Metode Optimisasi pada Kasus 1C
Optimasi 1 Optimasi 2 Optimasi 3 Optimasi 4 Margin Q (PU) Vi terkecil Jumlah iterasi 3,2133 0,3763 6 1,9714 0,4895 4 1,9245 0,4895 2 1,9036 0,5617 1 Gen Qgmax QG r1 Qgmax r1 Qgm
ax r1 Qgmax r1 2 5 8 11 13 0,6000 0,6250 0,5000 0,4000 0,4500 DL 0,7324 1,9260 1,1562 1,7971 - 0,7977 0,1987 0,1707 0,0960 1,2385 0,9618 LD LD LD 0,5138 0,5555 1,0489 0,4983 Seluruh generator pada atau di bawah limitnya
Ket : LD = Limit Dijalankan, DL = Di bawah Limit
Tabel 6. Hasil Evaluasi Margin
Kasus Margin Global
(pu) Vi terkecil (pu) λ1 terkecil 0 1A 1B 1C 1,841889 1,903572 1,882128 1,858092 0,5358 0,5617 0,5644 0,5673 -1,8254 -1,7612 -1,7331 -1,7065
Berdasarkan hasil evaluasi margin pada Tabel 6 diperoleh bahwa margin dan tegangan pada kasus penjadwalan ulang memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kasus 0, hal ini berarti bahwa penjadwalan ulang pembangkit dengan memberikan peranan lebih besar pada pembangkit local dalam mensuplai daya dapat lebih memperbaiki stabilitas tegangan sistem karena adanya margin yang lebih besar dan tegangan bertambah lebih baik.
Dalam kasus penjadwalan ulang ditemukan bahwa kasus 1A mempunyai margin lebih baik daripada kasus 1B, demikian pula kasus 1B mempunyai margin lebih baik daripada kasus 1C. Hal ini menunjukkan bahwa pada pendistribusian pembangkit pada pusat-pusat beban memberikan margin yang lebih baik daripada mengkonsentrasikan pembangkitan hanya pada satu atau beberapa pembangkit saja untuk mensuplai daya keseluruh beban.
Pada hasil pengujian ini terlihat pula bahwa tegangan terkecil yaitu pada bus 26 pada kasus 1C lebih baik daripada kasus 1B, demikian pula kasus 1B lebih baik daripada kasus 1A disebabkan karena bus 26 berada dekat dengan pembangkit G13 sehingga dengan penambahan daya aktif dan reaktif pada generator 13 dengan jarak saluran yang lebih pendek hal ini akan menaikkan tegangan.
Dalam kasus ini, generator 1 diasumsikan sebagai bus penadah yang suplai daya listriknya berasal dari sumber pembangkit yang besar dari zone tersebut.
Kasus Jaringan Mengalami Kenaikan Beban Daya Reaktif
Kasus 2A
Dalam kasus ini diasumsikan bahwa sistem jaringan mengalami kenaikan beban daya reaktif sebesar 63 MVR (0,63 pu) yang terdiri dari 21 bus beban. Hasil optimisasi yang diperoleh dalam kasus ini diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Metode Optimisasi pada Kasus 2A
Optimasi 1 Optimasi 2 Optimasi 3 Optimasi 4 Margin Q (PU) Vi terkecil Jumlah iterasi 2,719586 0,2988 2 1,454239 0,5761 2 1,273854 0,5027 1 1,217575 0,5334 1 Gen Qgmax QG r1 Qgmax r1 Qgmax r1 Qgmax r1
2 5 8 11 13 0,6000 0,6250 0,5000 0,4000 0,4500 0,7406 0,6964 2,1258 1,1508 1,8543 0,7760 0,8249 0,000 0,0759 0,0000 1,1473 0,8383 LD LD LD 0,4709 0,6120 LD 0,9813 0,4857 Seluruh generator pada atau di bawah limitnya
Ket : LD = Limit Dijalankan
Kasus 2B
Pada kasus 2B ini sistem mengalami kenaikan beban reaktif sebesar 0,83pu dimana lebih besar daripada kenaikan beban pada kasus 2A, kenaikan beban ini terjadi pada 21 bus. Nilai kasus dasar dari kasus ini diperoleh dari hasil aliran daya.
Hasil optimisasi untuk kasus 2A diperlihatkan pada tabel 8 berikut,
Tabel 8 Hasil Metode Optimisasi pada Kasus 2B
Optimasi 1 Optimasi 2 Optimasi 3 Optimasi 4 Margin Q (PU) Vi terkecil Jumlah iterasi 3,2133 0,3763 6 1,9714 0,4895 4 1,9245 0,4895 2 1,9036 0,5617 1 Gen Qgmax QG r1 QG r1 QG r1 QG r1 2 5 8 11 13 0,6000 0,6250 0,5000 0,4000 0,4500 DL DL 1,265 0,738 1,042 - - 0,000 0,000 0,000 1,2385 0,9618 LD LD LD 0,6451 0,8115 LD 0,7293 - 0,7149 Seluruh generator pada atau di bawah limitnya
Ket : LD = Limit Dijalankan DL = Di bawah Limit
Kasus Jaringan Mengalami Kenaikan Beban Daya Aktif dan Daya Reaktif
Pada kasus 3 ini jaringan mengalami kenaikan beban sebesar 100 Mw / 63 Mvar atau (1 pu/ 0,63pu). Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat sensitivitas daripada daya aktif terhadap margin daya reaktif. Kenaikan beban daya reaktif pada kasus 3 diambil sama dengan knaikan beban daya reaktif pada kasus 2A.
Untuk memperoleh nilai kasus dasar pada kasus ini dilakukan dengan program aliran daya. Hasil metode optimisasi pada kasus 3 dapat dilihat pada tabel 9 berikut.
Tabel 9. Hasil Metode Optimisasi pada kasus 3
Optimasi 1 Optimasi 2 Optimasi 3 Margin Q (PU) Vi terkecil Jumlah iterasi 3,2133 0,3763 6 1,9714 0,4895 4 1,9245 0,4895 2 Gen QG QG r1 QG r1 QG r1 2 5 8 11 13 0,6000 0,6250 0,5000 0,4000 0,4500 0,958 0,701 1,421 0,833 1,178 0,002 0,674 0,000 0,000 0,000 LD 1,041 LD LD LD
0,273 Seluruh generator pada atau di bawah limitnya
Ket : LD = Limit dijalankan, DL = Di bawah Limit
Pada Kasus 3 di atas, besarnya margin yang diperoleh adalah sebesar 0,742816 pu yang mengalami penurnan sebesar 0,474759 pu dibandingkan dengan kasus 2A (kasus yang mengalami kenaikan beban daya reaktif saja), hal ini memperlihatkan bahwa kenaikan beban daya aktif ikut mempengaruhi/menurunkan margin global dari sistem.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian diperoleh
kesimpulan, bahwa (1) dalam perencanaan dan pengoperasian sistem masalah gagal tegangan sudah seharusnya mendapat perhatian, terutama untuk sistem yang lebih besar dengan penekanan pada bagaimana menentukan security margin secara tepat dan mengembangkan peralatan yang mampu menghitung margin tersebut, (2) metode optimisasi Newton memberi konstribusi terhadap perhitungan margin daya reaktif berkenaan dengan gagal tegangan. Keuntungan penggunaan metode ini adalah bahwa solusi perhitungan yang diperoleh sudah merupakan titik collapse yang dicari, sehingga margin dapat ditentukan secara tepat, (3) penjadwalan ulang pembangkit dengan memberikan peran lebih besar terhadap generator lokal dapat memberikan margin yang lebih baik, (4) metode ini mampu mendeteksi kelemahan
setempat (local weaknesses) dari bus-bus yang
ada dalam zona yang dipilih dengan melihat
besarnya nilai pengali Lagrange l, yang
diperoleh dari hasil perhitungan, (5) kenaikan beban daya aktif P ikut menurunkan margin daya reaktif, (6) Perhitungan margin untuk sistem IEEE 30 bus – 41 saluran dapat diselesaikan oleh metode ini paling banyak dengan 4 kali optimisasi dan 6 iterasi.
DAFTAR PUSTAKA
B.Stott, O.Alsac, 1974. Fast Decoupled Load
Flow. IEEE Trans .on PAS , Vol.Pas 73.
D.I.Sum, at.al . 1983. Optimal Power flow by
Newton Approach. IEEE Trans. On Pas
Vol. PAS – 103, No.10.
F.L. Alvarado, T.H Jung. 1988. Direct Detection
of Voltage Collapse Condition . Proc.of
Eng. Found. Comf. On Bulk power sistem voltage phenomena Voltage stability and security, Potosi Mi.
J.L Carpentier . 1987. CRIC, anew sactive
reactive decoupling proses in load flows, Optimal power flows and sistem control
“,Proc.” Proc. Of the IFAC Conf. On Power sistem and power plant control, Beijing PR China.
N.Platabo, R, Ornedal, T, Caricen. 1990. Voltage Stability condition in a power transmission sistem calculated by sensitivity method “,IEEE. Trans On Power sistem.
Prabha Kundur . 1994. Power sistem and Stability and Control. Mc Graw Hill, inc New Delhi.
T.Van Cutsen. 1991. A Methode to Compute
Power Margin with respect to voltage collapse”, IEEE Trans On Power Sistem,
Vol.6 No.1
T.Van Cutsen. 1988. “, Network optimization –
based reactive power margin calculation
“, IFAC Symposium Power Sistem, Modeling and control application, Brussels.
Working group . 1987. “ Panning Againts Voltage
Collapse “ Electra.
W.R Lachs. 1979. Sistem reactive power
limitations. IEEE PES Winter Meeting,
New York.
V.A. Venikov at. Al. 1975. Estimation of
stability in load flow calculation “, IEEE.
Trans. On PAS, Vol.PAS-94. No.3
Tamura, H.Mori. 1983. Relationship between
voltage instability and multiple load flow solution in electrical power sistem “,
IEEE Trans. On PAS, Vol PAS-102, No.5.